Bab Ii - 201701029

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik

2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara

perawat dan klien yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien

saling memengaruhi dan memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan

untuk membantu mengatasi masalah klien serta memperbaiki pengalaman

emosional klien yang pada akhirnya mencapai kesembuhan klien

(Anjaswarni, 2016).

Komunikasi terapeutik adalah salah satu alat paling berharga yang

dimiliki perawat untuk membangun hubungan atau kepercayaan.

Kepercayaan ini memungkinkan perawat untuk memberikan perawatan

terbaik (Harleen, Kaur, Singh, & Pugazhendi, 2017).

Komunikasi terapeutik adalah hal yang dibutuhkan untuk profesi

medis dan keperawatan bahkan dengan semua staf yang bekerja di lembaga

perawatan kesehatan mana pun karena pasien dan pelanggan memiliki rasa

sakit fisik serta emosi spiritual, dan ketidaknyamanan psikologis dari

perubahan lingkungan yang mereka kenal oleh lingkungan rumah sakit,

begitu juga jika perawat dan tim perawatan kesehatan dikomunikasikan

dengan cara terapeutik agar hasil perawatan kesehatan yang optimal dapat

dicapai dengan mudah (Amal Sayed Mohamed, 2019).


Komunikasi terapeutik merupakan dasar dari hubungan interaktif

antara tim kesehatan dan pasiennya yang memberikan kesempatan untuk

membangun hubungan, memahami pengalaman pasien, merumuskan

intervensi pasien dan mengoptimalkan sumber daya perawatan kesehatan

(Saputra, Usman, & Saputra, 2016).

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman belajar yang saling

menguntungkan, pengalaman berbasis kemanusiaan antara perawat dan

pasien dengan saling menghormati dan perbedaan sosial budaya yang saling

menguntungkan antara keduanya (Sarfika, Maisa, & Freska, 2018).

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang di lakukan perawat

dengan pasien untuk memenuhi kebutuhan emosional pasien dengan

didasari rasa kemanusian dan rasa hormat dalam melakukan tindakan

keperawatan.

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik untuk mengembangkan pribadi klien ke

arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien

anatara lain seperti membantu pasien untuk menjelaskan dan mengurangi

beban perasaan serta pikiran, dapat mengambil tindakan untuk mengubah

situasi yang ada bila pasien percaya pada hal hal yang diperlukan,

mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang

efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain,

lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat


kesehatan, mempererat hubungan interaksi antara pasien dengan petugas

kesehatan secara professional dan proporsional dalam rangka penyelesaian

masalah pasien (Rauda, Yuka, 2017).

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk merealisasikan beberapa

tujuan perawat sebagai profesional kesehatan, karena di dalam komunikasi

terdapat sarana untuk memulai, menguraikan, dan mengakhiri hubungan

perawat dengan pasien. Untuk mencapai hal tersebut perawat harus

mengikuti aturan privasi dan kerahasiaan, menjaga hak privasi pasien,

memungkinkan pasien mengekspresikan diri secara bebas, menghormati

pasien dengan memperhatikan latar belakang, usia, agama, sosial ekonomi

status dan ras dalam menghormati ruang pribadi (esmeralda Sherko, eugjen

Sotiri, 2013).

Tujuan komunikasi terapeutik menurut (Mundakir, 2016) :

1. Supaya pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti orang lain. Dalam

menjalankan peranya sebagai komunikator, perawat perlu menyampaikan

pesan dengan jelas, lengkap dan sopan. Hal ini sangat penting agar pesan

kita dapat diterima oleh klien, teman sejawat maupun kolega, sehingga

tujuan bersama dalam membantu kesembuhan klien dapat dicapai.

2. Memahami orang lain. Sebagai komunikator, proses komunikasi tidak

akan dapat berlangsung dengan baik bila perawat tidak dapat memahami

kondisi atau apa yang diingin oleh pasien. Pemahaman ini sangat penting

agar proses komunikasi dapat berlangsung secara efektif.


3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain. Sebagai educator, perawat

memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien. Peran ini akan efektif

dan berhasil bila apa yang disampaikan oleh perawat dapat dimengerti dan

diterima oleh pasien.

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Mempengaruhi

orang lain untuk mau melakukan sesuatu sesuai keinginan kita bukanlah hal

mudah, disini perlu adanya pendekatan-pendekatan yang jitu agar pasein

percaya dan yakin bahwa apa yang kita harapkan.

2.1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik yang diberikan perawat kepada pasien

yaitu pasien dapat merasakan dukungan serta empati yang membangun

keterikatan kepercayaan emosional satu sama lain dengan perawat, dan

dapat mendorong kebebasan berekspresi, melalui pertanyaan terbuka dan

isyarat positif yang diberikan pasien (Popa Velea O, 2014).

Manfaat komunikasi terapeutik yaitu sebagai jembatan penghubung

antara perawat sebagai pemberi pelayanan dan pasien sebagai pengguna

pelayanan. Karena komunikasi terapeutik dapat mengakomodasi

pertimbangan status kesehatan yang dialami pasien. Komunikasi terapeutik

memperhatikan pasien secara holistik, meliputi aspek keselamatan,

menggali penyebab dan mencari jalan terbaik atas permasalahan pasien.

Juga mengajarkan cara-cara yang dapat dipakai untuk mengekspresikan

kemarahan yang dapat diterima oleh semua pihak tanpa harus merusak

(asertif). Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat


dengan klien dengan tujuan membantu klian memperjelas dan mengurangi

beban pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan (Novita,

Nugroho, & Handoko, 2020).

2.1.4 Tahap-tahap Komunikasi terapeutik

Dalam membina hubungan terapeutik, perawat mempunyai 4 tahap

yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh

perawat menurut (Sarfika et al., 2018) :

1. Tahap Prainteraksi

Fase ini dimulai sebelum kontak pertama perawat dengan klien. Hal-hal

yang dilakukan pada fase ini yaitu evaluasi diri, penetapan tahapan

hubungan dan rencana interaksi.

Tugas utama perawat dalam tahap ini antara lain :

a. Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri

b. Menganalisis kekuatan profesional diri dan keterbatasan

c. Mengumpulkan data tentang klien (jika mungkin)

d. Merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien

2. Tahap Orientasi

a. Fase perkenalan

Fase ini merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu

dengan klien. Fokus utama perawat pada tahap ini adalah menemukan

kenapa klien mencari pertolongan ke rumah sakit. Hal-hal yang perlu


dilakukan oleh perawat pada tahap ini adalah memberi salam,

memperkenalkan diri perawat, menanyakan nama klien, menyepakati

pertemuan (kontrak), Menghadapi kontrak, memulai percakapan awal,

menyepakati masalah klien, mengakhiri perkenalan. Fase ini dilakukan

pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya.

Tugas utama perawat dalam tahap ini, antara lain:

a. Mengidentifikasi mengapa klien mencari bantuan

b. Menyediakan kepercayaan, penerimaan dan komunikasi terbuka

c. Membuat kontrak timbal balik

d. Mengeksplorasi perasaan klien, pikiran dan tindakan

e. Mengidentifikasi masalah klien

f. Mendefinisikan tujuan dengan klien

3. Tahap kerja

Fase ini merupakan inti hubungan perawat-klien yang terkait erat dengan

pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai

dengan tujuan yang akan dicapai.

Tugas utama perawat pada tahap kerja :

a. Mengeksplorasi stressor yang sesuai / relevan

b. Mendorong perkembangan insight klien dan penggunaan mekanisme

koping konstruktif

c. Menangani tingkah laku yang dipertahankan oleh klien / resistance

4. Tahap Terminasi
Tahapan terminasi ini merupakan tahap akhir dari setiap pertemuan perawat

dan klien dalam komunikasi terapeutik. Hal-hal yang harus dilakukan pada

tahap terminasi ini yaitu evaluasi hasil yang terdiri evaluasi subjektif dan

evaluasi objektif, rencana tindak lanjut, kontrak yang akan datang

Tugas utama perawat dalam tahapan terminasi adalah:

a. Menyediakan realitas perpisahan

b. Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan

c. Saling mengeksplorasi perasaan adanya penolakan, kehilangan, sedih

dan marah serta tingkah laku yang berkaitan

Tahap-tahap yang ada di dalam komunikasi terapeutik menurut

(Anjaswarni, 2016) yaitu :

a. Fase Prainteraksi

Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat sebelum

berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini, perawat

mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri, serta menganalisis

kekuatan dan kelemahan profesional diri. Perawat juga mendapatkan data

tentang klien dan jika memungkinkan merencanakan pertemuan pertama

dengan klien. Perawat dapat bertanya kepada dirinya untuk mengukur

kesiapan berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien.


b. Fase orientasi/introduksi

Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang bertujuan

untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase selanjutnya. Pada

fase ini, perawat dapat :

1. Memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya. Kegiatan ini

mengindikasi kesiapan perawat untuk membantu klien.

2. Memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan

mengajukan pertanyaan tentang perasaan klien.

3. Merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan

lama pertemuan; bahan/materi yang akan diperbincangkan; dan mengakhir

hubungan sementara.

c. Fase kerja

Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas hubungan

perawatklien dalam asuhan keperawatan. Selama berlangsungnya fase kerja

ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan yang telah diinginkan bersama,

tetapi yang lebih bermakna adalah bertujuan untuk memandirikan klien.

Pada fase ini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam

berkomunikasi dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

(sesuai kontrak).

d. Fase terminasi

Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk

mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan


ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan tindak lanjut

pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya bersama klien.

Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase terminasi

ini, yaitu melakukan evaluasi subjektif dan objektif; merencanakan tindak

lanjut interaksi dan membuat kontrak dengan klien untuk melakukan

pertemuan selanjutnya.

2.1.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat

menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart

dan Sundeen, 1987; 124) dalam (Mundakir, 2016) :

1. Mendengar (Listening), merupakan dasar utama dalam komunikasi.

Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien, memberi

kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi

pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif bila apa yang

disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan tehnik ini adalah memberi rasa

aman klien dalam mengungkapakan perasaannya dan menjaga kesetabilan

emosi/psikologis klien.

2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening), tehnik ini memberi kesempatan

klien untuk mengungkapkan perasaan- nya sesuai kehendak klien tanpa

membatasi.

3. Mengulang (Restarting), mengulang pokok pikiran yang diungkapkan

klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi

perawat mengikuti pembicaraan klien.


4. Klarifikasi, dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar

atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang

diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah.

5. Refleksi, merupakan reaksi perawat-klien selama berlangsungnya

komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu refleksi isi,

bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang

diekspresikan klien dengan pengertian perawat, dan refleksi perasaan, yang

bertujuan memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan

agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.

Tehnik refleksi ini berguna untuk: a. mengetahui dan menerima ide dan

perasaan b. mengoreksi c. memberi keterangan lebih jelas. Sedangkan

kerugiannya adalah: a. mengulang terlalu sering tema yang sama b. d apat

menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.

6. Memfokuskan, membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan

yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih

spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.

7. Membagi Persepsi, meminta pendapat klien tentang hal yang perawat

rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik

dan memberi informasi.

8. Identifikasi Tema, mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami

klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan

pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.


9. Diam (Silence), cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan

pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi

klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat

menerima klien.

10. Informing, tehnik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk

pendidikan kesehatan bagi klien, misalnya perawat menjelaskan tentang

penyebab panas yang dialami klien.

11. Saran, memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai

pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.

Menurut (Anjaswarni, 2016) berikut ini teknik komunikasi Stuart &

Sundeen (1998) yang dikombinasikan dengan pendapat ahli lainnya :

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)

Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti

seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan.

Keterampilan mendengarkan dengan penuh perhatian dapat ditunjukkan

dengan sikap berikut :

1. Pandang klien ketika sedang bicara.

2. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk

mendengarkan.

3. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.

4. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau

memerlukan umpan balik.


5. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

b. Menunjukkan penerimaan (accepting)

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk

mendengarkan orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju.

Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua perilaku klien.

Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang

menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau

menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Sikap perawat yang

menunjukkan penerimaan dapat diidentifikasi seperti perilaku berikut.

1. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.

2. Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.

3. Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal.

4. Menghindarkan untuk berdebat, menghindarkan mengekspresikan

keraguan,

5. Atau menghindari untukmengubah pikiran klien.

6. Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya” atau “saya

mengerti apa yang bapak-ibu inginkan”.

a. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang

spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik

yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.
b. Mengulang (restating/repeating)

Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali ucapan klien dengan

bahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna bahwa perawat

memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya

dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.

c. Klarifikasi (clarification)

Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud ungkapan

klien. Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti, tidak jelas, atau

tidak mendengar apa yang dibicarakan klien. Perawat perlu mengklarifikasi

untuk menyamakan persepsi dengan klien.

d. Memfokuskan (focusing)

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan

sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus

pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali

jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Perawat membantu

klien membicarakan topik yang telah dipilih dan penting.

e. Merefleksikan (reflecting/feedback)

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan

hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima

dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat

nonverbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat


klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau

mengklarifikasi pesan.

f. Memberi informasi (informing)

Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan dalam rangka

menyampaikan informasi-informasi penting melalui pendidikan kesehatan.

Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu

mengklarifikasi alasannya. Setelah informasi disampaikan, perawat

memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.

g. Diam (silence)

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk

mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan

keterampilan dan ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk

berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisasi pikirannya, dan

memproses informasi. Bagi perawat, diam berarti memberikan kesempatan

klien untuk berpikir dan berpendapat/berbicara.

h. Identifikasi tema (theme identification)

Identifikasi tema adalah menyimpulkan ide pokok/utama yang telah

dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu

topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan

berikutnya. Teknik ini penting dilakukan sebelum melanjutkan

pembicaraan dengan topik yang berkaitan.


i. Memberikan penghargaan (reward)

Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah upaya untuk

menghargai klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban bagi

klien yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk mendapatkan

pujian.

j. Menawarkan diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan

orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.

Sering kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan

teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

k. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik

pembicaraan. Perawat dapat berperan dalam menstimulasi klien untuk

mengambil inisiatif dalam membuka pembicaraan.

l. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Hal ini merupakan teknik mendengarkan yang aktif, yaitu perawat

menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus bercerita. Teknik ini

mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang sedang

dibicarakan klien dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan

selanjutnya.
m. Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta menerima ide dan

perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

n. Humor

Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini bertujuan

untuk menjaga keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi. Perawat

harus hati-hati dalam menggunakan teknik ini karena ketidaktepatan

penggunaan waktu dapat menyinggung perasaan klien yang berakibat pada

ketidakpercayaan klien kepada perawat.

2.1.6 Prinsip Komunikasi Terapeutik

Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut

bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi

tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut ini (Mundakir, 2016):

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya

sendiri serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya

dan saling menghargai.

3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik

maupun mental.

5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien

memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah


lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah -

masalah yang dihadapi.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasiln

maupun frustasi.

7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan

konsistensinya.

8. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan

sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik.

9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

terapeutik.

10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu

mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan

gaya hidup.

11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap meng-

ganggu.

12. Perawat harus enciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

berkembang tanpa rasa takut.

13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara

manusiawi.

14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin

keputusan berdasarkan prinsip kesejahtraan manusia.


15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terha- dap

dirinya atas tindakan yang dikaukan dan tanggung jawab terhadap orang lain

tentang apa yang di komunikasikan.

2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Menurut Perry & Potter (1987), persepsi seseorang, nilai, emosi, latar

belakang budaya dan tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi

jalannya pengiriman dan penerimaan pesan (komunikasi) dalam pelayanan

keperawatan (Mundakir, 2016) :

1. Persepsi, Persepsi adalah cara seseorang mencerap tentang sesuatu yang

terjadi disekelilingnya. Mekanisme pencerapan ini umummnya sangat

terkait dengan fungsi pancaindra manusia. Proses pencerapan rangsangan

yang diorganisasikan dan di interpretasikan dalam otak kemudian

menjadikan persepsi. Persepsi seseorang juga dipengaruhi oleh pengalaman

masa lalu.

Persepsi juga merupakan kerangka tujuan yang di harapkan dan hasil

setelah mengobservasi lingkungan. Sebagai contoh, seorang mahasiswa

praktik akan berpresepsi bahwa seorang dosen adalah ancaman baginya

tatkala dia melihat dosen datang ke RS sedangkan dia tidak membawa tugas

yang telah ditentukan. Begitupula sebaliknya seornag mahasiswa akan

beranggapan bahwa dosen yang datang ke RS merupakan peluang uantuk

menannyakan hal-hal yang belum diketahui. Dari contoh diatas,

komunikasi mahasiswa yang menganggap bahwa dosen merupakan


ancaman tidak akan terjadi proses komunikasi yang aktif, namun bagi

mahsiswa yang menganggap hadirnya dosen sebagai peluang, maka akan

tercipta komunikasi yang aktif, efektif dan nyaman.

Persepsi akan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses

komunikasi harus ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesan

yang disampaikan dan diterima oleh kedua belah pihak.

2. Nilai, Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup

seseorang dipengaruhi oleh keyakinan, fikiran dan tingkah lakunya. Nilai

seseorang berbeda satu sama lainnya. Nilai-nilai seseorang sangat dekat

dengan masalah etika.

Komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien juga dipengaruhi oleh

nilai-nilai dari kedua belah pihak. Nilai-nilai yang dianut perawat dalam

kontek komunikasi kesehatan tentunya beda dengan nilai-nilai yang

dimiliki klien. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan perawat atau

kolega lainnya mungkin terfokus pada bahasan tentang upaya peningkatan

dalam memberikan pertolongan masalah kesehatan. Sedangkan komunikasi

dengan klien hendaknya lebih mengarah pada memberikan support dan

advis-advis dalam rangka mengatasi masalah klien.

Dengan demikian perawat perlu memegang nilai-nilai professional dalam

berkomunikasi, perawat atau petugas kesahatan yang lain tidak harus

marah-,arah ketika ada klien yang tidak kooperatif terhadap rencana


tindakan yang akan dilakukan, namun harus lebih menggali semangat klien

untuk cepat sembuh melalui pendekatan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

3. Emosi, Emosi adalah subyektif seseorang dalam merasakan situasi yang

terjadi disekelilingnya. Kekuatan emosi seorang dipengaruhi oleh

bagaimana kemampuan atau kesanggupan sesorang dalam berhubungan

dengan orang lain.

Untuk membantu klien, seorang perawat harus menghadirkan perasaanya,

dia merasakan apa yang dirasakan oleh kliennya. Seorang perawat yang

sedang mempunyai konflik dalam keluarganya pada saat dinas memberikan

pelayanan kepada kliennya tidak boleh menhadirkan suasana hatinya

kepada klien. Perawat harus dapat membedakan suasana emosi personal

dengan suasana emosi professional. Emosi konflik dalam keluarga adalah

emosi personal sedangkan menghadapi klien, menkaji dan menjawab

masalah klien adalah emosi professional. Komunikasi akan berjalan lancar

dan efektif apabila tenaga kesehatan termasuk perawat dapat mengelola

emosinya. Kemampuan professional sesorang dapat diketahui dari

emosinya dan menjadi ukuran awal seseorang dalam merasakan, bersikap

dan menjalankan hubungan dengan klien.

4. Latar Belakang Sosial Budaya, latar belakang sosial budaya

mempengaruhi jalannya komunikasi. Orang arab akan meratap sedih dan

menangis apabila ada anggota keluarganya meninggal dunia, hal ini beda

dengan orang amerika golongan menengah yang sering menahan tangis


secara terbuka bila kehilangan orang yang dicintai. Sedihnya di pendam

untuk memperlihatkan ketegarannya kepada anggota keluarga yang lain.

Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun paling tidak dapat dijadikan

pegangan bagi perawat dalam bertutur kata, bersikap, dan melangkah dalam

berkomunikasi dengan klien.

5. Pengetahuan, Komunikasi sulit berlangsung bila terjadi perbedaan

tingkat pengetahuan dari pelaku komunikasi. Seorang perawat akan mudah

menyampaikan atau menjelaskan tentang penyebab meningginya kadar

gula darah kepada pasien DM yang mempunyai pengetahuan tentang

penyakitnya dibanding harus menjelaskan kepada orang awam tentang

kesehatan atau penyakit ayng dideritanya. Pada komunikasi yang pertama

akan tercipta umpan balik (feedback) sehingga terjadi komunikasi yang

aktif, namun pada contoh yang kedua, sifat komunikasinya cenderung satu

arah karena kemungkinan kecil terjadi umpan balik.

Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan.

Perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan berbagai tingkat

pengetahuan yang dimiliki klien. Dengan demikian perawat dituntut

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pertumbuhan dan

perkembangan klien karena hal tersebut sangat terkait dengan pengetahuan

yang dimiliki oleh klien.

6. Peran dan Hubungan, Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin

hubungan dengan orang lain. Seorang perawat yang berperan sebagai


tenaga kesehatan akan merasa nyaman dan terbuka apabila berkomunikasi

dengan sesama perawat atau tenaga kesehatan lannya. Komunikasi akan

berlangsung terbuka, rileks dan nyaman bila dilakukan dengan kelompok

yang mempunyai peran yang sama. Seorang mahasiswa yang bicara dengan

temannya disbanding berbicara dengan intruktur atau dosennya akan

mempunyai gaya pembicaraan yang berbeda, baik dari segi kata-kata yang

dugunakan, ekspresi wajah, intonasi suara maupun gerak-gerik tubuh yang

digunakan akan sangan tergantung kepada siapa dia bicara.

Dalam berkomunikasi akan sangat baik bila mengenal dengan siapa ia

berkomunikasi. Berkomunikasi dengan orang yang sudah kita dikenal, akan

merasa bebas dalam mengeluarkan ide atau gagasan yang ingin

disampaikan. Kita akan merasa nyaman dalam menyampaikan ide/gagasan

kepada individu yang mempunyai perkembangan positive dan mempunyai

hubungan yang saling menyenangkan atau memuaskan. Kemajuan

hubungan perawat – klien adalah bila hubungan tersebut saling

menguntungkan dalam menjalin ide dan perasaanya. Komunikasi efektif

bila partisipan (perawat-klien) mempunyai efek/dampak yang positif dalam

menjalin hubungan sesuai dengan perannya masing-masing.

7. Kondisi Lingkungan, Banyak orang bersedia melayani komunikasi

dalam lingkungan yang nyaman. Ruangan yang ramah, bebas dari

gangguan dan kericuhan adalah tempat yang baik untuk komunikasi.

Lingkungan yang kacau akan dapat merusak pesan yang dikirim oleh kedua

belah pihak.
Seorang perawat mempunyai wewenang untuk mengontrol ketika klien

datang agar suasana ruangan tidak ramai. Perawat harus dengan tenang dan

jelas dalam meberikan informasi kepada klien atau keluarganya, untuk itu

diperlukan penataan suasana yang memungkinkan dapat dilaksanakannya

komunikasi yang efektif.

Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi

berlangsuung, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang merupakan

identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antara lain: usia,

jenis kelamin, etnik, status sosial, bahasa, kekuasaan, peraturan sosial, peran

sosial.

2.1.8 Hambatan-hambatan komunikasi terapeutik

Menurut (Anjaswarni, 2016) terdapat hambatan-hambatan yang

terjadi saat melakukan komunikasi terapeutik, antara lain :

a. Adanya perbedaan persepsi.

b. Terlalu cepat menyimpulkan.

c. Adanya pandangan stereotipe.

d. Kurangnya pengetahuan.

e. Kurangnya minat.

f. Sulit mengekspresikan diri.

g. Adanya emosi.

h. Adanya tipe kepribadian tertentu.


2.1.9 Cara mengatasi hambatan komunikasi terapeutik

Menurut (Anjaswarni, 2016) agar komunikasi mencapai tujuan yang

diharapkan, perawat harus dapat mengeliminasi hambatan-hambatan

tersebut dalam rangka mengatasi hambatan dalam komunikasi tersebut.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan perawat sebagai berikut :

a. Mengecek kembali maksud yang disampaikan.

b. Meminta penjelasan lebih lanjut.

c. Mengecek umpan balik.

d. Mengulangi pesan yang disampaikan dan memperkuat informasi dengan

bahasa nonverbal.

e. Mengakrabkan hubungan interpersonal antara sender dan receiver.

f. Pesan dibuat secara singkat, jelas, dan tepat.

g. Memfokuskan pesan pada topik spesifik yang telah dipilih.

h. Komunikasi dilakukan dengan berfokus pada penerima pesan bukan

pada pengirim pesan.

2.2 Konsep Kepuasan

2.2.1 Definisi Kepuasan

Menurut (Kotler, 2016) kepuasan adalah perasaan senang atau

kecewa seseorang yang dihasilkan dari membandingkan kinerja (atau hasil)

yang dirasakan suatu produk atau layanan dengan harapan.

Menurut (Armstrong, 2015) mendefinisikan kepuasan konsumen

adalah sejauh mana kinerja yang dipersepsikan produk sesuai dengan


harapan pembeli. Jika kinerja produk tidak sesuai harapan, pelanggan tidak

puas. Jika kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan merasa puas. Jika

kinerjanya melebihi ekspektasi, maka pelanggan sangat puas atau senang.

Kepuasan menurut (Pohan, 2013) adalah keluaran atau outcome

layanan kesehatan. Dengan seperti itu kepuasan pasien bisa diartikan

sebagai satu tujuan dari peningkatan mutu kualitas layanan kesehatan.

Kepuasan pasien didefinisikan juga suatu tingkat perasan pasien yang

muncul sebagai akiabt dari kinerja layanan kesehatan yang didapatkannya

sesudah pasien membandingkan dengan apa yang menjadi harapannya.

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kepuasan merupakan suatu perasaan senang yang ditimbulkan oleh

kinerja, perlakuan, atau pemberian yang diterima seseorang tersebut sangat

memenuhi harapan pasien.

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan

Menurut (Nursalam, 2014) ada beberapa faktor yang memengaruhi

kepuasan pasien, yaitu sebagai berikut :

1. Kualitas produk atau jasa. Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi

mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

2. Harga. Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa.

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan

kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini


memengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin

mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

3. Emosional. Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain

kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi

pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung

memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

4. Kinerja. Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan

kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan

terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat,

kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang

diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan

kelengkapan peralatan rumah sakit.

5. Estetika. Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat

ditangkap oleh pancaindra. Misalnya: keramahan perawat, peralatan yang

lengkap dan sebagainya.

6. Karakteristik produk. Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat

fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi

penampilan bangunan, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan

beserta kelengkapannya.

7. Pelayanan. Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam

pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam

memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien. kepuasan

muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan


yang diberikan. Misalnya: pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan

dalam memberikan pelayanan keperawatan.

8. Lokasi. Lokasi, meliputi, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan

salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi

pelayanan kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat

perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan

lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien.

9. Fasilitas. Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan

pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat

parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun

hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun institusi

pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian pada fasilitas dalam

penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

10. Komunikasi. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan

pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-

keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama

perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien.

11. Suasana. Suasana, meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang

tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat memengaruhi kepuasan pasien

dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang

menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung akan sangat senang

dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi

pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut.


12. Desain visual. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan

desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan

suatu kenyamanan.

Menurut (Fidela Firwan Firdaus, 2016) hal yang mempengaruhi

kepuasan pasien antara lain: pendaftaran lancar, waktu tunggu, pelayanan

cepat, ramah, sopan, keterampilan dan perawatan medis bagus, profesional,

ruangan bersih dan fasilitas lengkap.

Menurut (Sopiah dan Sangadji, 2013) terdapat beberapa faktor

yang menjadi pengaruh kepuasan pasien diantaranya adalah :

1. Karakteristik Pasien, factor ini yang menentukan tingkat pasien atau

pelanggan oleh karakteristik dari pasien itu sendiri, yang adalah ciri-ciri

seseorang atau kekhasan seseorang yang menjadi pembeda orang yang satu

dengan orang yang lain. Karakteristik itu dalam bentuk nama, umur, jenis

kelamin, latar belakang pendidikan, suku bangsa, agama, pekerjaan dan lain

sebagainya.

2. Sarana fisik, dalam bentuk fisik yang bisa dilihat seperti gedung,

perlengkapan, seragam pegawai dan sana komunikasi.

3. Jaminan, pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat bisa dipercaya

yang ada pada perawat.

4. Kepedulian, mudahnya dalam membangun komunikasi baik antar

pegawai dengan klien, perhatian pribadi dan bisa memahami keperluan

pelanggan.
5. Kehandalan, kemampuan dalam memberikan suatu pelayanan yang

dijanjikan dengan cepat, tepat, akurat serta memberikan kepuasan.

2.2.3 Indikator Kepuasan Pasien

Terdapat beberapa indikator kepuasan yang dapat digunakan untuk

mengatahui kualitas atau mutu pelayanan yaitu seperti indikator Reliability,

Assurance, Tangibles, Empathy, dan Responsiveness (Supriyanto, S. &

Wulandari, 2011).

Di Indonesia terdapat Terdapat 14 unsur atau indikator untuk

menilai kepuasan masyarakat menurut Kepmenpan Nomor

Kep/25/M.PAN/2/2004 Indikator pertama adalah indikator prosedur

pelayanan. Pada indikator ini masyarakat menilai unit pelayanan instanasi

pemerintah berdasarkan kemudahan masayrakat dalam memahami alur

pelayanan yang ada di unit tersebut. Indikator kedua adalah persyaratan

pelayanan. Masyarakat menilai kemudahan mereka dalam memenuhi

persyaratan teknis maupun administratif untuk mendapatkan pelayanan di

intansi pemerintah. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi

salah satu aspek penilaian masyarakat terhadap pelayanan di unit pelayanan

instansi pemerintah, terutama SDM yang memberikan pelayanan tersebut.

Hal ini terlihat pada indikator ketiga, indikator keempat, indikator kelima,

indikator keenam dan indikator kesembilan. Indikator ketiga adalah

mengenai kejelasan petugas pelayanan. Keberadaan dan kepastian petugas

pemberi pelayanan menjadi aspek yang dinilai oleh masyarakat untuk

mengetahui tingkat kepuasan masyarakat. Kepastian yang dimaksud dalam


indikator ini adalah kepastian nama, jabatan, kewenangan dan tanggung

jawab petugas pelayanan. Indikator keempat adalah kedisiplinan petugas

yaitu sikap disiplin petugas pelayanan selama memberikan pelayanan.

Indikator kelima adalah tanggung jawab petugas pelayanan. kejelasan

wewenang dan tanggung jawab petugas selama memberikan pelayanan

menjadi penilaian dalam indikator ini. Selanjutnya adalah indikator kelima

yaitu indikator kemampuan petugas pelayanan. Aspek yang dilihat oleh

masyarakat yaitu keahlian dan keterampilan petugas dalam memberikan

pelayanan. Indikator terakhir yang berkaitan dengan sumber daya manusia

adalah indikator kesembilan yaitu kesopanan dan keramahan petugas

pelayanan. Sikap ramah dan sopan petugas pemberi pelayanan dalam

memberikan pelayanan terhadap masyarakat merupakan poin penting yang

dinilai oleh masyarakat. Indikator ketujuh dalam menilai kepuasan

masyarakat adalah kecepatan pelayanan. Kecepatan pelayanan didasarkan

pada yaitu standar waktu dalam menyelesaikan pelayanan yang telah

ditentukan oleh fasilitas pemberi pelayanan. Indikator kedelapan adalah

keadilan mendapat pelayanan. Keadilan yang dimaksud adalah tidak adanya

pembedaan golongan atau status masyarakat dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Aspek keuangan juga menjadi salah satu aspek yang

dinilai masyarakat terhadap unit pelayanan instanasi pemerintah. Hal ini

terlihat pada indikator kesepuluh dan kesebelas merupakan indikator yang

berkaitan dengan biaya. Indikator kesepuluh adalah kewajaran biaya

pelayanan yaitu masyarkat menilai dari keterjangkauan biaya pelayanan


oleh masyarakat. Selanjutnya indikator kesebelas adalah kepastian biaya

pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang

telah ditetapkan oleh fasilitas pemberi pelayanan. Selain sebelas indikator

diatas, aspek kepastian jadwal pelayanan menjadi salah satu indikator untuk

menilai kepuasan masyarakat. Jadwal pelayanan dianggap pasti bila waktu

pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh unit

pelayanan instansi pemerintah. Kondisi lingkungan fasilitas pemberi

pelayanan juga menjadi indikator penilaian masyarakat. Indikator ketiga

belas adalah kenyamanan lingkungan. Kondisi sarana d an prasarana

fasilitas pemberi pelayanan yang bersih, rapi, teratur dan nyaman menjadi

tolak ukur indikator ini. Indikator terakhir penialian masyarakat terhadap

unit pelayanan instanasi pemerintah adalah keamanan pelayanan. Hal ini

terkait tingkat keamanan lingkungan, sarana dan prasarana fasilitas pemberi

pelayanan.

2.3 Konsep Pelayanan Keperawatan

2.3.1 Definisi Pelayanan

Menurut (Essiam, 2013) pelayanan keperawatan didefinisikan

sebagai penilaian global, atau sikap yang berkaitan dengan keunggulan

layanan. Konsep kualitas pelayanan keperawatan selaras dengan konsep

persepsi dan harapan, kualitas layanan dipandang sebagai tingkat dan arah

perbedaan antara persepsi dan harapan terhadap persepsi pelanggan tentang

kualitas layanan yang diberikan. Dan mengacu pada dimensi-dimensi

berikut: Tangibles mengacu pada penampilan fasilitas fisik, peralatan,


penampilan petugas kesehatan, dan materi komunikasi seperti folder pasien,

formulir permintaan, formulir resep. Reliabilitas mengacu pada kemampuan

rumah sakit untuk melakukan layanan yang dijanjikan dengan andal dan

akurat. Ketanggapan mengacu pada kesediaan petugas kesehatan untuk

membantu pasien dan memberikan layanan yang cepat. Assurance mengacu

pada pengetahuan, kesopanan dan kompetensi petugas kesehatan dan

kemampuan mereka untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan pada

pasien terhadap layanan rumah sakit. Empati mengacu pada komunikasi,

kepedulian, perhatian individual yang diberikan kepada pasien oleh petugas

kesehatan.

Menurut (Sinambela Lijan, 2014) pelayanan adalah suatu kegiatan

atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang

dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan

pelanggan. Sementara dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan

pelayanan sebagai hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani.

Menurut (Moenir, 2015) pelayanan hakikatnya adalah serangkaian

kegiatan, karena itu merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan

berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh

organisasi dalam masyarakat. (pasien) dan pemberi pelayanan (perawat)

yang menggunakan peralatan berupa organisasi atau lembaga perusahaan.

Menurut (Hardiyansyah, 2011) mendefinisikan bahwa pelayanan

dapat diartikan sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu,


menyiapkan, dan mengurus baik itu berupa barang atau jasa dari satu pihak

ke pihak lain.

2.3.2 Karakteristik Pelayanan

Karakteristik pelayanan menurut kotler (Tjiptono, 2014)

karakteristik pelayanan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tidak berwujud (intanible) suatu pelayanan mempunyai sifat tidak

berwujud, tidak dapat dirasakan dan dinikmati sebelum dibeli oleh

konsumen.

2. Tidak dapat dipisahkan (iseparibility) pada umumnya pelayanan yang

diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila

dikehendaki oleh seorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, maka dia

akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut.

3. Bervariasi (variability) pelayanan senantiasa mengalami perubahan,

tergantung dari siapa penyedia pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi

dimana pelayanan tersebut diberikan.

4. Tidak tahan lama (perishability) daya tahan suatu pelayanan tergantung

suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor.

2.3.3 Ciri Pelayanan yang baik

Ciri-ciri pelayanan yang baik menurut (Tjiptono, 2014) antara lain :

1. Tersedianya perawat yang baik, karna kenyamanan pengunjung sangat

tergantung dari perawat yang melayaninya. Perawat harus ramah, sopan,


menarik, cepat tanggap, pandai berbicara, menyenangkan serta pintar.

Demikian juga dengan cara kerja perawat harus rapi, cepat dan cekatan.

2. Mampu berkomunikasi dengan baik mampu berkomunikasi dengan baik

artinya perawat harus mampu berbicara kepada setiap pasien. Perawat juga

harus mampu dengan cepat memahami keinginan pasien selain itu, perawat

harus mampu berkomunikasi dengan bahasa yang jelas dan mudah

dimengerti.

3. Berusaha memahami kebutuhan pasien berusaha memahami kebutuhan

pasien artinya para karyawan khususnya customer service harus cepat

tanggap terhadap apa yang diinginkan oleh para pasien. Perawat yang

lamban akan membuat pengunjung lari. Usahakan mengerti dan memahami

keinginan dan kebutuhan pasien secara cepat.

4. Mampu melayani secara cepat dan tepat mampu melayani secara cepat

dan tepat artinya dalam melayani pasien diharapkan para perawat harus

melakukannya sesuai dengan prosedur. Layanan yang diberikan sesuai

jadwal untuk pekerjaan tertentu dan jangan membuat kesalahan dalam arti

pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar operasional prosedur dan

keinginan pasien.
2.4 Studi Literatur

No Author Tahun Volume Judul Metode Hasil Penelitian

Terbit / Angka (Desain,Sampel,Variabel,Inst

rumen, Analisis)

1. Agnesia 2019 Vol 1 Komunikasi D : Desain penelitian yang Hasilnya diuji dengan menggunakan
W.Tandio, No. 1 terapeutik perawat digunakan adalah cross uji statistic Chi-square test dengan
Nenny pada fase kerja sectional. tingkat kemaknaan α = 0.05 dan
Parinussa dengan kepuasan S : 50 responden. didapatkan bahwa (p value = 0.000)
pasien terapi V : Komunikasi dan Kepuasan. ada hubungan komunikasi terapeutik
intravena di I : Kuisioner perawat pada fase kerja dengan
ruangan interna A : Chi-square test kepuasan pasien terapi intravena di
wanita rsud dr. M. ruangan interna wanita RSUD dr. M.
Haulussy Ambon. Haulussy Ambon (p value = 0.000 <
0.05).
2. Cica 2016 Vol 5 Hubungan D : Jenis penelitian kuantitatif Hasil penelitian diperoleh dari 40
Daryanti, No. 4 komunikasi dengan desain penelitian Cross responden sebanyak 24 responden
Slamet terapeutik Sectional. merasa puas dengan pelayanan rawai
Priyono perawat dengan S : 40 responden inap dan sebanyak 23 responden
kepuasan pasien V : Komunikasi dan Kepuasan. menilai komunikasi terapeutik
rawat inap I : Kuisioner perawat baik. Uji hipotesis chi square
A : Uji hipotesis chi square antara komunikasi terapeutik perawat
di rumah sakit terhadap kepuasan pasien rawat inap
Graha Permata di Rumah Sakit Grha Permata Ibu
Ibu Depok. Depok diperoleh p-value sebesar
0,016 dan nilai Odds Ratio (OR)
sebesar 6,600.
3. Iskandar 2019 Vol 1 Hubungan D : Desain penelitian yang Hasil penelitian antara komunikasi
Markus No. 2 komunikasi digunakan dalam penelitian ini terapeutik perawat dengan kepuasan
Sembiring, terapeutik perawat adalah deskriptif korelasi. pasien di Rumah Sakit Umum
Novita Br Dengan kepuasan S : Seluruh pasien yang di rawat Daerah Deli Serdang menunjukkan
Ginting pasien rawat inap inap di Rumah Sakit Umum nilai P=0,043 dimana nilai tersebut
Munthe di Rumah Sakit Daerah Deli Serdang mulai (P<0,05), dengan nilai r=0,339 maka
Umum Daerah bulan Januari-April 2018 artinya ada hubungan antara
Deli Serdang. sebanyak 144 orang. komunikasi terapeutik perawat
V : Komunikasi dan Kepuasan. dengan kepuasan pasien di Rumah
I : Kuisioner. Sakit Umum Daerah Deli Serdang
A : Univariat dan Bivariat tahun 2018 dengan kekuatan korelasi
lemah.
4. Mechi 2019 Vol 10 Hubungan D : Penelitian ini termasuk Hasil analisa univariat menunjukkan
silvia dora, No. 2 komunikasi dalam penelitian kuantitatif bahwa 43,3% responden menyatakan
dini qurrata terapeutik perawat dengan pendekatan cross puas dan 56,7% responden
ayuni, dengan kepuasan sectional. menyatakan tidak puas, pada analisa
yanti pasien di Rumah S : 30 responden di ruang rawat bivariat di dapatkan p value = 0,000
asmalinda Sakit Umum inap non bedah Rumah Sakit berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara komunikasi
Daerah Padang Umum Daerah Padang terapeutik perawat dengan kepuasan
Pariaman Pariaman. pasien rawat inap non bedah RSUD
V : Komunikasi dan Kepuasan. Padang Pariaman.
I : Kuisioner.
A : Univariat dan Bivariat (Chi
square).
5. Mohamma 2020 Vol 8 Hubungan D : Menggunakan survey Hasil analisa statistik dengan uji
d syarif No. 1 komunikasi analitik dengan pendekatan korelasi Spearman diperoleh nilai p-
hidayatulla terapeutik dengan kuantitatif dengan rancangan value 0,000 (p<0,05), artinya ada
h husnul kepuasan pasien cross sectional. hubungan yang signifikan antara
khotimah, rawat Inap S : 30 pasien rawat inap di komunikasi terapeutik perawat dengan
setyo adi Puskesmas Tapen Puskesmas Tapen Kabupaten kepuasan pasien rawat inap.
nugroho Kabupaten Bondowoso.
Bondowoso V : Komunikasi dan Kepuasan.
I : Kuisioner
A : Hasil analisa menggunakan
uji korelasi spearman.

Tabel 2.1 Studi literatur


2.5 Kerangka Teori

Tehnik Komunikasi Terapeutik


Faktor Yang Mempengaruhi
Perawat :
Komunikasi:
1. Mendengar
1. Persepsi
2. Nilai 2. Memberikan pertanyaan
3. Emosi Terbuka
4. Latar belakang sosial budaya 3. Mengulang
5. Pengetahuan 4. Klarifikasi
6. Peran dan hubungan 5. Refleksi
7. Kondisi lingkungan 6. Memfokuskan
7. Membagi Persepsi
Perry & Potter (1987) dalam
8. Identifikasi Tema
(Mundakir, 2016)
9. Informing
10. Memberikan saran
(Mundakir, 2016)

Pelayanan Yang Baik :


1. Tersedianya karyawan yang baik
Kepuasan Pelayanan 2. Mampu berkomunikasi dengan baik
3. Mmemahami kebutuhan
4. Pelayanan cepat dan tepat
(Tjiptono, 2014).
Faktor Yang Mempengaruhi
Kepuasan :
1. Kualitas produk atau jasa Indikator Kepuasan :
2. Harga
3. Emosional 1. Kenyataan
4. Kinerja 2. Tanggung jawab
5. Estetika 3. Empati
6. Karakteristik produk 4. Jaminan
7. Pelayanan 5. Keandalan
8. Lokasi
9. Fasilitas (Nursalam, 2014)
10. Komunikasi
11. Suasana
12. Desain visual
(Nursalam, 2014)

Tabel 2.2 Kerangka teori


2.6 Kerangka Konseptual

Faktor Yang Pasien rawat inap


Mempengaruhi
Komunikasi:
Baik
1. Persepsi Komunikasi Terapeutik
2. Nilai perawat terhadap pasien :
3. Emosi Cukup
4. Latar belakang 1. Mendengar
sosial budaya 2. Memberikan Baik
5. Pengetahuan pertanyaan Terbuka
6. Peran dan 3. Mengulang Kurang
hubungan 4. Klarifikasi
Baik
7. Kondisi 5. Refleksi
lingkungan 6. Memfokuskan
7. Membagi Persepsi Tidak
Perry & Potter (1987)
dalam (Mundakir, 8. Identifikasi Tema Baik
2016) 9. Informing
10. Memberikan saran
(Mundakir, 2016)
Faktor Yang
Mempengaruhi
Kepuasan :
1. Kualitas produk Puas
atau jasa Kepuasan pasien :
2. Harga
3. Emosional 1. Kenyataan Cukup
4. Kinerja 2. Tanggung jawab Puas
5. Estetika 3. Empati
6. Karakteristik 4. Jaminan
5. Keandalan Kurang
produk
7. Pelayanan Puas
(Nursalam, 2014)
8. Lokasi
9. Fasilitas Tidak
10. Komunikasi
11. Suasana Puas
12. Desain visual
(Nursalam, 2014)

Di teliti Tidak di telti

Tabel 2.3 Kerangka konsep


2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara atas jawaban dari rumusan masalah. Hipotesis

dalam penelitian ini adalah penggunaan komunikasi terapeutik yang baik saat melakukan

pelayanan keperawatan menyebabkan angka kepuasan yang di rasakan oleh pasien meningkat

dan dapat memberikan sisi positif pada RSI Masyithoh Kec. Bangil Kab. Pasuruan.

H1 : Ada hubungan antara Komunikasi terapeutik yang di berikan perawat dengan

kepuasan pasien tentang pelayanan keperawatan di RSI Masyithhoh kec. Bangil Kab.

Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai