193 - M Aden Gianto - 10011382126193 - Proposal Skripsi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KELUHAN NYERI PINGGANG PADA PENGERAJIN
SONGKET DI DESA TANJUNG PINANG KECAMATAN
TANJUNG BATU KABUPATEN OGAN ILIR 2023

OLEH :

M. ADEN GIANTO

10011382126193

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tumbuh dan berkembangnya perindustrian di Indonesia memberikan
berbagai keuntungan ekonomi baik bagi pemilik usaha, pekerja hingga
pemerintah. Perkembangan industri yang semakin pesat ini didukung oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik. Salah satu dampak paling umum dari
perkembangan industri yaitu meningkatnya permintaan konsumen terhadap
produk yang dihasilkan. Hal ini mendorong pemilik usaha untuk menerapkan
kebijakan yang mampu meningkatkan produksi atau efisiensi dan produktivitas
kerja.

Salah satu cara untuk mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang baik
adalah dengan menerapkan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
setiap tingkatan proses produksi. Secara umum K3 bertujuan untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman dan sehat sehingga dapat mengurangi angka
kecelakaan dan kesakitan akibat kerja yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja. Pencapaian tujuan K3 ini
dilakukan dengan pengendalian faktor-faktor risiko yang ada di tempat kerja, baik
berupa hazard fisik, kimia, biologi maupun hazard psikologi dan sosial.

Berdasarkan data ILO tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap
15 detik karena kecelakaan kerja, 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.
Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatat angka kematian dikarenakan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun
(Kementerian Republik Indonesia, 2014).

Meskipun K3 merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan


suatu proses kerja, belum semua perusahaan di Indonesia mengadopsi K3 dalam
kebijakan perusahaannya. Akibatnya terlihat dengan masih tingginya angka
Universitas Sriwijaya
kecelakaan dan gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh angkatan kerja
Indonesia. Data Kementerian RI tentang situasi kesehatan kerja tahun 2014
menyatakan bahwah terdapat 65.604 jumlah kasus kecelakaan akibat kerja dan
penyakit akibat kerja (Pusdatin Kemenkes RI 2015).

Jika kecelakaan kerja dapat diketahui dengan jelas, tidak demikian halnya
dengan penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja sering bersifat kronik, dan
tidak disadari oleh pekerja atau dideteksi oleh tenaga medis sejak awal. Pada
akhirnya, dalam jangka waktu cukup lama, penyakit akibat kerja tersebut
membawa kerugian cukup fatal.

Berbeda dengan sektor usaha formal yang mewajibkan pemilik usaha


untuk menjamin pemenuhan kesejahteraan pekerjanya, sektor usaha informal
tidak memiliki pihak tertentu untuk menanggung kewajiban ini. Pekerja dari
sektor informal harus bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatannya
sendiri. Pekerja informal umumnya tidak memiliki jaminan atau asuransi jika
terjadi kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Meskipun pemerintah telah
membentuk badan atau instansi khusus untuk melayani kebutuhan pekerja sektor
informal seperti, Pos Usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja, jumlahnya masih
sangat terbatas dan baru tersedia pada daerah-daerah tertentu saja.

Salah satu jenis industri informal yang saat ini sedang mengalami
perkembangan adalah industri kerajinan songket tradisional. Meskipun belum
setenar batik, yang telah dinyatakan sebagai pakaian nasional Indonesia,
popularitas kain songket semakin meluas terutama sejak beberapa tahun terakhir.
Salah satu provinsi penghasil songket di Indonesia adalah Sumatera Selatan yang
salah satunya berada di Ogan Ilir khususnya desa Tanjung Pinang. Saat ini,
hampir semua wanita yang ada di desa tersebut bekerja sebagai pengrajin songket
yang bekerja penuh waktu maupun paruh waktu/sampingan. Para pengrajin ini
mengerjakan kain songket di rumah masing-masing dengan sistem membeli bahan
dan menjual hasil jadi kembali pada pengusaha songket. Perbulannya, setiap
pengusaha songket dapat memperoleh minimal satu buah songket dengan harga
lebih kurang lima ratus ribu.

Sebagai industri informal yang komposisinya masih kecil, alat-alat yang


digunakan masih sangat sederhana. Pekerjaan menenun kain songket dilakukan
dengan posisi duduk menggunakan alat tenun tradisional yang tidak

Universitas Sriwijaya
memperhatikan aspek-aspek ergonomi. Selain itu, proses kerja yang dilakukan
juga tak jarang melibatkan postur janggal seperti menjangkau (reaching), twisting
dan bending. Proses yang dilakukan mulai dari pemilihan bahan baku berupa
berbagai jenis benang seperti benang, kemudian pewarnaan bahan baku dengan
cara mencelup benang dengan warna yang dikehendaki hingga penempatan
benang pada alat tenun dilakukan secara manual (manual handling).

Dalam proses menenun dengan mengunakan alat tenun tradisional,


pengrajin melakukan dengan posisi duduk di lantai tanpa sandaran karena tidak
ada tempat yang spesifik. Pekerjaan ini dilakukan dengan posisi duduk dan
bergantung pada kekuatan otot punggung bawah dan kaki sehingga para pekerja
sering mengalami nyeri punggung bawah setelah menenun. Menenun sebagian
besar dilakukan dengan tangan dan tidak memerlukan mobilitas yang tinggi serata
jangkauan yang tidak terlalu luas. Tanpa disadari pengrajin songket tersebut akan
sedikit membungkung saat melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya kelelahan lokal di daerah pinggang dan bahu, yang pada
akhirnya akan menimbulkan nyeri pinggang dan nyeri bahu (Rosmalin, 2006).

Peralatan yang tidak ergonomis serta posisi kerja yang janggal tersebut
berakibat pada ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pengrajin. Salah satu
dampak yang disebabkan oleh ketidaksesuaian atau ketidaknyamanan dalam
melakukan pekerjaan adalah Musculoskeletal Disorders atau gangguan pada otot
dan tulang rangka. Musculoskeletal Disorders yang paling sering dialami pekerja,
terutama yang bekerja dalam posisi duduk yaitu nyeri pinggang (Low Back Pain).

Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) adalah sindrom klinik yang
ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah
tubuh bagian belakang dari rusuk terakhir vertebrata torakal 12 sampai bagian
bawah pantat terutama pada tulang punggung bagian bawah dan dapat menjalar ke
kaki terutama bagian sebelah belakang dan samping luar. Dalam kejadian yang
sesungguhnya dalam masyarakat, nyeri pinggang tidak mengenal perbedaan umur,
jenis kelamin, pekerjaan, status social, tingkat pendidikan, semuanya bisa terkena
nyeri pinggang. Lebih dari 70% manusia dalam hidupnya pernah mengalami nyeri
pinggang, dengan rata-rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun (Rahmat 2009).

Data untuk jumlah penderita LBP di Indonesia tidak diketahui secara pasti,
namun diperkirakan penderita LBP di Indonesia bervariasi antara 7,6-37% dari

Universitas Sriwijaya
jumlah penduduk yang ada di Indonesia (Lailani, 2013).

LBP adalah masalah yang banyak dihadapi oleh banyak negara dan
menimbulkan banyak kerugian. Dilihat dari data yang dikumpulkan dari Pusat
Riset dan Pengembangan Pusat Ekologi Kesehatan, Departemen Kesehatan yang
melibatkan 800 orang dari 8 sektor informal di Indonesia menunjukan keluhan
LBP dialami oleh 31,6 % petani kelapa sawit di Riau, 21% pengrajin wayang kulit
di Yogyakarta, 18% pengrajin onix di Jawa Barat, 16% penambang emas di
Kalimantan Barat, 14,9% pengrajin sepatu di Bogor dan 8% pengrajin kuningan di
Jawah Tengah. Selain itu, pengrajin batu bata di Lampung dan nelayan di DKI
Jakarta yang menderita Keluhan LBP masing-masing 76,7% dan 41% (Sakinah,
2013).

Data yang didapat dari Rumah Sakit RK CHARITAS Palembang pada


tahun 2010 jumlah kunjungan di instansi rehabilitasi medik berjumlah 21148
orang dan 36 % diantaranya yaitu sebanyak 7665 adalah kasus nyeri pinggang
bawah, sedangkan tahun 2011 jumlah kunjungan adalah sebanyak 22824 kasus
dengan 36 % atau sebanyak 8143 kasus nyeri pinggang bawah, sehingga terjadi
penigkatan kunjungan kasus LBP dari 7665 orang menjadi 8143 orang.

Hampir bisa dipastikan, 50-80% orang berusia 20 tahun ke atas pernah


mengalami nyeri pinggang atau disebut nyeri punggung bawah (Low Back Pain).
Bahkan umumnya perempuan usia 60 tahun ke atas lebih sering merasakan sakit
pinggang (Idyan 2007).

Nyeri pinggang menghilangkan banyak jam kerja dan membutuhkan


banyak biaya untuk penyembuhannya. Haan en al meneliti bahwa 51% laki-laki
dan 57% wanita mengeluhkan nyeri pinggang, 50% tidak bugar untuk bekerja
selama beberapa waktu dan 8% harus alih pekerjaan (Suharto 2005)

Dalam kenyataannya, masalah nyeri pinggang ini adalah masalah serius


dan perlu diperhatikan karena hal ini sangat berpengaruh terhadap banyak hal
yaitu diantaranya produktivitas kerja, peran pekerja dikeluarga sebagai ibu rumah
tangga yang bertanggung jawab untuk mengurus keluarga dan pekerjaan rumah
tangga dan berperan informal yang dalam hal ini adalah sebagai ibu yang mencari
nafkah untuk keluarga.

Berdasarkan survei awal didapatkan bahwa para penenun adalah wanita.


Dari hasil wawancara yang dilakukan , bahwa pengrajin tenun songket di Desa
Universitas Sriwijaya
Tanjung Pinang sering mengalami nyeri pinggang setelah menenun. Sehingga
keluhan nyeri pinggang yang dirasakan oleh pengrajin songket akan mengganggu
kenyamanan dalam bekerja.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang


bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
nyeri pinggang pada pengrajin tenun songket di Desa Tanjung Pinang Kecamatan
Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir.

1.2. Rumusan Masalah


Keluhan nyeri pinggang merupakan keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan
lainnya pada tulang punggung bawah yang disebabkan oleh aktivitas kerja. Hal ini
juga terjadi pada industri tenun songket yang merupakan jenis industri sektor
informal dengan tenaga kerja yang lebih banyak adalah wanita. Berdasarkan
observasi awal pada penenun songket menunjukan banyak keluhan pada pinggang.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah faktor-
faktor apa saja yang berhubungan dengan nyeri pinggang pada pengrajin tenun
songket di Desa Tanjung Pinang Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir
tahun 2016.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan nyeri pinggang
pada pengrajin tenun songket di Desa Tanjung Pinang Kecamatan Tanjung Batu
Kabupaten Ogan Ilir 2016.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi umur, masa kerja, lama kerja, waktu
istirahat, status gizi dan keluhan nyeri pinggang.
2. Diketahuinya hubungan antara umur dengan keluhan nyeri pinggang pada
pengrajin songket di Desa Tanjung Pinang.
3. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan nyeri pinggang
pada pengrajin songket di Desa Tanjung Pinang.
4. Diketahuinya hubungan antara lama kerja dengan keluhan nyeri pinggang
pada pengrajin songket di Desa Tanjung Pinang.
5. Diketahuinya hubungan antara waktu istirahat dengan keluhan nyeri
pinggang pada pengrajin songket di Desa Tanjung Pinang.

Universitas Sriwijaya
6. Diketahuinya hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan keluhan nyeri
pinggang pada pengrajin songket di Desa Tanjung Pinang.
7. Diketahuinya hubungan antara posisi duduk dengan keluhan nyeri
pinggang pada pengrajin songket di Desa Tanjung Pinang.

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Peneliti
1. Penelitian ini diharapkan dapat memenuhi keingintahuan terhadap objek
yang ingin diteliti sehingga dapat memperluas pengetahuan dan wawasan
peneliti.
2. Melalui penelitian ini, peneliti diharapkan dapat menerapkan secara langsung
ilmu dan teori yang didapat dari proses belajar di universitas.

1.4.2. Bagi Pengrajin Songket


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keluhan nyeri
pinggang serta akibatnya sehingga dapat mengetahui langkah-langkah
pencegahannya.

Universitas Sriwijaya
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1. Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Pinang Kecamatan Tanjung Batu
Kabupaten Ogan Ilir.
1.5.2. Lingkup Waktu
Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober
2016

1.5.3. Lingkup Materi


Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan nyeri pinggang pada pengrajin songket di Desa Tanjung Pinang
Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir.

Universitas Sriwijaya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut OHSAS 18001 : 2007, kesehatan keselamatan kerja merupakan semua


kondisi dan faktor yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja
maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja
(Djatmiko, 2016). Sedangkan menurut keilmuan kesehatan keselamatan kerja merupakan
Suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang cara mencegah
terjadinya kecelakan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan
pencemaran lingkungan.

Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering


disebut safety saja, oleh American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan sebagai
bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada
kaitannya denga lingkungan dan situasi kerja.

Sumber peraturan perundang-undangan tentang K3 adalah UUD 1945 pasal 27


ayat (3) yang menyatakan bahwa, “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

2.2 Ergonomi

Ergonomi merupakan cabang ilmu yang mengkaji hubungan antara manusia dan
mesin serta faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut (Bridger, 2009). Istilah
ergonomi berakar dari bahasa Yunani “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti
hukum, sehingga ergonomi secara bahasa berarti hukum kerja. Konsep ergonomi mulai
berkembang ketika terjadinya revolusi industri pada awal abad 19 melalui FW Tailor,
Frank dan Lilian Gilbert yang memperkenalkan istilah “ergonomits” (Santoso, 2004).

Tahun 1949 istilah ergonomi digunakan secara resmi untuk menyebut suatu ilmu
interdisiplin yang betujuan menyelesaikan permasalahan kesehatan pada komunitas
pekerja. Pada tahun yang sama di Inggris, didirikan The Ergonomics Research Society
yang menerbitkan jurnal ergonomi pertama pada November 1957. Juga pada tahun 1957
dibentuk The International Ergonomics Association serta The Human Factors Society di

Universitas Sriwijaya
Amerika Serikat (Nurmianto, 2004) Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin
ilmu tentang aspek aspek manusia dalam lingkungan kerja yang ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan perancangan. Ergonomi juga terkait
dengan optimasi, efisiensi, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan manusia di tempat
kerja, di rumah serta tempat rekreasi (International Ergonomics Association).

Menurut ILO, kajian ergonomi meliputi berbagai kondisi kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan kenyamanan pekerja, termasuk faktor-faktor seperti
pencahayaan, bising, suhu, getaran, desain tempat kerja, desain alat, desain mesin dan
desain proses/metode kerja serta faktor-faktor lain seperti shift kerja, jadwal istirahat dan
makan.

2.1.1 Klasifikasi Ergonomi

The International Ergonomics Association mengklasifikasikan ergonomi dalam tiga


kategori, yaitu ergonomi fisik, ergonomi kognitif dan ergonomi organisasi (www.iea.cc,
2011).

1) Ergonomi Fisik Ergonomi fisik berkaitan dengan anatomi manusia, antropometri,


karakteristik fisiologis dan biomekanik yang berhubungan dengan aktivitas fisik.
Topik kajian ergonomi fisik meliputi postur kerja (work posture), penanganan
material (material handling), gerakan berulang (repetitive movement) yang
berhubungan dengan risiko muskuloskeletal, tata letak ruangan kerja, serta
keselamatan dan kesehatan pekerja.
2) Ergonomi Kognitif Ergonomi kognitif terkait dengan proses mental pekerja, seperti
persepsi, memori, penalaran dan respon motorik yang mempengaruhi interaksi antara
manusia dan elemen sistem lainnya. Topik kajian meliputi beban kerja, mental,
pengambilan keputusan, kinerja, keterampilan, interaksi manusia-alat, stres kerja dan
pelatihan.

3) Ergonomi Organisasi Ergonomi organisasi berhubungan dengan optimasi sistem


sosioteknik, termasuk struktur organisasi, kebijakan dan proses. Topik kajian meliputi
komunikasi, manajemen sumber daya, desain kerja, desain waktu kerja, kerja sama
tim, desain partisipatif, ergonomi masyarakat, kerja kooperatif, paradigma kerja baru,
budaya organisasi, organisasi virtual, telework dan manajemen mutu.
2.1.2 Ruang Lingkup Ergonomi

Universitas Sriwijaya
Ergonomi merupakan ilmu multidisiplin, yaitu perpaduan antara ilmu anatomi,
fisiologi, psikologi, fisika dan teknik. Ilmu anatomi memberikan informasi tentang
struktur tubuh, kemampuan dan keterbatasan fisik, dimensi tubuh, kemampuan
mengangkat serta ketahanan tubuh. Ilmu fisiologi memberikan gambaran tentang fungsi
sistem otak dan saraf yang berkaitan dengan tingkah laku, sedangkan ilmu psikologis
mempelajari tentang konsep dasar pengambilan.

2.1.3 Sasaran Ergonomi

Sasaran ergonimi adalah seluruh tenaga kerja, baik pada sektor industri modern
maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor industri modern, penerapan
ergonomi dala bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanan kerja yang tepat
adalah syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi. Peralatan kerja
dan mesin dalam industri-industri masih banyak didatangkan dari luar negeri dan
diperlukan penyesuaian seperlunya dengan bentuk dan ukuran tubuh tenaga pekerja. Pada
sektor tradisional dan informal, pekerjaan pada umumnya dilakukan dengan tangan dan
memakai peralatan serta sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara eergonomis
dapat diperbaiki (Tarwaka,2004).

2.1.4 Tujuan dan Manfaat Ergonomi

Pada prinsipnya, ergonomi bertujuan untuk menyesuaikan tugas atau pekerjaan


terhadap pekerja. Timbulnya cedera dan penurunan kinerja merupakan akibat dari
ketidaksesuaian antara manusia dengan peralatan kerja dan tata letak tempat kerja atau
lingkungan kerja. Maka, seiring dengan berkembangnya teknologi perlu dilakukan
penyesuaian antara sistem, manusia, dan peralatan atau mesin (Oborne, 1995). Dalam
bukunya Fundamentals of Industrial Ergonomics (1992), Pulat menjelaskan bahwa
ergonomi memiliki tiga tujuan, yaitu kenyamanan bagi penggunanya (comfort),
kesejahteraan (well-being) dan efisiensi (efficiency) baik dari segi fisik, mental maupun
produksi.

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomic adalah:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera


dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

Universitas Sriwijaya
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan
sosial baik selama kurun waktu produktif maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis,
antropologi dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta
kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Penerapan ergonomi yang baik di tempat kerja dapat memberi banyak manfaat,
antara lain disebutkan oleh Stephen Pheasant dalam bukunya Bodyspace (1999) sebagai
berikut:

• Berperan dalam keselamatan dan kesehatan kerja


• Meningkatkan moral melalui tempat kerja
• Meningkatkan kualitas kerja
• Meningkatkan produktivitas
• Meningkatkan daya saing
• Menurunkan angka absensi dan turnover
2.1.5 Prinsip Ergonomi

Beberapa prinsip ergonomi yang telah disepakati yang dapat digunakan sebagai
pegangan yaitu :

1. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan
penenpatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara, harus
menyelaraskan mesin (macam gerak, arah dan kekuatan).
2. Untuk normalisasi ukuran mesin dan alat-alat industri, harus diambil ukuran
terbesar sebagai dasar serta diatur dengan suatu cara, sehingga ukuran tersebut
dapat dikecilkan dan dapat digunakan oleh tenaga kerja yang kecil, seperti tempat
duduk yang dapat distel naik turun dan lain-lain.
3. Ukuran-ukuran antropometri terpenting seperti dasar ukuran-ukuran dan
penempatan alat-alat industri harus sesuai dengan ukuran tubuh si pemakai.
2.1.6 Sikap Tubuh dalam Bekerja

Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomi adalah memberikan
rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja yang dapat dilakukan antara lain
dengan cara (Ramadhani, 2003) :

1. Menghindari sikap yang tidak alamiah dalam bekerja


Universitas Sriwijaya
2. Diusahakan beban statis menjadi lebih kecil
3. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang
sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya
4. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki
tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi
berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang
pada dua kaki.

Sikap tubuh Abduksi dan forward flexion (kepala turun maju kedepan) lebih dari
300 dapat mengakibatkan faktor risiko oleh karena adanya penekanan pada otot
supraspinatus sehingga terjadi gangguan aliran darah. Sakit tengkuk/leher ditemui pada
pekerja yang dituntut bekerja dengan sikap kerja tersebut dalam waktu lama. Umumnya
terjadi pada industri perakitan, bekerja dengan Visual Display Terminal (VDT),
membungkuk, mengepak.

Sikap kerja yang baik dengan duduk yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap
tubuh dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang dan
sedikit kifosa pada punggung dimana otot otot punggung menjadi terasa enak. Sikap
duduk yang baik adalah :

1. Tidak menghalangi pernafasan.


2. Tidak menghambat sistem peredaran darah
3. Tidak menghalangi gerak otot atau menghalangi fungsi organ-organ dalam tubuh.
Dalam bekerja dengan duduk perlu beberapa persyaratan, yaitu :

1. Pekerja dapat merasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.


2. Tidak menimbulkan gangguan psikologi.
3. Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan.
2.3 Nyeri Pinggang (Low Back Pain)

2.3.1 Defenisi Nyeri Pinggang (Low Back Pain)

Low Back Pain (LBP) atau Nyeri Pinggang adalah rasa nyeri pinggang
muskulosketal yaitu sindroma Klinik yang ditandai adanya rasa nyeri atau perasaan lain
yang tidak enak didaerah tubuh bagian belakang dari rusuk terakhir vetebra torakal 12
sampai bagian bawah pantat atau anus dan dapat menjalar kekaki terutama bagian
belakang dan samping luar. Tulang belakang manusia terdiri dari 33 ruas tulang. Satu
Universitas Sriwijaya
sama lain dihubungkan oleh sistem yang unik, terdiri atas tulang rawan, otot serta jaringan
ikat. Sistem itu bekerja sama untuk mempertahankan tubuh pada posisi tegak. Gangguan
pinggang biasanya berhubungan dengan tiga ruas tulang pinggang atau dengan organ di
sekitarnya seperti ginjal dan indung telur. (Suzilawat, 2006:1)

Nyeri pinggang diakibatkan bergesernya bantalan tulang belakang, lebih dikenal


dengan Herniated Nucleus Pulposus. Bantalan tulang belakang (discus intervertebrale)
adalah struktur yang kuat dan tidak menimbulkan rasa nyeri jika pembungkusnya tak utuh.
Bantalan ini sendiri bentuknya lunak, mirip jeli. Robeknya pembungkus bantalan
menyebabkan keluarnya inti dari bantalan tulang yang masuk ke dalam rongga tulang
belakang. Hal tersebut dapat menekan pembuluh darah balik, kantung saraf maupun saraf
itu sendiri. Iritasi akibat penekanan dari bantalan tulang tersebut dapat menyebabkan rasa
nyeri sampai kelumpuhan dari saraf yang tertekan (Sutrisno, 2004).

Pada dasarnya timbulnya rasa sakit pinggang terjadi karena ada penekanan pada
susunan saraf tepi daerah pinggang (syaraf terjepit). Jepitan pada syaraf ini dapat terjadi
karena gangguan pada otot pada jaringan sekitarnya, gangguan pada syaraf sendiri,
kelainan tulang belakang maupun kelainan di tempat lain. (Pearce, 1999). Timbulnya nyeri
pinggang erat kaitannya dengan cara kerja, sikap kerja, dan posisi kerja, desain alat kerja,
fasilitas kerja, tata letak, sarana kerja dan sebagainya. Dengan memperhatikan dan menata
factor-faktor penyebab dan pencetusnya, insiden nyeri pinggang kerja dapat dieliminir
atau di tunda kehadirannya. Bebarapa faKtor kaitan dengan beban angkat-angkat yang
mempengaruhi timbulnya nyeri pinggang kerja adalah berat beban, besar beban, bentuk
beban, jenis beban, tinggi beban, dan sebagainya. (Depnaker, 1995).

2.3.2 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang

Tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang
yang disebut Vertebra atau ruas tulang. Pada orang dewasa panjang tulang dapat mencapai
57-67cm. Tulang belakang memiliki 33 ruas yang terdiri 24 buah ruas merupakan tulang-
tulang yang terpisah dengan 9 ruas lainnya bergabung membentuk 2 tulang. Diantara tiap
2 ruas tulang pada tulang belakang terdapat bantalan tulang belakang.

Vertebra dikelompokkan menjadi beberapa bagian dan diberi nama sesuai dengan
daerah yang ditempatinya yaitu:

1. Vertebra servikalis atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk yang
terdiri dari 7 buah.
Universitas Sriwijaya
2. Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang torak
atau dada yang terdiri dari 7 buah.

3. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal atau
pinggang yang terdiri dari 5 buah.

4. Vertebra sokralis atau rus tulang belakang membentuk sakru yang terdiri dari 5
buah.

5. Vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging membentuk tulang konfigus yang
terdiri dari 4 buah (Evelyn, 1998).

2.3.3 Etiologi Nyeri Pinggang

Nyeri Pinggang disebabkan oleh berbagai kelainan atau perubahan patologi yang
mengenai berbagai macam organ. Beberapa ahli membuat klasifikasi yang berbeda atas
dasar kelainan atau jaringan yang mengalami kelainan tersebut. Rasa sakit dapat
ditimbulkan oleh segala sesuatu yang menekan atau menegangkan syaraf pada tubuh
bagian belakang dan di otot-otot. Menurut Audre L (2003) secara garis besar faktor
penyebab nyeri pinggang dapat dibedakan menjadi :

1. Sakit pinggang akibat sikap yang salah. Posisi tubuh yang tidak tepat pada saat
bekerja karena kursi yang digunakan tidak ergonomis. (Nadesul, 2002).

2. Sakit pinggang pada kelainan tulang belakang. Dapat disebabkan antara lain:
cidera, infeksi, tumor, dan osteoporosis.

3. Sakit pinggang pada penyakit organ dalam tubuh yang sering dijumpai adalah sakit
pinggang akibat penyakit prostate, batu ginjal, penyakit lambung, kandungan.
Sakit pinggang pada penyakit rematik antara lain: Osteoaritis, rematoid dan
arthritis.

4. Karena Penyakit Reumatik.

5. Karena Ketegangan Otot (Psikis). Keadaan seperti ini disebut dengan nyeri
pinggang psikogenetik. Seperti tekanan mental ataupun pikiran yang berlebihan
dapat menyebabkan tulang belakang mengencang dan kaku serta nyeri.

2.3.4 Patofisiologi Nyeri Pinggang

Universitas Sriwijaya
Everett (2010) menyebutkan pada umumnya NPB disebabkan oleh sebuah
peristiwa traumatis akut, atau trauma kumulatif dimana berat ringannya suatu peristiwa
traumatis akut sangatlah bervariasi. NPB akibat trauma kumulatif lebih sering terjadi di
tempat kerja, misalnya karena duduk statis terlalu lama atau posisi kerja yang kurang
ergonomis.

Beberapa struktur anatomis elemen-elemen tulang punggung bawah antara lain :


tulang, ligamen, tendon, diskus, otot dan saraf diduga memiliki peran yang besar untuk
menimbulkan rasa nyeri. Struktur disekitar diskus intervertebralis yang sensitif terhadap
rasa sakit ialah: ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior,
korpus vertebra, akar saraf, dan kartílago dari facet joint. Banyak dari komponen-
komponen tersebut diatas memiliki persarafan sensoris yang dapat menghasilkan sinyal
nosiseptif yang merupakan reaksi terhadap adanya suatu kerusakan jaringan. Penyebab
lainnya bisa neuropatik, misalkan ischialgia. Kebanyakan kasus NPB kronis merupakan
campuran antara nosiseptif dan neuropatik.

Konsep spiral degeneratif biomekanis memiliki bobot kualitas yang baik serta
mendapatkan penerimaan yang lebih luas para ahli. Secara biomekanik,pergerakan tulang
punggung bawah merupakan gerakan kumulatif dari tulang-tulang vertebra lumbalis,
dengan 80-90% merupakan gerakan fleksi dan ekstensi lumbal yang terjadi di diskus
intervertebralis L4-L5 dan L5-S1. Posisi gerakan tulang belakang lumbal yang paling
berisiko untuk mengakibatkan nyeri punggung bawah ialah fleksi ke depan
(membungkuk), rotasi (memutar), dan ketika mencoba untuk mengangkat benda berat
dengan tangan terentang kedepan. Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh
serat kolagen annular diskus. Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama
menciptakan tekanan ke anulus fibrosus lebih lama dan mengakibatkan tekanan menyebar
ke endplates. Jika anulus dan endplate dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat dengan
baik ditahan. Namun tekanan yang dihasilkan dari kontraksi otot lumbal dapat bergabung
dengan tekanan beban dan dapat meningkatkan tekanan intradiskal yang melebihi
kekuatan serat annular diskus intervertbralis.

Beban kompresi pada diskus yang berulang-ulang seperti pada gerakan fleksi dan
torsi lumbal saat mengangkat suatu benda, menempatkan diskus pada resiko untuk
mengalami kerobekan annulus fibrosus. Isi anulus fibrosis yaitu nukleus pulposus dapat
menerobos annulus fibrosus yang robek. Serat paling dalam dari annulus fibrosus ini tidak
mempunyai persarafan sehingga bila mengalami kerobekan tidak menimbulkan rasa nyeri.
Universitas Sriwijaya
Tetapi apabila nukleus pulposus sudah mencapai tepi luar dari annulus fibrosus,
kemungkinan akan menimbulkan rasa nyeri karena tepi aspek posterior dari annulus
fibrosus mendapat persarafan dari beberapa serabut saraf dari n.sinuvertebral dan aspek
lateral dari diskus disarafi pada bagian tepinya oleh cabang dari rami anterior dan gray
rami communicants (Everet, 2010).

Nyeri adalah salah satu mekanisme perlindungan tubuh yang penting. Rangsangan
nyeri dapat membangkitkan dua reaksi yang secara sadar mengalami rasa nyeri dan reaksi
yang tidak sadar berapa reflek-reflek yang menyertai nyeri seperti menghindar,
immobilisasi sendi yang mengalami kerusakan dan ketegangan otot.

Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan sistem saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke
sistem saraf pusat. Untuk menghantar nyeri, pada jaringan lunak terdapat ujung saraf
aferen sebagai reseptor nyeri (nociceptor).

2.3.5 Mekanisme Nyeri Pinggang

Tubuh dilengkapi berbagai macam mekanisme. Pengawasan, kompensasi dan


perlindungan untuk mengantisipasi perubahan-peruahan lingkungan baik diluar maupun
didalam tubuh. Mekanisme tersebut ada yang didasari dan tidak didasari nyeri salah satu
mekanisme perlindungan tubuh yang penting. Rangsangan nyeri dapat membangkitkan
dua reaksi yaitu reaksi yang secara sadar mengalami rasa nyeri dan reaksi yang tidak
disadari berupa reflek-reflek yang menyertai nyeri seperti menghindari sendi yang
mengalami kerusakan dan ketegangan otot. Untuk menghantarkan nyeri dalam tubuh
terdapat ujung saraf aferen sebagai reseptor nyeri yang mengubah Rangsangan fisik kimia
dan biologi dan menjadi 3 jenis reseptor rasa mekanisme reseptor berbagai rasa tidak enak
proses perubahan ini disebut transduksi. Ketiga reseptor tersebut tersambung dengan
syaraf aferen yang terdiri dari saraf A alfa, A delta, dan saraf C.

Saraf A alfa adalah syaraf bermielin yang menghambat nyeri. Saraf A delta adalah
saraf bermielin yang menghantarkan rasa, suhu dan nyeri yang bersifat cepat dan tajam.
Sedangkan saraf C adalah saraf yang menghantarkan rasa nyeri lambat yang kronik
(Guyton.AC, 1999). Saraf A delta dan serat C meneruskan implus nyeri menuju kolumna
dorsalis medula spinalis, saraf eferen A delta masuk kesel saraf di lamina I dan bagaian
luar lamina untuk menyebrang kontra lateral yaitu ke anterior medulla spinalis fener
berjalan keatas menuju ke batang otak dan felamus melalui 2 jalur. Jalur lengkung yang

Universitas Sriwijaya
melalui spiro atau kalamilus ke korfelus somatosensoris sehingga nyeri mulai bisa
dirasakan. Sedangkan jalur tidak langsung melalui formasio sefikularis ke korteks selebri
dankorteks asosiasi sehingga dapat dirasakan intensitas, Lokasi dan Lamanya nyeri. Proses
perjalanan nyeri dinamakan Transmisi (Guyton, 1999).

2.3.6 Diagnosis Nyeri Pinggang

a. Anamnesis

Dalam anamnesis perlu diketahui:

1. Awitan

2. Lama dan frekuensi serangan

3. Lokasi dan penyebaran

4. Faktor yang memperberat/memperingan

5. Kualitas/intensitas

Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang
biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB, namun
sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif
sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng.

Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan


bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya
berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan
meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk,
bersin dan mengejan sewaktu defekasi.

Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri
pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan
adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi
(Tanjung R, 2009).

b. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

2. Palpis
Universitas Sriwijaya
3. Pemeriksaan motoris

4. Pemeriksaan sensorik

5. Tanda-tanda rangsangan meningeal

6. Tanda Laseque kontralateral

7. Tes Bragard

8. Tes Sicard

9. Tes valsava

2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Pinggang (Low Back
Pain)

2.4.1 Umur

Nyeri pinggang merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan umur. Secara teori,
nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat dialami oleh siapa saja, pada umur
berapa saja. Dengan menanjaknya umur, maka kemampuan jasmani dan rohani pun akan
menurun tapi tidak pasti. Aktivitas hidup yang berkurang yang dapat mengakibatkan
semakin bertambahnya ketidak mampuan tubuh dalam berbagai hal. Faktor umur sangat
berpengaruh terhadap nyeri pinggang karena kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
sehingga resiko terjadi keluhan otot meningkat yang menyebabkan nyeri pinggang. Dalam
penelitian yang dilakukan Fitriningsih dan Hariyono (2010) menjelaskan bahwa kekuatan
otot maksimal pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya akan berkurang sejalan
dengan bertambahnya umur.

2.4.2 Masa Kerja

Suma’mur (1996 : 45) menjelaskan bahwa masa kerja adalah suatu kurun waktu
atau lamanya tenaga kerja itu bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi
baik kinerja positif maupun negatif. Masa kerja dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian
yaitu :

Universitas Sriwijaya
1. Masa kerja baru : < 6 tahun
2. Masa kerja sedang : 6-10 tahun
3. Masa kerja lama : > 10 tahun
Tekanan melalui fisik (beban kerja )pada suatu waktu tertentu mengakibatkan
berkurangnnya kineja otot, gejala yang ditunjukan juga berupa pada makin rendahnya
gerakan. Keadaan ini tidak hanya disebaabkan oleh sebab tunggal seperti terlalu kerasnya
beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada
masa yang lama. Keadaan yang seperti ini mengakibatkan memburuknya kesehatan. (A.M.
Sugeng Budiono dkk. 2003:53).

Keluhan nyeri pinggang termasuk keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau


cidera pada sistem musculoskeletal yang terjadi apabila otot menerima beban statis secara
berulang dan dalam waktu yang lama (Tarwaka, 2004).

2.4.3 Lama Kerja

Pengaturan lama kerja dan wktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis
pekerjaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Tarwaka, 2004).

Lama kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Lamanya


seseorang bekerja sehari baik pada umumnya 6-8 jam. Dalam seminggu orang hanya bisa
bekerja dengan baik selama 40-50 jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal
yang negative. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan. Jumlah 40 jam kerja seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja
tergantung pada berbagai faktor (Suma’mur, 1996).

2.4.4 Waktu Istirahat

Waktu istirahat didasarkanpada keperluan atas dasar ergonomi. Waktu istirahat


disesuaikan dengan waktu kerja, sekurang-kurangnnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk waktu kerja.

Menurut Suma’mur (1982) bahwa bekerja adalah anabolisme yakni mengurangi


atau menggunakan bagian-bagian yang telah dibangun sebelumnya. Dalam keadaan
demikian, sistem syaraf utama yang berfungsi adalah komponen simpatis. Maka pada
kondisi seperti itu, aktivitas tidak dapat dilakukan terus-menerus, melainkan harus
diselingi istirahat untuk memberi kesempatan tubuh melakukan pemulihan. Pada saat

Universitas Sriwijaya
istirahat tersebut, maka tubuh mempunyai kesempatan membangun kembali tenaga yang
telah digunakan (katabolisme).

Grandjean (1993) menjelaskan bahwa setiap fungsi tubuh manusia dapat dilihat
sebagai keseimbangan ritmis antara kebutuhan energi (kerja) dengan penggantian kembali
sejumlah energi yang telah digunakan (istirahat). Kedua proses tersebut merupakan bagian
integral dari kerja otot, kerja jantung dan keseluruhan fungsi biologis tubuh. Dengan
demikian jelas bahwa untuk memelihara performansi dan efisiensi kerja, waktu istirahat
harus diberikan secukupnya, baik antara waktu kerja maupun di luar jam kerja (istirahat
pada malam hari).

Pengaturan waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan dan faktor
lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas, dingin, bising dan
berdebu. Namun demikian secara umum, di Indonesia telah ditentukan lamanya waktu
kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja,
meningkatkan kelelahan, kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam
per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktuwaktu istirahat khusus agar
kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas
toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk:

a. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan kemampuan fisik


dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.
b. Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran.
c. Memberikan kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial.
2.4.5 Indeks Masa Tubuh

Status gizi merupakan salah satu penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal.

Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja

dan ketahanan tubuh yang lebih baik, bergitu juga sebaliknya (A.M. Sugeng Budiono

dkk. 2003:154) Ada beberapa cara penilaian status gizi, antara lain melalui: pemeriksaan

klinis, pemeriksaan laboraturium seperti kadar hemoglobin darah, pemeriksaan biofisik.

Pengukuran antropometri dengan pengukuran Indeks Masa tubuh (IMT) (I Dewa

Universitas Sriwijaya
Nyoman Supariasa dkk. 2001:19) dalam penelitian ini menggunakan pengukuran

antropometri dengan teknik Indeks Masa Tubuh (IMT). Indeks Masa Tubuh (IMT) hanya

berlaku untuk orang dewasa yang berumur di atas 18 tahun, dengan cara berat badan
2
(dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam meter) atau BB/TB (I Dewa

Nyoman Supariatsa dkk. 2001:61).

Untuk orang Indonesia telah ditetapkan kategori ambang batas Indeks Masa

Tubuh (IMT) dengan tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1. KATEGORI AMBANG BATAS INDEKS MASA TUBUH (IMT)


UNTUK INDONESIA
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal >18,5-27,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber : Departemen Kesehatan, 1994:4

2.4.6 Posisi Duduk

Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang

dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap

tubuh. Grandjean (1993) berpendapat bahwabekerja dengan posisi duduk mempunyai

keuntungan antara lain; pembebanan pada kaki; pemakaian energi dan keperluan untuk

sirkulasi darah dapat dikurangi.

Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot

perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga cepat lelah. Sedangkan

Clark (1996), menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai

derajat stabilitas tubuh yang tinggi; mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila

bekerja lebih dari 2 jam. Di samping itu tenaga kerja juga dapat mengendalikan kaki

Universitas Sriwijaya
untuk melakukan gerakan.

Duduk lama dalam posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot pinggang

menjadi tegang (Samara, 2004). Hal ini karena tulang punggung beserta jaringan tendon

dan otot dipaksa untuk menjaga tubuh bagian atas secara berlebihan sehingga dapat

menyebabkan kelelahan dan ketegangan pada jaringan otot punggung terutama otot

bagian lumbal yang menyebabkan terjadinya LBP (Wira, 2007).

Secara umum, posisi bekerja sambil duduk memberikan rasa nyaman yang lebih

besar dari pada berdiri. Ketika duduk, pekerja dapat memindahkan berat tubuh dari kaki,

memberikan stabilitas yang lebih besar dan dapat mengurangi pengeluaran energi.

Namun, sebagian orang cenderung mengalami ketidak nyamanan ketika bekerja dalam

posisi duduk, seperti mencondongkan badan ke depan. Hal ini dapat menyebabkan

gangguan pada pencernaan dan pernapasan (McKeown,2008). Untuk mencegah adanya

postur janggal pada posisi duduk, kursi kerja harus dirancang sesuai dengan kriteria

berikut ini (Nurmianto, 2004):

a. Stabilitas kursi

Kursi yang stabil memiliki empat atau lima kaki dan dirancangdengan posisi kaki

berada pada bagian luar proyeksi tubuh.

b. Kekuatan kursi

Kursi kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga kuat untuk menahan beban

99th persentil seorang pekeja laki-laki.

c. Adjustable

Ketinggian kursi kerja sebaiknya mudah diatur saat bekerja tanpa harus

meninggalkan kursi untuk mengatur ketinggiannya.

d. Sandaran punggung

Sandaran punggung berfungsi untuk menahan beban punggung ke arah belakang

(lumbar spine) sehingga harus fleksibel.

Universitas Sriwijaya
e. Fungsional

Rancangan kursi yang baik tidak menyebabkan terhambatnya pekerja saat ingin

mengubah postur duduk.

f. Bahan

Dudukan dan sandaran kursi harus dilapisi dengan bahan yang lunak.

g. Kedalaman kursi

Kedalaman kursi (depan-belakang) harus sesuai dengan dimensipanjang antara

lipatan lutut (popliteal) dan pantat (buttock).

h. Lebar kursi

Lebar kursi minimal adalah sama dengan lebar pinggul wanita 5persentil

populasi.

i. Lebar sandaran punggung

Standar untuk lebar sandaran punggung adalah sama dengan lebar punggung

wanita 5 persentil populasi. Jika terlalu lebar, sandaran punggung dapat

mengganggu kebebasan gerak pada siku.

Menurut Helen Lee (2010) posisi duduk yang baik untuk kesehatan tubuh.

1. Mengembangkan postur duduk yang sehat

Sekalipun anda duduk di kursi yang terbaik maka tidak akan berarti apa-apa

terhadap postur tubuh jika anda tetap duduk cenderung bungkuk, membungkuk pada

keyboard atau duduk dengan menyilangkan kaki. Oleh karena itu, cobalah lakukan tips

berikut saat duduk, yaitu:

• Posisikan kedua kaki mendatar di lantai dengan posisi lutut sedikit lebih

tinggi dari pinggul.

• Posisikan siku pada posisi nyaman di samping atau istirahatkan lengan

pada sandaran yang memungkinkan bahu untuk menjadi rileks atau santai.

• Berusahalah agar bahu sejajar atau tidak bergerak ke depan.

Universitas Sriwijaya
• Kepala memandang lurus ke depan dan dagu agak miring ke bawah.

• Fokus pada perut atau bernapas dengan perut sepanjang hari untuk

meningkatkan oksigen dan tubuh tetap santai.

2. Meletakkan Support (bantalan) pada Pinggang

Jika anda duduk di kursi sebaiknya letakkan bantalan di pinggang. Tujuannya

agar pinggang tidak sakit pada saat duduk. Dr Lee memberikan saran agar duduk

di kursi dengan memberikan support atau penyokong pada pinggang. Contoh

dengan meletakkan bantal kecil di pinggang, pantat lalu duduk setengah

bersandar.

3. Bangun dan bergerak

Seabaiknya bergerak secara teratur atau bangun setiap 15-30 menit sekali.

Tujuannya untuk meregangkan otot, bergerak dan bernapas. Bila mungkin

cobalah berjalan-jalan sejenak. Cara ini akan meningkatkan sirkulasi atau energi

serta menghindarkan orang banyak ngemil di meja.

4. Menjaga tubuh tetap hidrasi

Masalah Dehidrasi dapat membuat seseorang menjadi lelah dan cenderung akan

duduk dengan posisi lebih merosot. Maka dari itu tetaplah menjaga tubuh agar

terhidrasi dengan baik sepanjang hari.

2.4.7 Tenun Songket

Tenun merupakan hasil kerajinan manusia di atas kain yang terbuat dari benang,

serat kayu, kapas, sutera dll dengan cara memasukkan benang pakan secara melintang

pada benang yang membujur atau lungsi. Kualitas sebuah tenunan biasanya tergantung

pada bahan dasar, motif, keindahan tata warna, ragam hiasnya. Songket adalah kain yang

ditenun dengan menggunakan benang emas atau benang perak. Selain benang emas atau

perak, ada jenis benang sutera yang berwarna, ada yang menggunakan benang sulam, ada

yang menggunakan benang katun berwarna dan sebagainya. Tetapi semua jenis benang

Universitas Sriwijaya
tersebut dipergunakan untuk menghias permukaan kain tenun, bentuknya seperti sulaman

dan dibuat pada waktu yang bersamaan dengan menenun dasar kain tenunnya. Prinsip

penggunaan benang tambahan saat menenun disebut songket, karena dihubungkan

dengan proses menyungkit atau mengjungkit benang lungsi dalam membuat pola hias.

Bahan baku kain songket Palembang ini adalah berbagai jenis benang, seperti

benang kapas, atau yang lebih lembut dari bahan benang sutera. Untuk membuat kain

songket yang bagus, bahan bakunya berupa benang putih yang diimpor dari India, Cina

atau Thailand. Sebelum ditenun, bahan baku diberi warna dengan jalan dicelup dengan

bahan warna yang dikehendaki. Warna dominan dari tenun songket Palembang ini,

merah. Namun, saat ini penenun dari Palembang ini sudah menggunakan berbagai warna,

yaitu warna yang biasa digunakan untuk tekstil.

Dahulu, kain songket tradisional dicelup dengan warna - warna yang didapat dari

alam, dan teknik ini diteruskan ke anak cucu secara turun temurun. Biasanya warna

merah, didapat dari pengolahan kayu sepang dengan jalan mengambil inti kayunya dan

direbus, dan mengkudu, yang didapat dari akarnya. Warna biru didapat dari indigo,

warna kuning didapat dari dari kunyit. Untuk mendapatkan warna sekunder seperti hijau,

oranye dan ungu, dilakukan percampuran cat dari warna primer merah,biru dan kuning.

Untuk mencegah agar warna tidak luntur atau pudar pada waktu pencelupan ditambahkan

tawas.

Setelah benang diberi warna, lalu ditenun dengan alat yang sederhana.

Penempatan benang-benang telah dihitung dengan teliti. Benang yang memanjang atau

vertikal disebut lungsi, benang yang ditempatkan melebar atau horizontal disebut benang

pakan. Hasil persilangan kedua jenis benang ini terangkai menjadi kain. Karena rumitnya

proses bertenun ini , sehelai kain dapat diselesaikan dalam waktu ber bulan - bulan.

Apalagi di masa lalu, menenun dikerjakan oleh para ibu pada waktu senggang ketika

pekerjaan mengurus rumah tangga atau bertani telah selesai.

Universitas Sriwijaya
Tenun songket biasanya diberi motif berwarna emas. Benang emas yang dipakai

ada tiga jenis , yaitu benang emas cabutan , benang emas Sartibi dan benang emas

Bangkok. Benang emas cabutan didapat dari kain songket antik yang sebagian kainnya

sudah rusak, yang diurai kembali. Benang emas cabutan masih kuat karena dibuat dari

benang katun yang dicelupkan ke dalam cairan emas 24 karat. Pengerjaaan yang rumit

dengan mengurai kembali benang yang sudah ditenun ini menghasilkan kain songket

yang baru yang berkesan antik.

Jenis yang kedua, benang emas Sartibi. yaitu benang emas sintetis dari pabrik

benang di Jepang. Benang ini halus, dan tidak mengkilap, hasil tenunannya lebih halus

dan ringan. Jenis benang emas yang ketiga yaitu benang Bangkok yang mengkilap dan

memang didatangkan dari Bangkok.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat songket, antara lain seperti alat

tenun, rungsen, benang emas, benang merah, baliro, lidi, buluh, pleting dan lain

sebagainya. Dalam pembuatan songket diperlukan ketekunan, keuletan, dan kesabaran.

Kalau dilakukan terburu-buru hasilnya tidak bagus. Waktu yang dibutuhkan untuk

menenun satu songket biasanya paling cepat setengah bulan dan paling lama satu bulan.

Waktu tersebut belum termasuk membuat motif. Sehingga untuk membuat satu songket

waktu diperlukan bisa satu bulan setengah.

Proses pembuatan melalui beberapa tahapan, pertama yaitu pencelupan, Benang

Sutera yang masih putih dicelup sesuai warna yang dikehendaki, setelah itu dijemur

dengan bambu panjang di terik matahari untuk membuat kain dan selendang (ukuran

lebar kain 90 cm untuk selendang 60 cm, sedangkan panjangnya 165 hingga 170).

Selanjutnya, adalah cabutan, atau proses pemisahan benang Emas dari songket

lama. Satu persatu benang emas dipilih dan dipisahkan dari kain pakan dan lungsen lama

yang akan diganti. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena benang emas yang

sudah berumur tersebut bisa mengalami pengelupasan (rontok). Setelah benang dipisah

Universitas Sriwijaya
dari kain yang lama, kemudian di rol dengan gulungan.

Biasanya, benang yang dipisahkan atau dicabut dari kain pakan dan lungsen

mengalami putus-putus menurut lekuk dari kain. Maka dilakukan proses penyambungan.

Setelah dilakukan penyambungan, benang emas digulung dengan plating yang

dimasukkan ke dalam teropong (keduanya terbuat dari bambu) agar saat ditenun benang

emas tidak terputus. Proses-proses tersebut memakan waktu hingga 10 hari.

Setelah proses pencabutan dan penggulungan, benang emas mulai ditenun, yaitu

memasukkan benang emas dan benang sutera sesuai dengan motif. Sebelumnya

dilakukan proses desain (pencukitan) dengan menggunakan lidi sesuai dengan motif yang

dikehendaki. Lama proses penenunan ini memerlukan waktu mulai 2 hingga 3 bulan.

2.5. Kerangka Teori

ORGANISASI
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Pekerjaan
d. Aktifitas fisik/ olah
raga
e. Indeks Massa Tubuh
f. Masa Kerja
g. Lama Kerja
h. Kebiasaan Merokok
i. Riwayat Penyakit

PEKERJAAN
Sikap tubuh membungkuk,
menekuk ke kiri/kanan,
dan berputar yang
Keluhan Nyeri Pinggang
dilakukan secara berulang-
(Low Back Pain)
ulang.

LINGKUNGAN
a. Posisi duduk
b. Peralatan Kerja
c. Pelatihan Kerja
d. SOP
Universitas Sriwijaya
e. Desain Ruang Kerja
2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan nyeri pinggang pada pengerajin songket di Desa Tanjung Pinang

Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir tahun 2016 sebagai berikut :

1. Umur
Keluhan Nyeri
2. Masa Kerja Pinggang ( Low
Back Pain)
3. Lama Kerja
4. Waktu Istirahat
5. Indeks Massa Tubuh
6. Posisi Duduk

Kerangka Konsep

2.7 Definisi Operasional

No Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur

1. Umur Umur responden Wawancara Kuesioner 1. ≥ 30 tahun Ordinal


yang di hitung dari
tanggal kelahiran 2. ≤ 30 tahun
hingga hari ulang (Suma’mur
tahun terakhir saat 1989)
dilakukan
penelitian.

2. Masa Lama kerja Wawancara Kuesioner 1. ≥ 11 tahun Ordinal

Universitas Sriwijaya
Kerja responden menjadi 2. ≤ 11 tahun
pengerajin songket
yang dihitung
mulai dari saat
menjadi pengrajin
hingga saat
penelitian
berlangsung.
(dalam tahun)

3. Lama Jumlah waktu Wawancara Kuesioner 1. ≥ 6 jam Ordinal


Kerja (jam) melakukan
pekerjaan menenun 2. ≤ 6 jam
songket dalam satu
hari

4. Waktu Jumlah waktu Wawancara Kuesioner 1. ≥ 2 jam Ordinal


Istirahat istirahat (menit)
pengerajin songket 2. ≤ 2 jam
beristirahat setelah
menenun

5. Indeks Ukuran yang Wawancara Kuesioner 1. Kurus Ordinal


Massa digunakan untuk dan ( < 18,5)
Tubuh menilai status gizi penghitungan 2. Normal
seseorang yang dengan (18.5-25)
dapat dihitung menggunakan 3. Gemuk
dengan membagi metode IMT ( > 25)
berat badan (kg) (Supariasa,
dengan kuadrat 2002)
tinggi badan (m)

1. Status gizi
kurang (IMT
Kurus)
2. Status gizi
baik (IMT
Normal –
Gemuk)

Criteria:

1. Kurus :
Kurus
tingkat berat

Universitas Sriwijaya
: IMT < 17.0
Kurus
tingkat
ringan : 17.0
– 18.4
2. Normal :
IMT 18.5 –
25.0
3. Gemuk :
gemuk
tingkat
ringan : IMT
25.1 – 27.0
Gemuk
tingkat berat
: IMT > 27.0
(Puslitbang
Gizi Bogor,
2001)

6. Posisi Postur duduk yang Wawancara Kuesioner 1. Tidak Baik Nomin


Duduk tidak membungkuk dan Observasi al
(posisi tulang 2. Baik
punggung yang
membentuk “S”
yang alami)

Variabel Dependent

7. Keluhan Keluhan nyeri Wawancara Kuesioner 1. Ya Nomin


Nyeri Musculoskeletal al
Pinggang yang dirasakan 2. Tidak
sebagai rasa pegal,
linu, ngilu atau
tidak enak di
daerah lumbal
termasuk sacrum
setelah duduk terus
menerus selama
jam kerja

Universitas Sriwijaya
2.8 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara umur dengan keluhan nyeri pinggang (Low Back

Pain) pada pengrajin songket.

2. Ada hubungan masa kerja dengan keluhan nyeri pinggang (Low Back

Pain) pada pengrajin songket.

3. Ada hubungan lama kerja dengan keluhan nyeri pinggang (Low Back

Pain) pada pengrajin songket.

4. Ada hubungan waktu istirahat dengan keluhan nyeri pinggang (Low Back

Pain) pada pengrajin songket.

5. Ada hubungan Indeks Massa Tubuh dengan keluhan nyeri pinggang (Low

Back Pain) pada pengrajin songket.

6. Ada hubungan posisi duduk dengan keluhan nyeri pinggang (Low Back

Pain) pada pengrajin songket.

Universitas Sriwijaya
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu
suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-
variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama (Notoadmojo,
2005). Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


3.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan unit analisi yang karakteristiknya akan diduga
(Hastono, 2006). Berdasarkan survei awal, populasi penelitian ialah semua penduduk
Desa Tanjung Pinang yang bekerja sebagai pengrajin tenun songket tradisional, baik
sebagai pekerjaan tetap maupun pekerjaan sampingan.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).
Karena berbagai keterbatasan, tidak seluruh populasi dapat diteliti, hanya sampel yang
sedang bekerja saat penelitian berlangsung diharapkan dapat mewakili keseluruhan
aktivitas kerja yang dilakukan. Besar sampel untuk melihat keluhan nyeri pinggang
dipilih dengan metode simple random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak
dari populasi penelitian sebanyak 50 responden.
Kriteria responden yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian ini adalah :
a. Bersedia untuk dijadikan responden penelitian
b. Pengrajin yang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti
c. Mampu berkomunikasi dengan baik.

3.3 Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data


3.3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpul data untuk mendapatkan informasi tentang variabel independent dan
variabel dependent yang pelaksanaannya menggunakan kuesioner.
Universitas Sriwijaya
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini digunakan sebagi data pendukung. Data
tersebut berupa penelusuran dokumen yang relevan dengan penelitian ini.
3.4 Alat Pengumpulan Data
Instrumentasi atau alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian
ini berupa:

a. Pedoman kuesioner
b. Kamera digital untuk pendokumentasian ruang kerja, alat kerja dan proses kerja.
3.5 Pengolahan Data
Teknik Pengolahan Data

Data-data terkumpul akan diolah dan disajikan dalam bentuk table distribusi.
Pengolahan data dari hasil jawaban responden dalam kuesioner dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :

a. Editing, yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah


jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
b. Coding, yaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka atau bilangan dengan tujuan untuk memudahkan dalam pengolahan data
tersebut.
c. Entry, yaitu memasukan data ke dalam program computer.
d. Tabulating, yaitu proses pengelompokan data ke dalam suatu table distribusi
frekuensi dari table silang (crosstab).
3.6 Validitas dan Reabilitas
Kuesioner yang akan digunakan terlebih dahulu diuji validitas dan reabilitasnya.
Menurut Nursalam (2003) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Menurut Sukadji (2000) reliabilitas suatu tes
adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.
Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi
berarti reliabilitas tinggi. Uji validitas dan reabilitas akan dilakukan pada responden yang
memiliki kemiripan karakteristik. Uji validitas dan reabilitas ini dilakukan dengan cara
komputerisasi.

Universitas Sriwijaya
3.7 Analisis dan Penyajian Data
Data yang telah diperoleh akan diolah dan dianalisis secara komputerisasi. Untuk
dapat membuktikan kearah pembuktian hipotesis yang diajukan maka teknik analisa
yang digunakan adalah :

a. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dan
proporsi dari masing-masing variabel yang diteliti. Analisa ini dimulai dengan
perhitungan frekuensi dan mempresentasikam nilai masing-masing variabel.
b. Analisi bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakuakan dengan mengalisis dua variabel
yaitu variabel independen dan dependen. Metode yang digunakan adalah uji
statistic Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan (α)
sebesar 5%.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Adis. 2008. Pembuatan Songket Palembang.


http://adissongket.blogspot.co.id/2008/05/pembuatan-songket-palembang.html.
Diakses 19 November 2016.

Alfred Sutrisno. 2006. Nyeri Tulang Belakang Pencegahannya dan Penanggulagannya.


Www.kompas.com

A.M. Sugeng Budiono, R.M.S. Jusuf, dan Adriana Pusparini. 2003. Bunga Rampai
Hiperkes dan Keselamtan Kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

Arikunto,Suharsimi.(2006), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta,


Rineka Cipta

Audri L. 2003. Nyeri Pinggang Belum Tentu sakit Ginjal. www.Kompas.com

Clark, D.R. 1996. Workstation Evaluation and Design. Dalam: Battacharya, A. &
McGlothlin, J.D. eds. Occupational Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 279-
302.

Clark, D.R. 1996. Workstation Evaluation and Design. Dalam: Battacharya, A. &
McGlothlin, J.D. eds. Occupational Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 279-
302.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003, Modul Pelatihan Bagi Fasilitator
Kesehatan Kerja:Jakarta.

Depnaker. 1993. Data Antropometri Statis (A) tenaga kerja Indonesia pria dan wanita
dari beberapa perusahaan di Indonesia tahun 1992-1993. Jakarta: Depnaker.

Djatmiko, R.D. 2016. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Deepublish. Yogyakarta.

Evelyn C Peafce. 1998. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama

Fitriningsih dan Hariyono, W. 2010. Hubungan Umur, Beban Kerja dan Posisi Duduk
saat Bekerja dengan Keluhan Nyeri Punggung pada Pengemudi angkutan Kota di
Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Yogyakarta:FKM Universitas Ahmad

Universitas Sriwijaya
Dahlan. Jurnal KESMAS UAD. (online). Vol. 5, No. 2, Juni 2011 : 162-232
ISSN: 1997=0575

Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th edt. Taylor & Francis Inc. London.

Guyton, dkk.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 6. Jakarta:EGC

Hastono, (2006). Basic Data Analysis for Health Research Training, FKM. UI

Helen. 2010. Posisi Duduk Sehat. Diakses tanggal 28 November 2016.


http://infosehattt.blogspot.co.id/2012/09/posisi-duduk-yang-sehat.html

Hendrawan Nadesul. 2002. 428 Jawaban Untuk Dua Puluh Lima Penyakit Manajer.
Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.

I Nyoman Supariasa, Bahcyar Bakri, dan Ibnu Fajar. 2001. Penentuan Status Gizi.
Jakarta: EMG.

Idyan, Z. (2007). Hubungan lama duduk saat perkuliahan dengan kejadian low back
pain. Diperoleh tanggal 10 November 2016 dari http://www.inna-
ppni.or.id/index.php?name=News&file=article%sid=130.

International Ergonomics Association. 2011. Deffinition of Ergonomic. Tersedia pada


http://ww.iea.cc/01_what/What%20is%20Ergonomics.html (28 Oktober 2015)

Lailani, M. T. (2013). Hubungan antara peningkatan indeks massa tubuh dengan


kejadian nyeri punggung bawah pada pasien rawat jalan di poliklinik saraf
RSUD Dokter Soedarso Pontianak. Naskah Dipublikasikan.

Mc.Keown, Celine. 2008. Office Ergonomics, Practical Applicattions. USA: CRC Press.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya: Tinjauan Anatomi,
Fisiologi, Atropometri, Psikologi dan Komputasi untuk Perancangan Kerja dan
Produk. Surabaya : Penerbit Guna Widya.

Oborne, David J. 1995. Ergonomic at Work Third Edition. England: John Wiley and Sons
Ltd.

Pheasant, Stephen. 1999. Bodyspaces. Great Britain: TJ International Ldt. Padstow


Cornwall.
Universitas Sriwijaya
Rahmat HS. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Nyeri Punggung
bawah pada Penarik-Penarik Becak. FKM USU download tanggal 20 Oktober
2016

Sakinah. (2012). Faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada
pekerjan batu bata di Kelurahan Lawawoi Kabupaten Sidrap. Diperoleh tanggal
17 November 2016 dari.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6701/JURNAL.pdf

Samara, Dina., Duduk Lama Sebabkan Nyeri Punggung Bawah, 2004,


http://www.kompas.com

Santoso. Gempur. 2004. Ergonomi : Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

Suma’mur. 1982. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Gunung Agung.
Jakarta.

Suma’mur P.K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. PT. Toko
Gunung Agung.

Suzilawati. 2005. Batu Ginjal Bukan Satu-Satunya Pemicu Nyeri Pinggang.


www.pikiranrakyat.com

Tarwaka, Solichul H, Bakri A, dan Sudiajeng Lilik. 2004. Ergonomi Untuk Kesehatan
dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta

Tunjung R. 2009. Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah di puskesmas.


dokterblog.wordpress.com/2009/05/17/diagnosis-dan-penatalaksanaan-nyeri-
punggung bawah-di-puskesmas/

Wira., Dari berbagai referensi, mengatasi nyeri pinggang, 2007,


http://www.wiramandiri.wodpress.com

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai