Modul BTCLS

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 619

MODUL

MATA PELATIHAN DASAR (MPD) 1


ETIK DAN ASPEK LEGAL
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...………………… ii


A. Tentang Modul Ini ………………………..………………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….……………… 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….………….……. 4
Materi Pokok …………………....……….……….…… 5
B. Kegiatan Belajar ……………………………………….…… 6
Materi Pokok 1: Peran dan Fungsi Perawat dalam
Gawat Darurat…………………….…. 7
Materi Pokok 2: Etik Keperawatan Gawat
Darurat…...….….….….….….….…. 18
Materi Pokok 3: Aspek Legal Keperawatan Gawat
Darurat……………………..………… 31
Referensi …………………………………………………..…… 45

ii
A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang peran dan fungsi perawat dalam
gawat darurat, etik keperawatan gawat darurat, dan aspek legal
keperawatan gawat darurat. Undang–Undang No. 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan menyatakan bahwa, Perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pelayanan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun
sakit.

Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang


dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk
menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan (Peraturan
Menteri Kesehatan No. 47 Tahun 2018). Pelayanan keperawatan
gawat darurat merupakan bagian dari pelayanan kegawatdaruratan
tidak dapat dilepaskan dari prinsip asuhan komprehensif
keperawatan. Emergency Nurses Association Amerika
mendefinisikan keperawatan gawat darurat sebagai pelayanan
keperawatan yang mencakup semua spesifikasi, dan termasuk
pelayanan keperawatan yang meliputi kelahiran, kematian,
pencegahan cedera, kesehatan wanita, penyakit, dan
penyelamatan kehidupan/life-saving dan penyelamatan anggota

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


tubuh (ENA, 2011). Kekhasan dari praktik keperawatan gawat
darurat adalah aplikasi proses keperawatan untuk pasien dari
segala usia, yang membutuhkan stabilisasi dan/atau resusitasi
untuk berbagai penyakit dan cedera (ENA 2011 dalam Kurniati,
Trisyani dan Theresia, 2018).

Dalam melaksanakan peran dan fungsinya serta menata hubungan


antara perawat dengan pasien diperlukan etika dan hukum profesi
keperawatan. Etika dan hukum keperawatan diperlukan sebagai
prinsip-prinsip yang mendasari perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan standar praktik profesi agar pelayanan
gawat darurat dapat diberikan dengan cepat, tepat dan aman.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami
Etik dan Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan peran dan fungsi perawat dalam gawat darurat.
2. Menjelaskan etik keperawatan gawat darurat.
3. Menjelaskan aspek legal keperawatan gawat darurat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Peran dan Fungsi Perawat dalam Gawat Darurat.
2. Etik Keperawatan Gawat Darurat.
3. Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


MATERI POKOK 1
PERAN DAN FUNGSI PERAWAT
DALAM GAWAT DARURAT

Pendahuluan
Pelayanan gawat darurat memiliki lingkup penanganan pasien
dalam kondisi penyakit atau cedera serius dan tidak terduga
(Solheim, 2015). Pelayanan keperawatan gawat darurat tidak dapat
dilepaskan dari prinsip asuhan komprehensif perawat dan
pentingnya peran perawat dalam kondisi gawat darurat. Perawat
dan tenaga kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan,
keterampilan, teknik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kegawatdaruratan kepada pasien.
Dasar hukum untuk peran dan fungsi perawat gawat darurat di
Indonesia adalah Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan dan Permenkes No. 47 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Gawat Darurat. Peran perawat gawat darurat dalam
mempertahankan kehidupan atau mencegah kecacatan adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Penjelasan lebih jauh
peran dalam melakukan tindakan antara lain (ENA.org, 2022;
ENA 2011 dalam Kurniati, Trisyani dan Theresa, 2018):
a. Triage, pengkajian dan monitoring berkelanjutan
b. Penyelamatan hidup (life saving) dan pencegahan
kecacatan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


c. Penanganan krisis psikososial klien dan keluarga saat
kondisi gawat darurat
2. Sebagai Penyuluh dan Konselor
Perawat berperan memberikan konsultasi pada klien melalui
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan
terarah sesuai dengan kondisi kegawatan dan bencana.
3. Sebagai Pengelola Pelayanan Gawat Darurat
Perawat berperan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan bersama tim kesehatan.
4. Sebagai peneliti
Perawat berperan meneliti agar kualitas pelayanan gawat
darurat selalu optimal.

Sesuai dengan fokus modul pelatihan BTCLS, maka penjelasan


peran perawat akan lebih diutamakan dalam pemberian asuhan
keperawatan gawat darurat.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan


peran dan fungsi perawat dalam gawat darurat

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Triage, Pengkajian dan Monitoring Kondisi Gawat Darurat
B. Life Saving dan Pencegahan Kecacatan
C. Penanganan Krisis Psikososial

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


Uraian Materi Pokok 1

Anda pasti pernah mendengar istilah triage? triage,


pengkajian primer dan pengkajian sekunder serta monitoring
merupakan bagian dari asuhan keperawatan gawat darurat.
Sebelum kita mempelajari materi etik dan aspek legal, kita
perlu pahami terlebih dahulu tentang triage, pengkajian dan
monitoring kondisi gawat darurat. Mari kita pelajari materi
berikut ini dengan semangat belajar yang tinggi!

Sebelum kita mempelajari tentang asuhan keperawatan gawat


darurat, perlu dipahami terlebih dahulu tentang kriteria
kegawatdaruratan berdasarkan Permenkes No. 47 Tahun 2018
tentang Pelayanan Kegawatdaruratan yang meliputi kondisi:
1. Mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang
lain/lingkungan;
2. Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi;
3. Adanya penurunan kesadaran;
4. Adanya gangguan hemodinamik; dan/atau
5. Memerlukan tindakan segera.
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien gawat darurat
terdiri dari triage, pengkajian dan monitoring kondisi gawat darurat;
life saving dan pencegahan kecacatan; serta penanganan krisis
psikososial.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


A. TRIAGE, PENGKAJIAN DAN MONITORING KONDISI GAWAT
DARURAT
1. Triage
Perawat gawat darurat mendasari asuhan keperawatan yang
diberikan melalui pengkajian. Triage, pengkajian primer dan
pengkajian sekunder merupakan langkah pengkajian di
pelayanan gawat darurat. Triage berasal dari bahasa Perancis
“trier” yang berarti memisahkan, memilah dan mengelompokkan.
Triage merupakan adalah proses memilah pasien yang datang
ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan cepat untuk
menentukan pasien yang perlu ditangani segera dan pasien
yang dapat menunggu. Prinsip triage adalah pemberlakuan
sistem prioritas menyeleksi pasien yang mengacu pada tingkat
ancaman jiwa dan menetapkan tingkat kegawatan pada katagori
merah, kuning, hijau atau hitam (Permenkes No. 47 Tahun
2018). Proses pemilahan pasien selanjutnya akan diajarkan
pada modul Triage.

2. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dalam proses keperawatan.
Dalam pelaksanaannya assessment/pengkajian merupakan
proses yang berkelanjutan di mana pada fase tersebut data
objektif dan subjektif dikumpulkan. Pada situasi gawat darurat,
assessment ditujukan untuk dapat mengidentifikasi kondisi
pasien dan resiko yang dapat mengancam kehidupan pasien.
Assessment di area gawat darurat dilakukan melalui primary
survey dan secondary survey yang akan dibahas lebih

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


mendalam pada modul penanganan kegawatdaruratan
selanjutnya.
a. Pengkajian Primer (Primary Survey)
Pengkajian Primer dilakukan dengan menerapkan langkah-
langkah DRABCDE (Danger, Response, Airway, Breathing,
Circulation, Disability dan Eksposure).
b. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Setelah kondisi stabil, maka dilakukan pengkajian sekunder.
Pengkajian sekunder adalah pengkajian yang terstruktur dan
sistematis, bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi pasien
lebih detail yang berfokus pada riwayat kesehatan, vital-sign,
dan pemeriksaan fisik.
3. Monitoring
Monitoring adalah aktivitas yang ditujukan untuk memberikan
informasi tentang sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang
sedang dilaksanakan. Monitoring diperlukan agar kesalahan
awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan
perbaikan, sehingga mengurangi risiko yang lebih besar.
Kondisi pasien gawat darurat harus selalu dalam monitoring
perawat yang meliputi:
a. Tanda-tanda vital terdiri dari tekanan darah, suhu, nadi,
frekuensi dan pola pernafasan
b. Tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan
Glasgow Coma Scales (GCS) atau dengan penilaian
kesadaran Alert, Verbal, Pain, Unresponse (AVPU).
c. Hemodinamik

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


Monitoring hemodinamik merupakan pengukuran kardiovaskuler
baik secara invasif atau non-invasif.
Pada modul BTCLS ini monitoring hemodinamik dilakukan
hanya pada pengukuran non-invasif yang terdiri dari tekanan
darah, denyut jantung, frekuensi dan pola nafas, saturasi
oksigen, produksi urin, dan GCS.
Kondisi penanganan pasien gawat darurat bersifat penyelamatan
nyawa dan sangat cepat terjadi perubahan kondisi klien. Perawat
dan tim kesehatan lainnya perlu melakukan tindakan yang tepat
cepat. Perawat harus dapat melakukan pengkajian dengan cepat
dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter,
mengevaluasi efektivitas pengobatan dan merevisi perencanaan
dalam parameter waktu yang sangat sempit. Hal tersebut
merupakan tantangan yang harus dilakukan dengan membuat
catatan keperawatan yang akurat melalui pendokumentasian.

Anda telah mempelajari triage, pengkajian dan monitoring


kondisi gawat darurat. Materi selanjutnya akan membahas
tentang life saving dan pencegahan kecacatan. Selamat
belajar dan mengikuti materi berikutnya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


B. LIFE SAVING DAN PENCEGAHAN KECACATAN

Kita sering mendengar istilah Life saving? Life saving


merupakan suatu proses, cara, tindakan yang berupa
penyelamatan nyawa, pengobatan dan pertolongan pertama
terhadap korban. Mari kita pelajari materi berikut ini dengan
semangat belajar yang tinggi!

Gawat darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan


kesehatan segera untuk penyelamatan nyawa (life saving) dan
pencegahan kecacatan (Permenkes No. 47 Tahun 2018). Keadaan
gawat darurat bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan dapat
menimpa siapa saja. Kondisi ini menuntut perawat memiliki
kemampuan melakukan pengkajian, tindakan pertolongan
penyelamatan hidup, stabilisasi kondisi dan transportasi ke fasilitas
yang lebih memadai.
Menurut Permenkes No. 47 Tahun 2018, kemampuan pelayanan
gawat darurat mulai dari triage, diikuti dengan penyelamatan nyawa
(life saving) atau pencegahan kecacatan dilakukan sesuai dengan
standar instalasi gawat darurat menurut jenis dan klasifikasi Rumah
Sakit. Di Indonesia telah ada sistem yang mendukung kesiapan
layanan kesehatan menangani kegawatdaruratan yang dinamakan
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Sistem
ini memfasilitasi kordinasi antara penanganan pre-hospital dengan
intra-hospital dan akan dijelaskan pada modul SPGDT.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


Prinsip penatalaksanaan pasien gawat darurat yaitu “Time Saving
is Life Saving” yang berarti bahwa semua tindakan yang dilakukan
pada saat kondisi gawat darurat harus benar-benar tepat, cepat
dan aman. Hal ini karena pasien dapat kehilangan nyawa hanya
dalam hitungan menit jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat.
Penanganan kegawatdaruratan dapat diberikan kepada individu
yang mengalami kondisi darurat akibat ruda paksa atau sebab
medik. Penanganan kegawatan dimulai dari tempat ditemukannya
korban tersebut sampai di rumah sakit rujukan untuk dilakukan
pengobatan definitif yang sesuai.
Pengkajian dan tindakan awal untuk penyelamatan hidup dan
pencegahan kecacatan dalam kegawatdaruratan dikenal dengan
istilah Initial Assessment dengan urutan tindakan dikenal dengan
singkatan ABCDEFG. Tindakan Initial Assessment tersebut terdiri
dari pengkajian yang diikuti dengan tindakan penanganan masalah
Airway, Breathing Circulation, Disability, Eksposure, Folley
Chateter, Gastric Tube yang akan dijelaskan pada modul Initial
Assessment.

Kita telah mempelajari tentang life saving dan pencegahan


kecacatan. Materi selanjutnya akan membahas tentang
penanganan krisis psikososial. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


C. PENANGANAN KRISIS PSIKOSOSIAL

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang penanganan


krisis psikososial. Mari kita pelajari materi berikut dengan
penuh semangat belajar!

Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk


mengatasi kondisi kedaruratan yang dialami pasien, tetapi juga
memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan
yang dialami pasien dan keluarga sebagai respons psikologis pada
kondisi trauma. Pada situasi gawat darurat, sering terjadi kematian
atau trauma yang menyebabkan kehilangan anggota tubuh pasien.
Reaksi psikologis yang umumnya muncul pada pasien maupun
keluarga berupa cemas berat sampai panik, dan kehilangan.
Kecemasan merupakan suatu kondisi ketidaktentuan, rasa gelisah,
atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau
dikenal. Sementara kehilangan diartikan sebagai situasi yang
terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, terjadi perubahan, tidak
memungkinkan ada atau sesuatu yang hilang. Peristiwa atau
kondisi kesehatan yang mengancam nyawa, kehilangan atau
kematian anggota keluarga merupakan stimulus yang dapat
menimbulkan stres pada pasien dan keluarga.
Tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk menangani cemas
berat atau panik dan kondisi kehilangan pasien dan keluarga dapat
berupa terapi relaksasi (Broman-Fulks & Kelso, 2012). Intervensi
keperawatan pada pasien ansietas terdiri dari observasi, tindakan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


terapeutik dan edukasi (PPNI, 2018). Kegiatan tersebut meliputi:
1. Perawat gawat darurat berempati dengan kondisi klien,
2. Melakukan teknik relaksasi misalnya: teknik pernapasan
diafragma, relaksasi otot progresif, imajinasi terbimbing, dan
berdoa
3. Memfasilitasi dengan rohaniawan
4. Melakukan edukasi/informasi kondisi klien

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 1. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan? Mari istirahat sejenak
untuk memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat
melanjutkan kegiatan belajar 2 ya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


SEKARANG SAYA TAHU

A. Triage, pengkajian dan monitoring diperlukan agar kesalahan


awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan
perbaikan, sehingga mengurangi risiko yang lebih besar,
mengapa diperlukannya monitoring pada kondisi
kegawatdaruratan, perubahan tanda vital yang signifikan
(hipo/hipertermia, disritmia, distres pernapasan).
B. Live saving merupakan suatu proses, cara, tindakan yang
berupa penyelamatan, pengobatan dan pertolongan pertama
terhadap korban. Untuk dapat menyelamatkan hidup/life saving
dan mencegah kecacatan pada pasien, perawat gawat darurat
diharapkan dapat melakukan peran dan fungsinya dengan
baik.
C. Pada situasi gawat darurat reaksi psikologis yang biasa muncul
baik pada pasien maupun keluarga dapat berupa kecemasan
dan kehilangan. Pada kondisi krisis psikologis perawat dapat
melakukan intervensi berupa tindakan relaksasi mengurangi
stres fisik atau mental melalui observasi, tindakan terapeutik
dan edukasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


MATERI POKOK 2
ETIK KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT
Pendahuluan
Perawat sebagai suatu profesi memiliki tuntunan nilai-nilai yang
harus dijadikan acuan dalam berhubungan dengan orang lain
ketika menjalankan tugas dan fungsi dalam profesinya. Etika
profesi keperawatan telah diatur di dalam Kode Etik Keperawatan
Indonesia dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Kode etik keperawatan menurut PPNI adalah pernyataan atau
keyakinan mengenai kepedulian, nilai serta tujuan dari
keperawatan. Kode etik keperawatan terdiri dari 5 (lima) pokok etik
yang mengatur hubungan perawat dan klien, perawat dan praktek,
perawat dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, serta
perawat dan profesi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
etik keperawatan gawat darurat.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Pengertian Etik
B. Sikap-Sikap Etik Keperawatan Gawat Darurat
C. Masalah-Masalah Etik

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


Uraian Materi Pokok 2

Anda pasti sering mendengar istilah Etik Keperawatan? Etik


Keperawatan merupakan suatu sistem yang mengatur
bagaimana hubungan perawat dengan pasien dan hubungan
perawat dengan profesional kesehatan dalam memberikan
asuhan keperawatan. Pelajarilah materi berikut ini dengan
semangat ya!

A. PENGERTIAN ETIK

Etika merupakan pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup,


kekuatan moral, sistem nilai, kesepakatan, serta himpunan hal-hal
yang diwajibkan, larangan untuk suatu kelompok/ masyarakat dan
bukan merupakan hukum atau undang-undang. Aturan moral pada
suatu profesi dikembangkan oleh organisasi profesi yang disebut
Kode Etik Keperawatan.

Perawat merupakan tenaga kesehatan profesional yang dituntut


untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.
Perawat profesional diharapkan memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang baik dalam bidang keperawatan. Etika
keperawatan merupakan satu hal penting yang perlu dipahami oleh
perawat sebagai penunjang sikap profesional perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan tersebut. Etika keperawatan
merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik
keperawatan.

Anda telah mempelajari pengertian etik. Materi selanjutnya


akan membahas tentang Sikap-sikap etik keperawatan gawat
darurat. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


B. SIKAP-SIKAP ETIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang sikap-sikap


etik keperawatan gawat darurat. Yuk pelajari materi berikut
dengan semangat!

Standar Etik Keperawatan di Indonesia tertuang dalam Kode Etik


Keperawatan Indonesia dari Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) Kode Etik merupakan pernyataan standar
profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan
menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan. Kode Etik
Keperawatan Indonesia meliputi (PPNI, 2016):
Perawat dan Klien
1. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan
tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan,
warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang
dianut serta kedudukan sosial.
2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari
klien.
3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang
membutuhkan asuhan keperawatan.
4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.

Perawat dan Praktik


1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi di bidang
keperawatan melalui belajar terus menerus.
2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan
yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan
pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien.
3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi
yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta
kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima
delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.
4. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi
keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku professional.

Perawat dan Masyarakat


1. Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat
untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam
memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

Perawat dan Teman Sejawat


1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama
perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam
memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.
2. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak
etis dan illegal.

Perawat dan Profesi


1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya
dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
2. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan
profesi keperawatan.
3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk
membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi
terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

Prinsip-prinsip etik dalam keperawatan gawat darurat mengacu


pada beberapa unsur yang terkait dengan profesi keperawatan.
Profesi keperawatan bentuk intervensinya adalah care atau peduli,
dengan demikian segala prinsip-prinsip etik yang digunakan oleh
profesi perawat adalah dalam rangka memenuhi kepedulian. Peduli
pada profesi keperawatan ditunjang oleh empat unsur utama,
yaitu:
1. Respect to Other
Prinsip respek diartikan sebagai perilaku perawat yang
menghargai klien dan keluarganya. Perawat menghargai hak-
hak klien seperti hak pencegahan bahaya dan mendapatkan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


penjelasan secara benar. Penerapan “informed–consent” secara
tidak langsung menyatakan suatu trilogi hak klien, yaitu hak
untuk dihargai, hak untuk menerima dan menolak tindakan.
2. Compassion
Secara sederhana compassion diartikan sebagai rasa iba dan
juga rasa sayang pada kliennya. Rasa iba ini dapat dipelajari
dengan cara melihat wajah klien. Pada wajah klien
tergambarkan penderitaan akibat sakit yang dialami. Wajah akan
memberikan kenyataan yang sesungguhnya. Dengan demikian
kenalilah wajah klien, karena wajah ini akan menimbulkan belas
kasih dari yang melihatnya
3. Advocacy
Pengertian dari advocacy adalah melindungi klien supaya
selamat selama berada dalam asuhan keperawatannya.
Advocacy dapat dilakukan dengan cara menjamin intervensi
yang diberikan perawat agar selalu aman. Hal ini dapat
diperoleh bila perawat memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kompetensi yang dimilikinya. Bila perawat tidak memiliki
kompetensi, maka ia tidak layak diberi penugasan untuk
intervensi tersebut.
4. Intimacy
Intimacy diartikan sebagai hubungan perawat dengan kliennya,
merupakan suatu hubungan yang sangat dekat sekali, karena
sejak klien kontak dengan perawat, klien akan selalu berada di
bawah pengawasan perawat. Pengawasan ini akan berakhir jika
klien pulang atau meninggal dunia.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


Keempat unsur ini diturunkan pada kode etik keperawatan. Selain
empat unsur utama tersebut, terdapat unsur lain yang menjadi
pertimbangan dan unsur kemanusiaan yaitu beneficence, non-
maleficence dan justice yang dikembangkan oleh Hippocrates
(400-300 DSM). Kemudian Beachamp dan Childress (1969)
menambahkan dengan autonomy yang banyak terkait dengan
informed consent.
1. Berbuat Baik (Beneficience)
Prinsip berbuat baik untuk tujuan mencegah terjadinya kelalaian
atau kesalahan (malapraktik) dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Sebagai contoh pada kasus gagal
nafas maka perawat harus memberikan posisi dan terapi
oksigen sesuai dengan kebutuhan klien. Contoh lain pada kasus
infark miokard akut, maka tindakan tirah baring total sesuai
dengan kondisi klien merupakan bagian beneficience.
2. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)
Perawat dalam melakukan praktik keperawatan tidak
menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Contohnya pada kasus trauma kepala yang diperkirakan
memiliki fraktur servikal, maka perawat memasangkan collar
neck dan imobilisasi leher saat transportasi dan evakuasi.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan (justice) direfleksikan perawat dengan
melakukan praktik keperawatan melalui intervensi yang tepat
sesuai dengan hukum, standar praktek dan keyakinan yang
benar agar klien mendapatkan pelayanan yang berkualitas.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


Dalam prinsip ini perawat harus berlaku adil pada setiap klien
sesuai dengan kebutuhannya.
4. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan
untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri sesuai
dengan hakikat manusia yang mempunyai harga diri dan
martabat. Contohnya klien berhak menolak tindakan invasif yang
dilakukan oleh perawat. Perawat harus menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
Unsur lain terkait dengan kemanusiaan adalah veracity, privacy,
confidentiality dan fidelity yaitu sebagai berikut:
1. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity adalah memberikan informasi yang benar,
akurat, komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi
pemahaman dan penerimaan informasi oleh klien. Perawat perlu
memberitahukan kondisi sesungguhnya pasien namun tetap
mempertimbangkan kondisi kesiapan mental klien serta harus
berkordinasi dengan tim kedokteran.
2. Privacy
Prinsip Privacy mempunyai pemahaman bahwa selain klien tidak
ada yang boleh mengakses informasi tentang diri klien. Privacy
ini merupakan wujud perlindungan yang diberikan oleh perawat
pada klien. Perlindungan berlaku saat klien masih sadar, sampai
klien tidak sadar atau meninggal.
3. Menepati janji (Fidelity)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta dapat
menyimpan rahasia klien. Contoh kasusnya misalnya perawat
telah menyepakati bersama klien untuk mendampingi klien pada
saat tindakan maka perawat harus siap untuk memenuhinya.
4. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
yang harus dijaga privasinya. Segala sesuatu yang terdapat
dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dilihat dan
diketahui untuk tujuan pengobatan klien dan aspek hukum.
Agar prinsip-prinsip etik keperawatan dapat dilaksanakan maka
diperlukan suatu karakter yang baik. Karakter yang baik menurut
Carol Gilligan adalah Truth. Truth adalah suatu karakter yang
terpuji, dimana perawat bertanggung jawab penuh terhadap
intervensi keperawatan yang diberikan. Perawat akan melihat
kepentingan klien dan bagaimana kepentingan ini dapat dipenuhi.
Bila prinsip-prinsip etik ini dapat dipenuhi, maka klien akan merasa
aman di tangan perawat dan perawat menunjukkan profesi
mulianya pada klien dan masyarakat .

Anda telah mempelajari Sikap-sikap etik keperawatan gawat


darurat. Materi selanjutnya akan membahas tentang Masalah-
masalah etik. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


C. MASALAH-MASALAH ETIK

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang masalah-


masalah etik. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh
semangat belajar!

Masalah-masalah etik dalam keperawatan gawat darurat berupa:


1. Konflik etik antara teman sejawat
Dalam memberikan asuhan keperawatan berkualitas seringkali
perawat dihadapkan dengan konflik antara perawat. Perawat
harus menjaga nama baik antara teman sejawat, namun jika ada
teman yang melakukan pelanggaran atau dilema etik maka perlu
diselesaikan secara bijaksana.
2. Menghadapi penolakan pasien terhadap tindakan keperawatan
atau pengobatan
Penolakan pasien dalam menerima pengobatan dapat terjadi
dan dipengaruhi beberapa faktor seperti pengetahuan, tuntutan
untuk cepat sembuh, keuangan dan sosial.
3. Masalah peran dalam merawat dan mengobati
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan,
terkadang saling tumpang tindih dengan peran mengobati
terutama pada perawat yang ada di pelayanan tingkat pertama
di daerah.
4. Berkata jujur atau tidak jujur
Dalam memberikan asuhan keperawatan sering kali perawat
berkata jujur namun tidak sesuai dengan kaidah asuhan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


keperawatan. Salah satu contoh dalam menjelaskan tindakan
invasif, perawat sering menjawab “tindakan ini tidak sakit”.
5. Pembuatan keputusan dalam dilema etik
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit diputuskan,
dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau sebanding.
Dalam dilema etik tidak ada benar atau salah, untuk membuat
keputusan etis harus berdasarkan pada pemikiran yang rasional
bukan emosional.

Anda telah menyelesaikan mata pelatihan etik keperawatan


gawat darurat. Semoga semakin meningkatkan pemahaman
kita. Mari kita lanjutkan mempelajari mata pelatihan
berikutnya dengan semangat tinggi!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


SEKARANG SAYA TAHU

A. Etika merupakan pengetahuan moral dan susila, falsafah


hidup, kekuatan moral, sistem nilai, kesepakatan, serta
himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan untuk suatu
kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau
undang-undang.
B. Sikap-sikap etik keperawatan gawat darurat terkait dengan
standar yang mengatur tentang kewajiban perawat terhadap
pasien. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
gawat darurat harus berpedoman pada prinsip-prinsip etik
sehingga tidak menimbulkan permasalahan etik.
C. Masalah-masalah etik pada perawat diantaranya terkait konflik
dengan teman sejawat, masalah peran dan fungsi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, serta
pembuatan keputusan dalam dilema etik.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


MATERI POKOK 3
ASPEK LEGAL KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
Pendahuluan
Aspek legal keperawatan disusun untuk memberikan perlindungan
terhadap perawat sebagai penolong dan pasien (yang ditolong)
sesuai dengan hukum yang berlaku. Peraturan perundangan yang
mengatur tentang keperawatan gawat darurat diantaranya adalah
Undang-Undang Keperawatan No. 38 Tahun 2014 terkait
Keperawatan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 47 Tahun 2018
tentang Pelayanan Kegawatdaruratan, dan Undang-Undang
Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pelanggaran terhadap etik dan legal oleh perawat dalam
menjalankan tugas keprofesiannya akan mendapatkan sanksi etik
dan tuntutan hukum yang harus dipertangggungjawabkan. Pada
modul ini akan dijelaskan sansi etik dan sanksi hukum keperawatan
termasuk sanksi hukum untuk kelalaian pemberian pertolongan
pertama pada kondisi gawat darurat.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan


aspek legal keperawatan gawat darurat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


Sub Materi Pokok
Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
A. Aspek Hukum Keperawatan Gawat Darurat
B. Sanksi Etik dan Tuntutan Hukum Keperawatan Gawat Darurat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


Uraian Materi Pokok 3

Anda pasti sering mendengar istilah Aspek Legal


Keperawatan Gawat Darurat? Pelajarilah materi berikut ini
dengan semangat belajar yang tinggi ya!

A. ASPEK HUKUM KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


1. Hukum
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,
yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
Pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

2. Fungsi Hukum dalam Keperawatan


Hukum mempunyai beberapa fungsi dalam keperawatan:
a. Hukum memberikan aturan untuk menentukan tindakan
keperawatan mana yang sesuai dengan hukum.
b. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandiri.
c. Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan
dengan mewajibkan perawat memiliki akuntabilitas sesuai
hukum.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


3. Dasar Hukum Keperawatan Gawat Darurat

a. Undang-Undang Keperawatan No. 38 Tahun 2014 terkait


Keperawatan.
Undang-undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
disahkan pada tanggal 25 September Tahun 2014. Undang-
Undang Keperawatan menjadi dasar hukum dalam
pengaturan praktik keperawatan termasuk praktik
keperawatan gawat darurat dan bencana. Undang-Undang
Keperawatan terdiri dari 13 bab dengan 66 pasal.
Penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan
secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan
terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi,
kewenangan, etik, dan moral tinggi. Dalam kaitannya dengan
keperawatan gawat darurat dan bencana, Undang-undang
No. 38 Tahun 2014 memberikan arah tentang praktik
keperawatan yang dilakukan harus didasarkan pada kode
etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur
operasional (SPO) serta didasarkan kebutuhan pelayanan
kesehatan dan/atau pelayanan keperawatan masyarakat di
suatu wilayah.
Aturan dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan gawat darurat antara lain:
1) Pengertian Perawat dan Dasar Hukum Praktik Perawat
Dalam Undang-undang No. 38 Tahun 2014 pada Bab 1
ketentuan umum dijelaskan beberapa hal yang harus

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 34


dipahami tentang pengertian perawat dan dasar hukum
kewenangan perawat, antara lain:
Pasal 1, ayat:
1. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan
perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi
perawat dengan klien dan lingkungannya untuk
mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan
kemandirian klien dalam merawat dirinya
3. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan
terhadap kompetensi perawat yang telah lulus uji
kompetensi untuk melakukan praktik keperawatan.
4. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk
melakukan praktik keperawatan yang diperoleh lulusan
pendidikan profesi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap perawat
yang telah memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat
profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan
praktik keperawatan.
6. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Keperawatan kepada perawat yang telah diregistrasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


7. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat
SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/ kota kepada perawat
sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan
praktik keperawatan.
Perawat dapat melakukan praktik keperawatan jika telah
memiliki semua persyaratan hukum meliputi sertifikat
kompetensi, sertifikat profesi, Surat Tanda Registrasi
(STR) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP).

2) Tugas dan Kewenangan Perawat Gawat Darurat


Dalam menjalankan tugasnya atau dalam melaksanakan
praktik keperawatan, kewenangan perawat diatur sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun
2014 Bab V pada Bagian Kedua Tugas dan Kewenangan,
diantaranya adalah:
Pasal 29
Dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat
bertugas sebagai:
a. Pemberi asuhan keperawatan;
b. Penyuluh dan konselor bagi klien;
c. Pengelola pelayanan keperawatan;
d. Peneliti keperawatan;
e. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang;
dan/ atau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 36


f. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan
tertentu.

Pasal 30
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan
keperawatan di bidang upaya perorangan, perawat
berwenang:
a. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik;
b. Menetapkan diagnosis keperawatan;
c. Merencanakan tindakan keperawatan;
d. Melaksanakan tindakan keperawatan;
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan;
f. Melakukan rujukan;
g. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat
sesuai dengan kompetensi;
h. Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi
dengan dokter;
i. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
j. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat sesuai
resep tenaga medis atau obat bebas atau obat bebas
terbatas.

Pasal 35
(1) Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan
pertama, perawat dapat melakukan tindakan medis
dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 37


(2) Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien
dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
(3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan keadaan yang mengancam nyawa atau
kecacatan klien.
(4) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh perawat sesuai dengan hasil evaluasi
berdasarkan keilmuannya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
3) Sanksi Administrasi
Pada Bab XI pasal 58 tentang sanksi administratif ditujukan
untuk pelanggaran administrasi, misalnya tidak memiliki
STR, tidak memiliki ijin praktik di Indonesia.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018
tentang Pelayanan Kegawatdaruratan
Permenkes No. 47 Tahun 2018 menjelaskan tentang
pengertian pelayanan kegawatdaruratan dan kriteria
kegawatdaruratan yang harus segera ditangani. Permenkes
ini juga menyatakan bahwa setiap fasilitas pelayanan
kesehatan harus melakukan penanganan kegawatdaruratan
intrafasilitas pelayanan kesehatan dan antarfasilitas
pelayanan kesehatan. Dalam hal penanganan
kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 38


dilakukan di Rumah Sakit, kategori terdiri atas Pelayanan
Kegawatdaruratan level I, level II, level III, dan level IV.
Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan merupakan
tindakan rujukan ke rumah sakit yang lebih memadai.
c. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Pelayanan darurat wajib dilakukan oleh seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan (pasal 32) dan sanksi pidana (pasal
190).
Kewajiban penanganan kondisi darurat termaktub pada pasal
32 yaitu:
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan,
baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien
dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan,
baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien
dan/ atau meminta uang.

Anda telah mempelajari tentang dasar hukum keperawatan


gawat darurat. Materi selanjutnya akan membahas tentang
sanksi etik dan tuntutan hukum terkait keperawatan gawat
darurat. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 39


B. SANKSI ETIK DAN TUNTUTAN HUKUM TERKAIT
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang sanksi etik


dan tuntutan hukum terkait keperawatan gawat darurat. Yuk
pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Sanksi etik dapat diartikan sebagai tindakan atau hukuman


terhadap seseorang yang melanggar aturan atau ketentuan yang
ada pada suatu perkumpulan atau organisasi.
Sanksi untuk pelanggaran etik keperawatan terbagi atas:
1. Sanksi pelanggaran ringan, yaitu dengan:
a. Berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi; dan
b. Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan
2. Sanksi pelanggaran sedang, yaitu dengan:
a. Harus mengembalikan barang atau uang yang diminta
kepada pasien atau keluarganya;
b. Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan; dan
c. Membuat surat pernyataan di atas kertas segel bermaterai
tidak akan mengulanginya lagi
3. Sanksi pelanggaran berat
a. Harus meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan;
b. Membuat surat pernyataan di atas kertas segel bermaterai
tidak akan mengulanginya lagi;
c. Dilaporkan terhadap pihak kepolisian; dan
d. Diberhentikan dari kedinasan dengan tidak hormat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 40


Sanksi Etik Keperawatan mengacu pada Pedoman
Penyelesaian Sengketa Etik Keperawatan (DPP PPNI, 2017)
yang terdiri dari:
1. Sanksi etik terhadap perawat pelanggar bersifat pembinaan
dan ditetapkan oleh majelis pemeriksa MKEK.
2. Sanksi yang diberikan tergantung dari berat, ringannya
pelanggaran yang dilakukan perawat teradu.
3. Sanksi dapat berupa: penasehatan, peringatan lisan,
peringatan tertulis, pembinaan perilaku, reshooling,
pemecatan sementara dan pencabutan keanggotaan.
Sanksi hukum diartikan sebagai hukuman atas pelanggaran suatu
peraturan (KBBI). Terdapat beberapa jenis sanksi yaitu: 1) sanksi
administrasi, 2) sanksi pidana atau 3) sanksi perdata. Dalam
Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan hanya
ada sanksi administrasi. Pada Bab XI pasal 58 tentang sanksi
administratif ditujukan untuk pelanggaran administrasi, misalnya
tidak memiliki STR, tidak memiliki ijin praktik di Indonesia.
Pasal 58
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. Teguran lisan;
b. Peringatan tertulis;
c. Denda administratif; dan/ atau
d. Pencabutan izin.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 41


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


menjelaskan sanksi hukum untuk kelalaian pemberian pertolongan
pertama pada kondisi gawat darurat pada Bab XX Ketentuan
Pidana, yaitu;
Pasal 190
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/ atau tenaga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam
keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dan/ atau tenaga kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 42


Kita telah menyelesaikan kegiatan belajar 3. Seorang perawat
gawat darurat harus mampu melaksanakan peran dan
fungsinya serta menata hubungan dengan pasien sesuai
dengan etika dan hukum profesi keperawatan dengan
memahami etik dan aspek legal keperawatan. Mari kita
istirahat sejenak untuk memulihkan konsentrasi dan energi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 43


SEKARANG SAYA TAHU

A. Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,


yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib. Aspek legal praktik keperawatan tercantum pada
Undang-undang praktik keperawatan. Aspek etik keperawatan
gawat darurat terkait dengan pasal yang mengatur tentang
kewajiban perawat terhadap pasien.
B. Dalam standar kode etik keperawatan terdapat beberapa jenis
pelanggaran etik keperawatan mulai dari pelanggaran ringan,
sedang dan berat. Pada setiap jenis pelanggaran etik
keperawatan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan
pelanggaran yang telah dilakukan.

Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan MPD. 1 Etik dan Aspek Legal dan
Keperawatan Gawat Darurat. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari kembali modul dari awal
ya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 44


REFERENSI

1. Broman-Fulks, J.J. and Kelso, K. (2012). Stress Management.


Research Gate.
https://www.researchgate.net/profile/Joshua_BromanFulks/publicati
on/273946086_Stress_Management/links/5510d20f0cf20352196ca
48c/Stress-Management.pdf diunduh pada tanggal 24 Agustus
2022.
2. https://www.ena.org/membership/why-emergency-nursing diunduh
pada tanggal 13 Agustus 2022.
3. Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
4. Indonesia. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan.
5. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47
Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.
6. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien.
7. Kurniati, Trisyani dan Theresia, 2018. Keperawatan Gawat Darurat
dan Bencana Sheely: edisi Indonesia 1, Elsevier, Singapore.
8. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2016. Buku Saku Kode Etik
Keperawatan, Jakarta: DPP PPNI.
9. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Pedoman Perilaku
Sebagai Penjabaran Kode Etik Keperawatan, Jakarta: DPP PPNI.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 45


10. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Pedoman
Penyelesaian Sengketa Etik Keperawatan, Jakarta: DPP PPNI.
11. Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia, Jakarta: DPP PPNI.
12. Solheim. Emergency Nursing: The Profession, The Pathway, The
Practice. Sigma Theta Tau International, 2016.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 46


MODUL
MATA PELATIHAN DASAR (MPD) 2
SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT
DARURAT TERPADU
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… ii


A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….………… 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 3
Materi Pokok …………………....……….………. 4
B. Kegiatan Belajar
Materi Pokok 1 Konsep SPGDT...……….………. 6
Materi Pokok 2 Penyelenggaraan SPGDT...…... 19
Materi Pokok 3 Sistem Rujukan Kegawatdaruratan 26
Referensi ………………………………………………….. 35
A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)
merupakan sebuah sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi
sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan
multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi
korban kegawatdaruratan. SPGDT sangat bermanfaat untuk
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan serta
mempercepat waktu penanganan (response time) korban/pasien
gawat darurat sehingga diharapkan dapat menurunkan angka
kematian dan kecacatan.
Modul ini membahas tentang tiga materi pokok terdiri dari materi
pokok pertama yaitu konsep SPGDT, penyelenggaraan SPGDT dan
sistem rujukan kegawatdaruratan. Untuk konsep SPGDT diuraikan
pengertian SPGDT, maksud dan tujuan SPGDT, fase-fase didalam
penanggulangan gawat darurat tertentu dan komponen-komponen
yang terlibat dalam setiap fase pelayanan gawat darurat.
Materi pokok kedua adalah penyelenggaraan SPGDT yang
membahas tentang sistem komunikasi gawat darurat pada National
Command Centre (NCC) atau pusat komando nasional dan Public
Safety Center (PSC), sistem penanganan korban gawat darurat,
sistem transportasi gawat darurat dan alur penyelenggaraan
SPGDT.
Materi pokok ketiga adalah membahas tentang sistem rujukan
kegawatdaruratan yang menjelaskan tentang SISRUTE (sistem

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


TUJUAN PEMBELAJARAN
informasi rujukan terintegrasi) dan syarat merujuk penderita dengan
metode 4W + 1H (who, when, where, why + how).

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan Konsep SPGDT
2. Menjelaskan Penyelenggaraan SPGDT
3. Menjelaskan Sistem Rujukan Kegawatdaruratan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Konsep SPGDT
2. Menjelaskan Penyelenggaraan SPGDT
3. Menjelaskan Sistem Rujukan Kegawatdaruratan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


MATERI POKOK 1
KONSEP SPGDT

Pendahuluan
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)
merupakan sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan
didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi)
untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita.
SPGDT ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kegawatdaruratan serta mempercepat waktu
penanganan (response time) korban/pasien gawat darurat sehingga
dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat menjelaskan Konsep
SPGDT

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Pengertian SPGDT
B. Maksud dan tujuan dari SPGDT
C. Fase-fase didalam penganggulangan gawat darurat gadar
tertentu
D. Komponen-komponen yang terlibat dalam setiap fase pelayanan
gawat darurat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


Uraian Materi Pokok 1

Sebagai seorang perawat, Anda tentu pernah atau bahkan


sering menghadapi kasus kegawatdarutan yang berpotensi
mengancam nyawa, bukan? Kondisi seperti ini pasti tidak
mengenakkan dan seringkali menimbulkan kepanikan jika
kita tidak siap untuk menghadapinya. Nah, untuk
mengoptimalkan kesiapan dalam merespons kejadian gawat
darurat, dibutuhkan suatu sistem yang matang dan
terintegrasi, yang dapat secara sigap melakukan penanganan
kasus kegawatdaruratan, atau yang sering disingkat sebagai
SPGDT. Seperti apakah konsep SPGDT itu? Mari kita pelajari
materi berikut ini.

A. Pengertian SPGDT
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah
suatu mekanisme pelayanan korban/pasien gawat darurat yang
terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan kode
akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat.
(Permenkes RI No. 19 Tahun 2016).
SPGDT sehari hari adalah SPGDT yang diterapkan pada pelayanan
gawat darurat sehari hari terhadap individu seperti penanganan
kasus serangan jantung, stroke, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu
lintas, dan sebagainya. SPGDT bencana adalah sistem
penanggulangan gawat darurat terpadu yang ditujukan untuk
mengatur pelaksanaan penanganan korban pada bencana.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


Dari pengertian di atas, apakah Anda telah memiliki gambaran
singkat tentang SPGDT? Lalu apa maksud dan tujuan
diselenggarakannya SPGDT? Mari kita simak penjelasan
berikut.

B. Maksud dan Tujuan dari SPGDT


SPGDT bertujuan untuk:
1. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan
2. Mempercepat waktu penanganan (response time)
korban/pasien gawat darurat dan menurunkan angka kematian
serta kecacatan.
Ruang lingkup pengaturan SPGDT meliputi penyelenggaraan
kegawatdaruratan medis sehari-hari maupun dalam keadaan
bencana.

C. Fase-Fase didalam Penanggulangan Gadar Gawat Darurat


Tertentu

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang fase-fase


yang dilalui dalam SPGDT, dimana fase ini ibarat mata rantai
yang tidak boleh terputus. Apa sajakah fase tersebut?

Dalam memberikan pelayanan, SPGDT dibagi menjadi 3 sub


sistem, yaitu:
1. Penanganan Pra-Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan merupakan
tindakan pertolongan terhadap korban/pasien gawat darurat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


yang cepat dan tepat di tempat kejadian sebelum mendapatkan
tindakan di fasilitas pelayanan kesehatan.
a. Public Safety Center (PSC)
Adalah pusat pelayanan yang menjamin akses masyarakat
dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan
medis yang berada di kabupaten/kota maupun provinsi,
merupakan ujung tombak pemberi pelayanan untuk
mendapatkan respon cepat dan tepat selama 24 jam secara
terus menerus kepada masyarakat yang membutuhkan. PSC
berfungsi sebagai penerima laporan adanya
kegawatdaruratan, memberi bantuan terhadap kejadian
gawat darurat pra fasilitas melalui pertolongan pertaman,
mengirimkan tim bantuan medis dan evakuasi atau
transportasi korban ke fasilitas kesehatan.
Kegawatdaruratan yang dilayani adalah keadaan gawat
darurat medis sehari-hari, seperti kecelakaan lalu lintas,
kegawatdaruratan ibu dan anak, kejadian/sakit mendadak
dan bermacam trauma, kondisi kritis, keluhan medis, nyeri
dan lain lain.
Pada perkembangannya, PSC bisa didirikan oleh masyarakat
suatu desa untuk kepentingan masyarakat, dimana
pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah.
Ketenagaan yang diperlukan dalam tim kegawat daruratan
PSC 119 adalah:
1. Koordinator adalah tenaga medis/tenaga kesehatan yang
ditunjuk sebagai pimpinan di PSC yang memiliki
kemampuan dalam manajemen organisasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


2. Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat dan
bidan yang memiliki ketrampilan penanganan gawat
darurat medik.
3. Petugas Operator Call Center adalah tenaga kesehatan
yang memiliki kemampuan memahami kasus kasus
kegawatdaruratan.
4. Pengemudi ambulans adalah tenaga non kesehatan yang
memiliki kemampuan mengendarai ambulans dan
memiliki SIM sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Tenaga Kefarmasian (apabila diperlukan) untuk
mengelola obat obatan yang ada di PSC 119 atau bekerja
sama dengan fasyankes lainnya.
6. Tenaga pendukung seperti teknologi informasi,
administrasi dan tenaga lainnya.
7. Pada satu PSC 119 dapat dibentuk beberapa tim
kegawatdaruratan.
b. Pelayanan Ambulans
Pelayanan ambulans merupakan kegiatan pelayanan terpadu
dalam suatu koordinasi yang memberdayakan ambulans milik
puskesmas, klinik swasta, institusi pemerintah maupun
swasta. Dari semua komponen tersebut akan dikoordinasikan
melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama antara
pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka
melaksanakan mobilisasi ambulans untuk kegiatan sehari-
hari ataupun bila terjadi korban massal. Secara teknis
ambulans dapat dikelompokan menjadi:
1. Ambulans transport, yang terdiri atas;

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


1). Ambulans transport Darat
2). Ambulans transport Air
3). Ambulans transport Udara
2. Ambulans Gawat Darurat, yang terdiri atas:
1). Ambulans Gawat Darurat Darat
a) Ambulans Gawat Darurat Darat Roda 2 (dua)
b) Ambulans Gawat Darurat Darat Roda 4 (empat)
atau lebih
2). Ambulans Gawat Darurat Air
3). Ambulans Gawat Darurat Udara
Ambulans transport ataupun ambulans gawat darurat dapat
berupa kendaraan roda dua, roda empat atau lebih.
Ambulans dilengkapi dengan peralatan medis untuk
memberikan pertolongan pada korban/pasien dalam keadaan
gawat darurat mulai dari pra fasyankes dan transportasi dari
lokasi kejadian ke tempat tindakan defenitif di fasyankes.
c. Sistem Pelayanan pada Keadaan Bencana
Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan
korban massal memerlukan cara-cara khusus yang harus
dilakukan, yaitu:
1) Koordinasi dan Komando
Dalam keadaan bencana diperlukan kegiatan yang
melibatkan unit-unit kegiatan lintas sektor. Kegiatan
tersebut bisa efektif dan efisien bila berada dalam satu
komando dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh
semua unsur yang terlibat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


2) Eskalasi dan mobilisasi sumber daya
Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang
mengakibatkan korban massal yang harus dilakukan
eskalasi atau berbagai peningkatan SDM.
3) Simulasi
Didalam penyelenggaran kegiatan pada penanganan
bencana diperlukan ketentuan-ketentuan berupa prosedur
tetap, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis
operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas
sebagai standar pelayanan.
4) Pelaporan Monitoring dan Evaluasi
Seluruh kegiatan penanganan bencana harus
didokumentasikan dalam bentuk pelaporan yang baik.
Pelaporan dapat bersifat manual ataupun digital, menjadi
satu data yang dapat digunakan untuk upaya monitoring
dan evaluasi. Harapannya, dari kegiatan monitoring
evaluasi ini bisa dilakukan perbaikan atas kekurangan
yang ada, sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan.
2. Penanganan Intrafasilitas Pelayanan Kesehatan
Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan merupakan
pelayanan gawat darurat yang diberikan kepada pasien di
dalam fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar
pelayanan gawat darurat. Dalam pelaksanaan sistem
pelayanan di rumah sakit, yang diperlukan adalah sarana,
prasarana dan SDM yang terlatih. Untuk itu diperlukan:

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


a. Hospital Disaster Plan
Rumah sakit harus membuat perencanaan untuk
penanggulangan bencana yang disebut Hospital Disaster
Plan. Disaster Plan dibagi menjadi 2 rencana yaitu:
1) Perencanaan terhadap kejadian didalam rumah sakit (Intra
Hospital Plan).
2) Perencanaan terhadap bencana yang terjadi diluar rumah
sakit (Extra Hospital Disaster Plan)
b. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Dalam pelayanan IGD harus ada sistem yang baik pada
semua bidang seperti sarana medis, non medis, pembiayaan
dan SDM yang terlatih.
c. High Care Unit (HCU)
Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien dengan
kondisi yang sudah stabil dari segi respirasi, hemodinamik,
dan tingkat kesadarannya, namun masih memerlukan
pengobatan, perawatan, dan pengawasan secara ketat dan
terus menerus.
d. Intensive Care Unit (ICU)
Suatu bentuk pelayanan di rumah sakit yang sifatnya multi
disiplin khusus untuk menghindari ancaman kematian dan
memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki fungsi
vital organ tubuh dan memerlukan sarana teknologi yang
canggih dan pembiayaan yang cukup besar.
e. Kamar Jenazah
Suatu bentuk pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal
di rumah sakit maupun luar rumah sakit dalam keadaan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


sehari-hari maupun bencana. Bila terjadi kejadian yang
memerlukan sistem pengorganisasian yang bersifat
kompleks, dimana akan dilakukan pengidentifikasian korban
baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal, akan
memerlukan SDM yang khusus yang berhubungan dengan
aspek legalitas.
3. Penanganan Antarfasilitas Pelayanan Kesehatan
Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan merupakan
tindakan rujukan terhadap korban/pasien gawat darurat dari
suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke fasilitas pelayanan
kesehatan lain yang lebih mampu.
Sistem pelayanan medik antar rumah sakit berbentuk jejaring
rujukan yang dapat dibuat berdasarkan kemampuan rumah
sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas untuk menerima pasien. Agar sistem ini
dapat memberikan pelayanan yang baik memerlukan sistem
ambulans yang baik dan dibawa oleh SDM yang terlatih dan
khusus menangani keadaan darurat.
a. Evakuasi
Suatu bentuk pelayanan transportasi yang dilakukan oleh
pos komando (RS lapangan) menuju ke rumah sakit
rujukan. Rumah sakit yang dipilih sesuai dengan kondisi
korban, apabila korban tersebut harus segera dievakuasi
maka dibawa ke rumah sakit yang mempunyai sarana dan
prasarana yang lebih lengkap. Pelaksanaan evakuasi
harus menggunakan sarana yang terstandar atau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


memenuhi kriteria standar pelayanan rumah sakit yang
telah ditentukan.
1) Syarat Evakuasi
a) Korban berada dalam keadaan yang paling stabil
dan memungkinkan untuk evakuasi
b) Korban telah disiapkan/dipasang alat yang
diperlukan untuk transportasi
c) Fasilitas kesehatan penerima telah diberitahu dan
siap menerima korban sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
d) Kendaraan dan penjadwalan yang digunakan adalah
yang paling layak tersedia.
2) Beberapa bentuk evakuasi
Ada beberapa bentuk evakuasi sesuai keadaan
ditempat kejadian bencana
a) Evakuasi darurat
Korban harus segera dipindahkan karena lingkungan
tempat terjadi bencana yang membahayakan.
b) Evakuasi segera
Korban harus segera dipindahkan karena adanya
ancaman jiwa tidak bisa penanganannya ditempat
kejadian.
c) Evakuasi biasa
Korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa tapi
mendapat pertolongan di rumah sakit

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


b. Kontrol Lalu Lintas
Untuk kelancaran evakuasi harus dilakukan lalu lintas, yang
dilakukan oleh pihak kepolisian. Jalan yang akan dilalui
ambulans dari tempat kejadian (pos komando) sampai ke
rumah sakit yang dituju harus difasilitasi oleh kepolisian untuk
dilakukan kontrol supaya selama pelaksanaan evakuasi tidak
terdapat hambatan karena jalan yang macet.

Demikian tadi penjelasan materi terkait fase dalam SPGDT,


yang terdiri dari pra fasilitas, intra fasilitas, dan antar fasilitas.
Menurut Anda manakah dari ketiga fase tersebut yang
tantangannya paling besar?

Selanjutnya, kita akan mempelajari tentang komponen apa


sajakah yang terlibat dalam setiap fasenya. Mari kita simak
materi berikut dengan penuh semangat!

D. Komponen-Komponen yang Terlibat dalam Setiap Fase


Pelayanan Gawat Darurat
Penanganan penderita gawat darurat dapat terlaksana dengan
baik, bila penanggulangan gawat darurat terpadu yang meliputi
pelayanan gawat darurat pra rumah sakit sampai rumah sakit dan
antar rumah sakit telah dibentuk disuatu daerah. Semua komponen
dalam sistem penanggulangan gawat darurat terpadu telah
tersedia, antara lain:
1. Komponen pra-rumah sakit, komponen rumah sakit dan
komponen antar rumah sakit

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


2. Komponen penunjang-komunikasi dan transportasi
3. Komponen sumber daya manusia terdiri dari petugas
kesehatan (dokter, perawat) dan non kesehatan (awam umum,
awan khusus terlatih)
4. Komponen sektor-sektor terkait (sektor kesehatan dan non
kesehatan)

SPGDT terbentuk bila komitmen dari semua unsur-unsur yang


terlibat baik lintas sektor terkait maupun lintas program serta
dukungan penuh dari masyarakat dan profesi profesi terkait. Dengan
terbentuknya SPGDT sebagai salah satu unsur penting pada
gerakan masyarakat sehat dan aman (safe community), diharapkan
dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 1. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan? Sebuah sistem
kegawatdaruratan yang terintegrasi sejak dari prafasilitas,
intrafasilitas, dan antarfasilitas diharapkan akan menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas korban.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


SEKARANG SAYA TAHU
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah
sebuah mata rantai mekanisme pelayanan korban/pasien gawat
darurat yang terintegrasi. Tujuan SPGDT adalah meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan, mempercepat waktu
penanganan (response time) korban/pasien gawat darurat, dan
menurunkan angka kematian serta kecacatan.
Maksud dan tujuan diselenggarakannya SPGDT bertujuan adalah
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan,
mempercepat waktu penanganan (response time) korban/pasien
gawat darurat, serta menurunkan angka kematian serta kecacatan.
Fase-fase di dalam penanggulangan kegawatdaruratan meliputi
prafasilitas, intrafasilitas, dan antarfasilitas. Fase ini membutuhkan
sumber daya dan koordinasi yang baik, agar sistem berjalan dengan
optimal. Agar penanganan penderita gawat darurat dapat terlaksana
dengan baik, seluruh komponen dalam SPGDT harus berkolaborasi
dan siap bekerja dalam tim. Komponen ini meliputi komponen pra
rumah sakit, komponen rumah sakit, komponen antar rumah sakit,
komponen penunjang (komunikasi dan transportasi), komponen
sumber daya manusia, serta komponen sektor-sektor terkait
(kesehatan dan non kesehatan).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


MATERI POKOK 2
PENYELENGGARAAN SPGDT

Pendahuluan
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja dan di mana saja,
dan memerlukan penanganan yang segera, karena dapat
mengancam jiwa atau menimbulkan kecacatan permanen. Salah
satu dari tiga pilar utama Program Indonesia Sehat adalah
penguatan pelayanan kesehatan, di antaranya meliputi strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem
rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dimana salah
satu caranya adalah melalui penyelenggaraan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
penyelenggaraan SPGDT.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Sistem Komunikasi Gawat Darurat (Pusat Komando Nasional
dan PSC)
B. Sistem Penanganan Korban Gawat Darurat
C. Sistem Transportasi Gawat Darurat
D. Alur Penyelenggaraan SPGDT

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


Uraian Materi Pokok 2

Kita akan memasuki materi pokok 2, yakni Penyelenggaraan


SPGDT. Mari simak penjelasannya agar tergambar dengan
jelas, seperti apa penyelenggaraan SPGDT di lapangan.

A. Sistem Komunikasi Gawat Darurat


Sistem komunikasi gawat darurat dikelola oleh Pusat Komando
Nasional (National Command Center) yang harus dilakukan secara
terintegrasi antara Pusat Komando Nasional, Public Safety Center
(PSC) dan fasilitas pelayanan kesehatan. Masyarakat yang
mengetahui dan mengalami kegawatdaruratan medis dapat
melaporkan dan/atau meminta bantuan melalui Call Center 119.
Untuk terselenggaranya SPGDT dibentuk:
1. Pusat Komando Nasional (National Command Center)
Berkedudukan di Kementerian Kesehatan yang berada
dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal yang
berfungsi sebagai pemberi informasi dan panduan terhadap
penanganan kasus kegawatdaruratan, dengan tugas:
a. Memilah panggilan gawat/darurat/non gawat darurat
b. Meneruskan panggilan ke PSC
c. Dokumentasi, monitoring, pelaporan dan evaluasi
2. PSC
PSC adalah bagian utama kegiatan SPGDT prafasilitas
pelayanan kesehatan sebagai wadah koordinasi untuk
memberikan pelayanan gawat darurat secara cepat, tepat dan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


cermat bagi masyarakat yang diselnggarakan selama 24 jam.
PSC dapat dilaksanakan bersama unit teknis lain seperti
kepolisian, pemadam kebakaran dan kebutuhan kekhususan
daerah. PSC harus dibentuk Pemerintah Daerah
kabupaten/Kota.
Fungsi PSC adalah:
a. Pemberi pelayanan pasien gawat darurat dan/atau pelapor
melalui proses triase.
b. Pemandu pertolongan pertama (First Aid).

c. Pengevakuasi korban/pasien gawat darurat.

d. Pengkoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan.

Tugas PSC adalah:


a. Menerima panggilan kegawatdaruratan dari Pusat
Komando Nasional.
b. Melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan
menggunakan algoritme kegawatdaruratan.
c. Memberikan layanan kesehatan.
d. Memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan
kesehatan.
e. Memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di
rumah sakit.
Lokasi PSC, dapat di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, rumah
sakit atau lokasi lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Setiap PSC harus melakukan pencatatan dan
pelaporan penyelenggaraan SPGDT secara berkala kepada

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas Kesehatan/Kota.

B. Sistem Penanganan Korban Gawat Darurat


Sistem penanganan korban/pasien gawat darurat terdiri dari:
1) Penanganan Prafasilitas Pelayanan Kesehatan
Tindakan pertolongan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dari PSC, dan harus memperhatikan kecepatan penanganan
korban/pasien gawat darurat. Pemberian pertolongan terhadap
korban/pasien gawat darurat oleh masyarakat hanya dapat
diberikan dengan panduan operator call center sebelum tenaga
kesehatan tiba di tempat kejadian.
2) Penanganan Intrafasilitas Pelayanan Kesehatan
Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan dilakukan
melalui suatu sistem dengan pendekatan multidispilin dan
multiprofesi.
3) Penanganan Antarfasilitas Pelayanan Kesehatan
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban turut serta
dalam penyelenggaraan SPGDT sesuai kemampuan, fasilitas
kesehatannya terdiri dari rumah sakit, puskesmas dan klinik.
C. Sistem Transportasi Gawat Darurat
Sistem transportasi gawat darurat dapat diselenggarakan oleh PSC
dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan dengan menggunakan
ambulans gawat darurat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


D. Alur Penyelenggaraan SPGDT

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


SEKARANG SAYA TAHU

Sistem komunikasi gawat darurat dikelola oleh Pusat Komando


Nasional (National Command Center) yang harus dilakukan secara
terintegrasi antara Pusat Komando Nasional, Public Safety Center
(PSC) dan fasilitas pelayanan kesehatan. PSC merupakan pusat
pelayanan keselamatan terpadu di wilayah kabupaten/kota
menggunakan kode akses 119, sehingga biasa disebut PSC 119.
Sistem Penanganan Korban Gawat Darurat meliputi penanganan
pra fasilitas, intra fasilitas, dan antar fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketiga komponen ini harus terhubung secara real time, dan mampu
bekerja secara terintegrasi dan kolaboratif. Sistem Transportasi
Gawat Darurat dapat diselenggarakan oleh PSC dan/atau fasilitas
pelayanan kesehatan dengan menggunakan ambulans gawat
darurat.
Alur penyelenggaraan SPGDT adalah sebagai berikut:
1. Operator Call Center di Pusat Komando Nasional (National
Command Center) akan menerima panggilan dari masyarakat di
seluruh Indonesia.
2. Operator Call Center akan menyaring panggilan masuk
tersebut.
3. Operator Call Center akan mengindentifikasikan kebutuhan
layanan dari penelepon.
4. Telepon yang bersifat gawat darurat akan diteruskan/dispatch
ke PSC kabupaten/kota.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


5. Selanjutnya penanganan gawat darurat yang dibutuhkan akan
ditindaklanjuti oleh PSC kabupaten/kota.
6. Telepon yang bersifat membutuhkan informasi kesehatan
lainnya dan pengaduan kesehatan akan diteruskan/dispatch ke
Halo Kemkes.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


MATERI POKOK 3
SISTEM RUJUKAN
KEGAWATDARURATAN

Pendahuluan
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan Kesehatan
yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik
terhadap satu kasus penyakit atau masalah Kesehatan secara
vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit
yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang
setingkat kemampuannya. Sistem rujukan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat menjelaskan sistem
rujukan kegawatdaruratan.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
1. SISRUTE
2. Syarat merujuk pasien dengan metode 4 W + 1H (Who, When,
Where, Why,+ How)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


Uraian Materi Pokok 3

Setelah mempelajari konsep dan penyelenggaraan SPGDT,


selanjutnya kita akan menyimak materi selanjutnya tentang
Sistem Rujukan Kegawatdaruratan. Yuk, semangat menyimak!

A. Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE)


Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia saat ini mengacu pada
pedoman tentang sistem rujukan berdasarkan Permenkes RI No.
001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
menjelaskan bahwa sistem rujukan merupakan suatu
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Pelayanan
kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan Kesehatan Perorangan, terdiri dari 3 tingkatan:
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh
dokter atau dokter gigi puskesmas, puskesmas perawatan,
tempat praktek perorangan, klinik pratama, klinik umum dan
rumah sakit pratama.
b. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua
Merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan
oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.
c. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga
Merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter subspesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub
spesialistik.
Sisrute (Sistem Rujukan Terintegrasi) merupakan teknologi
informasi berbasis internet yang dapat menghubungkan pasien
dari tingkat layanan lebih rendah ke tingkat pelayanan lebih tinggi
atau sederajat (horizontal maupun vertikal) dengan tujuan
mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien,
terintegrasinya sistem informasi rujukan pasien pada seluruh
rumah sakit, terwujudnya percepatan pelayanan rujukan di rumah
sakit dan terbitnya regulasi terkait dengan rujukan di era digital
Selain itu sisrute bermanfaat untuk peningkatan mutu layanan
dengan sistem informasi rujukan terintegrasi, peningkatan mutu
layanan rumah sakit perujuk dengan informasi dan koordinasi
untuk pelayanan lanjutan pasien yang berdampak pada kepuasan
pasien dan sebagai acuan untuk pelaksanaan rujukan di rumah
sakit secara nasional.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


B. Syarat Merujuk Penderita dengan Metode 4W+1H (What,
Where, When, Who, + How)
a. Rujukan Vertikal
What merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, Where yaitu dari pelayanan yang lebih
rendah ke tingkatan pelayanan lebih tinggi atau sebaliknya
When yaitu ketika rujukan vertikal dari pelayanan yang lebih
rendah ke tingkatan pelayanan lebih tinggi dilakukan apabila
pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
sub spesialistik dan perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
When ketika rujukan vertikal dari pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah apabila permasalahan
kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai kompetensi dan
kewenangan. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat
pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien
tersebut, pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat
ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah
dan untuk alasan kemudahan efisiensi dan pelayanan jangka
panjang dan atau perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan pasien karena keterbatasan
sarana, prasarana, peralatan atau ketenagaan.
b. Rujukan Horizontal
What merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan, Where merujuk dari fasilitas pelayanan yang

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


lebih rendah ke fasilitas pelayanan yang lebih tinggi kompetensi
dan kewenangannya, When apabila perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap
Who, setiap pemberi layanan kesehatan wajib merujuk pasien
apabila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan
memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah (tidak dapat
ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya atau
geografis) dan mendapat pesetujuan pasien atau keluarganya
setelah mendapat penjelasan dari tenaga kesehatan yang
berwenang. Penjelasan yang harus diberikan, sekurang-
kurangnya:
1. Diagnosis dan terapi dan atau tindakan medis yang
diperlukan
2. Alasan dan tujuan dilakukan rujukan
3. Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan
4. Transportasi rujukan
5. Risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam
perjalanan
Sebelum melakukan rujukan, perujuk harus:
1. Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan
stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi.
2. Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan
memastikan penerima rujukan dapat menerima pasien
dalam hal pasien gawat darurat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


3. Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan
kepada penerima rujukan (memuat identitas pasien, hasil
pemeriksaan, diagnosis kerja, terapai dan atau tindakan
yang telah diberikan, tujuan rujukan, nama dan tanda tangan
tenaga kesehatan yang memberi pelayanan).
Penerima rujukan wajib untuk:
1. Menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan
prasarana serta kompetensi serta ketersediaan tenaga
kesehatan.
2. Memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
Rujukan dianggap telah terjadi apabila:
1. Pasien telah diterima oleh penerima rujukan
2. Penerima rujukan bertanggung jawab untuk pelayanan
kesehatan lanjutan sejak menerima pasien
3. Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada
perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien setelah
selesai memberikan pelayanan.
How, yaitu seperti transportasi untuk merujuk disesuaikan dengan
kondisi pasien dan ketersediaan sarana, bila tidak tersedia
ambulans, rujukan dapat menggunakan alat transportasi lain yang
layak. Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus
harus dirujuk dengan ambulans dan didampingi oleh tenaga
kesehatan yang kompeten.
How, pembiayaan rujukan disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku pada asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan, untuk
yang bukan peserta asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan
menjadi tanggung jawab pasien atau keluarganya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32
SEKARANG SAYA TAHU

Sistem rujukan merupakan suatu penyelenggaraan pelayanan


kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang,
dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. SISRUTE
merupakan teknologi informasi berbasis internet yang dapat
menghubungkan data pasien dari tingkat layanan lebih rendah ke
tingkat layanan lebih tinggi atau sederajat (horizontal maupun
vertikal) dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat
proses rujukan pasien.
Untuk melakukan rujukan, seorang tenaga kesehatan harus
memahami apa saja persyaratan dalam rujukan, hal yang harus
dilakukan sebelum merujuk, dan hal yang harus disampaikan
kepada keluarga korban saat akan merujuk. Perhatikan what,
where, when, who dan how, agar proses rujukan dapat berjalan
dengan baik.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


Selamat! Anda telah menyelesaikan pokok bahasan terakhir
dari materi dasar 2 yakni SPGDT. Setelah Anda mempelajari
ketiga pokok bahasan ini, diharapkan Anda mampu
memahami dan mempunyai gambaran tentang SPGDT. Untuk
memperkaya wawasan dan pengalaman, silahkan diskusikan
dengan rekan-rekan Anda bagaimana pelaksanaan SPGDT di
tempat Anda masing-masing. Mudah-mudahan dengan
mempelajari materi dasar ini, Anda semakin bersemangat
untuk menyimak materi selanjutnya. Selamat belajar, dan
semoga sukses!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 34


REFERENSI

1. Instruksi Presiden No 4 Tahun 2013 tentang Dekade Aksi


Keselamatan Jalan

2. Permenkes nomor 19 tahun 2016 tentang SPGDT

3. Permenkes No 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan


Kegawatdaruratan

4. Permenkes No 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan


Pelayanan Kesehatan Perorangan

5. Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor:


HK.02.02/I/1791/2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/ Public Safety Center
(PSC) 119.

6. Pedoman Teknis Ambulans (2019) Direktorat Fasilitas


Pelayanan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 1
BANTUAN HIDUP DASAR
DAFTAR ISI
Daftar isi ……………………………………...…………… ii
A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….………… 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 4
Materi Pokok …………………....……….………. 5
B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 7
Materi Pokok 1 Konsep Bantuan Hidup Dasar (BHD) 8
Materi Pokok 2 Prinsip Bantuan Hidup Dasar (BHD) 16
Materi Pokok 3 BHD sesuai Algoritma ………….. 26
Referensi …………………………………………………… 46
A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini membahas tentang Konsep Bantuan Hidup Dasar (BHD),


Prinsip BHD dan BHD sesuai Algoritma. Pembelajaran dari materi
ini membekali Perawat meningkatkan kemampuannya melakukan
BHD. Bagi seorang perawat kemampuan melakukan BHD secara
benar sangat dibutuhkan, karena kejadian kegawatdaruratan yang
memerlukan pertolongan segera secara cepat dan tepat untuk
menyelamatkan nyawa seseorang sering ditemui di masyarakat,
terlebih di rumah sakit tempat bekerja.
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian. Henti jantung bisa
terjadi di mana saja baik rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di
Amerika dan Kanada diperkirakan sekitar 350.000 orang meninggal
per tahunnya akibat henti jantung. Perkiraan ini tidak termasuk
mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan tidak
sempat diresusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi
tidak selalu berhasil, namun lebih banyak nyawa yang hilang akibat
tidak dilakukan resusitasi. Sebagian besar pasien henti jantung
adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi dan anak juga
mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjadi
penyebab utama kematian yang prematur dan perbaikan kecil dalam
usaha penyelamatannya akan menjadi ribuan nyawa yang dapat
diselamatkan setiap tahun. Henti jantung mengakibatkan organ-
organ vital kekurangan oksigen, yaitu pada otak sehingga dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran, pada jantung sehingga

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 2


terjadi kematian otot-otot jantung dan bila tidak ditangani segera
dapat mengakibatkan kematian.
Bantuan Hidup Dasar adalah langkah awal dalam penyelamatan
nyawa pasien setelah terjadi henti jantung, secara prinsip pemberian
Bantuan Hidup Dasar meliputi mengkaji secara cepat pada henti
jantung mendadak, pengaktifan Emergency Medical System (EMS)
atau Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi secara cepat
dengan penggunaan Automated External Defibrillator (AED)
(Kleinman et al (2015)). Pemberian bantuan hidup dasar ini harus
dilakukan secara cepat, tepat dan tentunya memerlukan
keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh perawat.
Pada materi ini selain dibahas mengenai konsep dan prinsip BHD,
akan dibahas pula tahapan pemberian Resusitasi Jantung Paru dan
penggunaan AED. Tidak hanya dibahas mengenai BHD kepada
orang dewasa, namun juga BHD pada anak dan bahkan bayi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melaksanakan
Bantuan Hidup Dasar (BHD).

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan Konsep Bantuan Hidup Dasar (BHD)
2. Menjelaskan Prinsip Bantuan Hidup Dasar (BHD)
3. Melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) Sesuai Algoritma

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 4


MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Konsep Bantuan Hidup Dasar (BHD)
2. Prinsip Bantuan Hidup Dasar (BHD)
3. Bantuan Hidup Dasar (BHD) Sesuai Algoritma

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 5


B Kegiatan Belajar
MATERI POKOK 1
KONSEP BANTUAN HIDUP DASAR
(BHD)
Pendahuluan
Seorang Perawat dituntut untuk bisa melakukan Bantuan Hidup
Dasar (BHD) secara benar, untuk menangani kasus
kegawatdaruratan terutama henti jantung dan henti napas. Sebelum
lebih jauh membahas tentang BHD, perlu dipahami terlebih dahulu
secara konsepnya, sehingga diketahui pengertian, tujuan serta
batasan-batasan lainnya dengan baik.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat menjelaskan konsep
Bantuan Hidup Dasar (BHD).

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Pengertian BHD
B. Tujuan BHD
C. Indikasi BHD
D. Tanda henti jantung dan henti napas
E. Penghentian BHD dan Komplikasi BHD

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 8


Uraian Materi Pokok 1

Anda pasti sering mendengar istilah BHD atau RJP?


Namun sudahkan Anda mengetahui secara lebih mendalam
tentang BHD atau RJP tersebut?
BHD adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa seseorang yang mengalami henti jantung
ataupun sumbatan jalan napas. BHD yang biasanya dilakukan
meliputi Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Automated External
Defibrillator (AED). BHD dilakukan pada pasien dengan indikasi-
indikasi tertentu, di mana tanda dan gejala pasien yang
memerlukan BHD harus dipahami. Kapan BHD harus dihentikan
dan risiko komplikasi apa saja yang mungkin terjadi akibat
dilakukan BHD juga sangat penting diketahui, agar tidak
berakibat buruk bagi pasien.
Ayo, pelajari materi berikut ini dengan semangat belajar yang
tinggi, semoga Anda dapat memahaminya dengan baik!

A. Pengertian BHD
Resusitasi Jantung Paru adalah suatu prosedur penyelamatan
darurat yang dilakukan ketika terjadi henti jantung dan henti napas.
Resusitasi Jantung Paru dapat menggandakan atau tiga kali lipat
peluang bertahan hidup setelah serangan jantung. Resusitasi
Jantung Paru adalah teknik kompresi dada yang dikombinasikan
dengan pemberian bantuan napas yang bertujuan untuk

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 9


membantu mempertahankan oksigenisasi pada otot jantung dan
otak sampai bantuan atau alat khusus tersedia.

Anda telah mempelajari tentang Pengertian BHD.


Materi selanjutnya akan membahas tentang Tujuan BHD.
Selamat belajar!

B. Tujuan BHD
Resusitasi Jantung Paru merupakan bagian dari pengelolaan
gawat darurat medik yang bertujuan:
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernapasan
Fungsi sirkulasi adalah mengedarkan oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh termasuk ke organ otak dan mengangkut
karbondioksida sebagai sisa aktivitas sel dari tubuh ke paru-paru
untuk dibuang. Selain itu mengedarkan nutrisi yang diperlukan
untuk metabolisme tubuh dari sistem pencernaan dan
membawa sisa metabolisme ke ginjal untuk dibuang. Jika fungsi
sirkulasi dan pernapasan berhenti dalam waktu 4 -10 menit,
maka organ otak dan jantung akan mengalami kerusakan. Hal
ini sangat membayakan bagi orang tersebut karena bisa
menyebabkan kematian. Bantuan segera untuk mengembalikan
fungsi sirkulasi dan pernapasan sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan nyawa seseorang atau untuk menyelamatkan
dari gangguan yang lebih parah dan kecacatan.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi
Pada kondisi kegawatdaruratan, terutama terjadinya gangguan
sirkulasi dan jalan napas, maka biasanya menyebabkan kondisi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 10


pasien lemah dan tidak bisa menolong dirinya sendiri. Pasien
sangat tergantung dan sangat membutuhkan bantuan (BHD)
dari pihak eksternal untuk menyelamatkan nyawanya. BHD bisa
dilakukan tanpa alat maupun menggunakan alat sesuai kondisi
yang ada, namun yang pasti BHD harus dilakukan segera dan
harus dilakukan secara benar. Usaha pemberian bantuan
sirkulasi beserta ventilasi dilakukan sampai didapatkan kembali
sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan
peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan
bantuan hidup jantung lanjutan.

Anda telah mempelajari tentang tujuan dilakukannya BHD.


Penting sekali bukan, untuk bisa melakukan BHD?
Selanjutnya Anda akan belajar tentang Indikasi BHD.

C. Indikasi BHD
Indikasi melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) yaitu: pada pasien
henti jantung dan henti napas.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa henti jantung atau
gangguan sirkulasi dan henti napas atau gangguan pernapasan
dapat berakibat fatal, bahkan sampai menyebabkan kematian.
Oleh karena itu ketika menghadapi keadaan kegawatdaruratan,
yang pertama harus dipastikan adalah keadaan fungsi sirkulasi dan
fungsi pernapasan. Bila didapatkan adanya ganggua atau bahkan
terjadi henti jantung ataupun henti napas, maka kondisi ini
merupakan indikasi untuk segera dilakukannya BHD.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 11


Indikasi dilakukan BHD sudah Anda ketahui.
Selanjutnya akan dibahas tentang tanda-tanda henti jantung
dan henti napas. Selamat belajar!

D. Tanda Henti Jantung dan Henti Napas


Manifestasi klinis atau tanda-tanda pasien mengalami cardiac arrest
atau henti jantung adalah sebagai berikut:
1. Pada pasien tidak teraba nadi di arteri besar (karotis, radialis
maupun femoralis)
2. Pernapasan pasien tidak normal, pada beberapa kasus tidak
normalnya pernapasan dapat terjadi meskipun jalan napas
sudah paten.
3. Pasien tidak berespon terhadap rangsangan verbal maupun
rangsangan nyeri.
Selain tanda-tanda di atas, secara umum biasanya pada kondisi
tertetu pasien tiba-tiba ambruk, hilang kesadaran atau pingsan.
Bisa juga diawali dengan rasa nyeri atau tidak nyaman di dada,
jantung berdegup keras atau tidak beraturan, sesak napas,
lelah/lemas, pusing, serta pingsan atau hampir pingsan.

Tanda-tanda henti jantung dan henti napas sebagi indikasi


dilakukan BHD sudah Anda pelajari.
Selanjutnya akan dibahas tentang kapan BHD harus
dihentikan dan apa saja komplikasi yang bisa terjadi dengan
dilakukan BHD. Ini tentu penting sekali untuk diketahui.
Selamat Belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 12


E. Penghentian BHD dan Komplikasi BHD
BHD dihentikan pada kondisi:
1. Kembalinya Ventilasi dan Sirkulasi Spontan
Hal ini ditandai dengan terabanya denyutan arteri karotis dan
mengembang mengempisnya rongga thorax.
2. Adanya yang Lebih Bertanggung Jawab
Kehadiran team yang lebih kompeten untuk melanjutkan
aktivitas pemberian pertolongan pasien dengan henti napas
dan henti jantung.
3. Adanya Do Not Attempt Resusitation (DNAR)
4. Perawat Kelelahan
Batas waktu untuk mengehentikan BHD karena perawat
kelelahan adalah setelah melaksanakan bantuan selama 30
menit.
5. Tanda kematian yang irreversibel.
Komplikasi BHD
1. Kompresi dada (fraktur iga dan sternum, hemathorak, kontusio
paru, laserasi hati dan limpa.
2. Napas buatan (distensi gaster, mengurangi volume paru,
pecahnya alveoli paru, pneumothorak).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 13


Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 1. Menarik sekali
materinya, bukan? Anda telah mengetahui tentang Kosep BHD
dari pengertian, tujuan, indikasi sampai kapan harus
menghentikan BHD dan apa saja komplikasi yang bisa terjadi
saat melakukan BHD. Silakan istirahat sejenak, sebelumnya
melanjutkan kegiatan belajar 2, yang membahas tentang
Prinsip BHD.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 14


SEKARANG SAYA TAHU

A. Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah teknik kompresi dada


dengan dikombinasikan pemberian bantuan napas yang
bertujuan untuk membantu mempertahankan oksigenisasi
pada otot jantung dan otak, sampai bantuan atau alat khusus
tersedia.
B. Tujuan melakukan BHD adalah untuk mencegah berhentinya
sirkulasi atau berhentinya pernapasan, serta memberikan
bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi.
C. Indikasi melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) yaitu pada
pasien dengan henti jantung dan henti napas.
D. Di antara tanda henti jantung dan henti napas adalah tidak
terabanya nadi besar seperti karotis, radialis dan femoralis.
Selain itu napas nampak tidak normal dan tidak respon
terhadap rangsangan verbal maupun rangsangan nyeri.
E. BHD harus dihentikan, jika ventilasi dan sirkulasi kembali
spontan, adanya pihak yang lebih bertanggung jawab,
adanya DNAR, jika perawat kelelahan, atau ada tanda
kematian yang irreversibel.
Komplikasi BHD di antaranya terjadinya fraktur iga dan
sternum, hemathorak, kontusio paru, laserasi hati dan limpa,
terjadinya distensi gaster, mengurangi volume paru,
pecahnya alveoli paru, dan pneumothorak.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 15


MATERI POKOK 2
PRINSIP BANTUAN HIDUP DASAR
(BHD)
Pendahuluan
Dalam melakukan pertolongan terhadap kegawatdaruratan
terutama henti jantung dan henti napas dengan melakukan Bantuan
Hidup Dasar (BHD), seorang Perawat harus memahami prinsip-
prinsip melakukan BHD. Diantarnya seorang perawat harus
melakukan aktivasi atau memanggil bantuan terlebih dahulu
sebelum melakukan pertolongan. Selain itu harus melakukan BHD
dengan kualitas tinggi, mampu menggunakan Automated External
Defibrillator (AED), melakukan resusitasi tingkat lanjut serta
memonitor dan mengevaluasi pasca pemberian pertolongan agar
pasien yang sudah berhasil ditolong tidak terjadi kondisi
kegawatdaruran kembali maupun terjadi kerusakan organ akibat
kekurangan oksigen selama henti jantung atau proses BHD.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat menjelaskan prinsip
Bantuan Hidup Dasar (BHD).

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Aktivasi
B. BHD Kualitas Tinggi
C. Penggunaan Defibrilasi (AED)
D. Resusitasi Lanjut
E. Monitoring-Evaluasi Pasca Henti Jantung

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 16


Uraian Materi Pokok 2

Pada saat seorang Perawat mendapatkan kasus


kegawatdaruratan, khususnya henti jantung atau henti napas,
maka sebelum melakukan bantuan apapun, hal pertama yang
harus segera dilakukan adalah meminta bantuan atau
mengaktifkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). Setelah itu baru melakukan BHD dengan tepat.
Bagaimana melakukan BHD dengan kualitas tinggi, sampai
bagaimana melakukan monitoring-evaluasinya, akan Anda
pelajari sekarang. Selamat belajar!

A. Aktivasi
Saat menemukan orang dengan tanda henti jantung, yaitu tidak
berespon, tidak teraba denyut nadi dan tidak bernapas atau pola
pernapasan abnormal, maka yang pertama kali perawat harus
lakukan adalah segera memanggil bantuan untuk mengaktifkan
Emergency Medical System (EMS) atau Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
SPGDT merupakan suatu sistem penanganan kegawatdaruratan
yang standar dan terpadu, dari awal tempat kejadian, selama
perjalanan menuju fasilitas pelayanan kesehatan, selama
menerima bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan sampai paska
penanganan. SPGDT melibatkan berbagai unsur seperti tenaga
kesehatan, pelayanan ambulans, sistem komunikasi dan
masyarakat umum.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 17


Sebelum memberikan BHD sangat penting melakukan aktifasi
SPGDT ini, untuk menyiapkan bantuan lebih lanjut jika nanti
dibutuhkan. Sembari melakukan BHD juga menunggu kedatangan
bantuan yang lebih kompeten dengan peralatan yang lebih
memadai, termasuk untuk melakukan rujukan dengan cepat jika
diperlukan.
Penting bagi setiap orang terlebih seorang Perawat mengetahui
call center /hotline SPGDT di wilayahnya, untuk bisa segera aktifasi
SPGDT ketika menemukan kegawatdaruratan. Sampaikan dengan
jelas kondisi pasien/pasien, pertolongan yang dibutuhkan, lokasi
kejadian dan informasi lain yang diperlukan. Pastikan pesan sudah
tersampaikan dan jawaban terkait bantuan sudah jelas.

Anda telah mempelajari tentang aktivasi Sistem


Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Selanjutnya akan dibahas tentang bagaimana malakukan
BHD dengan kualitas tinggi.
Materi ini sangat menarik dan sangat penting, silakan pelajari
dengan seksama!

B. BHD Kualitas Tinggi


Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa BHD harus dilakukan dengan
segera dan dengan cara yang benar agar bisa efektif
menyelamatkan nyawa seseorang. Tata cara melakukan BHD
yang terbaik, dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan
seiring dengan temuan-temuan pengetahuan dan penelitian

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 18


terkait. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana melakukan BHD
dengan kualitas tinggi yang direkomendasikan.
Syarat kompresi dada yang baik adalah:
1. Kompresi diulang sebanyak 30 kali, dengan kecepatan 100 -
120 kali/menit.
2. Kompresi dilakukan dengan cepat dan kuat, dengan
kedalaman minimal 5 cm dan maksimal 6 cm.
3. Pastikan dada recoil sempurna, yaitu kembali ke posisi awal
sebelum ditekan kembali.
4. Rasio kompresi: ventilasi dengan 1 ataupun 2 orang perawat
untuk pasien dewasa adalah 30:2, sedangkan untuk pasien
anak dan bayi jika 1 orang perawat 30: 2, jika dengan 2 perawat
adalah 15:2.
5. Satu kali rasio kompresi: ventilasi disebut 1 siklus RJP. Untuk
mencegah penurunan kualitas kompresi dada akibat
kelelahan, perawat diganti setiap 5 kali siklus.
6. Kompresi diizinkan untuk berhenti sementara (<10 detik), yaitu
saat pemberian 2 kali ventilasi.
7. Fase jeda kompresi dada sebelum dan sesudah
dilakukan shock harus seminimal mungkin.

Waw, Anda sudah mengetahui bagaimana melakukan BHD


dengan kualitas tinggi. Masih ada lagi hal penting yang harus
Anda ketahui, yaitu bagaimana menggunakan Automated
External Defibrillator (AED) saat melakukan BHD.
Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 19


C. Penggunaan Defibrilasi (AED)
Automated External Defibrillator (AED) aman dan efektif bila
digunakan oleh orang awam dengan pelatihan minimal atau tidak
terlatih. Disarankan bahwa program AED untuk pasien dengan
OHCA (Out of Hospital Cardiac Arrest) diterapkan di lokasi umum
tempat adanya kemungkinan pasien serangan jantung terlihat
relatif tinggi (misalnya bandara dan fasilitas olahraga). Banyak
evidence yang menyatakan keberhasilan dalam tingkat
kelangsungan hidup pasien setelah serangan jantung bila
diberikan Resusitasi Jantung Paru dan secara cepat menggunakan
AED.

Gambar 1. AED dan Penempatan Pad AED

Untuk manfaat optimal, penggunaan AED harus dilakukan dengan


benar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Lepaskan pakaian pasien dan benda lain yang menempel di
tubuh pasien.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 20


2. Hidupkan AED dengan menekan tombol power. AED akan
memberikan panduan dalam bentuk suara mengenai langkah
yang akan dilakukan.
3. Tempelkan pads AED yang sesuai dengan ukuran pasien di
dada. Tempatkan pads sesuai posisi yang tampak pada
gambar. Hentikan RJP dan selanjutnya tekan tombol análisis.
4. AED menganalisis denyut jantung pasien, setelah analisis
selesai AED akan menginformasikan apakah pasien perlu
segera dilanjutkan kompresi atau AED menyarankan agar
kejutan ldilakukan.
5. Bila diindikasikan untuk dilakukan kejutan listrik, pastikan tidak
ada perawat yang menyentuh pasien, lalu tekan tombol “shock“
pada AED untuk memberikan kejutan listrik, AED akan
memberikan arahan kepada perawat untuk melakukan
pemeriksaan pada pernapasan atau denyut nadi pasien,
melanjutkan RJP. Setelah 2 menit AED akan kembali
menganalisis denyut jantung dan akan menentukan apakah
perlu dilakukan kejutan listrik lagi.
6. Jika kejutan listrik tidak diperlukan tapi pasien belum
menunjukkan tanda-tanda kehidupan, terus lakukan RJP
sesuai arahan AED hingga bantuan professional datang.

Luar biasa, ternyata AED aman dan efektif untuk


menyelamatkan nyawa. Penggunaan AED tidak sulit, bahkan
bisa dikakukan oleh orang awam. Anda sudah mengetahui
bagaimana menggunakan AED dengan benar. Selanjutnya Anda
akan belajar tentang Resusitasi tingkat lanjut. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 21


D. Resusitasi Lanjut
Resusitasi lanjut merupakan sekuen Bantuan Hidup Dasar yang
dilakukan setelah pasien Cardiac Arrest mendapatkan pertolongan
awal resusitasi jantung paru satu siklus yaitu 5 kali (30 kompresi 2
ventilasi). Dalam melaksanaan resusitasi lanjut tetap harus
memperhatikan kwalitas BHD yang adekuat. Petugas yang
menjalankan fungsi sebagai kompresi jantung setelah satu siklus
diharapkan berganti posisi dengan petugas yang berperan sebagai
ventilasi. Hal ini bertujuan untuk menjamin optimalisasi kekuatan
kompresi stabil di setiap siklusnya. Pergantian petugas juga harus
memperhatikan keberlanjutan sekuen BHD agar tidak ada
interupsi/jeda sekuen BHD yang terputus sesuai kaidah High
Quality Cardio Pulmonal Resusitation (CPR) yang
direkomendasikan oleh AHA 2020.
Resusisitasi lanjut diberikan sampai dengan hadirnya team yang
kompeten datang, dan setiap siklusnya harus dilakukan pergantian
petugas kompresi dan ventilasi.

Anda baru saja mempelajari resusitasi tingkat lanjut.


Selanjutnya Anda akan belajar tentang bagaimana melakukan
monitoring-evaluasi pasca henti jantung dan henti napas.
Ayo, pelajari dengan baik, karena ini penting sekali diketahui
setelah Anda berhasil melakukan BHD kepada pasien, agar
tidak kembali terjadi henti jantung lagi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 22


E. Monitoring dan Evaluasi Pasca Henti Jantung
Pasien dengan sirkulasi spontan kembali perlu mendapat
perawatan khusus, agar tidak kembali mengalami henti jantung.
Terlepas dari apapun penyebab henti jantung, kerusakan banyak
organ dapat terjadi akibat hipoksemia, iskemi, dan reperfusi yang
terjadi selama henti jantung dan resusitasi. Penanganan pasca
RJP mencakup identifikasi dan tata laksana penyebab henti
jantung, dikombinasikan dengan penilaian kerusakan organ untuk
mengurangi dampak buruk.
Pasien yang berhasil melewati fase henti jantung harus segera
mendapat ventilasi dan oksigenasi yang cukup, yaitu:
1. Saturasi oksigen dipertahankan ≥94%.
2. Kecepatan terapi oksigen awal 10−12 liter/menit.
3. Kecepatan kemudian dititrasi hingga mencapai target PET
CO2 35−45 mmHg.
4. Hiperventilasi harus dihindari, karena dapat meningkatkan
tekanan intratorakal yang berakibat menurunkan curah
jantung.

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 2.


Sekarang Anda telah mengetahui bagaimana seorang Perawat
harus melakukan aktivasi SPGDT sebelum melakukan Bantuan
Hidup Dasar (BHD). Telah dipelajari pula bagaimana BHD
yang tepat, sampai cara melakukan monitoring dan evaluasi.
Yang kita pelajari masih baru teori, Anda akan dibawa di tahap
praktik sehingga benar-benar paham dan bisa melakukan
BHD.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 23


Menarik sekali bukan? Yuk, istirahat dulu sejenak sebelum
lanjut ke sub pokok materi berikutnya atau kegiatan belajar 3.
Tetap sehat dan semangat, sukses untuk kita Semua!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 24


SEKARANG SAYA TAHU
A. Sebelum melakukan bantuan apapun, hal pertama yang
harus segera dilakukan seorang Perawat ketika menghadapi
kegawatdaruratan adalah meminta bantuan atau
mengaktifkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT).

B. BHD harus dilakukan dengan kualitas tinggi atau terbaik,


yaitu harus sesuai dengan prosesdur dan kriteria yang telah
ditentukan, agar dapat menyelamatkan nyawa seseorang.

C. Penggunaan Automated External Defibrillator (AED) secara


benar terbukti cukup aman dan efektif untuk melakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP). Ada beberapa langkah dan
cara menggunakan AED dengan benar yang harus
diperhaatikan agar bisa efektif menolong nyawa pasien.

D. Resusitasi lanjut merupakan usaha terus menerus yang


dilakukan dalam upaya mengembalikan kehidupan pasien
agar jantung dan paru berfungsi semaksimal mungkin.

E. Pasien yang berhasil ditolong dan melewati fase henti jantung


harus segera mendapat ventilasi dan oksigenasi yang cukup,
hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan organ akibat
hipoksemia, iskemi dan reperfusi yang terjadi selama henti
jantung dan proses resusitasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 25


MATERI POKOK 3
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
SESUAI ALGORITMA

Pendahuluan
Dalam melakukan pertolongan terhadap kegawatdaruratan
terutama henti jantung dan henti napas dengan melakukan Bantuan
Hidup Dasar (BHD), seorang Perawat harus mampu melakukan
BHD sesuai algoritme. Tahapan demi tahapan melakukan BHD
yang benar penting untuk diperhatikan. Selain itu BHD tidak hanya
dilakukan pada orang dewasa saja, tetapi juga kepada anak dan
bayi. Di mana, masing-masing memiliki cara yang berbeda dalam
melakukannya.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan Bantuan
Hidup Dasar (BHD) sesuai algoritma.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. BHD pada Orang Dewasa
B. BHD pada Anak
C. BHD pada Bayi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 26


Uraian Materi Pokok 3

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang BHD sesuai


algoritme. Secara rinci, tahap-tahap melakukan BHD akan
Anda pelajari. Tidak hanya BHD pada orang dewasa saja,
tetapi juga BHD pada anak dan bahkan pada bayi.
Yuk, pelajari materi berikut dengan penuh semangat!

Penatalaksaan henti jantung perlu dilaksanakan secepatnya.


Berdasarkan rekomendasi (AHA, 2020) mengenai alur penanganan
pasien henti jantung yang disebut chain of survival atau “Rantai
Bertahan Hidup”, dimana tiap rantai ini saling berhubungan dan tidak
dapat dipisahkan. Rantai Bertahan Hidup ini terdiri dari dua tipe,
yaitu In Hospital Cardiac Arrest (IHCA) atau kejadian henti jantung
di rumah sakit, dan Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) atau
kejadian henti jantung diluar rumah sakit. Penatalaksanaan henti
jantung dengan menggunakan prinsip IHCA dimulai dari pengenalan
awal dan pencegahan, segera mengaktifkan emergency response
atau sistem tanggap darurat, pemberian BHD berkualitas,
melakukan defibrilasi, jika pasien sudah kembali normal diberikan
perawatan pasca henti jantung dan pemulihan (AHA, 2020).
Sedangkan penatalaksanaan henti jantung dengan menggunakan
prinsip OHCA dimulai dengan segera mengaktifkan emergency
response atau sistem tanggap darurat, pemberian RJP berkualitas
tinggi, melakukan defibrilasi, saat dirujuk ke rumah sakit diberikan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 27


resusitasi lanjutan, jika pasien sudah normal diberikan perawatan
pasca henti jantung dan pemulihan (AHA, 2020).

Gambar 2. Chain of Survival

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah tindakan yang dilakukan untuk


mengembalikan fungsi jantung sehingga mampu kembali memompa
serta memperbaiki sirkulasi darah di tubuh. Adapun langkah-
langkah resusitasi jantung paru menurut (AHA, 2020):
a. Menganalisa Situasi
Keamanan perawat menjadi prioritas untuk menghindari adanya
pasien selanjutnya. Perhatikan situasi dan keadaan yang aman
untuk perawat dan pasien.
b. Cek Respon Pasien
Periksa keadaan pasien dengan memberikan rangsangan nyeri
ataupun verbal. Pemeriksaan ini dilakukan setelah
dipastikannya lingkungan aman untuk perawat maupun pasien.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 28


Rangsangan verbal yang dilakukan bisa dengan memanggil
pasien disertai menepuk bahu pasien. Apabila tidak ada respon,
perawat bisa melakukan rangsangan nyeri, baik menekan kuku
maupun di bagian dada.

Gambar 3. Cek respon


c. Meminta bantuan dan aktifkan Emergency Medical Service
(EMS) atau SPGDT
Jika pasien masih tidak memberikan respon, perawat segera
meminta bantuan dengan berteriak dan mengaktifkan sistem
gawat darurat EMS / SPGDT.
d. Memperbaiki posisi pasien dan perawat
a. Posisikan pasien supinasi atau terlentang di permukaan
yang keras dan datar
b. Memperbaiki posisi pasien dengan cara log roll (kepala,
leher, dan punggung digulingkan secara bersamaan)
c. Posisikan perawat senyaman mungkin dengan posisi
berlutut sejajar bahu pasien untuk pemberian resusitasi
secara efektif.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 29


e. Circulation
Memastikan adanya denyut nadi pasien dengan meletakkan jari
telunjuk dan jari tengah di nadi karotis pasien (di sisi kanan atau
kiri leher sekitar 1-2 cm dari thrakhea) raba selama < 10 detik.

Gambar 4. Cek Nadi Karotis

Jika nadi tidak teraba dan napas tidak terasa lakukan resusitasi
jantung paru, lakukan kompresi jantung luar dengan
perbandingan 30: 2 (kompresi: ventilasi) baik 1 atau 2 orang
perawat dengan teknik sebagai berikut:
1. Letakkan salah satu pangkal telapak tangan perawat pada
pertengahan dari seperdua bagian bawah tulang dada
(sternum)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 30


Gambar 5. Penentuan Lokasi Kompresi

Letakkan pangkal telapak tangan yang satu lagi menumpang


diatas tangan yang pertama. Letakkan jari-jari kedua tangan
atau saling mengait untuk memastikan penekanan pada tulang
sternum, tidak pada tulang iga maupun perut.
Tempatkan badan perawat vertikal diatas pasien dengan
bertumpu pada kedua lengan yang diluruskan diatas`sternum
pasien dan tekan sternum tegak lurus sedalam 2’ - 2,4’ inchi
(5-6 cm), rekoil dada maksimal dan meminimalkan interupsi.

Gambar 6. Posisi Kompresi

Kedalaman Rasio
Dewasa 2 – 2,4 inchi (5 – 6 cm) 30:2 (1 atau 2 Perawat)
30:2 (1 Perawat)
Anak 1/3 diameter AP dada
15:2 (2 Perawat)
30:2 (1 Perawat)
Bayi 1/3 diameter AP dada
15:2 (2 Perawat)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 31


a. Resusitasi jantung paru yang berkualitas:
1) Posisikan diri di samping pasien
2) Pastikan posisi pasien aman dan supinasi/ terlentang
3) Letakkan kedua telapak tangan (saling menumpuk), di
prosesus xipoideus atau diantara kedua puting susu.
4) Posisi perawat tegak lurus
5) Menurut (AHA, 2020) pemberian resusitasi jantung paru
bisa dikatakan berkualitas jika mencakup hal ini, yaitu
tekan kuat (minimum 2 inch / 5 cm) dan kecepatannya
(100 -120 kali per menit) dan tunggu rekoil dada selesai
dengan sempurna, meminimalisir interupsi dalam
kompresi, menghindari ventilasi berlebihan, ganti
kompresor/perawat tiap 2 menit, namun boleh dilakukan
<2 menit jika sudah mulai kelelahan, jika tidak
ditemukannya suara napas lanjutan, rasio kompresi
ventilasi 30:2, kapnografi gelombang kuantitatif, jika hasil
PETCO2 rendah ataupun menurun, kaji ulang kualitas
RJP yang telah diberikan.
6) Recovery Position (Posisi Pemulihan)

1 2

3 4

Gambar 7. Posisi Recovery

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 32


7) Bila keadaan pasien sudah kembali normal, posisikan
pasien dengan posisi pemulihan untuk mencegah
terjadinya sumbatan saluran napas jika terdapat cairan.

A. BHD Dewasa
Langkah-langkah BHD pada orang dewasa:
1. Pastikan lingkungan yang aman, cek respon pasien, dan
panggil bantuan.
a. Perawat memastikan lingkungan aman untuk perawat dan
pasien.
b. Cek respon dengan tepuk pundak dan panggil atau katakan
"Apa anda baik-baik saja?"
c. Jika pasien tidak berespon, maka perawat memanggil
bantuan/mengaktifkan sistem emergenci sesuai dengan
lokasi (IHCA/OHCA)
2. Kaji pernapasan dan nadi pasien secara bersamaan
a. Untuk meminimalkan tertundanya CPR, kaji napas dan nadi
pasien secara bersamaan dalam waktu tidak lebih dari 10
detik.
b. Kaji napas dengan melihat pergerakan naik turun dada.
c. Kaji nadi dengan mempalpasi arteri carotis yaitu sekitar 2-3
jari dari trakea menuju otot samping leher
• Jika pasien bernapas normal, ada nadi, pantau pasien
sampai datang bantuan.
• Jika pasien benapas abnormal, ada nadi: berikan
bantuan napas (rescue breathing).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 33


• Jika pasien bernapas abnormal atau hanya gasping,
tidak ada nadi: mulai CPR
3. Mulai CPR dengan siklus 30 kompresi dada dan 2 bantuan
napas
Langkah-langkah melakukan kompresi dada:
a. Posisikan perawat pada sisi pasien.
b. Pastikan pasien berbaring di atas alas yang cukup keras
dan datar, jika pasien telungkup dengan hati-hati posisikan
menjadi telentang. Jika dicurigai terdapat cedera pada leher
atau kepala, usabakan menjaga kepala, leher dan badan
dalam satu garis lurus ketika menggulingkan badan pasien.
c. Letakan bagian tumit tangan di atas tulang dada pasien
yaitu setengah bagian bawah dari sternum.
d. Letakan tumit lengan dan posisikan bahu tepat diatas posisi
tangan.
e. Push hard push fast, tekan sedikitnya 2 inchi (5 cm) pada
setiap kompresi dengan kecepatan sedikitnya 100-120
x/menit
f. Pada akhir tiap kompresi pastikan dada kembali naik
sempurna (complate chest recoil)
g. Minimalkan interupsi.
Catatan:
Jangan memindahkan pasien selama CPR sedang
berlangsung kecuali pada lingkungan yang berbahaya (seperti
dalam gedung terbakar) atau perawat tidak yakin dapat
memberikan CPR dengan efektif pada posisi atau lokasi pasien
saat itu.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 34


Langkah-langkah dalam bantuan napas:
a. Buka Jalan Napas: ada 2 cara dalam membuka jalan napas
yaitu: Head Tilt - Chin lift dan jaw thrust.
Head Tilt - Chin lift: posisi perawat di sisi pasien, letakan satu
tangan pada dahi dan tekan dahi, letakan jari tangan lain
dibawah tulang dagu dan dorong dagu keatas. Cara ini akan
membuat lidah terangkat sehingga tidak mengobstruksi
jalan napas.
Jaw Thrust: posisi perawat diatas kepala pasien, letakan
kedua tangan pada masing-masing sisi kepala pasien,
letkan jari-jari perawat dibawah sudut rahang bawah, dan
naikkan dengan kedua tangan, memajukan posisi rahang.
Jika bibir tertutup, tekan bibir bawah dengan ibu jari perawat
untuk membukanya.
Catatan:
Gunakan jaw trust jika pasien dicurigai ada cedera kepala
atau leher, namun jika dengan jaw trust jalan napas tidak
terbuka, maka lakukan saja Head Tilt - Chin lift.
b. Berikan Bantuan Napas
Pemberian bantuan napas pada orang dewasa dapat
dilakukan dengan menggunakan metode mulut-ke-alat
barrier seperti pocket mask ataupun pemberian langsung
dengan menggunakan alat bag-mask.
Pocket mask: posisikan perawat disisi pasien letakan mask
pada wajah pasien, dan gunakan batang hidung sebagai
petunjuk posisi yang tepat. Letakan jari telunjuk dan ibu jari
tangan yang dekat dengan kepala pasien pada bagian atas

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 35


mask dan letakan ibu jari tangan yang lainnya pada bagian
bawah mask. Jari yang lain berada pada tulang dagu dan
tetap dalam posisi head tilt chin lift. Berikan setiap napas
selama 1 detik cukup sampai terlihat dada terangkat.
Bag-mask dengan 2 perawat: posisikan perawat diatas
kepala pasien dan tempatkan mask pada wajah pasien
dengan menggunakan batang hidung sebagai petunjuk
posisi yang tepat. Gunakan tehnik E-C clamp dengan cara:
Ibu jari dan jari telunjuk tangan yang satu membentuk huruf
“C” pada atas mask dan menekan mask kewajah serta
gunakan jari lainnya untuk mengangkat sudut dagu
membentuk huruf “E” dan bantu menekan wajah ke mask.
Tekan Bag untuk memberikan napas (1 detik tiap napas)
sambil memperhatikan kenaikan dada.

Anda baru saja mempelajari bagaimana melakukan BHD pada


orang dewasa. Menarik sekali bukan?
Selanjutnya Anda akan belajar tentang bagaimana melakukan
BHD pada anak-anak.
Ayo, pelajari dengan baik, karena ini penting sekali diketahui
agar Anda bisa melakukan BHD kepada pasien anak.
Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 36


B. BHD Anak
Langkah-langkah BHD pada Anak:
Prosedur BHD pada anak-anak usia satu tahun ke atas hingga usia
remaja memiliki langkah-langkah yang sama seperti prosedur BHD
dewasa, yaitu dengan tahap Compression, Airway, dan Breathing.
Compression bertujuan untuk mengembalikan sirkulasi darah,
dengan langkah-langkah berikut ini:
a. Bila Anda sendiri dan tidak menyaksikan awal mula ketika
pasien tidak sadar, lakukan lima siklus kompresi dan bantuan
napas (sekitar dua menit) sebelum menghubungi nomor gawat
darurat dan mengambil AED.
b. Bila Anda sendiri dan menyaksikan awal mula pasien mulai
tidak sadar, hubungi nomor gawat darurat, ambil AED, dan
lakukan CPR. Bila ada dua orang perawat, satu orang perawat
mesti mengaktifkan EMS/SPGDT dan mengambil AED,
kemudian satu orang lainnya mulai melakukan CPR.
c. Posisikan pasien untuk tidur terlentang pada permukaan yang
datar dan solid.
d. Berlututlah dengan memposisikan lutut di antara leher dan
bahu anak.
e. Gunakan dua tangan atau satu tangan bila anak bertubuh kecil,
untuk melakukan pijat jantung atau kompresi dada.

Gambar 19. Compresi pada Anak

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 37


f. Letakkan telapak tangan di tengah dada pada garis puting.
Kemudian letakkan tangan lainnya di atas tangan yang berada
di tengah dada.
g. Lakukan kompresi dada sedalam sekitar lima cm. Bila pasien
telah berusia remaja, kompresi dada dilakukan dengan
menekan dada sedalam 5-6 cm. Lakukan 30 kompresi dada
dengan kecepatan 100-120 kali per menit.
h. Jika Anda bukan tenaga yang terlatih, tidak pernah
mendapatkan pelatihan BHD sebelumnya, pernah
mendapatkan pelatihan tetapi sudah lupa, maka lakukan
kompresi dada hingga bantuan medis tiba atau pasien sadar.
Namun apabila Anda adalah tenaga yang terlatih dan siap
melakukan BHD lanjutkan ketahap airway dan breathing.
Airway untuk membebaskan jalan napas, dilakukan dengan
tahapan berikut ini:
a. Setelah melakukan 30 hitungan kompresi dada, buka jalan
napas pasien dengan metode head-tilt dan chin-lift.
b. Letakkan telapak tangan pada dahi pasien. Kemudian secara
perlahan, tengadahkan kepala pasien. Gunakan tangan yang
lain untuk menarik dagu pasien sehingga jalan napas terbuka.
c. Breathing untuk memberikan bantuan napas, dilakukan
dengan satu siklus BHD, atau 30 hitungan kompresi dada
disertai dua kali pemberian bantuan napas. Berikut ini caranya:
d. Setelah jalan napas terbuka, pencet cuping hidung pasien dan
tutup mulut pasien dengan mulut perawat, untuk memberikan
dua kali bantuan napas.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 38


e. Pastikan selama meniupkan napas, dada pasien terangkat.
Bila pada tiupan pertama dada terangkat, lanjutkan untuk
memberikan bantuan napas yang kedua. Namun jika dada
tidak terangkat, ulangi lagi pembebasan jalan napas dengan
metode head-tilt dan chin lift. Usahakan untuk tidak
memberikan bantuan napas terlalu banyak atau meniupkan
napas terlalu kencang.
f. Setelah dua napas diberikan, lanjutkan untuk melakukan siklus
BHD yang kedua. Bila terdapat dua perawat, lakukan 15
hitungan kompresi dada pada satu siklus CPR dan dua kali
bantuan napas.

Gambar 20. Membuka Jalan Napas dan Memastikan Adanya


Pernapasan

g. Bila terdapat AED, gunakan AED sesuai petunjuk. Jika


memungkinkan, gunakan bantalan AED khusus untuk pasien
anak-anak. Berikan satu kejutan dan ulangi RJP. Teruskan
BHD hingga pasien sadar atau bantuan datang.
h. Evaluasi dilakukan setelah 5 siklus dilakukan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 39


Gambar 21. Posisi Recovery

Luar biasa, ternyata melakukan BHD pada anak-anak berbeda


dengan pada orang dewasa. Anda sudah mengetahui
semuanya. Selanjutnya Anda akan belajar tentang bagaimana
melakukan BHD pada bayi. Ini juga sangat penting Anda
pelajari, siapa tahu Anda menemukan kasus
kegawatdaruratan pada bayi di sekitar Anda.
Selamat belajar!

C. BHD Bayi
Henti jantung pada bayi umumnya disebabkan oleh kekurangan
oksigen, misalnya akibat tenggelam atau tersedak. Bila Anda
menyadari bahwa bayi mengalami sumbatan jalan napas, lakukan
pertolongan pertama untuk membebaskan jalan napas terlebih
dahulu. Bila Anda tidak mengetahui penyebab henti napas pada
bayi, lakukan BHD.
Untuk memulai BHD, periksa dulu keadaan sekitar, goyangkan
bayi, dan lihat respons bayi seperti ada atau tidaknya gerakan. Bila

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 40


tidak terdapat respons, lakukan RJP dengan metode compression,
airway dan breathing untuk bayi di bawah satu tahun (bukan untuk
bayi baru lahir).
Compression dilakukan dengan cara berikut ini:
1. Bila Anda sendiri dan tidak menyaksikan ketika bayi mulai
kolaps, lakukan lima siklus kompresi dan bantuan napas
(sekitar dua menit), sebelum menghubungi nomor gawat
darurat dan mengambil AED.
2. Bila Anda sendiri dan melihat ketika bayi mulai kolaps, hubungi
nomor gawat darurat, ambil AED, dan lakukan CPR. Jika ada
dua orang perawat, satu orang perawat harus menghubungi
nomor gawat darurat dan mengambil AED. Kemudian satu
orang perawat lainnya mulai melakukan CPR.

Gambar 22. Cek Nadi Brakhialis Pada Bayi


3. Posisikan bayi untuk tidur terlentang pada permukaan yang
datar dan solid.
4. Bayangkan garis horizontal di antara kedua puting susu bayi
dan letakkan dua jari (dari satu tangan) di bawah garis tersebut
di tengah dada.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 41


5. Lakukan kompresi dada sedalam kurang lebih 4 cm dengan
hati-hati sekitar 1/3-1/2 kedalaman dada.
6. Lakukan kompresi dada sambil menghitung jumlah kompresi
dengan keras, kecepatan kompresi 100-120 kali per menit.

Gambar 23. Kompresi Pada Bayi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 42


Airway dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Setelah melakukan 30 kali kompresi dada, dorong atau angkat
kepala ke belakang secara perlahan, dengan satu tangan
mengangkat dagu dan satu tangan lainnya mendorong dahi.
2. Jangan memiringkan kepala ke belakang jika anak diduga
mengalami cedera leher atau kepala.
Breathing dilakukan dengan cara berikut ini:
1. Tutup mulut dan hidung bayi menggunakan mulut Anda.
Gunakan kekuatan otot pipi untuk meniupkan udara secara
perlahan ke mulut bayi. Anda tidak disarankan menggunakan
tarikan napas dalam dari paru-paru. Perhatikan, jika dada bayi
terangkat, maka berikan bantuan napas kedua. Namun bila
tidak terangkat, lakukan atau ulangi pembebasan jalan napas
dan berikan bantuan napas.
2. Bila dada bayi tetap tidak terangkat, lanjutkan kompresi dada.
3. Berikan dua bantuan napas setelah melakukan 30 hitungan
kompresi dada. Jika ada dua perawat, berikan dua kali bantuan
napas setelah 15 hitungan kompresi dada.
4. Teruskan BHD hingga bayi sadar atau bantuan medis datang.

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 3.


Sekarang Anda telah mengetahui bagaimana melakukan BHD
sesuai algoritma. Anda juga sudah bisa membedakan BHD
pada orang dewasa, pada anak maupun pada bayi. Bagaimana
dengan materinya? Menarik bukan? Semoga materinya bisa
dipahami dengan baik dan bisa bermanfaat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 43


SEKARANG SAYA TAHU

A. Ketika menolong pasien dengan henti jantung atau henti


napas untuk melakukan BHD maka yang harus dilakukan
adalah segera mengaktifkan emergency response atau
sistem tanggap darurat, pemberian BHD berkualitas tinggi,
melakukan defibrilasi, saat dirujuk ke rumah sakit diberikan
resusitasi lanjutan, jika pasien sudah normal diberikan
perawatan pasca henti jantung dan pemulihan. Langkah-
langkah melakukan BHD secara umum adalah pertama
memastikan lingkungan yang aman, cek respon pasien dan
memanggil bantuan. Langkah berikutnya mengkaji
pernapasan dan denyut nadi, kemudian melakukan BHD
pada pasien dewasa dengan siklus 30 kompresi dada dan 2
bantuan napas baik oleh 1 ataupun 2 perawat.
B. Bantuan Hidup Dasar pada anak, secara umum prosedurnya
hampir sama dengan BHD pada orang dewasa, yaitu
Compression, Airway dan Breathing. BHD pada anak oleh 1
perawat 30 kompresi dan 2 ventilasi jika dilakukan oleh 1
perawat. Jika oleh 2 perawat 15 kompresi dan 2 ventilasi.
C. BHD pada bayi dilakukan biasanya karena mengalami
sumbatan jalan napas, misalnya tersedak makanan. Pertama
dilakukan pembebasan jalan napas. Bila ada henti napas
maka baru lakukan BHD. Kompresi dada sedalam kurang
lebih 4 cm dengan hati-hati sekitar 1/3-1/2 kedalaman dada,
sambil menghitung jumlah kompresi dengan keras dengan
kecepatan kompresi 100-120 kali per menit. Bantuan
Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 44
pernapasan dilakukan dengan cara menutup mulut dan
hidung bayi menggunakan mulut Anda. Gunakan kekuatan
otot pipi untuk meniupkan udara secara perlahan ke mulut
bayi. Jika dada bayi terangkat, maka berikan bantuan napas
kedua. Namun bila tidak terangkat, lakukan atau ulangi
pembebasan jalan napas. BHD pada bayi oleh 1 perawat 30
kompresi dan 2 ventilasi jika dilakukan oleh 1 perawat. Jika
oleh 2 perawat 15 kompresi dan 2 ventilasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 45


REFERENSI

1. American Hearth Association.2020. Guideline For CPR and


ECC

2. PERKI, K.K.K.P., & PERKI. T.S.C.P. (2020). Pedoman Bantuan


Hidup Dasar dan Bantuan HIdup Jantung Lanjut pada Dewasa,
Anak dan Neonatus Terduga Positif Covid 19

3. Panchal, A. R., Bartos, J. A., Cabañas, J. G., Donnino, M. W.,


Drennan, I. R., Hirsch, K. G., ... & Berg, K. M. (2020). Part 3:
adult basic and advanced life support: 2020

4. Bidang Diklat DPP HIPGABI (2020), Module Pelatihan Basic


Trauma Cardiac Life Sopport (BTCLS) Edisi 2020.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) 46


MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 2
TRIAGE PASIEN
DAFTAR ISI
Daftar isi ……………………………………...……………………... ii
A. Tentang Modul Ini ……………………….…………………....... 1
Triage Pasien…………………..……………............................ 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….………………………… 3
Materi Pokok …………………....……….……………………… 4
B. Kegiatan Belajar ………………………………………………… 6
Materi Pokok 1 Konsep Triage………………………………… 6
Materi Pokok 2 Langkah Pelabelan Triage Pre Hospital…… 18
Materi Pokok 3 Bagan Alir Triage Intra Hospital……………… 22
Materi Pokok 4 Bagan Alir Triage Bencana menggunakan 39
Simple Triage and Rapid Treatment
(START)………………………………………
Materi Pokok 5 Cara Pendokumentasian Triage dengan 47
Sistim SOAP…………………………………
Referensi ……………………………………………………………. 55
A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


TUJUAN PEMBELAJARAN
DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini membahas tentang konsep Triage, langkah pelabelan Triage


pre hospital, bagan alir Triage intra hospital, bagan alir Triage bencana
dan cara pendokumentasian Triage menggunakan SOAP. Konsep
Triage adalah ide atau rancangan yang telah disepakati oleh beberapa
ahli terkait cara memilih dan memilah pasien di IGD yang harus segera
mendapatakan pertolongan berdasarkan kegawatadaruratannya.
Langkah-langkah pelabelan Triage pre hospital adalah urutan kita
melakukan pemilihan pasien dengan cara yang paling mudah pada
korban kegawatdaruratan berdasarkan warna yang disepakati
sebelum masuk ke rumah sakit.
Bagan alir Triage intra hospital adalah suatu skema alur pemilihan
pasien di dalam rumah sakit untuk memudahkan petugas IGD
melakukan penanganan kegawatdaruratan. Bagan alir Triage bencana
dengan menggunakan metode START adalah suatu skema alur yang
sudah dibuat dalam kejadian massal bencana untuk dapat
menyelamatkan korban sebanyak-banyaknya dalam waktu yang
singkat.
Cara pendokumentasian Triage dengan sistim SOAP adalah
pencatatan sistimatis dilakukan petugas Triage di IGD, memuat data
subyektif, data obyektif yang ditemukan saat itu dan segera dianalisa
dan ditentukan prioritas tindakan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami
Triage Pasien.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan Konsep Triage
2. Menjelaskan Langkah Pelabelan Triage Pre Hospital
3. Menjelaskan Bagan Alir Triage Intra Hospital
4. Menjelaskan Bagan Alir Triage Bencana menggunakan Simple
Triage and Rapid Treatment (START)
5. Menjelaskan Cara Pendokumentasian Triage dengan Sistim
SOAP.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Konsep Triage
2. Langkah Pelabelan Triage Pre Hospital
3. Bagan Alir Triage Intra Hospital
4. Bagan Alir Triage Bencana menggunakan Simple Triage and
Rapid Treatment (START)
5. Cara Pendokumentasian Triage dengan Sistim SOAP

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


MATERI POKOK 1
KONSEP TRIAGE

Pendahuluan
Triage merupakan fungsi penting dalam Instalasi Gawat Darurat (IGD),
di mana banyak pasien mungkin datang dalam waktu yang bersamaan.
Triage bertujuan untuk memastikan bahwa pasien dirawat dalam
urutan urgensi klinis mereka yang mengacu pada perlunya intervensi
kritis waktu. Urgensi klinis tidak identik dengan kompleksitas atau
keparahan. Triage juga memungkinkan alokasi pasien ke area
penilaian dan perawatan yang paling tepat, dan menyumbangkan
informasi yang membantu menggambarkan campuran kasus dalam
unit gawat darurat. Triage menjadi komponen yang sangat penting di
IGD, terutama karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan
pasien ke rumah sakit. Berbagai laporan dari IGD menyatakan adanya
kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu ada metode
menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak awal kedatangan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat dapat menjelaskan
konsep Triage

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Definisi Triage
B. Pembagian Triage
C. Prinsip seleksi korban

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


Uraian Materi Pokok 1

Anda pasti sering mendengar istilah Triage. Apakah Triage ada


di pelayanan IGD? Apa yang Anda ketahui tentang Triage?
Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat belajar yang
tinggi ya! Mari kita coba belajar Triage dengan penuh semangat!

A. DEFINISI TRIAGE
Kata Triage berasal dari bahasa perancis Trier, yang artinya
menyusun atau memilah. Kata ini pada awalnya digunakan untuk
menyebutkan proses pemilahan biji kopi yang baik dan yang rusak.
Proses pemilahan di dunia medis pertama kali dilaksanakan sekitar
tahun 1792 oleh Baron Dominique Jean Larrey, seorang dokter
kepala di Angkatan perang Napoleon.
Triage berasal dari kata Perancis yang berarti menyeleksi. Dulu
istilah ini dipakai untuk menyeleksi buah anggur untuk membuat
minuman anggur yang bagus atau memisahkan biji kopi sesuai
kualitasnya. Konsepnya semakin berkembang seperti yang
digunakan sekarang ini ditetapkan setelah perang dunia I.
Farrohknia (2011) menyatakan bahwa Triage merupakan suatu
konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua klien yang memerlukan pertolongan dan
penetapan prioritas penanganannya. Pusponegoro (2011)
mengartikan Triage merupakan turunan dari bahasa Perancis Trier

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


dan bahasa Inggris Triage yang artinya dalam bahasa Indonesia
adalah sortir.
Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien
berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menenetukan
jenis perawatan gawat darurat. Istilah ini lazim digunakan untuk
mendiskripsikan konsep pengkajian yang tepat dan berfokus
dengan suatu cara yang memanfaatkan sumber daya manusia
dengan peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100
juta orang yang memerlukan perawatan di IGD setiap tahunnya
(Moll, 2010).

Anda telah mempelajarai definisi Triage. Materi selanjutnya


akan membahas tentang pembagian Triage. Silahkan Anda
pelajari materi berikutnya. Selamat belajar!

B. PEMBAGIAN TRIAGE
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang pembagian
Triage. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar!

1. Pre Hospital (Pelabelan Triage)


Labeling Triage adalah pemberian label berdasarkan warna.
Untuk Triage warna hijau pasien dengan keadaan tidak gawat
darurat, warna kuning pasien dengan keadaan gawat tidak
darurat, untuk warna merah artinya pasien dengan keadaan
gawat darurat (Firdaus, 2014). Begitu juga, dalam pelaksanaan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


Triage harus sesuai dengan standar operasianal rumah sakit
(Hosnaniah, 2014).
2. Intra Hospital (ATS 5 Level dan 3 Level)
Departemen Darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru
menggunakan berbagai Sistim Informasi IGD untuk
menyediakan fungsi-fungsi utama, seperti manajemen dan
penilaian Triage. Dengan menggunakan sistim ini, IGD dapat
memilih untuk mengidentifikasi setiap kategori ATS
menggunakan warna tertentu.
Merah (Kategori 1), Oranye (Kategori 2), Hijau (Kategori 3), Biru
(Kategori 4) dan Putih (Kategori 5), adalah umumnya digunakan
oleh IGD untuk mengidentifikasi setiap kategori ATS, dan
direkomendasikan untuk menjadi standar warna yang digunakan
di seluruh Australia dan Selandia Baru. Namun demikian,
penunjukan warna hanya boleh digunakan sebagai tambahan
untuk penunjukan numerik yang mengidentifikasi setiap kategori
Triage.
Di Australia, Triage dilakukan oleh anggota staf yang terlatih dan
berpengalaman secara khusus. Waktu untuk perawatan yang
dijelaskan untuk setiap kategori ATS mengacu pada waktu
maksimum pasien dalam kategori itu harus menunggu penilaian
dan perawatan. Dalam kategori yang lebih mendesak, penilaian
dan perawatan harus terjadi secara bersamaan. Idealnya, pasien
harus dilihat dengan baik dalam waktu maksimum yang
disarankan. Kondisi tersirat kategori 1 hingga 4 adalah asumsi
bahwa hasil klinis dapat dipengaruhi oleh penundaan untuk
penilaian dan perawatan di luar waktu yang disarankan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


Waktu tunggu maksimum untuk kategori 5 mewakili standar
untuk penyediaan layanan. Di mana pasien memiliki waktu
tunggu kurang dari atau sama dengan waktu tunggu maksimum
yang ditentukan oleh ATS mereka, kategori IGD dianggap telah
mencapai indikator kinerja untuk presentasi tersebut.
Pencapaian indikator harus dicatat dan dibandingkan antara
sejumlah besar presentasi.
Adapun pembagian Triage dalam 3 level sebagai berikut :
a. Prioritas 1 (Emergency) → Merah
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, kolaps
kardiovaskuler dimana memerlukan evaluasi dan intervensi
segera. Ruang resusitasi dengan alokasi tenaga dan
peralatan maksimal waktu tunggu nol
b. Prioritas 2 (Urgent) → Kuning
Pasien dengan penyakit yang akut tapi tidak dalam kondisi
ancaman kolaps. Perlu perhatian awal. Mungkin
membutuhkan trolly. Waktu tunggu 30 menit area critical
care
c. Prioritas 3 (Non Urgent) → Hijau
Pasien dengan masalah migdis yang minimal. Kondisi yang
timbul sudah lama/luka lama. Bisa jalan/butuh kursi roda
area ambulatory
d. Prioritas 0 (Kematian) → Hitam
Tidak ada respon pada segala rangsangan. Tidak ada
respirasi spontan. Tidak ada aktivitas jantung. Hilangnya
respon pupil terhadap cahaya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


Tabel Triage 3 Level

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


Alur Triage,Tindakan, Evakuasi & Transportasi Intra Hospital

3. Triage Bencana (4 Kategori Triage START)


Triage bencana meliputi 4 kategori yaitu :
a. High Priority (Green/Hijau)
Penanganan kepada pasien yang memiliki kemungkinan
hidup lebih besar. Pasien tidak mengalami cedera yang
serius sehingga dapat dibebaskan dari TKP agar tidak
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12
bertambah pasien yang lebih banyak. Pasien yang memiliki
peluang hidup lebih banyak harus diselamatkan terlebih
dahulu.
b. Intermigdiate Priority (Yellow/Kuning)
Kondisi pasien tidak kritis dan memiliki prioritas kedua
setelah pasien dengan warna hijau.
c. Low Priority (Red/Merah)
Pasien mengalami kondisi kritis sehingga memerlukan
penanganan yang lebih kompleks dan membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk usaha penyelamatan.
d. Lowest Priority (Black/Hitam)
Pasien yang sudah tidak dapat bertahan lagi dengan
keadaan yang fatal atau sudah meninggal.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


Bagan Triage Bencana 4 kategori

Nah, sekarang Anda telah mengetahui pembagian Triage? Yuk


terapkan pembagian Triage sesuai ketentuannya. Materi
selanjutnya akan membahas tentang prinsip seleksi korban.
Silahkan Anda pelajari materi berikutnya. Selamat belajar!
“Belajar itu menyenangkan”

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


C. PRINSIP SELEKSI KORBAN
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang prinsip seleksi
korban. Yuk pelajari materi berikut dengan seksama!
Semangat yah!

Prinsip seleksi korban terdiri dari:


1. Segera dan tepat waktu
2. Penilaian yang memadai dan akurat
3. Keputusan berdasarkan penilaian
4. Intervensi sesuai dengan kondisi kegawatdaruratan
5. Kepuasan pasien
6. Dokumentasi lengkap
Prinsip Triage harus mengacu pada:
1. Menetapkan kondisi yang paling mengancam nyawa
2. Mengerahkan & fokus pada tindakan
3. Parameter hemodinamik stabil
4. Mendapatkan pelayanan medis yang berkualitas, berkeadilan &
efisien.

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 1. Bagaimana dengan


materinya? Menarik bukan? Seorang petugas kesehatan yang
jaga di IGD harus mampu menyeleksi korban sesuai dengan
ketentuan. Yuk istirahat sejenak untuk memulihkan konsentrasi,
kemudian Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar 2 ya! Ayo
belajarnya tetap semangat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


SEKARANG SAYA TAHU

A. Definisi Triage
Triage adalah cara pemilihan korban/pasien baik di luar maupun
dalam rumah sakit dengan cara yang singkat dan sederhana
untuk menentukan korban/pasien yang manakah yang harus
segera menerima penanganan kasus kegawatdaruratannya.
B. Pembagian Triage
Pembagian Triage adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh
petugas baik di luar rumah sakit, di dalam rumah sakit maupun
dalam keadaan bencana dengan menggunakan sistim yang
berbeda baik itu pelabelan maupun sistim START.
C. Prinsip Seleksi Korban
Prinsip dalam seleksi korban dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecacatan maupun kematian berfokus pada penilaian
yang akurat serta tindakan cepat dalam penanganan
kegawatdaruratan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


MATERI POKOK 2
LANGKAH PELABELAN TRIAGE
PRE HOSPITAL
Pendahuluan
Pernah melihat garis berwarna di lantai IGD rumah sakit? Pernahkah
terpikirkan apa kegunaan dari warna-warna tersebut? Garis-garis
tersebut dinamakan Triage yang didefinisikan sebagai suatu cara
untuk menyeleksi atau memilah korban berdasarkan tingkat
kegawatan.
Pernahkah juga Anda melihat di IGD, tiba-tiba seseorang yang datang
belakangan justru akan mendapatkan prioritas penanganan oleh
petugas? Hal ini didasarkan atas pelabelan yang telah dilakukan
petugas sebelumnya di luar rumah sakit berdasarkan
kegawatdaruratan yang terjadi. Tujuan dari pelabelan Triage ini adalah
untuk mempercepat pemberian pertolongan terutama pada para
korban yang dalam kondisi kritis atau emergensi sehingga nyawa
korban dapat diselamatkan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
langkah pelabelan Triage Pre Hospital.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2, yaitu langkah-langkah pelabelan
Triage Pre Hospital.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


Uraian Materi Pokok 2

Anda pasti sering mendengar istilah langkah pelabelan Triage


Pre Hospital. Apakah anda sudah tahu langkah Pelabelan Triage
Pre Hospital? Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat
belajar yang tinggi ya! Mari kita coba belajar langkah pelabelan
Triage Pre Hospital dengan penuh semangat

A. LANGKAH PELABELAN TRIAGE PRE HOSPITAL

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang pelabelan Triage


Pre Hospital. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar! Banyak belajar kita akan semakin pintar!

Tujuan dari Triage Pre Hospital adalah untuk mengurangi kematian


yang dapat dicegah dan cacat permanen dan untuk meningkatkan
hasil pasien dengan mencocokkan kebutuhan pasien yang terluka
dengan tingkat perawatan yang tepat dengan cara yang aman dan
tepat waktu. Keputusan Triage Pre Hospital didasarkan pada anatomi,
fisiologis dan tinggi kriteria risiko mekanisme, sumber daya yang
tersedia, dan faktor waktu dan jarak ke rumah sakit tingkat perawatan
yang tersedia di fasilitas tujuan memiliki dampak yang signifikan
terhadap hasil, oleh karena itu akses ke tingkat layanan trauma dapat
dengan cepat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


Berikut adalah langkah-langkah dalam pelabelan Triage Pre Hospital :
1. Langkah 1: Airway (Jalan Nafas)
Tidak bernapas, buka jalan napas, jika kembali bernafas Merah, jika
tetap tidak bernapas: Hitam
2. Langkah 2: Respiration (Breathing)
a) Pernapasan >30 kali/menit atau <10 kali/menit: Merah
b) Pernapasan 10 - 30/menit: tahap berikut
3. Langkah 3: Cek perfusi (Radial Pulse) atau Capillary Refill Test
(kuku atau bibir kebiruan)
a) Bila >2 detik: Merah
b) Bila <2 detik: tahap berikut
c) Bila pencahayaan kurang, cek nadi radialis, bila tidak
teraba/lemah: merah
d) Bila nadi radialis teraba: Langkah berikutnya
4. Langkah 4: Mental Status
a) Berikan perintah sederhana kepada penderita, jika dapat
mengikuti: Kuning
b) Bila tidak dapat mengikuti perintah: Merah
Tindakan yang harus cepat dilakukan:
1. Buka jalan napas, bebaskan benda asing atau darah (obstruksi
jalan napas) Berikan napas buatan segera jika pasien tidak
bernapas.
2. Balut tekan dan tinggikan jika ada luka terbuka/ perdarahan
Setelah melakukan langkah 1- 4 dan memberikan tanda/kartu kepada
pasien, lekas untuk menuju ke pasien lain yang belum dilakukan
Triage. Triage selalu dievaluasi untuk menghindari kemungkinan
terjadi kesalahan pada waktu Triage.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 2. Bagaimana dengan
materinya? Menarik bukan? Yuk istirahat sejenak untuk
memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat melanjutkan
kegiatan belajar 3 ya! Ayo Belajarnya tetap semangat ya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


SEKARANG SAYA TAHU
Pelabelan Triage adalah tindakan memberikan label warna sesuai
dengan prioritas kegawatdarutannya pasien yang datang ke IGD.
Pemberian label warna dilakukan oleh petugas IGD yang telah
berpengalaman atau petugas yang telah mengikuti pelatihan BTCLS,
Emergency Nursing maupun Triage Officer Course.
Pelabelan warna tersebut telah disepakati oleh beberapa ahli dan
memberikan kemanfaatan untuk petugas IGD melakukan tindakan
prioritas sehingga mampu mencegah terjadinya kecacatan hingga
kematian. Pelabelan warna meliputi warna merah yang artinya gawat
darurat dan harus segera ditangani, warna kuning artinya gawat tidak
darurat, warna hijau yang artinya tidak gawat dan tidak darurat, warna
hitam artinya tidak memerluakn lagi tindakan apapun karena
menunjukkan tanda-tanda kematian.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


MATERI POKOK 3
BAGAN ALIR TRIAGE INTRA HOSPITAL

Pendahuluan
Labeling Triage adalah pemberian label berdasarkan warna. Untuk
warna Triage yang digunakan warna hijau pasien dengan keadaan
tidak gawat darurat, warna kuning pasien dengan keadaan gawat tidak
darurat, untuk warna merah artinya pasien dengan keadaan gawat
darurat (Firdaus, 2014). Begitu juga, dalam pelaksanaan traige harus
sesuai dengan standart operasianal rumah sakit (Hosnaniah, 2014).
Pelaksanaan Triage menggunakan standar labeling Triage, yang
dilakukan oleh perawat dan medis yang telah bersertifikat PPGD,
BTCLS, ACLS maupun yang sudah mempunyai pelatihan Triage.
Maka dari itu, diperlukan seorang perawat yang memiki kemampuan
dan pengetahuan yang lebih dalam pemberian labeling pasien di IGD.
Sehingga pasien dapat ditangani lebih cepat dan tepat sesuai dengan
labelingnya.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
Bagan Alir Triage Intra Hospital.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
1. ATS 5 Level
2. ATS 3 Level
3. Re Triage

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


Uraian Materi Pokok 3

Anda pasti sering mendengar istilah Bagan Alir Triage Intra


Hospital. Apakah anda sudah tahu apa itu Bagan Alir Triage Intra
Hospital? Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat belajar
yang tinggi ya! Mari kita coba belajar Bagan Alir Triage Intra
Hospital dengan penuh semangat!

A. ATS 5 LEVEL
Triage adalah titik pertama kontak publik dengan IGD. Penilaian
Triage umumnya harus tidak lebih dari dua hingga lima menit dengan
tujuan yang seimbang dari kecepatan dan ketelitian menjadi intinya.
Penilaian Triage melibatkan kombinasi dari masalah penyajian dan
penampilan umum pasien, dan dapat digabungkan dengan
pengamatan fisiologis terkait. Tanda-tanda vital hanya boleh diukur
pada Triage jika diperlukan untuk memperkirakan urgensi, atau jika
waktu memungkinkan.
Setiap pasien yang diidentifikasi sebagai ATS Kategori 1 atau 2 harus
segera dibawa ke dalam area penilaian dan perawatan yang tepat.
Penilaian keperawatan yang lebih lengkap harus dilakukan oleh
perawat perawatan menerima pasien. Penilaian Triage tidak
dimaksudkan untuk membuat diagnosis. Inisiasi investigasi atau
rujukan dari Triage tidak dilarang jika waktu memungkinkan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


Definisi yang diperluas dan catatan penjelasan
1. Waktu Kedatangan
Waktu kigdatangan adalah waktu kontak pertama yang tercatat
antara pasien dan staf IGD. Penilaian Triage harus terjadi pada saat
ini.
2. Waktu Penilaian dan Perawatan Medis
Meskipun penilaian dan perawatan penting dapat terjadi selama
proses Triage, kali ini mewakili mulai dari perawatan yang disajikan
pasien. Biasanya ini adalah waktu kontak pertama antara pasien
dan dokter yang awalnya bertanggung jawab atas perawatan
mereka. Ini sering dicatat sebagai “waktu yang dilihat oleh dokter”.
Di mana seorang pasien di IGD memiliki kontak secara eksklusif
dengan staf perawat yang bertindak di bawah pengawasan klinis
dari seorang dokter, ini adalah waktu kontak keperawatan pertama.
Ini sering dicatat sebagai “waktu yang dilihat oleh perawat”.
Di mana seorang pasien dirawat sesuai dengan jalur klinis,
protokol, atau protokol khusus masalah yang terdokumentasi dan
bermasalah atau pigdoman yang disetujui oleh Direktur
Pengobatan Darurat, ini adalah waktu kontak paling awal antara
pasien dan staf yang menerapkan protokol ini. Ini sering dicatat
sebagai yang lebih awal dari 'Waktu yang dilihat oleh perawat',
"Waktu dilihat oleh praktisi perawat" atau Waktu lihat oleh dokter'.
3. Waktu Tunggu
Ini adalah perbedaan antara waktu kedatangan dan waktu penilaian
dan perawatan medis awal. Sebuah akurasi perekaman dalam
menit terdekat adalah tepat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


Tabel Kategori Australasian Triage Scale (ATS)
Kategori ATS Respon Kategori Tanda Klinis
Kategori 1 Segera bersama Segera yang mengancam 1. Henti jantung
penilaian nyawa. Kondisi yang 2. Henti napas
dan perawatan merupakan ancaman 3. Risiko langsung gagal nafas
kehidupan (atau risiko yang 4. Laju pernapasan <10/menit
akan segera terjadi 5. Gangguan pernapasan ekstrem
Perburukan kondisi) dan 6. BP< 80 (dewasa) atau anak/bayi
membutuhkan tindakan yang sangat terkejut
cepat dan tepat 7. Tidak responsif atau hanya
merespons rasa sakit (GCS < 9)
8. Kejang yang sedang
berlangsung/berkepanjangan
9. IV overdosis dan tidak responsif atau
10. hipoventilasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


11. Gangguan perilaku parah dengan
segera
12. Ancaman kekerasan berbahaya
Kategori 2 Penilaian Segera mengancam jiwa Risiko jalan napas – stridor parah atau
dan perawatan Kondisi pasien adalah cukup hiperskresi dengan gangguan
dalam 10 Menit serius atau memburuk begitu pernapasan yang parah
(penilaian cepat sehingga ada potensi Syok
dan perawatan ancaman terhadap - Akral dingin , perfusi yang buruk
sering simultan) kehidupan, atau organ - HR<50 atau >150 (dewasa)
kegagalan sistim, jika tidak - Hipotensi dengan efek hemodinamik
dirawat dalam 10 menit - Kehilangan darah yang parah
setelah kedatangan Nyeri dada berhubungan dengan jantung
atau Rasa sakit yang sangat parah - penyebab
Penting waktu-kritis apa pun
Penanganan Diduga sepsis (secara fisiologis tidak
stabil

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


Potensi perawatan waktu Demam neutropenia BSL < 3 mmol/l
kritis (misalnya trombolisis, Mengantuk, penurunan daya tanggap
antidotum) untuk membuat penyebab apapun
efek yang signifikan pada (GCS< 13)
hasil klinis tergantung pada Stroke akut
pengobatan dimulai dalam Demam dengan tanda-tanda kelesuan
beberapa menit dari (segala usia)
kedatangan pasien di IGD Asam atau alkali memercik ke mata –
atau rasa sakit yang sangat membutuhkan irigasi
parah Dugaan endophthalmitis prosedur pasca-
Mandat praktik manusiawi mata
menghilangkan rasa sakit (pasca katarak, injeksi pasca-invitreal),
yang sangat parah atau nyeri onset tiba-tiba, penglihatan kabur
kesusahan dalam 10 menit dan mata merah.
Multi trauma utama (membutuhkan
terorganisir dengan cepat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


tanggapan tim)
Trauma terlokalisasi parah – fraktur
mayor,
Amputasi
Dugaan torsi testis
Riwayat berisiko tinggi:
- Obat penenang yang signifikan atau
racun lainnya
Konsumsi
- Envenomation signifikan/berbahaya
- Nyeri hebat atau fitur lain yang
menunjukkan PE, diseksi aorta/AAA atau
ektopik kehamilan
Perilaku/Psikiatri:
- kekerasan atau agresif

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


- ancaman langsung terhadap diri sendiri
atau orang lain
- membutuhkan atau telah membutuhkan
pengekangan
- agitasi atau agresi yang parah
Kategori 3 Penilaian dan Berpotensi Mengancam Jiwa Hipertensi berat
perawatan Kondisi pasien mungkin Kehilangan darah yang cukup parah –
mulai dari 30 Min perbaikan atau anggota penyebab apa pun
tubuh Sesak napas sigdang
mengancam, atau dapat Kejang (sekarang waspada)
menyebabkan morbiditas Muntah terus-menerus
yang signifikan, jika Dehidrasi
penilaian dan perawatan Cedera kepala dengan deficit neurologis
tidak dimulai di dalam singkat sampai pasien sadar
30 menit tiba Diduga sepsis (stabil secara fisiologis)
atau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


Urgensi situasional Nyeri yang cukup parah – penyebab apa
Ada potensi untuk pun yang membutuhkan analgesia
hasil yang merugikan jika Nyeri dada kemungkinan keparahan non-
perawatan kritis tidak dimulai jantung
dalam waktu Sakit perut tanpa risiko tinggi atau usia
30 menit atau pasien >65 tahun
Tindakan kegawat daruratan Cedera anggota tubuh sedang – kelainan
dalam waktu bentuk, parah laserasi, hancurkan
30 menit Tungkai – sensasi yang berubah, denyut
nadi yang tidak ada secara akut
Trauma - riwayat berisiko tinggi tanpa
resiko tinggi lainnya
Bayi stabil
Anak yang berisiko mengalami
pelecehan/dugaan tidak disengaja
cedera

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


Perilaku/Psikiatri:
- sangat tertekan, risiko melukai diri
sendiri
- psikotik akut atau gangguan pikiran
- krisis situasional, sengaja melukai diri
sendiri
- gelisah / ditarik
- berpotensi agresive
Kategori 4 Penilaian Berpotensi serius Perdarahan ringan
dan perawatan Kondisi pasien mungkin Aspirasi benda asing, tidak ada
mulai dari 60 Min memburuk, atau merugikan gangguan pernapasan
hasil dapat terjadi, jika Cedera dada tanpa nyeri tulang rusuk
penilaian dan perawatan atau pernapasan
adalah Kesulitan menelan, tidak ada gangguan
tidak dimulai dalam 1 jam pernapasan
kedatangan di IGD.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


Gejala sedang atau Cedera kepala ringan, tidak ada
berkepanjangan kehilangan kesadaran
atau Nyeri sedang, dengan risiko
Urgensi situasional Muntah atau diare tanpa dehidrasi
Ada potensi untuk Peradangan mata atau benda asing –
hasil yang merugikan jika normal
perawatan kritis tidak dimulai penglihatan
dalam 1 jam Trauma anggota tubuh kecil –
atau pergelangan kaki terkilir, mungkin fraktur,
Kompleksitas yang signifikan laserasi tanpa komplikasi yang
atau Keparahan membutuhkan investigasi atau intervensi
kemungkinan membutuhkan tanda-tanda, nyeri rendah/sedang, tidak
yang kompleks kerja dan ada gangguan neurovaskular
konsultasi dan/atau rawat Sendi "panas" bengkak
inap atau Sakit perut tidak spesifik
Perilaku/Psikiatri:

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


Tindakan kegawatdaruratan - Masalah kesehatan mental semi-
dalam waktu 1 jam mendesak
- Dalam pengamatan dan/atau tidak
segera
risiko terhadap diri sendiri atau orang lain
Kategori 5 Penilaian Kurang mendesak Nyeri minimal tanpa resiko tinggi
Dan perawatan Kondisi pasien adalah cukup Riwayat berisiko rendah dan sekarang
mulai dari dalam kronis atau kecil bahwa tanpa gejala
120 menit gejala atau klinis Gejala ringan dari penyakit stabil yang
hasil tidak akan ada
terpengaruh secara Gejala kecil dari kondisi berisiko rendah
signifikan jika penilaian dan Luka ringan - lecet kecil, kecil laserasi
perawatan tertunda hingga 2 (tidak memerlukan jahitan)
jam Peninjauan kembali terjadwal misalnya
dari kedatangan ulasan luka, kompleks berpakaian
Imunisasi saja

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


Perilaku/Psikiatri:
- Pasien yang diketahui dengan gejala
kronis
- Krisis sosial, kesabaran yang baik
secara klinis

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


KATEGORI TRIAGE BERDASARKAN BEBERAPA SISTIM

Level (ESI) Warna Kriteria CTAS Kriteria ATS


(MTS)

Level 1 Merah Resusitasi Segera mengancam


nyawa

Level 2 Oranye Emergensi Mengancam nyawa

Level 3 Kuning Urgensi Potensi mengancam


nyawa

Level 4 Hijau Semi urgensi Segera

Level 5 Biru Tidak urgensi Tidak segera

(Australia Triage System/ATS), Triage Kanada (Canadian Triage


Acquity System/CTAS), Triage Amerika Serikat (Emergency Severity
Index/ESI) dan Triage Inggris dan sebagian besar Eropa
(Manchester Triage Scale).

Anda telah mempelajarai ATS 5 Level. Materi selanjutnya akan


membahas tentang ATS 3 Level. Silahkan Anda pelajari materi
berikutnya. Selamat belajar! Belajar itu menyenangkan!

B. ATS 3 LEVEL
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang ATS 3 Level.
Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


Pada Triage yang sehari-hari dilakukan, tingkat kegawatdaruratan
pasien, senantiasa dinilai berdasarkan penilaian Primary Survey
yang terdiri atas Airway, Breathing, Circulation, Disability dan
Eksposure.
Adapun pembagian levelnya sebagai berikut:
1. Prioritas 1 (Resuscitation): Kondisi pasien yang mengancam
nyawa dan memerlukan penanganan yang agresif/segera
2. Prioritas 2 (Emergent): Kondisi pasien yang berpotensi
mengancam nyawa, dan/atau anggota tubuh beserta fungsinya,
dan membutuhkan intervensi migdis segera (waktu tunggu
pasien – 15 menit)
3. Prioritas 3 (Urgent): Kondisi pasien yang dapat berpotensi
menyebabkan kegawatan dan membutuhkan penanganan yang
cepat (waktu tunggu < 30 menit)

Nah, sekarang Anda telah mengetahui ATS 3 Level.? Yuk


terapkan pembagian ATS 3 LEVEL sesuai ketentuannya.
Materi selanjutnya akan membahas tentang Re-Triage.
Silahkan Anda pelajari materi berikutnya. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 36


C. RE-TRIAGE
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang Re-Triage.
Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!
Dengan belajar kita akan semakin pintar.

Jika kondisi pasien berubah saat sedang menunggu perawatan,


atau jika informasi tambahan yang relevan menjadi tersedia yang
berdampak pada urgensi pasien, pasien harus di Triage ulang.
Kedua Triage awal dan setiap kategorisasi berikutnya harus dicatat,
dan alasan untuk Triage ulang didokumentasikan.

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 3. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan? Yuk istirahat sejenak
untuk memulihkan konsentrasi, kemudian anda dapat
melanjutkan kegiatan belajar 4 ya! Ayo belajarnya tetap
semangat!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 37


SEKARANG SAYA TAHU
Penentuan level Triage sesuai dengan ATS lebih sering digunakan
di beberapa rumah sakit di Indonesia, karena lebih mendekati
dengan kondisi riil di masyarakat kita. Level Triage didasarkan atas
pelabelan yang dilakukan oleh petugas IGD terlatih/petugas Triage
sesuai dengan kegawatdaruratan yang dialami oleh korban/pasien
sehingga prioritas tindakan dapat segera dilakukan dengan cepat
dan tepat.
ATS 5 level terdiri dari pelabelan warna merah, oranye, hijau, biru
dan putih. Sedang ATS 3 level terdiri dari prioritas 1 (resusitasi),
prioritas 2 (emergensi) dan prioritas 3 (urgensi). Dengan beberapa
tanda gejala yang didapatkan dalam pemeriksaan saat itu, sehingga
mempermudah petugas untuk memilih pasien mana yang harus
segera mendapatkan tindakan proiritas.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 38


MATERI POKOK 4
SIMPLE TRIAGE AND RAPID
TREATMENT
Pendahuluan
Metode Triage START (Simple Triage and Rapid Treatment) tetap
mengutamakan/berdasarkan prinsip ABC. Perlu diingat bahwa saat
melakukan Triage jangan melakukan terapi/tindakan, orang yang
melakukan Triage hanya memberikan tanda berupa kartu berwarna
(merah, kuning, hijau dan hitam) ke setiap korban.
Dalam sistem START, pertama katakan pada korban yang bisa jalan
pindah ke daerah khusus yang sudah ditetapkan, kemudian alihkan
kepada korban yang tidak bisa jalan dengan penilaian awal. Hal ini
memudahkan petugas dalam menyelamatkan korban sebanyak-
banyaknya.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
Bagan Alir Triage Bencana menggunakan Simple Triage and Rapid
Treatment (START)

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
1. Parameter RPM
2. Algoritma START
3. Re-Triage

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 39


Uraian Materi Pokok 4

Anda pasti sering mendengar istilah Bagan Alir Triage


Bencana menggunakan Simple Triage and Rapid Treatment
(START) Apakah anda sudah tahu apa itu Bagan Alir Triage
Bencana menggunakan Simple Triage and Rapid Treatment
(START)? Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat
belajar yang tinggi ya! Mari kita coba belajar Bagan Alir Triage
Intra Hospital dengan penuh semangat!

A. PARAMETER RPM
Parameter RPM adalah sistim Triage menggunakan pendekatan
Airway, Breathing, Circulation (ABC). Dengan melihat frekuensi
pernafasan korban/pasien, Capillary Refill Time dan apakah
korban dapat menjalankan instruksi yang diberikan oleh petugas.
Berikut adalah parameter RPM dalam Triage bencana dan
dengan mudah dah cepat dapat dilakukan oleh petugas.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 40


Bagan RPM

Anda telah mempelajarai Parameter RPM. Materi selanjutnya


akan membahas tentang Algoritma START. Silahkan Anda
pelajari materi berikutnya dengan penuh semangat! Belajar itu
menyenangkan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 41


B. ALGORITMA START
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang Algoritma
START. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh
semangat belajar!

Bagan Algoritma START

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 42


1. Triage In Disaster (Bencana)
Bencana adalah peristiwa yang terjadi secara mendadak atau
tidak terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut, baik
yang disebabkan oleh alam maupun manusia, yang dapat
menimbulkan dampak kehidupan normal atau kerusakan
ekosistim, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar
biasa untuk menolong menyelamatkan manusia beserta
lingkungannya prioritas yang diberikan adalah:
2. Prosedur Triage Bencana
Terjadinya bencana dapat disebabkan beberapa faktor,
diantaranya karena alam (gempa bumi, banjir, tanah longsor,
angina puting beliung, angin tornado, gunung meletus),
teknologi (kecelakaan kerja, keracunan, kecelakaan alat
transportasi, gedung runtuh, kebakaran), dan konflik (perang,
terorisme, tawuran/perkelahian).
Dalam keadaan bencana tidak semua orang dapat memasuki
area/lokasi bencana. Maka dari itu ada pembagian area di
lokasi bencana yang dialokasikan untuk orang-orang tertentu.
Pemilahan pasien yang dilakukan di luar IGD rumah sakit
ketika mengalami suatu bencana (seperti bencana alam,
kecelakaan bus/ mobil, kebakaran gigdung, born, keracunan,
dan lain-lain).
Triage dilakukan dengan sistim START (Simple Triage and
Rapid Treatment) yaitu memilah pasien berdasarkan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 43


pengkajian awal terhadap pasien dengan menilai airway,
breathing dan circulation.

a. Penolong pertama melakukan penilaian cepat tanpa


menggunakan alat atau melakukan tindakan rnedis.
b. Panggil pasien yang dapat berjalan dan kumpulkan di area
pengumpulan/ Collecting Area.
c. Nilai pasien yang tidak dapat berjalan, mulai dari posisi
yang terdekat dengan penolong.

START menyediakan metode sederhana dan efektif yang dapat


dimulai oleh petugas pemadam kebakaran/EMS yang datang
pertama untuk mengatur tempat kejadian darurat. Fase pertama
adalah “mulai dari tempat anda berdiri”. Korban awalnya harus
diprioritaskan berdasarkan empat faktor, yang berikut:
1. Kemampuan mereka untuk berjalan dan mengikuti perintah
sederhana.
2. Pernafasan
3. Sistim peredaran darah.
4. Status mental
Setiap penolong harus mengerti dan memahami konsep Triage
dengan menggunakan cara START, karena cara ini sangatlah
bagus dan efektif serta mudah untuk diterapkan. Agar penolong
terampil dan cekatan dalam Triage harus sering dilakukan simulasi
bencana (Disasterdrill), sehingga dapat menambah kemampuan
dan keterampilan penolong.
Triage dilakukan dalam kondisi dimana pasien lebih dari satu,
sedangkan untuk jumlah petugas terbatas. Hal termudah dalam

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 44


membantu pasien adalah dengan dilakukannya START, penilaian
pasien sangat cepat terutama dalam kondisi bencana.
Sistim penanganan pada saat bencana tidak semua orang dapat
menjadi pengatur atau bergerak sesuai dengan bagiannya. Semua
harus berkoordinasi dan terkoordinasi dalam suatu sistim yang
dapat diterapkan untuk kelancaran penanganan bencana.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui Algoritma START. Yuk


terapkan Algoritma START sesuai ketentuannya. Materi
selanjutnya akan membahas tentang Re-Triage. Silahkan Anda
pelajari materi berikutnya. Selamat belajar!

C. RE-TRIAGE
Pada materi ini Anda akan mempelajari kembali tentang Re-
Triage. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat!

Re-Triage merupakan kegiatan re-assessment yang dilakukan jika


terjadi perubahan kondisi korban dalam kondisi kegawatdaruratan
dan mengancam nyawa akibat keterlewatan kita dalam melakukan
tindakan Triage awal. Re-Triage pada bencana mungkin saja akan
sering dilakukan akibat banyaknya korban, kondisi yang sulit
diprediksi sehingga diperlukan pemeriksaan ulang Triage.

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 4. Bagaimana


dengan materinya? Menarik bukan? Yuk istirahat sejenak
untuk memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 45


melanjutkan kegiatan belajar 5 ya! Ayo Belajarnya tetap
semangat yah.

SEKARANG SAYA TAHU


Bencana dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan terjadi pada
siapa saja pada waktu dan tempat yang berbeda. Dalam kondisi
korban bencana yang banyak dan keterbatasan petugas sehingga
diperlukan suatu metode yang memudahkan dalam memilih korban
sebanyak-banyaknya yang dapat diselamatkan. Metode START
sangat simple dan cepat diterapkan dalam kondisi bencana hanya
berfokus pada penilaian pernafasan, sirkulasi dan mental status.
Bagi korban bencana yang mampu mengikuti perintah petugas
untuk berkumpul di suatu tempat yang telah ditentukan akan
mendapatkan label hijau dan prioritas utama. Sedang korban yang
mendapatkan label lainnya akan mendapatkan prioritas selanjutnya.
Petugas Triage hanya memberikan label bukan melakukan
tindakan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 46


MATERI POKOK 5
CARA PENDOKUMENTASIAN
TRIAGE DENGAN SISTEM SOAP
Pendahuluan
Dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedang
pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam
peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan)
yang dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari
asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan
demikian pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar
dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga
keperawatan agar mampu membuat dokumentasi keperawatan
secara baik dan benar terutama dalam pendokumentasian Triage.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatiuhan ini, peserta dapat menjelaskan
Cara Pendokumentasian Triage dengan Sistim SOAP,

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
Cara Pendokumentasian Triage dengan Sistim SOAP
1. Data Subjective
2. Data Objective
3. Analisis Data
4. Planning
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 47
Uraian Materi Pokok 5

Apakah Anda pernah mendengar cara pendokumentasian


Triage dengan Sistim SOAP? Apakah anda sudah tahu cara
pendokumentasian Triage dengan Sistim SOAP? Pelajarilah
materi berikut ini dengan semangat belajar yang tinggi ya!
Mari kita coba belajar cara pendokumentasian Triage dengan
Sistim SOAP dengan penuh semangat!

Dokumentasi penilaian Triage harus mencakup setidaknya detail


penting berikut:
1. Tanggal dan waktu penilaian
2. Nama petugas Triage
3. Kepala yang menyajikan masalah
4. Sejarah terbatas dan relevan
5. Temuan penilaian yang relevan
6. Kategori Triage awal mengalokasikan
7. Kategori Triage ulang dengan waktu dan alasan
8. Area penilaian dan perawatan dialokasikan
9. Setiap tindakan diagnostik, pertolongan pertama atau perawatan
yang dimulai

Dalam pelaksanaan Triage ada beberapa langkah-langkah yang


harus dilakukan meliputi:
1. Data Subyektif

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 48


Data subyektif yang ditanyakan kepada pasien atau
keluarga/pengantar apabila pasien tidak sadar, meliputi:

a) Tanyakan identitas pasien


b) Identitas pasien meliputi: nama, usia, pendidikan, pekerjaan,
agama dan alamat.
Anda bisa bertanya langsung pada pasien apabila pasien
sadar atau pada keluarga apabila pasien bayi atau tidak
sadar.
c) Tanyakan keluhan utama yang dirasakan oleh pasien saat ini.
d) Tanyakan riwayat penyakit/keluhan yang sekarang dirasakan
atau yang berhubungan dengan sakit yang diderita sekarang.
e) Usaha pengobatan yang telah dilakukan untuk mengatasi
keluhan.

Anda telah mempelajarai Data Subjective. Materi selanjutnya


akan membahas tentang Data Objective. Silahkan Anda
pelajari materi berikutnya. Selamat belajar, tetap semangat!

2. Data Objective

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang Data


Objective. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh
semangat!

Dalam pendomentasian Triage membutuhkan juga data obyektif


selain data subyektif. Data obyektif meliputi:
a. Anda Perhatikan/Amati Keadaan Umum Pasien.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 49


Yang perlu dikaji adalah kesadaran pasien, apakah pasien
dalam kondisi sadar penuh (Composmentis), Apatus,
Delirium, Somnolen, Stupor, Koma.
1) Kaji Jalan Nafas (Airway)
Anda lakukan observasi pada gerakan dada, apakah ada
gerakan dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada
spontan berarti jalan nafas lancar atau paten, sedang
apabila tidak ada gerakan dada walaupun diberikan
bantuan nafas artinya terjadi sumbatan jalan nafas
2) Kaji Fungsi Paru (Breathing)
Anda kaji/observasi kemampuan mengembang paru,
adakah pengembanganparu spontan atau tidak. Apabila
tidak bisa mengembang spontan maka dimungkinkan
terjadi gangguan fungsi paru sehingga akan dilakukan
tindakan untuk bantuan nafas.
3) Kaji Sirkulasi (Circulation)
Anda lakukan pengkajian denyut nadi dengan melakukan
palpasi pada nadi radialis, apabila tidak teraba gunakan
nadi brachialis, apabila tidak teraba gunakan nadi carotis.
Apabila tidak teraba adanya denyutan menunjukkan
gangguan fungsi jantung. Lakukan pengukuran tanda-
tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan jumlah
pernafasan.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui Data Objective. Yuk


terapkan cara pendokumentasian Triage dengan
pengumpulan Data Objective sesuai ketentuannya. Materi
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 50
selanjutnya akan membahas tentang analis data. Silahkan
Anda pelajari materi berikutnya. Selamat belajar!

3. Analisis Data

Pada materi ini anda akan mempelajari tentang analisis


data. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat!

Analisa data dalam mengenali pola atau pengelompokan data,


data yang telah dikumpulkan dapat dikelompokan berdasarkan
gejala yang memiliki hubungan. Namun data juga dapat
dikelompokan berdasarkan kebutuhan biopsiko- sosial dan
spiritual. Sehingga Perawat dapat menentukan informasi yang
relavan dengan bantuan pengelompokan data yang telah
dilakukan, sehingga perawat dapat dengan mudah menganalisis
data yang telah dikelompokkan. Dalam analisis data perawat
harus membuat keputusan terkait dengan hasil dari pengkajian.

Analisa data dilakukan setelah kita mengumpulkan data subyektif


maupun obyektif pada pasien sehingga kita secara cepat dan
tepat menganalisa kondisi pasien saat itu untuk menentukan
tindakan selanjutnya. Analisislah masalah keperawatan yang
dihadapi oleh pasien. Anda harus melakukan dengan cepat dan
tepat, analisis Anda lakukan setelah melakukan pengkajian.

4. Planning
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang Planning
yaitu rencana apa yang harus dilakukan. Yuk pelajari materi
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 51
berikut dengan penuh semangat belajar! Dengan belajar kita
akan semakin pintar.

Merencakan tindakan setelah data terkumpul, analisa yang tepat


sangat membantu langkah selanjutnya. Dalam rencana tindakan
keperawatan ini, ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu
menetapkan prioritas korban dan merencanakan tindakan.
Menentukan prioritas ini penting untuk menetapkan tindakan
keperawatan sesuai prioritas. Jika salah dalam menentukan
prioritas Triage ini maka akan berakibat fatal bagi korban.
Prioritas pasien dapat dibagi menjadi 4 yaitu prioritas 1, prioritas
2, prioritas 3 dan prioritas 4, meliputi:
1. Prioritas 1 merupakan kasus yang mengancam nyawa dan
segera untuk dilakukan pertolongan seperti henti jantung dan
nafas, cedera kepala berat dan sebagainya dan diberi label
merah.
2. Prioritas 2 merupakan kasus gawat dan tidak segera kolap
jantung seperti patah tulang tanpa perdarahan, asma
bronkiale dan sebagainya dan diberi label kuning.
3. Prioritas 3 merupakan kasus tidak gawat seperti panas badan,
pilek dan sebagainyadan diberi label hijau.
4. Prioritas 4 adalah korban dalam keadaan meninggal dan
diberi label hitam. Setelah klien korban ditetapkan prioritasnya
maka korban diletakkan di ruangan sesuai prioritasnya dan
langkah selanjutnya direncakan tindakan yang sesuai kondisi.
Setelah Anda menetapkan prioritas berdasarkan ancaman
pasien, selanjutnya Anda menentukan rencana tindakan dan
pasien segera dikirim ke tempat sesuai prioritas tersebut.
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 52
Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 5. Bagaimana
dengan materinya? Menarik bukan? Yuk istirahat sejenak
untuk memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat
melanjutkan kegiatan belajar selanjutnya! Ayo Belajarnya
tetap semangat!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 53


SEKARANG SAYA TAHU
Pendekomentasian dalam Triage sangatlah penting sebagai
perawat IGD ataupun petugas Triage itu sendiri. Dokumentasi ini
sebagai sarana komunikasi dengan petugas kesehatan yang
lainnya. Dalam kesempurnaan data harus meliputi data subyektif
yaitu yang didapatkan dari keluhan pasien yang disampaikan, data
obyektif yaitu data pembanding yang kita temukan dalam
pemeriksaan sehingga dapat menegaskan kondisi riil pasien saat itu
sebelum kita menentukan analisis terhadap data tersebut.
Analisis data yang tepat sangatlah menentukan prioritas tindakan
apa yang akan dilakukan selanjutnya sehingga pencegahan
kecacatan dan kematian dapat diminimalisasi. Planning tindakan
keperawatan gawat darurat dapat dilakukan secara mandiri maupun
kolaborasi dengan segera.

Selamat Anda memang hebat telah menyelesaikan MP 2 Triage


Pasien. Sangat menarik bukan belajar tentang Triage pasien?
Jika Anda belum sepenuhnya memahami materi, silakan
pelajari Kembali modul dari awal ya! Tidak ada yang tidak bisa
kita lakukan, tetap berusaha dan yakin pasti ada jalan, dan
tetap semangat!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 54


REFERENSI

1. Alamsyah. (2021). Pasien Tentang Sistem Triage ke IGD di


Indonesia adalah dengan jumlah Rumah Sakit Umum dimana
pasien digolongkan. 4 (July 2020), 76–87.

2. American College of Surgeon. 2018. Advanced Trauma Life


Support (ATLS): Student Course Manual 10th Edition.

3. Ardiyani, V.M., Andri, M.T., dan Eko, R. 2015. Analisis Peran


Perawat TriageTerhadap Waiting Time dan Length of Stay Pada
Ruang Triage di Instalasi

4. Ariyani, H., & Rosidawati, I. (2020). Literature Review :


Penggunaan Triage Emergency Severity Index (ESI) di Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada:
Jurnal Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan, Dan Farmasi, 20(2),
143–152

5. Astuti, E. 2016. Kebijakan Standar Layanan dan Fasilitas IGD.


Pelatihan TriageKeperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit.
Optimalisasi PelaksanaanTriage Keperawatan Gawat Darurat
Sebagai Upaya Efisiensi dan Efektifitas Pelayanan Pasien di IGD
Untuk Mendukung Pelayanan yang Berkualitas Serta Menunjang
Akreditasi KARS-JCI. 13-15 Mei 2016. Yogyakarta.

6. Australasian College of Emergency Medicine. 2016. guidelines on


the implementation of the australasian Triage scale in emergency
departments

7. Banoet, S. N., Harmayetty, H., & Hidayati, L. (2019). Efektifitas


Penggunaan ATS (Australasian Triage Scale) Modifikasi
Terhadap Response Time Perawat Di Instalasi Gawat Darurat. In
Critical Medical and Surgical Nursing Journal (Vol. 8, Issue 1).
https://doi.org/10.20473/cmsnj.v8i1.12618.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 55


8. Gawat Darurat Rumah Sakit dr.Saiful Anwar Malang. Jurnal
CARE 3 (1): 39-50.
9. Gilboy, N., Tanabe, P., Travers, D., dan Rosenau, A.M. 2012.
Emergency Severity Index (ESI): A Triage Tool for Emergency
Department. Implementation Handbook .4th ed.AHRQ
Publication.

10. https://acem.org.au/getmedia/51dc74f7-9ff0-42ce-
872a0437f3db640a/G24_04_Guidelines_on_Implementation_of_
ATS_Jul-16.aspx

11. https://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/94/Triage-pasien

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 56


MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 3
PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN
AWAL
DAFTAR ISI
Daftar isi ……………………………………...…………… ii
A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….………… 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 3
Materi Pokok …………………....……….………. 4
B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 7
Materi Pokok 1 Konsep Penilaian dan 8
Penatalaksanaan Awal………..
Materi Pokok 2 Langkah- langkah Penilaian dan 15
Penatalaksanaan Awal…………
Referensi …………………………………………………… 31
A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT

Perawat gawat darurat dimana pun area pelayanannya, dapat


dihadapkan pada berbagai jenis permasalahan pasien, meliputi fisik,
sosial, emosional, dan perilaku. Perawat gawat darurat tidak hanya
dituntut kompeten dalam melakukan penatalaksanaan berbagai
permasalahan pasien tersebut melainkan pada berbagai rentang
umur dari mulai prenatal, neonatus, usia remaja, dewasa, sampai
lanjut usia. Pengkajian merupakan langkah awal dari proses
keperawatan dan sangat penting untuk mengidentifikasi masalah
pasien. Pada kondisi gawat darurat kemampuan perawat dalam
melakukan penilaian dan penatalaksanaan awal merupakan salah
satu faktor penentu luaran pasien.
Modul ini membahas tentang konsep penilaian dan
penatalaksanaan awal serta langkah-langkah penilaian dan
penatalaksanaan awal. Konsep penilaian dan penatalaksanaan
awal memberikan pemahaman tentang definisi penilaian dan
penatalaksanaan awal, tujuan penilaian dan penatalaksanaan awal
dan tahapan penilaian dan penatalaksanaan awal, yang meliputi
survei primer dan sekunder. Sementara dalam materi langkah -
langkah penilaian dan penatalaksanaan awal yang terdiri dari prinsip
3 aman, pengecekan kesadaran dengan teknik AVPU, survei primer
meliputi airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
(ABCDE). Dilanjutkan dengan reevaluasi ABC dan survei sekunder
mulai dari Anamnesa (SAMPLE, KOMPAK, AIUEO), pemeriksaan
fisik lanjut, pemeriksaan penunjang/diagnostik, dan dinamika tim

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


trauma agar mencapai kompetensi dapat melakukan penilaian dan
penatalaksanaan awal.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
penilaian dan penatalaksanaan awal.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan konsep penilaian dan penatalaksanaan awal;
2. Melakukan penilaian dan penatalaksanaan awal.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Konsep Penilaian dan Penatalaksanaan Awal
2. Langkah-Langkah Penilaian dan Penatalaksanaan Awal

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


Pendahuluan
Pemahaman secara komprehensif terkait konsep penilaian dan
penatalaksanaan awal pada pasien trauma diperlukan dalam proses
konstruksi kerangka berpikir. Kerangka ini menjadi pondasi, acuan
serta rasionalisasi dalam membuat keputusan, memilih dan
melakukan tindakan. Sehingga penanganan korban maupun pasien
bisa dilakukan secara maksimal tanpa membuang-buang waktu.
Dalam initial assesment ada tim yang bertugas memberikan
penilaian terkait kondisi korban maupun pasien. Penilaian dilakukan
secara cepat (<60 detik per komponen) kecuali jika memerlukan
tindakan resusitasi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
konsep penilaian dan penatalaksanaan awal.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Definisi penilaian dan penatalaksanaan awal
B. Tujuan penilaian dan penatalaksanaan awal

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


C. Tahapan penilaian dan penatalaksanaan awal: survei primer
(ABCDEFGH) dan survei sekunder

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


Uraian Materi Pokok 1

Anda pasti sering mendengar istilah Initial Assessment?


Initial Assessment adalah suatu penilaian kondisi awal
korban maupun pasien yang dilakukan dengan cepat dan
tepat. Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat belajar
yang tinggi ya!

A. DEFINISI PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN AWAL

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang definisi


penilaian dan penatalaksanaan awal. Yuk pelajari materi
dengan penuh semangat belajar ya!

Pada pasien trauma dengan kondisi mengancam nyawa,


kecepatan dan ketepatan dalam penanganan sangat penting
sehingga dibutuhkan pendekatan sistematik yang disebut penilaian
dan penatalaksanaan awal. Penilaian dan penatalaksanaan awal
adalah proses pengkajian secara cepat dan apabila ditemukan
permasalahan yang mengancam nyawa maka dilakukan
penanganan segera, yang terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
1. Persiapan
2. Triage
3. Survei primer dengan resusitasi segera pada pasien yang
memiliki kondisi mengancam nyawa
4. Tambahan survei primer dan resusitasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


5. Pertimbangan kebutuhan merujuk atau mentransfer pasien
6. Survei sekunder (evaluasi kepala dampai kaki dan riwayat
pasien)
7. Evaluasi ulang dan monitoring pasca resusitasi berkelanjutan
8. Perawatan definitif

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang definisi


penilaian dan penatalaksanaan awal. Lalu, apa yang menjadi
tujuan dari penilaian dan penatalaksanaan awal? Yuk pelajari
materi berikut.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


B. TUJUAN PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN AWAL

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang tujuan


penilaian dan penatalaksanaan awal. Yuk, tetap semangat
belajar ya!

Penilaian dan penatalaksanaan awal terdiri dari 2 fase, yaitu: survei


primer dan survei sekunder.
a. Survei primer dilakukan secara cepat bertujuan untuk
memastikan bahwa kondisi yang berpotensi mengancam
nyawa dapat diidentifikasi.
b. Survei sekunder dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi
indikator klinis (tanda dan gejala atau riwayat) cedera atau
sakit pada pasien.
Survei primer dan sekunder diulang secara berkala untuk
mengidentifikasi adanya perubahan status pasien yang
mengindikasikan kebutuhan intervensi tambahan.

Nah, Anda telah mengetahui tujuan penilaian dan


penatalaksanaan awal ya………. Lalu, bagaimana tahapan
penilaian dan penatalaksanaan awal dilaksanakan? Yuk,
saatnya mempelajari materi berikut ya…….

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


C. TAHAPAN PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN AWAL

Nah, pada materi ini Anda akan mempelajari tentang tahapan


penilaian dan penatalaksanaan awal. Mari pelajari materi
dengan penuh semangat belajar ya!

Penilaian dan penatalaksanaan awal terdiri dari 2 tahapan yaitu


survei primer dan survei sekunder.
1. Survei primer:
a. Airway dan kontrol servikal spine
b. Breathing dan ventilasi
c. Circulation dan kontrol perdarahan
d. Disability dan pengkajian status neurologi
e. Exposure dan kontrol lingkungan
Tambahan survei primer:
a. Folley catheter
b. Gastric tube
c. Heart monitor
2. Survei sekunder
a. Pemeriksaan fisik head-to-toe
b. Pengkajian Riwayat
c. Pengkajian ulang tanda-tanda vital
Tambahan survei sekunder
a. Pemeriksaan radiologi spesifik
b. Pemeriksaan laboratorium spesifik

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 1, bagaimana
dengan materinya? Menarik bukan? Yuk istirahat sejenak
untuk memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat
melanjutkan kegiatan belajar 2 ya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


SEKARANG SAYA TAHU

A. Definisi penilaian dan penatalaksanaan awal adalah suatu


penilaian kondisi awal korban maupun pasien yang dilakukan
dengan cepat dan tepat
B. Tujuan penilaian dan penatalaksanaan awal adalah identifikasi
dini kondisi mengancam nyawa dan memberikan intervensi
segera untuk menyelamatkan jiwa korban dan mencegah
kecacatan.
C. Tahapan penilaian dan penatalaksanaan awal terdiri dari survei
primer, meliputi ABCDE dan tambahan survei primer FGH serta
survei sekunder dan tambahan survei sekunder.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


MATERI POKOK 2
LANGKAH-LANGKAH PENILAIAN
DAN PENATALAKSANAAN AWAL

Pendahuluan
Penilaian dan penatalaksanaan awal dilakukan secara terstruktur
dan komprehensif. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan terjadinya
keterlambatan identifikasi dini kondisi mengancam nyawa dan
mempercepat penanganan kondisi kegwatdaruratan pasien.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan
penilaian dan penatalaksanaan awal.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Prinsip 3 aman
B. Pengecekan kesadaran dengan Teknik AVPU
C. Survei primer dan penatalaksanaan
D. Re-evaluasi
E. Survei sekunder
F. Dinamika tim trauma

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


Uraian Materi Pokok 2

Anda pasti segera ingin dapat melakukan penilaian dan


penatalaksanaan awal kan? Langkah- langkah penilaian dan
penatalaksanaan awal meliputi prinsip 3 aman, pengecekan
kesadaran dengan teknik AVPU, survei primer dan
penatalaksanaan, reevaluasi ABC dan survei sekunder serta
dinamika tim trauma. Pelajarilah materi berikut ini dengan
sungguh-sungguh dan semangat belajar yang tinggi ya!

A. PRINSIP 3 AMAN

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang prinsip 3


aman. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar ya!

Sebelum melakukan tindakan ke pasien. Pastikan 3A (aman)


terlebih dahulu, yaitu aman diri, aman pasien, dan lingkungan.
Aman diri perlu disesuaikan dengan lokasi terjadinya kondisi
kegawatdaruratan: pre-hospital atau di IGD/Rumah Sakit. Pastikan
perawat atau penolong menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
Jika di luar rumah sakit (pre-hospital) pastikan penolong atau
perawat masuk ke dalam kerumunan dengan aman. Aman pasien
dengan memastikan pasien aman dari risiko terjatuh, cedera tusuk,
dst. Pastikan lingkungan pasien aman dengan cara menempatkan
pasien di posisi yang datar. Jika berada di pre-hospital maka

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


pindahkan pasien ke pinggir (area aman) jauh dari lalu lintas
kendaraan atau semisalnya.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang prinsip 3 aman.


Materi selanjutnya akan membahas tentang pengecekan
kesadaran dengan teknik AVPU. Semangat untuk materi
berikutnya ya!..............

B. PENGECEKAN KESADARAN (AVPU)

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang pengecekan


kesadaran dengan teknik AVPU. Yuk pelajari materi berikut
dengan penuh semangat belajar ya!

Setelah memastikan 3A, lakukan pengecekan kesadaran


menggunakan teknik alert-verbal-pain-unresponsive (AVPU). Jika
pasien membuka mata secara spontan maka kesadara pasien alert.
Jika pasien tidak membuka mata secara spontan maka rangsang
dengan suara (verbal). Panggil pasien atau korban, kemudian
tanyakan nama atau berikan instruksi sederhana, seperti “Pak, bisa
buka mata, pak”. Jika berespon maka status kesadaran pasien
berespon terhadap rangsang suara. Jika tidak berespon, maka
berikan rangsang nyeri atau tekanan di trapezius atau supraorbital
atau rahang.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


Trapezius twist Supraorbital pressure Jaw margin pressure

Gambar 1. Pengecekan Kesadaran

Lokasi pemberian rangsang nyeri harap memperhatikan kondisi


cidera pasien. Perhatikan apakah ada trauma daerah wajah, mata,
atau dada. Jika berespon maka status kesadaran pasien berespon
terhadap rangsang nyeri. Jika tidak berespon maka status
kesadaran pasien tidak sadar (unresponsive).
Jika pasien tidak sadar maka pastikan terlebih dahulu nadi dan
napas pasien ada. Jika nadi tidak ada maka sekuensial yang
digunakan adalah sekuensial jantung berdasarkan American Heart
Association yaitu Circulation-Airway-Breathing (CAB). Namun jika
nadi dan napas ada, maka lanjutkan dengan pendekatan
sekuensial trauma yaitu Airway-Breathing-Circulation (ABC).

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang pengecekan


kesadaran dengan teknik AVPU. Materi selanjutnya akan
membahas tentang pengecekan kesadaran dengan teknik
AVPU. Yuk pelajari materi berikut dengan semangat
ya!................

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


C. SURVEI PRIMER DAN PENATALAKSANAAN

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang prinsip 3


aman. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar ya!

Pola yang penting untuk diingat dalam proses penilaian dan


penatalaksanaan awal adalah pengkajian–tatalaksana.
Karakteristik pengkajian yang dilakukan adalah pengkajian
terfokus pada masalah kegawatdaruratan.

Airway dan Kontrol Servikal Spine


Tujuan dari pengkajian jalan napas dan tatalaksana gangguan
jalan napas adalah untuk mengidentifikasi secara dini adanya
sumbatan jalan napas dan hal-hal yang dapat mengganggu
kepatenan jalan napas. Agar dapat dilakukan tindakan
penyelamatan nyawa segera. Sehingga ada 2 hal yang perlu dikaji
pada jalan napas yaitu kemungkinan cedera servikal dan
kepatenan jalan napas.
Korban atau pasien dicurigai fraktur servikal bila terdapat: cidera di
daerah kepala atau wajah, multiple trauma, luka tumpul atau lebam
di atas klavikula, atau riwayat jatuh terlempar lebih dari 2 meter.
Jika terdapat salah satu dari hal tersebut maka pasang collar neck.
Kepatenan jalan napas dikaji dengan cara, buka jalan napas
terlebih dahulu menggunakan Teknik head tilt-chin lift, jika korban
atau pasien tidak curigai adanya fraktur servikal atau jaw thrust,
jika dicurigai fraktur servikal. Kemudian kaji adanya

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


pengembangan dada, dengarkan suara napas dan rasakan
hembusan napas. Identifikasi adanya suara abnormal seperti
gurgling (cairan) atau snoring (lidah jatuh). Jika terdapat suara
abnormal maka lakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas
secara manual atau menggunakan alat seperti finger sweep atau
suction untuk suara gurgling atau head tilit chin lift/jaw thrust atau
pasang OPA/NPA (sesuai indikasi) untuk lidah jatuh.

Breathing dan Ventilasi


Tujuan dari pengkajian pernapasan dan tatalaksana gangguan
pernapasan adalah untuk mengidentifikasi 3 gangguan
pernapasan yang mengancam nyawa meliputi:
a. Open Pneumothorax
b. Tension Pneumothorax
c. Masif Hematothorax

Agar dapat dilakukan tindakan penyelamatan nyawa segera.


Pengkajian pernapasan pasien atau korban menggunakan
pendekatan inspeksi-auskultasi-perkusi-palpasi (IAPP):
Inspeksi: Ekspansi dinding dada. Apakah simetris? Apakah
terdapat luka atau jejas
Auskultasi: Suara napas vesikuler? Menurun?
Perkusi: Udara atau darah?
Palpasi: Ketinggalan gerak? Kelainan dinding dada atau tulang
iga? Krepitasi?

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


Selama melakukan IAPP identifikasi kekhasan tanda dan gejala
dari ke-4 gangguan pernapasan yang mengancam nyawa, yaitu
adanya sucking chest wound (open pneumothoraks); vena
jugularis meningkat dan trakhea terdorong ke arah yang sehat
(tension pneumothoraks); perkusi dullness (masif hematothoraks);
dan napas paradoksal (flail chest).
Jika ditemukan gangguan pernapasan yang mengancam nyawa
maka tindakan sebagai berikut dilakukan:
a. Open Pneumothoraks: tutup luka 3 sisi
b. Tension Pneumothoraks: Needle Torakosintesis. Posisi
penusukan pada pasien dewasa intercosta 5 (ICS 5) Anterior-
Axillary Line (AAL)
c. Masif Hematothoraks: Torakotomi Cito
d. Flail Chest

Tutup luka 3 sisi Needle torakosintesis

Gambar 2. Tindakan Penyelamatan

Evidence-Based Needle Decompression pada pasien dewasa


pindah ke ICS 5 AAL adalah ketebalan dinding AAL paling tipis (3,4
cm) dibandingkan mid-axillary line (4 cm) dan ICS 2 mid-clavicular

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


line (4,3 cm). Sehingga pada phantom angka kegagalan
melakukan dekompresi pada posisi ICS 5 AAL paling rendah (13%)
dibandingkan dengan kedua posisi lainnya. Berikan oksigen sesuai
dengan kebutuhan pasien.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


Circulation dan Kontrol Perdarahan
Tujuan dari pengkajian sirkulasi dan tatalaksana gangguan
sirkulasi adalah untuk deteksi dini kemungkinan syok. Agar dapat
dilakukan tindakan segera. Pengkajian sirkulasi meliputi identifikasi
sumber perdarahan eksternal dan kemungkinan terjadinya
perdarahan internal. Kaji tanda-tanda vital. Perlu digarisbawahi
bahwa tanda-tanda vital yang sangat cepat menunjukan
perubahan ketika pasien mengarah ke syok adalah tanda-tanda
vital yang berhubungan dengan status perifer. Sehingga status
perifer menjadi standar pengkajian awal sirkulasi, meliputi
pengkajian nadi radialis (kualitas, kecepatan, dan keteraturan),
akral (dingin atau hangat), dan capillary refill time (CRT) (> 2 detik
atau < 2 detik).
Tindakan yang dilakukan jika ditemukan permasalahan adalah:
a. Kontrol perdarahan
b. Tinggikan extremitas bawash (posisi syok)
c. Pasang IV line 2 jalur dengan ringer laktat

Disability dan Pengkajian Status Neurologi


Tujuan dari pengkajian disability adalah untuk mengidentifikasi
tanda lateralisasi otak. Sehingga pengkajian yang dilakukan
meliputi tingkat kesadaran dengan GCS dan pupil. Pengkajian
pupil meliputi pengkajian ukuran, bentuk, dan refleks cahaya. Jika
terdapat tanda-tanda lateralisasi otak maka kolaborasi/konsul
neurologi agar pasien atau korban mendapatkan penanganan
segera.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


Exposure dan Kontrol Lingkungan
Tujuan dari exposure adalah untuk mengidentifikasi adanya cidera
pada seluruh permukaan tubuh. Pakaian pasien atau korban
dibuka tetapi jaga pasien dari kemungkinan mengalami hipotermia.
Periksa seluruh permukaan tubuh.
Tambahan Survei Primer:
Folley Catheter
Pasang kateter urin untuk pemantauan intake/ouput. Sebelum
dipasang, kaji terlebih dahulu adanya kontraindikasi pemasangan
kateter urin.

Gastric Tube
Pemasangan selang lambung bertujuan untuk dekompresi
lambung dan meminimalkan aspirasi. Sebelum dilakukan kaji
terlebih dahulu lokasi pemasangan. Apakah aman melalui hidung
atau mulut.

Heart Monitor
Pemasangan monitor untuk irama jantung. Termasuk di dalamnya
pemantauan berkala frekuensi napas, saturasi oksigen atau CO 2,
dan tekanan darah. Selain itu pemeriksaan diagnostik penunjang
kegawatdaruratan trauma seperti Focused Assessment with
Sonography for Trauma (FAST), Analisis Gas Darah (AGD), dst
dapat dilakukan sebagai tambahan survei primer.

D. RE-EVALUASI

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


Re-evaluasi dilakukan dengan melakukan evaluasi airway-
breathing-circulation secara berkala untuk mengetahui adanya
perubahan kondisi pasien. Reevaluasi sangat penting dilakukan,
agar dapat dilanjutkan dengan tindakan lanjut untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang pentingnya


survei primer dan reevaluasi. Materi selanjutnya akan
membahas tentang survei sekunder. Yuk pelajari materi
berikut dengan semangat ya!................

E. SURVEI SEKUNDER

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang survei


sekunder. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar ya!

Survei sekunder meliputi pemeriksaan kepala sampai kaki,


pemeriksaan riwayat, dan pemeriksaan penunjang lain yang belum
dilakukan pada survei primer.
Pemeriksaan riwayat meliputi:
KOMPAK
K = Keluhan, meliputi tanda dan gejala. Keluhan utama pasien
O = Obat, meliputi obat-obatan yang dikonsumsi pasien.
M = Makanan, meliputi jenis makanan yang dikonsumsi pasien dan
waktu.
P = Penyakit, meliputi riwayat penyakit yang diderita.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


A = Alergi, meliputi alergi yang dimiliki pasien.
K = Kejadian, meliputi mekanisme kejadian.
Dan AIUEO
A = Alkohol, meliputi Riwayat konsumsi alkohol
I = Insulin, penggunaan insulin dan diabetes.
U = Uremia, gangguan ginjal
E = Epilepsi
O = Overdosis

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang survei


sekunder. Materi selanjutnya akan membahas tentang
Dinamika Tim Trauma. Yuk pelajari materi berikut dengan
semangat ya!................

F. DINAMIKA TIM TRAUMA

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang Dinamika Tim


Trauma. Yuk pelajari materi berikut dengan semangat belajar
ya!

Penilaian dan penatalaksanaan awal pasien trauma akan lebih


efektif jika dilakukan dalam tim. Idealnya tim trauma yang
melakukan initial assessment terdiri dari 7-10 orang. Pembagian
peran dalam tim ini meliputi: Leader, Airway, Breathing, Circulation,
Disability, dokumentasi, Radiologi Technician, Emergency
Technician, konsultan.
Akan tetapi jumlah ini dapat disesuaikan dengan sumber daya yang
dimiliki oleh rumah sakit. Kerja tim, yaitu peran dan tanggung jawab

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


anggota tim merupakan sumber kegagalan atau keberhasilan
proses penilaian dan penatalaksanaan awal pasien trauma.
Tim trauma harus memiliki tujuan, visi dan misi yang sama yaitu
meningkatkan luaran pasien. Bergerak bersinergi untuk pasien,
saling menghargai dan melengkapi peran. Komunikasi dalam tim
trauma direkomendasikan menggunakan komunikasi loop tertutup.

Gambar 3. Komunikasi Loop Tertutup

Terdapat 5 komponen penting dalam komunikasi loop tertutup,


yaitu:
a. Panggil nama
b. Instruksi singkat dan jelas
c. Cek instruksi
d. Validasi instruksi
e. Lapor setiap kegiatan yang dilakukan (sebelum dan sesudah)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


Nah, anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 2. Bagaimana
dengan materinya? Menarik bukan? Seorang perawat harus
memiliki berbagai kompetensi sebagaimana telah diatur oleh
Undang-Undang dan peraturan lainnya. Yuk istirahat sejenak
untuk memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat melanjutkan
kegiatan belajar berikutnya ya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


SEKARANG SAYA TAHU
A. Prinsip 3 aman dalam penilaian dan penatalaksanaan awal
adalah aman diri/penolong/perawat, aman pasien/korban dan
aman lingkungan
B. Pengecekan kesadaran dengan teknik AVPU meliputi alert-
verbal-pain-unresponsive
C. Survei primer dan penatalaksanaan terdiri dari airway dan
kontrol servical spinal, breathing dan ventilasi, circulation dan
kontrol perdarahan, disability dan evaluasi neurologi serta
exposure dan kontrol lingkungan
D. Reevaluasi ABC merupakan upaya pengkajian ulang untuk
mengidentifikasi perubahan kondisi pasien atau korban
E. Survei sekunder meliputi pemeriksaan riwayat (SAMPLE dan
AIUEO), pemeriksaan fisik lanjut, pemeriksaan penunjang/
diagnostik.
F. Dinamika tim dalam melakukan penilaian dan tatalaksana awal
pasien trauma merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penanganan

Selamat!!
Anda telah menyelesaikan MPI 3 Penilaian dan
Penatalaksanaan Awal. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari kembali modul dari awal ya!
Semangat!!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


REFERENSI

1. American College of Surgeons. 2018. Advanced Trauma Life


Support (ATLS): Student Course Manual 10th Edition.

2. Campbell, JE and Alson, RL. 2018. International Trauma Life


Support for Emergency Care Providers 8th Edition Global
Edition. Harlow, England: Pearson Education Limited.

3. Greene, C., Callaway, D.W. (2016). Needle Thoracostomy for


decompression of Tension Pneumothorax. In: Taylor, D.,
Sherry, S., Sing, R. (eds) Interventional Critical Care.
Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-319-25286-
5_19

4. Härgestam M, Lindkvist M, Brulin C, et al. (2013).


Communication in interdisciplinary teams: exploring closed-
loop communication during in situ trauma team training, BMJ
Open, 3, e003525. doi: 10.1136/bmjopen-2013-003525

5. Laan, D. V., Vu, T. D., Thiels, C. A., Pandian, T. K., Schiller,


H. J., Murad, M. H., & Aho, J. M. (2016). Chest wall thickness
and decompression failure: A systematic review and meta-
analysis comparing anatomic locations in needle
thoracostomy. Injury, 47(4), 797–804.
https://doi.org/10.1016/j.injury.2015.11.045

6. Modul Pelatihan BTCLS. HIPGABI 2020.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


7. Sweet, V and Foley, A. 2020. Sheehy’s Emergency Nursing:
Principles and Practice 7th ed. Emergency Nursing
Association. United States of America: Elsevier.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 4
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN JALAN NAPAS DAN PERNAPASAN
(AIRWAY AND BREATHING)
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… ii


A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….………… 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 4
Materi Pokok …………………....……….………. 5
B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 7
Materi Pokok 1 Konsep Jalan Napas dan Sistem 8
Pernapasan………………………
Materi Pokok 2 Gangguan Sumbatan Jalan Napas.. 20
Materi Pokok 3 Gangguan Pernapasan ………….. 33
Materi Pokok 4 Penatalaksanaan Gangguan Jalan 46
Napas dan Gangguan Pernapasan...
Referensi …………………………………………………… 83

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) ii


A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT
Penanganan masalah kegawatdaruratan bertujuan untuk
memberikan bantuan hidup dasar sehingga dapat menyelamatkan
nyawa dan meminimalisir kerusakan organ serta kecacatan
penderita. Kasus kegawatdaruratan pada masa pandemik ini sangat
banyak kita jumpai di layanan-layanan Kesehatan utamanya RS
Rujukan.
Pelayanan di Unit Gawat Darurat (UGD) merupakan pelayanan yang
sangat penting untuk mencegah kematian dan kecacatan bagi
korban. Untuk dapat mencegah kematian dan kecacatan dibutuhkan
kemampuan kognitif afektif dan psikomotor petugas gawat darurat
untuk dapat menolong dengan cepat dan tepat. Salah satu
keterampilan yang harus dimiliki adalah pengetahuan dan
keterampilan tentang penatalaksanaan pasien dengan gangguan
jalan napas dan pernapasan (airway breathing management).
Dalam melakukan tindakan tersebut selalu diawali dengan
pengakajian jalan napas dan pernapasan (airway breathing), namun
perlu diingat untuk tetap melakukan proteksi diri dengan tujuan untuk
mencegah penularan berbagai penyakit yang dibawa oleh korban,
begitu juga dengan lingkungan sekitar haruslah aman nyaman dan
mendukung keselamatan baik korban dan penolong.
Pengkajian jalan napas bertujuan untuk menilai apakah jalan napas
paten (longgar) atau mengalami obstruksi total atau partial sambil

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


mempertahankan tulang servikal. Pada kasus gawat darurat
(emergency) perawat harus memahami tindakan yang akan diberikan
kepada pasien.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu
melakukan Penatalaksanaan Pasien dengan Gangguan Jalan
Napas dan Pernapasan (airway breathing management)

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan konsep jalan napas dan sistem pernapasan.
2. Menjelaskan gangguan sumbatan jalan napas.
3. Menjelaskan gangguan pernapasan.
4. Melakukan penatalaksanaan gangguan jalan napas
dan gangguan pernapasan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Konsep jalan napas dan sistem pernapasan
2. Gangguan sumbatan jalan napas
3. Gangguan pernapasan
4. Penatalaksanaan gangguan jalan napas dan gangguan
pernapasan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


MATERI POKOK 1
KONSEP JALAN NAPAS DAN SISTEM
PERNAPASAN
Pendahuluan
Manajemen jalan napas (airway) dan pernapasan (breathing)
merupakan keterampilan yang harus dimiliki perawat utamanya
yang bekerja di ruang gawat darurat (emergency). Manajemen
airway dan breathing memerlukan penilaian, mempertahankan dan
melindungi jalan napas dengan memberikan oksigenasi dan
ventilasi yang efektif. Manajemen jalan napas adalah tindakan yang
dikerjakan untuk melapangkan atau membebaskan jalan napas
dengan tetap memperhatikan control servikal, yang bertujuan untuk
membebaskan saluran napas untuk menjamin keluar masuknya
udara ke paru-paru secara normal.
Oksigenasi dan ventilasi merupakan tujuan esensial dari
manajemen jalan napas. Obstruksi jalan napas diantaranya
disebabkan oleh darah, makanan, benda asing atau pangkal lidah
jatuh kebelakang karena pasien penurunan kesadaran. Ventilasi
yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipoksia. Manajemen
ventilasi menggunakan pemberian oksigenasi dari hal yang
sederhana seperti nasal canul, simple mask, non rebreathing atau
menggunakan ventilator.
Jalan napas (airway) dan pernapasan (breathing) adalah suatu
rangkaian yang tidak terpisahkan untuk mememenuhi kebutuhan
oksigenisasi. Jalan napas terdiri dari dua bagian yaitu jalan napas

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


atas dan bawah. Pernapasan atau respirasi adalah suatu proses
pengambilan oksigen mulai dari hidung sampai ke alveoli. Dalam
materi ini perlu dipahami secara teori anatomi jalan napas maupun
sistem pernapasan dan fisiologi sistem pernapasan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
konsep jalan napas dan sistem pernapasan.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Anatomi Fisiologi Jalan Napas
B. Definisi Jalan Napas Dan Sistem Pernapasan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


Uraian Materi Pokok 1

A. Anatomi Fisiologi Jalan Napas


Anatomi
Anatomi jalan napas terbagi menjadi jalan napas atas dan jalan
napas bawah. Setiap bagian dari sistem ini mempunyai peranan
yang penting dalam proses pernapasan, yaitu dimana oksigen
dapat masuk kealiran darah dan karbondioksida dapat
dikeluarkan, proses ini dinamakan proses pertukaran gas yang
terjadi di alveoli.
1. Jalan Napas Atas
Jalan napas atas meliputi rongga hidung, rongga mulut,
faring laring, trachea. Udara yang masuk melalui rongga
hidung akan mengalami proses penghangatan, pelembaban
dan penyaringan dari segala kotoran. Setelah rongga hidung
masuk ke dalam lagi yaitu faring (tenggorok) mulai dari
bagian belakang palatum mole sampai ujung bagian atas
dari esofagus. Faring atau tenggorok merupakan struktur
seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongg mulut
ke laring. Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
a) Nasofaring (bagian atas), di belakang hidung
b) Orofaring (bagian tengah), dapat dilihat saat membuka
mulut
c) Hipofaring (bagian akhir), sebelum menjadi laring

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


Di bawah faring terletak laring. Di dalam laring, ada pita
suara dan otot-otot yang dapat membuatnya bekerja, serta
terdiri dari tulang rawan yang kuat. Pita suara merupakan
suatu lipatan jaringan yang mendekat di garis tengah. Tepat
di atas laring, terdapat struktur yang berbentuk daun yang
disebut epiglotis. Epiglotis ini berfungsi sebagai pintu
gerbang yang akan menghantarkan udara yang menuju
trakhea, sedangkan benda padat dan cairan akan
dihantarkan menuju esofagus. Di bawah laring jalan napas
berikutnya trakhea, yang terdiri dari cincin-cincin tulang
rawan.

Gambar 1. Jalan napas atas

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


2. Jalan Napas Bawah
Jalan napas bawah terdiri dari bronkhus dan
percabangannya serta paru-paru. Pada saat inspirasi,
udara masuk melalui jalan napas atas menuju jalan napas
bawah sebelum mancapai paru-paru. Trakhea terbagi dua
cabang, yaitu bronkus utama kanan dan bronkus utama
kiri. Masing-masing bronkhus utama terbagi lagi menjadi
beberapa bronkhus primer dan kemudian terbagi lagi
menjadi bronkhiolus.
Bronkhiolus kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkhiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar
lender dan silia. Bronkhiolus terminalis kemudian menjadi
bronkhiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran
transional antara jalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Bronkhiolus resiparotori kemudian
mengarah kedalam duktus alveolar dan sakus alveolar
kemudian alveoli. Pertukan oksigen dan karbondioksida
terjadi dalam alveoli.

Gambar 2. Saluran napas bawah dan paru-paru

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


Fisiologi
Ketika udara atmosfer mancapai alveoli, oksigen akan bergerak
dari alveoli melintasi membran alveolar-kapiler dan menuju sel
darah merah. Sistem sirkulasi kemudian akan membawa
oksigen yang telah berikatan dengan sel darah merah ini
menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan sebagai
bahan bakar dalam proses metabolisme. Pertukaran oksigen
dan karbondioksida pada membran alveolar-kapiler dikenal
dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas
selesai, maka sel darah merah yang telah teroksigenasi (kadar
karbondioksida yang rendah) ini akan menuju sisi kiri jantung,
dan akan dipompakan ke seluruh sel dalam tubuh. Saat
mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan
melepaskan ikatannya dengan oksigen, selanjutnya oksigen
tersebut digunakan untuk bahan bakar metabolisme. Juga
karbondioksida akan masuk sel darah merah. Sel darah merah
yang rendah oksigen dan tinggi karbon dioksida ini akan menuju
sisi kanan jantung untuk kemudian dipompakan ke paru-paru.
Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah bahwa alveoll
harus terus menerus mengalami pengisian dengan udara segar
yang mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


Gambar 3. Proses pertukaran gas di alveoli

Proses pernapasan sendiri ada dua: Inspirasi (menghirup) dan


ekspirasi (mengeluarkan napas). Inspirasi dilakukan oleh dua
jenis otot: 1). Otot interkostal, antara iga-iga. Pernapasan ini
dikenal sebagai pernapasan torakal. Tentu saja otot harus
dipersyarafi, dan ini dilakukan melalui Nervus Interkostalis
(Torakal 1-12). 2). Otot diafragma, bila kontraksi diafragma akan
turun. Ini dikenal sebagai pernapasan abdominal, dan
persyarafannya melalui Nervus Frenikus yang berasal dari
Cervikal 3-4-5. Pusat pernapasan ada di batang otak, yang
mendapatkan rangsangan melalui baro reseptor yang terdapat
di aorta dan arteri karotis. Melalui Nervus Frenikus dan Nervus
interkostalis akan terjadi pernapasan abdomino-torakal.
Inspirasi terjadi jika tekanan yang ada di rongga torakal lebih
rendah dari udara atmosfer (torakal mengembang (kontraksi)
maka udara masuk ke torakal, selanjutnya ekspirasi terjadi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


rongga torakal relaksasi tekananan rongga torakal lebih besar
dari udara atmosfer maka udara keluar.
Di dalam paru-paru terjadi pertukaran gas di alveoli, oksigen
akan mengalami difusi dan perfusi. Difusi adalah proses dimana
terjadi pertukan oksigen dan karbondioksida pada tempat
pertemuan udara-darah. Membran alveolar-kapiler tempat yang
ideal untuk difusi karena membrane ini permukannya luas dan
tipis. Selanjutnya terjadi perfusi dimana aliran darah (oksigen
terikat darah) yang ada dikapiler masuk ke dalam sirkulasi
pulomanl yang akan dipakai oleh sel sampai ke jaringan tubuh.
Dalam keadaan normal maka ada volume tertentu yang kita
hirup saat bernapas yang dikenal sebagai tidal volume. Volume
tidal normal 6-10 cc/KgBB. Jika tidal volume adalah 8cc/kg BB,
maka pada penderita dengan berat 70 kg, maka tidal volumenya
560 cc. Dengan frekuensi napas 12 kali/menit, maka volume per
menit (Minute Volume) 560 X 12 = 6720 cc/menit. Yang harus
diperhatikan dalam pemberian bantu napas adalah volume tidal
dengan memperhatikan berat badal ideal bukan berat badan
aktual. Tujuan dari memperhatikan berat badan adalah
menghindari hiperventilasi yang berlebih yang akan
menyebabkan barotrauma atau pecahnya alveoli.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


Gambar 4. Proses Inspirasi dan ekspirasi

B. Definisi Jalan Napas dan Sistem Pernapasan


Jalan napas adalah sebuah jalan atau akses masuknya udara
atmosfer yang dimulai dari rongga hidung, laring, faring, trachea,
dan masuk ke paru-paru. Sistem pernapasan adalah proses
masuknya oksigen (O2) atmosfer melakukan Inspirasi
(menghirup) dan ekspirasi (mengeluarkan napas CO2). Di paru-
paru terjadi pertukaran gas di alveoli, oksigen akan mengalami
difusi dan perfusi. Difusi adalah proses dimana terjadi pertukan
oksigen dan karbondioksida pada tempat pertemuan udara-
darah. Membran alveolar-kapiler tempat yang ideal untuk difusi
karena membran ini permukannya luas dan tipis. Selanjutnya
terjadi perfusi dimana aliran darah (oksigen terikat darah) yang
ada dikapiler masuk ke dalam sirkulasi pulmonal yang akan
dipakai oleh sel sampai ke jaringan tubuh.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


Bagaimana dengan materinya? Menarik bukan?

Nah, sekarang anda telah mengetahui anatomi fisiologi jalan


napas, defenisi jalan napas dan sistem pernapasan.
Tetap semangat…

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


SEKARANG SAYA TAHU
A. Anatomi sistem pernapasan dibagi menjadi jalan napas atas
dan jalan napas bawah. Jalan napas adalah jalur masuk
oksigen masuk ke paru-paru. Jika jalur oksigen ini
bermasalah dapat menyebabkan hipoksia bahkan kematian.
Selain pembebasan jalan napas kita juga harus
memperhatikan pemberian ventilasi dengan memberikan
oksigenasi yang disesuaikan kebutuhan pasien. Pemberian
ventilasi dengan memperhatikan tidal volume, tidal volume
normal 6-10 cc/kgBB. Yang harus diperhatikan adalah berat
badal ideal bukan beraat badan aktual. Tujuan dari
memperhatikan berat badan adalah menghindari
hiperventilasi yang berlebih yang akan menyebabkan
barotrauma atau pecahnya alveoli.
B. Pernapasan adalah suatu proses pertukaran gas oksigen
(O2) dari udara oleh organisme hidup yang digunakan untuk
serangkaian metabolisme yang mengahasilkan
karbondioksida (CO2) yang harus dikeluarkan karena tidak
dibutuhkan oleh tubuh.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


Selamat…

Anda telah menyelesaikan Materi Pokok 1, artinya anda telah


mampu menjelaskan Konsep Jalan Napas dan Sistem
Pernapasan. Jika Anda belum sepenuhnya memahami materi,
silakan pelajari Kembali modul dari awal ya!

Yuk istirahat sejenak untuk memulihkan konsentrasi, kemudian


Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar materi selanjutnya.
Biar lebih semangat kita bisa senam peregangan bersama dulu.
https://www.youtube.com/watch?v=dYBO67dSL-Q

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


MATERI POKOK 2
GANGGUAN SUMBATAN JALAN NAPAS

Pendahuluan
Pemeriksaan fisik pada penatalaksanaan jalan napas maupun
pernapasan merupakan salah satu keterampilan yang harus di miliki
setiap perawat/petugas kesehatan. Kecepatan dan ketepatan dalam
mengenali sumbatan jalan napas akan mengurangi angka
kecacatan dan kematian.
Otak sebagai organ vital tubuh harus selalu mendapatkan oksigen,
jika otak tidak mendapatkan oksigen akan menyebabkan hipoksia
serebral dalam waktu kurang dari 6 menit akan bersifat irreversible
yang akan mengakibatkan kematian. Untuk itu petugas kesehatan
kecepatan dan ketepatan khususnya perawat harus mampu
melakukan pemeriksaan fisik, mengenali tanda dan gejala,
mengenali penyebab sumbatan jalan napas langkah awal dalam
mendiagnosa dan melakukan intenvensi selanjutnya pada pasien
dengan gangguan airway dan breathing.
Adapun sumbatan jalan napas (obstruksi) dapat bersifat partial atau
total. Penyebab sumbatan bisa diakibatkan oleh sekret, darah atau
benda asing. Tindakan untuk membebaskan jalan napas dengan
cara menghilangkan penyebab dari sumbatan pada jalan napas
tersebut.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
gangguan sumbatan jalan napas

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Pemeriksaan Fisik
B. Tanda dan Gejala
C. Penyebab sumbatan jalan napas
D. Jenis- jenis sumbatan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


Uraian Materi Pokok 2

A. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji airway atau kepatenan jalan napas dan pernapasan
spontan merupakan langkah pertama yang penting dalam
penanganan pasien kegawatdaruratan trauma dan non trauma.
Observasi tingkat kesadaran dan kaji apakah terdapat henti
napas, pengkajian atau pemeriksaan fisik meliputi hal-hal
dibawah ini :
1. Inspeksi
Kaji hidung dan mulut pasien bentuknya, kesimetrisan,
adanya napas cuping hidung, adanya sekret, darah, sisa
makan,benda asing, lubang hidung dan mulut paten, adanya
masa (polip) atau benjolan, mukosa hidung dan mulut. Kaji
tingkat kesadaran pasien, kaji pula adanya pergerakan dada.
Sianosis (adanya sianosis dimulut dan hidung pertanda
sianosis sentral). Kaji tingkat kemampuan bicara pasien.
Gunakan otoskop dan tongspatel untuk mempermudah. Kaji
saturasi oksigen (SpO2).
2. Palpasi
Kaji adanya nyeri tekan di hidung dan mulut, adanya masa,
benjolan, lesi, krepitasi, fraktur dan benda asing. Kaji adanya
aliran udara yang keluar masuk di hidung dan mulut.
3. Auskultasi
Dengarkan adanya suara napas yang keluar dari hidung dan
mulut, bunyi suara gurgling/drooling (adanya cairan),

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


stridor/snoring (ngorok) lidah jaduh kebelakang yang
diakibitkan penurunan kesadaran, suara crowing (suara tinggi
karna edema pada laring dan trakhea).

Nah, sekarang Anda telah mengetahui bagaimana


pemeriksaan fisik pada gangguan jalan napas, lalu,
bagaimana tanda dan gejala, jenis-jenis dan
penyebabnya gangguan jalan napas?
Yuk pelajari materi berikut.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


B. Tanda dan Gejala Gangguan Sumbatan Jalan Napas
Penderita dengan kesadaran menurun mempunyai resiko tinggi
untuk gangguan jalan napas, dan kerap kali memerlukan jalan
napas definitif. Penderita tidak sadar, intoksikasi alkohol atau
perlukaan Intra-torak kemungkinan terganggu pernapasannya
(breathing). Adanya cairan gaster di orofaring menandakan
kemungkinan aspirasi yang dapat terjadi secara mendadak.
Trauma pada wajah merupakan keadaan lain yang memerlukan
perhatian segera. Mekanisme perlukaan biasanya adalah
penumpang mobil yang tanpa sabuk pengaman dan kemudian
terlempar ke kaca depan saat tubrukan. Trauma pada bagian
tengah wajah (mid-face) dapat menyebabkan fraktur-dislokasi
yang dapat mengganggu oro-atau naso-faring.
Fraktur tulang wajah dapat menyebabkan perdarahan, sekresi
yang meningkat serta avulasi gigi yang menambah masalah
pada jalan napas. Fraktur ramus mandibula, terutama bilateral,
dapat menyebabkan lidah jatuh ke belakang dan gangguan jalan
napas pada posisi terlentang. Penderita yang menolak untuk
berbaring mungkin ada gangguan jalan napas. Perlukaan
daerah leher mungkin ada gangguan jalan napas karena
rusaknya laring atau trachea atau karena perdarahan dalam
jaringan lunak yang menekan jalan napas.
Pada saat penilaian awal, bila ditemukan penderita sadar yang
dapat berbicara biasa, ini (untuk sementara) menjamin adanya
airway yang baik. Karena itu, tindakan paling pertama adalah
berusaha berbicara dengan penderita. Jawaban yang adekuat
menjamin airway yang baik, pernapasan yang baik serta perfusi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


ke otak yang baik. Gangguan dalam menjawab pertanyaan
menunjukkan gangguan kesadaran, gangguan jalan napas atau
gangguan pada pernapasan.
Tanda dan gejala pada pasien sumbatan jalan napas meliputi:
1. Gelisah, berontrak bahkan penurunan kesadaran
2. Adanya cairan dimulut (Gurgling)
3. Ketidakmampuan berbicara
4. Snoring (mendengkur/ngorok, lidah jatuh kebelakang)
5. Crowing (suara nada tinggi karna edema pada trakhea)
6. Adanya retraksi dada, penggunaan otot bantu napas, napas
cuping hidung
7. Penurunan suara paru.
8. Sianosis
9. Tiba-tiba tersedak atau tersumbat.

C. Penyebab Sumbatan Jalan Napas


Sumbatan atau obstruksi jalan napas akibat benda asing : Obstruksi
jalan napas akut disebabkan oleh benda asing pada orang dewasa
sering terjadi pada saat makan, daging merupakan penyebab utama
obstruksi jalan napas meskipun demikian berbagai macam bentuk
makanan yang lain berpotensi menyumbat jalan napas pada anak-
anak dan orang dewasa (koin, kacang, baso dll). Benda asing
tersebut dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sebagian
(partial) atau komplit (total).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


Pada obstruksi jalan napas partial korban mungkin masih
mampu melakukan pernapasan, namun kualitas pernapasan
dapat baik atau buruk. Pada korban dengan pernapasan yang
masih baik, korban biasanya masih dapat melakukan tindakan
batuk dengan kuat, usahakan agar korban tetap bisa melakukan
batuk dengan kuat sampai benda asing tersebut dapat keluar.
Bila sumbatan jalan napas partial menetap, maka aktifkan
sistem pelayanan medik darurat. Obstruksi jalan napas partial
dengan pernapasan yang buruk harus diperlakukan sebagai
obstruksi jalan napas komplit. Pasien di rumah sakit yang masih
bernapas dapat menimbulkan suara tambahan, penyebab
tersering adalah cairan (darah, sekret, sisa mkanan, aspirasi
lambung) yang menimbulkan suara gurgling. Tindakan kita
sebgai perawat adalah dengan melakukan suction, jika cairan
banyak pasien dapat dimiringkan dengan tehnik log rol. Jika
pangkal lidah jatuh kebelakang akan menimbulkan suara
snoring (ngorok). Penyempitan di laring atau trakea, disebabkan
karena berbagai hal (luka bakar, radang, neoplasma) akan
menimbulkan suara crowing (meringik) atau stridor respiratorik
Obstruksi jalan napas komplit (total), korban biasanya tidak
dapat berbicara, bernapas, atau batuk. Biasanya korban yang
sadar memegang leher di antara ibu jari dan jari lainnya, mulut
terbuka seperti orang berteriak tetapi tidak kelur suara, sianosis
pada bagian bibir dan muka. Pada penderita tidak sadar ada
tahanan saat ditiup atau di pompa.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


Saturasi oksigen akan dengan cepat menurun dan otak akan
mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan
kehilangan kesadaran, dan kematian akan cepat terjadi jika tidak
diambil tindakan segera.

Gambar 6. Klinis pada penderita Obstruksi


jalan napas komplit (total)

Sumbatan atau obstruksi jalan napas akibat cidera inhalasi


Sepertiga dari pasien luka bakar akan mengalami obstruksi jalan
napas yang diakibatkan cidera inhalasi. Cidera inhalasi
mengakibatkan adanya edema pada faring atau laring yang
akan mengakibatkan obstruksi ajalan napas atas. Selain itu juga
cidera inhalasi dibawah glotis menyababkan hilangnya fungsi
silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, bahkan
atelectasis (kolapsnya paru). Cidera Inhalasi ini bersifat
progresif, edema pada faring atau laring tampak terlihat pada
pasien masuk ruang gawat daruarat atau muncul beberapa jam
kemudian sehingga diperlukan observasi ketat apakah pasien
terjadi sumbatan jalan napas atau tidak?

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


Gambar 7. Cidera Inhalasi

Sumbatan atau Obstruksi Jalan Napas Akibat Kelainan


Anatomi
Obstruksi jalan napas akibat kelainan anatomi umumnya terjadi
pada anak yang bersifat bawaan lahir (kongenital). Beberapa
penyebab obstruksi ini seperti atresia koana, stenosis
supraglotis, kista brokiegen yang besar, laringokel yang besar.
Atresia koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu atau
dua sisi, akibat kegagalan absorpsi membrane bukofaringeal.
Obsbtruksi mungkin berupa membrane atau tulang. Gejalanya
kesulitan bernapas dan keluar sekret hidung terus menurus.
Adanya suara napas gurgling akan terdengar jelas.

D. Jenis-Jenis Sumbatan Jalan Napas


1. Sumbatan jalan napas partial
a. Sumbatan jalan napas partial atau sebagian diamana
udara masih dapat masuk ke saluran pernapsan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


b. Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung) menimbulkan
suara "gurgling", suara bernapas bercampur suara cairan.
Dalam keadaan ini harus dilakukan sweep finger
pertolongan prehospital dan penghisapan (suction) jika
pasien di fasilitas kesehatan.
c. Pangkal lidah yang jatuh ke belakang keadaan ini dapat
timbul pada pasien yang tidak sadar (coma) atau pada
penderita yang tulang rahang bilateralnya patah. Sehingga
timbul suara mengorok (snoring) yang harus segera diatasi
dengan perbaikan airway secara manual atau dengan alat.
d. Penyakit yang menutup jalan napas seperti kanker
nasofaring (KNF).
e. Sumbatan jalan napas progresif atau obstruksi jalan napas
akibat cidera inhalasi pada pasein luka bakar, dimana
terjadinya edema faring, laring atau dibawah goltis yang
menyebabkan terganggunya oksigen mengalir ke paru-
paru. Timbul suara "crowing" atau stridor respiratoir.
Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan airway
pada bagian distal dari sumbatan, misalnya dengan
intubasi.
2. Sumbatan Jalan Napas Total
Sumbatan jalan napas total ditandai pasien akan berontak,
gelisah bahkan penurunan kesadaran dikarenakan oksigen
tidak masuk kesaluran pernapasan menyebabkan sirkulasi ke
otak tidak baik. Pada obstruksi total penderita bisa ditemukan
dalam keadaan masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar.
Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan oleh

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


tertelannya benda asing yang kemudian menyangkut dan
menyumbat pangkal larinks. Bila obstruksi total timbul
perlahan (insidious) maka berawal dari obstruksi parsial yang
kemudian menjadi total.

Bagaimana dengan materinya? Menarik bukan?


Nah, sekarang anda telah mengetahui Pemeriksaan Fisik,
Tanda dan Gejala, Penyebab sumbatan jalan napas dan
Jenis- jenis sumbatan. Semoga sudah difahami.
Tetap semangat…

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


SEKARANG SAYA TAHU

A. Observasi pasien dengan gangguan sumbatan perlu dievaluasi


terus menerus terutama pasien dengan trauma luka bakar yang
mengakibatkan edema laring, faring. Edema laring, faring dapat
terjadi sesaat terjadi luka bakar atau beberapa jam, sehingga
perlu adanya observasi ketat.
B. Tanda dan gejala pada pasien sumbatan jalan napas harus
diperhatikan dengan baik, baik pada pasien dengan kesadaran
menurun atau kesadaran masih baik. Karena itu tindakan awal
adalah berusaha berbicara dengan penderita. Gangguan dalam
menjawab pertanyaan menunjukkan gangguan kesadaran, jalan
napas atau pernapasan. Bunyi napas seperti stridor, crowing,
gurgling tanda utama adanya sumbatan jalan napas
C. Obstruksi jalan napas dapat disebabkan oleh benda asing, cidera
inhalasi dan kelainan anatomi. Benda asing tersebut dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas sebagian (partial) atau
komplit (total). Obstruksi jalan napas juga dapat disebabkan
cidera inhalasi pada pasien luka bakar. Obstruksi jalan napas
yang diakibatkan kelainan anatomi biasanya terjadi pada anak
yang terjadi bawaan (kongenital).

D. Sumbatan jalan napas dapat mengakibatkan kematian jika tidak


segera dilakukan, Sumbatan jalan napas dapat berupa sumbatan
jalan napas partial dan sumbatan jalan napas total.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


Anda telah menyelesaikan Materi Pokok 2. Artinya anda telah
mampu menjelaskan gangguan sumbatan jalan napas.
Jika anda belum sepenuhnya memahami materi,
silahkan pelajari Kembali modul dari awal yaa..
Yuk istirahat sejenak untuk memulihkan konsentrasi,
kemudian Anda dapat melanjutkan ke materi selanjutnya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


MATERI POKOK 3
GANGGUAN PERNAPASAN

Pendahuluan
Pemeriksaan pernapasan bertujuan untuk menilai apakah
pernapasan pasien adekuat atau tidak dengan memperhatikan
tanda dan gejala dengan tetap mempertahankan tulang servikal
khususnya pada pasien trauma atau pasien tidak sadar. Pengkajian
pernapasan (breathing) dilakukan setelah penilaian jalan napas
yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi dengan melihat bagian dada pasien apakah adanya jejas,
luka atau benda tajam yang menancap. Palpasi dapat dilakukan
dengan meraba bagian dada apakah adanya krepitasi, emfisema,
massa atau nyeri. Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk dada
menggunakan jari jari pemeriksaan. Bunyi perkusi dulnes atau
hipersonor menandakan adanya kelainan pada rongga dada.
Auskultasi menggunakan stetoskop untuk mendengar bunyi napas
pasien. Hal yang perlu diperhatikan adalah bunyi napas (ronkhi atau
wheezing) dan bunyi jantung pasien menandakan adanya kelainan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
Gangguan Pernapasan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


Sub Materi Pokok
Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
A. Pemeriksaan Fisik

B. Tanda dan Gejala

C. Penyebab Gangguan Pernapasan

D. Jenis Gangguan Pernapasan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


Uraian Materi Pokok 3

A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pernapasan meliputi :
a. Inspeksi
Kaji pernapasan menggunakan cuping hidung, adanya darah
atau cairan dihidung. Kaji pergeseran posisi trachea, adanya
distensi vena jugularis. Kaji bagian thoraks dilakukan dengan
melihat adanya jejas pada kedua sisi dada, ekspansi kedua
paru simetris atau tidak, ada luka tusuk atau tidak,
penggunaan otot-otot aksesoris pernapasan seperti
intercostal, otot sternokleidomatoid, adanya luka tembus
atau tusuk, adanya benda asing. Kaji tingkat kesadaran,
gelisah, berontrak, somnolen atau penurunan kesadaran
pertanda oksigenasi yang buruk. Kaji Sianosis atau warna
kulit kebiruan, Capillary Refill Time (CRT) >2 detik, akral
dingin merupakan tanda perfusi perifer yang buruk. Tanda-
tanda vital termasuk saturasi oksigen (SpO2). Target
Saturasi SpO2 Normal lebih dari 95%. Desaturasi
menandakan hipoksia yang sering terjadi pada pasien
obstruksi jalan napas.
b. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni dibawah kedua
klavikula, (pada garis mid klavikularis), dan pada kedua mid-
aksila (kosta 4-5). Bunyi napas harus sama kiri kanan. Ada
tidaknya bunyi paru abnormal wheezing, ronkhi. Auskultasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 34


bunyi bagian jantung terdengar atau menjauh. Suara napas
normal vesikuler disemua lapang paru, namun pasien
obstruksi jalan napas sering dijumpai ronkhi atau wheezing.
c. Palpasi
Palpasi bagian hidung adanya masa, nyeri tekan. Palpasi
bagian trachea adanya pergeseran atau krepitasi. Palpasi
bagian thoraks dilakukan dengan kedua tangan memegang
kedua sisi dada, apakah teraba simetris atau tidak oleh
kedua tangan pemeriksa, kaji taktil fremitus, adanya
krepitasi, adanya nyeri tekan.
d. Perkusi
Dengan mengetuk-kan jari tengah terhadap jari tengah yang
lain yang diletakkan mendatar di atas dada. Pada daerah
paru berbunyi sonor, pada daerah jantung berbunyi redup
(dullnes), sedangkan di atas lambung (dan usus) berbunyi
timpani. Pada keadaan pneumothorax akan berbunyi
hipersonor, berbeda dengan bagian paru yang lain. Pada
keadaan hemothorax, akan berbunyi redup (dullnes).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


B. Tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan
Tanda dan gejala pasien dengan ganguan pernapasan adalah:
1. Dispneu (kesulitan bernapas): sesak napas
Pasien tampak sesak napas dengan frekuensi napas lebih
dari 30 kali per menit, tampak retraksi dada, disertai
penggunaan otot -otot bantu pernapasan.
2. Batuk atau hemoptisis (batuk darah)
Hemoptisis sering terjadi pada pasien hematothoraks
dengan pendarahan massif.
3. Nyeri dada
Pasien dengan Fraktur iga, flail chest sering mengeluh nyeri
dada yang disertai sesak napas dan takikardi. Nyeri dada
hanya berkurang dengan pemeberian obat analgetic.
4. Mengi akibat penyempitan jalan napas.
Mengi atau wheezing terjadi jika pasien trauma yang
menyebabkan penyempitan jalan napas, bunyi suara ini
tampak jelas seperti pada pasien asma.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 36


5. Sianosis, sianosis pada bibir menandakan sianosis sentral,
sianosis atau capillary refil time >2 detik menandakan
sianosis perifer.
6. Stridor
Stridor patut kita curigai jika pasien mengalami penurunan
kesadaran, hal ini terjadi karena pangkal lidah jatuh
kebelakang.
7. Gelisah
Pasien yang terjadi flail chest, fraktur iga, tension
pneumothoraks sering dijumpai gelisah hal ini bisa
disebabkan rasa nyeri dan sesak napas.
8. Distensi vena jugularis
Distensi vena jugularis, hipotensi dan bunyi jantung menjauh
tanda khas pada tamponade jantung yang disebut beck’s
triad. Distensi vena jugularis terjadi karena adanya obstruksi
pada aliran balik dari jantung.
9. Deviasi atau pergeseran trakhea
Ini merupakan tanda khas pada tension pneumothoraks, hal
ini terjadi karena adanya udara yang berlebih di rongga
pleura kemudian mendesak ke arah rongga paru yang sehat
sehingga trakhea bergeser.
10. Pengembangan dada tidak simetris.
Rongga pleura yang terisi udara berlebih atau cairan
menyebabkan salah satu paru tidak mengembang baik
sehingga kedua paru-paru tidak mengembang simetris. Saat
melakukan taktil fremitus akan terasa salah satu paru yang
tertinggal saat inspirasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 37


Nah, sekarang anda telah mengetahui Pemeriksaan Fisik, serta
Tanda dan Gejala. Selanjutnya akan membahas bagaimana
Penyebab gangguan pernapasan dan jenis-jenis gangguan
pernapasan. Semoga sudah difahami.

C. Penyebab Gangguan Pernapasan


1. Open Pneumotoraks
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan
menyebabkan pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam
rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan
atmosfer dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa,
sehingga ada hubungan udara luar dengan rongga pleura,
sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini terlihat
sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap
inspirasi (sucking chest wound). Apabila lubang ini lebih besar
daripada 2/3 diameter trakea, maka pada inspirasi udara lebih
mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan
melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Akibatnya
ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 38


Gambar 9. Open Pneumothoraks

2. Tension Pneumothoraks
Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang berasal
dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke
dalam rongga pleura paru-paru atau dari luar melalui dinding
dada, masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar
lagi (one way-valve), maka udara akan semakin banyak pada
satu sisi rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya
akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat = mediastinum
akan terdorong, dengan akibat timbul syok.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah
komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan
ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada kerusakan
pada pleura viseral. Tension pneumothorax juga dapat timbul
akibat cedera toraks, misalnya cidera tulang belakang toraks
yang mengalami pergeseran. Tension pneumothoras ditandai
dengan gejala nyeri dada, sesak yang berat, distres
pernapasan, takikardia, hipotensia, deviasi trakea, hilangnya

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 39


suara napas pada satu sisi, dan distensi vena leher.

Gambar 10. Tension Pneumothoraks

3. Masive Hematotoraks
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga
dada. Pada keadaan ini akan terjadi sesak karena darah
dalam rongga pleura, dan syok karena kehilangan darah.
Pada perkusi dada akan redup karena darah dalam rongga
pleura (pada pneumothorax adalah hipersonor). Tidak
banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-
satunya cara adalah dengan mengganti darah hilang dengan
pemasangan infus dan membawa penderita secepat mungkin
ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan
tindakan cepat di UGD yaitu tindakan pemasangan Water
Seal Drainage (WSD) atau thoracotomy.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 40


Gambar 11. Masive Hematothoraks

4. Flail chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple pada
dua atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada.
Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi
justru akan masuk kedalam. Ini dikenal sebagai pernapasan
paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun
yang lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang
terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu
dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi
tambahan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 41


Gambar 12. Flail Chest

D. Jenis-Jenis Gangguan Pola Pernapasan


Pemeriksaan status pernapasan pasien trauma dan non trauma
meliputi suara napas, cara bernapas dan gangguan suara
pernapasan. Pola napas yang normal (Eupneu) menandakan
irama napas yang teratur dan frekuensi napas antara 12-20 kali
per menit dan tidak menggunakan aksesoris otot pernapasan.
Berikut pola napas abnormal yang sering ditemukan pada
pasien dengan gangguan sistem pernapasan.
1. Apnea
Henti napas ditandai tidak adanya gerakan pengembangan
dada .
2. Bradipnea
Pernapasan lambat, atau frekuensi napas kurang dari 12 kali per menit,
disebabkan oleh cedera otak, peningkatan tekanan intrakranium, atau
depresi pernapsaan akibat obat.
3. Takipnea
Pernapasan cepat dan dangkal atau frekeunsi napas lebih dari 30 kali
per menit. Takipneu ini dapat disebabkan rasa nyeri hebat seperti

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 42


frakur iga, flail chest, nyeri dada pleuretik, atau penyakit paru restriktif.
4. Pernapasan Cheyne Stokes
Periode-periode bernapas dalam yang diselingi dengan
serangan apneu (tidak ada pernapasan). Anak dan lansia
mungkin memperlihatkan pola napas ini saat tidur.
Penyebab pernapasan ini diantaranya depresi napas akibat
obat, kerusakan otak (biasanya dikedua sisi hemisfer
serebrum atau diensefalon)
5. Pernapasan Ataksik (pernapasan Biot)
Pernapasan ini ditandai dengan ketidakteraturan yang tak
terduga. Pernapasan mungkin dangkal atau dalam, dan
berhenti untuk periode yang singkat.
6. Pernapasan Menghela (Sighing Respiration)
Pernapasan yang sering diselingi dengan menghela napas.
7. Pernapasan Dalam Cepat (Hiperventilasi)
Pernapasan dalam cepat dengan irama yang teratur yang
disebabkan rasa cemas, aktivitas olahraga, dan asidosis
metabolik. Pernapsan Kusmaul adalah pola pernapasan
dalam akibat Asidosis Metabolic. Pernapasan ini mungkin
cepat, normal atau lambat.

Bagaimana dengan materinya? Menarik bukan?


Nah, sekarang anda telah mengetahui Pemeriksaan Fisik,
Tanda dan Gejala, Penyebab dan jenis gangguan pernapasan.
Semoga sudah difahami. Tetap semangat yaa…

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 43


SEKARANG SAYA TAHU

A. Pemeriksaan fisik dan mengenali tanda dan gejala pada pasien


dengan gangguan sistem pernapasan merupakan modal awal
dalam menegakkan diagnosa. Pemeriksaan fisik meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Petugas Kesehatan
khususnya perawat harus mampu dalam melakukan
pemeriksaan fisik sehingga akan didapatkan data yang actual
untuk memberikan tindakan medis yang tepat pada pasien.
B. Dispneu, nyeri dada, mengi, sianosis merupakan tanda dan
gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguan
sistem perbapasan. Deviasi trakhea tanda khas adanya tension
pneumothorakas, sedangkan distensi vena jugularis, hipotensi,
dan bunyi jantung menjauh tanda khas adanya tamponade
jantung.
C. Hasil pemeriksaan yang abnormal menandakan adanya kelainan
dalam sistem pernapasan. Kasus seperti Flail Chest, Tension
Pneumothorakas, Massive Hematothoraks kasus yang sering
ditemukan pada pasien trauma di pelayanan emergensi. Kasus-
kasus tersebut dapat menyebabkan kematian pada pasien.
Tindakan yang cepat dan tepat oleh petugas kesehatan dapat
menghindari kematian pasien dari kematian.
D. Mengenali pola napas seperti Apneu, Bradiepneu, Chyne Stokes
merupakan pola napas abnormal yang menandakan perburukan
pada pasien. Perawat dapat berperan dapat merekomendasikan
tindakan advance ke dokter.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 44


Selamat…
Anda telah menyelesaikan Materi Pokok 3. artinya anda telah
mampu menjelaskan Gangguan Pernapasan.
Jika Anda belum sepenuhnya memahami materi, silakan
pelajari Kembali modul dari awal ya!
Yuk istirahat sejenak untuk memulihkan konsentrasi, kemudian
Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar materi selanjutnya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 45


MATERI POKOK 4
PENATALAKSANAAN GANGGUAN JALAN
NAPAS DAN GANGGUAN PERNAPASAN
Pendahuluan
Perawat atau petugas kesehatan yang bertugas di penerimaan pasien
harus bisa melakukan tindakan baik dalam penatalaksanaan
pembebasan jalan napas teknik secara manual atau dengan bantuan
alat. Kecepatan dan ketepatan dalam melakukan tindakan tersebut
akan meningkatkan oksigenasi sehingga pasien terhindar dari hipoksia
yang menyebabkan kematian. Salah satu contoh teknik pembebasan
jalan napas yang sering dipakai di rumah sakit adalah pemasangan
Oropharyngeal airway (OPA) atau Nasopharyngeal airway (NPA).
Pemasangan OPA dan NPA adalah pembebasan jalan napas
sederhana pada pasien, jika pasien menandakan perburukan maka
diperlukan pemasangan pipa Endotracheal Tube (ETT) atau intubasi.
Tindakan Intubasi merupakan kompetensi dokter, maka perawat dapat
melakukan pemasangan Laringeal Mask Airway (LMA) sambil
menunggu dokter atau alat dan obat sedasi tersedia. Pemasangan
LMA ini hanya bersifat sementara, selanjutnya pasien harus dilakukan
intubasi.
Setelah jalan napas terbebas perawat melakukan pemberian terapi
oksigen yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Selama
pemberian oksigen perawat selalu memonitoring dan evaluasi tingkat
oksigenasi pada pasien. Observasi secara periodik perlu dilakukan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 46


terutama pasien dengan ancaman gagal napas atau kriteria
perburukan yang menggunakan alat terapi oksigen yang tinggi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan
Penatalaksanaan Gangguan Jalan Napas dan Gangguan Pernapasan.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4 :
A. Penatalaksanaan Jalan Napas
B. Penatalaksanaan Pernapasan
C. Monitoring dan Evaluasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 47


Uraian Materi Pokok 4

A. Penatalaksanaan Jalan Napas


1. Teknik Manual
Manuver Heimlich
Untuk mengatasi obstruksi jalan napas oleh benda asing, dapat
dilakukan Manuver Heimlich (hentakan subdiafragma-
abdomen). Suatu hentakan yang menyebabkan peningkatan
tekanan pada diafragma sehingga memaksa udara yang ada di
dalam paru–paru untuk keluar dengan cepat sehingga
diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan benda asing
yang menyumbat jalan napas. Setiap hentakan harus diberikan
dengan tujuan menghilangkan obstruksi, mungkin dibutuhkan
pengulangan hentakan 6-10 kali untuk membersihkan jalan
napas.
Pertimbangan penting dalam melakukan manuver Heimlich
adalah kemungkinan kerusakan pada organ – organ besar.
a. Manuver Heimlich pada Korban Sadar dengan Posisi
Berdiri atau Duduk
Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari
pinggang korban dengan kedua lengan, kemudian kepalkan
satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada
perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang
sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan
lainnya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 48


Tekan kepalan ke perut dengan hentakan yang cepat ke
arah atas. Setiap hentakan harus terpisah dan dengan
gerakan yang jelas.

Gambar 14. Manuver Heimlich pada korban


sadar dengan posisi berdiri

b. Manuver Heimlich pada Korban yang Tergeletak (Tidak


Sadar)
Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan
muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban.
Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis
tengah sedikit di atas pusatdan jauh di bawah ujung tulang
sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama.
Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang
cepat ke arah atas. Manuver ini dapat dilakukan pada korban
sadar jika penolongnya terlampau pendek untuk memeluk
pinggang korban.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 49


c. Manuver Heimlich pada yang dilakukan sendiri
Pengobatan diri sendiri terhadap obstruksi jalan napas :
Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di
atas pusat dan di bawah tulang sternum, genggam kepalan
itu dengan kuat dan berikan tekanan ke atas ke arah
diafragma dengan gerakan cepat, jika tidak berhasil dapat
dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja
atau belakang kursi.
Manuver Heimlic pada bayi dapat dilakukan dengan tekan
2 jari pada daerah sternum (Chest Thrust) atau dengan back
slaps.

Gambar 15. Manuver heimlich pada diri sendiri

2. Penyapuan Jari (Sweep Finger)


Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada korban tidak
sadar, dengan muka menghadap ke atas buka mulut korban
dengan memegang lidah dan rahang di antara ibu jari dan jari–
jarinya, kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan ini
akan menjauhkan lidah dari kerongkongan serta menjauhkan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 50


benda asing yang mungkin menyangkut di tempat tersebut.

Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam


pipi, jauh ke dalam kerongkongan di bagian dasar lidah,
kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda
asing serta menggerakan benda asing tersebut ke dalam mulut
sehingga memudahkan untuk diambil. Hati – hati agar tidak
mendorong benda asing lebih jauh ke dalam jalan napas.

Gambar 16. Sweep finger

Tahap Dasar Membuka Jalan Napas Tanpa Alat


Tengadahkan kepala pasien disertai dengan mengangkat
rahang bawah ke depan. Bila ada dugaan cedera pada leher
yang dapat ditandain dengan multitrauma, trauma kapitis
disertai penurunan kesadaran, dan luka pada daerah wajah
maka lakukan pengangkatan rahang bawah ke depan disertai
dengan membuka rahang bawah (jaw thrust), jangan lakukan
ekstensi kepala. Apabila pasien masih bernapas spontan, untuk
menjaga jalan napas tetap terbuka posisikan kepala pada

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 51


kedudukan yang tepat.

Pada keadaan yang meragukan untuk memepertahankan jalan


napas pasanglah oral / nasal airway.

Head tilt Chin lift Jaw thrust

Gambar 17. Head tilt Chin lift dan Jaw Thrust

3. Teknik Bantuan Alat


Tahap Dasar Membuka Jalan Napas dengan Alat
Apabila manipulasi posisi kepala tidak dapat membebaskan
jalan napas akibat sumbatan oleh pangkal lidah atau epiglotis
maka lakukan pemasangan alat bantu jalan napas oral/nasal.
Sumbatan oleh benda asing diatasi dengan perasat Heimlich
atau laringoskopi disertai dengan pengisapan atau menjepit
dan menarik keluar benda asing yang terlihat.
a. Alat Bantu Jalan Napas dengan OPA (oropharyngeal
airway)
Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari
dinding belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang
masih bernapas spontan atau saat dilakukan ventilasi
dengan sungkup dan bagging dimana tanpa disadari

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 52


penolong menekan dagu ke bawah sehingga jalan napas
tersumbat. Alat ini juga membantu saat dilakukan
pengisapan lendir dan mencegah pasien menggigit pipa
endotrakheal tube (ETT).

Gambar 18. Oroppharingeal airway

Cara pemasangan
1) Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
2) Masukkan alat dengan ujung mengarah ke chefalad
3) Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring,

alat diputar 180o


4) Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan
bunyi napas yang nyaring pada auskultasi paru saat
dilakukan ventilasi.
5) Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat
terpasang

Bahaya :
1) Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong
lidah ke belakang atau apabila ukuran terlampau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 53


panjang, epiglotis akan tertekan menutup rimaglotis
sehingga jalan napas tersumbat.
2) Jangan gunakan alat ini pada pasien di mana refleks
faring masih ada karena dapat menyebabkan muntah
dan spasme laring.

b. Alat Bantu Napas dengan Nasopharyngeal Airway (NPA)


Alat ini berbentuk pipa polos terbuat dari karet atau plastik.
Biasanya digunakan pada pasien yang menolak
menggunakan alat bantu jalan napas orofaring atau apabila
secara teknis tidak mungkin memasang alat bantu jalan
napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat
dan cedera berat daerah mulut).

Gambar 19. Nasopharyngeal airway

Cara pemasangan :

1) Pilih alat dengan ukuran yang tepat, lumasi dan


masukkan menyusuri bagian tengah dan dasar rongga
hidung hingga mencapai daerah belakang lidah.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 54


2) Apabila ada tahanan dengan dorongan ringan alat diputar
sedikit.
Bahaya :
1) Alat yang terlalu panjang dapar masuk oesophagus
dengan segala akibatnya
2) Alat ini dapat merangsang muntah dan spasme laring.
3) Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan
mukosa akibat pemasangan, oleh sebab itu alat pengisap
harus selalu siap saat pemasangan.
Ingat !!!

1) Selalu periksa apakah napas spontan timbul setelah


pemasangan alat ini
2) Apabila tidak ada napas spontan, lakukan napas buatan
dengan alat bantu napas yang memadai
3) Bila tidak ada alat bantu napas yang memadai lakukan
pernapasan dari mulut ke mulut.

c. Pemasangan Pipa Endotrakeal (ETT)


Pemasangan Pipa Endotrakeal menjamin terpeliharanya
jalan napas dan sebaliknya dilakukan sesegera mungkin oleh
penolong yang terlatih (perawat atau dokter)
Keuntungan :
1) Terpeliharanya jalan napas
2) Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
3) Menjamin tercapainya volume tidal yang diinginkan
4) Mencegah terjadinya aspirasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 55


5) Mempermudah penghisapan lendir di trakea
6) Merupakan jalur masuk beberapa obat-obat resusitasi
Karena kesalahan letak pipa endotrakeal dapat
menyebabkan kematian maka tindakan ini sebaiknya
dilakukan oleh penolong yang terlatih.

Gambar 20. Pemasangan endotracheal tube (intubasi)

Indikasi pemasangan :

1) Henti jantung

2) Pasien sadar yang tidak mampu bernapas dengan baik


(edema paru, Guillan-Bare syndrom, sumbatan jalan
napas)
3) Perlindungan jalan napas tidak memadai (koma,
arefleksi)
4) Penolong tidak mampu menberikan bantuan napas
dengan cara konvensional.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 56


Persiapan Alat Untuk Pemasangan Pipa Endotrakheal
Tube (ETT)
S : Stetoscope, Laringoscopy
T : Tube ; ETT (endotrakeal tube)
A : OPA, NPA (Naso Faringeal Airway)
Air : Oksigen, BVM (Bag Valve & Mask), puls of simetry,
T : Tape ; plester
I : Introducer ; mandrin, Mouth gate, magil forcef.
C : Conektor : penghubung ETT dengan BVM atau
Ventilator
S : selang O2, Suction, Sarung tangan, Xilocain jely, Spuit
Cuff.

Gambar 21. Persiapan alat intubasi “ STATICS”

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 57


Teknik Pemasangan :
1) Cek alat – alat yang diperlukan dan pilih ETT sesuai
ukuran
2) Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik
3) Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah cuff
4) Letakkan bantal setinggi ± 10 cm di oksiput dan
pertahankan kepala tetap ekstensi
5) Bila perlu lakukan pengisapan lendir pada mulut dan
faring
6) Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri
memegang laringoskop
7) Masukan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah
kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah sampai
mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir
tidak terjepit di antara bilah dan gigi pasien.
8) Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan

kemiringan 30 – 40o, jangan sampai menggunakan gigi


sebagai titik tumpu.
9) Bila pita suara sudah terlihat, masukkan ETT sambil
memperhatikan bagian proksimal dari cuff ETT
melewati pita suara ± 1-2 cm atau pada orang dewasa
kedalaman ETT ± 19-23 cm.
10) Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
11) Lakukan ventilasi dengan menggunakan bagging dan
lakukan auskultasi pertama pada lambung kemudian
pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 58


12) Bila terdengar suara gargling pada lambung dan dada
tidak mengembang, lepaskan ETT dan lakukan
hiperventilasi ulang selama 30 detik kemudian lakukan
intibasi kembali.
13) Kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 20
atau 10 cc dengan volume secukupnya sampai tidak
terdengar lagi suara kebocoran di mulut pasien saat
dilakukan ventilasi.
14) Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak
terdorong atau tercabut
15) Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit
ETT jika mulai sadar.
16) Lakukan ventilasi terud dengan oksigen 100 % (aliran
10–12 liter/menit)

Penekanan Krikoid (Sellick Manuever)


Perasat ini dikerjakan saat intubasi untuk mencegah
distensi lambung, regurgitasi isi lambung dan membantu
dalam proses intubasi. Perasat ini dipertahankan sampai
balon ETT sudah dikembangkan.
Cara melakukan sellick manuever :
1) Cara puncak tulangtiroid (Adam’sapple)
2) Geser jari sedikit ke kaudal sepanjang garis median
sampai menemukan lekukan kecil (membran krikotiroid)
3) Geser lagi jari sedikit kebawah sepanjang garis median
hingga ditemukan tonjolan kecil tulang (kartilago krikoid)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 59


4) Tekan tonjolan ini di antara ibu jari dan telunjuk ke arah
dorsokranial. Gerakan ini akan menyebabkan
oesophagus terjepit di antara bagian belakang kartilago
krikoid dengan tulang belakang dan lubang trakea /
rimaglotis akan terdorong ke arah dorsal sehingga lebih
mudah terlihat.

Gambar 22. Sellick’s manuever

Memastikan letak ETT dengan menggunakan alat


Berbagai alat mekanik atau elektronis dapat digunakan
untuk tujuan ini, misalnya detektor dan tidal CO2 (kuantitatif
dan kualitatif)
Melakukan bantuan napas dengan ETT selama RJP
Jumlah udara saat inspirasi dan ekspirasi biasa, sekitar 500
mL, pada manusia saat istirahat. Volume tidal napas berkisar
antara 6-8 ml/kgbb, volum tidal pada neonatus cukup bulan
sekitar 6 mL/kgbb, pada bayi 7 mL/kgbb,dan pada orang
dewasa 7,5 mL/kgbb. Secara klinis keadaan dapat diketahui
dengan pengamatan dada. Dengan volume 7,5 ml/kg BB
dada akan tampak mulai mengembang. Jika pemberian

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 60


oksigen melebihi volum tidal, pasien beresiko tinggi
mengalami barotrauma (pecahnya alveoli). Kecepatan
pemberian napas berkisar antara 10-12 x /menit atau 1x tiap
5-6 detik dengan lama inspirasi sekitar 2 detik. Pada
keadaan ini tidak ada lagi perbandingan antara kompresi dan
ventilasi. Kecepatan kompresi berkisar 100 kali / menit,
sedangkan ventilasi diberikan setiap 5 detik (tidak perlu
seirama dengan kompresi)
Komplikasi Pemasangan ETT
1) ETT masuk ke dalam oesophagus, yang dapat
menyebabkan hipoksia
2) Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara
laringoskop dengan gigi
3) Gigi patah
4) Laserisasi pada faring dan trakhea akibat stlet (mandrin
dan ujung ETT
5) Kerusakan pita suara
6) Perforasi pada faring dan oesophagus,
7) Muntah dan aspirasi
8) Pelapasan adrenalin dan noradrenalin akibat
rangsangan intubasi sehingga terjadi hipertensi, takikardi
dan aritmia.
9) ETT masuk ke salah satu bronkus. Umumnya masuk ke
bronkus kanan. Untuk mengatasinya tarik ETT 1-2 cm
sambil dilakukan inspeksi gerakan dada dan auskultasi
bilateral.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 64


Pada pasien yang mengalami fraktur servikal dengan
masalah breathing ETT dapat dipasang dengan blind
naso-tracheal, ETT di dorong pada saat pasien inspirasi

Gambar 23. Pemasangan blind naso-tracheal

Teknik tambahan untuk penanganan jalan napas invasif dan


ventilasi.
Ada 2 alat bantu jalan napas yang termasuk kelas Iib, yaitu :
1) Laryngeal Mask Airway (LMA)
2) Esophageal Tracheal Combitube

Laryngeal Mask Airway (LMA)


LMA merupakan sebuah pipa dengan ujung distal yang
menyerupai sungkup dengan tepi yang mempunyai balon
sekelilingnya. Pada terpasang bagian sungkup ini harus
berada di daerah hipofaring sehingga saat balon
dikembangkan maka bagian terbuka dari sungkup akan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 65


menghadap ke arah lubang trakhea membentuk bagian dari
jalan napas.

Gambar 24. Laryngeal Mask Airway

Beberapa kelebihan LMA sebagai alat bantu jalan napas


adalah:
1) Dapat dipasang tanpa laringoskopi
2) atau leher sehingga menguntungkan pasien dengan
cedera leher atau pada pasien yang sulit dilakukan
visualisasi lubang trakhea.
3) Karena LMA tidak perlu masuk ke dalam lubang trakhea
maka resiko kesalahan intibasi dengan segala akibatnya
tidak ditemukan pada LMA
Kekurangan LMA adalah tidak dapat melindungi
kemungkinan aspirasi sebaik ETT.
Combitube
Alat ini merupakan gabungan ETT dan obturator
oesophageal. Pada alat ini terdapat 2 daerah berlubang, satu
lubang di distal dan beberapa lubang di tengah, lubang –
lubang ini dihubungkan melalui 2 saluran yang terpisah

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 66


dengan 2 lubang di proksimal yang merupakan interface
untuk alat bantu napas. Selain itu terdapat 2 buah balon, satu
proksimal dari lubang distal dan satu proksimal dari deretan
lubang di tengah. Ventilasi melalui trakhea dapat dilakukan
melalui lubang distal (ETT) dan tengah (obtutator). Alat ini
dimasukkan tanpa laringoskopi, dari penelitian dengan cara
memasukkan seperti ini 80 % kemungkinan masuk ke
eosophagus. Setelah alat ini masuk, kedua balon
dikembangkan dan dilakukan pemompaan, mula – mula pada
obturator seraya dilakukan inspeksi dan auskultasi apabila
ternyata dari pengamatan ini tidak tampak adanya ventilasi
paru pemompaan dipindahkan pada ETT dan lakukan
kembali pemeriksaan klinis. Kinerja ventilasi, oksigenasi dan
perlindungan terhadap aspirasi alat ini sepadan dengan ETT
dengan keunggulan lebih mudah dipasang dibandingkan
ETT.
Krikotiroidektomi
Tindakan ini dilakukan untuk membuka jalan napas
sementara dengan cepat, apabila cara lain sulit dilakukan.
Pada teknik ini membran krikotiroid disayat kecil vertikal,
dilebarkan dan dimasukkan Tube ETT tersebut.

Gambar 25. Krikotiroidektomi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 67


Trakheostomi
Teknik ini bukan pilihan pada keadaan darurat (life saving).
Tindakan ini sebainya dilakukan di kamar bedah oleh seorang
yang ahli.

Gambar 26. Trakheostomi

Ada 2 jenis yang biasa dipakai :


a. Penghisap fasing yang kaku, pada alat ini diperlukan
tekanan negatif yang rendah sekali
b. Penghisap trakheobronkhial yang lentur, alat ini
mempunyai syarat :
1) ujung harus tumpul dan sebaliknya memiliki lubang di
ujung dan di samping
2) Lebih panjang dari ETT
3) Licin
4) Steril dan sekali pakai
Cara melakukan penghisapan lendir :
a. Lakukan hiperventilasi dengan FiO2 100 % selama 15 – 30
detik
b. Gunakan kateter trakheobronkial dengan diameter tidak
lebih dari 3/4 diameter dalam ETT. Lama penghisapsan
tidak lebih dari 10 detik
c. Bila setelah penghisapan selama 10 detik ternyata masih

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 68


belum bersih maka dapat dilakukan penghisapan kembali,
di anatra penghisapan harus diselingi dengan ventilasi
seperti di atas.
d. Setelah selesai penghisapan lakukan hiperventilasi
dengan FiO2 100 % selama 15 – 30 detik

Nah, sekarang Anda telah mengetahui bagaimana


penatalaksanaan jalan napas. Selanjutnya, bagaimana
penatalaksanaan pernapasan?
Yuk pelajari materi berikutnya. Tetap fokus dan semangat…

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 69


B. Penatalaksanaan Pernapasan Pernapasan Buatan
1. Pernapasan Mulut Ke Sungkup Muka (Pocket
Facemask)
Memegang sungkup dengan tepat memerlukan latihan
dan konsentrasi, akan tetapi alat ini merupakan alat bantu
efektif untuk napas buatan. Sungkup muka ini memiliki
beberapa ukuran, bening untuk memudahkan melihat
adanya regurgitasi dan memiliki libang masuk oksigen
tambahan.
Keuntungan dari penggunaan sungkup muka ini adalah
mencegah kontak langsung dengan pasien dan dapat
memberikan oksigen tambahan.

Gambar 28. Pernapasan mulut ke sungkup muka

Bila memungkinkan lakukan dengan 2 penolong, posisi


dan urutan tindakan sama seperti tanpa menggunakan
sungkup, kecuali pada teknik ini digunakan sungkup
sebagai pelindung jadi diperlukan keterampilan
memegang sungkup. Dengan 2 penolong seorang
melakukan kompresi dada dan yang lain melakukan
napas buatan. Bila tersedia, berikan oksigen dengan
aliran 10 liter / menit (FiO2 = 50 %) dan 15 liter / menit
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 70
(FiO2 = 80 %). Bila tidak ada penolakan, pasang alat
bantu jalan napas orofaring. Tengadahkan kepala dan
pasang sungkup pada mulut dan hidung pasien dengan
cara ibu jari dan telinjuk kedua tangan menekan sungkup
sedangkan 3 jari kedua tangan menarik mandibula sambil
tetap mempertahankan kepala dalam posisi tengadah,
sehingga tidak terjadi kebocoran.
Berikan tiupan melalui lubang sungkup sambil
memperhatikan gerakan dada, tiup dengan lambat dan
mantap dengan lama inspirasi 1–2 detik. Pada pasein
dengan henti jantung dengan jalan napas belum
terlindungi lakukan 2 ventilasi setiap 15 kompresi dada.
Apabila jalan napas terlindungi (misalnya sudah
terpasang ETT, Laringeal Mask Airway atau Combitube)
lakukan kompresi 100x/menit dengfan ventilasi dilakukan
tanpa menghentikan kompresi (asinkron) tiap 5 detik
(kecepatan 12x/menit). Apabila ada penolong ketiga
lakukan tekanan pada krikoid untuk mencegah distensi
lambung dan regurgitasi.
Therapi Oksigen
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat
berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh
secara normal. Terapi oksigen adalah memasukkan
oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernapasan sehingga konsentrasi meningkat dalam
darah. Pemberian oksigen harus dipahami oleh setiap
petugas kesehatan, pemberian oksigen terbagi menjadi 2
sistem:
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 71
Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung tipe
pernapasan dengan patokan saturasi (SaO2) dengan target
lebih dari 95%. Sistem aliran rendah ini diberikan pada pasien
yang sadar dan bernapas normal namun target saturasi yang
belum tercapai atau hipoksia. Adapun terapi oksigen dengan
sistem aliran rendah antara lain :
1. Nasal Kanul
Pemberian oksigen dengan nasal kanul adalah 1-5 liter
permenit, dengan konsentrasi 1 liter sama dengan 4 %, jika
diberikan 5 liter maka konsentrasinya adalah 41 %, dengan
menambahkan konsentrasi udara bebas 21 %.
Keuntungan:
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen lebih dari konsentrasi 41%,
mudah lepas, dapat mengiritasi selaput lender hidung jika
aliran humidifier kosong, tak efektif jika konsentrasi lebih dari
5 liter.

Gambar 29. Nasal Kanul


Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 72
2. Simple Mask
Simple Mask atau sungkup muka sederhana merupakan
oksigen dengan setting 6-8 liter permenit, dengan konsentrasi
41-60%.
Keuntungan:
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari nasal
kanul, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 40%,
dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah,
pasien tidak dapat makan mesti dilepas.

Gambar 30. Simple Mask

3. Sungkup Muka Dengan Kantong Rebreathing


Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi
yaitu 60-80% dengan aliran 9-12 liter per menit.
Keuntungan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 73


Konsentrasi oksigen lebih dari simple mask, tidak
mengeringkan selaput lender, digunakan untuk hasil lab
Analisa gas darah PaCO2 rendah.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat, pasien tidak dapat makan.

Gambar 31. Rebreathing Mask

4. Sungkup Muka Dengan Kantong Non-Rebreathing


Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi mencapai
99% dengan aliran 9-12 liter permenit dimana udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi.
Keuntungan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 74


Konsentrasi oksigen lebih dari simple mask, tidak
mengeringkan selaput lender, digunakan untuk hasil lab
Analisa gas darah PaO2 rendah atau satirasi oksigen dengan
simple mask masih belum tercapai.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat, pasien tidak dapat makan.

Gambar 32. Non Rebreathing Mask

Sistem Aliran Tinggi


Teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan
konsntrasi yang tinggi bisa mencapai 100%. Sistem aliran tinggi
biasa digunakan pada pasien pernapasan abnormal seperti
pada pasien apneu, bradipneu, dan penurunan kesadaran.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 75


1. Bag Valve And Mask (BVM)
Bag Valve Mask (BVM) atau sering dikenal Bagging telah
lama digunakan sebagai alat bantu napas utama
dikombinasikan dengan alat bantu jalan napas lainnya
misalnya sungkup muka, ETT, LMA dan combitube.
Penggunaan bagging memungkinkan pemberian oksigen
tambahan dengan 15 liter permenit.
BVM digunakan jika pasien mengalami henti napas,
konsentrasi oksigen bisa mencapai 100%. Pada saat
petugas menggunakan BVM reservoar harus dikembangkan
dahulu, hal ini untuk mencapai konsentrasi oksigen 100%.

Gambar 33. Bag Valve And Mask (BVM)

Beberapa hal yang harus diperhatikan saat menggunakan


bagging:
1) Volume tidal berkisar anatra 6-10 ml/kg BB

2) Bagging dewasa umum mempunyai volume 1500 ml

3) Bila memungkinkan bagging dilakukan oleh 2 penolong


untuk mencegah kebocoran, seorang penolong

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 76


mempertahankan sungkup dan kepala pasien, dan yang
lainnya melakukan pemijatan bagging.
4) Masalah kebocoran dan kesulitan mencapai volume tidal
yang cukup tidak akan terjadi jika dipasang ETT, LMA, atau
combitube.
5) Hindari pemberian ventilasi berlebih yang akan
menyebabkan barotrauma.

2. Ventilator

Ventilator digunakan pada pasien apnue, napas pasien akan


diambil alih oleh mesin, dengan konsentrasi yang diseting dari
mesin. Pemberian oksigen berdasarka volume tidal. Pasien
yang sudah terintubasi maka di koneksi dengan ventilator,
disetting sesuai dengan kebutuhan pasien. Ventilator ini
disebut dengan pernapasan bertekanan positif. Konsentrasi
yang diberikan ventilator bisa mencapai 100% dan
menggunakan PEEP (positive end ekspiratory pressure).

Gambar 34. Ventilator

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 77


3. High Flow Nasal Canule (HFNC)
HFNC digunakan jika pasien menggunakan alat bantu oksigen
Non Rebreathing Mask tidak tercapai SaO2 < 95%.
Penggunaan HFNC harus selalu di evaluasi tiap 2 jam dengan
menggunakan parameter Rox indeks. Rumus indeks Rox =
(SpO2/FiO2)/Laju napas. Jika Rox Indeks > 4,88 jam ke pada
jam ke-2, 6 dan 12 maka tidak membutuhkan ventilasi mekanik.
Jika Indeks ROX < 3,85 maka risiko tinggi intubasi

Gambar 35. HFNC (High Flow Nasal Canule)

C. Monitoring dan Evaluasi


1. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien menunjukan oksigenasi serebral
pasien. Pasien dengan penurunan kesadaran kita patut
curigai oksigenasi yang buruk pada serebral, apakah jalan
napas yang tersumbat atau ventilasi yang buruk. Pasien

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 78


dengan penurunan kesadaran maka perlu adanya
pemasangan pipa endotrakeal tube (ETT) atau intubasi.
2. Laju Pernafasan
Peningkatan frekuensi pernapasan menandakan
kompensasi tubuh membutuhkan oksigenasi. Frekuensi
napas cepat (takipneu) lebih dari 30 kali per menit,
menggunakan aksesoris otot-otot pernapasan, keringat
dingin (diaporesis) sering dijumpai pada pasien yang
oksigenasi buruk. Diperlukan adanya peningkatan
pemberian terapi oksigen, bila diperlukan dilakukan
intubasi.
3. Saturasi Oksigen
Saturasi Oksigen (SpO2) gambaran perfusi perifer pada
pasien. Saturasi Oksigen (SpO2) yang dicapai pada pasien
lebih dari 95%, jika kurang dari 95% menandakan
oksigenasi perifer yang buruk.
4. Sianosis
Sianosis atau warna kulit kebiruan adalah indicator terjadi
hipoksia. Sianosis bisa terjadi sentral dan perifer. Sianosis
sentral dikaji dengan mengamati warna lidah dan bibir.
Sianosis sentral menunjukkan penururnan tekanan oksigen
dalam darah. Sianosis perifer terjadi akibat penururnan
aliran darah di area tertentu seperti sianosis bantal kuku
atau daun telinga.
5. CRT (Capillary Rate Time)
CRT (Capillary Rate Time) adalah tes yang dilakukan
daerah dasar kuku untuk mengetahui perfusi jaringan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 79


perifer. Aliran darah balik ke daerah kuku normal kurang
dari 2 detik, CRT memanjang (>2 detik) menandakan
perfusi perifer yang buruk.

Bagaimana dengan materinya? Menarik bukan?


Nah, sekarang anda telah mengetahui Pemeriksaan Fisik,
Tanda dan Gejala, Penyebab dan jenis gangguan pernapasan.
Semoga sudah difahami. Tetap semangat yaa…

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 80


SEKARANG SAYA TAHU

A. Perawat harus tahu dan mampu serta terampil dalam


melakukan penanganan gannguan jalan napas dan
pernapasan. Gangguan oksigenisasi pada otak dan jaringan
sangat membahayakan bagi pasien serta dapat
mengakibatkan kematian. Hipoksia dapat dicegah dengan
mengenali dan mempertahankan kepatenan jalan napas
(airway) dan oksigenisasi yang cukup. Pembebasan jalan
napas dapat dilakukan secara manual dan menggunakan alat.
Jika pasien dicurigai trauma servikal maka kita menggunakan
Teknik jaw trust.
B. Penatalaksanaan pernapasan dapat diberikan melalui
pernapasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung, atau
melalui pocket mask. Setelah jalan napas terbebas selanjutnya
perawat memberikan terapi oksigen yang disesuaikan
kebutuhan pasien. Saturasi oksigen (SaO2) yang ingin dicapai
lebih dari 95%. Terapi oksigen dapat melalui nasal kanul,
simple mask, sungkup muka, Bag valve mask, ventilator dan
High flow nasal canule.
C. Monitroing dan evaluasi selalu dikaji pada pasien terutama
pada pasien yang ada ancaman jalan napas atau pasien yang
menggunakan terapi oksigen yang tinggi. Jika pasien
mengalami penurunan yang ditandai desaturasi atau
penurunan saturasi, takikardi, menggunakan otot-otot
aksesoris pernapasan maka pasien dapat dilakukan
pemasangan pipa endotracheal tube (ETT) atau intubasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 81


Selamat…
Anda telah menyelesaikan Materi Pokok 4. artinya anda telah
dapat melakukan Penatalaksanaan Gangguan Jalan Napas
Dan Gangguan Pernapasan.
Jika Anda belum sepenuhnya memahami materi, silakan
pelajari Kembali modul dari awal ya!

Yuk istirahat sejenak untuk memulihkan konsentrasi, kemudian


Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar materi selanjutnya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 82


REFERENSI

1. Advanced Trauma Life Support 10 edition, American College of


Surgeons Committee on Trauma, 2018.

2. American Heart Association Guidelines for CPR and ECC 2020

3. Dewit's. (2021). Medical-Surgical Nursing: Concepts and Proactive,


Edition 4, Missouri: Elsevier

4. https://www.researchgate.net/profile/Lester_Thompson/publicati
on/
329488497/figure/download/fig1/AS:701330674946051@15442
21 671840/Normal-anatomy-of-the-pharynx.png diunduh tanggal
30 Juni 2022

5. https://th.bing.com/th/id/R.14bf7c7863ea2af8f3948a388698d140?ri
k=ShnxrQOKAIn0EA&riu=http%3a%2f%2fwww.easynotecards.com
6. %2fuploads%2f1143%2f39%2f_1ab14c46_1620239ffb9
8000_00
013996.png&ehk=Uvxv3%2f%2bwv8%2bundZ60f4yjVtt4w8DGr
otE NYe8WqlShA%3d&risl=&pid=ImgRaw&r=0 diunduh tanggal
30 Juni 2022

7. https://i.pinimg.com/originals/56/95/40/5695401ec33e97825eac2
ce 6eec302ac.jpg diunduh tanggal 30 Juni 2022

8. https://image.slidesharecdn.com/23lecturepresentation1404150
835 22-phpapp01/95/23-lecture-
resentation47638.jpg?cb=1397551213 diunduh tanggal 30 Juni
2022

9. https://allagesfirstaidtraining.com/wp.content/uploads/2016/01/chok
ing.jpg diunduh tanggal 1 Juli 2022

10. https://d3i71xaburhd42.cloudfront.net/a8c2239bba6dd9f0f231a
0d1 9d554af1a1fa87ad/2-Figure1-1.png diunduh tanggal 1 Juli
2021

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 83


11. https://www.stlukes-stl.com/health-
content/graphics/images/en/18158.jpg
https://d3i71xaburhd42.cloudfront.net/a8c2239bba6dd9f0f231a0d1
9d554af1a1fa87ad/2-Figure1-1.png diunduh tanggal 1 Juli 2022

12. https://th.bing.com/th/id/R.4d25e12792965f1acf43fcfe611312d4?rik
=t3a0%2fPmUesVC7Q&riu=http%3a%2f%2fwww.eerstehulpwiki.nl
%2fwiki%2fimages%2f0%2f04%2fPneumothorax.png&ehk=38F
Vik
xnSa7B6HX0UQOWZ4l4Chn3O6apHE2o7luCj4I%3d&risl=&pid
=Im gRaw&r=0 diunduh tanggal 07 Juli 2022

13. https://i.pinimg.com/236x/b7/0d/b5/b70db543ad79a45231438ca
50 52fe26f--firefighter-paramedic-respiratory-therapy.jpg diunduh
tanggal 07 Juli 2022

14. https://healthjade.com/wp-content/uploads/2019/01/hemothorax.jpg
diunduh tanggal 07 Juli 2022

15. https://cdn.lecturio.com/assets/Lecturio_5243_Flail-
chest.png diunduh tanggal 07 Juli 2022

16. https://i0.wp.com/cdnprod.medicalnewstoday.com/content/imag
es/ articles/323/323429/a-buildup-of-fluid-around-the-heart-
muscles- causes-cardiac-tamponade-image-credit-blausen-
com-staff- 2014.jpg?w=1155 diunduh tanggal 07 Juli 2022

17. https://th.bing.com/th/id/R.5299e48fa3876c9583e3d634adfd2d4
5?r
ik=XOxGxtSt%2bgulPA&riu=http%3a%2f%2fchattanoogaradiotv
.co m%2fwp-
content%2fuploads%2f2015%2f02%2fheimlich.jpg&ehk=sb0TBf
xA
F9wfHIV9Mf11FKESYFBXhLmlKpAWmA8IfRo%3d&risl=&pid=I
mg Raw&r=0 diakses tanggal 12 Juni 2022

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 84


18. Oropharyngeal airway - definition of Oropharyngeal airway by The
Free Dictionary dikases tanggal 12 Juni 2022

19. https://image.slidesharecdn.com/5-
180324080240/95/endotracheal-intubation-in-oral-
maxillofacial- surgery-1-638.jpg?cb=1521878646 diakses
tanggal 12 Juni 2022

20. https://3.bp.blogspot.com/-
zrI2ga2N8R4/WdXlq7AuaWI/AAAAAAAACOA/LbWjPxsZMY8-
Ean6ey3wSJNIs6zgB7vkQCLcBGAs/s1600/31465292-Insertion-
of- an-endotracheal-airway-tube-for-assisted-ventilation-
showing-the- relationship-between-t-Stock-Vector.jpg diakses
tanggal 12 Juni 2022

21. https://s-media-cache-
ak0.pinimg.com/736x/9d/67/d7/9d67d7d086bd1100692e825a0
58d c103.jpg diakses tanggal 12 Juni 2022

22. https://i.ytimg.com/vi/cHmPQISzx6c/maxresdefault.jpg diakses


tanggal 12 Juni 2022

23. https://storage.googleapis.com/avante/images/3002-1-
intersurgical- solus-laryngeal-mask.jpg dikases tanggal 12 Juni
2022
24. https://www.honestdocs.id/system/blog_articles/main_hero_images
/000/002/961/original/Trakeostomi Jalur_Napas_Buatan_yang_M
enyelamatkan.jpg diakses tanggal 12 Juni 2022

25. https://i0.wp.com/veteriankey.com/wp-
content/uploads/2016/09/B9781455706068000069_f006-pb016-
9781455706068.jpg?fit=650%2C697&ssl=1 diakses tanggal 12
Juni 2022

26. https://laerdal.com/images/L/ABTHBHQR.jpg diakses tanggal 12


Juni 2022

27. https://cdn11.bigcommerce.com/s-
cjuawlv/images/stencil/1280x1280/products/2524/30508/ST144
175

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 85


-Oxygen-Nasal-Cannula-Straight-Tip-
2 30282.1591997434.jpg?c=2 diakses tanggal 12 Juni 2022

28. https://gearbags.com/wp-content/uploads/2018/11/LX-
NRB.jpg diakses tanggal 12 Juni 2022

29. https://th.bing.com/th/id/OIP.Q4MlqYTSS4cAVWXXKCcISgHaHa?p
id=ImgDet&rs=1 diakses tanggal 12 Juni 2022

30. https://3.bp.blogspot.com/-
oBzZvdbVwaU/V4N3fRQ7MaI/AAAAAAAAAlI/y_PQacIs7eUkJU
RO jLMyfGjPknjHN9nPACLcB/s1600/hamilton%2Bventilator.jpg
diakses tanggal 12 juni 2022

31. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman


Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-
19),revisi ke-5. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

32. Linda, D Urden dkk ( 2018) Critical Care Nursing: Diagnosis and
Management, 8th edition, Missouri, Elsevier

33. Smeltzer, C.S. et al. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner dan Suddath. Edisi 9. Jakarta : EGC

34. Ulya, Ikhda dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat
pada Kasus Trauma. Jakarta Selatan: Salemba Medika

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 86


MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 5
PENATALAKSANAAN PASIEN AKIBAT
TRAUMA KEPALA, SPINAL, THORAKS,
ABDOMEN, MUSKULOSKELETAL DAN
LUKA BAKAR
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… ii


A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….………… 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 4
Materi Pokok …………………....……….………. 5
B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 6
Materi Pokok 1. Biomekanika Trauma………….…… 7
Materi Pokok 2. Penatalaksanaan Pasien dengan 34
Trauma Kepala dan Spinal………….
Materi Pokok 3. Penatalaksanaan Pasien dengan 58
Trauma Thoraks dan Abdomen……
Materi Pokok 4. Penatalaksanaan Pasien dengan 88
Trauma Muskuloskeletal………….
Materi Pokok 5. Penatalaksanaan Pasien dengan 103
Luka Bakar………….………….……
Referensi ………………………………………………….. 120
A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang biomekanika trauma, penatalaksanaan
pasien dengan trauma kepala dan cedera spinal, penatalaksanaan
pasien dengan trauma thorak dan abdomen, penatalaksanaan
pasien dengan trauma muskuloskeletal, serta penatalaksanaan luka
bakar.
Biomekanika trauma merupakan suatu konsep yang mempelajari
tentang mekanisme cedera dan dampak yang ditimbulkannya. Dari
mekanisme cedera terjadinya akan dapat menggambarkan
pelukaan atau trauma yang terjadi dan dapat dalam pemeriksaan
fisik serta penegakkan diagnosa.
Penatalaksanaan pasien dengan trauma kepala sesuai dengan
klasifikasinya: cidera kepala rigan (CKR), cedera kepala sedang
(CKS), dan cedera kepala berat (CKB). Prinsip penatalaksanaan
cedera kepala adalah Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan
stabilitasi.
Penatalaksanaan pasien dengan cedera spinal selalu diutamakan
Airway, Breathing dan Circulation (A-B-C), serta lakukan stabilitas
dengan posisi netral. Penatalaksanaan pasien dengan trauma
thorak sangat spesifik berdasarkan penyebabnya. Prinsip asuhan
keperawatan pada trauma thorak airway kontrol servikal, Breathing
jaga pernapasan dan ventilasi, Circulation Control perdarahan,
Exposure/Environmental cegah Hipotermia (A-B-C-D-E).
Penatalaksanaan pasien dengan trauma abdomen, langkah awal
dilakukan bebaskan jalan napas, berikan posisi nyaman, berikan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


oksigenasi, observasi tanda-tanda vital tiap jam, pasang NGT untuk
dekompresi, kolaborasi pemeriksaan analisa gas darah, serta
kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi medis dan
cairan.
Penatalaksanaan pasien dengan trauma muskuloskeletal;
penanganan cedera muskuloskeletal yang baik dan benar akan
mengurangi nyeri, kecacatan, dan menghindari komplikasi.
Antisipasi syok perdarahan pada fraktur femur dan pelvis.
Penatalaksanaan pasien luka bakar; Airway, Breathing dan
Circulation (A-B-C), dan pemberian cairan sesuai luas luka bakar.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
penatalaksanaan pasien akibat trauma kepala, spinal, thorak,
abdomen, muskuloskeletal, dan luka bakar.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan biomekanika trauma
2. Melakukan penatalaksanaan pasien dengan trauma kepala dan
cedera spinal
3. Melakukan penatalaksanaan pasien dengan trauma thorak dan
abdomen
4. Melakukan penatalaksanaan pasien dengan trauma
muskuloskeletal
5. Menjelaskan penatalaksanaan luka bakar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Biomekanika trauma
2. Penatalaksanaan pasien dengan trauma kepala dan cedera
spinal
3. Penatalaksanaan pasien dengan trauma thorak dan abdomen
4. Penatalaksanaan pasien dengan trauma muskuloskeletal
5. Penatalaksanaan luka bakar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


MATERI POKOK 1
BIOMEKANIKA TRAUMA

Pendahuluan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional Tahun 2019,
jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia sebanyak 116.411,
dimana korban mati 25.671 orang, luka berat 12.475 Orang, luka
ringan 137.342 orang, dan kerugian materi mencapai 254.779 juta
rupiah. Modul ini membahas tentang penjelasan biomekanika
trauma. Informasi yang rinci mengenai biomekanik dari kecelakaan
dapat membantu identifikasi sampai 90% dari trauma yang diderita
pasien. Informasi dimulai dengan keterangan dari keadaan atau
kejadian pada fase sebelum terjadinya kecelakaan, seperti minum
alcohol, pemakaian obat, kejang, sakit di dada, kehilangan
kesadaran sebelum tertabrak dsb.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
biomekanika trauma

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Mekanisme Cedera
B. Fase-Fase Benturan pada Pasien Trauma
C. Perlukaan yang Diakibatkan oleh Trauma

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


D. Penggunaan dan Cara Melepas Sabuk Pengaman pada Pasien
Trauma
E. Cara melepas helmet pada pasien trauma
F. Luka yang terjadi pada pasien trauma yang perlu diwaspadai

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


Uraian Materi Pokok 1

Apakah anda pernah mendengar istilah biomekanika trauma?

Gambar 1. Biomekanika trauma

Biomekanik trauma adalah ilmu yang mempelajari kejadian cedera


pada suatu jenis kekerasan atau kecelakaan tertentu. Misalnya
orang jatuh dari sepeda motor akan menimbulkan cedera yang
berbeda dibandingkan dengan orang yang ditabrak mobil.

Mari kita pelajari bersama tentang biomekanika trauma,


karena ini sangat penting untuk diketahui. Agar
penatalaksanaan trauma dapat dilakukan dengat tepat cepat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


A. Mekanisme Cedera

Biomekanik trauma penting diketahui karena akan membantu


dalam:
1. Akibat yang ditimbulkan trauma
2. Waspada terhadap jenis perlukaan yang diakibatkan
trauma
Sedangkan jenis perlukaan bisa dibagi menjadi perlukaan yang
tampak (kelihatan) misalnya luka bagian luar, dan perlukaan
yang tidak dapat dilihat secara langsung misalnya perlukaan
organ bagian dalam. Organ dalam tubuh dapat dibagi menjadi:
1. Organ tidak berongga (padat, solid), contoh: hepar, limpa,
paru, otak
2. Organ berongga, seperti usus
Perlukaan organ dalam terjadi melalui mekanisme cedera:
1. Cedera Langsung
Misalnya kepala dipukul martil. Kulit kepala bisa robek dan
menimbulkan perdarahan luar, tulang kepala dapat retak
atau patah, atau dapat mengakibatkan perdarahan di
otaknya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


Gambar 2. Biomekanika trauma secara langsung
2. Cedera Akibat Gaya Perlambatan (Deselerasi)
Misalnya seorang pengendara sepeda motor mengalami
Kecelakaan Lalu Lintas (KLL) yaitu menabrak pohon.
Setelah badan berhenti di pohon, maka organ dalam akan
tetap bergerak maju dalam rongga masing-masing. Jantung
akan terlepas dari ikatannya (aorta) dan terjadi ruptur aorta.
Usus akan robek terlepas dari mesenterium dsb.

Gambar 3. Cedera deselerasi

3. Cedera Akibat Gaya Percepatan (Akselerasi)


Misalnya bila pengendara mobil ditabrak dari belakang

Gambar 4. Cedera akselerasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


4. Cedera Kompresi (Efek Kantong Kertas)
Misalnya mainan anak – anak yaitu sebuah kantong kertas
yang ditiup, kemudian ditutup, lalu dipukul untuk
mendapatkan efek ledakan. Ini juga dapat terjadi pada organ
ber-rongga yang dapat pecah karena tekanan.

Gambar 5. Cedera kompresi

Anda telah mempelajari mekanisme cedera, bagaimana


menarik bukan?

Untuk menambah wawasan tentang biomekanika trauma, mari


kita lanjutkan mempelajari tentang fase-fase benturan pada
pasien trauma.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


B. FASE-FASE BENTURAN PADA PASIEN TRAUMA
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang fase-fase
benturan pada pasien trauma. Yuk pelajari materi berikut
dengan penuh semangat belajar!

1. Tabrakan Mobil
Tabrakan dapat terjadi dengan cara:

a. Dari Depan (Frontal)

Gambar 6. Tabrakan dari depan


Pada suatu benturan dari depan (frontal) dengan pasien
tanpa sabuk pengaman akan terjadi benturan dengan
beberapa fase:

1) Fase 1
Bagian bawah pasien tergeser ke depan, biasanya lutut
akan mengenai dashboard. Tulang paha akan menahan
beban terlalu berat akibatnya kalau tidak kuat menahan
bisa patah. Sendi panggul kedorong ke belakang, kalau
tidak kuat menahan beban sendi panggul bisa lepas dari
mangkuknya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


Gambar 7. Benturan bagian bawah
2) Fase 2
Bagian atas pasien turut bergeser ke depan, pada fase ini
dada atau perut akan menghantam setir mobil. Dalam
keadaan ini kemungkinan yang cedera bisa dada atau perut
tergantung dari posisi setir kendaraan tersebut ada di mana
(jenis mobilnya).
Jika mobil kecil kemungkinan kena dadanya, kalau mobil
besar kemungkinan mengenai perutnya, bisa juga dada
dan perut cedera, makanya dalam menangani kasus ini
penolong harus waspada/ teliti dalam melakukan
pemeriksaan.

Gambar 8. Benturan bagian depan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


3) Fase 3
Tubuh pasien akan naik, lalu kepala membentur kaca
mobil. Di fase ini yang perlu dicurigai adalah cedera di
kepala atau leher pasien.

Gambar 9. Benturan bagian atas


4) Fase 4
Pasien terpental kembali ke tempat duduk. Pada fase ini
kemungkinan cedera yang diakibatkan patah tulang
belakang (dari tulang cervical sampai ke tulang sacrum).
Pada jenis kendaraan yang tidak memakai sandaran kepala
(head rest) harus hati-hati kemungkinan cedera pecut
(whiplash injury) pada tulang leher.

Gambar 10. Benturan hingga terpental


Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15
Sedangkan kemungkinan yang paling parah pada fase ini
pasien bisa terpental ke luar kendaraan, dan cedera yang
diakibatkan lebih parah lagi (multi trauma).
b. Tabrakan dari Belakang
Tabrakan dari belakang bisa terjadi pada kendaraan yang
sedang berhenti atau pada kendaraan yang kecepatannya
lebih lambat. Cedera yang sering terjadi biasanya karena
adanya gaya pecut (Whiplash Injury) dan cedera yang harus
diwaspadai adalah cedera di daerah tulang leher, apalagi
kendaraan tersebut tidak memakai headrest.
c. Tabrakan dari Samping (Lateral)
Tabrakan dari samping yang sering terjadi di perempatan-
perempatan jalan yang tidak ada rambu-rambu lalu lintasnya.
Cedera yang bisa terjadi di bagian samping yang tertabrak
kendaraan, yaitu bisa dari kepala sampai kaki tergantung jenis
kendaraan yang menabrak dan yang tertabrak.

Gambar 11. Benturan dari samping

d. Terbalik
Kendaraan yang terbalik secara perlahan dan pengemudi atau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


penumpangnya memakai sabuk pengaman jarang sekali
mengalami cedera yang serius, lain halnya dengan kendaraan
yang terguling (Roll Over) apalagi penumpangnya tidak
memakai sabuk pengaman, bisa mengakibatkan cedera di
semua bagian (multi trauma).
Dalam menangani kasus-kasus seperti ini harus lebih hati-hati
karena semua bagian bisa mengalami cedera baik yang
kelihatan maupun tidak kelihatan. Pada kejadian dengan
kendaraan terbalik yang harus diwaspadai adalah cedera
daerah tulang belakang dan cedera organ dalam.

Gambar 12. Benturan hingga terbalik

Alat Pelindung pada Kendaraan


a. Sabuk Pengaman

Sabuk pengaman ini sudah dibuktikan sangat menolong


pada penumpang, sabuk pengaman dapat mengurangi
cedera, kecacatan atau kematian yang diakibatkan karena
kecelakaan dalam kendaraan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


Walaupun sudah memakai sabuk pengaman bukan berarti
terhindar dari cedera, kemungkinan cedera masih ada, tetapi
dengan memakai sabuk pengaman bisa mengurangi cedera
yang diakibatkan karena benturan atau kecelakaan apalagi
dalam pemakaian sabuk pengaman salah atau tidak pada
tempatnya.
Pemakaian sabuk pengaman pada kendaraan mobil yang
umum dipakai adalah tiga titik yaitu satu titik di daerah bahu,
dua titik di daerah panggul kiri dan kanannya. Kalau pada
jenis mobil balap sabuk pengaman ada empat titik dua titik
di sebelah kiri dan dua titik di sebelah kanan, sedangkan
pada pesawat terbang biasa dipakai sabuk pengaman
dengan dua titik yang terpasang dibagian panggul, ada juga
yang empat titik yang biasa dipakai oleh pilot-pilot pesawat
tempur. Pemakain sabuk pengaman yang benar saja masih
bisa menimbulkan cedera apalagi kalau pemakaiannya
salah.

Sebagai contoh pada gambar di bawah ini kalau pemakaian


salah, letak sabuk pengaman dipasang di daerah perut maka
perut yang isinya organ lunak dapat mengalami rupture
karena tekanan dari safety belt (sabuk pengaman).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


Gambar 13. Pemgunaan sabuk pengaman

Melepas sabuk pengaman juga harus hati-hati, jangan


melepas langsung secara mendadak karena sabuk
pengaman itu sendiri bisa dijadikan sebagai tampon pada
saat terjadi perdarahan yang diakibatkan karena benturan
dengan sabuk pengaman tersebut. Kalau membukanya
secara mendadak, sabuk pengaman yang sudah sebagai
tampon dan perdarahan sudah berhenti dapat membuat luka
menjadi terbuka lagi dan akan terjadi perdarahan ulang.

Kendaraan yang sedang melaju dengan kecepatan 60km/


jam jika mengalami tabrakan frontal dan pengendaranya
tidak menggunakan sabuk pengaman, maka seorang
pengendara akan membentur bagian depan kendaraan,
sama saja dengan orang tersebut jatuh bebas dari lantai 3
gedung bertingkat.

Gambar 14. Dampak benturan karena tidak menggunakan


sabuk pengaman

b. Head Rest (Sandaran Kepala)

Sandaran kepala saat ini sudah merupakan perlengkapan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


standar di mobil. Kegunaan sandaran kepala adalah sebagai
penopang/ menahan kepala supaya leher tidak cedera.
Pemakaian sandaran kepala juga harus benar pada
posisinya, kalau tidak benar justru sandaran kepala bisa
mencederai leher penumpang.
Misalnya sandaran kepala dipasang tidak tepat pada
belakang kepala tetapi dipasang di bawah kepala tepat pada
belakang leher, pada saat terjadi benturan kepala tidak ada
yang menahan sedangkan leher tertahan oleh sandaran
tersebut, akibatnya leher yang akan cedera.
c. Airbag (Kantung Udara)
Airbag saat ini baru ada pada mobil mewah, berupa suatu
kantung udara yang ditempatkan pada pusat kemudi, dan
akan mengembang apabila ada benturan frontal. Pada
beberapa jenis kendaraan saat ini ada airbag yang terletak di
samping yang akan mengembang pada saat benturan dari
samping.
Airbag yang di depan akan mengembang saat benturan
secara frontal terjadi, dapat menimbulkan perlukaan seperti
patah lengan, perlukaan pada daerah wajah, perlukaan pada
mata karena kaca-mata dsb, sedangkan airbag bagian
samping akan mengembang saat benturan dari arah
samping. Cedera yang mungkin bisa terjadi cedera bagian
samping dari kepala sampai kaki, tergantung dari arah mana
benturannya dan bagian tubuh apa yang kena benturan.

Harus berhati-hati saat menolong pasien yang airbag - nya

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


belum terbuka, jangan sampai mengembang pada saat yang
tidak diinginkan. Untuk menghindari hal tersebut caranya
adalah dengan mematikan aliran listrik pada kendaraan
tersebut (mesin dimatikan). Di airbag itu sendiri ada bedak
yang membaluri airbag yang fungsinya agar airbag itu tidak
terjadi perlengketan, bedak tersebut sangat irritatif terutama
pada orang-orang yang sensitive terhadap bedak, kalau
sampai tersentuh bilaslah dengan air bersih.

Gambar 15. Penggunaan airbag (kantung udara)

2. Biomekanika Trauma pada Kecelakaan Motor


Ada 3 cara yang sering terjadi pada saat kejadian kecelakaan:
a. Tabrakan Frontal

Pada benturan frontal, pengemudi akan terbentur ke depan.


Kedua tungkai akan mengenai stang kemudi, yang mungkin
menyebabkan patahnya satu atau kedua tulang paha atau
tulang tungkai bawah. Setelah itu pengemudi akan
mengalami “terjun bebas”, dengan cedera yang tidak bisa
diramalkan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


Gambar 16. Tabrakan frontal
b. Benturan dari Samping

Disini yang akan terbentur adalah kaki terlebih dahulu,


setelah itu pengemudi akan terpental dengan jenis cedera
yang tidak dapat diramalkan.

Gambar 17. Cedera yang tidak diramalkan

c. Sliding Down The Bike (Bergeser)


Pada saat akan terjadi benturan, pengemudi dengan sengaja
(profesional) atau tidak sengaja menekan motornya ke
bawah, sehingga motornya akan melesat, dan
pengemudinya di belakangnya. Ini menimbulkan cedera yang
paling ringan, namun cedera terhadap jaringan lunak bisa
sangat berat kalau pengendara motor tersebut tidak
memakai jaket dan celana yang tebal. Luka akibat trauma
yang seperti ini tidak menimbulkan kematian.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


Gambar 18. Sliding down the bike (bergeser)

Alat pelindung pada kendaraan bermotor:


a. Helm
1) Tipe helm harus benar
2) Pemakaian harus benar
3) Hati-hati pada saat melepas

Gambar 19. Tipe Helm

b. Jaket Airbag

Gambar 20. Jaket airbag

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


Bertambah pengetahuan Anda tentang fase-fase benturan
pada pasien trauma. Bagaimana, asyik kan? Materi
selanjutnya tak kalah pentingnya, mari pelajari materi berikut
ini tentang perlukaan yang diakibatkan oleh trauma. Selamat
mempelajari!

C. Perlukaan yang Diakibatkan oleh Trauma


Materi ini akan membahas tentang perlukaan yang
diakibatkan oleh trauma. Yuk pelajari materi berikut dengan
penuh semangat belajar!

1. Benturan Depan
Pada benturan depan, pasien mengikuti jalur Down and Under
dengan tungkai bawah sebagai titik benturan pertama dan lutut
atau kaki yang menerima permulaan dari pertukaran energi.
Gerakan kedepan dari tubuh terhadap tungkai dapat
mengakibatkan:
a. Fraktur dislokasi sendi ankle.
b. Dislokasi lutut karena femur over ride terhadap tibia dan
fibula.
c. Fraktur femur.
d. Dislokasi posterior dari femoral head dari asetabulum karena
pelvis override femur.
Komponen kedua dari gerakan Down and Under ini adalah
gerakan ke depan dari tubuh dan mengenai setir atau Dashboard.
Bila bentuk kursi dan posisi pasien menyebabkan kepala menjadi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


titik paling depan, maka kepala akan mengenai kaca depan atau
rangka kaca depan. Vertebra servikal menyerap sebagian dari
energi inisial dan abdomen menyerap energi dari benturan pada
setir atau Dasboard. Tergantung pada posisi kepala waktu terjadi
benturan, pemindahan energi dapat menyebabkan Direct atau
Shear Forces pada jaringan otak, Rotational, Flexion, atau
Extension Forces pada vertebra servikal, dan juga kompresi
langsung pada struktur muka. Dapat juga terjadi laserasi pada
jaringan lunak oleh pecahan/bagian dari kendaraan.
2. Benturan Lateral
Pengemudi yang ditabrak sisi pengemudi mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya,
termasuk fraktur iga kanan, trauma paru kanan, trauma hati dan
fraktur-fraktur skeletal sebelah kanan, termasuk fraktur kompresi
pelvis. Demikian juga penumpang disebelah kiri, akan mendapat
trauma skeletal yang sama pada sisi kiri, demikian juga dengan
trauma torkas dan sering didapat trauma limpa.
3. Benturan Belakang
Cedera yang sering terjadi biasanya karena adanya gaya pecut
(Whiplash Injury) dan cedera yang harus diwaspadai adalah
cedera di daerah tulang leher, apalagi kendaraan tersebut tidak
memakai headrest.
4. Benturan Quater Panel
Benturan Quater Panel, dari depan maupun dari belakang,
menyebabkan terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan,

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


benturan lateral maupun frontal atau benturan lateral dan
benturan dari belakang.
5. Terbalik
Pada kendaraan yang penumpangnya dapat mengenal/terbentur
pada semua bagian dari kompartemen penumpang Jenis trauma
dapat diprediksi dengan mempelajari titik benturan pada kulit
pasien. Sebagai hukum yang umum, dalam kejadian terbaliknya
kendaraan maka terjadi beberapa gerakan yang dahsyat, dapat
menyebabkan trauma yang serius. Ini lebih berat bagi
penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman.

Materi tentang perlukaan yang diakibatkan oleh trauma telah


Anda mempelajari. Bagaimana menarik bukan? Untuk
melengkapi pengetahuan Anda, mari lanjutkan untuk
mempelajari materi tentang luka yang terjadi pada pasien
trauma yang perlu diwaspadai. Selamat belajar!

D. Luka yang Terjadi pada Pasien Trauma yang Perlu


Diwaspadai
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang luka yang
terjadi pada pasien trauma yang perlu diwaspadai. Kesalahan
fatal akan dapat terjadi bila penanganan Anda tidak tepat.
Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


Gambar 21. Gambaran korban kecelakaan lalu lintas

Dampak dari sebuah kejadian trauma dapat mematikan, kondisi


yang perlu diwaspadai bila pasien dicurigai fraktur servikal yang
ditandai:
1. Multitrauma
2. Luka dari batas klavikula hingga kepala
3. Trauma kapitis disertai penurunan kesadaran
4. Biomekanika mendukung
Kondisi trauma lain penting juga untuk dikenali dan waspada, yakni
potensi syok hemoragik bila terdapat luka pada bagian:
1. Thoraks
2. Abdomen
3. Pelvis
4. Femur
5. Retroperitoneal
6. Kepala (bayi)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


Luka yang terjadi pada pasien trauma perlu diwaspadai, diawali
dengan diketahuinya fase trauma yang meliputi:
1. Tipe kejadian trauma, misalnya tabrakan kendaraan bermotor,
jatuh atau trauma/luka tembus
2. Perkiraan intensitas energi yang terjadi, misalnya kecepatan
kendaraan, ketinggian dari tempat jatuh, dan kaliber atau ukuran
senjata.
3. Jenis tabrakan/benturan yang terjadi pada pasien, misalnya
mobil, pohon, pisau, pemukul base ball, peluru.
Pengkajian diawali dengan melakukan anamnesa, untuk
mengetahui mekanisme cedera, fase-fase benturan maupun
perlukaan yang mungkin didapatkan oleh pasien dapat diwaspadai
dan ditangani dengan baik.
Penatalaksanaan pasien ini tergantung pada identifikasi cedera atau
cedera potensial. Keterampilan penilaian yang baik adalah suatu
keharusan. Tetapi bahkan dengan keterampilan penilaian ini,
banyak cedera yang bisa terlewatkan. Petugas penolong ambulans
gawat darurat mungkin mengabaikan cedera hanya karena tidak
dicurigai. Cedera yang tidak jelas bisa berakibat fatal karena tidak
dikenali secara tepat waktu. Mengetahui dimana mencari cedera
sama pentingnya dengan mengetahui apa yang harus dilakukan
setelah cedera ditemukan. Anamnesis yang lengkap dan akurat
serta interpretasi yang tepat dari informasi ini memungkinkan
petugas penolong untuk memprediksi lebih dari 90% cedera pasien
sebelum dia menyentuh pasien.
Peristiwa traumatis dibagi menjadi tiga fase: pra-kejadian, kejadian,

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


dan pasca-kejadian. Secara sederhana, fase pra-kejadian adalah
fase pencegahan. Fase kejadian adalah bagian dari peristiwa
traumatis yang melibatkan pertukaran energi atau kinematika
(mekanika energi). Terakhir, pasca - kejadian adalah fase perawatan
pasien. Apakah cedera akibat kecelakaan mobil, senjata, jatuh, atau
runtuhnya bangunan, energi diubah menjadi cedera ketika diserap
ke dalam tubuh.
Fase pra-kejadian mencakup semua peristiwa yang mendahului
insiden. Kondisi yang ada sebelum insiden terjadi dan yang penting
dalam pengelolaan cedera pasien dinilai sebagai bagian dari riwayat
pra-kejadian. Pertimbangan ini termasuk kondisi medis akut atau
yang sudah ada sebelumnya (dan obat untuk mengobati kondisi
tersebut), konsumsi zat narkotika (obat terlarang, alkohol, dll.), dan
kondisi penyakit pasien. Biasanya, pasien trauma muda tidak
memiliki penyakit kronis. Namun, pada pasien yang lebih tua, kondisi
medis yang ada sebelum kejadian trauma dapat menyebabkan
komplikasi serius dalam penilaian dan manajemen pra-rumah sakit
pasien dan dapat secara signifikan mempengaruhi hasil. Misalnya,
pengemudi tua dari kendaraan yang menabrak tiang listrik mungkin
mengalami nyeri dada yang mengindikasikan infark miokard
(serangan jantung). Apakah pengemudinya menabrak tiang listrik
dan terkena serangan jantung, atau apakah dia terkena serangan
jantung dan kemudian menabrak tiang listrik? Apakah pengemudi
minum obat (misalnya, beta blocker) yang akan mencegah
peningkatan denyut nadi karena syok? Sebagian besar kondisi ini
tidak hanya secara langsung mempengaruhi penilaian dan strategi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


manajemen tatalaksana awal tetapi juga penting dalam perawatan
pasien secara keseluruhan.
Fase kejadian dimulai pada saat tumbukan antara satu objek
bergerak dan objek kedua. Objek kedua dapat bergerak atau diam
dan dapat berupa benda atau orang. Menggunakan kecelakaan
kendaraan sebagai contoh, tiga dampak terjadi di sebagian besar
kecelakaan kendaraan: 1. 2. 3. Tabrakan dari dua benda Dampak
dari penumpang ke dalam kendaraan. Dampak dari organ vital di
dalam penumpang Misalnya, ketika kendaraan menabrak pohon,
dampak pertama adalah tabrakan kendaraan dengan pohon.
Dampak kedua adalah penumpang kendaraan menabrak roda
kemudi atau kaca depan. Jika penghuni ditahan, dampak terjadi
antara penumpang dan sabuk pengaman. Dampak ketiga adalah
antara organ internal penghuni dan dinding dadanya, dinding perut,
atau tengkorak. Sementara istilah kecelakaan biasanya
mengingatkan pada insiden kendaraan bermotor, itu tidak selalu
mengacu pada kecelakaan kendaraan Dampak kendaraan ke
pejalan kaki, rudal (peluru) ke perut, dan pekerja konstruksi ke aspal
setelah jatuh semua adalah contoh kecelakaan.
Perhatikan bahwa pada musim gugur, hanya dampak kedua dan
ketiga yang terlibat. Dalam semua tabrakan, energi dipertukarkan
antara benda bergerak dan jaringan tubuh manusia atau antara
tubuh manusia yang bergerak dan benda diam. Arah terjadinya
pertukaran energi, jumlah energi yang dipertukarkan, dan pengaruh
gaya-gaya tersebut pada pasien merupakan pertimbangan penting
saat penilaian dimulai.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


Selama fase pasca kejadian, informasi yang dikumpulkan pada fase
kecelakaan dan pra kejadian digunakan untuk menilai dan
mengelola pasien. Fase ini dimulai segera setelah energi dari objek
diserap. Timbulnya komplikasi dari trauma yang mengancam jiwa
bisa lambat atau cepat (atau komplikasi ini dapat dicegah atau
dikurangi secara signifikan), sebagian tergantung pada kondisi yang
tersedia di tempat kejadian dan dalam perjalanan ke rumah sakit.
Pada fase pasca kejadian, pemahaman tentang biomekanika
trauma, indeks kecurigaan mengenai cedera, dan keterampilan
penilaian yang kuat semuanya menjadi penting untuk hasil pasien.
Untuk memahami efek dari kekuatan yang menghasilkan cedera
tubuh, penyedia perawatan pra-rumah sakit pertama-tama perlu
memahami dua komponen-pertukaran energi dan anatomi manusia.
Misalnya, dalam kecelakaan kendaraan bermotor (MVC), seperti
apa kerusakan unitnya? Siapa yang memukul apa dan dengan
kecepatan berapa? Berapa lama waktu berhentinya? Apakah
penghuni menggunakan alat pengaman yang sesuai seperti sabuk
pengaman? Apakah kantong udara mengembang? Apakah anak-
anak ditahan dengan benar di kursi anak, atau apakah mereka tidak
terkendali dan terlempar ke kendaraan? Apakah penumpang
terlempar dari kendaraan? Apakah mereka menyerang benda? Jika
ya, berapa banyak benda dan apa sifat benda-benda itu? Ini dan
banyak pertanyaan lain harus dijawab jika penyedia perawatan pra-
rumah sakit memahami pertukaran kekuatan yang terjadi dan
menerjemahkan informasi ini ke dalam prediksi cedera dan
perawatan pasien yang tepat. Penyedia perawatan pra-rumah sakit

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


yang cerdik akan memanfaatkan pengetahuannya tentang
biomekanika trauma dalam proses survei tempat kejadian
menentukan kekuatan dan gerakan apa yang terlibat dan cedera
apa yang mungkin dihasilkan dari kekuatan tersebut. Karena
biomekanika didasarkan pada prinsip-prinsip dasar fisika,
pemahaman tentang hukum fisika yang bersangkutan diperlukan.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang biomekanika


trauma dengan sangat baik.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


SEKARANG SAYA TAHU
A. Biomekanika trauma merupakan konsep yang mempelajari
mekanisme terjadinya cedera, fase-fase benturan yang terjadi
pada trauma serta perlukaan yang diakibatkan oleh trauma.
Dengan diketahuinya mekanisme cedera dapat membantu
dalam menentukan diagnosa dan penatalaksanaan pada
trauma.
B. Perlukaan organ dapat terjadi melalui mekanisme cedera secara
langsung, cedera akibat gaya perlambatan (deselerasai),
cedera akibat gaya percepatan (akselerasi), dan cedera
kompresi.
C. Perlukaan yang diakibatkan oleh trauma tergantung dari proses
kejadian dapat karena benturan dari depan, lateral, belakang,
quarter panel dan terbalik. Proses terjadinya benturan tersebut
akan mengakibatkan trauma pada organ yang terkena dan
terdampak.
D. Luka yang terjadi pada pasien trauma perlu diwaspadai, karena
agar tidak memperberat kondisi trauma yang dapat berakibat
kecacatan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


MATERI POKOK 2
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN
TRAUMA KEPALA DAN CEDERA SPINAL
Pendahuluan
Modul ini membahas tentang penatalaksanaan pasien dengan
Trauma Kepala. Kepala menampung salah satu organ tubuh yang
paling penting, yaitu otak. Otak hanya memiliki tengkorak untuk
melindunginya dari cedera atau benturan dari luar. Jika seorang
anak jatuh ke dalam kolam, kepalanya terbentur di dasar kolam, dan
mengalami kehilangan kesadaran sesaat tetapi kemudian
kesadaran kembali dan dapat berorientasi dengan baik, apakah
pasien mengalami cedera kepala? Apakah anak ini harus pergi ke
rumah sakit? Seberapa penting untuk mendapatkan mekanisme
cedera yang akurat pada pasien ini? Dalam BAB ini, pertanyaan –
pertanyaan ini akan dibahas secara lengkap, dimulai dari anatomi
kepala, bagaimana menilai tanda dan gejala dari cedera kepala,
melakukan pemeriksaan fisik disability kepala (GCS, pupil, dan
kekuatan otot), penatalaksanaan pasien, stabilisasi & evakuasi,
monitoring & evaluasi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan
penatalaksanaan pasien dengan trauma kepala dan cedera spinal

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 34


A. Pengertian Trauma Kepala dan Cedera Spinal
B. Tanda dan Gejala Trauma Kepala
C. Tanda dan Gejala Cedera Spinal
D. Pemeriksaan Fisik
E. Penatalaksanaan Pasien
F. Stabilisasi dan Evakuasi
G. Monitoring dan Evaluasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


Uraian Materi Pokok 2

Materi ini akan disajikan dalam 2 pembahasan; trauma kepala


dan cedera spinal masing-masing secara terstruktur.
Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat belajar yang
tinggi ya!

I. Materi Pokok Trauma Kepala


Apakah Anda pernah mendapatkan pasien dengan kasus
trauma kepala?

Trauma kepala merupakan kejadian yang sangat sering dijumpai.


Lebih dari 50% pasien trauma adalah pasien trauma kepala.
Sebanyak 10% pasien dengan cedera kepala meninggal
sebelum sampai di rumah sakit. Cedera kepala merupakan
keadaan yang serius, oleh sebab itu setiap tenaga medis di
Instalasi Gawat Darurat atau di Ambulans Gawat Darurat yang
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 36
pertama kali mendapatkan pasien tersebut diharapkan
mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan
pertama pada pasien, sebelum ahli bedah saraf datang atau
sebelum melakukan rujukan atau medevac ke rumah sakit yang
mempunyai fasilitas bedah saraf.
Modul ini membahas tentang penatalaksanaan pasien dengan
cedera spinal atau tulang belakang. Setelah selesai mata
pelatihan ini, peserta mampu melalukan penatalaksanaan pasien
dengan cedera spinal, diawali dengan memahami cedera spinal,
tanda dan gejala cedera spinal, melakukan pemeriksaan fisik
disability spinal (motorik, sensorik), penatalaksanaan pasien,
stabilisasi dan evakuasi, serta monitoring dan evaluasi.
A. Pengertian Trauma Kepala
Pengertian trauma kepala merupakan suatu gangguan traumatic
dari fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial
dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Muttaqin, 2008).
Kepala menampung salah satu organ tubuh yang paling penting,
yaitu otak. Otak rentan terhadap cedera traumatis karena
tengkorak adalah satu-satunya pelindung dari kekuatan benturan
dari luar. Mengulas kembali tentang anatomi tengkorak kepala
sangat berguna dalam mempelajari akibat - akibat cedera kepala.
B. Tanda dan Gejala Trauma Kepala
1. Tanda dan Gejala Trauma Kepala
Kedua pupil mata harus selalu diperiksa. Biasanya sama lebar
(3 mm) dan reaksi sama cepat. Apabila salah satu lebih lebar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 37


(lebih dari 3 mm), maka keadaan ini disebut sebagai un-
isokoria.

Gambar 22. (A) Pupil dilatasi; (B) Pupil konstriksi; (C) An isokor pupil;
(D) Pupil normal

2. Motorik
Dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan tungkai.
Apabila salah satu lengan atau dan tungkai kurang atau sama-
sekali tidak bereaksi, maka disebut sebagai adanya tanda
lateralisasi.
Tanda–Tanda Peninggian Tekanan Intra–Kranial (TIK):
a. Pusing dan muntah
b. Tekanan darah sistolik meninggi
c. Nadi melambat (bradikardia)
Tanda-tanda peninggian tekanan intra-kranial tidak mudah
untuk dikenali, namun apabila ditemukan maka harus sangat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 38


waspada.

Cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi 3 hal yaitu


berdasarkan mekanisme, berat ringannya dan morfologi.
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus/tajam. Cedera kepala tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian atau pukulan akibat benda tumpul. Sedangkan
cedera kepala luka tembus disebabkan oleh luka tembak atau
luka tusuk.
2. Berat Ringannya Cedera Kepala
Secara umum untuk menetapkan berat ringannya cedera
kepala digunakan metode penilaian Glasgow Coma Scale
(GCS), yaitu menilai respon Buka Mata pasien, Respon Bicara
/ Verbal pasien dan respon Motorik. Nilai normal GCS pada
pasien cedera kepala ringan adalah berkisar 13–15, sedangkan
untuk cedera kepala sedang nilai GCS berkisar 9-12 dan untuk
cedera kepala berat nilai GCS berkisar 3 – 8. Dalam penilaian
GCS jika ditemukan adanya asimetris ekstremitas kanan dan
kiri, maka yang dipergunakan adalah respon motorik yang
terbaik dan harus dicatat.
Respon Buka Mata (Eye Opening)
a. Membuka mata spontan :4
b. Membuka mata terhadap suara / Perintah :3
c. Membuka mata terhadap rangsang nyeri :2
d. Tidak ada respon :1

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 39


Respon Bicara (Verbal)
a. Berorientasi baik :5
b. Berbicara mengacau (bingung) :4
c. Kata – kata tidak teratur (kacau) :3
d. Suara tidak jelas (mengerang/merintih :2
e. Tidak ada respon :1
Respon Motorik (Motorik)
a. Mengikuti perintah :6
b. Melokalisir nyeri :5
c. Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) :4
d. Fleksi abnormal (dekortikasi) :3
e. Ekstensi abnormal (deserebrasi) :2
f. Tidak ada respon/flasid :1

C. Pemeriksaan Fisik pada Pasien Trauma Kepala


Pemeriksaan CT Scan idealnya harus dilakukan pada semua
cedera kepala ringan yang disertai dengan kehilangan kesadaran
lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS < dari 15
atau adanya deficit neurologis fokal, foto servical juga harus
dibuat bila terdapat nyeri pada palpasi leher. Pemeriksaan foto
polos dilakukan untuk mencari Fraktur linear atau depresi pada
servical, fraktur tulang wajah ataupun adanya benda asing di
daerah kepala, akan tetapi harus diingat bahwa pemeriksaan foto
polos tidak boleh menunda transfer pasien/ Medevac ke RS yang
lebih memadai. Apalagi bila ditemukan adanya gejala neurologis
yang abnormal, harus segera dikonsulkan kepada ahli bedah

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 40


syaraf.
Bila pasien cedera kepala mengalami asimtomatis, sadar,
neurologis normal, observasi diteruskan selama beberapa jam
dan dilakukan pemeriksaan ulang. Bila kondisi pasien tetap
normal maka dapat dianggap pasien aman. Akan tetapi bila
pasien tidak sadar penuh atau berorientasi kurang terhadap
rangsang verbal maupun tulisan, keputusan untuk memulangkan
pasien harus ditinjau ulang.
Pemeriksaan Neurogis/Disability
Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan segera setelah
status kardiopulmoner stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari
pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil. Pada pasien koma
respon motorik dapat di lakukan dengan merangsang/mencubit
otot trapezius atau menekan kuku pasien. Bila pasien
menunjukkan reaksi yang bervariasi, yang digunakan adalah
respon motorik terbaik karena merupakan indikator prognostik
yang paling akurat dibandingkan respon yang lebih buruk.
Pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pada pupil dilakukan
sebelum pemberian sedasi atau paralisis, karena akan menjadi
dasar pada pemeriksan berikutnya. Selama primary survey,
pemakaian obat-obatan paralisis jangka panjang tidak
dianjurkan, bila diperlukan analgesia sebaiknya digunakan morfin
dosis kecil dan diberikan secara intravena.
Tanda lateralisasi disebabkan karena adanya suatu proses
pada satu sisi otak, seperti misalnya perdarahan intra-kranial.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 41


Anda telah mempelajari pengertian, tanda dan gejala, serta
pemeriksaan fisik pada trauma kepala. Materi selanjutnya akan
membahas tentang penatalaksanaan pasien trauma kepala.
Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 42


D. Penatalaksanaan Pasien Trauma Kepala
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
penatalaksanaan pasien. Yuk pelajari materi berikut dengan
penuh semangat belajar!

Penatalaksanaan pasien dengan trauma kepala berdasarkan


kategori dari cedera kepalanya, sebagai berikut:
1. Cedera Kepala Ringan (GCS = 13 – 15)

Pasien dengan cedera kepala yang dibawa ke Instalasi Gawat


Darurat (IGD) RS kurang lebih 80% dikategorikan dengan
cedera kepala ringan, pasien tersebut masih sadar namun
dapat mengalami amnesia berkaitan dengan cedera kepala
yang dialaminya. Dapat disertai dengan riwayat hilangnya
kesadaran yang singkat namun sulit untuk dibuktikan terutama
pada kasus pasien dengan pengaruh alcohol atau obat-
obatan. Sebagian besar pasien cedera kepala ringan dapat
sembuh dengan sempurna, walaupun mungkin ada gejala sisa
yang sangat kecil.
2. Cedera Kepala Sedang (GCS = 9 – 12)

Dari seluruh pasien cedera kepala yang masuk ke IGD RS


hanya 10% yang mengalami cedera kepala sedang. Mereka
pada umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana,
namun biasanya tampak bingung atau terlihat mengantuk dan
disertai dengan defisit neurologis fokal seperti hemiparese.
Sebanyak 10% - 20% dari pasien cedera kepala sedang
mengalami perburukan dan jatuh dalam keadaan koma, pada

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 43


saat dilakukan pemeriksaan di IGD dilakukan anamnesa
singkat dan stabilisasi kardiopulmoner sebelum pemeriksaan
neurologis dilakukan. Pasien harus dirawat diruang perawatan
intensif yang setara, dilakukan observasi ketat dan
pemeriksaan neurologis serial selama 12 – 24 jam pertama.
3. Cedera Kepala Berat (GCS = 3 – 8)
Pasien dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan
perintah sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah
stabil, memiliki resiko morbiditas dan mortalitas cukup besar.
Pasien dengan cedera kepala berat adalah sangat berbahaya,
karena diagnosis serta terapi yang sangatlah penting. Jangan
menunda transfer/medevac karena menunggu pemeriksaan
penunjang seperti CT Scan.
Primary Survey dan Resusitasi
Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya
fraktur servikal. Cedera otak sering diperburuk akibat cedera
sekunder. Pasien cedera kepal berat dengan hipotensi
mempunyai status mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan
engan pasien cedera kepala berat tanpa hipotensi (60% vs 27%),
adanya hipotensi akan menyebabkan kematian yang cepat. Oleh
karena itu tindakan stabilisasi dan resusitasi kardiopulmoner
harus segera dilakukan.
Airway dan Breathing
Terhentinya pernafasan sementara dapat terjadi pada pasien
cedera kepala berat dan dapat mengakibatkan gangguan
sekunder. Intubasi Endotrakeal (ETT)/Laryngeal Mask Airway

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 44


(LMA) harus segera dipasang pada pasien cedera kepala berat
yang koma, dilakukan ventilasi dan oksigenisasi 100% dan
pemasangan pulse oksimetri / monitor saturasi oksigen. Tindakan
hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada pasien
cedera kepala berat yang menunjukan perburukan neurologis
akut.
Gangguan airway dan breathing sangat berhahaya pada trauma
kapitis karena akan dapat menimbulkan hipoksia atau hiperkarbia
yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak sekunder.
Oksigen selalu diberikan, dan bila pernapasan meragukan, lebih
baik memulai ventilasi tambahan.
Circulation
Hipotensi biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendiri,
kecuali pada stadium terminal yaitu bila medulla oblongata
mengalami gangguan. Perdarahan intra cranial tidak dapat
menyebabkan syok Haemoragik pada cedera kepala berat, pada
pasien dengan hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi dan
resusitasi untuk mencapai euvolemia (Euvolemia adalah
peningkatan air bebas dengan perubahan kecil Natrium tubuh).
Hipotensi merupakan tanda klinis kehilangan darah yang cukup
hebat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Harus juga dicurigai
kemugkinan penyebab syok lain seperti Syok Neurologis (Trauma
Medula Spinalis), kontusio jantung atau Tamponade Jantung dan
Tension Pneumothoraks.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 45


Pasien hipotensi yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulus
apapun dapat memperlihatkan respon normal segera setelah
tekanan darah normal.
Gangguan circulation (syok) akan meyebabkan gangguan perfusi
darah ke otak yang akan menyebabkan kerusakan otak sekunder.
Dengan demikian syok dengan trauma kapitis harus dilakukan
penanganan dengan agresif.
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan usaha
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk
mempertahankan perfusi otak dan menghindari terjadinya cedera
otak sekunder, merupakan tindakan yang sangat tepat untuk
keberhasilan pertolongan yang diberikan kepada pasien cedera
kepala. Setelah melakukan Primary Survey selanjutnya
melakukan identifikasi adanya lesi atau massa yang memerlukan
tindakan pembedahan dengan pemeriksaan penunjang lain yang
ada seperti pemeriksaan CT Scan kepala.
Secondary Survey
Pemeriksaan neurologis serial (GCS, Lateralisasi dan reflek pupil)
harus segera dilakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis.
Tanda awal dari herniasi lobus temporal adalah dilatasi pupil dan
hilangnya reflek pupil terhadap cahaya, adanya trauma langsung
pada mata juga dapat menyebabkan respon pupil abnormal dan
membuat pemeriksaan pupil menjadi sulit. Bagaimanapun, dalam
hal ini pemikiran terhadap adanya trauma otak harus dipikirkan
terlebih dahulu.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 46


Anda telah mempelajari penatalaksanaan trauma kepala.
Materi selanjutnya akan membahas tentang stabilisasi dan
evakuasi. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 47


E. Stabilisasi dan Evakuasi Pasien Trauma Kepala
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang stabilisasi
dan evakuasi pada pasien dengan trauma kepala. Yuk
pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Evakuasi dilakukan setelah Primary Survey selesai atau keadaan


yang mengancam nyawa sudah dilakukan stabilisasi. Jangan
tunda untuk evakuasi pasien hanya untuk menunggu
pemeriksaan CT Scan jika dari pemeriksaan mini neurologis
ditemukan pasien mengalami Cedera Kepala Berat.
Terlambatnya rujukan pasien dengan cedera kepala dapat
menyebabkan keadaan pasien memburuk dan berkurangnya
kemungkinan pemulihan fungsi otak dan saraf lainnya.
Rujukan pasien cedera kepala, perlu dicatat informasi
penting berikut ini:

a. Umur Pasien, Waktu dan Mekanisme cedera (MIST).


b. Status Respiratorik dan Kardiovaskular (terutama Tekanan
darah).
c. Pemeriksaan Mini Neurologis (GCS) dan reaksi cahaya pupil
mata.
d. Adanya cedera penyerta serta jenis cedera penyerta.

Rujukan tidak boleh tertunda karena adanya penunjang


diagnostik seperti CT Scan atau foto rontgen lain apalagi bila
dirumah sakit tidak ada fasilitas CT Scan atau foto rontgen lain.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 48


Anda telah mempelajari penatalaksanaan stabilisasi dan
evakuasi pada pasien dengan trauma kepala. Materi
selanjutnya akan membahas tentang monitoring dan evaluasi
pada pasein dengan trauma kepala. Selamat belajar!

F. Monitoring dan Evaluasi pada Pasien dengan Trauma Kepala


Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang monitoring
dan evaluasi pada pasien dengan trauma kepala. Yuk
pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Monitoring dan evaluasi pasien cedera kepala, apakah nanti dari


cedera kepala primer berkembang menjadi cedera kepala
sekunder maka lihat tanda – tanda pasien mengalami cedera
kepala sekunder seperti: terjadi iskemik karena peningkatan TIK,
Hipoksia, Hipotensi, Hiponatremi, Hipertermia, dan Hiperglikemia.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang trauma kepala.


Mari lanjutkan kita bahas materi cedera spinal.

II. MATERI POKOK CEDERA SPINAL


Apakah Anda pernah mendapatkan pasien dengan cedera
spinal?

Modul ini membahas tentang Penatalaksanaan dengan Cedera


Spinal atau Tulang Belakang. Setelah selesai membaca modul
ini, peserta diharapkan mengetahui pengertian cedera spinal,
tanda dan gejala cedera spinal, melakukan pemeriksaan fisik
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 49
disability spinal (motorik, sensorik), dan penatalaksanaannya.
Jika anda memindahkan dan mengangkat pasien dengan tidak
tepat, anda mungkin akan menyebabkan cedera lanjut baik untuk
pasien maupun penolong. Dalam SPGDT dijelaskan kapan dan
bagaimana pasien dipindahkan, umumnya hanya jika pasien
dalam keadaan berbahaya dan gawat darurat.
Tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat dan
memindahkan pasien. Pada bab ini bertujuan memberikan garis-
garis besar yang harus diperhatikan saat mengangkat dan
memindahkan pasien. Dengan memperhatikan prinsip
mengangkat dan memindahkan pasien tanpa mencederai tulang
belakang petugas maupun pasien.
A. Pengertian Cedera Spinal
Trauma spinal adalah cedera pada sumsum tulang belakang
(medula spinalis), dengan atau tanpa kerusakan tulang
belakang. Kerusakan medula spinalis dapat mengganggu
fungsi pergerakan (motorik), perasaan (sensorik) dan fungsi
organ dalam (otonom).
Trauma spinal dapat disebabkan oleh kecelakaan lalulintas,
jatuh dari ketinggian, olahraga (terutama terjatuh dalam air
dangkal), kecelakaan industri, luka tembak dll. Cedera ringan
dapat menyebabkan kelumpuhan apabila tulang belakang
sudah terkena penyakit.

B. Tanda Dan Gejala Cedera Spinal


1. Multitrauma

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 50


Setiap cedera jaringan lunak pada kepala, leher, bahu,
punggung, perut, atau ekstremitas bawah merupakan
indikasi kemungkinan cedera tulang belakang. Cedera ini
mungkin merupakan indikasi cedera pada tulang belakang
bagian leher, toraks, lumbal, atau sakral. Setiap mati rasa,
kelemahan, atau kesemutan pada ekstremitas dapat
mengindikasikan hilangnya integritas tulang belakang.
2. Inkontinensia
Ketidakmampuan untuk mengontrol buang air kecil juga
dapat mengindikasikan cedera tulang belakang.
3. Kerusakan di atas C3 akan menyebabkan apneu, di bawah
C5 tetapi di atas Th 1 akan menyebabkan hanya diafragma
yang bernafas (pernafasan abdominal). Kerusakan di atas
C5 akan menyebabkan tetra - paresis, kerusakan di bawah
Th1 tetapi di atas L2 akan menyebabkan para - paresis
inferior (hanya ke-2 tungkai lumpuh).
C. Pemeriksaan Fisik Cedera Spinal
1. Motorik
Kaji kesetaraan kekuatan ekstremitas dengan mengambil
kedua tangan pasien dan meminta pasien untuk
menggenggam dan meminta pasien untuk dengan lembut
mendorong kakinya ke tangan penolong.
2. Sensorik
Kaji apakah pasien dapat merasakan penolong menyentuh
jari tangan atau kaki.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 51


Anda telah mempelajari pengertian, tanda dan gejala, serta
pemeriksaan fisik pada pasien dengan cedera spinal. Materi
selanjutnya akan membahas tentang penatalaksanaan pasien
dengan cedera spinal. Selamat belajar!

D. Penatalaksanaan Pasien Dengan Cedera Spinal


Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
penatalaksanaan pasien dengan cedera spinal. Yuk pelajari
materi berikut dengan penuh semangat belajar!

1. Penanganan Cedera Spinal


a. Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C.
b. Sedapat mungkin tentukan penyebab cedera (tabrakan
mobil frontal tanpa sabuk pengaman).
c. Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga
kesegarisan tulang belakang:
1) Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk
ataupun mendongak.
2) Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke
kiri atau kanan.
3) Posisi netral segaris ini harus selalu dan tetap
dipertahankan, walaupun belum yakin bahwa ini
cedera spinal.
d. Posisi netral: kepala tidak menekuk (fleksi) ataupun
mendongak (ekstensi).
e. Posisi segaris: kepala tidak menengok ke kiri ataupun
kanan.
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 52
f. Pasang kolar servikal, dan pasien di pasang di atas Long
Spine Board.
g. Periksa dan perbaiki A-B-C.
h. Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal.
i. Rujuk ke RS.
E. Stabilisasi dan Evakuasi Pasien dengan Cedera Spinal
1. Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga
kesegarisan tulang belakang:
a. Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk
ataupun mendongak.
b. Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke
kiri atau kanan.
c. Posisi netral segaris ini harus selalu dan tetap
dipertahankan, walaupun belum yakin bahwa ini
cedera spinal.
d. Posisi netral: kepala tidak menekuk (fleksi) ataupun
mendongak (ekstensi).
e. Posisi segaris: kepala tidak menengok ke kiri ataupun
kanan.
2. Pasang kolar servikal, dan pasien dipasang di atas Long
Spine Board.
F. Monitoring dan Evaluasi Pasien dengan Cedera Spinal
Sejumlah pertanyaan dapat diajukan kepada pasien dengan
kemungkinan cedera tulang belakang, meliputi:
1. Dimana rasa sakitnya?
2. Apa yang terjadi?

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 53


3. Apakah pasien kehilangan kesadaran?
4. Apakah leher atau punggungnya sakit?
5. Bisakah dia menggerakkan tangan dan kaki?
6. Dapatkah pasien merasakan paramedik menyentuh jari
tangan atau kaki?
7. Pasien perlu menjawab secara verbal, bukan dengan
menggerakkan tubuh atau kepala.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang trauma kepala


dan cedera spinal.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 54


SEKARANG SAYA TAHU

I. Trauma kepala
A. Trauma kepala merupakan kejadian yang sangat sering
dijumpai. Lebih dari 50% pasien trauma adalah pasien trauma
kepala. Kepala menampung organ yang sangat penting, yaitu
otak. Otak rentan terhadap cedera traumatis karena
tengkorak adalah satu-satunya pelindung dari kekuatan
benturan dari luar. Mempelajari anatomi tengkorak kepala
sangat berguna dalam mempelajari akibat-akibat cedera
kepala.
B. Tanda dan gejala trauma kepala adalah terjadinya penurunan
kesadaran yang bisa dilihat dari penilaian GCS pasien, terjadi
perubahan ukuran pupil (>3 mm), dan terdapat tanda-tanda
lateralisasi di bagian motorik.
C. Pemeriksaan Fisik Disability Kepala: termasuk GCS, Pupil
(Reflek Cahaya, Ukuran, Bentuk), dan Kekuatan Otot.
D. Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala berdasarkan
kondisi cedera kepalanya: ringan–sedang–berat.
E. Stabilisasi pasien cedera kepala maka lakukan Primary
Survey: A-B-C-D-E. Evakuasi dilakukan setelah Primary
Survey selesai atau keadaan yang mengancam nyawa sudah
dilakukan stabilisasi. Jangan tunda untuk evakuasi pasien
hanya untuk menunggu pemeriksaan CT Scan jika dari
pemeriksaan mini neurologis ditemukan pasien mengalami

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 55


Cedera Kepala Berat
F. Monitoring dan evaluasi pasien cedera kepala, apakah nanti
dari cedera kepala primer berkembang menjadi cedera
kepala sekunder maka lihat tanda–tanda pasien mengalami
cedera kepala sekunder seperti: terjadi iskemik karena
peningkatan TIK, Hipoksia, Hipotensi, Hiponatremi,
Hipertermia, dan Hiperglikemia.
II. Cedera Spinal
A. Trauma spinal adalah cedera pada tulang belakang (medula
spinalis), dengan atau tanpa kerusakan tulang belakang.
Kerusakan medula spinalis dapat mengganggu fungsi
pergerakan (motorik), perasaan (sensorik) dan fungsi organ
dalam (otonom).
B. Tanda dan gejala cedara spinal terjadinya mati rasa,
kelemahan, atau kesemutan pada ekstremitas, inkontinensia.
Jika terjadi kerusakan di atas C3 dapat menyebabkan apneu,
di bawah C5 tetapi di atas thorakal 1 akan menyebabkan
pernafasan abdominal. Jika terjadi kerusakan di atas C5 akan
menyebabkan tetra-paresis, dan kerusakan di bawah Th1
tetapi di atas L2 akan menyebabkan para - paresis inferior.
C. Pemeriksaan fisik disability spinal pada motoric dan sensorik
D. Penatalaksanaan pasien selalu lakukan survey primer
sebelum evakuasi pasien: Airway+C–Spine Control,
Breathing, Circulation, Disabillity, dan Environment.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 56


E. Stabilisasi dan evakuasi dilakukan stabilisasi dengan
menjaga kesegarisan tulang belakang, pasang kolar servikal,
dan pasien di pasang di atas Long Spine Board.
F. Monitoring dan evaluasi dengan melakukan observasi
perubahan dari setiap respon pasien. Dengan melakukan
pengkajian ulang.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 57


MATERI POKOK 3
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN
TRAUMA THORAK DAN ABDOMEN
Pendahuluan
Modul ini membahas tentang penatalaksanaan pasien dengan
trauma thoraks. Setelah mempelajari mata pelatihan ini, peserta
mampu melakukan penatalkasanaan pada pasien dengan trauma
thorak. Diawali dengan mempelajari konsep: trauma thoraks, tanda
dan gejala trauma thoraks, melakukan pemeriksaan fisik,
penatalaksanaan pasien, stabilisasi dan evakuasi, serta monitoring
dan evaluasi.
Trauma torak sering ditemukan, sekitar 25% dan pasien multi-
trauma ada komponen trauma toraks. 90% pada pasien dengan
trauma toraks ini dapat di atasi dengan tindakan yang sederhana oleh
dokter di Rumah Sakit (atau paramedik di lapangan), sehingga
hanya 10% yang memerlukan operasi. Trauma Abdomen sering
ditemukan, sekitar 25% dan pasien multi-trauma ada komponen
trauma Abdomen. 90% pada pasien dengan trauma toraks ini dapat di
atasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit
(atau tim medis di lapangan), sehingga hanya 10% yang
memerlukan operasi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan
penatalaksanaan pasien dengan trauma thorak dan abdomen.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 58


Sub Materi Pokok
Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
A. Pengertian Trauma Thorak dan Abdomen
B. Tanda dan Gejala Trauma Thorak
C. Tanda dan Gejala Trauma Abdomen
D. Pemeriksaan Fisik
E. Penatalaksanaan Pasien
F. Stabilisasi dan Evakuasi
G. Monitoring dan Evaluasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 59


Uraian Materi Pokok 3

Materi ini akan disajikan dalam 2 pembahasan;


penatalaksanaan pasien dengan trauma thoraks dan
penatalaksanaan pasien dengan trauma abdomen masing-
masing secara terstruktur. Pelajarilah materi berikut ini
dengan semangat belajar yang tinggi ya!

I. Trauma Thoraks
Apakah Anda pernah menemui pasien dengan trauma
thoraks? Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat
belajar yang tinggi ya!

A. Pengertian Trauma Thoraks


Cedera thoraks merupakan penyebab utama kematian.
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh
cedera thoraks. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena
hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/
perfusion mismatch (contoh: kontusio, hematoma, kolaps
alveolus) dan perubahan tekanan dalam intrathoraks (contoh:
tension pneumothoraks, open pneumothoraks). Hiperkarbia
lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan
oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 60


B. Tanda dan Gejala Trauma Thoraks
Tanda dan gejala terpenting dari cedera thoraks adalah hipoksia
termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola
pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat
memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada
pasien trauma. Tetapi bila sianosis tidak ditemukan bukan
merupakan indikasi bahwa oksigen jaringan adekuat atau
airway adekuat. Jenis cedera toraks yang penting dan
mempengaruhi breathing (yang harus dikenal dan diketahui
selama primary survey).
Jenis Trauma Toraks
Ada 6 jenis trauma toraks yang harus dikenali pada survei
primer, karena apabila tidak dikenali akan menyebabkan
kematian dengan cepat. Dibagi dalam 3 manifestasi,
diantaranya:
1. Manifestasi: Gangguan Airway (Obstruksi)
Penekanan pada trakea di daerah toraks dapat terjadi
karena misalnya fraktur sternum. Pada pemeriksaan klinis
pasien akan ada gejala penekanan airway seperti stridor
inspirasi dan suara serak. Biasanya pasien perlu jalan nafas
definitif.
2. Manifestasi: Gangguan Breathing (Sesak)
Ada 4 gangguan breathing:
a. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothoraks)
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 61


menyebabkan pneumotoraks terbuka. Tekanan di
dalam rongga pleura akan segera menjadi sama
dengan tekanan atmosfer.
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa,
sehingga ada hubungan udara luar dengan rongga
pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini
terlihat sebagai luka pada dinding dada yang
menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest
wound).
Apabila lubang ini lebih besar daripada 2/3 diameter
trakea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati
lubang pada dinding dada dibandingkan melewati mulut,
sehingga terjadi sesak yang hebat. Akibatnya ventilasi
terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia.
Dengan demikian maka langkah awal pada open
pneumothoraks, adalah menutup luka dengan kassa
oklusif steril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja.
Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi
efek katup dimana saat inspirasi kassa penutup akan
menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam.
Saat ekspirasi kassa penutup terbuka untuk
menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera
mungkin konsulkan untuk pemasangan selang dada.
Kasa penutup sementara yang dapat digunakan adalah
Plastic Wrap atau Petroleum Gauze.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 62


Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan
cara ini maka harus sering dilakukan evaluasi paru. Pada
luka yang sangat besar, maka dapat dipakai plastik infus
yang digunting sesuai ukuran.

Gambar 23. Open Pneumothoraks

b. Tension Pneumothoraks
Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang
berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding
dada, masuk ke dalam rongga pleura paru-paru atau
dari luar melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga
pleura dan tidak dapat keluar lagi (one- way-valve),
maka udara akan semakin banyak pada satu sisi
rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya akan
tertekan, dengan akibat sesak yang berat =
mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul
syok.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 63


Gambar 24. Tension Pneumothoraks
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah
komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator)
dengan ventilasi tekanan positif pada pasien yang ada
kerusakan pada pleura viseral.
Tension pneumothoraks juga dapat timbul akibat
cedera toraks, misalnya cidera tulang belakang toraks
yang mengalami pergeseran. Tension pneumothoraks
ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak yang berat,
distres pernapasan, takikardia, hipotensia, deviasi
trakea, hilangnya suara napas pada satu sisi, dan
distensi vena leher.
Diagnosa tension pneumothoraks ditegakan secara
klinis, pada perkusi yang hipersonor dan hilangnya
suara napas pada hemitoraks yang terkena pada
tension akan membedakan dengan hasil klinis
tamponade jantung.
Sehingga apabila keadaan berat, maka petugas harus
mengambil tindakan dengan melakukan dekompresi
memakai jarum besar (needle thoraco-centesis),
menusuk dengan jarum besar ini dilakukan di ruang
interkostal 2 (ICS 2) pada garis mid-klavikuler.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 64


c. Hematothoraks Masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam
rongga dada. Pada keadaan ini akan terjadi sesak
karena darah dalam rongga pleura, dan syok karena
kehilangan darah. Pada perkusi dada akan redup
karena darah dalam rongga pleura (pada
pneumothoraks adalah hipersonor).

Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada


keadaan ini. Satu-satunya cara adalah dengan
mengganti darah hilang dengan pemasangan infus dan
membawa pasien secepat mungkin ke RS dengan
harapan masih dapat terselamatkan dengan tindakan
cepat di IGD yaitu tindakan thorakotomy.

Gambar 25. Masif Hemothoraks

d. Flail Chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple
pada dua atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis
fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen
mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Pada ekspirasi segmen akan
menonjol keluar, pada inspirasi justru akan masuk
kedalam. Ini dikenal sebagai pernafasan paradoksal.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 65


Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang
lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang
terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu
dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi
tambahan.
Di RS pasien akan dipasang pada respirator, apabila
analisis gas darah menunjukkan p02 yang rendah atau
pCO2 yang tinggi.
Flail chest mungkin tampak kurang jelas pada
awalnya karena adanya “splinting” pada dinding toraks.
Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak
secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi
gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga
atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis

Gambar 26. Flail Chest

3. Manifestasi: Circulation (Syok)


Cedera toraks yang akan mempengaruhi sirkulasi dan
harus ditemukan pada primary survey adalah hemothoraks

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 66


masif karena terkumpulnya darah dengan cepat di rongga
pleura. Juga dapat terjadi pada tamponade jantung,
walaupun pasien datang tidak dalam keadaan sesak
namun dalam keadaan syok (syok non hemoragik). Terjadi
paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma
tumpul juga dapat menyebabkannya.
Karena darah terkumpul dalam rongga perkardium, maka
kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang
berat (syok kardiogenik). Biasanya ada pelebaran pembuluh
darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan nadi
yang kecil.
Pada infus yang diguyur tidak banyak menimbulkan respon.
Seharusnya pada pasien ini dilakukan perikardio-sintesis,
yaitu penusukan rongga perikardium dengan jarum besar
untuk mengeluarkan darah tersebut.
Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survai
sekunder
a. Fraktur Iga
Secondary survey membutuhkan pemeriksaan yang
lebih teliti, sehingga pada fraktur iga multiple atau fraktur
iga pertama dan/atau iga kedua harus dicurigai bahwa
cidera yang terjadi pada torak dan jaringan lunak
dibawahnya sangat berat. Gejalanya adalah nyeri pada
pernafasan. Ketakutan akan nyeri pada pernafasan ini
menyebabkan pernafasan menjadi dangkal, serta, takut
batuk. Patah tulang iga sendiri tidak berbahaya, dan di

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 67


pra-RS tidak memerlukan tindakan apa-apa. Yang harus
lebih diwaspadai adalah timbulnya pneumo/hemato-
toraks.

Gambar 27. Fraktur Iga

b. Kontusio Paru
Pada kontusio paru yang sering ditemukan adalah kegagalan
bernafas yang dapat timbul Perlahan atau berkembang
sesuai waktu, tidak waktu, tidak langsung terjadi setelah
kejadian.
Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan
evaluasi pasien berulang- ulang. Pemadatan paru karena
trauma, timbulnya agak lambat, sehingga pada fase pra-RS
tidak menimbulkan masalah.

Gambar 28. Kontusio Paru

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 68


Beberapa cidera toraks yang mungkin mematikan seperti
pneumotoraks sederhana, ruptur aorta, ruptur diafragma,
perforasi esofagus dsb. Tidak mungkin dapat dikenali pada
fase pra-RS. Untuk di RS dapat dikenali melalui
pemeriksaan radiologi (USG, X-Ray, CT –Scan, dll)

Anda telah mempelajari tanda dan gejala trauma thorak. Materi


selanjutnya akan membahas tentang pemeriksaan fisik pada
pasein dengan trauma thorakss. Selamat belajar!

C. Pemeriksaan Fisik
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
Penatalaksanaan Psikososial. Yuk pelajari materi berikut
dengan penuh semangat belajar!

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma thoraks


Pemeriksaan Fisik Paru
a. Inspeksi
Pemeriksaan paru dilakukan dengan melihat adanya jejas
pada kedua sisi dada, serta ekspansi kedua paru simetris
atau tidak.
b. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni dibawah kedua
klavikula, (pada garis mid- klavikularis), dan pada kedua
mid-aksila (kosta 4 -5). Bunyi nafas harus sama kiri = kanan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 69


c. Perkusi
Dengan mengetukkan jari tengah terhadap jari tengah yang
lain yang diletakkan mendatar di atas dada. Pada daerah
paru berbunyi sonor, pada daerah jantung berbunyi redup
(dull), sedangkan di atas lambung (dan usus) berbunyi
timpani. Pada keadaan pneumothoraks akan berbunyi
hipersonor, berbeda dengan bagian paru yang lain. Pada
keadaan hemothoraks, akan berbunyi redup (dull).
d. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan kedua tangan memegang kedua
sisi dada. Nilai peranjakan kedua sisi dada pasien apakah
teraba simetris atau tidak oleh kedua tangan pemeriksa.

Anda telah mempelajari pemeriksaan pasien dengan trauma


thoraks. Materi selanjutnya akan membahas tentang
penatalaksanaan pada pasein dengan trauma thorak. Selamat
belajar!

D. Penatalaksanaan Pasien Trauma Thoraks


Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
penatalaksanaan pada pasien trauma thoraks. Yuk pelajari
materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Penatalaksanaan pasien trauma thoraks yang mengancam


sistem pernapasan, berdasarkan dari jenis trauma thoraksnya,
sebagai berikut:

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 70


1. Open pneumothoraks, penatalaksanaan awal adalah dengan
menutup luka dengan kassa oklusif steril yang diplester hanya
pada 3 sisinya saja. Tindakan selanjutnya di RS dilakukan
pemasangan chest tube di ICS-5 mid axilla anterior.
2. Tension pneumothoraks, penatalaksanaan awal adalah
dengan melakukan dekompresi memakai jarum besar (needle
thoraco-centesis), menusuk dengan jarum besar ini dilakukan
di di ICS-5 anterior-axilla line. Tindakan selanjutnya di RS
dilakukan pemasangan chest tube di ICS-5 anterior/-axilla
line.
3. Haemathoraks masif, tidak banyak yang dapat dilakukan pra-
RS pada keadaan ini, satu-satunya cara adalah dengan
mengganti darah hilang dengan pemasangan infus dan
membawa pasien secepat mungkin ke RS dengan harapan
masih dapat terselamatkan dengan tindakan cepat di IGD
yaitu tindakan thorakotomy.
4. Flail chest, penatalaksanaan awal adalah dengan melakukan
ventilasi adekuat (bagging), kemudian di RS pasien akan
dipasang pada respirator, apabila analisis gas darah
menunjukkan p02 yang rendah atau pCO2 yang tinggi.

Anda telah mempelajari penatalaksanaan pasien dengan


trauma thoraks. Materi selanjutnya akan membahas tentang
stabilisasi dan evakuasi pada pasein dengan trauma thoraks.
Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 71


E. Stabilisasi dan Evakuasi Pasien dengan Trauma Thoraks
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang stabilisasi
dan evakuasi pasien dengan trauma thoraks. Yuk pelajari
materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Stabilisasi pasien Trauma Thoraks maka lakukan Primary


Survey:
A: Paten Airway + C – Spine Kontrol
B: Berikan oksigenasi dan ventilasi disesuaikan dengan jenis
cedera pasien
C: Lakukan resusitasi cairan jika ditemukan pasien mengalami
Syok
D: Periksa mini neurologis secara lengkap (GCS, Pupil dan
tanda lateralisasi).
E: Cegah terjadinya hipotermi.

Evakuasi dilakukan setelah Primary Survey selesai atau


keadaan yang mengancam nyawa sudah dilakukan stabilisasi.

Anda telah mempelajari stabilisasi dan evakuasi pasien


dengan trauma thoraks. Materi selanjutnya akan membahas
tentang monitoring dan evaluasi pada pasein dengan trauma
thoraks. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 72


F. Monitoring dan Evaluasi Pasien dengan Trauma Thoraks
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang monitoring
dan evaluasi pasien dengan trauma thoraks. Yuk pelajari
materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Monitoring dan evaluasi pasien dengan trauma thoraks adalah


dengan memastikan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat
dengan melihat Respiration Rate (frekwensi pernapasan) dan
SpO2 pasien untuk mencegah terjadinya hipoksia, hiperkarbia
dan asidosis.
Nilai normal respiration rate (RR) pada:
1. Neonatus : 44 x/menit
2. Bayi : 20 – 40 x/menit
3. Anak : 18 – 30 x/menit
4. Dewasa : 12 – 20 x/menit

II. TRAUMA ABDOMEN


A. Pengertian Trauma Abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 73


Workman, 2006). Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe
yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen.

Gambar 29. Trauma abdomen

Mekanisme trauma
1. Langsung: Pasien terkena langsung oleh benda atau
perantara benda yang mengakibatkan cedera misalnya
tertabrak mobil dan terjatuh dari ketinggian
2. Tidak langsung: Pengendara mobil terbentur dengan dash
board mobil ketika mobil mengalami tabrakan.

Anda telah mempelajari pengertian trauma abdomen. Materi


selanjutnya akan membahas tentang tanda dan gejala trauma
abdomen. Selamat belajar!

B. Tanda dan Gejala Trauma Abdomen


Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang trauma
abdomen. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh
semangat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 74


Pecahnya organ solid, Hepar atau lien yang pecah, perdarahan,
Pasien tampak pucat, perdarahan hebat, gejala syok
hipovolemik, Nyeri abdomen, ringan sampai berat, Auskultasi
bising usus menurun, Nyeri tekan, nyeri lepas dan defans
muskular (kekakukuan otot), usus halus, Keluhan nyeri seluruh
abdomen, Palpasi ada defans muskular, nyeri tekan dan nyeri
lepas. Pada perkusi didapati nyeri.

Anda telah mempelajari tanda dan gejala trauma thorak.


Materi selanjutnya akan membahas tentang pemeriksaan fisik
pada pasein dengan trauma abdomen. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 75


C. Pemeriksaan Fisik Pasien dengan Trauma Abdomen
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma abdomen.
Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar!

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma abdomen


1. Inspeksi
Ekhimosis umbilikal gambaran perdarahan peritoneal,
Ekhimosis flank bukti perdarahan organ retroperitoneal,
Ekhimosis perineum, scrotum atau labia gambaran fraktur
pelvis, Luka tembus disertai keluarnya isi abdomen (usus),
Pelvis simetris atau tidak, adakah jejas atau tidak di pelvis.
2. Auskultasi
Dengarkan bising usus di semua kwadran, Apabila bising
usus menurun atau hilang kemungkinan perdarahan atau
perforasi pada organ abdomen.
3. Palpasi
Tekan dengan hati-hati ada tidak krepitasi pada pelvis, Nyeri
pada kwadran kiri atas menyebar ke arah shuoldier
menggambarkan trauma limpa atau diafragma, Distensi
abdomen, Nyeri lokal abdomen, Nyeri abdomen berat, tegang
dan spasme otot (defans muskular) indikasi proses inflamasi
(peritonitis).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 76


Anda telah mempelajari pemeriksaan pasien dengan trauma
abdomen. Materi selanjutnya akan membahas tentang
penatalaksanaan pada pasein dengan trauma abdomen.
Selamat belajar!

D. Penatalaksanaan Pasien Trauma Abdomen


Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
penatalaksanaan pada pasien trauma abdomen. Yuk
pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Bebaskan jalan nafas, berikan posisi yang nyaman, berikan


oksigenisasi, observasi tanda vital tiap jam, pasang NGT untuk
decompresi, kolaborasi pemeriksaan AGD, kolaborasi tim medis
pasang IV line 2 jalur dengan cairan kristaloid, pasang cateter
bila tidak ada kontra indikasi, monitoring intake dan out put,
fiksasi pelvis bila ada fraktur pelvis benda asing tertancap,
jangan dicabut tetap pasang bantalan kasa yang cukup tebal.
Selanjutnya pasien disiapkan untuk operasi mencegah
perdarahan hebat, perawatan dengan tehnik septik dan
antiseptic. Jika usus keluar, jangan dimasukkan tetapi tutup
dengan kasa steril yang dibasahi NaCl 0,9% atau aluminium foil
untuk mempertahankan kelembaban. Observasi tanda-tanda
inflamasi peritoneum (peritonitis), lapor dr. Penanggung jawab,
kolaborasi pemeriksaan darah lengkap dan kolaborasi
pemberian therapi antibiotik.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 77


Anda telah mempelajari penatalaksanaan pasien dengan
trauma abdomen. Materi selanjutnya akan membahas tentang
stabilisasi dan evakuasi pada pasein dengan trauma
abdomen. Selamat belajar!

E. Stabilisasi dan Evakuasi Pasien dengan Trauma Abdomen


Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
stabilisasi dan evakuasi pasien dengan trauma abdomen.
Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar!

Untuk stabilisasi pasien Trauma Abdomen maka lakukan


Primary Survey.

Anda telah mempelajari stabilisasi dan evakuasi pasien


dengan trauma abdomen. Materi selanjutnya akan
membahas tentang monitoring dan evaluasi pada pasein
dengan trauma abdomen. Selamat belajar!

F. Monitoring dan Evaluasi Pasien dengan Trauma Abdomen


Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang monitoring
dan evaluasi pasien dengan trauma abdomen. Yuk pelajari
materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Patensi Airway + C – Spine Kontrol, Berikan oksigenasi dan


ventilasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien, Lakukan
resusitasi cairan jika ditemukan pasien mengalami Syok,

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 78


Periksa mini neurologis secara lengkap (GCS, Pupil dan tanda
lateralisasi), Cegah terjadinya hipotermi. Evakuasi dilakukan
setelah Primary Survey selesai atau keadaan yang mengancam
nyawa sudah dilakukan stabilisasi.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang trauma thoraks


dan trauma abdomen!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 79


SEKARANG SAYA TAHU
I. Trauma Thoraks
A. Trauma thoraks merupakan penyebab utama kematian.
Hipoksia, hiperkarbia dan asidosis sering disebabkan oleh
cedera thoraks. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena
hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/
perfusion mismatch (contoh: kontusio, hematoma, kolaps
alveolus) dan perubahan tekanan dalam intrathoraks (contoh:
tension pneumothoraks, open pneumothoaks). Hiperkarbia lebih
sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan
oleh hipoperfusi dari jaringan (syok).
B. Tanda dan gejala terpenting dari cedera thoraks adalah hipoksia
termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola
pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat
memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada
pasien trauma. Tetapi bila sianosis tidak ditemukan bukan
merupakan indikasi bahwa oksigen jaringan adekuat atau
airway adekuat. Jenis cedera toraks yang penting dan
mempengaruhi breathing (yang harus dikenal dan diketahui
selama primary survey) adalah keadaan – keadaan dibawah ini:
1. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks ditandai dengan gejala nyeri dada,
sesak yang berat, distress pernapasan, takikardi, hipotensi,

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 80


deviasi trakea, hilangnya suara napas pada satu sisi lapang
paru, perkusi terdengar hipersonor, auskultasi paru negatif,
auskultasi jantung terdengar jelas dan distensi vena leher
2. Open Pneumothoraks
Open pneumothoraks ditandai dengan gejala defek atau
luka yang besar pada dinding dada. Tekanan di dalam
rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan
atmosfer. Jika defek pada dinding dada lebih besar dari 2/3
diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir
melaui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau
lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi
terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia.
3. Flail Chest
Flail Chest ditandai dengan gejala adanya fraktur iga
multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau
lebih garis faktur. Adanya segmen flail chest menyebabkan
gangguan pergerakan dinding dada, dan menimbulkan
gerakan paradoksal dari dinding dada.
4. Hemothoraks Masif
Diagnosis hemothoraks ditegakkan dengan adanya syok
yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak
pada sisi dada yang mengalami trauma, dan setelah
dipasang chest tube terkumpul darah dengan cepat lebih
dari 1500 cc di dalam WSD.
C. Pemeriksaan Fisik

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 81


Inspeksi: Pemeriksaan paru dilakukan dengan melihat adanya
jejas pada kedua sisi dada, serta ekspansi kedua paru simetris
atau tidak.
Auskultasi: Uskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni dibawah
kedua klavikula, (pada garis mid- klavikularis), dan pada kedua
mid-aksila (kosta 4-5). Bunyi nafas harus sama kiri = kanan.
Perkusi: Dengan mengetukkan jari tengah terhadap jari tengah
yang lain yang diletakkan mendatar di atas dada. Pada daerah
paru berbunyi sonor, pada daerah jantung berbunyi redup (dull),
sedangkan di atas lambung (dan usus) berbunyi timpani. Pada
keadaan pneumothorax akan berbunyi hipersonor, berbeda
dengan bagian paru yang lain. Pada keadaan hemothorax,
akan berbunyi redup (dull).
Palpasi: Palpasi dilakukan dengan kedua tangan memegang
kedua sisi dada. Nilai peranjakan kedua sisi dada pasien
apakah teraba simetris atau tidak oleh kedua tangan pemeriksa.
D. Melakukan Penatalaksanaan Pasien
1. Open pneumothoraks, penatalaksanaan awal adalah
dengan menutup luka dengan kassa oklusif steril yang
diplester hanya pada 3 sisinya saja. Tindakan selanjutnya di
RS dilakukan pemasangan chest tube di ICS-5 mid axilla
anterior
2. Tension pneumothoraks, penatalaksanaan awal adalah
dengan melakukan dekompresi memakai jarum besar
(needle thoraco-centesis), menusuk dengan jarum besar ini
dilakukan di di ICS-5 mid axilla anterior. Tindakan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 82


selanjutnya di RS dilakukan pemasangan chest tube di ICS-
5 mid axilla anterior
3. Haemathoraks masif, tidak banyak yang dapat dilakukan
pra-RS pada keadaan ini, satu-satunya cara adalah dengan
mengganti darah hilang dengan pemasangan infus dan
membawa pasien secepat mungkin ke RS dengan harapan
masih dapat terselamatkan dengan tindakan cepat di UGD
yaitu tindakan thorakotomy.
4. Flail chest, penatalaksanaan awal adalah dengan
melakukan ventilasi adekuat (bagging), kemudian di RS
pasien akan dipasang pada respirator, apabila analisis gas
darah menunjukkan p02 yang rendah atau pCO2 yang
tinggi.
E. Melakukan Stabilisasi dan Evakuasi
Untuk stabilisasi pasien Trauma Thoraks maka lakukan Primary
Survey:
A: Paten Airway + C – Spine Kontrol
B: Berikan oksigenasi dan ventilasi disesuaikan dengan jenis
cedera pasien
C: Lakukan resusitasi cairan jika ditemukan pasien mengalami
Syok
D: Periksa mini neurologis secara lengkap (GCS, Pupil dan
tanda lateralisasi)
E: Cegah terjadinya hipotermi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 83


Evakuasi dilakukan setelah Primary Survey selesai atau
keadaan yang mengancam nyawa sudah dilakukan stabilisasi.
F. Melakukan Monitoring dan Evaluasi
Untuk monitoring dan evaluasi pasien dengan trauma thoraks
adalah dengan memastikan oksigenasi dan ventilasi yang
adekuat dengan melihat Respirasi Rate (RR) dan SpO2 pasien
untuk mencegah terjadinya hipoksia, hiperkarbia dan asidosis.
II. Trauma Abdomen
A. Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah
abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan
organ peritroneal. Mekanisme trauma abdomen yaitu
langsung dan tidak langsung untuk jenis trauma nya terdapat
trauma tembus (tusuk atau tembak) dan trauma tumpul
(benturan).
B. Tanda dan Gejala Trauma Abdomen
Pecahnya organ solid, hepar atau lien yang pecah
mengakibatkan perdarahan, Pasien tampak pucat,
perdarahan hebat mengakibatkan syok hipovolemik yang
disebabkan karena perdarahan. Auskultasi bising usus
menurun. Palpasi nyeri tekan terkadang nyeri lepas dan
defans muskular (kekakukuan otot), Keluhan nyeri seluruh
abdomen. Perkusi terdapat nyeri.
C. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: ekhimosis umbilikal gambaran perdarahan
peritoneal, ekhimosis flank bukti perdarahan organ
retroperitoneal, ekhimosis perineum, scrotum atau labia

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 84


gambaran fraktur pelvis, Luka tembus disertai keluarnya isi
abdomen (usus), pelvis simetris atau tidak, adakah jejas atau
tidak di pelvis.
Auskultasi: Dengarkan bising usus di semua kwadran,
Apabila bising usus menurun atau hilang kemungkinan
perdarahan atau perforasi pada organ abdomen.
Palpasi: tekan dengan hati-hati ada tidak krepitasi pada
pelvis, Nyeri pada kwadran kiri atas menyebar ke arah
shuoldier menggambarkan trauma limpa atau diafragma,
Distensi abdomen, Nyeri lokal abdomen, Nyeri abdomen
berat, tegang dan spasme otot (defans muskular) indikasi
proses inflamasi (peritonitis).
D. Melakukan Penatalaksanaan Pasien
Bebaskan jalan nafas, berikan posisi yang nyaman, berikan
oksigenisasi, observasi tanda vital tiap jam, pasang NGT
untuk decompresi, kolaborasi pemeriksaan Analisa Gas
Darah, kolaborasi tim medis pasang IV line 2 jalur dengan
cairan kristaloid, pasang cateter bila tidak ada kontra indikasi,
monitoring intake dan out put, fiksasi pelvis bila ada fraktur
pelvis benda asing tertancap, jangan dicabut tetap pasang
bantalan kasa yang cukup tebal. Selanjutnya pasien
disiapkan untuk operasi mencegah perdarahan hebat,
perawatan dengan tehnik septik dan antiseptic. Jika usus
keluar, jangan dimasukkan tetapi tutup dengan kasa steril
yang dibasahi NaCl 0,9% atau aluminium foil untuk
mempertahankan kelembaban. Observasi tanda-tanda

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 85


inflamasi peritoneum (peritonitis), lapor dr. Penanggung
jawab, kolaborasi pemerikan darah lengkap dan kolaborasi
untuk pemberian therapi antibiotik
E. Melakukan Stabilisasi dan Evakuasi
Untuk stabilisasi pasien Trauma Abdomen maka lakukan
Primary Survey:
Patensi Airway + C – Spine Kontrol, Berikan oksigenasi dan
ventilasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien, Lakukan
resusitasi cairan jika ditemukan pasien mengalami Syok,
Periksa mini neurologis secara lengkap (GCS, Pupil dan
tanda lateralisasi), Cegah terjadinya hipotermi.
Evakuasi dilakukan setelah Primary Survey selesai atau
keadaan yang mengancam nyawa sudah dilakukan
stabilisasi.
F. Melakukan Monitoring dan Evaluasi
Untuk monitoring dan evaluasi pasien dengan trauma
Abdomen adalah dengan memastikan ABCD tetap stabil: Jika
terjadi syok segera resusitasi cairan dan pantau intake output
cairan dan jika ada benda yang menancap pertahankan
jangan dicabut dan jika usus keluar jaga kelembapan dengan
ditutup dengan kasa lembab.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 86


Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar 3. Bagaimana
dengan materinya? Menarik bukan? Seorang perawat harus
memiliki berbagai kompetensi yang telah diatur oleh Undang-
Undang dan peraturan lainnya. Yuk istirahat sejenak untuk
memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat melanjutkan
kegiatan belajar materi pokok 4 ya!

Agar lebih bugar silahkan Anda melakukan stretching dulu.


QR-Code

Senam Peregangan -
Sayang.mp4

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 87


MATERI POKOK 4
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN
TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Pendahuluan
Jika anda memindahkan dan mengangkat pasien dengan tidak
tepat, anda mungkin akan menyebabkan cedera lanjut baik untuk
pasien maupun penolong. Dalam SPGDT dijelaskan kapan dan
bagaimana pasien dipindahkan, umumnya hanya jika pasien dalam
keadaan berbahaya dan gawat darurat. Tidak ada satu rumus pasti
bagaimana mengangkat dan memindahkan pasien. Pada bab ini
bertujuan memberikan garis-garis besar yang harus diperhatikan
saat mengangkat dan memindahkan pasien. Dengan
memperhatikan prinsip mengangkat dan memindahkan pasien
tanpa menambah atau memperluas cedera pada petugas maupun
pasien.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan
penatalaksanaan pasien dengan trauma musculoskeletal.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Pengertian Trauma Muskuloskeletal
B. Tanda dan Gejala Trauma Muskuloskeletal
C. Pemeriksaan Fisik
D. Penatalaksanaan Pasien
E. Stabilisasi dan Evakuasi
F. Monitoring dan Evaluasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 88


Uraian Materi Pokok 4

Apakah Anda mendapatkan pasien dengan trauma


muskuloskeletal? Pelajarilah materi berikut ini dengan
semangat belajar yang tinggi ya!

A. Pengertian Trauma Muskuloskeletal


Trauma muskuloskeletal adalah suatu kondisi yang mengubah
fungsi dan susunan otot, tendon, ligament, atau tulang menjadi
tidak stabil.
Tipe Cedera terbuka, yaitu terjadi kerusakan kulit dan disertai
perdarahan. Cedera tertutup: tidak terjadi kerusakan kulit tetap
kemungkinan perdarahan di dalam bisa terjadi. sedangkan tipe
cedera penyerta, yaitu cedera saraf, cedera arteri, cerera vena,
cedera jaringan lunak. akibat cedera muskuloskeletal: fraktur,
dislokasi, amputasi, strain, sprain, putus ligament, ruftur tendon,
kerusakan neurovaskuler, kompartemen sindrome.

Luar biasa, Anda telah mengetahui mengenai pengertian


trauma muskuloskeletal.
Mari selanjutnya kita mengetahui apa saja tanda dan
gejalanya! Selamat belajar! Tetap semangat!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 89


B. Tanda dan Gejala Trauma Muskuloskeletal
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang tanda dan
gejala trauma muskuloskeletal. Yuk pelajari materi berikut
dengan penuh semangat belajar!

Tanda dan gejala yang muncul antara lain : Deformitas,


Bengkak, Nyeri terutama saat bergerak, Perubahan warna kulit,
Teraba dingin pada lokasi cedera, Sendi tidak stabil, Struktur
tulang asimetris, Kehilangan sensasi (abnormal).
Cedera Jaringan Lunak Tertutup
Sprain: Cedera ligamen yang diakibatkan oleh peregangan
berlebihan. Tidak berfungsinya bagian tubuh, Pembengkakan
nyeri, Keterbatasan gerak dalam 2-3 jam, Rongent - untuk
mengetahui kemungkinan fraktur.
Strain: Pereganganan pada otot dan tendon yang berlebihan,
Nyeri yang sangat berat, Pembengkakan, Ekimosis sesudah
beberapa hari, Rongent - ada atau tidaknya fraktur.
Dislokasi: Tanda dan Gejala Dislokasi, Asimetris dari sendi,
Nyeri, bengkak, kehilangan fungsi.
Fraktur: Pemeriksaan DCAP-BTLS (Deformity, Contusio,
Abrations, penetration, burns, tenderness, laceration, swelling),
Periksa ada tidaknya ketidakstabilan dan krepitasi, pelvis hati-
hati, Periksa ada tidaknya nyeri pada semua sendi, periksa dan
catat Pulsasi, Motorik dan Sensorik (PMS).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 90


Wah, Anda telah mempelajari tanda dan gejala trauma
muskuloskeletal.
Mari kita lanjutkan mempelajari mengenai bagaimana
pemeriksaan fisik pada pasien trauma muskuloskeletal.
Yuk, Tetap semangat!

C. Pemeriksaan Fisik Trauma Muskuloskeletal


Apa saja sih pemeriksaan fisik pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal? Mari kita lanjutkan mempelajari
mengenai pemeriksaan fisik tersebut! Selamat belajar!
Tetap semangat!

Posisi Cedera Perlu Dikaji


Posisi pasien dalam kendaraan saat kecelakaan (pengemudi,
penumpang), Poses kecelakaan (dalam mobil, terlempar
keluar), Kerusakan mobil (bagian luar dan bagian dalam),
Penggunaan sabuk pengaman, Apakah pasien jatuh, berapa
jaraknya, bagaimana mendaratnya (Apakah terlindas, Apakah
terjadi ledakan). Pejalan kaki tertabrak kendaraan.
Inspeksi: Raut muka pasien, cara berjalan/duduk/tidur. Lihat
kulit, jaringan lunak, tulang dan sendi.
Palpasi: Suhu kulit panas atau dingin, denyutan arteri teraba
atau tidak, adakah spasme otot, nyeri tekan.
Pergerakan: abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 91


Nah, Anda telah mempelajari mengenai pemeriksaan fisik
pada pasien trauma muskuloskeletal. Mari kita lanjutkan
mempelajari mengenai panatalaksaan pasien trauma
muskuloskeletal. Selamat belajar! Tetap semangat!

D. Penatalaksanaan Pasien Trauma Muskuloskeletal


Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan trauma
muskuloskeletal?
Yuk, Pelajari mengenai penatalaksaan pasien dengan
trauma muskuloskeletal dengan penuh semangat!
Selamat belajar!

Penanganan cedera muskuloskeletal yang baik dan benar akan


mengurangi nyeri, kecacatan, dan menghindari komplikasi.
Antisipasi syok perdarahan pada fraktur femur dan pelvis.
1. Sprain
Istirahatkan bagian yang cedera, Kompres es, Tinggikan
bagian yang cedera, Bebat dengan verban elastis,
Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
2. Strain
Istirahatkan dan bidai, Kompres es, Tinggikan bagian yang
cedera, Pembedahan - jika rupture jaringan, Penyembuhan:
4-6 minggu - aktifitas ringan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 92


3. Dislokasi
Reposisi secara tertutup atau terbuka dengan kontrol
anesthesia, Imobilisasi dengan bantalan lunak, Terapi
analgetik.
4. Fraktur

Gambar 30. Fraktur tertutup dan fraktur terbuka

Pada fraktur dilakukan tindakan pembidaian.


Memasang alat untuk mempertahankan kedudukan tulang.
Indikasi patah tulang terbuka atau tertutup. Tujuan mencegah
pergerakan tulang yang patah, mengurangi nyeri, mencegah
cedera lebih lanjut, mengistirahatkan daerah patah tulang,
mengurangi perdarahan.
Prinsip pembidaian pastikan ABC, aman, kontrol perdarahan,
pasien sadar: informsikan adanya nyeri, Buka daerah yang
akan dibidai, periksa dan catat PMS (pulse, motor, sensasi)
sebelum dan sesudah, ada anggulasi yang besar dan pulsasi
hilang lakukan traksi secara gentle, luka terbuka tutup dengan
kasa steril, bidai mencakup 2 sendi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 93


Gambar 31. Pemasangan Bidai
5. Perdarahan
Bila terjadi perdarahan, lakukan Tindakan balut tekan dengan
menggunakan kassa steril

Gambar 32. Balut Tekan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 94


6. Amputasi

Amputasi lebih keproksimal akan mengancam jiwa


karenaperdarahan, Pada umumnya perdarahan akan
berhenti dengan penekanan pada ujung stump, Bila
perdarahan masif tidak terkontrol dengan balut tekan dapat
dipilih pemasangan tornikuet, Tornikuet dapat dilakukan
sedistal mungkin, Usahakan menemukan bagian amputee
dan bawa serta, Bagian ini bila mungkin disambung kembali
atau menjadi bagian untuk graft, Reimplantasi dapat
dilakukan pada kondisi luka tertentu dan fasilitas tertentu,
Jangan memeberikan sugesti. Cara membawa amputasi:
bagian amputee masukan dalam kantong plastik yang bersih
dan kering kemudian masukan dalam tempat yang lebih besar
yang diisi es batu dan air.

Gambar 33. Trauma amputasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 95


7. Cedera Neurovaskuler
Pembuluh darah yang besar dan saraf biasanya berjalan
berdampingan pada sisi fleksor sendi, sering mengalami
cedera secara bersamaan, hilangnya aliran darah atau
hilangnya sensasi dapat diakibatkan oleh putus,
pembengkakan, atau kompresi oleh fragmen tulang yang
patah, selalu cek PMS setiap sesudah manipulasi dan
pemasangan bidai.
8. Sindroma Kompartemen
Ekstremitas bersisi jaringan otot dan neurovaskuler dalam
rongga yang tertutup yang dibatasi oleh suatu membran yang
yang kuat dan kurang elastis. Cedera pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan dalam rongga tertutup, sehingga
tekanan meningkat, menyebabkan penekanan pada
pembuluh darah dan saraf. Bila berlangsung >6 jam dapat
menimbulkan kematian pada bagian distal. Gejala 5P (pain,
pallor, pulseless, paresthesia, paralisis). Gejala awal pain dan
paresthesia. Jika menemukan gejala ini segera laporkan
untuk tindakan fasciotomy.

Gambar 34. Sindroma Kompartemen


Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 96
9. Nyeri
Mengkaji intensitas nyeri, lokasi dan lama nyeri, Memberikan
posisi yang anatomis dan nyaman bagi pasien,
Menganjarkan untuk tehnik relaksasi (tarik napas dalam),
Melakukan tindakan bidai, Mengukur tanda-tanda vital,
Kolaborasi dalam pemberian analgetik dengan tim medis.
10. Gangguan Volume Cairan
Pasang IV line dua jalur dengan jarum besar, dengan larutan
kristaloid hangat, Hentikan perdarahan dengan teknik balut
tekan, Pasang kateter, monitor urine output tiap jam,
Observasi tanda-tanda vital tiap jam.
11. Luka
Tindakan peawatan luka dilakukan:
a. Teknik Showering (irigasi): gunakan cairan normal
saline atau Nacl 0,9%, tidak tosik terhadap jaringan,
Tidak menghambat proses penyembuhan, Tidak
menyebabkan alergi.
b. Teknik Debridement: membantu proses penyembuhan
luka, menghilangkan jaringan nekrotik dan tehnik yang
digunakan surgical debridemen.

Luar biasa, Anda telah mempelajari penatalaksaan pasien


trauma muskuloskeletal!
Mari lanjutkan mempelajari tentang stabilisasi dan evakuasi
pasien trauma muskuloskeletal! Tetap semangat!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 97


E. Stabilisasi dan Evakuasi; Trauma Muskuloskeletal
Bagaimana cara stabilisasi dan evakuasi pasien dengan
trauma muskuloskeletal?
Yuk kita pelajari! Tetap semangat!

Untuk stabilisasi pasien Trauma Abdomen maka lakukan


Primary Survey.
A: Paten Airway + C – Spine Kontrol
B: Berikan oksigenasi dan ventilasi disesuaikan dengan jenis
cedera pasien
C: Lakukan resusitasi cairan jika ditemukan pasien mengalami
syok, dan control perdarahan.
D: Periksa mini neurologis secara lengkap (GCS, Pupil dan
tanda lateralisasi)
E: Cegah terjadinya hipotermi

F. Monitoring dan Evaluasi; Trauma Muskuloskeletal


Monitoring tanda tanda vital dan hemodinamik tubuh kaji tanda
tanda syok dan bila terjadi syok resusitasitasi cairan, Hentikan
pendarahan dengan balut tekan dan jika perdarahan sudah
berhenti lakukan pembidaian prinsip bidai melewati dua sendi.
Balutan tidak terlalu kencang tidak terlalu longgar sebelum dan
sesudah perhatikan sirkulasi ke distal dengan cara cek PMS
(Pulsasi, Motorik, sensorik).

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang trauma


muskuloskeletal, semoga Anda dapat memahaminya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 98


SEKARANG SAYA TAHU

A. Trauma muskuloskeletal adalah kondisi yang mengubah fungsi


dan susunan otot, tendon, ligament, atau tulang menjadi tidak
satbil
B. Tanda dan gejala yang muncul antara lain : deformitas, bengkak,
nyeri terutama saat bergerak, perubahan warna kulit, teraba
dingin pada lokasi cedera, sendi tidak stabil, struktur tulang
asimetris, kehilangan sensasi (abnormal).
Cedera jaringan lunak tertutup
Sprain: cedera ligamen yang diakibatkan oleh peregangan
berlebihan. Tidak berfungsinya bagian tubuh, pembengkakan
nyeri, keterbatasan gerak dalam 2-3 jam, rongent - untuk
mengetahui kemungkinan fraktur.
Strain: pereganganan pada otot dan tendon yang berlebihan,
nyeri yang sangat berat, pembengkakan, ekimosis sesudah
beberapa hari, rongent - ada atau tidaknya fraktur.
Dislokasi: tanda dan gejala dislokasi, asimetris dari sendi, nyeri,
bengkak, kehilangan fungsi.
Fraktur: pemeriksaan dcap-btls (deformity, contusio, abrations,
penetration, burns, tenderness, laceration, swelling), periksa
ada tidaknya ketidakstabilan dan krepitasi, pelvis hati-hati,
periksa ada tidaknya nyeri pada semua sendi, periksa dan catat
pms.
C. Pemeriksaan fisik

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 99


Inspeksi: raut muka pasien, cara berjalan/duduk/tidur. Lihat kulit,
jaringan lunak, tulang dan sendi.
Palpasi: suhu kulit panas atau dingin, denyutan arteri teraba
atau tidak, adakah spasme otot, nyeri tekan.
Pergerakan: abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi.
D. Penanganan cedera muskuloskeletal yang baik dan benar akan
mengurangi nyeri, kecacatan, dan menghindari komplikasi.
Antisipasi syok perdarahan pada fraktur femur dan pelvis.
Sprain: istirahatkan bagian yang cedera, kompres es, tinggikan
bagian yang cedera, bebat dengan verban elastis, kolaborasi
dalam pemberian analgetic.
Strain: istirahatkan dan bidai, kompres es, tinggikan bagian yang
cedera, pembedahan - jika rupture jaringan, penyembuhan : 4-6
minggu - aktifitas ringan.
Dislokasi: reposisi secara tertutup atau terbuka dengan kontrol
anesthesia, imobilisasi dengan bantalan lunak, terapi analgetik.
Fraktur
Pembidaian: Memasang alat untuk mempertahankan
kedudukan tulang. Indikasi patah tulang terbuka atau tertutup.
Tujuan mencegah pergerakan tulang yang patah, Mengurangi
nyeri, Mencegah cedera lebih lanjut, Mengistirahatkan daerah
patah tulang, Mengurangi perdarahan.
Prinsip Pembidaian Pastikan ABC, aman, Kontrol perdarahan,
Pasien sadar: informsikan adanya nyeri, Buka daerah yang akan
dibidai, Periksa dan catat PMS (pulse, motor, sensasi) sebelum
dan sesudah, Ada anggulasi yang besar dan pulsasi hilang
lakukan traksi secara gentle, Luka terbuka tutup dengan kasa

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 100


steril, Bidai mencakup sendi atas dan bawah cedera, Berikan
bantalan yang lunak, Bila ragu-ragu apakah ada fraktur atau
tidak sebaiknya lakukan bidai untuk pencegahan.
Amputasi: Bila perdarahan masif tidak terkontrol dengan balut
tekan dapat dipilih pemasangan tornikuet, Tornikuet dapat
dilakukan sedistal mungkin, Usahakan menemukan bagian
amputee dan bawa serta, Bagian ini bila mungkin disambung
kembali atau menjadi bagian untuk graft, Reimplantasi dapat
dilakukan pada kondisi luka tertentu dan fasilitas tertentu,
Jangan memeberikan sugesti. Cara membawa amputasi :
bagian amputee masukan dalam kantong plastik yang bersih
dan kering kemudian masukan dalam tempat yang lebih besar
yang diisi es batu dan air.
E. Monitoring tanda tanda vital dan hemodinamik tubuh kaji tanda
tanda syok dan bila terjadi syok resusitasitasi cairan, Hentikan
pendarahan dengan balut tekan dan jika perdarahan sudah
berhenti lakukan pembidaian prinsip bidai melewati dua sendi.
Balutan tidak terlalu kencang tidak terlalu longgar sebelum dan
sesudah perhatikan sirkulasi ke distal dengan cara cek PMS
(Pulsasi, Motorik, sensorik).

Luar biasa, Anda telah selesai mempelajari mengenai Trauma


Muskuloskeletal. Bagaimana menarik bukan? Seorang perawat
harus memiliki berbagai kompetensi yang telah diatur oleh
Undang-Undang dan peraturan lainnya. Yuk istirahat sejenak
untuk merileksasikan mata dan tubuh, agar dapat kembali

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 101


berkonsentrasi! Selanjutnya Anda akan mempelajari materi
“Penatalaksanaan Luka Bakar”. Tetap semangat!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 102


MATERI POKOK 5
PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Pendahuluan
Luka bakar adalah kejadian kecelakaan trauma yang sering terjadi
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan kulit atau kehilangan
jaringan tubuh dan dapat memengaruhi kinerja sistem tubuh
(Giovany dkk, 2015). Luka bakar dapat terjadi akibat sentuhan
permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas.
Api secara langsung atau tidak langsung mengenai kulit, terpapar
suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia yang
bersentuhan langsung dengan kulit serta zat-zat yang bersifat
membakar seperti asam kuat dan basa kuat merupakan contoh
sumber panas (Hardisman, 2014).
Data WHO (2018) menunjukkan bahwa luka bakar adalah salah satu
masalah yang serius di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun
sekitar 180.000 kematian terjadi akibat luka bakar. Di India lebih dari
satu juta orang mengalami luka bakar sedang sampai berat setiap
tahunnya.
Secara global, angka kematian tertinggi di tempati oleh Asia
Tenggara sebanyak 11, 6 kematian per 100.000 populasi pertahun.
Sekitar 95 % kejadian luka bakar terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Orang yang berisiko tinggi mengalami luka
bakar yaitu wanita, hal ini dikarenakan mereka memasak
menggunakan kompor yang tidak aman dan api yang terbuka.
Sedangkan untuk usia yang berisiko selain wanita dewasa yaitu
anak-anak juga rentan terhadap luka bakar, hal ini dikarenakan
pengawasan dan pengetahuan orang dewasa yang tidak tepat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 103


Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat melakukan
penatalaksanaan pasien dengan trauma thorak dan abdomen.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 5:
A. Pengertian Luka Bakar
B. Derajat dan Luas Luka Bakar
C. Penatalaksanaan Luka Bakar
D. Stabilisasi dan Evakuasi
E. Monitoring dan Evaluasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 104


Uraian Materi Pokok 5

Apakah Anda pernah merawat pasien dengan luka bakar?


Apakah Anda pernah melihat kasus luka bakar?
Yuk kita pelajari, Apa itu “Luka Bakar”?
Tetap semangat! Selamat belajar!

A. Pengertian Luka Bakar


Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber
panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui
konduksi dan radiasi elektro magnetik. Jadi luka bakar adalah
kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia,
elektrik maupun radiasi.
Fase luka bakar meliputi:
1. Fase awal: Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.
2. Fase sub akut: proses inflamasi infeksi yang menimbulkan
sepsis.
3. Fase lanjut: kontraktur dan gangguan penampilan.

Sekarang Anda telah mengetahui pengertian luka bakar.


Mari kita lanjutkan mempelajari tentang derajat dan luas luka
bakar! Tetap semangat! Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 105


B. Derajat dan Luas Luka Bakar
Apakah Anda telah mengetahui derajat dan luas luka
bakar? Yuk kita pelajari dengan penuh semangat!

Derajat dan Luas Luka Bakar


Berdasarkan kedalaan jaringan luka bakar yang rusak, luka
bakar dibagi menjadi 3 klasifikasi besar, yaitu: luka bakar
superfisial, mid dan deep. Klasifikasi yang lebih lanjut diperjelas
menjadi epidermal, superfisial dermal, mid dermal, deep dermal
atau full thickness.

Gambar 35. Penampang Kulit Normal

Gambar 36. Kedalaman Luka Bakar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 106


Klasifikasi dari derajat kedalaman luka bakar yang digunakan
oleh Emergency Managament for Severe Burn course oleh
Australian & New Zealand Burn Association (ANZBA) dapat
dilihap pada table di bawah ini:

Tabel Klasifikasi Derajat Kedalaman Luka Bakar

Kedalaman Warna Bula Cap Refill Sensasi Kesembuhan

Epidermal Merah - Ada Ada Ya

Superficial Merah muda


Kecil Ada Nyeri Ya
Dermal pucat

Merah muda
Mid Dermal Ada Lambat +/- Biasanya
gelap

Deep Dermal Bercak merah tua +/- Tidak Tidak Tidak

Full
Putih Tidak Tidak Tidak Tidak
Thickness

1. Luka Bakar Superfisial


Luka bakar superfisial adalah luka bakar yang dapat sembuh
secara spontan dengan bantuan epitelisasi. Luka bakar
superfisial dibagi dua yaitu luka bakar epidermal dan
superficial dermal.
Luka bakar epidermal. Luka bakar yang hanya terkena pada
bagian epidermis pasien. Penyebab tersering luka bakar ini
adalah matahari dan ledakan minor. Lapisan epidermis yang
bertingkat terbakar dan mengalami proses penyembuhan
dari regenerasi lapisan basal epidermis. Akibat dari produksi
mediator inflamasi yang meningkat, luka bakar ini menjadi
hiperemis dan cukup menyakitkan. Dapat sembuh dalam

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 107


waktu cepat (7 hari), tanpa meninggalkan bekas luka
kosmetik.
Luka bakar superficial dermal. Luka bakar yang terkena pada
bagian epidermis dan bagian superfisial dermis (dermis
papiler). Ciri khas dari tipe luka bakar ini adalah munculnya
bula. Bagian kulit yang melapisi bula telah mati dan
terpisahkan dari bagian yang masih viable dengan
membentuk edema. Edema ini dilapisi oleh lapisan nekrotik
yang disebut bula. Bula dapat pecah dan mengekspos
lapusan dermis yang dapat meningkatkan kedalaman dari
jaringan yang rusak pada luka bakar. Oleh karena saraf
sensoris yang terekspos, luka bakar kedalaman ini biasanya
sangat nyeri. Dapat sembuh secara spontan dengan
bantuan epiteliassi dalam 14 hari yang meninggalkan defek.
warna luka yang berbeda dengan kulit yang tidak terkena.
Namun eskar tida k terjadi dalam tipe luka bakar ini.

Luka bakar superficial dermal

Gambar 37. Luka Bakar Superfisial Dermal

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 108


2. Luka Bakar Mid-Dermal
Luka bakar mid-dermal adalah luka bakar yang terletak
diantara luka bakar superficial dermal dan deep dermal. Pada
luka bakar mid-dermal jumlah sel epitel yang bertahan untuk
proses re-epitelisasi sangat sedikit dikarenakan luka bakar
yang agak dalam sehingga penyembuhan luka bakar secara
spontan tidak selalu terjadi (8). Capillary refilling pada pasien
dengan luka bakar kedalaman ini biasanya berkurang dan
edema jaringan serta bula akan muncul. Warna luka bakar
pada kedalaman ini berwarna merah muda agak gelap,
namun tidak segelap pada pasien luka bakar deep dermal (8).
Sensasi juga berkurang, namun rasa nyeri tetap ada yeng
menunjukkan adanya kerusakan pleksus dermal dari saraf
cutaneous.

Luka Bakar Mid Dermal

Gambar 38. Luka Bakar Mid Dermal

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 109


3. Luka Bakar Deep
Luka bakar deep memiliki derajat keparahan yang sangat
besar. Luka bakar kedalaman ini tidak dapat sembuh spontan
dengan bantuan epitelisasi dan hanya dapat sembuh dalam
waktu yang cukup lama dan meninggalkan bekas eskar yang
signifikan.

Gambar 39. Luka Bakar Full Thickness (Seluruh Ketebalan Kulit)

Luka bakar deep-dermal. Luka bakar dengan kedalaman


deep- dermal biasanya memiliki bula dengan dasar bula yang
menunjukkan warna blotchy red pada reticular dermis. Warna
blotchy red disebabkan karena ekstravasasi hemoglobin dari
sel darah merah yang rusak karena rupturnya pembuluh
darah. Ciri khas pada luka bakar kedalaman ini disebut
dengan fenomena capillary blush. Pada kedalaman ini, ujung-
ujung saraf pada kulit juga terpengaruh menyebabkan
sensasi rasa nyeri menjadi hilang.
Luka bakar full thickness. Luka bakar tipe ini merusak kedua
lapisan kulit epidermis dan dermis dan bisa terjadi penetrasi
ke struktur-struktur yang lebih dalam. Warna luka bakar ini
biasanya berwarna putih dan waxy atau tampak seperti
gosong. Saraf sensoris pada luka bakar full thickness sudah
seluruhnya rusak menyebabkan hilangnya sensasi pinprick.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 110


Kumpulan kulit-kulit mati yang terkoagulasi pada luka bakar
ini memiliki penampilan leathery, yang disebut eskar.
Klasifikasi Luka Bakar
1. Luka bakar ringan
Kriteria luka bakar ringan:
a. TBSA ≤15% pada dewasa
b. TBSA ≤10% pada anak
c. Luka bakar full-thickness dengan TBSA ≤2% pada
anak maupun dewasa tanpa mengenai daerah mata,
telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum.
2. Luka bakar sedang
Kriteria luka bakar sedang:
a. TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka
bakar full thickness <10%
b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada
pasien anak dibawah 10 tahun dan dewasa usia
diatas 40 tahun, atau luka bakar full-thickness <10%
c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak
atau dewasa tanpa masalah kosmetik atau mengenai
daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau
perineum
3. Luka bakar berat
Kriteria luka bakar berat:
a. TBSA ≥25%
b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan
dewasa usia diatas 40 tahun
c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 111


d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata,
wajah, telinga, tangan, kaki, atau perineum yang
dapat menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik.
e. Semua luka bakar listrik
f. Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau
trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk

Menghitung persentase luas luka bakar berdasarkan rule of nine

Gambar 40. Penghitungan area luas luka bakar

Anda telah mempelajari derajat dan luas luka bakar. Materi


selanjutnya akan membahas tentang penatalaksanaan luka
bakar. Tetap semangat! Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 112


C. Penatalaksanaan Luka Bakar
Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan luka bakar?
Mari kita pelajari dengan seksama dan penuh semangat!

Penatalaksanaan Pasien dengan Luka Bakar


1. Airway: Bila ditemukan keadaan seperti tersebut diatas, harus
dicurigai adanya trauma inhalasi, memerlukan pertolongan
segera dan penanganan definitif terhadap penyelamatan
jalan nafas dari sumbatan. Terdengarnya suara serak
(stridor), merupakan indikasi untuk segera melakukan
penyelamatan jalan nafas definitif sebelum terjadi sumbatan
akut jalan nafas yang akan mengancam nyawa pasien dalam
hitungan menit. Indikasi kecurigaan trauma inhalasi: Sputum
bercampur karbon, Luka bakar dimuka, Bulu-bulu diwajah
terbakar, Sisa–sisa jelaga, Hiperemis orofaring, Riwayat
didalam ruang tertutup.

Gambar 41. Luka Bakar Pada Daerah Jalan


napas
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 113
2. Breathing: Penilaian terhadap proses pernafasan sangat
penting setelah penyelamatan Airway dilakukan, lepaskan
pakaian dan semua hal yang menghambat gerakan rongga
dada, berikan oksigen yang adekuat melalui sungkup atau
kanul.
3. Sirkulasi: Setiap pasien dengan luka bakar berat, diatas 20%
perlu diberikan cairan infus. Pilih vena untuk memasang
jarum infus. Pemasangan infus jangan di daerah yang terkena
luka bakar, kecuali terpaksa karena tidak ada derah lain yang
dapat dipasang. Pilih Vena daerah ekstremitas atas terlebih
dahulu pada luka bakar yang cukup luas diatas 40 %.
Diperlukan Pemberian Cairan menggunakan Rumus Baxter
atau Parkland: 2 - 4 ml RL x BB Kg x % LLB
a. 8 jam pertama diberikan ½ dari kebutuhan cairan.
b. 16 jam berikutnya diberikan ½ dari kebutuhan cairan.

Menghentikan Proses Trauma Bakar


Lepaskan semua pakaian yang terbuat dari bahan sintetis yang
terbakar masih meninggalkan residu panas, sehingga proses
trauma bakar pada tubuh tetap berlangsung. Luka bakar kimia
yang berbentuk cairan, lakukan pembilasan dengan air mengalir.
Luka bakar kimia yang berbentuk serbuk kimia, lakukan
pembersihan denga cara menyapu atau menyikatnya dengan
hati-hati.
Pemasangan NGT:
Mengurangi nausea, mencegah aspirasi dan distensi abdomen,
luka bakar >20% luas permukaan tubuh, Nutrisi enteral dini,

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 114


Tutup dengan kain lembab yang bersih dan steril, Penggunaan
krim antibiotika sesuai dengan kebutuhan.
Perawatan Luka:
Jangan pecahkan bullae, jangan menyiram dengan air dingin,
penentuan untuk penutupan luka dengan skin graft, kultur,
pemakaian balut tekan, menurunkan jumlah kuman komensal:
pemberian ab untuk mengurangi flora patogen usus, pencucian
vagina, rambut : cukur, mulut : kumur-kumur atau sikat gigi,
bersihkan lubang hidung, telinga, mata: salep, kateter: maksimal
1 minggu, CPV: perawatan luka dan fiksasi, infus: cegah flebitis,
tracheostomi, ETT, cegah decubitus.
Luka Bakar Listrik
Aliran tegangan tinggi (>1000 volt), Luka masuk (lebih kecil) dan
luka keluar (lebih besar), Gangguan irama jantung monitor 24
sampai 48 jam pertama, Kerusakan syaraf, pembuluh darah, otot
dan tulang, Kadang disertai luka bakar (bunga api listrik),
myoglobinuria (diuresis ↑: 100 ml urine / hour, Mannitol: 25 g IV),
asidosis metabolik (menjaga perfusi adekuat, sodium
bikarbonat).
D. Stabilisasi dan Evakuasi
1. Pasien dengan luka bakar luas dan dalam harus
mendapatkan perawatan lebih intens yaitu dengan
merujuk ke RS yang memiliki fasilitas sarana pelayanan
luka bakar yang memadai.
2. Sebelum dilakukan transfer pasien, harus dilakukan
assessment
segera dan stabilisasi di rumah sakit yang terdekat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 115


3. Tata laksana awal mencakup survei primer dan sekunder
serta evaluasi pasien untuk kemungkinan rujukan.
4. Seluruh assessment dan tata laksana yang diberikan
harus dicatat sebelum dilakukan transfer pasien ke unit
luka bakar.
5. Lakukan komunikasi via telepon segera dengan unit
tujuan rujuk sebelum transfer pasien.
6. Sesuaikan dengan protokol rujukan masing- masing
rumah sakit.
E. Monitoring dan Evaluasi Luka Bakar
Monitoring tanda-tanda vital, jalan nafas, pernafasan, AGD,
foto thorax, sirkulasi, produksi urin (1/2 – 1 cc/Kg BB/jam).

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang luka bakar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 116


SEKARANG SAYA TAHU

A. Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber


panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui
konduksi dan radiasi elektromagnetik. Jadi luka bakar adalah
kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia,
elektrik maupun radiasi.
Fase luka bakar meliputi:
1. Fase awal: Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi.
2. Fase sub akut: proses inflamasi infeksi yang menimbulkan
sepsis.
3. Fase lanjut: kontraktur dan gangguan penampilan.
B. Luka bakar derajat 1: kerusakan terbatas pada epidermis, kulit
kering, hiperemik berupa eritema, tidak dijumpai bullae, nyeri,
sembuh spontan.
C. Luka bakar derajat 2: kerusakan meliputi epidermis dan dermis,
dijumpai bullae, nyeri, warna merah atau merah muda di
bedakan menjadi dangkal dan dalam.
D. Luka bakar derajat 3: kerusakan meliputi seluruh tebal dermis
dan lapisan lebih dalam, organ kulit rusak, warna pucat – putih,
tidak nyeri, dijumpai eskar (koagulasi protein), proses
penyembuhan lama, dibutuhkan graft, eskar melingkar di dada
menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks.
E. Penatalaksanaan
1. Airway: Bila ditemukan keadaan seperti tersebut diatas, harus
dicurigai adanya trauma inhalasi, memerlukan pertolongan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 117


segera dan penanganan definitif terhadap penyelamatan
jalan nafas dari sumbatan. Terdengarnya suara serak
(stridor), merupakan indikasi untuk segera melakukan
penyelamatan jalan nafas definitif sebelum terjadi sumbatan
akut jalan nafas yang akan mengancam nyawa pasien dalam
hitungan menit. Indikasi kecurigaan trauma inhalasi: sputum
bercampur karbon, luka bakar di muka, bulu-bulu di wajah
terbakar, sisa–sisa jelaga, hiperemis orofaring, Riwayat
didalam ruang tertutup.
2. Breathing: penilaian terhadap proses pernafasan sangat
penting setelah penyelamatan airway dilakukan, lepaskan
pakaian dan semua hal yang menghambat gerakan rongga
dada, berikan oksigen yang adekuat melalui sungkup atau
kanul.
3. Sirkulasi: setiap pasien dengan luka bakar berat, diatas 20%
perlu diberikan cairan infus. Pilih vena untuk memasang
jarum infus. pemasangan infus jangan di daerah yang terkena
luka bakar, kecuali terpaksa karena tidak ada derah lain yang
dapat dipasang. Pilih vena daerah ekstremitas atas terlebih
dahulu pada luka bakar yang cukup luas diatas 40 %.
Diperlukan Pemberian cairan menggunakan rumus Baxter
atau Parkland: 2 - 4 ml RL x BB Kg x % LLB
a. 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan.
b. 16 jam II diberikan 2 dari kebutuhan cairan.
F. Stabilisasi kondisi luka bakar yang sangat penting diperhatikan
adalah jalan napas, pernapasan dan kebutuhan cairan
(sirkulasi).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 118


G. Monitoring tanda-tanda vital, jalan nafas, pernafasan, AGD, foto
thorax, sirkulasi, produksi urin (1/2 – 1 cc/Kg BB/jam).

Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan MPI 5 Penetalaksanaan pasien
Akibat Trauma Kepala, Spinal, Thoraks, Abdomen,
Muskuloskeletal, dan luka Bakar.

Untuk meningkatkan kompetensi, Anda akan kami ajak untuk


melakukan skill site yang akan dibimbing oleh fasiltator dan
instruktur yang kompeten dan berpengalaman dalam dibidang
penatalaksanaan kegawatdaruratan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 119


REFERENSI

1. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008.


Advanced Trauma Life Suport for Doctor (ATLS) Chicago

2. National Association of Emergency Medical Technicians (U.S):


American College of Surgeons. 2020. PHTLS: Prehospital
Trauma Life Support 9th Edition.

3. Linda D urden dkk (2018) Critical Care Nursing: diagnosis and


management, 8th edition, Missouri, Elsevier

4. ANZBA. Emergency management of Severe Burns 17th end


2016, Albany Creek, Queesland

5. Ulya, Ikhda dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat


pada Kasus Trauma. Jakarta Selatan: Salemba Medika

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 120


Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1
MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 6
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN SIRKULASI
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… ii


A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….…………. 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….………….. 3
Materi Pokok …………………....……….……….. 4
B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 7
Materi Pokok 1 Gangguan Sirkulasi…………….. 8
Materi Pokok 2 Penilaian Awal Syok Hemoragi.. 24
Materi Pokok 3 Penatalaksanaan Gangguan
Sirkulasi…………………………. 34
Referensi ………………………………………………….. 42

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) ii


A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT
Penatalaksanaan awal syok di dunia, terutama di pelayanan gawat
darurat, memerlukan pemahaman yang menyeluruh tentang
patofisiologi, penilaian yang cepat, dan pengobatan yang
komprehensif serta tepat waktu. Sebuah pendekatan dengan
berbasis buku teks sangat membantu untuk pengelolaan syok.
Langkah pertama dalam penanganan syok pada pasien trauma
adalah mengetahui terlebih dahulu tanda dan gejalanya.
Pengenalan awal adanya syok agar tidak terlambat dalam
penanganan sangat penting. Tanda dan gejala awal gangguan
perfusi organ dan oksigenasi yang tidak adekuat, menunjukkan
pasien sudah mulai syok.
Langkah kedua adalah mencari penyebab syok, pada pasien trauma
kita lebih fokus pada mekanisme cedera. Pada pasien trauma
kebanyakan mengalami syok hipovolemiaa akibat adanya
perdarahan, tetapi ada kemungkinan pasien mengalami
kardiogenik, obstruktif, atau neurogenik syok, namun jarang yang
mengalami syok septik khususnya pada jam jam pertama. Misalnya,
tension pneumotoraks dapat mengurangi aliran balik vena dan
menghasilkan obstruktif. Tamponade jantung juga menyebabkan
obstruktif syok, karena darah dirongga pericardial yang
menghambat kerja jantung dan curah jantung.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan sirkulasi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan gangguan sirkulasi.
2. Melakukan penilaian awal syok hemoragi.
3. Melakukan penatalaksanaan gangguan sirkulasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Gangguan Sirkulasi.
2. Penilaian awal syok hemoragi.
3. Penatalaksanaan gangguan sirkulasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


MATERI POKOK 1
GANGGUAN SIRKULASI

Pendahuluan
Sistem sirkulasi atau peredaran darah adalah sistem yang mengatur
pemompaan darah yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan
hidup. Sistem ini juga bisa disebut sebagai sistem transportasi
karena sejalan dengan aliran darah, juga mengangkut zat-zat
maupun hormon yang dibutuhkan tubuh sehingga tersebar merata.
Peredaran darah manusia merupakan peredaran darah tertutup
karena darah yang dialirkan dari dan ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah dan darah mengalir melewati jantung sebanyak dua
kali sehingga disebut sebagai peredaran darah ganda yang terdiri
dari:
1. Peredaran darah pulmonalis/ kecil adalah peredaran darah
jantung ke paru-paru, lalu ke jantung kembali (ventrikel kanan –
arteri pulmonalis – paru-paru – vena pulmonalis – atrium kiri)
2. Peredaran darah sistemik/ besar adalah peredaran darah
jantung ke seluruh tubuh, lalu ke jantung kembali. (Ventikel kiri –
aorta – seluruh tubuh – vena kava – atrium kanan).

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan
gangguan sirkulasi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


Sub Materi Pokok
Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Anatomi dan fisiologis jantung, pembuluh darah dan darah
B. Definisi Syok
C. Patofisiologi Syok
D. Tahapan Syok
E. Jenis-jenis syok

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


Uraian Materi Pokok 1

Anda pasti sering mendengar istilah syok. Apakah syok


sama dengan perdarahan? Apa yang Anda ketahui tentang
syok? Pelajarilah mata pelatihan berikut ini dengan semangat
belajar yang tinggi ya!

Syok adalah kondisi berbahaya ketika tekanan darah menurun


secara drastis sehingga organ-organ dan jaringan tubuh tidak
mendapatkan aliran darah yang cukup. Kondisi ini biasanya
merupakan komplikasi dari penyakit atau kondisi lain. Ada
baiknya sebelum mempelajari lebih jauh mengenai syok, Anda
perlu memulainya dengan mereview kembali mengenai Anatomi
dan fisiologi jantung, pembuluh darah dan darah. Mari pelajari
anatomi dan fisiologis jantung, pembuluh darah dan darah
dengan semangat dan antusias di dalam sub pokok bahasan
berikut ini!

A. Anatomi dan Fisiologis Jantung, Pembuluh Darah dan Darah


Jantung terletak di dalam rongga dada di bagian mediastinum, di
antara paru-paru di balik tulang dada (sternum). Posisi jantung
berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri, jadi sekitar dua
pertiga jantung terletak di sebelah kiri. Bagian atas jantung lebih
luas dibandingkan dengan bagian dasar. Bagian ujung jantung
rmeruncing (berbentuk kerucut), tepat di atas diafragma.
Jantung mempunyai bagian-bagian, yaitu (1) Epikardium, adalah
lapisan terluar jantung yang tersusun atas perikardium. (2)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


Miokardium, tersusun atas otot jantung yang bertanggung jawab
atas gerak jantung, (3) Endokardium, adalah lapisan tipis bagian
dalam jantung yang berhubungan langsung dengan darah.
Jantung manusia terdiri dari empat ruang, yaitu dua serambi/
atrium dan dua bilik/ ventrikel.
Pembuluh darah jantung meliputi: (1) Vena kava superior,
mengalirkan darah yang kaya CO2 dari tubuh bagian atas ke
atrium kanan, (2) Vena kava inferior, mengalirkan darah yang
kaya CO2 dari tubuh bagian bawah ke atrium kanan, (3) Arteri
pulmonalis kanan, mengalirkan darah yang kaya CO2 dari
ventrikel kanan ke paru-paru kanan, (4) Arteri pulmonalis kiri,
mengalirkan darah yang kaya CO2 dari ventrikel kanan ke paru-
paru kiri (5) Vena pulmonalis kanan, mengalirkan darah yang
kaya O2 dari paru-paru kanan ke atrium kiri, (6) Vena pulmonalis
kiri, mengalirkan darah yang kaya O2 dari paru-paru kiri ke atrium
kiri, (7) Aorta, yaitu arteri terbesar, mengalirkan darah yang kaya
O2 dari ventrikel kiri ke seluruh tubuh.
Denyut jantung dimulai dari titik yang disebut nodus sinoatrial
(SA node) atau titik pacu jantung. Jantung berelaksasi dan darah
masuk ke jantung. Dari nodus sinoatrial, rangsangan denyut
jantung dilanjutkan ke titik yang disebut nodus atrioventrikular
(AV node). Nodus atrioventrikular menyebarkan rangsangan
melalui berkas His menuju ujung jantung. Selama 0,1 detik,
terdapat jeda dimana darah mengalir menuju ventrikel dan siap
berkontraksi. Rangsangan kemudian menyebar ke seluruh
bagian jantung melalui serabut Purkinje. Jantung berkontraksi
dan darah keluar dari jantung. Denyut jantung menghasilkan
denyut pembuluh darah dan tekanan darah. Tekanan darah

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


adalah gaya hidrostatik yang diberikan darah terhadap dinding
pembuluh darah yang menyebabkan darah dapat mengalir.
Tekanan darah terbagi dua: (1) Tekanan sistolik, terjadi ketika
jantung berkontraksi memompa darah. Tekanan sistolik normal
adalah 120 mmHg. (2) Tekanan diastolik, terjadi ketika jantung
berelaksasi menerima darah. Tekanan diastolik normal adalah
80 mmHg.
Pembuluh darah adalah pipa elastis yang menjadi bagian dari
sistem sirkulasi darah. Pembuluh darah berfungsi untuk
membawa darah dari jantung ke bagian tubuh lain atau
sebaliknya.
Ada tiga pembuluh darah utama yang terdapat di jantung, yaitu:
1. Arteri, membawa darah yang kaya akan oksigen dari jantung
ke bagian tubuh lainnya. Arteri memiliki dinding yang cukup
elastis sehingga mampu menjaga tekanan darah tetap
konsisten.
2. Vena, pembuluh darah yang satu ini membawa darah yang
miskin oksigen dari seluruh tubuh untuk kembali ke jantung.
Dibandingkan dengan arteri, vena memiliki dinding pembuluh
yang lebih tipis.
3. Kapiler, pembuluh darah ini bertugas untuk menghubungkan
arteri terkecil dengan vena terkecil. Dindingnya sangat tipis
sehingga memungkinkan pembuluh darah untuk bertukar
senyawa dengan jaringan sekitarnya, seperti karbon
dioksida, air, oksigen, limbah, dan nutrisi.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


Darah adalah jaringan ikat yang terspesialisasi sebagai tempat
sel-sel darah dengan matriks cair (plasma darah) dalam bentuk
koloid.
Darah adalah media transportasi utama yang mengangkut gas,
nutrisi dan produk limbah. Oksigen dari paru-paru diangkut darah
dan didistribusikan ke sel-sel. Karbondioksida yang dihasilkan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


oleh sel-sel diangkut ke paru-paru untuk dibuang setiap kali kita
menghembuskan napas. Darah juga mengangkut produk-produk
limbah lain, seperti kelebihan nitrogen yang dibawa ke ginjal
untuk dieliminasi. Selain itu, darah mengambil nutrisi dari saluran
pencernaan untuk dikirimkan ke sel-sel. Mengedarkan hormon
untuk mengatur fungsi tubuh, mengatur pH dan suhu tubuh, dan
melawan penyakit. Komponen darah meliputi:
1. Plasma darah. Plasma darah mengisi sekitar 55 persen dari
volume darah dalam tubuh. Tugas utama plasma darah
adalah mengangkut sel-sel darah untuk kemudian diedarkan
ke seluruh tubuh bersama nutrisi, hasil limbah tubuh,
antibodi, protein pembekuan darah, dan bahan kimia, seperti
hormon dan protein yang bertugas untuk membantu menjaga
keseimbangan cairan tubuh.
2. Sel darah merah (eritrosit). Sel darah merah bertugas
membawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh
tubuh. Sel darah ini juga bertugas mengangkut kembali
karbon dioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru untuk
dikeluarkan.
3. Sel darah putih (leukosit). Meski memiliki jumlah yang lebih
sedikit dibanding sel darah merah, sel darah putih
mengemban tugas yang penting. Sel darah putih
bertanggung jawab untuk melawan infeksi virus, bakteri, dan
jamur yang memicu perkembangan penyakit. Hal ini
disebabkan karena sel darah putih memproduksi antibodi
yang akan membantu memerangi zat asing tersebut.
4. Keping darah (trombosit). Trombosit memiliki peran
penting pada proses pembekuan darah (koagulasi) saat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


tubuh terluka. Tepatnya, trombosit akan membentuk
sumbatan bersama benang fibrin guna menghentikan
perdarahan sekaligus merangsang pertumbuhan jaringan
baru di area luka.

Nah, sekarang Anda telah mempelajari anatomi dan


fisiologi jantung, pembulu darah dan darah. Materi
selanjutnya akan membahas tentang definisi syok.
Silahkan Anda pelajari materi berikutnya. Selamat belajar!

Anda pasti sependapat bahwa Syok merupakan keadaan


gawat darurat yang membutuhkan diagnosis cepat agar
penanganannya dapat segera dilakukan. Untuk
penanganan syok pastikan Anda dapat mengetahui
kondisi syok dari gejala yang muncul, serta memeriksa
tanda-tanda klinis, seperti denyut jantung yang cepat dan
lemah, napas yang cepat, serta tekanan darah yang
rendah.

Tentu saja kompetensi dalam mendeteksi kondisi, gejala


dan tanda klinis terjadinya syok merupakai langkah yang
perlu dilakukan untuk memberikan penanganan awal yang
tepat dalam rangka memperbaiki kondisi pasien agar
menjadi stabil untuk mencegah kematian dan kecatatan.
Barulah setelah itu, pemeriksaan lanjutan akan dilakukan
untuk mendeteksi penyebab dan tipe syok yang diderita
oleh pasien yang kemudian pasien mendapatkan
penanganan yang lebih lanjut oleh tenaga Kesehatan yang
kompeten di pelayanan kesehatan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


Pada Sub pokok bahasan di bawah ini, Anda akan review
kembali mengenai defenisi, patofisiologi, tahapan dan
jenis syok untuk pemenuhan kompetensi dalam
penatalaksanaan gangguan sirkulasi yang tepat.

Mari belajar dengan semangat dan ajaklah rekan rekan lain


untuk berdiskusi mengenai kasus penanganan gangguan
sirkulasi di pelayanan kesehatan untuk menambah
khasanah belajar!

B. Definisi Syok
Syok adalah keadaan klinis dengan gejala dan tanda yang
muncul ketika terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen, dan hal ini menimbulkan terjadinya hipoksia
jaringan.
Mendiagnosis syok pada pasien trauma bergantung pada
temuan klinis dan tes laboratorium. Tidak ada tanda vital tunggal
dan tes laboratorium sendiri secara definitif dapat mendiagnosis
syok. Anggota tim trauma harus segera mengenali perfusi
jaringan yang tidak memadai dengan mengenali temuan klinis
yang sering terjadi pada pasien trauma.
Bila keadaan hipoksia jaringan ini tidak segera diatasi akan
mengakibatkan terjadinya kegagalan organ. Hal ini bukanlah
persoalan penurunan tekanan darah semata tetapi persoalan
tidak adekuatnya perfusi jaringan. Keadaan tidak adekuatnya
perfusi jaringan dapat terjadi pada setiap organ tubuh, seperti
terlihat pada daigram berikut:
Diagram 1: Gangguan perfusi jaringan dapat terjadi pada organ
tubuh

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


Gangguan Perfusi
Jaringan

Kulit Jantung Paru-paru Otak Ginjal

Selamat, sekarang Anda telah memahami mengenai


defenisi syok dan organ tubuh apa saja yang mengalami
masalah berupa kegagalan akibat gangguan perfusi
jaringan dari keadaan syok tersebut.

Selanjutnya Anda akan mempelajari mengenai patofisiologi


syok dari sub pokok bahasan di bawah ini!

C. Patofisiologi Syok
Secara patofisiologi syok merupakan gangguan sirkulasi yang
diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke
jaringan atau perfusi yang diakibatkan oleh gangguan
hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa
penurunan tahanan vaskuler sistemik terutama di arteri,
berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan
sangat kecilnya curah jantung.
Apabila tubuh kehilangan darah, respon awal tubuh akan
melakukan kompensasi. Kompensasi dari tubuh yang terjadi
adalah vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
visceral. Hal ini untuk menjamin aliran darah ke otak, jantung dan
ginjal tetap terjaga. Respon lain yang terjadi adalah peningkatan
denyut jantung (takikardia), ini sebagai usaha untuk menjaga

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


output jantung. Pelepasan katekolamin endogen meningkatkan
tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi.
Pada syok hemoragi yang masih awal, mekanisme kompensasi
hanya sedikit mengatur pengembalian darah. Pada tingkat
seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak adekuat
tidak mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk
metabolisme anaerob.

Selamat, sekarang Anda telah memahami mengenai


patofisiologi syok dan respon tubuh yang dialami jika
terjadi syok. Selanjutnya Anda akan mempelajari mengenai
tahapan terjadinya syok dari sub pokok bahasan di bawah
ini!

D. Tahapan Syok
Syok tahap lanjut yang ditandai oleh perfusi yang kurang ke kulit,
ginjal dan susunan saraf pusat (SSP) mudah dikenali. Namun
setelah masalah airway dan breathing teratasi, penilaian yang
teliti dari keadaan sirkulasi penting untuk mengenal syok secara
dini. Ketergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya
indikator syok akan menyebabkan terlambatnya diagnosis syok.
Ingat: mekanisme kompensasi tubuh dapat menjaga tekanan
darah sampai pasien kehilangan 30 % volume darah. Perhatian
harus diarahkan pada nadi, laju pernapasan, sirkulasi kulit dan
tekanan nadi, perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik.
Gejala paling dini adalah takikardi dan vasokontriksi perifer.
Dengan demikian, setiap pasien yang mengalami perdarahan
dengan denyut nadi mengalami takikardi dan kulit dingin

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


dianggap dalam keadaan syok. Kecepatan denyut jantung
tergantung pada usia. Dikatakan takikardi, bila denyut jantung
lebih dari 160x /menit pada bayi, lebih dari 140x/menit pada
balita, lebih dari 120x/menit anak usia sekolah, dan lebih dari
100x/menit pada orang dewasa.
Pemakaian pemeriksaan hematokrit atau kadar Hb tidak dapat
dipercaya, dan tidak dapat dipakai untuk mengukur kehilangan
darah, ataupun untuk diagnosis syok. Kadar hematokrit yang
rendah menunjukkan kehilangan darah dalam jumlah cukup
besar atau anemia yang sebelum trauma sudah ada. Sedangkan
hematokrit normal dapat saja terjadi walaupun sudah ada
kehilangan banyak darah.

Selamat, sekarang Anda telah memahami mengenai


tahapan syok serta mekanisme tubuh yang terjadi ketika
syok. Perlu diingat bahwa Anda perlu memberikan
perhatian pada mekanisme kompensasi tubuh yang terjadi
ketika mengalami syok. Bisakah Anda jelaskan kembali apa
saja yang perlu diperhatikan dalam menilai mekanisme
kompensasi tubuh tersebut? Tetap semangat dalam
menuntaskan belajar dari modul ini ya.

Selanjutnya Anda akan mempelajari mengenai jenis–jenis


syok dari sub pokok bahasan di bawah ini!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


E. Jenis–Jenis Syok
Syok diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu hipovolemiak,
kardiogenik, obstruktif, dan syok distributif.
Syok hipovolemiak terjadi ketika volume darah yang beredar
menurun seperti karena perdarahan, dehidrasi, dan kehilangan
gastrointestinal. Berkurangnya sirkulasi darah menyebabkan
gangguan preload, stroke volume, dan curah jantung. Curah
jantung yang keluar berkurang menyebabkan peningkatan
kompensasi resistensi vaskular sistemik.
Syok kardiogenik disebabkan oleh gagalnya fungsi pompa
jantung. Penyebab paling umum dari kardiogenik syok adalah
infark miokard. Kondisi lain termasuk aritmia, kardiomiopati, dan
penyakit katup jantung yang dapat menurunkan curah jantung.
Syok obstruktif disebabkan oleh kelainan anatomis atau
obstruksi fungsional sistem aliran kardiovaskular. Kedaaan ini
termasuk emboli paru, tamponade perikardial, tension
pneumotoraks, dan obstruksi arteri sistemik.
Vasodilatasi sistemik dan deplesi sekunder volume intravaskular
mengakibatkan syok distributif. Syok septik, jenis syok yang
paling umum, adalah jenis syok distributif. Syok neurogenik dan
anafilaksis juga termasuk dalam syok distributif. Beberapa jenis
syok dapat terjadi pada pasien. Misalnya, pasien dengan syok
septik mungkin diperumit oleh syok kardiogenik, yaitu
disebabkan oleh kardiomiopati yang diinduksi oleh stres.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


Tabel 1. Jenis Syok
Jenis Perubahan Penyebab
Hemodinamik
Perdarahan,
Menurunnya preload
kehilangan cairan GI,
Hipovelomik Meningkatnya SVR
kebocoran kapiler,
Menurunnya CO
luka bakar
Menurunnya preload
Infark Myocard,
Menurunnya
disritmia, gagal
Kardiogenik afterload
jantung, kelainan
Menurunnya SVR
katup jantung
Menurunnya CO
PE, pericardial
Menurunnya preload
tamponade, tension
Obstruktif Menurunnya SVR
pneumothorax, LV
Menurunnya CO
outlet obstruction
Menurunnya preload Septic shock,
Distributif Meningkatnya SVR anaphylactic shock,
Mixed CO neurogenic shock

CO cardiac output, GI gastrointestinal, SVR systemic vascular


resistance, MI myocardial infarction, PE pulmonary embolism, LV
left ventricle

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


SEKARANG SAYA TAHU

A. Memahami anatomi dan fisiologi jantung, pembuluh darah dan


darah sangat penting bagi seorang perawat gawat darurat. Hal
ini sangat berkaitan dengan diagnosa yang akan dibuat agar
tidak salah membuat diagnosa sehingga intervensi yang dibuat
juga benar.
B. Mengenali tanda dan gejala syok pada pasien dengan cepat
pada saat mengalami trauma sangatlah penting, sehingga
perawat dapat dengan segera menentukan tindakan berikutnya
dalam menangani pasien tersebut sesuai dengan masalah yang
mengancam nyawa.
C. Memahami fisiologi sistem sirkulasi serta perdarahan pada
pasien trauma sangatlah penting bagi perawat gawat darurat.
Dengan pemahaman dan pengetahuan yang baik terhadap
fisiologi syok maka dapat segera memberikan penangan yang
sesuai.
D. Syok yang terjadi pada pasien trauma tidak selalu dapat dikenali
dengan segara. Mekanisme kompensasi yang terjadi pada
tubuh bisa jadi memperlambat dalam menegakkan diagnosa
syok. Oleh karena itu pemeriksaan yang cermat dapat
membantu mengenali syok dengan cepat.
E. Untuk memudahkan dalam penangan syok dan penanganan
ditujukan pada penyebabnya, maka perawat gawat darurat perlu
mengetahui jenis-jenis syok. Jenis-jenis syok dikelompokkan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


menjadi 4, yaitu hipovolemia, kardiogenik, obstruktif dan
distributif.

Anda telah menyelesaikan MPI 6 Penatalaksanaan pasien


dengan gangguan sirkulasi. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari kembali modul dari awal ya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


MATERI POKOK 2
PENILAIAN AWAL SYOK
HEMORAGI
Pendahuluan
Orang dewasa rata-rata memiliki hampir 5 liter darah dalam
tubuhnya. Darah memiliki peran penting untuk mengalirkan oksigen,
nutrisi, hormon, dan berbagai komponen penting lainnya untuk
menjaga kesehatan Anda. Semua darah ini akan terus mengalir dari
jantung ke seluruh tubuh dan kemudian kembali lagi ke jantung
untuk diperbarui. Jalannya sirkulasi darah dalam tubuh diatur oleh
sebuah sistem bernama sistem kardiovaskular. Sistem peredaran
darah akan terus berjalan tanpa henti selama hidup di dunia.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
penilaian awal syok hemoragi

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Pengertian syok hemoragi
B. Tanda dan Gejala syok hemoragi
C. Pengkajian syok hemoragi
D. Kelas syok hemoragi
E. Kebutuhan cairan dan transfusi darah
F. Pemeriksaan darah, golongan darah, rhesus.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


Uraian Materi Pokok 2

Apakah syok hipovolemia sama dengan syok hemoragi. Apa


yang Anda ketahui tentang syok hemoragi? Pelajarilah mata
pelatihan berikut ini dengan semangat belajar yang tinggi ya!
Perlu Anda ketahui bahwa perdarahan dapat bersifat internal
dan/ atau eksternal, yang diakibatkan dengan terjadinya
trauma sebagai penyebab tersering. Pengaruh sistemik
akibat kehilangan darah berkaitan langsung dengan volume
darah yang keluar dari pembuluh darah. Untuk itu Anda perlu
memperhatikan ketika sebagian besar volume darah dalam
sirkulasi hilang, seperti pada trauma massif akan
meningkatkan resiko kematian bagi pasien.
Dalam pokok bahasan dibawah ini Anda akan mereview
kembali mengenai pengertian, tanda dan gejala, tehnik
pengkajian, klasifikasi kelas syok hemoragi, kebutuhan
cairan dan transfusi darah serta pemeriksanaan
laboratorium. Review tersebut sangat bermanfaat dalam
pemberian penatalaksanaan awal pada syok hemoragi yang
tepat.

A. Pengertian Syok Hemoragi


Perdarahan adalah penyebab syok yang paling umum setelah
cedera, dan hampir semua pasien dengan cedera multiple
memiliki beberapa derajat hipovolemiaa.
Syok didefinisikan sebagai hipotensi arteri akibat gangguan
curah jantung, kehilangan darah, atau penurunan resistensi
vaskular. Syok hemoragi adalah suatu kondisi kehilangan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


volume intravaskular secara cepat dan signifikan yang
menyebabkan penurunan perfusi jaringan sehingga suplai
oksigen dan nutrisi ke jaringan tidak adekuat.

B. Tanda dan Gejala Syok Hemoragi


Gejala syok hemoragi pada trauma terbagi tiga yaitu ringan,
sedang dan berat. Syok hemoragi yang sangat ringan hanya
memberikan gejala minimal yaitu napas sedikit lebih cepat dan
nadi sedikit lebih cepat. Syok hemoragi yang sedang akan
mengakibatkan gejala takikardi dan akral dingin. Pada keadaan
ini tekanan darah belum turun. Sedangkan pada syok hemoragi
yang berat, yaitu jumlah darah yang hilang lebih dari 30% volume
darah, tekanan darah sudah mulai turun.

C. Pengkajian Syok Hemoragi


Gangguan sirkulasi yang berat, sebagaimana dibuktikan oleh
kolapnya hemodinamik dengan perfusi yang tidak memadai dari
kulit, ginjal, dan sistem saraf pusat, merupakan cara sederhana
untuk mengenali syok. Setelah memastikan jalan napas paten
dan ventilasi yang adekuat, anggota tim trauma harus cermat
dalam mengevaluasi status peredaran darah pasien untuk
manifestasi awal syok, seperti takikardia dan vasokonstriksi
perifer.
Jika hanya mengandalkan tekanan darah sistolik sebagai
indikator syok maka hal ini akan mengakibatkan tertundanya
pengenalan kondisi syok, karena mekanisme kompensasi dapat
mencegah penurunan tekanan sistolik hingga 30% dari volume
darah pasien yang hilang. Perhatikan baik-baik frekuensi denyut

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


nadi, karakter nadi, frekuensi pernapasan, perfusi kulit, dan
tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan tekanan diastolik).
Pada kebanyakan orang dewasa respon fisiologis, takikardia dan
vasokonstriksi kulit adalah gejala awal yang khas terhadap
kehilangan volume darah.
Denyut jantung normal bervariasi tergantung usia usia.
Takikardia didiagnosis ketika detak jantung lebih dari 160 kali per
menit pada bayi, 140 kali per menit pada anak usia prasekolah,
120 kali per menit pada anak-anak sekolah usia pubertas, dan
100 kali per menit pada orang dewasa. Pasien lanjut usia
mungkin tidak menunjukkan takikardia karena terbatasnya
respon jantung terhadap stimulasi katekolamin atau penggunaan
obat secara bersamaan, seperti adrenergik beta bloker.
Kemampuan tubuh untuk meningkatkan denyut jantung juga
mungkin dibatasi oleh adanya alat pacu jantung. Tekanan nadi
yang menyempit menunjukkan kehilangan darah yang signifikan
dan keterlibatan mekanisme kompensasi.

D. Kelas Syok Hemoragi


Setiap pasien dengan perdarahan yang datang ke fasilitas
layanan kesehatan tentunya tidak sama jumlah kehilangan
darahnya, sehingga derajat syoknya juga berbeda beda. Untuk
itu ada suatu standar penilaian yang simpel dan mudah untuk
menentukan derajat atau kelas syok yang di buat oleh American
College of Surgeon (ACS).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


ACS membagi kelas perdarahan menjadi 4, dilihat dari tanda dan
gejala klinisnya:

Tabel. 2 Perkiraan Kehilangan Darah


KELAS – 1 KELAS - 2 KELAS - 3 KELAS – 4
Kehilangan
darah (% < 15 % 15% - 30 % 31% - 40% >40%
vol darah)
Denyut
< 100 100-120 121-140 >140
Nadi
Tekanan
Normal Normal Menurun Menurun
Darah
Tekanan
Normal Menurun Menurun Menurun
Nadi
Frekuensi
14– 20 20– 30 31– 40 >35
Napas
Produksi Tidak
>30 20 – 30 5 – 15
Urin berarti
GCS Normal Normal Menurun Menurun

Cardiac Output (CO) disebut juga jumlah volume darah yang di


pompa jantung per menit yaitu hasil dari Stroke Volume dikali
dengan Frekuensi denyut jantung (Heart Rate)
CO = HR x SV (Stroke Volume)
Stroke Volume adalah jumlah darah yang di pompa jantung
dalam setiap kali pompa, manusia dewasa sehat 70-80 ml. Heart
Rate adalah frekuensi denyut jantung permenit, normalnya
adalah 60 – 100 kali permenit, jika kurang dari 60 atau lebih dari
100 berarti tidak normal. Jika Stroke Volume menurun untuk
mempertahankan CO maka frekuensi meningkat, Stroke Volume
dipengaruhi oleh Estimasi Blood Volume (EBV).
EBV adalah perhitungan perkiraan atau estimasi volume darah
dalam tubuh manusia, perhitungan ini sangat penting.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


perhitungan tersebut didasarkan pada rumus 70 ml x berat badan
(BB).
Perhitungan EBV adalah untuk mengklasifikasi tingkat
pendarahan pada pasien setelah diketahui EBV, selanjutnya
dibandingkan dengan Estimasi Blood Losse (EBL). EBL adalah
perkiraan kehilangan darah seteleh pasien mengalami
perdarahan akibat trauma.

E. Kebutuhan Cairan dan Transfusi Darah


Jumlah cairan dan darah yang dibutuhkan untuk resusitasi sulit
diprediksi pada evaluasi awal pasien. Berikan bolus cairan
isotonik yang dihangatkan. Dosis biasa adalah 1 liter untuk orang
dewasa dan 20 mL/kg untuk pasien anak dengan berat badan
kurang dari 40 kilogram. Volume cairan resusitasi harus
berdasarkan respon pasien terhadap pemberian cairan,
mengingat bahwa jumlah cairan awal ini termasuk cairan apa pun
yang diberikan di pra-rumah sakit. Nilailah respon pasien
terhadap resusitasi cairan dan identifikasi bukti perfusi dan
oksigenasi jaringan organ. Amati respon pasien selama
pemberian cairan awal dan terapi dasar lebih lanjut.
Pemasangan infus dengan volume cairan yang besar dalam
upaya untuk mencapai tekanan darah normal bukanlah solusi
pengganti perdarahan. Pedoman umum untuk menetapkan
jumlah cairan dan darah yang mungkin dibutuhkan selama
resusitasi. Jika jumlah cairan yang dibutuhkan untuk memulihkan
atau mempertahankan perfusi organ dan oksigenasi jaringan
yang memadai melebihi perkiraan ini, nilai kembali situasi dan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


cedera yang belum dikaji serta kemungkinan penyebab syok
lainnya.

Tabel. 3 Respon Terhadap Resusitasi Awal Cairan


Respon Respon Minimal atau
Cepat Sementara tidak ada
respon
Tanda vital Peningkatan
sementara,
tekanan darah
Kembali Tetap tidak
menurun
normal normal
kembali,
peningkatan
denyut jantung
Estimasi Sedang dan
Minimal
kehilangan menuju (15%- Berat (.40%)
(<15%)
darah 40%)
Kebutuhan Sedang ke
Rendah Segera
darah tinggi
Persiapan Golongan
Transfuse
darah darah dan Jenis spesifik
segera
crossmatch
Kebetuhan Sangat
Mungkin mungkin
operasi mungkin
Kehadiran
dokter
ya ya ya
bedah
segera
Isotonic crystalloid solution, up to 1000 mL in adults; 20 mL/kg
in children

F. Pemeriksaan Darah, Golongan Darah, dan Rhesus.


Tujuan utama transfusi darah adalah untuk memulihkan
kapasitas volume oksigen intravascular. Packed Red Blood Cells
(PRBC) yang sepenuhnya cocok lebih dipilih, tetapi proses
pencocokan silang yang lengkap membutuhkan waktu sekitar 1

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


jam di sebagian besar bank darah. Untuk menstabilkan pasien
dengan cepat, PRBC crossmatched harus diperoleh dan tersedia
untuk transfusi ketika diperlukan.
Jika hasil pemeriksaan silang darah yang cocok tidak tersedia,
golongan O dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan
pendarahan masif. Untuk menghindari sensitifitas dan komplikasi
dimasa depan, PRBC Rh-negatif bisa dipertimbangkan untuk
perempuan usia subur. Begitu tersedia, penggunaan PRBC tipe
spesifik lebih disukai pada PRBC tipe O. Pengecualian untuk
aturan ini adalah ketika banyak pasien ataupun pasien tak
dikenal sedang dirawat secara bersamaan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


SEKARANG SAYA TAHU

A. Memahami pengertian dari syok sangatlah penting. Dengan


memahami pengertian syok secara benar, sebagai perawat
gawat darurat akan lebih mudah dalam membuat intervensi dan
evaluasi yang dilakukan.
B. Pasien yang mengalami syok, khususnya syok hemoragi akan
mengalami perubahan hemodinamik. Perubahan pola napas dan
frekuensi napas, denyut jantung, perfusi jaringan. Mampu
mengetahui tanda dan gejala syok dengan segera dapat segera
dilakukan intevensi, dengan demikian dapat dicegah terjadinya
syok lebih lanjut.
C. Melakukan pengkajian dengan cepat dan cermat pada pada
setiap pasien trauma yang datang ke instalasi gawat darurat,
sangat membantu untuk mengetahui dengan segera
kemungkinan adanya syok. Mekanisme kompensasi tubuh pada
saat terjadinya perdarahan kadang memperlambat pengenalan
adanya syok. Oleh karena itu diperlukan kemampuan yang baik
bagi seorang perawat gawat darurat dalam melakukan
pengkajian awal.
D. Untuk mempermudah penangan awal dan mencegah
keterlambatan dalam penanganan syok, perlu adanya
pengklasifikasian syok. American College of Surgeon (ACS)
telah membuat klasifikasi syok hemoragi menjadi 4 kelas, yaitu
syok kelas I, kelas II, kelas III dan kelas IV.
E. Dalam melakukan resusitasi cairan pada pasien yang mengalami
syok ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti cairan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


awal yang diberikan, jenis cairan, kemungkinan perlunya
transfuse darah. Oleh karena itu pengambilan sampel darah
untuk pemeriksaan golongan darah crossmatch sangat
diperlukan.
F. Pada saat pasien trauma yang mengalami syok perlu dilakukan
transfuse darah, maka sebagai perawat gawat darurat perlu
melakukan uji silang darah dan mengetahui golongan darah
pasien. Dengan demikian bila sewaktu waktu diperlukan
transfuse dapat segera melakukan permintaan ke bank darah.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


MATERI POKOK 3
PENATALAKSANAAN GANGGUAN
SIRKULASI
Pendahuluan
Tujuan resusitasi awal syok hemoragi adalah untuk mengurangi
atau menghentikan pendarahan yang sedang berlangsung, untuk
memulihkan volume darah sirkulasi yang efektif, dan untuk
mengembalikan perfusi jaringan. Protokol manajemen syok
hemoragi telah berkembang berdasarkan pengobatan pada pasien
trauma. Ada konsep penatalaksanaan untuk mengurangi kerusakan
lebih lanjut. Penatalaksanaan terhadap pasien dengan trauma
bertujuan untuk mengurangi kerusakan.
Pengenalan dini pasien dengan risiko tinggi bermanfaat untuk
pencegahan koagulopati, hipotermi, dan asidosis yang merupakan
tujuan utama dari damage control surgery (DCR).

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
penatalaksanaan gangguan sirkulasi.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
A. Penatalaksanaan awal
B. Menghentikan perdarahan
C. Resusitasi cairan
D. Pencegahan hipotermi
E. Monitoring dan Evaluasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


Uraian Materi Pokok 3

Apa yang Anda ketahui dalam penanganan awal syok


hemoragi? Apa saja yang perlu Anda perhatikan dalam
penanganan syok hemoragi? Apakah Anda mengetahui
bagaimana melakukan monitoring dan evaluasi pada
penanganan syok hemoragi? Pelajarilah mata pelatihan
berikut ini dengan semangat belajar yang tinggi ya!

Perlu Anda ketahui bahwa penatalaksanaan awal dari syok


hemoragi adalah dengan mengevaluasi sumber perdarahan,
menghentikan perdarahan, dan mengganti volume yang
hilang. Perdarahan akut akibat trauma merupakan penyebab
paling sering dari syok hemoragi

Untuk mendapatkan pemahaman yang baik dalam


penatalaksanaan gangguan sirkulasi akibat syok hemoragi,
maka dalam pokok bahasan dibawah ini Anda akan mereview
kembali mengenai penatalaksanaan awal, bagaimana
menghentikan perdarahan, pelaksanaan resusitasi cairan dan
tindakan pencegahan hipotermi. Review ini sangat bermanfaat
dalam pemberian penatalaksanaan pada syok hemoragi yang
tepat.

A. Penatalaksanaan Awal
Diagnosis dan penatalaksanaan harus dilakukan dengan
cepat. Untuk kebanyakan pasien gawat darurat akibat trauma

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


dilakukan terapi terhadap syok karena perdarahan, sampai
terbukti sebaliknya ataupun syok bukan karena perdarahan.
Pemeriksaan fisik ditujukan terhadap diagnosis kelainan yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian terhadap ABC.
Pencatatan data penting untuk monitoring lebih lanjut. Tanda
vital, jumlah urin dan tingkat kesadaran penting untuk dicatat.

1. Airway dan Breathing


Jalan napas dan pernapasan tetap merupakan prioritas
pertama, untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup.
Tambahan oksigen diberikan bila perlu untuk menjaga
tekanan O2 antara 80–100 mmHg.
2. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas utama adalah kontrol perdarahan luar, dapatkan
akses vena yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka eksternal biasanya dapat dikontrol
dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di
kepala, leher dan ekstremitas.
Perdarahan internal dalam rongga torak dan abdomen pada
fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan.
Pneumatic Anti Shock Garment (PASG) atau gurita dapat
dipakai mengontrol perdarahan pelvis dan ekstremitas
inferior, tetapi alat ini tidak boleh mengganggu pernapasan.
Pembidaian dan spalk atau traksi dapat membantu
mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
3. Disability/pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah
menentukan tingkat kesadaran, pergerakan bola mata dan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 34


reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan
untuk menilai perfusi otak.

4. Exposure/pemeriksaan menyeluruh
Setelah menentukan prioritas terhadap keadaan yang
mengancam nyawa, pasien gawat darurat dilepas seluruh
pakaian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh
mengenai kelainan yang ada, tetapi harus dicegah hipotermi.
5. Kateter Urin
Pemasangan kateter urin untuk memantau produksi urin dan
mengetahui balance cairan dalam tubuh pasien.
Pemasangan kateter urin memungkinkan untuk pemeriksaan
urin akan adanya hematuria, serta penilaian perfusi akan
hasil resusitasi cairan. Produksi urin diharapkan mencapai
0,5 ml/kgBB/jam untuk orang dewasa, dengan demikian
artinya keseimbangan cairan dalam tubuh tercukupi.
Sebelum dilakukan pemasangan kateter perlu diperhatikan
adanya kontra indikasi. Adanya darah pada orifisium uretra
eksternal (OUE) atau prostat yang tak teraba atau adanya
hematom pada skrotum, adalah kontra indikasi mutlak
pemasangan kateter urin.
6. Distensi gaster/ dekompresi
Distensi gaster kerap kali terjadi pada pasien gawat darurat
trauma, dan mungkin menyebabkan hipotensi. Keadaan ini
mempersulit terapi syok dan mungkin menyebabkan
aspirasi–suatu komplikasi yang mungkin fatal. Gastric tube
harus terpasang apabila diperlukan dan berfungsi baik.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


B. Menghentikan Perdarahan
Kontrol perdarahan adalah langkah paling penting untuk
pengelolaan syok hemoragi. Prioritas pengelolaan sirkulasi
meliputi pengendalian perdarahan ekternal, mendapatkan akses
intravena yang memadai, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar pada ekstremitas biasanya dapat
dikendalikan dengan penekanan langsung di tempat perdarahan.
Pada pasien yang banyak kehilangan darah dari ekstremitas
mungkin memerlukan torniquet khususnya pada luka amputasi.
Gurita dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan dari patah
tulang panggul. Prioritasnya penanganan adalah menghentikan
pendarahan, bukan menghitung volume cairan yang hilang.
Perdarahan internal dalam rongga torak dan abdomen pada fase
pra rumah sakit biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan.
Pneumatic Anti Shock Garment (PASG) atau gurita dapat dipakai
mengontrol perdarahan pelvis, tetapi alat ini tidak boleh
mengganggu pernapasan. Pembidaian dan spalk atau traksi
dapat membantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
C. Resusitasi Cairan
Cairan elektrolit yang isotonik dipakai pada awal resusitasi
adalah golongan kristaloid. Cairan jenis ini akan menambah
volume intra-vaskular lebih stabil karena akan mengisi cairan
inter-selular serta intra-selular. Dari penelitian yang sudah
dilakukan saat ini cairan Asering yang direkomendasikan
sebagai pilihan pertama, pilihan berikutnya adalah Ringer
Lactate. Cairan NaCl 0,9 % (normal saline) adalah pilihan
berikutnya, namun pada pemberian yang masif akan
mengakibatkan asidosis hiperkloremik, terutama apabila disertai

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 36


gangguan faal ginjal. Diberikan bolus secepatnya (loading/los
klem). Dosis adalah 1-2 liter untuk dewasa, dan 20cc/kg BB
untuk anak. Pengambilan sampel darah perlu dikakukan
sebelum cairan infus dipasang, sampel darah diperlukan untuk
pemeriksaan crossmatch serta rhesus. Pemeriksaan ini
diperlukan bila dari hasil pemeriksaan selanjutnya pasien
ternyata harus dilakukan tranfusi darah, sehingga petugas tahu
golongan darah dan rhesusnya. Pasien di observasi selama
pemberian cairan dengan di loading, dan keputusan pasien akan
untuk dilakukan tindakan selanjutnya harus didasarkan pada
respon pasien gawat darurat terhadap cairan.
D. Pencegahan Hipotermi
Hipotermi pada hemoragi syok mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, dan pasien dengan hipotermi
membutuhkan lebih banyak transfusi darah. Oleh karena itu
hipotermi harus dicegah, terutama jika pasien mengalami
hipotermi saat tiba di rumah sakit maka harus segera ditangani
dengan penggunaan penghangat darah di IGD. Cara paling
efisien untuk mencegah hipotermi pada semua pasien yang
sedang dilakukan resusitasi dengan kristaloid maka cairan itu
harus dihangatkan hingga 39°C (102,2°F) sebelum diberikan.
Hal ini dapat dicapai dengan menyimpan kristaloid dalam
penghangat atau memasukkannya melalui penghangat cairan
intravena. Darah tidak dapat disimpan dalam penghangat, tetapi
dapat dihangatkan melalui jalur penghangat cairan intravena.
E. Monitoring dan Evaluasi
Gejala dan tanda yang dipakai untuk diagnosis syok, juga dipakai
untuk menilai hasil resusitasi. Kembalinya tekanan darah,

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 37


tekanan nadi dan denyut nadi adalah tanda bahwa sirkulasi
membaik. Namun tanda di atas tidak menandakan perfusi organ.
Perbaikan kesadaran dan keadaan kulit menunjukkan perbaikan
perfusi, namun sulit dihitung. Yang paling baik adalah dengan
menghitung hasil urin perjam.
Terapi selanjutnya didasarkan pada respon pasien gawat darurat
terhadap resusitasi cairan. Dengan melihat respon pasien dapat
dikenali pasien gawat darurat yang perdarahannya lebih besar
dari pada yang diduga dan juga pasien gawat darurat yang
perdarahan masih berlangsung. Juga dapat dihindarkan
pemberian darah yang berlebih. Sangat penting untuk dapat
membedakan pasien gawat darurat dengan hemodinamik stabil
dan hemodinamik normal. Pasien gawat darurat yang
hemodinamik stabil dapat tetap takikardi, takipneu, dan oliguri,
jelas tetap dalam keadaan under perfused dan tidak cukup
resusitasi. Pasien gawat darurat hemodinamik normal
menunjukkan perfusi jaringan yang baik.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 38


SEKARANG SAYA TAHU

A. Fokus pertama dalam melakukan penatalaksanaan pasien


dengan gangguan sirkulasi adalah menghentikan proses
perdarahan yang sedang berlangsung, bukan menghitung
jumlah darah yang hilang.
B. Penatalaksanaan syok hemoragi meliputi hemostasis cepat dan
resusitasi seimbang menggunakan cairan kristaloid dan darah.
C. Pada pasien yang mengalami syok, pasian bisa mengalami
hipotermi, dimana keadaan ini sangat membahayakan nyawa
pasien. Pencegahan hipotensi sangat penting pada pasien yang
mengalami syok.
D. Setiap intevensi yang dilakukan untuk menangani syok, perlu
dilakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui hasil dari
resusitasi yang telah dilakukan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 41


REFERENSI

1. Advanced Trauma Life Support 10 edition, American College of


Surgeons Committee on Trauma, 2018.

2. Il Joon Suh, Essential of Shock Management, A scenario-based


approach, Springer, 2018.

3. Devi Buana AK, Anatomi Fisiologi dan Biokimia Keperawatan,


Pustaka Baru Press, 2017

4. Gaieski D, Mikkelsen ME. Definition, classification, etiology, and


pathophysiology of shock in adults. 2013.

5. Hooper N, Armstrong TJ. Hemorrhagic Shock. 2019.


https://www.ncbi.nlm.nih.
gov/books/NBK470382/#__NBK470382_dtls

6. Henry S, Brasel K, Stewart RM. ATLS Advanced Trauma Life


Support. 10th ed. United State: American College of Surgeons;
2018. p.46-59.

7. Intravenous fluid therapy in adults in hospital’, NICE clinical


guideline 174 December 2013. Last update December 2016.
Intravenous-fluid-therapy-in-adults-in-hospital-algorithm-poster-
set-191627821 (nice.org.uk)

8. Krisanty Paula, Manurung S dkk, Asuhan Keperawatan Gawat


Darurat, Trans Info Media, Jakarta, 2016.

9. Udeani J. Hemorrhagic Shock. 2018.


https://emedicine.medscape.com/article /432650-overview

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 42


10. Taghavi S, Askari R. Hipovolemiaac Shock. 2019.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513297/
https://www.uptodate.com/contents/definition-classification-
etiology-and-pathophysiology-of-shock-in-adults
https://www.researchgate.net/figure/Gambar-63-Peredaran-
Darah-Manusia-m-Pembuluh-darah-dapat-dibedakan-menjadi-
tiga-yaitu_fig2_336601791

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 43


MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 7
PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN
KARDIOVASKULER
DAFTAR ISI
Daftar isi ………………………………………………………….. ii
A. Tentang Modul Ini…………………………………………….. 1
Deskripsi Singkat…………………………………………… 2
Tujuan Pembelajaran ……………………………………… 5
Materi Pokok………………………………………………… 6
B. Kegiatan Belajar 7
Materi Pokok 1: Dasar-Dasar EKG……………………… 8
Materi Pokok 2: Langkah-Langkah Interpretasi EKG…. 24
Materi Pokok 3: Gambaran EKG normal……………….. 36
Materi Pokok 4: Gambaran EKG pasien dengan SKA... 50
Materi Pokok 5: Penggunaan Defibrillator……………… 59
Materi Pokok 6: Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Kardiovaskular Pada Pasien SKA Di
IGD……………………………………….. 65
Referensi……………………………………………………………….. 80

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) i


A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini membahas tentang sistem dasar-dasar EKG, langkah-


langkah interprestasi EKG, gambaran EKG normal, gambaran EKG
pasien SKA, penggunaan defibrillator dan penatalaksanaan
kegawatdaruratan jantung pada pasien sindroma koroner akut (SKA)
di IGD
EKG adalah grafik tentang aktivitas listrik jantung. Dimana pada
modul ini ada akan dibahas mengenai 3 dasar dalam EKG, meliputi;
sistem listrik jantung, anatomi jantung dan grafik. Membaca atau
menginterpretasikan EKG harus dilakukan secara sistematis dan teliti
sehingga EKG yang diinterpretasi menjadi tepat. Ada dua jenis EKG
yang sering dibuat yaitu EKG satu strip (EKG Lead II) dan EKG
lengkap (12 lead) secara umum pembacaan atau interpretsi sama,
hanya beberapa aspek yang berbeda. Pada EKG satu strip yang
harus diidentifikasi adalah ritme atau irama jantung, frekuensi
jantung, gelombang P, lebar PR Interval dan lebar kompleks
QRS.Untuk EKG 12 lead ditambah dengan mengidentifikasi aksis
jantung,segmen ST dan gelombang T.
Gambaran EKG normal (irama sinus ritme) adalah gambaran EKG
yang inisiasi impulsnya berasal dari SA nodal beberapa kriteria irama
EKG normal diantaranya irama teratur, frekuensi antara 60 – 100 x/
menit, setiap gelombang P selalu diiukti oleh kompleks QRS dan
semua bentuk gelombang sama, di sisi lain ada irama yang abnormal
yaitu irama diluar irama normal sinus ritme lazim disebut aritmia.
Aritmia bisa berupa gangguan hantaran impuls, gangguan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


pembentukan impuls atau keduanya baik dari atrium maupun dari
ventrikel.
Gambaran EKG SKA mempunyai karekteristik yang khas seperti
adanya perubahan pada segmen ST atau gelombang T baik itu
segmen ST elevasi maupun segmen ST depresi atau gelombang T
inversi.Gambaran EKG SKA diketahui sebagi gambaran EKG yang
berubah secara progresif dan evolutif karena EKG pada SKA dapat
dengan cepat berubah dalam hitungan jam bahkan menit, perubahan
ini disebabkan karena adanya iskhemia di otot miokardium yang
menyebabkan terlambatnya proses repolarisasi.
Defibrilator atau alat kejut listrik adalah stimulator detak jantung yang
menggunakan listrik dengan tegangan tinggi untuk memulihkan
korban serangan jantung atau henti jantung,selain berfungsi sebagai
stimulator detak jantung defibrilator juga dilengkapi monitor EKG dan
pada beberapa tipe dilengkapi modul pacu jantung yang dipasang
pada permukaan dada pasien (transkutan pace maker). Defibrilator
sangat efektif untuk mengatasi henti jantung dengan gambaran EKG
ventrikel fibrilasi atau ventrikel tanpa nadi sejauh waktu
penggunaannya bisa dilakukan dengan cepat atau segera setelah
kejadian henti jantung.
SKA adalah sekumpulan gejalan klinik yang terjadi sebagai akibat
dari berkurangnya pasokan oksigen ke otot-otot jantung atau
miokardium yang berlangsung secara mendadak. Kondisi ini
merupakan salah satu bentuk gangguan yang mengancam jiwa oleh
sebab itu tatalaksana harus dilakukan dengan cepat baik di pra
rumah sakit maupun di IGD.SKA dapat ditegakan atas tiga faktor
yaitu keluhan nyeri dada, perubahan EKG dan meningkatnya marka

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


jantung (enzim jantung). Dari hasil pemeriksaan EKG, SKA terdiri dari
tiga jenis yaitu angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard akut
tanpa elevasi segment ST (IMA NES) dan infark dengan elevasi
segment ST (IMA EST).

Sekilas tentang modul ini, tak kenal maka tak sayang, setelah kenal modul ini
Anda akan lebih siap mempelajari seluruh isi modul ini.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
penatalaksanaan kegawatdaruratan kardiovaskkuler

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan Dasar-Dasar EKG
2. Menjelaskan Langkah-Langkah Interpretasi EKG
3. Mengidentifikasi Gambaran EKG Normal dan Aritmia (Disritmia)
4. Mengidentifikasi Gambaran EKG Pasien dengan Sindroma
Koroner Akut (SKA)
5. Menjelaskan Penggunaan Defibrilator
6. Melakukan Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskular
pada Pasien SKA Di IGD

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Dasar - Dasar EKG
2. Langkah-Langkah Interpretasi EKG
3. Gambaran EKG Normal dan Aritmia (Disritmia)
4. Gambaran EKG Pasien dengan SKA
5. Penggunaan Defibrilator
6. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskular pada Pasien
SKA Di IGD

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


MATERI POKOK 1
DASAR-DASAR EKG
Pendahuluan
Jantung merupakan sistem elektromekanikal di mana sinyal untuk
kontraksi otot jantung terjadi akibat penyebaran arus listrik jantung di
sepanjang otot jantung yang berada pada seluruh permukaan
jantung. Aktivitas listrik jantung ini akan menghasilkan depolarisasi
atau kontraksi dan repolarisasi atau relaksasi sehingga terjadi aliran
darah baik ke sistem pulmonal maupun sistemik melalui ruang-ruang
jantung seperti atrium kiri, atrium kanan, ventrikel kiri dan ventrikel
kanan..
Impuls listrik jantung berasal dari sistem konduksi listrik jantung yang
terjalin dan terintegrasi secara sistematis.Listrik jantung utama
berasal dari sino atrial node ( SA node ) terletak di atrium kanan atas
dekat dengan muara vena cava superior.SA node merupakan sel
pacu jantung ( “pace maker cells” ) yang menghasilkan impuls antara
60-100 x/menit.
Dari SA node impuls dihantarkan ke atrium kanan dan kiri untuk
membuat depolarisasi (kontraksi) atrium.Selanjunya impuls akan
dihantarkan ke atrioventrikular node ( AV node ) yang merupakan
jembatan konduksi listrik antara atrium dan ventrikel ,AV node juga
bisa menghasilkan impuls walau jumlahnya lebih kecil dibandingkan
SA node yaitu antara 40 – 60 x/menit.dari AV node impuls listrik akan
dihantarkan ke HIS yang bercabang menjadi dua bagian yaitu cabang
berkas kanan ( bundle brach) dan kiri dan akan sampai ke serabut
Purkinje.( SP ).dan berakhir di miokardium SP juga mampu

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


mengeluarkan impuls dengan jumlah relatif kecil yaitu antara 20 –
40x/menit.
Aktivitas listrik jantung dapat direkam menggunakan alat
elektrokardiograf ( mesin EKG ) dan akan tergambar dalam grafik
yang dikenal dengan gambaran EKG atau “Elektrokardiogram” terdiri
dari beberapa unsur yaitu gelombang ,gelombang P,kompleks
QRS,gelombang T,PR interval dan segment ST.Penilaian grafik atau
gambar EKG harus berdasarkan pada kertas EKG yaitu kertas yang
berisi garis vertikal dan horisontal membentuk kotak-kotak dan
mempunyai nilai tersendiri seperti kotak yang mengarah ke garis
horisontal berfungsi untuk mengukur durasi atau lebar sebuah
gelombang sementara garis vertikal untuk mengukur voltase

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini,peserta dapat menjelaskan
dasar-dasar EKG

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Sistem Listrik Jantung
B. Anatomi Ruang-Ruang Jantung
C. Grafik EKG

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


Uraian Materi Pokok 1

Anda pasti pernah mendengar yang disebut sistem listrik


jantung? Anatomi jantung dan Grafik EKG? Mari! Pelajari materi
berikut ini dengan semangat belajar yang tinggi ya! Maka anda
akan menjadi lebih tahu.

A. Sistem Listrik Jantung


Jantung bekerja secara otomatis dan memiliki sel-sel pacemaker,
dimana ada 3 sel pacemaker utama yang harus diketahui yaitu:
SA Node, AV Node dan PurkinjeI.
1. SA Node
SA Node merupakan sekumpulan sel yang terletak di bagian
sudut kanan atas atrium kanan (muara vena cava superior)
ndengan ukuran panjang 10 - 20mm dan lebar 2 - 3mm .SA
node mengatur ritme jantung dan mengeluarkan impuls listrik
antara 60 -100X/menit dengan mempertahankan kecepatan
depolarisasi. SA Node mengawali siklus jantung ditandai
dengan sistol atrium, ketika impuls muncul di SA Node dan
melintasi melalui atrium, akan menyebabkan depolarisasi
atrium.
2. AV Node
AV Node terletak dekat interatrial septum bagian bawah, di
atas sinus koronarius dan dibelakang katup tricuspid, berfungsi
memperlambat kecepatan konduksi yang akan memberi
kesempatan atrium mengisi ventrikel sebelum sistol ventrikel

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


serta memproteksi ventrikel dari stimulasi berlebihan atrium.
AV node menghasilkan impuls 40-60x/menit
Impuls dari AV node akan melewati His bundel kemudian
tersebar di sepanjang bunde cabang kanan dan kiri untuk
menuju keseluruh ventrikel melalui serabut Purkinje dan akan
terjadi depolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
3. Serabut Purkinje
Serabut Purkinje merupakan sistem konduksi paling akhir
untuk mendepolarisasi ventrikel,mendapat impuls dari His
bundel melalui cabang berkas kanan dan kiri,serabut Purkinje
menghasilkan impul antara 20–40 x/menit.

Gambar 1 : Sistem Listrik Jantung

B. Anatomi Ruang- Ruang Jantung


Ruang-ruang jantung terdiri dari:
1. Atrium
Atrium kanan berfungsi menampung darah yang rendah
oksigen dari seluruh tubuh yang mengalir dari vena kava

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


superior dan inferior serta sinus koronarius yang berasal dari
jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel
kanan dan kiri selanjutnya keparu-paru.
Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari
paru-paru melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian
darah mengalir ke ventrikel kiri dan dipompakan keseluruh
tubuh melalui aorta. Di atrium kirilah terletak sumber; listrik
jantung yang utama yaitu SA Node dan AV Node.
2. Ventrikel
Ventrikel kanan berfungsi memompakan darah dari atrium
kanan keparu-paru melalui vena pulmonalis.
Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya
oksigen dari atrium kiri keseluruh tubuh melalui aorta. Aktivitas
atrium dan ventrikel saat kontraksi atau relaksasi dipengaruhi
oleh aktivitas listrik jantung keadaan ini sering disebut sebagai
elektromekanikal yaitu aktivitas listrik jantung yang membuat
gerakan mekanik pada otot-otot jantung.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


Gambar 2 : Anatomi ruang-ruang jantung

C. Grafik EKG
Untuk memudahkan kita memahami grafik atau kurva EKG, ada 3
hal yang harus di pahami yaitu: kertas EKG, nilai tiap kotak pada
kertas EKG, sadapan EKG
1. Kertas EKG
Kertas EKG merupakan pengetahuan dasar yang harus
dipahami sebelum belajar nilai normal EKG, agar lebih mudah
pahami dulu tiga hal di bawah ini;
a. Ukuran Kertas EKG
Kalau diperhatikan kertas EKG terkesan seperti kotak, ada
kotak kecil dengan ukuran 1 mm baik kesamping maupun
ke atas atau ke bawah, atau dapat dilihat seperti ada dua
garis yaitu garis horizontal untuk mengukur waktu atau
durasi suatu gelombang atau interval dan garis vertikal
untuk menentukan voltase atau tingginya sebuah
gelombang.

Gambar 3: Kertas EKG

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


b. Standar Perekaman EKG Internasional
Ada 3 hal yang yang harus dipahami terkait perekaman
EKG yaitu : kecepatan, voltase dan nilai tiap kotak.
1) Kecepatan
Kecepatan perekaman EKG yang standar Internasional
adalah 25 mm/detik, namun pada kondisi tertentu
kecepatan dalam perekaman EKG dapat diubah
menjadi 50 mm/detik, untuk itu hati – hati dalam
melakukan interpretasi EKG, karena nilai tiap kotak
menjadi berubah. Oleh sebab itu perhatikan keterangan
dibawah kerta EKG setelah melakukan perekaman.

Gambar 4 :Standar Kecepatan Perekaman EKG


2) Kalibrasi atau Voltase
Kalibrasi voltase standar adalah 10mm/mv artinya
setiap kotak kecil yang mengarah pada garis pertikal
mempunyai nilai 1mm atau 0,1 mv sama halnya
dengan kecepatan perekaman voltase juga dapat
diubah pada kondisi tertentu, misalkan jika gelombang
EKG sangat tinggi, menyebabkan gelombang yang di
lead atas dan bawah menjadi tumpang tindih, maka
voltase dapat dirubah menjadi 5mm atau 0,5mv ,atau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


diperbesar bila didapatkan gelombang yang kecil
dengan merubah voltase menjadi 20mm atau 2mv.

Gambar 5 : Standar Kalibrasi Perekaman EKG


c. Nilai tiap kotak pada kertas EKG
Dengan adanya standarisasi ukuran kertas EKG dan
standarisasi perekaman EKG secara internasional,
didapatkan nilai tiap kotak dari kertas EKG, adalah sebagai
berikut ;

Gambar 6 : Nilai Setiap Kota Pada Garis Horisontal

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


Gambar 7 : Nilai Setiap Kota pada Garis Vertikal
2. Sadapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektroda-
elektroda di kulit pada tempat-tempat tertentu. Lokasi
penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena
penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yg
berbeda. Tegangan selalu diukur antara dua elektroda,
Perbedaan potensial atau tegangan hanya disebabkan oleh
bagian depan yang merambat (baik depolarisasi atau
repolarisasi). Sel istirahat atau sel terdepolarisasi tidak
menimbulkan defleksi voltmeter. Voltmeter menunjukkan
defleksi positif jika titik voltase vector menuju kutub positifnya,
hasil akhir akan kita dapatkan grafik EKG pada kertas EKG.

Gambar 8 : Perekaman EKG dari Elektrode yang dipasang


Sumber :(Stroobandt, R. X., Barold, S. S., &Sinnaeve, 2016)

Dalam mempermudah memahami sandapan EKG cukup ingat


angka 3 karena sadapan EKG terdiri dari bipolar, sadapan
unipolar ekstremitas dan sandapan unipolar prekordial.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


Gambar 9 : Sandapan EKG

a. Sandapan Bipolar
Yaitu merekam perbedaan potensial dari dua elektroda,
sandapan ini ditandai dengan angka romawi ( I, II dan III ).
1. Lead I
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA)
dengan tangan kiri (LA) dimana tangan kanan
bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan (+).
2. Lead II
Merekam bedapotensial antara tangan kanan (RA)
dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan
(-) dan kaki kiriber muatan (+).
3. Lead III

Merekam bedapotensial antara tangan kiri (LA) dengan


kaki kiri (LF), dimana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki
kiri bermuatan (+).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


Gambar 10 : Sandapan Bipolar
b. Sandapan Unipolar Ektremitas
Merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas,
elektroda eksplorasi diletakan pada ekstremitas yg akan
diukur. Gabungan elektroda-elektroda pada ekstremitas
yang lain membentuk elektroda indiferen (potensial 0)
1. Lead aVR
Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA),
dimana tangan kanan bermuatan (+), tangan kiri dan
kaki kiri membentuk elektroda indiferen.
2. Lead aVL
Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana
tangan kiri bermuatan (+), tangan kanan dan kaki kiri
membentuk elektroda indiferen.
3. Lead aVF
Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana
kaki kiri bermuatan (+), tangan kanan dan kiri
membentuk elektroda indiferen.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


Gambar 11 : Sandapan Unipolar Ektremitas
c. Sandapan Unipolar Prekordial
Sadapan unipolar prekordial atau sadapan dada (chest
lead) merekam besar potensial listrik jantung dengan
bantuan elektroda eksplorasi yang ditempatkan di
beberapa dinding dada. Elektroda indiferen diperoleh
dengan menggabungkan ketiga elektroda ekstremitas.
Letak sadapan :
V1 : Ruang interkostal IV garis sternal kanan
V2 : Ruang interkostal IV garis sternal kiri
V3 : Pertengahanantara V2 dan V4
V4 : Ruang interkostal V garis midklevikulakiri
V5 : Sejajar V4 garis aksiladepan
V6 : Sejajar V5 garis aksilatengah

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


Gambar 12 : Sadapan unipolar precordial
(Modifikasi dari Stroobandt, R. X., Barold, S. S., & Sinnaeve, 2016)

Umumnya perekaman EKG lengkap dibuat 12 sadapan,


akan tetapi pada keadaan tertentu seperti pada sindroma
koroner akut (SKA) perekaman dibuat sampai 17 lead
dengan menambahkan V7,V8 dan V9 serta V3R dan V4R.

Gambar 13 : EKG Lead Kanan dan Posterior

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


Luar Biasa....Anda sekarang telah bisa mengerti
Materi pokok 1, silahkan melanjutkan pada materi pokok 2.....

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


SEKARANG SAYA TAHU

A. Sumber listrik utama dari sistem konduksi berasal dari SA


node (sel pace maker) yang menginisiasi atau memulai semua
impul listrik jantung untuk dihantarkan ke otot-otot jantung dari
SA Node akan dihasilkan impuls yang teratur sebanyak 60–
100x/menit dan akan menghasilkan depolarisasi serta
repolarisasi baik di atrium maupun ventrikel.
B. AV node merupakan jembatan konduksi listrik antara atrium
dan ventrikel berfungsi untuk menahan sesaat impuls dari SA
node sehingga mekanisme kontraksi di atrium tidak
bersamaan dengan kontraksi di ventrikel. AV node
mengeluarkan impuls sebesar 40–60 x/menit namun kontrol
tetap dilakukan oleh SA node jadi AV node tidak akan
mengeluarkan impuls listrik sejauh SA node masih berfungsi
dengan baik.
C. Impuls listrik yang berasal dari SA node kemudian dihantarkan
ke AV node dan akan berakhir di serabut Purkinje namun
perjalanan impuls ini harus melalui beberapa bagian dari sub
sistem konduksi listrik diantaranya adalah His bundle, sebelum
mencapai serabut purkinje, impuls listrik dari AV node akan
dihantarkan ke His bundle kemudian dari sini impuls akan
terus menjalar melalui dua cabang berkas (bundle brach)
kanan dan kiri dan berakhir di serabut purkinje untuk kemudian
membuat depolarisasi di seluruh ventikel baik kanan maupun
kiri. SP juga dapat mengeluarkan impuls listrik yang jumlahnya

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


20–40 X/menit dan merupakan sumber listrik yang paling kecil
yang dapat mengeluarkan impuls.
D. Jantung merupakan organ muskular yang berfungsi untuk
memompakan darah keseluruh tubuh, terdiri dari empat
ruangan yaitu atrium kanan dan kiri ,ventrikel kakan dan
kiri.Atrium kanan akan menerima darah dari seluruh tubuh
dengan kadar oksigen yang rendah melalui vena cava superior
dan inferior dan meneruskannya ke ventrikel kanan,
selanjutnya dipompakan ke arteri pulmonalis menuju paru-paru
untuk di oksigensisasi. Darah yang kaya dengan oksigen
selanjutnya akan masuk ke atrium kiri melalui vena pulmonalis
dan masuk ke ventrikel kiri untuk dipompakan keseluruh tubuh.
E. Grafik EKG yang biasa dilihat adalah merupakan hasil
perekaman aktivitas listrik jantung dipermukaan tubuh dengan
menggunakan mesin EKG. Grafik ini terdiri dari gambaran
depleksi negatif dan positif sebagai hasil dari aktivitas listrik
saat depolarisasi (kontraks) atau repolarisasi (relaksasi) yang
tergambar pada kertas EKG.Grafik EKG menggambarkan
sadapan jantung baik sadapan jantung yang berasal dari
sadapan ekstremitas maupun sadapan prekordial. Ada
ketentuan yang baku dan menjadi standar perekaman yang
bersifat universal ( internasional ) yaitu kecepatan perekaman
dan standar kalibrasi, dengan standar ini maka pembacaan
hasil EKG menjadi suatu yang baku dimanapun perekaman
dilakukan .

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


MATERI POKOK 2
LANGKAH-LANGKAH
INTERPRETASI EKG
Pendahuluan
EKG adalah alat bantu diagnosis berguna untuk melihat kelainan
irama jantung, atau kondisi kelainan jantung lainnya seperti
hipertropi,iskhemia,infark dan sebagainya oleh sebab itu
menginterprestasi EKG harus dilakukan secara teratur dan
sistematis sehingga hal-hal yang berhubungan dengan kelainan
irama (aritmia) atau kelainan jantung lainnya dapat teridentifikasi
dengan baik. Ada dua jenis perekaman EKG yang sering dibuat,
pertama EKG strip atau EKG yang dibuat pada satu lead saja (lead
II) dan EKG lengkap yaitu EKG yang dibuat pada seluruh sadapan
(EKG 12 lead).
Interpretasi EKG satu lead dan EKG 12 lead mempunyai prinsip
yang sama yaitu dengan membaca irama atau rithme jantung,
frekuensi jantung (heart rate), mengidentifikasi gelombang P,
mengukur PR interval dan lebar kompleks QRS (durasi QRS) untuk
EKG 12 lead ditambah dengan menentukan aksis, mengidentifikasi
gelombang T, segment ST dan gelombang Q phatologis, serta
mengidentifikasi adanya pembesaran jantung baik di atrium atau
ventrikel serta mengidentifikasi ada tidaknya blok cabang berkas
(bundle branch block/BBB).
Dengan tahapan atau langkah-langkah ini maka pembacaan EKG
menjadi persisi dan bisa menjadi petunjuk untuk mengetahui
kelainan sistem kardiovaskular.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
langkah-langkah interpretasi EKG

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


Uraian Materi Pokok 2

LANGKAH–LANGKAH INTERPRETASI EKG


A. Menentukan Irama
Yaitu cara untuk menilai keteraturan irama jantung. Caranya
adalah dengan menilai atau menghitung jarak antara gelombang
R ke gelombang R berikutnya.Bila jarak gelombang sama maka
irama tersebut teratur tetapi bila sebaliknya jarak antara
gelombang R ke R berikutnya berbeda maka irama tersebut tidak
teratur. Ada 3 cara dalam menentukan irama yaitu menggunakan
penggaris kertas kosong, menghitung kotak besar dan
menghitung kotak kecil.
1. Menggunakan Penggaris Kertas Kosong
Cara nya tempelkan penggaris kertas kosong pada grafik EKG
yang akan dinilai, kemudian berikan tanda puncak gelombang
R sebanyak 2 atau 3, selanjutnya geser kertas kosong ke
grafik berikutnya kemudian dinilai apakah setiap puncak
gelombang R sama dengan dengan tanda yang ada pada
kertas kosong.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


Gambar 14. Menilai Irama dengan Kertas Kosong

2. Menilai Jarak Dari Gelombang R Ke Gelombang R Berikutnya


menggunakan kotak besar (KB)
3. Menilai Jarak Dari Gelombang R Ke Gelombang R Berikutnya
menggunakan kotak kecil (KK)

Gambar 15. Menilai Irama dengan Kotak Besar dan Kotak Kecil
B. Menghitung Frekuensi Jantung
Dalam menghitung frekuensi jantung juga ada 3 cara yaitu:
menggunakan kotak besar, kotak kecil dan menghitung komplek
QRS dalam 6 detik.

Gambar 16. Menghitung Frekuensi Jantung

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


C. Menilai Gelombang P
Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium.
(Stroobandt, R. X., Barold, S. S., & Sinnaeve, 2016).
Gelombang P adalah defleksi positif pertama pada kurva EKG,
yang dihasilkan dari depolarisasi atrium. Ada 3 hal yang harus
diperhatikan dalam menilai gelombang P. Pertama, selalu defleksi
positif di lead II dan negatif di lead aVR, dengan tinggi ≤ 0,3 mv
atau 3 KK, lebar ≤ 0,12 detik atau 3 KK. Kedua, memiliki bentuk
dan jarak yang sama dengan gelombang P yang lainnya.Ketiga,
perbandingan gelombang P dan kompleks QRS adalah satu
banding satu.
Ada empat langkah menilai gelombang P. Pertama, apakah
gelombang P memiliki defleksi positif atau di atas garis
isoelektrik? Gelombang P normal defleksi positif atau tegak lurus.
Kedua, apakah semua gelombang P sama ?. Gelombang P
normal konsisten dalam bentuk di seluruh strip. Ketiga,
bagaimana bentuk gelombang P? Gelombang P normal berbentuk
bulat. Bentuk gelombang P lainnya dapat berlekuk, bertenda,
terbalik, atau diratakan. Keempat, berapa rasio gelombang P ke
kompleks QRS? Rasio normal gelombang P ke kompleks QRS
adalah satu banding satu (Jenkins, 2010)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


Gambar 17. Jenis-Jenis Gelombang P
D. Menghitung Durasi (Lebar) Kompleks QRS
Komplek QRS mewakili durasi depolarisasi ventrikel. Durasi
singkat dari komplek QRS menunjukkan bahwa depolarisasi
ventrikel biasanya terjadi sangat cepat (0,06 hingga 0,10 detik).
Kompleks QRS dimulai pada permulaan gelombang Q dan
berakhir pada titik akhir gelombang S (Stroobandt, R. X., Barold,
S. S., & Sinnaeve, 2016).
Komplek QRS dapat diukur dengan menandai awal gelombang Q
ke awal gelombang S, komplek QRS normal kurang dari 0,12
detik (Jenkins, 2010). Komplek QRS adalah terdiri dari 3
gelombang yaitu gelombang Q,R dan S, Komplek QRS
merupakan hasil dari depolarisasi ventrikel, cara menilai komplek
QRS yaitu dimulai dari awal komplek QRS sampai akhir komplek
QRS, karena komplek QRS tidak selalu lengkap ada gelombang
Q, gelombang R dan gelombang S, minimal ada 1 atau lebih dari
gelombang Q,R dan S. normal komplek QRS adalah 0,06 hingga
0,12 detik, sedangkan untuk tinggi tergantung lead (Modifikasi
Penelitian Untuk Metode angka 3).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


Gambar 18 : Jenis-Jenis Komplek QRS
E. Mengidentifikasi Gelombang Q
Gelombang Q adalah defleksi ke bawah pertama dari kompleks
QRS dan diikuti oleh gelombang R ke atas (Stroobandt, R. X.,
Barold, S. S., & Sinnaeve, 2016). Sedangkan menurut (Jenkins,
2010) gelombang Q Dalam sadapan II, gelombang Q adalah
defleksi ke bawah dari garis isoelektrik yang berlangsung kurang
dari 0,04 detik dan kurang dari sepertiga ukuran gelombang R.
Jadi dapat disimpulkan gelombang Q adalah defleksi negatif
pertama pada komplek QRS, dengan nilai normal lebar <0.04
detik dan dalamnya ≤1/3 tinggi gelombang R (Modifikasi
Penelitian Untuk Metode angka 3).

Gambar 18. Gelombang Q

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


F. Mengidentifikasi Gelombang R
Gelombang R adalah defleksi ke atas pertama dari kompleks QRS
dan diikuti oleh gelombang S ke bawah. Sedangkan Interval RR
dimulai pada puncak satu gelombang R ke puncak gelombang R
berikutnya dan mewakili waktu antara dua kompleks QRS.
Pengukuran ini berguna dalam menghitung detak jantung
(Stroobandt, R. X., Barold, S. S., & Sinnaeve, 2016). Sedangkan
menurut Jenkins (2010), Gelombang R adalah bentuk gelombang
positif atau ke atas pertama setelah gelombang P.
Dapat disimpulkan gelombang R adalah defleksi positif pada
kompleks QRS. Gelombang R umumnya positif di lead I,II,V5 dan
V6. Di lead AVR, V1,V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada
(Modifikasi Penelitian Untuk Metode angka 3).
G. Mengidentifikasi Gelombang S
Gelombang S adalah Gelombang S adalah defleksi ke bawah
yang didahului oleh defleksi ke atas (Stroobandt, R. X., Barold, S.
S., & Sinnaeve, 2016). Sedangkan menurut Jenkins (2010),
gelombang S adalah bentuk gelombang berikutnya setelah
gelombang R.
Dapat disimpulkan gelombang S adalah defleksi negatif setelah
gelombang R. Di lead aVR dan V1 gelombang S terlihat dalam
dari V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang
(Modifikasi Penelitian Untuk Metode angka 3).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


Gambar 19. Komplek QRS Pada Lead Prekordial
H. Mengidentifikasi Gelombang T
Gelombang T mewakili repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
(Stroobandt, R. X., Barold, S. S., & Sinnaeve, 2016). Gelombang
T defleksi positif pada lead yang dengan gelombang R tegak,
perubahan dalam konfigurasi gelombang T dapat dilihat dari
ketidakseimbangan elektrolit, obat-obatan, dan masalah paru dan
jantung. Sebagai contoh, peningkatan level kalium dapat
menyebabkan gelombang T menjadi lancip; sementara pada
iskemia miokard, gelombang T menjadi isoelektrik, bifasik dan
inverted.
Jadi disimpulkan gelombang T adalah defleksi positif terakhir pada
kurva EKG normal yang merupakan gambaran proses repolarisasi
ventrikel kanan dan kiri, gelombang T positif di lead I, II, V3
sampai V6 dan terbalik di aVR, jika gelombang T kebawah disebut
inverted dan jika tinggi dan lancip menandakan kelebihan kalium
(Modifikasi Penelitian Untuk Metode angka 3).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


Gambar 20. Jenis-Jenis Gelombang T
I. Menghitung PR Interval
Interval PR dimulai pada awal gelombang P dan berakhir pada
awal kompleks QRS. Interval ini mewakili waktu yang dibutuhkan
oleh impuls jantung untuk mencapai ventrikel mulai dari SA node
dan atrium kanan.Disebut interval PR karena gelombang Q sering
tidak ada. Nilai normal adalah antara 0,12 dan 0,20 detik.
Jadi Interval PR adalah waktu yang dibutuhkan dari SA Node dan
atrium kanan untuk mencapai ventrikel melewati AV Node, cara
mengukurnya dari awal gelombang P hingga awal komplek QRS,
tip memahami nilai normalnya inga tangka 3 karena berkisar
antara 0,12 s.d 0,20 detik atau 3 hingga 5 KK (Modifikasi
Penelitian Untuk Metode angka 3).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


Gambar 21. Jenis-Jenis PR Interval
J. Mengidentifikasi Segmen ST
Segmen ST dimulai pada titik akhir gelombang S dan berakhir
pada permulaan gelombang T, yang berlangsung 0,08 hingga
0,12 detik. Selama segmen ST, atrium rileks dan ventrikel
berkontraksi tetapi tidak ada listrik yang dicatat. Aktivitas listrik
tidak terlihat sehingga segmen ST biasanya isoelektrik.
Perubahan pada segmen ST dapat mengindikasikan adanya
iskemia atau injuri (infark akut) miokard.
Jadi segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal
gelombang T, segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead
prekordial bervariasi dari -0,5 sampai + 2 mm. untuk menentukan
adanya perubahan segmen ST, pahami J pont seperti gambar
dibawah ini (Modifikasi Penelitian Untuk Metode angka 3).

Gambar 21. Jenis-jenis ST Segment

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 34


SEKARANG SAYA TAHU
EKG merupakan salah satu pemeriksaan non invasif yang dapat
membantu menegakan diagnosis terutama mengidentifikasi adanya
kelainan irama jantung atau aritmia atau serangan jantung akut.
Perekaman EKG yang baik harus dilakukan dengan standar
perekaman internasional dan tahapan interpetasi dilakukan secara
teliti sehingga kelainan yang berhubungan dengan gangguan jantung
dapat diidentifikasi dengan tepat. Langkah-langkah tersebut
diantaranya adalah menilai irama, menghitung frekuensi,
mengidentifikasi gelombang P, kompleks QRS, gelombang T dan
segment T dengan langkah-langkah tersebut kelainan sistem
kardiovaskular khususnya adalah kelainan irama jantung dapat
didiagnosis dengan tepat.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


MATERI POKOK 3
GAMBARAN EKG NORMAL
DAN DISRITMIA (ARITMIA)
Pendahuluan
EKG normal adalah gambaran yang berasal dari sistem konduksi
yang dimulai dari SA node dilanjutkan ke AV node dan berakhir di
serabut Purkinje, gambaran EKG normal dikenak juga sebagai irama
normal sinus rithme (NSR), karakteristik NSR adalah irama teratur
frekuensi 60–100 x/menit setiap gelombang P selalu diikuti oleh
kompleks QRS dan gelombang T dan semua gelombang mempunyai
bentuk yang sama.
Aritmia atau disitmia adalah gangguan irama jantung yang
disebabkan oleh karena adanya gangguan pembentukan
impuls,gangguan hantaran impuls atau keduanya. Disritmia banyak
jeninya bisa berasal dari SA node, AV node, serabut Purkinje atau
bagian-bagian lain di jantung seperti dari atrium atau ventrikel.
Aritmia lethal dikenal juga sebagai aritmia yang mengancam jiwa
adalah bentuk aritmia yang memerlukan tindakan segera karena
apabila tidak dilakukan tindakan maka akan berakibat teranyamnya
jiwa penderitanya,aritmia lethal umumnya adalah bentuk aritmia
takhikardia yang berasal dari ventrikel seperti ventrikel fibrilasi,
ventrikel takhikardia atau asistol.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat mengidentifikasi
gambaran EKG normal dan disritmia.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 36


Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok tiga :


A. Gambaran EKG Normal
B. Disritmia (Aritmia)
C. Disritmia (Aritmia) “Lethal”

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 37


Uraian Materi Pokok 3

Nach...setelah Anda tahu langkah–langkah interpretasi EKG,


sekarang Anda bisa belajar gambaran EKG normal & aritmia
(disritmia) ....Tetap semangat, mari! Pelajarilah materi berikut
ini...
A. Gambaran EKG Normal
EKG normal merupakan gambaran proses listrik yang terjadi
pada atrium dan ventrikel. EKG normal terdiri dari gelombang P,
O, R, S dan T serta, beberapa interval dan segmen.
EKG normal atau normal sinus rithme (NSR) adalah gambaran
EKG dimana impuls berasal dari SA node dihantarkan ke atrium
kanan dan kiri kemudian impuls berlanjut ke AV node melalui
serabut inter nodal dan dihantarkan lagi ke serabut Purkinje
melalui serabut cabang berkas kanan dan kiri dan berakhir di
ventrikel.
Irama EKG yang tidak memenuhi kriteria normal sinus rithme
disebut dengan aritmia atau disritmia.
Berikut karakteristik EKG sinus rithme:
Irama : Teratur
Frekuensi (HR) : 60 – 100 kali/menit
Gelombang P : Normal, setiap gelombang P diikuti
gelombang QRS, dan T
Interval P : Normal (0,12 – 0,20 detik)
Gelombang QRS : Normal (0,08 – 0,12 detik)
Semua gelombang sama.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 38


Gambar 22. Sinus Rithme
B. Disritmia (Aritmia)
Aritmia (disritmia) adalah kelainan irama jantung pada laju atau
irama detak jantung yang berdetak terlalu cepat, terlalu lambat,
atau dengan ritme yang tidak teratur. Secara garis besar aritmia
dibagi menjadi dua bagian yaitu gangguan pembentukan dan
gangguan hantaran. Pada saat ini kita akan membahas aritmia
yang berasal dari SA Node dan yang berasal dari serabut
purkinje
1. Aritmia yang berasal dari SA Nodal
a) Sinus Bradikardia
• Irama : Teratur
• Frekuensi (HR) : ≤ 60 kali/menit
• Gelombang P : Normal, setiap gelombang P diikuti
gelombang QRS, dan T
• Interval P : Normal (0,12 – 0,20 detik)
• Gelombang QRS : Normal (0,08 – 0,12 detik)
• Semua gelombang sama

Gambar 23. Sinus Bradikardi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 39


b) Sinus Takhikardi
• Irama : Teratur
• Frekuensi (HR) : ›100 kali/menit
• Gelombang P : Normal, setiap gelombang P diikuti
gelombang QRS, dan T
• Interval P : Normal (0,12 – 0,20 detik)
• Gelombang QRS : Normal (0,08 – 0,12 detik)
• Semua gelombang sama

Gambar 24. Sinus Takhikardi


c) Sinus Aritmia
• Irama : Tidak Teratur
• Frekuensi (HR) : 60 – 100 kali/menit
• Gelombang P : Normal, setiap gelombang P diikuti
gelombang QRS, dan T
• Interval P : Normal (0,12 – 0,20 detik)
• Gelombang QRS : Normal (0,08 – 0,12 detik)
• Semua gelombang sama

Gambar 25. Sinus Aritmia

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 40


2. Aritmia yang berasal dari Ventrikel
a) Idioventrikular Rithme
• Irama : Teratur
• Frekuensi (HR) : 20 – 40 kali/menit
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval P : Tidak ada
• Gelombang QRS : Lebar (› 0,12 detik)
• Semua gelombang sama

Gambar 26. Idioventricular Ritme

b) Idioventrikular akselerasi
• Irama : Teratur
• Frekuensi (HR) : 40 – 100 kali/menit
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval P : Tidak ada
• Gelombang QRS : Lebar (› 0,12 detik)
• Semua gelombang sama

Gambar 27. Idioventricular Akselerasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 41


c) Ventrikel Takikardi
• Irama : Teratur
• Frekuensi (HR) : › 100 kali/menit
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval P : Tidak ada
• Gelombang QRS : Lebar (› 0,12 detik)
• Semua gelombang sama

Gambar 28. Ventricular Takikardi

d) Ventrikel Fibrilasi
• Irama : Tidak Teratur
• Frekuensi (HR) : › 350 kali/menit
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval P : Tidak ada
• Gelombang QRS : Lebar (bervariasi)
• Semua gelombang sama

Gambar 29. Ventricular Fibrilasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 42


C. Aritmia (Disritmia) Lethal
Secara klinis aritmia dibagi menjadi tiga kategori yaitu aritmia
minor adalah kelainan irama jantung yang tidak menyebabkan
gangguan curah jantung dan tidak merlukan therapi bahkan bisa
menghilang dengan sendirinya, kedua aritmia mayor yaitu
aritmia yang menyebabkan gangguan curah jantung serta
memerlukan pengobatan segera dan ketiga aritmia yang
mengancam jiwa atau aritmia lethal yang itu aritmia yang
memerlukan pengobatan segera bahkan memerlukan tindakan
resusitasi.
Henti jantung (cardiac arrest) adalah keadaan terhentinya aliran
darah dalam sistem sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat
terganggunya efektivitas kontraksi jantung saat sistolik. Secara
klinis, keadaan henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi
dan tanda-tanda sirkulasi lainnya. Saat terjadi Henti jantung
terdapat beberapa irama EKG yang dapat kita identifikasi, yaitu:
1. Fibrilasi ventrikel / ventricular fibrillation (VF)
2. Takikardia ventrikel tanpa nadi/pulseless ventricular
tachycardia (pVT)
3. Asistole
4. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Sebagai petugas yang bertugas dalam menangani penderita
yang mengalami henti jantung diwajibkan untuk mengetahui jenis
dari irama EKG yang dapat diidentifikasi saat henti jantung
terjadi sehingga petugas dapat menentukan tindakan
selanjutnya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 43


Macam–Macam Aritmia Lethal
1. Ventrikel Fibrilasi (VF)
Aritmia yang sangat mengancam dimana sumber
impulsnya berasal dari ventrikel yang sangat cepat dan
tidak teratur, aritmia ini tidak disertai adanya nadi atau henti
jantung sehingga memerlukan tindakan resusiatasi dan
defibrilasi yaitu tindakan kejut listrik menggunakan
defibrilator dengan energi yang tinggi, jika dengan
defibrillator monofasik 360 joule, sedangkan defibrillator
bifasik 120-200 joule.
Ventrikel Fibrilasi merupakan kasus terbanyak yang sering
menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini
jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, dimana
jantung hanya mampu bergetar saja, sehingga keadaan ini
dapat segera membawa kematian. Keadaan ini sering kali
didahului dengan adanya Takhikardi Ventrikel. Pada kasus
ventrikel fibrilasi tindakan yang harus segera dilakukan
adalah DC shock atau defibrilasi, jangan menunda tindakan
hanya karena sebab lain seperti pemasangan infuse dan
lain sebagainya, dan tindakan ini sama seperti yang
dilakukan pada ventrikel takhikardi tanpa nadi. Oleh karena
gawatnya keadaan ini DC shock/defibrilasi yang tersedia
haruslah terpasang pada modus unsynchronized, sehingga
dapat digunakan segera. Untuk kriteria ventrikel fibrilasi
dapat dilihat pada gambar 29.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 44


2. Ventrikel Takhikardia (VT)
Mekanisme penyebab takhikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls)
ataupun akibat adanya gangguan konduksi. Takhikardi
ventrikel dapat berasal dari bawah percabangan berkas his
sepanjang jalur konduksi tersebut, otot jantung, ataupun
gabungan dan keduanya. Keadaan ini biasanya didahului
dengan timbulnya irama ekstra systole lebih dari 3 buah.
Takhikardi ventrikel dapat berlangsung dengan gangguan
hemodinamik atau tanpa gangguan hemodinamik. Pada
keadaan dimana terjadi takhikardi ventrikel dengan keadaan
hemodinamik stabil pemilihan terapi secara medika mentosa
dengan obat-obat anti arithmia intra vena lebih diutamakan.
Pada kasus-kasus dimana terjadi takhikardi ventrikel
dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti
jantung, maka pemberian terapi elektrik dengan
menggunakan DC shock merupakan pilihan utama.
Takhikardi ventrikel tanpa nadi merupakan salah satu yang
sering ditemukan pada kasus-kasus henti jantung.
Takhikardi ventrikel dapat menyebabkan penurunan curah
jantung (cardiac output), berikut ini adalah mekanisme yang
dapat menjelaskan terjadinya penurunan curah jantung :
a) Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase
pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya
pengisian darah ke ventrikel juga berkurang, curah
jantung akan menurun.
b) Hilangnya sinkronisasi antara atrium dan ventrikel

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 45


c) Tidak terkoordinasinya kontraksi atrium dan ventrikel
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab
yang sering menimbulkan takhikardi ventrikel, sudah banyak
penelitian yang menghubungkan iskemia dengan takhikardi
ventrikel. Pada serangan infark miokard akut, takhikardi
ventrikel dapat timbul dalam 24 jam pertama, dengan
mengakibatkan kematian yang tinggi.
Beberapa obat-obatan anti aritmia juga dapat menimbulkan
takhikardi ventrikel, tindakan yang harus segera dilakukan
pada ventrikel takhikardi tanpa nadi adalah DC
shock/defibrilasi segera, jangan di tunda. Untuk kriteria
ventrikel fibrilasi dapat dilihat pada gambar 28.
D. Asistol
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik
pada jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah
seperti garis lurus. Pada ventrikel fibrilasi halus irama yang
terlihat hampir menyerupai asistole, oleh sebab itu monitor EKG
haruslah diperhatikan dengan benar karena menyangkut pada
tehnik pertolongan yang berbeda. Leads yang lepas juga dapat
memberikan gambaran yang sama, pengecekan juga merupakan
salah satu hal yang penting pada kasus ini. Fibrilasi ventrikel,
PEA, seingkali mendahului adanya asistole. Pada kasus-kasus
AV blok total/AV blok derajat III yang tanpa escape pace maker
juga sering sebagai penyebab asistole.

Gambar 30. Asistol

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 46


E. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Pulseless Electrical Activity (PEA) adalah suatu keadaan dimana
aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau
menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan
darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Irama EKG yang
masuk dalam kondisi PEA adalah irama idioventrikuler,
ventrikuler escape, bradi sistolik. PEA dengan QRS yang lebar
dan nadi yang rendah biasanya merupakan prognostic yang
buruk. Pada kasus PEA mencari penyebab merupakan hal yang
penting, meskipun kasus ini merupakan kasus yang berat dapat
timbul respon yang baik pada kasus-kasus tertentu.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 47


SEKARANG SAYA TAHU

A. EKG normal atau normal sinus ritme merupakan satu-satunya


irama normal pada EKG, irama normal sinus ini impuls listriknya
berasal dari SA node dan karakteristirk irama normal adalah
irama teratur, frekuensi antara 60–100 /menit, gelombang P
normal dan setiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS dan
gelombang T, PR interval normal serta kompleks QRS juga
normal ituadalah tanda atau karakteristik irama EKG yang
normal
B. Aritmia atau disritmia sangat beragam dan kelainan irama ini
bisa berasal dari SA Node, AV node, atrium atau ventrikel,
Secara garis besar aritmia dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu gangguan pembentukan impils dan gangguan hantaran
impuls.
C. Aritmia (disritmia) lethal adalah bentuk aritmia yang
memerulakan penangan segera bahkan harus dilakukan bantuan
resusitasi dan defibrilasi ada dua aritmia lethal yang memerlukan
tindakan defibrilasi dan resusitasi yaitu ventrikel fibrilasi dan
ventrikel takhikardial.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 48


Bagaimana...Anda sudah mempelajari 3 materi pokok. Sebelum
Anda melanjutkan pada materi berikutnya ada baiknya kita
relaksasi terlebih dahulu, di bawah ini coba lakukanlah secara
bergantian kanan dan kiri masing- masing delapan hitungan

Bagaimana perasaan Anda setelah melakukanrelaksasi? Mudah


mudahan terasa lebih segar dan semangat untuk melanjutkan
pembelajaran. OK...Let’s Continue...

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 49


MATERI POKOK 4
GAMBARAN EKG PASIEN DENGAN
SINDROMA KORONER AKUT
Pendahuluan
Pada umumnya penalaran elektrokardiografi (EKG) akan memberikan
gambaran tentang kejadian SKA. Namun demikian EKG hanyalah
salah satu pemeriksaan diagnostik yang merupakan alat bantu dalam
menegakkan diagnosis penyakit jantung. Oleh karena itu EKG tidak
100% dapat menggambarkan atau mengetahui adanya kejadian
infark karena ada kriteria lain yang menentukan diagnosa SKA antara
lain enzim dan kajian nyeri dada. Hal yang perlu diketahui dan
dipahami pada gambaran EKG yaitu perubahan pada segmen ST,
gelombang T dan gelombang Q.
Perubahan segmen ST dapat dilihat dari ada atau tidaknya
peningkatan segmen ST. Jika ada Peningkatan segmen ST disebut
(STEMI) sedangkan segmen ST yang tidak ada peningkatan
dikelompokan dalam infark non Q atau UAP /NSTEMI.
Pengelompokkan ini memerlukan penanganan yang berbeda.
Perubahan gambaran EKG pada UAP dan NSTEMI berupa depresi
segmen ST > 0,05 mV, gelombang T terbalik > 0,2 mV.
Perubahan gambaran EKG pada IMA meliputi hiperakut T, ST elevasi
yang di ikuti terbentuknya gelombang Q patalogis, kembalinya
segmen ST pada garis isoelektris dan inversi gelombang T.
Perubahan ini harus di temui minimal pada 2 sandapan yang
berdekatan.
Pada beberapa kasus, EKG dapat memberikan gambaran yang
normal atau perubahan minor pada segmen ST atau ST depresi
(infark posterior atau infark non Q). Pada penderita dengan EKG
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 50
normal namun diduga kuat menderita IMA, pemeriksaan EKG 12
sandapan harus diulang dengan jarak waktu yang dekat dimana
diperkirakan telah terjadi perubahan EKG. Pada keadaan seperti ini
perbandingan dengan EKG sebelumnya dapat membantu diagnosis.
Pengkajian dengan menilai hasil perekaman EKG 12 lead pada saat
keluhan nyeri dada dapat dengan tepat meyakinkan ACS: UAP,
STEMI atau N STEMI, yaitu ACS ditemukan adanya gambaran
perubahan pada ST segmen dan perubahan gelombang T, ST
segmen depresi >1 mm pada dua atau lebih lead ditambah ada lagi
tampilan klinis Ditambah lagi ada perubahan gambaran pada
rekaman Bundle Branch Blok menunjukan iskemi serangan
jantung. Pada gambaran perubahan ST segmen elevasi menunjukan
adanya karaktristik infark. Observasi lain dapat menggambarkan
prinzmetal angina. Sehinga pemantauan perubahan EKG pada ACS
ini harus terus menerus dipantau dan dievaluasi untuk mengarah
kejadian ACS berkembang menjadi inrfark atau tetap, tetapi perlu
diwaspadai sewaktu- waktu dapat terjadi perubahan

Indikator Hasil Belajar


Mengidentifikasi Gambaran EKG pasien dengan sindroma koroner
akut (SKA)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 51


Uraian Materi Pokok 4

A. Tanda–Tanda Iskemik, Injury dan Infark


1. Iskemik Miokard
a. Terjadi akibat ketidak seimbangan supply dan demand
oksigen miokard pada suatu daerah miokard.
b. Terjadi penurunan aliran darah ke koroner beberapa detik.
c. Biasanya ditandai dengan nyeri dan rasa tidak enak di
dada.
d. Iskemik dapat dikurangi dengan mengurangi kebutuhan
oksigen miokard, misalnya: istirahat, pemberian beta bloker
untuk menurunkan laju jantung, menambah oksigen
dengan pemberian NTG untuk vasodilatasi.
e. Jika iskemik tidak diperbaiki dengan segera sel menjadi
injury dan sering kali terjadi nekrosis.
Gambaran EKG pada Iskemik
a. Perubahan Gelombang T
Gambaran EKG SKA dapat dilihat dari perubahan
gelombang T dan segmen T. Gelombang T yang normal
adalah gelombang dengan defleksi positif dan tingginya
tidak lebih dari 0,5 mv atau 5 mm disadapan ekstremitas
dan tidak lebih dari 10 mm atau 1 mV disadapan
prekordial.Gelombang T dengan bentuk defleksi negatif
atau bahkan tidak terlihat (T Flatt) mengindikasikan adanya
iskhemia di otot-otot jantung atau miokardium.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 52


Gambar 31. Jenis-Jenis Gelombang T
b. Perubahan ST Segment
Selain gelombang T gambaran iskemia juga bisa terlihat
pada perubahan segmen ST yaitu berupa gambaran
depresi segmen ST, namun perubahan gambaran ini juga
bisa mengindikasikan adanya infark miokard akut (IMA
NEST) bila disertai dengan peningkatan marka jantung
(enzim jantung ) pada pemeriksaan laboratorium.

Gambar 32. Normal ST Segment

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 53


Gambar 33. Jenis-Jenis ST Depresi

2. Gambaran EKG Injury


a. Injury terjadi bila periode iskemia berlangsung lama ,
diperlukan waktu oklusi 20-40 menit.
b. Miokard yang mengalami injury ini tidak akan berbekas
baik, terjadi gangguan kontraktilitas dan konduksi impuls
listrik. Nyeri dada biasanya parah, tetapi enzim jantung
belum meningkat.
c. Mekanisme terjadinya segmen ST tidak jelas, tapi telah
dibuktikan bahwa kalium intra seluler keluar dari jaringan
yang mengalami injury. Kebocoran kalium dan penurunan
kalium intra seluler menurunkan garis dasar EKG.
d. Gangguan tersebut terjadi pada zona miokard yang
mengalami masalah.
e. Zona miokard tersebut dapat di lihat dari sandapan atau
LEAD pada EKG.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 54


Gambar 34. Perbedaan Normal ST Segment dan ST Elevasi
3. Gambaran EKG infark atau nekrosis
Gelombang Q adalah penurunan pertama setelah gelombang
P, biasanya dalamnya kurang dari 3 mm. Gelombang Q yang
sangat defleksi merupakan keadaan yang tidak normal pada
jantung yang sehat. Gelombang Q patologis biasanya
mengidentifikasikan adanya old MI.

Gambar 35. Gelombang Q


B. Evolusi EKG pada ACS

1. Fase ISKEMIK : Gel T Inverted atau Segmen ST Depresi


2. Fase Akut : Segmen ST Elevasi
3. Fase Sub Akut : Segmen ST Elevasi disertai gel Q
pathologis atau Gel T Inverted.
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 55
4. Fase Necrosis/Old Infark: Gel Q Pathologis dengan Gel T
kembali normal

Gambar 36 : Evolusi EKG pada ACS

C. Bagan Lokasi/Area Infark dan Perubahan ST Elevasi

Lokasi/Area Infark Perubahan ST Elevasi

Dinding inferior II.III.aVF

Dinding anterior V2, V3 dan V4

Dinding posterior V7, V8, V9

Septum V1 dan V2

Lateral I, aVL, V5 dan V6

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 56


D. Contoh EKG pada ACS

Gambar 37. Interpretasi EKG: Sinus Ritem, HR: 300/4 KB = 75


x/mnt, Gelombang P = Normal, PR Interval = 4 kk x 0,04 dt = 0,16
dt (Normal), Kompleks QRS = 2 kk x 0,04 dt = 0,08 dt (Normal),
Axis = Normal, ST Elevasi di II, III, aVF (Inferior ), ST Depresi di I,
aVL (Lateral)

Anda telah menyelesaikan materi pokok 4. Sudah mengenal


dengan baik, gambaran EKG pasien dengan sindroma koroner
akut...."Bersemangatlah dalam mempelajari sesuatu yang
bermanfaat.".

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 57


SEKARANG SAYA TAHU

Sindroma koroner akut (SKA) adalah kegawatan


kardiovaskular dan menjadi penyebab kematian terbanyak di
dunia. Untuk penegakan diagnosis SKA diperlukan
pemeriksaan EKG.Gambaran EKG SKA terdapat perubahan
gelombang T inversi dan depresi segmen ST yang
menandakan adanya iskhemia di miokardium, sementara
perubahan elevasi segmen ST menunjukan adanya infark
miokard akut (STEMI EST).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 58


MATERI POKOK 5
PENGGUNAAN DEFIBRILATOR

Pendahuluan
Defibrilator adalah alat kejut listrik untuk mengatasi kelainan irama
jantung atau disritmia agar irama kembali menjadi normal.
Penggunaan defibrillator pertama kali pada manusia dilakukan tahun
1947 oleh seorang ahli bedah jantung bernama Claude Beck
terhadap seorang anak laki-laki berumur 14 tahun, saat dilakukan
operasi jantung terbuka yang mengalami gangguan irama jantung
berupa ventrikel fibrilasi dan berhasil kembali menjadi irama normal,
sementara penggunaan defibrilator pada manusia dengan dada
tertutup berhasil dilakukan oleh Paul Zoll pada tahun 1956.
Fungsi utama defibrilator adalah sebagai alat untuk melakukan
“defibrilasi” yaitu tindakan memberikan kejut listrik pada kondisi henti
jantung dengan irama EKG ventrikel fibrilasi atau ventrikel takikardia
tanpa nadi, saat ini fungsi defibrilator semakin luas dan
beragam,defibrilator juga dipergunakan untuk memonitor EKG
,kardioversi berupa terapi listrik tersinkronisasi (syncronize) untuk
mengatasi gangguan irama jantung (disritmia) berupa takhiaritmia
seperti supraventrikel takhikardia,ventrikel takhikardia,atrial fibrilasi
atau atrial flutter juga bisa dipergunakan untuk melakukan pacu
jantung sementara (Transcutaneous Temporer Pace Maker/TPM)
bagi pasien yang mengalami disrimia berupa bradiaritmia seperti
pasien yang mengalami total AV blok.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 59


Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menjelaskan
penggunaan defibrillator.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 60


Uraian Materi Pokok 5

Anda pasti sering melihat dan mendengar


defibrilator, bagaimana dan kapan bisa Anda
gunakan? Mari! Pelajarilah materi berikut ini...

A. Penggunaan Defibrilator untuk Defibrilasi


Fungsi utama defibrilator adalah untuk memberikan kejut listrik
(defibrilasi) pada pasien aritmia yang disertai dengan henti jantung
agar kembali menjadi irama normal, fungsi lain dari defibrilator
sebagai saranan untuk memonitor irama jantung,kardioversi atau
therapi kejut jantung tersinkronisasi (syncronize cardioversion)
dan pada jenis tertentu defibrilator juga bisa dipergunakan untuk
pacu jantung sementara melalui kulit (transcutaneous temporer
pace maker).

Gambar 38. Defibrilator

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 61


B. Indikasi Defibrilasi

1. Ventrikel fibrilasi (VF) yaitu irama jantung yang sangat cepat


dan tidak beraturan di mana sumber listriknya berasal dari
ventrikel. Pada kondisi ventrikel fibrilasi jantung tidak lagi
mampu melakukan depolarisasi sehingga tidak terdeteksi atau
hilangnya denyut nadi. Untuk kriteria ventrikel fibrilasi dapat
dilihat pada gambar 29.

2. Ventrikel takhikardia (VT) tanpa nadi baik yang teratur maupun


tidak teratur. Untuk kriteria ventrikel fibrilasi dapat dilihat pada
gambar 28.

C. Langkah–Langkah Defibrilasi
1. Tempelkan elektroda EKG pada dada pasien dan putar/tekan
tombol pada posisi “on“
2. Pilih lead II untuk monitor EKG,bila irama EKG VF atau VT
tanpa nadi segera siapkan defibrilasi
3. Atur energi defibrilator sesuai tipenya, bila defibrilator
“Monophasic” 360 joule atau 200 joule bila “Biphasic”
4. Beri jeli pada kedua pedal dengan merata
5. Tekan tombol “charge” sampai terisi penuh
6. Tempelkan kedua pedal pada dada pasien
7. Berikan aba-aba untuk memastikan keamanan semuatim : “I`m
clear, you are clear, every body clear”
8. Lakukan penekanan pada kedua tombol “discharge” secara
bersamaan
9. Angkat segera kedua pedal dari dada pasien

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 62


10. Lakukan RJP selama lima siklus atau dua menit, kemudian
kembali kelangkah nomor 4–12 apabila irama EKG masih VF
atau VT tanpa nadi .

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 63


SEKARANG SAYA TAHU

Defibrilator merupakan alat yang efektif untuk mengatasi aritmia yang


mengancam seperti ventrikel fibrilasi (VF) atau ventrikel takhikardia
tanpa nadi (VT), penggunaannya sangat simple dan mudah namun
perlu kehati-hatian pada saat melakukannya karena apabila
mengabaikan keamanan kemungkinan petugas atau penolong akan
terkenan aliran listrik yang berasal dari defibrilator tersebut.

Luar biasa.....1 materi pokok lagi, maka anda mampu melakukan


Penatalaksanaan kegawatdaruratan kardiovaskuler

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 64


MATERI POKOK 6
PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULAR
PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT
(SKA) DI IGD

Pendahuluan
SKA merupakan suatu permasalahan kardiovaskular yang utama
karena menjadi penyebab tertinggi angka kesakitan dan kematian di
dunia.Di Indonesia SKA merupakan penyebab kematian kedua yang
utama .SKA adalah kumpulan spektrum presentasi klinis yang
meliputi infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA ST),
infark miokar akut tanpa elevasi segmen ST (IMA NEST) dan angina
pektoris tidak stabil,sindroma ini ditandai dengan keluhan nyeri dada
yang spesipik (Angina Pectoris) lokasinya di bawah sternum (Sub
Sternal) yang sensasi bisa seperti dibakar,diremas,disayat-sayat atau
tertindih beban yang berat,keluhannyeri dada dirasakan lebih bahaya
dan komplikasi SKA sangat tinggi seperti aritmia ,gagal jantung,syok
kardiogenik atau bahkan henti jantung maka tatalaksana dari 20
menit. Penegakan diagnosis SKA berdasarkan tiga faktor yaitu
keluhan nyeri dada, EKG dan pemeriksaan marka jantung (enzim),
mengingat tingkat awal SKA harus dilakukan segera di IGD atau
ditempat pertama kali pasien ditemukan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 65


Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan
penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler pada pasien SKA
di IGD.

Sub Materi Pokok


Berikut adalah sub materi pokok 6:
A. Pengertian SKA
B. Tanda dan Gejala SKA
C. Pemeriksaan SKA
D. Tata Laksana Pasien SKA

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 66


Uraian Materi Pokok 6

Anda tentu pernah mendengar, membaca atau mempelajari


tentang sindroma coroner akut (SKA), bagaimana? apakah
masih ingat.
Untuk lebih memahami tentang SKA berikut akan dijelaskan
pada materi ini hal yang penting dan perludi ingat bahwa SKA
merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia bahkan di
Indonesia. SKA ini sering menjadi penyebab utama kematian
mendadak dan irama yang paling banyak terdeteksi pada pasien
SKA yang mengalami yang penatalaksanaannya sudah
dijelaskan diatas.
Yuuk kita simak materinya

A. Pengertian SKA
Sindroma koroner akut (SKA) dulu dikenal dengan infark miokard
akut (AMI) atau serangan jantung akut, adalah sekumpulan
keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskhemia miokard
akut akibat adanya sumbatan di arterikoroner yang timbul secara
mendadak.
SKA merupakan suatu kegawatan kardiovaskular yang memiliki
potensi komplikasi yang dapat berakibat fatal berupa kematian
mendadak (sudden death). Oleh sebab itu diperlukan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 67


pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang
bertugas di lini terdepan untuk mengetahui dan melakukan
strategi tatalaksana awal yang tepat dan cepat di IGD terutama
pasien dengan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
(IMA EST).
B. Klasifikasi SKA
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan EKG dan pemeriksaan
enzim (marka) jantung SKA terdiri dari tiga subset klinis berupa:
Angina pectoris tidak stabil (APTS) atau unstable angina pectotis
(UAP). Adalah keluhannyeri dada hebat yang muncul tiba-tiba
sebagai akibatber kurangnya pasokan (supply) oksigen keotot
jantung (miokardium), keluhan nyeri dada inibisa berlangsung 20
atau lebih dan tidak hilang dengan istirahat atau pemberian obat
di bawah lidah (nitrat sublingual)
APTS bukan jenis infarkmiokar sehingga pada pemeriksaan enzim
jantung atau marka jantung seperti Troponin T atau CKMB tidak
mengalami peningkatan atau meningka tsecara tidak bermakna
sedang pada EKG bias ditemukan ST depresi atau T inverse atau
gelombang T yang datar.
Infark non elevasi segmen ST (IMA NEST) atau Non ST elevation
myocardial infarction (N STEMI). Adalah infark miokard akut yang
timbul akibat adanyakekurangan supply oksigen kemiokard
sebagai akibat terjadinya sumbatan arterikoroner secaraparsial
yang timbul mendadak. IMA NEST ditandai dengan perubahan
EKG berupa ST depresiatau T inverse dengan peningkatan
enzyme jantung CKMB atauTroponit T di dalam kadar darah.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA EST) atau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 68


ST elevation myocardial infarction (STEMI). Adalah injuri akut
yang terjadi pada miokardium akibat adanya sumbatan arter
ikoroner secara total yang timbul mendadak sehingga pasokan
oksigen terhenti secara total.
Ditandai dengan perubahan EKG berupa elevasi segmen ST /ST
segment elevation yang merupakan indikator oklusi total
pembuluh darah arteri coroner, disertai peningkatan enzim jantung
baik CKMB maupun Troponin T dalam kadar darah.

Gambar 39. Klasifikasi SKA


Sumber: diadaptasi dari Perki 2018
C. Patofisiologi

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma


arteri koroner yang koyak (rupture) atau pecah. Hal ini
berkaitandengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung
tudung fibrosus yang menutupi plak tersebut (AHA 2020).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 69


Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombisit
(white trombus). Trombus ini akan menutupi lumen (liang)
arterikoroner, baik secara total maupun parsial, atau menjad
imikro emboli yang menyumbat arteri koroner yang lebih distal.
Proses ini diikuti oleh pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokontriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah
koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan
iskhemia miokardium. Pasokan oksigen yang terhenti selama
lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami injuri dan
akhirnya menjadi nekrotik.

Gambar 40. Mekanisme Terjadinya Sumbatan Thrombus di Arteri.

D. Tanda dan Gejala


1. Keluhan Nyeri Dada
Keluhannyeri dada merupakan tanda yang khas yang dikenal
dengan angina, terkadang angina tidak muncul namun sesak
napas atau nyeri lain yang tidak khas seperti nyeri epigastik
atau keluhan lain yang disebut angina equivalen. Nyeri dada

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 70


dirasakan oleh pasien seperti terbakar, diris-iris, terbebani
benda yang berat, diperas atau seperti ditusuk–tusuk, nyeri
dada berlangsung selama 20 menit atau lebih dan tidak hilang
dengan istirahat.
Pada sebagian besar kasus nyeri juga dirasankan menyebar
ke lengan kiri, ke rahang, leher, ke daerah epigastrik, ke
lengan kanan, bahu atau tembus kepunggung.

Gambar 41. Penyebaran Nyeri Dada pada Pasien SKA


2. Sesak Napas
Walaupun bukan tanda utama dari SKA sesak napas sering
menyertai nyeri dada pada serangan jantung akut kondisi ini
sering menjadi tanda awal adanya gagal jantung akibat
komplikasi dari SKA.
3. Keringat Dingin (Diaphoresis)
Ini terjadi karena aktivasi sistem saraf simpatik (SSS)
meningkat disebabkan jantung berdenyut lebih cepat untuk
memenuhi kebutuhan oksigen di otot miokardium.
4. Mual atau Muntah
Otot-otot miokardium pada saat terjadi iskhemia atau nekrotik
akan melepaskan asam laktat, asam piruvat, dan metabolit

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 71


lainnya. Metabolit ini merangsang reseptor perifer saraf
otonom dari daerah infark. Kemudian, stimulasi menyebabkan
mual dan muntah kardiogenik.
E. Pemeriksaan SKA di IGD
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan penunjang yang
utama setelah pengkajian terhadap keluhan nyeri dada pada
diagnosis SKA .Perekaman EKG 12 lead harus dilakukan
segera setelah pasien tiba di IGD, untuk mengidentifikasi lebih
awal adanya SKA, sehingga dapat mendeteksi lebih awal
adanya IMA EST dan persiapan tindakan reperfusi bisa
segera dilakukan . Berdasarkan gambaran EKG, pasien SKA
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu Elevasi
segmen ST,depresi segmen ST atau EKG yang normal atau
non diagnostik. Gambaran elevasi segmen ST merupakan
prediktor yang kuat untuk menegakan diagnosis IMA
EST,depresi segmen ST atau inversi T yang dinamis pada
saat pasien nyeri dada menandakan adanya iskhemia, EKG
non diagnostik baik normal atau hanya ada perubahan minimal
dapat menjadi indikator adanya iskhemia atau angina pektoris
tidak stabil (APTS).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 72


Gambar 42. Perubahan segmen ST dan gelombang T pada SKA

Gambar 43. Lokasi Perubahan segmen ST dan gelombang T pada


SKA

2. Pemeriksaan Marka Jantung (Enzym Jantung)


Enzym jantung sebagai marka yang paling spesifik adalah
Troponin T dan CKMB.Kedua enzim ini meningkat 3-4 jam
setelah injuri terjadi.Peningkatan enzim bermakna bila terjadi
peningkatan 1,5 kali dari nilai batas normal.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 73


Gambar 44. Marka jantung pada SKA

F. Tata Laksana Pasien SKA di IGD


Tatalaksana awal di IGD harus dapat dilakukan pada 10 menit
pertama saat pasien datang. Secara umum tatalaksana SKA
dengan IMA EST, IMA NEST hampir sama baik pra rumah sakit
maupun saat di IGD. Perbedaan pada strategi terapi reperfusi
dimana IMA EST lebih ditekankan untuk segera dilakukan. Tujuan
utama terapi awal yang diberikan untuk meningkatkan pasokan
dan menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen miokardium.
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah memastikan jalan
napas, pernapas dan sirkulasi (ABC) terpelihara dengan baik
selanjutnya mengistirahatkan pasien (tirah baring), melakukan
anamnesa dan perekaman EKG 12 sadapan, memasang akses
vena (IV line) dan mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan, dilanjutkan dengan memberikan
oksigen, aspilet, nitrat dan morpin (OANM).
Pemberian oksigen bertujuan untuk memaksimalkan pasokan ke
miokardium diberikan terutama bila saturasi oksigen (SPO2) <94
% diberikan sebanyak 2–4 lt/menit melalui nasal kanul.
Tatalaksana berikutnya adalah pemberian obat-obatan yang juga
harus segera yaitu

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 74


1. Aspirin
Dapat menghambat agregasi platelet sehingga menurunkan
resiko reoklus ikoroner dan berulangnya ischemia. Pemberian
160- 320 mg dikunya dan selanjutnya 75-100 mg untuk dosis
pemeliharaan.
2. Nitrogliserin
Adalah vasodilator yang dapat meningkatkan vasodilatasi
perifer menurunkan preload dan afterload sehingga pasokan
oksigen meningkat dan menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard.
Tablet nitrogliserin sublingual dapat diberikan sampai tiga kali
dengan interval tiga sampai lima menit jika tidak terdapat
kontra indikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan tekanan darah sistoloi <90 mmHg.
3. Analgetik
Analgetik terpilih pada pasien SKA adalah morfin. Pemberian
morfin diberikan jika pemberian nitrogliserin sublingual tidak
memberikan respon. Morfin merupakan obat yang penting
pada SKA karena menimbulkan efekan algesik pada system
saraf pusat (SSP) yang dapat mengurangi aktivasi
neurohumoral dan menyebabkan pelepasan katekolamin,
menyebabkan vasodilatasi yang dapat meningkatkan suplai
oksigen, mengurangi beban ventrikel kiri dan kanan sehingga
mengurangi kebutuhan oksigen miokar. Perlukehati-hatian
saat pemberian morfin karena dapat menyebabkan hipotensi
dan depresi pernapasan. Dosis yang diberikan 2–4 mg intra
vena dan dapat dinaikan dosisnya sesuai kebutuhan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 75


4. Clopidogrel
Clopidogrel dan atau inhibitor antiplatelet lain berguna untuk
menghambat pembentukan platelet sehingga mengurangi
kemungkinan pembentukan trombus yang berkelanjutan. Dosis
awal diberika 300 – 600 mg selanjutnya 75mg setiap hari.
Setelah tindakan awal dilakukan maka pasien harus disiapkan
untuk tindakan berikutnya yaitu revaskularisasi atau upaya
untuk menghilangkan sumbatan di arteri koroner baik dengan
pemasangan cincin jantung dengan cara “Primary
percutaneous coronary intervention” (PPCI) atau pemberian
terapi peluruh thrombus atau terapi “fibrinolitik.”

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 76


SEKARANG SAYA TAHU
A. SKA merupakan kondisi kegawatdaruratan kardiovaskular
yang menjadi penyebab terbanyak kematian di dunia maupun
di Indonesia. SKA adalah sekumpulan gejala klinis timbul
akibat berkurangnya pasokan oksigen ke otot jantung
miokardium. Dari pemeriksaan EKG SKA dibagi tiga yaitu
angina pectoris tidak stabil (APTS), infark miokard akut tanpa
elevasi segmen ST (IMA NEST) dan infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (IMA EST).
B. Keluhan nyeri dada yang hebat (angina pektoris) merupakan
gejala yang khas pada SKA, keluhan nyeri dada bisa timbul
saat pasien istirahat atau sedang aktivitas, sensasi nyeri dada
bisa berupa keluhan seperti terbakar, diiris-iris, dibebani benda
yang berat atau seperti diremas dan keluhan biasanya
berlangsung lebih dari 20 menit disertai dengan penjalaran ke
lengan kiri, leher, bahu ke daerah epigastrium, lengan kanan
ke rahang bahkan bias tembus kepunggung. Gejala SKA juga
disertai sesak napas, keringat dingin, mual, muntah bahkan
pingsan.
C. Setelah dilakukan anamnesa terkait dengan nyeri dada, EKG
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada dengan
sangkaan SKA, karena dengan pemeriksaan EKG dapat
terlihat adanya perubah pada gelombang T inversi, depresi
segmen ST atau elevasi segmen ST yang merupakan indikator
kuat adanya iskhemia atau injuri (infark akut). Pemeriksaan
EKG sebaiknya dikerjakaan dalam kurun waktu 10 menit
setelah pasien tiba di IGD agar tindakan bias dilakukan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 77


segera. Pemerikasaan lain yang juga penting dan bahkan
harus dilakukan adalah pemeriksaan marka atau enzim
jantung baik itu CKMB maupun troponin, pemeriksaan marka
jantung menjadi penanda ada tidaknya injuri di otot jantung,
namun pemeriksaan ini tidak boleh menunda untuk melakukan
revaskularisasi berupa fibrinolitik therapy atau pemasang
cincin jantung atau ring jantung dengan cara PPCI
D. Tindakan dan pengobatan SKA ditujukan kepada dua sasaran,
yang pertama meningkatkan pasokan oksigen ke otot
miokardium dan kedua mengurangi konsumsi oksigen
miokardium. Tirah baring merupakan tindakan pertama saat
pasien datang di IGD dan dilanjutkan dengan pemberian
oksigen terutama bila pasien SKA disertai dengan sesak
napas atau ada tanda gagal jantung dengan saturasi oksigen
(SpO2) kurang dari 90%.
Obat berikutnya adalah pemberiaan nitral sublingual yang
mempunyai efek vasodilatasi sehingga pasokan oksigen ke
miokardium bertambah serta beban jantung menjadi
berkurang, bila keluhan nyeri dada tidak berkurang dengan
obat nitrat sublingual maka bisa dipertimbangkan obat nyeri
yang sangat kuat yaitu morfin namun pemberiannya harus
hati-hati karena dapat menyebakan hipotensi dan gagal napas.
Aspilet atau obat anti platelet yang lain juga diberikan untuk
mencegah timbulnya thrombus dan mengurangi reoklusi di
arteri koroner.
Obat-obatan yang utama (“initial drugs”) harus diberikan di IGD
sebelum pasien diberikan obat peluruh thrombus atau

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 78


trombolitik (fibrinolitik) atau tindakan pemasangan ring di ruang
kateterisasi, karena satu-satunya pengobatan yang paling
tepat pada pasien SKA khususnya IMA EST adalah
revaskularisai arteri koroner dan tindakan ini disiapkan oleh
perawat di IGD.

Selamat!!! Anda telah menambah kemampuan melakukan


Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler.

Anda telah menyelesaikan MPI 7 Penatalaksanaan


Kegawatdaruratan Kardiovaskuler. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari Kembali modul dari awal ya!

"Barang siapa bersungguh-sungguh, maka dia akan


mendapatkan kesuksesan."

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 79


REFERENSI

1. American Heart Association (2020). Basic Life Support:


Provider Manual Orora Visual. LLC 3210. Mesquite Texas
USA

2. Breen, C. J., Kelly, G. P., &Kernohan, W. G. (2019). ECG


interpretation skill acquisition: A Review of Learning, Teaching
and Assessment. Journal of Electrocardiology.

3. Hampton, J. R., & Hampton, J. (2019). The ECG Made Easy


E-Book. Elsevier Health Science

4. http://www.escardio.org/guidelines (2017) Guidelines on


Management of Acute Myocardial Infarction in Patients
Presenting With ST–Segment Elevation ESC Clinic Practice
Guidelines. Diunduh 2 Juni 2022.

5. https://www.youtube.com/watch?v=jR7V3_l-aLw. Diunduh
pada tanggal 8 Juni 2022

6. https://www.youtube.com/watch?v=Kih6922gd5c. Diunduh 8
Juni 2022

7. https://www.redcross.org/take-a-class/aed/using-an-aed/what-
is-aed. Diunduh tanggal 25 Juni 2022

8. https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/23021-
defibrillation. Diunduh tanggal 24 Juni 2022

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 80


9. https://www.wikihow.com/Use-a-Defibrillator. Diunduh pada
tanggal 23 Juni 2022

10. Ismail, I., Purnamawati, D., Jumaiyah, W., & Rayasari, F.


(2021). Peningkatan Kemampuan Perawat dalam Interpretasi
EKG Normal dan Aritmia dengan Metode Angka “3”. Jurnal
Keperawatan Silampari, 4(2), 405-414.

11. Lehne, R. (2009). Pharmacology For Nursing Care. 4th


Edition. St Louis: Saunders Elsevier.

12. Nurhayati, T., Priyanto, A. (2018). Buku ajar EKG. PT Oscar


Karya Mandiri, Jakarta.

13. Perhimpunan Dokter Spesilis Kardiovaskular Indonesia.


(2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koronerakut. Edisi
ketiga. Jakarta.

14. Wood.S.L, Frolicher S.E (2009). Cardiac Nursing 4th Edition.


Philadelphia Lippincot10.

15. Yunadi Y. (2018). Buku Ajar Kardiologi. Universitas Indonesia.


Jakarta

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 81


MODUL
MATA PELATIHAN INTI (MPI) 8
EVAKUASI DAN TRANSPORTASI
DAFTAR ISI
Daftar isi ……………………………………...…………… i
A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1
Deskripsi Singkat …………………..….………… 2
Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 4
Materi Pokok …………………....……….………. 5
B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 6
Materi Pokok 1 …………………….…………….. 7
Materi Pokok 2 ……………………..……………. 14
Materi Pokok 3 ……………………..……………. 18
Materi Pokok 4 ……………………..……………. 30
Materi Pokok 5 ……………………..……………. 37
Materi Pokok 6 ……………………..……………. 44
Referensi ………………………………………………….. 49

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) i


A Tentang Modul Ini

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 1


DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang mekanik tubuh untuk memberikan
kemampuan sebagai alat untuk mengangkat, memindahkan dan
mencegah cedera. Dilakukan dengan usaha koordinasi antara
sistem muskuloskeletal dan sistem syaraf untuk mempertahankan
keseimbangan. Selain itu disampaikan juga tentang indikasi
ekstrikasi dan transportasi.
Teknik pemindahan dan pengangkatan merupakan upaya untuk
memindahkaan pasien ketika dalam keadaan yang membahayakan
baik dari lingkungan maupun pasien itu sendiri. Pemindahan non
darurat merupakan pemindahan pasien Ketika tidak ada sesuatu
yang mengancam jiwa, maka pasien hanya boleh dipindahkan
Ketika telah siap dievakuasi, yaitu dengan melakukan stabilisasi dan
perawatan pasien terlebih dahulu.
Teknik melepaskan helm pada pasien trauma, untuk melepaskan
pelindung kepala (seperti helm pengendara sepeda motor) pada
pasien yang kemungkinan mengalami cedera cervical-spinal.
Evakuasi pasien ekstrikasi (manual dan alat) Ekstrikasi merupakan
proses menarik dan memindahkan untuk membebaskan pasien dari
keadaan yang sulit dengan cara yang sistematik, melibatkan tehnik
penilaian suasana, stabilisasi, mengeluarkan dan mengangkut
pasien dari tempat kejadian.
Peserta akan dikenalkan pada alat-alat yang digunakan yaitu tandu
sekop (scoop stretcher, orthopedic stretcher), long spine board

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 2


(LSB), short spine board (SSB) dan body splint. Evakuasi (dengan
alat dan transportasi) dengan memenuhi standar sebagai ambulans
transportasi, baik peralatan, petugas maupun kondisi kendaraan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
evakuasi dan transportasi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan pengertian mekanik tubuh.
2. Menjelaskan indikasi ekstrikasi dan transportasi.
3. Melakukan pemindahan dan pengangkatan pasien dengan
tekhnik yang benar.
4. Melepaskan helm dan sabuk pengaman pada korban trauma.
5. Melakukan evakuasi pasien.
6. Melakukan transportasi pasien dengan benar.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 4


MATERI POKOK
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Konsep mekanik tubuh
2. Indikasi ekstrikasi dan transportasi
3. Teknik pemindahan dan pengangkatan pasien:
4. Teknik melepaskan helm dan sabuk pengaman pada korban
trauma
5. Evakuasi pasien
6. Transportasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 5


B Kegiatan Belajar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 6


MATERI POKOK 1
KONSEP MEKANIK TUBUH
Pendahuluan
Ketika kita berada di tempat kejadian, pasien biasanya memerlukan
penanganan atau evakuasi yang baik dan segera. Tetapi pada
keadaan tertentu sangat penting untuk bertindak secara cepat
karena mungkin lingkungan dan tehnik pertolongan yang kurang
tepat akan mengakibatkan cedera yang lain bagi pasien maupun
penolong.
Dalam hal khusus, tidak ada satu rumus pasti bagaimana
mengangkat dan memindahkan pasien, yang terpenting adalah
kapan dan bagaimana pasien dipindahkan dengan upaya
pertolongan tehnis yang baik dan tepat, penilaian dini dan triage
pasien untuk dikirim kesektor perawatan dan transportasi, dalam
keadaan yang berbahaya seringkali keadaan dan cuaca
mengharuskan kita untuk merencanakan dengan baik tehnik
pemindahan yang akan kita lakukan.
Dalam bab ini kita akan membicarakan garis–garis besar yang
harus diperhatikan saat mengangkat dan memindahkan pasien
yang cepat, tepat dan benar.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta dapat mejelaskan
konsep mekanik tubuh.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 7


Sub Materi Pokok
Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Pengertian mekanik tubuh
B. Prinsip dasar pencegahan cedera

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 8


Uraian Materi Pokok 1

A. Pengertian Mekanik Tubuh


Anda pasti sering melakukan tindakan mengangkat dan
memindahkan pasien selama bertugas karena ini merupakan hal
yang terpenting dalam evakuasi pasien baik di rumah sakit
maupun di pra rumah sakit. Hal ini membutuhkan kekuatan fisik
yang maksimal dan tenaga yang terlatih dengan tujuan menjaga
keseimbangan tubuh dalam mengangkat, bergerak dan
melakukan aktivitas. Karenanya perlu diketahui bersama tentang
mekanik tubuh.
Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat belajar yang tinggi
ya, dan silakan anda sekaligus mengamatinya saat berada di
Fasyankes. Mekanik tubuh merupakan potensi seluruh
kemampuan tubuh sebagai alat untuk mengangkat,
memindahkan dan mencegah cedera, dilakukan dengan usaha
koordinasi antara sistem muskuloskletal dan sistem saraf untuk
mempertahankan keseimbangan, postur dan kesejajaran tubuh
selama mengangkat, membungkuk, bergerak dan melakukan
aktifitas.
Penggunaan mekanik tubuh yang tepat akan mengurangi resiko
cedera sistem muskuloskeletal, tulang yang paling kuat ditubuh
manusia adalah tulang panjang, dan yang paling kuat diantaranya
adalah tulang paha (femur) dan otot–otot yang terdapat pada
tulang–tulang tersebut merupakan otot paling kuat. Diantara

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 9


kelompok otot yang ada, kelompok fleksor lebih kuat
dibandingkan kelompok ekstensor.
B. Prinsip Dasar Pencegahan Cedera
Prinsip dasar untuk mencegah cedera, adalah sebagai berikut:
1. Rencanakan gerakan sebelum mengangkat pasien.
2. Gunakanlah paha untuk mengangkat, bukan punggung
(jangan membungkuk).
3. Usahakan berat benda sedekat mungkin pada tubuh.
4. Prinsip tahapan gerakan (stages) – satukan gerak tubuh
dalam satu kesatuan gerak. Bayangkan bahu kita sebagai
satu susunan dengan panggul, dan tungkai.
5. Kurangi jarak atau ketinggian, bila memindahkan sebuah
benda (pusat gravitasi: 55% – 57% tinggi badan).

Gunakan prinsip–prinsip diatas untuk memindahkan, menarik,


menekan, membawa atau menggapai sesuatu benda. Kuncinya
adalah garis lurus dari tulang belakang yaitu dengan menjaga
kurva dari punggung bawah dalam garis normal dan
pergelangan dan lutut dalam satu garis normal.

Gambar. Cara mengangkat yang salah

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 10


Gambar. Cara Mengangkat yang benar

Nah, sekarang Anda telah mengetahui bahwa pengangkatan dan


pemindahan pasien dibutuhkan mekanika tubuh yang baik, dengan
mempertahankan posisi tubuh tegak lurus, jarak kaki selebar bahu,
kaki menjadi tumpuan utama, tidak menggunakan otot punggung
untuk mengangkat, melainkan menggunakan otot tungkai, otot
panggul & otot perut.
Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
proses pemindahan pasien ini yaitu kerjasama tim, berikut kita simak
bagaimana tim bekerja untuk memindahkan pasien.
Kerjasama tim sangat diperlukan dengan berkomunikasi selama
tugas dengan jelas dan sering. Gunakan komando yang dapat
dimengerti oleh seluruh tim dan berkoordinasilah secara lisan dari
awal sampai akhir (one command). Petugas harus menguasai objek
dan gravitasinya ketika berdiri, oleh sebab itu, mengenali
kemampuan diri sendiri sangatlah membantu, dan jangan
memaksakan diri untuk mengangkat karena akan membahayakan
pasien, pasangan bahkan diri kita sendiri. Mintalah bantuan pada

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 11


petugas lain. “Mekanik tubuh yang tepat akan melindungi seseorang
secara fisik.”

Anda telah mempelajari Mekanik tubuh. Materi selanjutnya


akan membahas tentang indikasi ekstrikasi dan transportasi.
Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 12


SEKARANG SAYA TAHU
A. Mekanik tubuh merupakan potensi seluruh kemampuan tubuh
sebagai alat untuk mengangkat, memindahkan dan mencegah
cedera, dilakukan dengan usaha koordinasi antara sistem
muskuloskletal dan sistem saraf untuk mempertahankan
keseimbangan, postur dan kesejajaran tubuh selama
mengangkat, membungkuk, bergerak dan melakukan aktifitas.
B. Adapun prinsip dasar untuk mencegah cedera yaitu rencanakan
gerakan sebelum mengangkat pasien, gunakanlah paha untuk
mengangkat, bukan punggung (jangan membungkuk),
usahakan berat benda sedekat mungkin pada tubuh, prinsip
tahapan (stages) gerakan– satukan gerak tubuh dalam satu
kesatuan gerak, kurangi jarak atau ketinggian, bila
memindahkan sebuah benda (pusat gravitasi: 55% – 57% tinggi
badan).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 13


MATERI POKOK 2
INDIKASI EKSTRIKASI DAN
TRANSPORTASI

Pendahuluan
Kejadian kecelakaan serta musibah dan bencana dapat menimpa
siapa saja tidak pandang bulu, orang kaya, miskin, pejabat, politisi,
artis dan lain sebagainya, oleh karenanya kehadiran institusi
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit pada
pelayanan kesehatan gawat darurat dan bencana mempunyai peran
yang penting dan strategis dalam menolong orang orang yang
tertimpa musibah, baik akibat kecelakaan maupun akibat bencana.
Evakuasi merupakan komponen yang sangat penting dari proses
penyelamatan karena perlindungan korban hanya dapat dilakukan
pada tempat yang aman dimana penolong tidak terancam dari
berbagai sumber bahaya (Gawlowski & Biskup, 2019).

Pada materi selanjutnya Anda akan mempelajari tentang


indikasi ekstrikasi dan transportasi. Mari kita pelajari bersama
dengan penuh semangat!!!

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta dapat menjelaskan
indikasi ekstrikasi dan transportasi.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Indikasi Ekstrikasi dan Transportasi

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 14


Uraian Materi Pokok 2

Indikasi Ekstrikasi dan Tranportasi


Proses evakuasi diawali dari lokasi kejadian. Pertolongan pertama
yang cepat dan tepat sangat penting. Pada korban dengan
gangguan pernapasan, sirkulasi, fraktur dan luka bakar,
keterlambatan dalam memberikan bantuan dengan cepat dan tepat
menyebabkan kemunduran yang signifikan pada kondisi tubuh dan
dapat mengakibatkan kematian (Kochadze, 2019). Oleh karena itu
indikasi pemindahan pasien harus diperhatikan dengan baik.
Berikut adalah indikasi dari ekstrikasi dan transportasi, yaitu:
1. Kebakaran atau suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya
kebakaran. Dalam keadaan ini pertimbangkan hal-hal yang
dapat mengancam bagi pasien dan penolong.
2. Ledakan atau suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya
ledakan.
3. Ketidakmampuan penolong untuk melindungi pasien dari
lingkungan yang berbahaya.
Misalnya:
Bangunan yang tidak stabil, mobil terguling, huru–hara, bahan–
bahan kimia berbahaya (haz-mat), bocornya bahan bakar,
cuaca yang berbahaya, pemindahan misalnya ingin mencapai
pasien lain yang membutuhkan pertolongan, ketika kesulitan
dalam memberikan pertolongan karena lokasi atau posisi
pasien.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 15


Contoh:
Pasien dengan henti jantung harus diletakkan diatas permukaan
yang keras dan datar untuk melakukan RJP dengan tepat. Jika
pasien dalam keadaan duduk di sofa atau terbaring di atas tempat
tidur, kita harus melakukan pemindahan darurat.
Transportasi pasien antar ruangan maupun transportasi pasien dari
kendaraan atau sebaliknya merupakan salah satu keterampilan
yang wajib dimiliki setiap perawat terutama dalam kasus
kegawatdaruratan, karena itu perawat memiliki peranan penting
dalam transportasi pasien (Krisanty, et al., 2009). Tidak semua
orang dapat melakukan transportasi kecuali petugas kesehatan
maupun orang yang telah mendapat pelatihan tentang transportasi
pasien (Stratis Health, 2014).

Anda telah mempelajari Indikasi Ekstrikasi dan Tranportasi.


Materi selanjutnya akan membahas tentang Tehnik
Pemindahan Dan Pengangkatan Pasien. Selamat belajar!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 16


SEKARANG SAYA TAHU

Indikasi dari ekstrikasi dan transportasi adalah kebakaran atau suatu


keadaan yang memungkinkan terjadinya kebakaran, ledakan atau
suatu keadaan yang memungkinkan terjadinya ledakan,
ketidakmampuan penolong untuk melindungi pasien dari lingkungan
yang berbahaya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 17


MATERI POKOK 3
TEKNIK PEMINDAHAN DAN
PENGANGKATAN PASIEN
Pendahuluan
Kecepatan dan ketepatan dalam pemindahan pasien sangat
penting, dalam beberapa saat penolong harus memutuskan apakah
segera mungkin pasien dipindahkan, apakah harus diberikan
pertolongan terlebih dahulu atau bisa ditinda, semuanya harus
dilakukan penilaian kondisi yang ada.

Selanjutnya anda akan masuk pada pokok materi selanjutnya


yaitu tentang tehnik pemindahan dan pengangkatan pasien.
Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!

Secara umum, jika tidak ada keadaan yang mengancam baik bagi
korban maupun penolong tindakan yang diberikan sebelum
pemindahan pasien adalah stabilisasi perawatan. Namun jika
kemungkinan sesuatu terjadi yang mengancam atau lingkungan
yang tidak aman, maka kita diperbolehkan untuk memindahkan
pasien. Bahaya terbesar dari pemindahan darurat adalah
menambah cedera pada tulang belakang atau memperparah
keadaan. Dan beberapa cara proteksi tulang belakang adalah
dengan cara menarik pasien kearah yang sejajar poros tubuh.
Amankan tangan dan lengan pasien. Pindahkan pasien sejauh dan
seaman mungkin dari tempat yang berbahaya. Hal dasar yang harus
selalu diingat dalam melakukan pengangkatan dan pemindahan
pasien adalah: DO NOT FURTHER HARM (jangan membuat parah
keadaan).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 18


Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta dapat melakukan
pemindahan dan pengangkatan pasien dengan teknik yang benar.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
A. Teknik Pemindahan Darurat
B. Teknik Pemindahan Non Darurat

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 19


Uraian Materi Pokok 3

A. Teknik Pemindahan Darurat


Pengertian: pemindahan korban Ketika dalam keadaan yang
membahayakan baik dari lingkungan maupun korban itu sendiri.

Gambar. Cara memindahkan korban yang salah

Jenis-Jenis Pemindahan Darurat:


1. Tarikan baju

Gambar. Tarikan baju


Kedua tangan korban diupayakan diikat untuk mencegah
naik kearah kepala waktu baju ditarik, bila tidak sempat
masukkan kedua tangan dalam celananya sendiri.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 20


2. Tarikan Selimut

Gambar. Tarikan Selimut

Pasien diletakkan diatas selimut, bungkus korban dengan


selimut kemudian tarik.
3. Tarikan Bahu atau Lengan

Gambar. Tarikan lengan


Dari belakang korban, kedua lengan penolong masuk dari
bawah ketiak korban, kemudian memegang kedua lengan
bawah korban.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 21


4. Jenis Tarikan Lainnya

Gambar. Pemindahan Sprei Gambar. Piggy Back Carry

Gambar. Fire Fighter

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 22


Gambar. Membopong (cradle carry)

Gambar. Fire fighter drag

B. Pemindahan Non Darurat


Sebaliknya ketika tidak ada sesuatu yang mengancam jiwa, maka
pasien hanya boleh dipindahkan Ketika telah siap dievakuasi,
yaitu dengan melakukan stabilisasi dan perawatan pasien.
Dan lakukan cara pemindahan non darurat dan cegahlah cedera
lebih lanjut serta coba untuk menghindari sesuatu yang
menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri pada pasien.
Pemindahan non darurat umumnya membutuhkan perlengkapan
yang tidak sedikit. Seperti Ketika kita mencurigai adanya cedera

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 23


tulang belakang, maka harus dilakukan immobilisasi pada tulang
belakang sebelum memindahkan pasien. Dalam keadaan ini
sering dipakai alat bantu tambahan untuk memindahkan.
Jenis-jenis pemindahan non darurat:
1. Pengangkatan Langsung dari Lantai/Tempat Tidur
Pemindahan ini sulit jika berat badan pasien lebih dari 80kg,
atau pasien tidak kooperatif. Membutuhkan sedikitnya tiga
orang.

Gambar. Pengangkatan langsung


2. Pengangkatan Ekstremitas
Biasanya digunakan untuk memindahkan pasien dari kursi
atau tempat tidur ketandu atau lantai. Jangan dilakukan pada
pasien dengan cedera anggota gerak.

Gambar. Pengangkatan ekstremitas

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 24


3. Pengangkatan dengan Long Spine Board (LSB)
Biasanya digunakan untuk mengangkat sekaligus memfiksasi
pasien yang dicurigai cedera servikal atau tulang belakang.
Pemindahan pasien keatas LSB menggunakan teknik yang
disebut “LOGROLL”. Jangan sampai terlewatkan
penggunaan strapping untuk stabilisasi pasien diatas LSB.

Gambar. Log Roll

Gambar. Pengangkatan dengan LSB

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 25


4. Direct Ground Lift

Gambar. Direct Ground Lift


Posisi Pasien
Secara umum bagaimana kita memposisikan pasien tergantung
pada bagaimana kondisi pasien. Pasien yang mengalami
masalah dengan paru-paru cenderung akan mencari posisi yang
nyaman sendiri.
Contoh lainnya adalah:
1. Pasien memperlihatkan tanda–tanda syok.
2. Pasien dengan masalah pernafasan.
3. Pasien dengan nyeri abdomen umumnya ingin tidur miring
dengan tungkai di tekuk.
4. Pasien sadar, mual atau muntah.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 26


5. Pasien trauma, khususnya pasien dengan cedera tulang
belakang.
6. Pasien tidak sadar diletakkan pada posisi pulih dan tidak ada
kontraindikasi.
Sulit untuk menjelaskan semua jenis posisi karena situasi pasien
yang beranekaragam. Keadaan di tempat kejadian dan kondisi
pasien akan menentukan posisi yang dipilih.
Panduan Pemindahan
1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita.
2. Nilailah beban yang akan diangkat secara bersama, dan bila
merasa tidak mampu, jangan paksakan. Selalu
komunikasikan secara teratur dengan pasangan kita.
3. Regangkan kaki sejajar dengan bahu kita dan posisikan satu
kaki sedikit di depan.
4. Mulai dengan jongkok, jangan membungkuk saat
mengangkat dan punggung harus selalu dijaga lurus.
5. Tangan yang memegang menghadap kedepan. Jarak antara
kedua tangan yang memegang (missal tandu) minimal 30 cm.
6. Dekatkan tubuh dengan beban yang akan diangkat.
7. Jangan memutar tubuh saat mengangkat.

Gambar. Mengangkat yang Benar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 27


Gambar. Cara Mengangkat dengan Satu Kaki Maju Kedepan

Panduan di atas juga berlaku saat menarik atau mendorong


pasien.

Anda telah menyelesaikan kegiatan belajar teknik pemindahan


dan pengangkatan pasien. Bagaimana dengan materinya?
Menarik bukan? Silakan setelah membaca, memahami anda
bisa mempraktikannya, tetapi sebelum itu Yuk istirahat
sejenak untuk memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat
melanjutkan kegiatan belajar berikutnya!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 28


SEKARANG SAYA TAHU

A. Setelah mempelajari materi diatas, kita dapat melakukan Teknik


pemindahan dan pengangkatan pasien baik pemindahan
darurat ataupun pemindahan non darurat. Pemindahan darurat
adalah pemindahan korban Ketika dalam keadaan yang
membahayakan baik dari lingkungan maupun korban itu sendiri.
Jenis pemindahan darurat yaitu tarikan baju, tarikan selimut,
tarikan bahu atau lengan, dan lain sebagainya.
B. Pemindahan non darurat umumnya membutuhkan
perlengkapan yang tidak sedikit dan pasiennya dalam keadaan
stabil. Adapun jenis pemindahan non darurat yaitu
pengangkatan langsung dari lantai/tempat tidur, pengangkatan
ekstremitas, pengangkatan dengan LSB dan direct ground lift.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 29


MATERI POKOK 4
TEKNIK MELEPASKAN HELM DAN SABUK
PENGAMAN PADA KORBAN TRAUMA

Pendahuluan
Gambaran nyata yang terjadi bahwa cedera di kepala dan leher
sebagai etiologi kematian bagi pengguna jalan, termasuk
pengendara motor dan sepeda. Data mengungkapkan di negara
maju, cedera kepala menempati porsi 75% dari total kematian
sebagai penyebab kematian pada pengguna kendaraan bermotor
roda dua dan sepeda. penggunaan helm diharapkan dapat
mengurangi terjadinya benturan langsung maupun tidak langsung
sebagai bentuk cedera di kepala. Sebagai langkah kongkrit yang
nyata guna mengurangi resiko akibat cedera kepala adalah
bagaimana melindungi organ kepala dari benturan yang lebih fatal
yaitu pemakaian helm kepala, dimana yang saat ini dianjurkan
menggunakan helm yang berstandar nasional indonesia (SNI).

Dengan pokok materi ini mari kita tingkatan pengetahuan


terutama dalam melakukan pelepasan helm dan sabuk
pengaman khususnya pada korban trauma selamat belajar!!!

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 30


Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta dapat melakukan
teknik melepaskan helm dan sabuk pengaman pada korban trauma.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
A. Teknik Melepaskan Helm
B. Teknik Melepaskan Sabuk Pengaman

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 31


Uraian Materi Pokok 4

A. Teknik Melepaskan Helm


1. Perhatian dan Kontraindikasi
Melepas helm mungkin dapat ditunda pada korban yang tidak
mengalami gangguan jalan napas Ketika diduga mengalami
cedera servikal-spinal. Pada situasi ini, maka gergaji dapat
digunakan untuk memotong dan membuka helm. Ketika
membiarkan helm ditempatnya kita membutuhkan
bantalan/ganjal untuk mengelevasikan badan korban dari
kemungkinan turunnya bahu. Sedangkan pada anak dapat
terjadi fleksi. Jangan mencoba melepaskan helm jika anda
tidak terlatih. Persiapan pasien:
a. Stabilkan secara manual kepala korban.
b. Instruksikan pasien untuk tetap tenang/diam sedapat
mungkin dan biarkan penolong melakukan pekerjaannya
melepaskan helm.
c. Instruksikan korban untuk segera mengingatkan
penolong jika ada manuver yang meningkatkan rasa nyeri
dileher atau kebas dan kesemutan di extremitas.
d. Jika mungkin, lepaskan kacamata korban dan anting
yang ada di telinga.
2. Prosedur Pelepasan Helm
Tahapan prosedur:
a. Leader: Ambil posisi dikepala korban dan pegang
dengan hati-hati dalam garis stabilisasi dengan

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 32


menempatkan ibu jari di mandibula pasien dan jari
telunjuk di area oksipital.
b. Assistant: Potong atau lepaskan pelindung muka
korban. Jika helm mempunyai pelindung telinga,
lepaskan pelindung tersebut dengan sudip lidah.
c. Assistant: Ambil posisi pada garis stabilisasi dari
leader dengan memegang mandibula dengan ibu jari
dan jari telunjuk satu tangan dan tempatkan tangan
lainnya pada oksipital.
d. Leader: Lepaskan helm dari sisi lateral secara hati-hati
(lihat gambar B). Setelah helm mencapai oksiput,
rotasikan helm kearah anterior kewajah, hati-hati agar
tidak mengenai hidung.
e. Assistant: Perhatian kepala dapat turun saat helm
dilepas jika penopang dibagian belakang oksipital tidak
adekuat.
f. Leader: Stabilisasi dari arah lateral dengan jari-jari
tangan anda pada mandibula dan osksipital seperti
dijelaskan pada langkah 1.
g. Assisstant: Tempatkan gulungan handuk atau selimut
dibawah kepala korban jika diperlukan untuk
mempertahankan alignment. Ambil
peralatan/perlengkapan lain untuk mengimobilisasi
spinal pasien secara definitive (lihat prosedur immobilisasi
spinal)
h. Kaji dan dokumentasikan status neurologik, termasuk
pula pergerakan dan sensasi semua ekstremitas.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 33


Gambar. Teknik Melepaskan Helm

Bagaimana materi melepaskan helm pada korban trauma? Ini


merupakan materi yang penting, mengingat pengguna motor
di negara kita sangat banyak dan sebaiknya keterampilan
melakukan pertolongan pertama khususnya Helm Removal
sebaiknya dapat dimiliki oleh masyarakat awam, karena
masyarakat awam sering sebagai orang yang melihat pertama
kali terhadap kejadian kasus-kasus kegawatdaruratan.

B. Teknik Melepaskan Sabuk Pengaman


1. Penggunaan Sabuk Pengaman yang Benar
Agar berfungsi baik, sabuk pengaman harus dipakai di bawah
spina iliaka anterior superior, dan di atas femur, tidak boleh
mengendor saat tabrakan dan harus mengikat penumpang
dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (diatas spina iliaka)
maka hepar, lien, pankreas, usushalus, duodenum dan ginjal

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 34


akan terjepit di atara sabuk dan tulang belakang, dan timbul
burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vertebra lumbalis akibat
sabuk terlalu tinggi akan mengakibatkan fraktur kompresi
anterior dari vertebra lumbal.
2. Cara Melepaskan Sabuk Pengaman yang Benar
Melepas sabuk pengaman juga harus hati-hati, jangan
melepas langsung secara mendadak karena sabuk
pengaman itu sendiri bisa dijadikan sebagai tampon pada
saat terjadi perdarahan yang diakibatkan karena benturan
dengan sabuk pengaman tersebut. Kalau membukanya
secara mendadak, sabuk pengaman yang sudah sebagai
tampon dan perdarahan sudah berhenti dapat membuat luka
menjadi terbuka lagi dan akan terjadi perdarahan ulang.

Gambar. Teknik Melepaskan Sabuk Pengaman

Terima kasih sudah bersungguh-sungguh dalam mempelajari


modul ini.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 35


SEKARANG SAYA TAHU

A. Setelah mempelajari materi diatas, kita dapat mengetahui


kontraindikasi dari pelepasan helm yaitu jangan mencoba
melepaskan helm jika anda tidak terlatih. Adapun persiapan
pasien yaitu stabilkan secara manual kepala korban,
instruksikan korban untuk tetap tenang/diam sedapat mungkin
dan biarkan penolong melakukan pekerjaannya melepaskan
helm, instruksikan korban untuk segera mengingatkan penolong
jika ada manuver yang meningkatkan rasa nyeri dileher atau
kebas dan kesemutan di extremitas dan jika mungkin, lepaskan
kacamata korban dan anting yang ada di telinga.
B. Melepas sabuk pengaman juga harus hati-hati, jangan melepas
langsung secara mendadak karena sabuk pengaman itu sendiri
bisa dijadikan sebagai tampon pada saat terjadi perdarahan
yang diakibatkan karena benturan dengan sabuk pengaman
tersebut. Kalau membukanya secara mendadak, sabuk
pengaman yang sudah sebagai tampon dan perdarahan sudah
berhenti dapat membuat luka menjadi terbuka lagi dan akan
terjadi perdarahan ulang.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 36


MATERI POKOK 5
EVAKUASI PASIEN

Pendahuluan
Evakuasi merupakan komponen penting dari layanan kesehatan
untuk penyelamatan karenanya dibutuhkan ketepatan, efisiensi dan
sepenuhnya dijalankan. Pentingnya perlindungan bagi korban
hanya dapat dilakukan di tempat yang aman, bukan aman untuk
korban saja tetapi penyelamat juga tidak terancam oleh segala
bahaya yang ada di sekitar.
Dalam proses evakuasi dari lokasi kecelakaan, penanganan
pertolongan pertama yang cepat sangat penting. Dalam kasus
gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,
fraktur terbuka dan tertutup, luka bakar termal dan terkena cairan
kimia, keterlambatan dalam memberikan bantuan dengan cepat
menyebabkan kemunduran yang signifikan pada kondisi tubuh dan
bahkan bisa sampai mengakibatkan kematian.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta dapat melakukan
evakuasi pasien

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 5:
A. Ekstrikasi (Manual dan Alat)
B. Evakuasi (dengan Alat dan Transportrasi)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 37


Uraian Materi Pokok 5

A. Ekstrikasi (Manual dan Alat)


Ekstrikasi adalah menarik dan memindahkan untuk
membebaskan korban dari keadaan yang sulit dengan cara
yang sistematik, melibatkan tehknik penilaian suasana,
stabilisasi, mengeluarkan dan mengangkut korban dari tempat
kejadian. Stabilisasi adalah mengistirahatkan dan menangani
korban sesuai dengan kondisi.
Peralatan Pemindahan Pasien
Beberapa perlengkapan termasuk tandu dan alat–alat lainnya
dirancang untuk membawa pasien dengan aman. Untuk itu kita
harus mengenal dan terbiasa dalam menggunakan alat–alat ini.
Dan kita harusmengetahui keterbatasan dari peralatan yang
digunakan.
Berikut ini peralatan khusus yang digunakan untuk ekstrikasi
pasien:
1. Tandu Sekop (Scoop Stretcher, Orthopaedic Stretcher)
Merupakan alat untuk mengangkat dan memindahkan yang
efektif. Harus diingat bahwa tandu sekop bukan alat untuk
membawa/transportasi tapi hanya untuk mengangkat dan
memindahkan. Proses pengangkatan sebaiknya dengan
empat petugas dengan masing–masing satu pada sisi tandu
sekop ini mencegah kemungkinan tandu akan melengkung.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 38


Gambar. Scoop Strecher

2. Long Spine Board (LSB)


Adalah bidai tulang belakang atau papan panjang kayu yang
keras atau benda sintetis yang tidak menyerap darah
dengan Panjang sekitar 2 meter. Biasanya digunakan untuk
mengangkat sekaligus memfiksasi pasien yang dicurigai
cedera servikal atau tulang belakang.
Setelah pasien difiksasi diatas LSB, pasien tidak boleh
diturunkan sampai terbukti cedera yang dicurigai tidak
terjadi. Oleh karena itu LSB sebaiknya harus terbuat dari
bahan yang tidak mengganggu proses X–ray/roentgen.

Gambar. Long Spine Board

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 39


3. Back Board/Short Spine Board (SSB) atau Body Splint
SSB dan body splint adalah dua alat yang berbeda secara
bentuknamun mempunyai fungsi yang sama dua alat ini
merupakan perlengkapan ekstrikasi, panjangnya sekitar 1
meter.
Digunakan pada pasien trauma terutama untuk
memindahkan pasien dari dalam kendaraan yang dicurigai
adanya cedera servikal dan tulang belakang.
SSB atau KED diletakkan antara pasien dan tempat duduk
kendaraan. Bila pasien sudah diamankan dengan memakai
servikal kolar yang kaku, pasien dapat dipindahkan dari
posisi duduknya di dalam kendaraan ke posisi terlentang
diatas LSB.

Gambar. Body Splint

B. Evakuasi (dengan Alat dan Transportasi)

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 40


Evakuasi adalah membawa korban kesarana medis yang sesuai
dengan kondisi korban. Evakuasi harus dilakukan dengan waktu
yang tepat yang memungkinkan Tindakan life and limb saving
secepat mungkin. Direkomendasikan bahwa evakuasi korban
dari tempat kejadian kefasilitas medis terdekat idealnya
dilakukan dalam 1 jam dari kejadian, dan evakuasi kefasilitas
Kesehatan level 2 atau 3 harus tidak lebih dari 4 jam dari waktu
kejadian.
Berikut ini peralatan khusus yang digunakan untuk evakuasi
pasien:
1. Tandu Beroda
Sering juga disebut sebagai stretcher atau brankar. Ada
yang dapat dilipat saat pengiriman dan biasanya pada unit
ambulans atau unit evakuasi.
Hal–hal yang harus diperhatikan:
• Pasien selalu diselimuti.
• Jelaskan pada pasien/keluarga tujuan perjalanan.
• Sedapat mungkin lakukan strapping/fiksasi.
Ketika mendorong brankar posisi kaki pasien didepan dan
kepala di belakang. Tujuannya agar pasien dapat melihat
arah perjalanan brankar. Posisi dapat dibalik bila akan naik
tangga atau kondisi jalan menurun.
Sewaktu dalam ambulans posisi brankar terbalik dengan
kepala di depan (dekat pengemudi), ini akan memudahkan
kita melakukan tindakan (bila perlu intubasi, dsb). Sementara
pada wanita inpartu, posisi brankar dalam ambulans boleh
dibalik, supaya kita dapat membantu persalinan.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 41


Gambar. Brankar
Jangan meninggalkan pasien sendirian di atas brankar.
Pasien mungkin berusaha membalik yang berakibat
terbaliknya brankar. Selalu berjalan secara hati–hati.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 42


SEKARANG SAYA TAHU

A. Setelah mempelajari materi diatas, kita dapat mengetahui


ekstrikasi adalah menarik dan memindahkan untuk
membebaskan korban dari keadaan yang sulit dengan cara
yang sistematik, melibatkan tehknik penilaian suasana,
stabilisasi, mengeluarkan dan mengangkut korban dari
tempat kejadian jenis-jenis evakuasi dengan atau tanpa
menggunakan alat seperti tandu sekop, LSB, SSB atau body
splint.
B. Kita juga dapat mengetahui evakuasi adalah membawa
korban kesarana medis yang sesuai dengan kondisi korban
pasien secara manual ataupun dengan menggunakan alat.
Peralatan yang digunakan seperti tandu beroda.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 43


MATERI POKOK 6
TRANSPORTASI

Pendahuluan
Transportasi pasien antar ruangan maupun transportasi
korban dari kendaraan atau sebaliknya merupakan salah satu
keterampilan yang wajib dimiliki setiap perawat terutama
dalam kasus kegawatdaruratan, karena itu perawat memiliki
peranan penting dalam transportasi pasien.
Peran perawat dalam hal transportasi pasien sangatlah
besar. Peran tersebut meliputi sebelum dilakukannya
transportasi sampai setelah dilakukannya transportasi yang
mencakup Berbagai hal yakni dalam komunikasi antara
perawat yang akan mentransport dan perawat yang akan
menerima transport tentang pemeriksaan kesiapan ruangan,
persiapan alat untuk transportasi pasien, serta dokumen-
dokumen terkait transportasi pasien.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta dapat melakukan
transportasi pasien dengan baik dan benar.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 6:
A. Transportasi Pasien dengan Benar

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 44


Uraian Materi Pokok 6

Transportasi Pasien dengan Benar


Transportasi pasien adalah proses pemindahan pasien dari tempat
kejadian setelah pasien stabil, selain itu kendaraan yang akan
digunakan pun harus sesuai dan tidak menyulitkan pasien maupun
penolong.
Transportasi ini merupakan suatu hal yang kompleks karena
menyangkut tentang fasilitas rumah sakit, daya tampung rumah
sakit dan jenis ambulans, maka diharuskan adanya koordinasi yang
jelas dan pasti antara rumah sakit perujuk dengan rumah sakit
penerima.
Berikut ini syarat kendaraan yang harus diperhatikan untuk
membawa pasien, meliputi:
1. Ambulans Darat
a. Cukup ruang agar pasien dapat diposisikan terlentang.
b. Dapat memuat dua pasien dan petugas.
c. Cukup tinggi untuk petugas berdiri dalam melakukan tindakan
yang diperlukan selama perjalanan.
d. Cukup tinggi untuk peletakkan cairan infus yang diberikan
kepasien (min 90 cm).
e. Dilengkapi peralatan medis dan non medis untuk penanganan
pasien.
f. Dilengkapi alat komunikasi (radio, telepon mobil atau telepon
seluler).

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 45


Dalam proses evakuasi pasien atau merujuk pasien, ambulans yang
digunakan sudah memenuhi standar sebagai ambulans
transportasi, baik peralatan, petugas maupun kondisi kendaraan.
Posisi pasien Ketika didorong dari awal adalah kaki terlebih dahulu
(didepan) hal ini dimaksudkan agar petugas yang dibelakang lebih
mudah memonitor kondisi pasien, Ketika akan memasuki kendaraan
ambulans bagian kepala berada di depan kecuali untuk pasien
inpartu.
Sepanjang perjalanan petugas melakukan survei primer dan survei
sekunder, catat setiap tindakan yang dilakukan dan perubahan–
perubahan yang spesifik yang terjadi.
Beberapa hal yang harus dimonitor selama transportasi pasien:
1. Kesadaran pasien
2. Tanda–tanda vital (RR, TD, N)
3. Daerah luka bila ada
Monitoring keadaan pasien dilakukan sesuai dengan kondisi, pasien
setiap satu menit selama 15 menit, meningkat setiap 5 menit selama
setengah jam. Selanjutnya apabila pasien sudah mulai stabil
dievaluasi setiap 15 menit.
Selama perjalanan kita mengenal istilah code-3, maksudnya adalah
identitas ambulans yang terdiri dari sirine, lampu rotator, dan lampu
besar yang menyala selama perjalanan untuk mempermudah
pengendara lain dalam mengenali dan memberikan prioritas bagi
ambulans.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 46


Gambar. Interior Ambulans

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 47


SEKARANG SAYA TAHU

Transportasi pasien adalah proses pemindahan pasien dari tempat


kejadian setelah pasien stabil, selain itu kendaraan yang akan
digunakan pun harus sesuai dan tidak menyulitkan pasien maupun
penolong. Beberapa hal yang harus dimonitor selama transportasi
pasien yaitu kesadaran pasien, tanda–tanda vital (RR, TD, N),
daerah luka bila ada.

Selamat… Anda telah menyelesaikan Materi Pokok 6. artinya


anda telah dapat melakukan evakuasi dan transportasi dengan
benar. Jika Anda belum sepenuhnya memahami materi,
silakan pelajari Kembali modul dari awal ya! Yuk istirahat
sejenak untuk memulihkan konsentrasi, kemudian Anda dapat
melanjutkan kegiatan belajar materi selanjutnya.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 48


REFERENSI

1. Advanced Trauma Life Support 10 edition, American College of


Surgeons Committee on Trauma, 2018.

2. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008.


Advanced Trauma Life Suport for Doctor (ATLS) Chicago

3. National Association of Emergency Medical Technicians (U.S):


American College of Surgeons. 2020. PHTLS: Prehospital
Trauma Life Support 9th Edition.

4. Complications in Surgery and Trauma: Cohn SM. Informa


Healthcare USA, 2007.

Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 49


TIM PENYUSUN

Penasehat
Ir. Doddy Izwardy, MA
(Direktur Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan)

Penanggungjawab
Roostiati Sutrisno Wanda, SKM, MKM
(Ketua Tim Pengembangan Pelatihan)

Sekretaris
Esti Rachmawati, SKM, MKM

Tim Penyusun:
Amelia Kurniati, S.Kp, MN
Ns. Lussy Afriyanti, Sp.Kep.MB
Roostiati Sutrisno Wanda, SKM, MKM
Dr. Ns. Uke Pamilia, M.Kep, SP. MB
dr. Kenedi Sembiring, MKM
dr. Nine Luthansa, MPH
Esti Rachmawati, SKM, MKM
Ns. Welas Riyanto, M.Kep, Sp. Kep.MB
Wardoyo, S.Pd, M.Kes
Moh. Chamdan Naimien, S.Kep, Ns
Dian Fajriani, S.Kep, Ners
Ns. Arcellia Farosyah Putri, S.Kep, M.Sc, Phd, AFHEA
dr. Dina Indriyanti, MKM
Ns. Pirton Lumbantoruan, M.Kep
Irwan, SKM
Ns. Muhammad Syukri, S.Kep
Sri Suprapti, S.Kep, MMRS
Dewi Rosmawarsi, S.Kep, Ners, M.Kep
Masudik, EMT-P, S.Kp, M.Kes
Ari Dian Prayoga, S.Kep, NERS
Ns. Devi Melyana Sari, M.Si
Ns. Ii Ismail, S.Kep
Ade Priyanto, S.Kep, Ns. Sp.Kv
Mulyadi Fajar, S.Kep, Ners
Ns. Muji Artono, S.Kep, SKM
Ira Ratnasari, AMK, SKM
dr. Arum Wiratri, MPH
Ns. Dian Pancaningrum,
RR. Kuswardhani, SH, MAP
Dyas Nurika Prastiwi, S.Pd
Farhan Yugarpaksi, S.Pd
Sofyan Alfianto, S.Hum

Anda mungkin juga menyukai