Modul BTCLS
Modul BTCLS
Modul BTCLS
ii
A Tentang Modul Ini
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami
Etik dan Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat.
Pendahuluan
Pelayanan gawat darurat memiliki lingkup penanganan pasien
dalam kondisi penyakit atau cedera serius dan tidak terduga
(Solheim, 2015). Pelayanan keperawatan gawat darurat tidak dapat
dilepaskan dari prinsip asuhan komprehensif perawat dan
pentingnya peran perawat dalam kondisi gawat darurat. Perawat
dan tenaga kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan,
keterampilan, teknik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam
memberikan pertolongan kegawatdaruratan kepada pasien.
Dasar hukum untuk peran dan fungsi perawat gawat darurat di
Indonesia adalah Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan dan Permenkes No. 47 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Gawat Darurat. Peran perawat gawat darurat dalam
mempertahankan kehidupan atau mencegah kecacatan adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Penjelasan lebih jauh
peran dalam melakukan tindakan antara lain (ENA.org, 2022;
ENA 2011 dalam Kurniati, Trisyani dan Theresa, 2018):
a. Triage, pengkajian dan monitoring berkelanjutan
b. Penyelamatan hidup (life saving) dan pencegahan
kecacatan
2. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama dalam proses keperawatan.
Dalam pelaksanaannya assessment/pengkajian merupakan
proses yang berkelanjutan di mana pada fase tersebut data
objektif dan subjektif dikumpulkan. Pada situasi gawat darurat,
assessment ditujukan untuk dapat mengidentifikasi kondisi
pasien dan resiko yang dapat mengancam kehidupan pasien.
Assessment di area gawat darurat dilakukan melalui primary
survey dan secondary survey yang akan dibahas lebih
A. PENGERTIAN ETIK
Pasal 30
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan
keperawatan di bidang upaya perorangan, perawat
berwenang:
a. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik;
b. Menetapkan diagnosis keperawatan;
c. Merencanakan tindakan keperawatan;
d. Melaksanakan tindakan keperawatan;
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan;
f. Melakukan rujukan;
g. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat
sesuai dengan kompetensi;
h. Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi
dengan dokter;
i. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
j. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat sesuai
resep tenaga medis atau obat bebas atau obat bebas
terbatas.
Pasal 35
(1) Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan
pertama, perawat dapat melakukan tindakan medis
dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan MPD. 1 Etik dan Aspek Legal dan
Keperawatan Gawat Darurat. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari kembali modul dari awal
ya!
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Pendahuluan
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)
merupakan sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan
didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi)
untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita.
SPGDT ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kegawatdaruratan serta mempercepat waktu
penanganan (response time) korban/pasien gawat darurat sehingga
dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.
A. Pengertian SPGDT
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah
suatu mekanisme pelayanan korban/pasien gawat darurat yang
terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan kode
akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat.
(Permenkes RI No. 19 Tahun 2016).
SPGDT sehari hari adalah SPGDT yang diterapkan pada pelayanan
gawat darurat sehari hari terhadap individu seperti penanganan
kasus serangan jantung, stroke, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu
lintas, dan sebagainya. SPGDT bencana adalah sistem
penanggulangan gawat darurat terpadu yang ditujukan untuk
mengatur pelaksanaan penanganan korban pada bencana.
Pendahuluan
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja dan di mana saja,
dan memerlukan penanganan yang segera, karena dapat
mengancam jiwa atau menimbulkan kecacatan permanen. Salah
satu dari tiga pilar utama Program Indonesia Sehat adalah
penguatan pelayanan kesehatan, di antaranya meliputi strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem
rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dimana salah
satu caranya adalah melalui penyelenggaraan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Pendahuluan
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan Kesehatan
yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik
terhadap satu kasus penyakit atau masalah Kesehatan secara
vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit
yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang
setingkat kemampuannya. Sistem rujukan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melaksanakan
Bantuan Hidup Dasar (BHD).
A. Pengertian BHD
Resusitasi Jantung Paru adalah suatu prosedur penyelamatan
darurat yang dilakukan ketika terjadi henti jantung dan henti napas.
Resusitasi Jantung Paru dapat menggandakan atau tiga kali lipat
peluang bertahan hidup setelah serangan jantung. Resusitasi
Jantung Paru adalah teknik kompresi dada yang dikombinasikan
dengan pemberian bantuan napas yang bertujuan untuk
B. Tujuan BHD
Resusitasi Jantung Paru merupakan bagian dari pengelolaan
gawat darurat medik yang bertujuan:
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernapasan
Fungsi sirkulasi adalah mengedarkan oksigen dari paru-paru ke
seluruh tubuh termasuk ke organ otak dan mengangkut
karbondioksida sebagai sisa aktivitas sel dari tubuh ke paru-paru
untuk dibuang. Selain itu mengedarkan nutrisi yang diperlukan
untuk metabolisme tubuh dari sistem pencernaan dan
membawa sisa metabolisme ke ginjal untuk dibuang. Jika fungsi
sirkulasi dan pernapasan berhenti dalam waktu 4 -10 menit,
maka organ otak dan jantung akan mengalami kerusakan. Hal
ini sangat membayakan bagi orang tersebut karena bisa
menyebabkan kematian. Bantuan segera untuk mengembalikan
fungsi sirkulasi dan pernapasan sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan nyawa seseorang atau untuk menyelamatkan
dari gangguan yang lebih parah dan kecacatan.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi
Pada kondisi kegawatdaruratan, terutama terjadinya gangguan
sirkulasi dan jalan napas, maka biasanya menyebabkan kondisi
C. Indikasi BHD
Indikasi melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) yaitu: pada pasien
henti jantung dan henti napas.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa henti jantung atau
gangguan sirkulasi dan henti napas atau gangguan pernapasan
dapat berakibat fatal, bahkan sampai menyebabkan kematian.
Oleh karena itu ketika menghadapi keadaan kegawatdaruratan,
yang pertama harus dipastikan adalah keadaan fungsi sirkulasi dan
fungsi pernapasan. Bila didapatkan adanya ganggua atau bahkan
terjadi henti jantung ataupun henti napas, maka kondisi ini
merupakan indikasi untuk segera dilakukannya BHD.
A. Aktivasi
Saat menemukan orang dengan tanda henti jantung, yaitu tidak
berespon, tidak teraba denyut nadi dan tidak bernapas atau pola
pernapasan abnormal, maka yang pertama kali perawat harus
lakukan adalah segera memanggil bantuan untuk mengaktifkan
Emergency Medical System (EMS) atau Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
SPGDT merupakan suatu sistem penanganan kegawatdaruratan
yang standar dan terpadu, dari awal tempat kejadian, selama
perjalanan menuju fasilitas pelayanan kesehatan, selama
menerima bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan sampai paska
penanganan. SPGDT melibatkan berbagai unsur seperti tenaga
kesehatan, pelayanan ambulans, sistem komunikasi dan
masyarakat umum.
Pendahuluan
Dalam melakukan pertolongan terhadap kegawatdaruratan
terutama henti jantung dan henti napas dengan melakukan Bantuan
Hidup Dasar (BHD), seorang Perawat harus mampu melakukan
BHD sesuai algoritme. Tahapan demi tahapan melakukan BHD
yang benar penting untuk diperhatikan. Selain itu BHD tidak hanya
dilakukan pada orang dewasa saja, tetapi juga kepada anak dan
bayi. Di mana, masing-masing memiliki cara yang berbeda dalam
melakukannya.
Jika nadi tidak teraba dan napas tidak terasa lakukan resusitasi
jantung paru, lakukan kompresi jantung luar dengan
perbandingan 30: 2 (kompresi: ventilasi) baik 1 atau 2 orang
perawat dengan teknik sebagai berikut:
1. Letakkan salah satu pangkal telapak tangan perawat pada
pertengahan dari seperdua bagian bawah tulang dada
(sternum)
Kedalaman Rasio
Dewasa 2 – 2,4 inchi (5 – 6 cm) 30:2 (1 atau 2 Perawat)
30:2 (1 Perawat)
Anak 1/3 diameter AP dada
15:2 (2 Perawat)
30:2 (1 Perawat)
Bayi 1/3 diameter AP dada
15:2 (2 Perawat)
1 2
3 4
A. BHD Dewasa
Langkah-langkah BHD pada orang dewasa:
1. Pastikan lingkungan yang aman, cek respon pasien, dan
panggil bantuan.
a. Perawat memastikan lingkungan aman untuk perawat dan
pasien.
b. Cek respon dengan tepuk pundak dan panggil atau katakan
"Apa anda baik-baik saja?"
c. Jika pasien tidak berespon, maka perawat memanggil
bantuan/mengaktifkan sistem emergenci sesuai dengan
lokasi (IHCA/OHCA)
2. Kaji pernapasan dan nadi pasien secara bersamaan
a. Untuk meminimalkan tertundanya CPR, kaji napas dan nadi
pasien secara bersamaan dalam waktu tidak lebih dari 10
detik.
b. Kaji napas dengan melihat pergerakan naik turun dada.
c. Kaji nadi dengan mempalpasi arteri carotis yaitu sekitar 2-3
jari dari trakea menuju otot samping leher
• Jika pasien bernapas normal, ada nadi, pantau pasien
sampai datang bantuan.
• Jika pasien benapas abnormal, ada nadi: berikan
bantuan napas (rescue breathing).
C. BHD Bayi
Henti jantung pada bayi umumnya disebabkan oleh kekurangan
oksigen, misalnya akibat tenggelam atau tersedak. Bila Anda
menyadari bahwa bayi mengalami sumbatan jalan napas, lakukan
pertolongan pertama untuk membebaskan jalan napas terlebih
dahulu. Bila Anda tidak mengetahui penyebab henti napas pada
bayi, lakukan BHD.
Untuk memulai BHD, periksa dulu keadaan sekitar, goyangkan
bayi, dan lihat respons bayi seperti ada atau tidaknya gerakan. Bila
Pendahuluan
Triage merupakan fungsi penting dalam Instalasi Gawat Darurat (IGD),
di mana banyak pasien mungkin datang dalam waktu yang bersamaan.
Triage bertujuan untuk memastikan bahwa pasien dirawat dalam
urutan urgensi klinis mereka yang mengacu pada perlunya intervensi
kritis waktu. Urgensi klinis tidak identik dengan kompleksitas atau
keparahan. Triage juga memungkinkan alokasi pasien ke area
penilaian dan perawatan yang paling tepat, dan menyumbangkan
informasi yang membantu menggambarkan campuran kasus dalam
unit gawat darurat. Triage menjadi komponen yang sangat penting di
IGD, terutama karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan
pasien ke rumah sakit. Berbagai laporan dari IGD menyatakan adanya
kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu ada metode
menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak awal kedatangan.
A. DEFINISI TRIAGE
Kata Triage berasal dari bahasa perancis Trier, yang artinya
menyusun atau memilah. Kata ini pada awalnya digunakan untuk
menyebutkan proses pemilahan biji kopi yang baik dan yang rusak.
Proses pemilahan di dunia medis pertama kali dilaksanakan sekitar
tahun 1792 oleh Baron Dominique Jean Larrey, seorang dokter
kepala di Angkatan perang Napoleon.
Triage berasal dari kata Perancis yang berarti menyeleksi. Dulu
istilah ini dipakai untuk menyeleksi buah anggur untuk membuat
minuman anggur yang bagus atau memisahkan biji kopi sesuai
kualitasnya. Konsepnya semakin berkembang seperti yang
digunakan sekarang ini ditetapkan setelah perang dunia I.
Farrohknia (2011) menyatakan bahwa Triage merupakan suatu
konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua klien yang memerlukan pertolongan dan
penetapan prioritas penanganannya. Pusponegoro (2011)
mengartikan Triage merupakan turunan dari bahasa Perancis Trier
B. PEMBAGIAN TRIAGE
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang pembagian
Triage. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat
belajar!
A. Definisi Triage
Triage adalah cara pemilihan korban/pasien baik di luar maupun
dalam rumah sakit dengan cara yang singkat dan sederhana
untuk menentukan korban/pasien yang manakah yang harus
segera menerima penanganan kasus kegawatdaruratannya.
B. Pembagian Triage
Pembagian Triage adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh
petugas baik di luar rumah sakit, di dalam rumah sakit maupun
dalam keadaan bencana dengan menggunakan sistim yang
berbeda baik itu pelabelan maupun sistim START.
C. Prinsip Seleksi Korban
Prinsip dalam seleksi korban dilakukan untuk mencegah
terjadinya kecacatan maupun kematian berfokus pada penilaian
yang akurat serta tindakan cepat dalam penanganan
kegawatdaruratan.
Pendahuluan
Labeling Triage adalah pemberian label berdasarkan warna. Untuk
warna Triage yang digunakan warna hijau pasien dengan keadaan
tidak gawat darurat, warna kuning pasien dengan keadaan gawat tidak
darurat, untuk warna merah artinya pasien dengan keadaan gawat
darurat (Firdaus, 2014). Begitu juga, dalam pelaksanaan traige harus
sesuai dengan standart operasianal rumah sakit (Hosnaniah, 2014).
Pelaksanaan Triage menggunakan standar labeling Triage, yang
dilakukan oleh perawat dan medis yang telah bersertifikat PPGD,
BTCLS, ACLS maupun yang sudah mempunyai pelatihan Triage.
Maka dari itu, diperlukan seorang perawat yang memiki kemampuan
dan pengetahuan yang lebih dalam pemberian labeling pasien di IGD.
Sehingga pasien dapat ditangani lebih cepat dan tepat sesuai dengan
labelingnya.
A. ATS 5 LEVEL
Triage adalah titik pertama kontak publik dengan IGD. Penilaian
Triage umumnya harus tidak lebih dari dua hingga lima menit dengan
tujuan yang seimbang dari kecepatan dan ketelitian menjadi intinya.
Penilaian Triage melibatkan kombinasi dari masalah penyajian dan
penampilan umum pasien, dan dapat digabungkan dengan
pengamatan fisiologis terkait. Tanda-tanda vital hanya boleh diukur
pada Triage jika diperlukan untuk memperkirakan urgensi, atau jika
waktu memungkinkan.
Setiap pasien yang diidentifikasi sebagai ATS Kategori 1 atau 2 harus
segera dibawa ke dalam area penilaian dan perawatan yang tepat.
Penilaian keperawatan yang lebih lengkap harus dilakukan oleh
perawat perawatan menerima pasien. Penilaian Triage tidak
dimaksudkan untuk membuat diagnosis. Inisiasi investigasi atau
rujukan dari Triage tidak dilarang jika waktu memungkinkan.
B. ATS 3 LEVEL
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang ATS 3 Level.
Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat!
A. PARAMETER RPM
Parameter RPM adalah sistim Triage menggunakan pendekatan
Airway, Breathing, Circulation (ABC). Dengan melihat frekuensi
pernafasan korban/pasien, Capillary Refill Time dan apakah
korban dapat menjalankan instruksi yang diberikan oleh petugas.
Berikut adalah parameter RPM dalam Triage bencana dan
dengan mudah dah cepat dapat dilakukan oleh petugas.
C. RE-TRIAGE
Pada materi ini Anda akan mempelajari kembali tentang Re-
Triage. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat!
2. Data Objective
3. Analisis Data
4. Planning
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang Planning
yaitu rencana apa yang harus dilakukan. Yuk pelajari materi
Modul Basic Trauma Cardiac Life Supports (BTCLS) 51
berikut dengan penuh semangat belajar! Dengan belajar kita
akan semakin pintar.
10. https://acem.org.au/getmedia/51dc74f7-9ff0-42ce-
872a0437f3db640a/G24_04_Guidelines_on_Implementation_of_
ATS_Jul-16.aspx
11. https://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/94/Triage-pasien
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
penilaian dan penatalaksanaan awal.
Pendahuluan
Penilaian dan penatalaksanaan awal dilakukan secara terstruktur
dan komprehensif. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan terjadinya
keterlambatan identifikasi dini kondisi mengancam nyawa dan
mempercepat penanganan kondisi kegwatdaruratan pasien.
A. PRINSIP 3 AMAN
Gastric Tube
Pemasangan selang lambung bertujuan untuk dekompresi
lambung dan meminimalkan aspirasi. Sebelum dilakukan kaji
terlebih dahulu lokasi pemasangan. Apakah aman melalui hidung
atau mulut.
Heart Monitor
Pemasangan monitor untuk irama jantung. Termasuk di dalamnya
pemantauan berkala frekuensi napas, saturasi oksigen atau CO 2,
dan tekanan darah. Selain itu pemeriksaan diagnostik penunjang
kegawatdaruratan trauma seperti Focused Assessment with
Sonography for Trauma (FAST), Analisis Gas Darah (AGD), dst
dapat dilakukan sebagai tambahan survei primer.
D. RE-EVALUASI
E. SURVEI SEKUNDER
Selamat!!
Anda telah menyelesaikan MPI 3 Penilaian dan
Penatalaksanaan Awal. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari kembali modul dari awal ya!
Semangat!!
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu
melakukan Penatalaksanaan Pasien dengan Gangguan Jalan
Napas dan Pernapasan (airway breathing management)
Pendahuluan
Pemeriksaan fisik pada penatalaksanaan jalan napas maupun
pernapasan merupakan salah satu keterampilan yang harus di miliki
setiap perawat/petugas kesehatan. Kecepatan dan ketepatan dalam
mengenali sumbatan jalan napas akan mengurangi angka
kecacatan dan kematian.
Otak sebagai organ vital tubuh harus selalu mendapatkan oksigen,
jika otak tidak mendapatkan oksigen akan menyebabkan hipoksia
serebral dalam waktu kurang dari 6 menit akan bersifat irreversible
yang akan mengakibatkan kematian. Untuk itu petugas kesehatan
kecepatan dan ketepatan khususnya perawat harus mampu
melakukan pemeriksaan fisik, mengenali tanda dan gejala,
mengenali penyebab sumbatan jalan napas langkah awal dalam
mendiagnosa dan melakukan intenvensi selanjutnya pada pasien
dengan gangguan airway dan breathing.
Adapun sumbatan jalan napas (obstruksi) dapat bersifat partial atau
total. Penyebab sumbatan bisa diakibatkan oleh sekret, darah atau
benda asing. Tindakan untuk membebaskan jalan napas dengan
cara menghilangkan penyebab dari sumbatan pada jalan napas
tersebut.
A. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji airway atau kepatenan jalan napas dan pernapasan
spontan merupakan langkah pertama yang penting dalam
penanganan pasien kegawatdaruratan trauma dan non trauma.
Observasi tingkat kesadaran dan kaji apakah terdapat henti
napas, pengkajian atau pemeriksaan fisik meliputi hal-hal
dibawah ini :
1. Inspeksi
Kaji hidung dan mulut pasien bentuknya, kesimetrisan,
adanya napas cuping hidung, adanya sekret, darah, sisa
makan,benda asing, lubang hidung dan mulut paten, adanya
masa (polip) atau benjolan, mukosa hidung dan mulut. Kaji
tingkat kesadaran pasien, kaji pula adanya pergerakan dada.
Sianosis (adanya sianosis dimulut dan hidung pertanda
sianosis sentral). Kaji tingkat kemampuan bicara pasien.
Gunakan otoskop dan tongspatel untuk mempermudah. Kaji
saturasi oksigen (SpO2).
2. Palpasi
Kaji adanya nyeri tekan di hidung dan mulut, adanya masa,
benjolan, lesi, krepitasi, fraktur dan benda asing. Kaji adanya
aliran udara yang keluar masuk di hidung dan mulut.
3. Auskultasi
Dengarkan adanya suara napas yang keluar dari hidung dan
mulut, bunyi suara gurgling/drooling (adanya cairan),
Pendahuluan
Pemeriksaan pernapasan bertujuan untuk menilai apakah
pernapasan pasien adekuat atau tidak dengan memperhatikan
tanda dan gejala dengan tetap mempertahankan tulang servikal
khususnya pada pasien trauma atau pasien tidak sadar. Pengkajian
pernapasan (breathing) dilakukan setelah penilaian jalan napas
yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi dengan melihat bagian dada pasien apakah adanya jejas,
luka atau benda tajam yang menancap. Palpasi dapat dilakukan
dengan meraba bagian dada apakah adanya krepitasi, emfisema,
massa atau nyeri. Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk dada
menggunakan jari jari pemeriksaan. Bunyi perkusi dulnes atau
hipersonor menandakan adanya kelainan pada rongga dada.
Auskultasi menggunakan stetoskop untuk mendengar bunyi napas
pasien. Hal yang perlu diperhatikan adalah bunyi napas (ronkhi atau
wheezing) dan bunyi jantung pasien menandakan adanya kelainan.
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pernapasan meliputi :
a. Inspeksi
Kaji pernapasan menggunakan cuping hidung, adanya darah
atau cairan dihidung. Kaji pergeseran posisi trachea, adanya
distensi vena jugularis. Kaji bagian thoraks dilakukan dengan
melihat adanya jejas pada kedua sisi dada, ekspansi kedua
paru simetris atau tidak, ada luka tusuk atau tidak,
penggunaan otot-otot aksesoris pernapasan seperti
intercostal, otot sternokleidomatoid, adanya luka tembus
atau tusuk, adanya benda asing. Kaji tingkat kesadaran,
gelisah, berontrak, somnolen atau penurunan kesadaran
pertanda oksigenasi yang buruk. Kaji Sianosis atau warna
kulit kebiruan, Capillary Refill Time (CRT) >2 detik, akral
dingin merupakan tanda perfusi perifer yang buruk. Tanda-
tanda vital termasuk saturasi oksigen (SpO2). Target
Saturasi SpO2 Normal lebih dari 95%. Desaturasi
menandakan hipoksia yang sering terjadi pada pasien
obstruksi jalan napas.
b. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni dibawah kedua
klavikula, (pada garis mid klavikularis), dan pada kedua mid-
aksila (kosta 4-5). Bunyi napas harus sama kiri kanan. Ada
tidaknya bunyi paru abnormal wheezing, ronkhi. Auskultasi
2. Tension Pneumothoraks
Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang berasal
dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke
dalam rongga pleura paru-paru atau dari luar melalui dinding
dada, masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar
lagi (one way-valve), maka udara akan semakin banyak pada
satu sisi rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya
akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat = mediastinum
akan terdorong, dengan akibat timbul syok.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah
komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan
ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada kerusakan
pada pleura viseral. Tension pneumothorax juga dapat timbul
akibat cedera toraks, misalnya cidera tulang belakang toraks
yang mengalami pergeseran. Tension pneumothoras ditandai
dengan gejala nyeri dada, sesak yang berat, distres
pernapasan, takikardia, hipotensia, deviasi trakea, hilangnya
3. Masive Hematotoraks
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga
dada. Pada keadaan ini akan terjadi sesak karena darah
dalam rongga pleura, dan syok karena kehilangan darah.
Pada perkusi dada akan redup karena darah dalam rongga
pleura (pada pneumothorax adalah hipersonor). Tidak
banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-
satunya cara adalah dengan mengganti darah hilang dengan
pemasangan infus dan membawa penderita secepat mungkin
ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan
tindakan cepat di UGD yaitu tindakan pemasangan Water
Seal Drainage (WSD) atau thoracotomy.
4. Flail chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple pada
dua atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada.
Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi
justru akan masuk kedalam. Ini dikenal sebagai pernapasan
paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun
yang lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang
terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu
dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi
tambahan.
Cara pemasangan
1) Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
2) Masukkan alat dengan ujung mengarah ke chefalad
3) Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring,
Bahaya :
1) Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong
lidah ke belakang atau apabila ukuran terlampau
Cara pemasangan :
Indikasi pemasangan :
1) Henti jantung
2. Ventilator
4. https://www.researchgate.net/profile/Lester_Thompson/publicati
on/
329488497/figure/download/fig1/AS:701330674946051@15442
21 671840/Normal-anatomy-of-the-pharynx.png diunduh tanggal
30 Juni 2022
5. https://th.bing.com/th/id/R.14bf7c7863ea2af8f3948a388698d140?ri
k=ShnxrQOKAIn0EA&riu=http%3a%2f%2fwww.easynotecards.com
6. %2fuploads%2f1143%2f39%2f_1ab14c46_1620239ffb9
8000_00
013996.png&ehk=Uvxv3%2f%2bwv8%2bundZ60f4yjVtt4w8DGr
otE NYe8WqlShA%3d&risl=&pid=ImgRaw&r=0 diunduh tanggal
30 Juni 2022
7. https://i.pinimg.com/originals/56/95/40/5695401ec33e97825eac2
ce 6eec302ac.jpg diunduh tanggal 30 Juni 2022
8. https://image.slidesharecdn.com/23lecturepresentation1404150
835 22-phpapp01/95/23-lecture-
resentation47638.jpg?cb=1397551213 diunduh tanggal 30 Juni
2022
9. https://allagesfirstaidtraining.com/wp.content/uploads/2016/01/chok
ing.jpg diunduh tanggal 1 Juli 2022
10. https://d3i71xaburhd42.cloudfront.net/a8c2239bba6dd9f0f231a
0d1 9d554af1a1fa87ad/2-Figure1-1.png diunduh tanggal 1 Juli
2021
12. https://th.bing.com/th/id/R.4d25e12792965f1acf43fcfe611312d4?rik
=t3a0%2fPmUesVC7Q&riu=http%3a%2f%2fwww.eerstehulpwiki.nl
%2fwiki%2fimages%2f0%2f04%2fPneumothorax.png&ehk=38F
Vik
xnSa7B6HX0UQOWZ4l4Chn3O6apHE2o7luCj4I%3d&risl=&pid
=Im gRaw&r=0 diunduh tanggal 07 Juli 2022
13. https://i.pinimg.com/236x/b7/0d/b5/b70db543ad79a45231438ca
50 52fe26f--firefighter-paramedic-respiratory-therapy.jpg diunduh
tanggal 07 Juli 2022
14. https://healthjade.com/wp-content/uploads/2019/01/hemothorax.jpg
diunduh tanggal 07 Juli 2022
15. https://cdn.lecturio.com/assets/Lecturio_5243_Flail-
chest.png diunduh tanggal 07 Juli 2022
16. https://i0.wp.com/cdnprod.medicalnewstoday.com/content/imag
es/ articles/323/323429/a-buildup-of-fluid-around-the-heart-
muscles- causes-cardiac-tamponade-image-credit-blausen-
com-staff- 2014.jpg?w=1155 diunduh tanggal 07 Juli 2022
17. https://th.bing.com/th/id/R.5299e48fa3876c9583e3d634adfd2d4
5?r
ik=XOxGxtSt%2bgulPA&riu=http%3a%2f%2fchattanoogaradiotv
.co m%2fwp-
content%2fuploads%2f2015%2f02%2fheimlich.jpg&ehk=sb0TBf
xA
F9wfHIV9Mf11FKESYFBXhLmlKpAWmA8IfRo%3d&risl=&pid=I
mg Raw&r=0 diakses tanggal 12 Juni 2022
19. https://image.slidesharecdn.com/5-
180324080240/95/endotracheal-intubation-in-oral-
maxillofacial- surgery-1-638.jpg?cb=1521878646 diakses
tanggal 12 Juni 2022
20. https://3.bp.blogspot.com/-
zrI2ga2N8R4/WdXlq7AuaWI/AAAAAAAACOA/LbWjPxsZMY8-
Ean6ey3wSJNIs6zgB7vkQCLcBGAs/s1600/31465292-Insertion-
of- an-endotracheal-airway-tube-for-assisted-ventilation-
showing-the- relationship-between-t-Stock-Vector.jpg diakses
tanggal 12 Juni 2022
21. https://s-media-cache-
ak0.pinimg.com/736x/9d/67/d7/9d67d7d086bd1100692e825a0
58d c103.jpg diakses tanggal 12 Juni 2022
23. https://storage.googleapis.com/avante/images/3002-1-
intersurgical- solus-laryngeal-mask.jpg dikases tanggal 12 Juni
2022
24. https://www.honestdocs.id/system/blog_articles/main_hero_images
/000/002/961/original/Trakeostomi Jalur_Napas_Buatan_yang_M
enyelamatkan.jpg diakses tanggal 12 Juni 2022
25. https://i0.wp.com/veteriankey.com/wp-
content/uploads/2016/09/B9781455706068000069_f006-pb016-
9781455706068.jpg?fit=650%2C697&ssl=1 diakses tanggal 12
Juni 2022
27. https://cdn11.bigcommerce.com/s-
cjuawlv/images/stencil/1280x1280/products/2524/30508/ST144
175
28. https://gearbags.com/wp-content/uploads/2018/11/LX-
NRB.jpg diakses tanggal 12 Juni 2022
29. https://th.bing.com/th/id/OIP.Q4MlqYTSS4cAVWXXKCcISgHaHa?p
id=ImgDet&rs=1 diakses tanggal 12 Juni 2022
30. https://3.bp.blogspot.com/-
oBzZvdbVwaU/V4N3fRQ7MaI/AAAAAAAAAlI/y_PQacIs7eUkJU
RO jLMyfGjPknjHN9nPACLcB/s1600/hamilton%2Bventilator.jpg
diakses tanggal 12 juni 2022
32. Linda, D Urden dkk ( 2018) Critical Care Nursing: Diagnosis and
Management, 8th edition, Missouri, Elsevier
34. Ulya, Ikhda dkk. (2017). Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat
pada Kasus Trauma. Jakarta Selatan: Salemba Medika
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
penatalaksanaan pasien akibat trauma kepala, spinal, thorak,
abdomen, muskuloskeletal, dan luka bakar.
Pendahuluan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional Tahun 2019,
jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia sebanyak 116.411,
dimana korban mati 25.671 orang, luka berat 12.475 Orang, luka
ringan 137.342 orang, dan kerugian materi mencapai 254.779 juta
rupiah. Modul ini membahas tentang penjelasan biomekanika
trauma. Informasi yang rinci mengenai biomekanik dari kecelakaan
dapat membantu identifikasi sampai 90% dari trauma yang diderita
pasien. Informasi dimulai dengan keterangan dari keadaan atau
kejadian pada fase sebelum terjadinya kecelakaan, seperti minum
alcohol, pemakaian obat, kejang, sakit di dada, kehilangan
kesadaran sebelum tertabrak dsb.
1. Tabrakan Mobil
Tabrakan dapat terjadi dengan cara:
1) Fase 1
Bagian bawah pasien tergeser ke depan, biasanya lutut
akan mengenai dashboard. Tulang paha akan menahan
beban terlalu berat akibatnya kalau tidak kuat menahan
bisa patah. Sendi panggul kedorong ke belakang, kalau
tidak kuat menahan beban sendi panggul bisa lepas dari
mangkuknya.
d. Terbalik
Kendaraan yang terbalik secara perlahan dan pengemudi atau
b. Jaket Airbag
1. Benturan Depan
Pada benturan depan, pasien mengikuti jalur Down and Under
dengan tungkai bawah sebagai titik benturan pertama dan lutut
atau kaki yang menerima permulaan dari pertukaran energi.
Gerakan kedepan dari tubuh terhadap tungkai dapat
mengakibatkan:
a. Fraktur dislokasi sendi ankle.
b. Dislokasi lutut karena femur over ride terhadap tibia dan
fibula.
c. Fraktur femur.
d. Dislokasi posterior dari femoral head dari asetabulum karena
pelvis override femur.
Komponen kedua dari gerakan Down and Under ini adalah
gerakan ke depan dari tubuh dan mengenai setir atau Dashboard.
Bila bentuk kursi dan posisi pasien menyebabkan kepala menjadi
Gambar 22. (A) Pupil dilatasi; (B) Pupil konstriksi; (C) An isokor pupil;
(D) Pupil normal
2. Motorik
Dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan tungkai.
Apabila salah satu lengan atau dan tungkai kurang atau sama-
sekali tidak bereaksi, maka disebut sebagai adanya tanda
lateralisasi.
Tanda–Tanda Peninggian Tekanan Intra–Kranial (TIK):
a. Pusing dan muntah
b. Tekanan darah sistolik meninggi
c. Nadi melambat (bradikardia)
Tanda-tanda peninggian tekanan intra-kranial tidak mudah
untuk dikenali, namun apabila ditemukan maka harus sangat
I. Trauma kepala
A. Trauma kepala merupakan kejadian yang sangat sering
dijumpai. Lebih dari 50% pasien trauma adalah pasien trauma
kepala. Kepala menampung organ yang sangat penting, yaitu
otak. Otak rentan terhadap cedera traumatis karena
tengkorak adalah satu-satunya pelindung dari kekuatan
benturan dari luar. Mempelajari anatomi tengkorak kepala
sangat berguna dalam mempelajari akibat-akibat cedera
kepala.
B. Tanda dan gejala trauma kepala adalah terjadinya penurunan
kesadaran yang bisa dilihat dari penilaian GCS pasien, terjadi
perubahan ukuran pupil (>3 mm), dan terdapat tanda-tanda
lateralisasi di bagian motorik.
C. Pemeriksaan Fisik Disability Kepala: termasuk GCS, Pupil
(Reflek Cahaya, Ukuran, Bentuk), dan Kekuatan Otot.
D. Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala berdasarkan
kondisi cedera kepalanya: ringan–sedang–berat.
E. Stabilisasi pasien cedera kepala maka lakukan Primary
Survey: A-B-C-D-E. Evakuasi dilakukan setelah Primary
Survey selesai atau keadaan yang mengancam nyawa sudah
dilakukan stabilisasi. Jangan tunda untuk evakuasi pasien
hanya untuk menunggu pemeriksaan CT Scan jika dari
pemeriksaan mini neurologis ditemukan pasien mengalami
I. Trauma Thoraks
Apakah Anda pernah menemui pasien dengan trauma
thoraks? Pelajarilah materi berikut ini dengan semangat
belajar yang tinggi ya!
b. Tension Pneumothoraks
Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang
berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding
dada, masuk ke dalam rongga pleura paru-paru atau
dari luar melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga
pleura dan tidak dapat keluar lagi (one- way-valve),
maka udara akan semakin banyak pada satu sisi
rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya akan
tertekan, dengan akibat sesak yang berat =
mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul
syok.
d. Flail Chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple
pada dua atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis
fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen
mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Pada ekspirasi segmen akan
menonjol keluar, pada inspirasi justru akan masuk
kedalam. Ini dikenal sebagai pernafasan paradoksal.
b. Kontusio Paru
Pada kontusio paru yang sering ditemukan adalah kegagalan
bernafas yang dapat timbul Perlahan atau berkembang
sesuai waktu, tidak waktu, tidak langsung terjadi setelah
kejadian.
Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan
evaluasi pasien berulang- ulang. Pemadatan paru karena
trauma, timbulnya agak lambat, sehingga pada fase pra-RS
tidak menimbulkan masalah.
C. Pemeriksaan Fisik
Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang
Penatalaksanaan Psikososial. Yuk pelajari materi berikut
dengan penuh semangat belajar!
Mekanisme trauma
1. Langsung: Pasien terkena langsung oleh benda atau
perantara benda yang mengakibatkan cedera misalnya
tertabrak mobil dan terjatuh dari ketinggian
2. Tidak langsung: Pengendara mobil terbentur dengan dash
board mobil ketika mobil mengalami tabrakan.
Senam Peregangan -
Sayang.mp4
Merah muda
Mid Dermal Ada Lambat +/- Biasanya
gelap
Full
Putih Tidak Tidak Tidak Tidak
Thickness
Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan MPI 5 Penetalaksanaan pasien
Akibat Trauma Kepala, Spinal, Thoraks, Abdomen,
Muskuloskeletal, dan luka Bakar.
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan sirkulasi.
Pendahuluan
Sistem sirkulasi atau peredaran darah adalah sistem yang mengatur
pemompaan darah yang diperlukan tubuh untuk kelangsungan
hidup. Sistem ini juga bisa disebut sebagai sistem transportasi
karena sejalan dengan aliran darah, juga mengangkut zat-zat
maupun hormon yang dibutuhkan tubuh sehingga tersebar merata.
Peredaran darah manusia merupakan peredaran darah tertutup
karena darah yang dialirkan dari dan ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah dan darah mengalir melewati jantung sebanyak dua
kali sehingga disebut sebagai peredaran darah ganda yang terdiri
dari:
1. Peredaran darah pulmonalis/ kecil adalah peredaran darah
jantung ke paru-paru, lalu ke jantung kembali (ventrikel kanan –
arteri pulmonalis – paru-paru – vena pulmonalis – atrium kiri)
2. Peredaran darah sistemik/ besar adalah peredaran darah
jantung ke seluruh tubuh, lalu ke jantung kembali. (Ventikel kiri –
aorta – seluruh tubuh – vena kava – atrium kanan).
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan
gangguan sirkulasi.
B. Definisi Syok
Syok adalah keadaan klinis dengan gejala dan tanda yang
muncul ketika terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen, dan hal ini menimbulkan terjadinya hipoksia
jaringan.
Mendiagnosis syok pada pasien trauma bergantung pada
temuan klinis dan tes laboratorium. Tidak ada tanda vital tunggal
dan tes laboratorium sendiri secara definitif dapat mendiagnosis
syok. Anggota tim trauma harus segera mengenali perfusi
jaringan yang tidak memadai dengan mengenali temuan klinis
yang sering terjadi pada pasien trauma.
Bila keadaan hipoksia jaringan ini tidak segera diatasi akan
mengakibatkan terjadinya kegagalan organ. Hal ini bukanlah
persoalan penurunan tekanan darah semata tetapi persoalan
tidak adekuatnya perfusi jaringan. Keadaan tidak adekuatnya
perfusi jaringan dapat terjadi pada setiap organ tubuh, seperti
terlihat pada daigram berikut:
Diagram 1: Gangguan perfusi jaringan dapat terjadi pada organ
tubuh
C. Patofisiologi Syok
Secara patofisiologi syok merupakan gangguan sirkulasi yang
diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke
jaringan atau perfusi yang diakibatkan oleh gangguan
hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa
penurunan tahanan vaskuler sistemik terutama di arteri,
berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan
sangat kecilnya curah jantung.
Apabila tubuh kehilangan darah, respon awal tubuh akan
melakukan kompensasi. Kompensasi dari tubuh yang terjadi
adalah vasokonstriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
visceral. Hal ini untuk menjamin aliran darah ke otak, jantung dan
ginjal tetap terjaga. Respon lain yang terjadi adalah peningkatan
denyut jantung (takikardia), ini sebagai usaha untuk menjaga
D. Tahapan Syok
Syok tahap lanjut yang ditandai oleh perfusi yang kurang ke kulit,
ginjal dan susunan saraf pusat (SSP) mudah dikenali. Namun
setelah masalah airway dan breathing teratasi, penilaian yang
teliti dari keadaan sirkulasi penting untuk mengenal syok secara
dini. Ketergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya
indikator syok akan menyebabkan terlambatnya diagnosis syok.
Ingat: mekanisme kompensasi tubuh dapat menjaga tekanan
darah sampai pasien kehilangan 30 % volume darah. Perhatian
harus diarahkan pada nadi, laju pernapasan, sirkulasi kulit dan
tekanan nadi, perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik.
Gejala paling dini adalah takikardi dan vasokontriksi perifer.
Dengan demikian, setiap pasien yang mengalami perdarahan
dengan denyut nadi mengalami takikardi dan kulit dingin
A. Penatalaksanaan Awal
Diagnosis dan penatalaksanaan harus dilakukan dengan
cepat. Untuk kebanyakan pasien gawat darurat akibat trauma
4. Exposure/pemeriksaan menyeluruh
Setelah menentukan prioritas terhadap keadaan yang
mengancam nyawa, pasien gawat darurat dilepas seluruh
pakaian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh
mengenai kelainan yang ada, tetapi harus dicegah hipotermi.
5. Kateter Urin
Pemasangan kateter urin untuk memantau produksi urin dan
mengetahui balance cairan dalam tubuh pasien.
Pemasangan kateter urin memungkinkan untuk pemeriksaan
urin akan adanya hematuria, serta penilaian perfusi akan
hasil resusitasi cairan. Produksi urin diharapkan mencapai
0,5 ml/kgBB/jam untuk orang dewasa, dengan demikian
artinya keseimbangan cairan dalam tubuh tercukupi.
Sebelum dilakukan pemasangan kateter perlu diperhatikan
adanya kontra indikasi. Adanya darah pada orifisium uretra
eksternal (OUE) atau prostat yang tak teraba atau adanya
hematom pada skrotum, adalah kontra indikasi mutlak
pemasangan kateter urin.
6. Distensi gaster/ dekompresi
Distensi gaster kerap kali terjadi pada pasien gawat darurat
trauma, dan mungkin menyebabkan hipotensi. Keadaan ini
mempersulit terapi syok dan mungkin menyebabkan
aspirasi–suatu komplikasi yang mungkin fatal. Gastric tube
harus terpasang apabila diperlukan dan berfungsi baik.
Sekilas tentang modul ini, tak kenal maka tak sayang, setelah kenal modul ini
Anda akan lebih siap mempelajari seluruh isi modul ini.
C. Grafik EKG
Untuk memudahkan kita memahami grafik atau kurva EKG, ada 3
hal yang harus di pahami yaitu: kertas EKG, nilai tiap kotak pada
kertas EKG, sadapan EKG
1. Kertas EKG
Kertas EKG merupakan pengetahuan dasar yang harus
dipahami sebelum belajar nilai normal EKG, agar lebih mudah
pahami dulu tiga hal di bawah ini;
a. Ukuran Kertas EKG
Kalau diperhatikan kertas EKG terkesan seperti kotak, ada
kotak kecil dengan ukuran 1 mm baik kesamping maupun
ke atas atau ke bawah, atau dapat dilihat seperti ada dua
garis yaitu garis horizontal untuk mengukur waktu atau
durasi suatu gelombang atau interval dan garis vertikal
untuk menentukan voltase atau tingginya sebuah
gelombang.
a. Sandapan Bipolar
Yaitu merekam perbedaan potensial dari dua elektroda,
sandapan ini ditandai dengan angka romawi ( I, II dan III ).
1. Lead I
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA)
dengan tangan kiri (LA) dimana tangan kanan
bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan (+).
2. Lead II
Merekam bedapotensial antara tangan kanan (RA)
dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan
(-) dan kaki kiriber muatan (+).
3. Lead III
Gambar 15. Menilai Irama dengan Kotak Besar dan Kotak Kecil
B. Menghitung Frekuensi Jantung
Dalam menghitung frekuensi jantung juga ada 3 cara yaitu:
menggunakan kotak besar, kotak kecil dan menghitung komplek
QRS dalam 6 detik.
b) Idioventrikular akselerasi
• Irama : Teratur
• Frekuensi (HR) : 40 – 100 kali/menit
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval P : Tidak ada
• Gelombang QRS : Lebar (› 0,12 detik)
• Semua gelombang sama
d) Ventrikel Fibrilasi
• Irama : Tidak Teratur
• Frekuensi (HR) : › 350 kali/menit
• Gelombang P : Tidak ada
• Interval P : Tidak ada
• Gelombang QRS : Lebar (bervariasi)
• Semua gelombang sama
Septum V1 dan V2
Pendahuluan
Defibrilator adalah alat kejut listrik untuk mengatasi kelainan irama
jantung atau disritmia agar irama kembali menjadi normal.
Penggunaan defibrillator pertama kali pada manusia dilakukan tahun
1947 oleh seorang ahli bedah jantung bernama Claude Beck
terhadap seorang anak laki-laki berumur 14 tahun, saat dilakukan
operasi jantung terbuka yang mengalami gangguan irama jantung
berupa ventrikel fibrilasi dan berhasil kembali menjadi irama normal,
sementara penggunaan defibrilator pada manusia dengan dada
tertutup berhasil dilakukan oleh Paul Zoll pada tahun 1956.
Fungsi utama defibrilator adalah sebagai alat untuk melakukan
“defibrilasi” yaitu tindakan memberikan kejut listrik pada kondisi henti
jantung dengan irama EKG ventrikel fibrilasi atau ventrikel takikardia
tanpa nadi, saat ini fungsi defibrilator semakin luas dan
beragam,defibrilator juga dipergunakan untuk memonitor EKG
,kardioversi berupa terapi listrik tersinkronisasi (syncronize) untuk
mengatasi gangguan irama jantung (disritmia) berupa takhiaritmia
seperti supraventrikel takhikardia,ventrikel takhikardia,atrial fibrilasi
atau atrial flutter juga bisa dipergunakan untuk melakukan pacu
jantung sementara (Transcutaneous Temporer Pace Maker/TPM)
bagi pasien yang mengalami disrimia berupa bradiaritmia seperti
pasien yang mengalami total AV blok.
C. Langkah–Langkah Defibrilasi
1. Tempelkan elektroda EKG pada dada pasien dan putar/tekan
tombol pada posisi “on“
2. Pilih lead II untuk monitor EKG,bila irama EKG VF atau VT
tanpa nadi segera siapkan defibrilasi
3. Atur energi defibrilator sesuai tipenya, bila defibrilator
“Monophasic” 360 joule atau 200 joule bila “Biphasic”
4. Beri jeli pada kedua pedal dengan merata
5. Tekan tombol “charge” sampai terisi penuh
6. Tempelkan kedua pedal pada dada pasien
7. Berikan aba-aba untuk memastikan keamanan semuatim : “I`m
clear, you are clear, every body clear”
8. Lakukan penekanan pada kedua tombol “discharge” secara
bersamaan
9. Angkat segera kedua pedal dari dada pasien
Pendahuluan
SKA merupakan suatu permasalahan kardiovaskular yang utama
karena menjadi penyebab tertinggi angka kesakitan dan kematian di
dunia.Di Indonesia SKA merupakan penyebab kematian kedua yang
utama .SKA adalah kumpulan spektrum presentasi klinis yang
meliputi infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA ST),
infark miokar akut tanpa elevasi segmen ST (IMA NEST) dan angina
pektoris tidak stabil,sindroma ini ditandai dengan keluhan nyeri dada
yang spesipik (Angina Pectoris) lokasinya di bawah sternum (Sub
Sternal) yang sensasi bisa seperti dibakar,diremas,disayat-sayat atau
tertindih beban yang berat,keluhannyeri dada dirasakan lebih bahaya
dan komplikasi SKA sangat tinggi seperti aritmia ,gagal jantung,syok
kardiogenik atau bahkan henti jantung maka tatalaksana dari 20
menit. Penegakan diagnosis SKA berdasarkan tiga faktor yaitu
keluhan nyeri dada, EKG dan pemeriksaan marka jantung (enzim),
mengingat tingkat awal SKA harus dilakukan segera di IGD atau
ditempat pertama kali pasien ditemukan.
A. Pengertian SKA
Sindroma koroner akut (SKA) dulu dikenal dengan infark miokard
akut (AMI) atau serangan jantung akut, adalah sekumpulan
keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskhemia miokard
akut akibat adanya sumbatan di arterikoroner yang timbul secara
mendadak.
SKA merupakan suatu kegawatan kardiovaskular yang memiliki
potensi komplikasi yang dapat berakibat fatal berupa kematian
mendadak (sudden death). Oleh sebab itu diperlukan
5. https://www.youtube.com/watch?v=jR7V3_l-aLw. Diunduh
pada tanggal 8 Juni 2022
6. https://www.youtube.com/watch?v=Kih6922gd5c. Diunduh 8
Juni 2022
7. https://www.redcross.org/take-a-class/aed/using-an-aed/what-
is-aed. Diunduh tanggal 25 Juni 2022
8. https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/23021-
defibrillation. Diunduh tanggal 24 Juni 2022
Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
evakuasi dan transportasi.
Pendahuluan
Kejadian kecelakaan serta musibah dan bencana dapat menimpa
siapa saja tidak pandang bulu, orang kaya, miskin, pejabat, politisi,
artis dan lain sebagainya, oleh karenanya kehadiran institusi
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit pada
pelayanan kesehatan gawat darurat dan bencana mempunyai peran
yang penting dan strategis dalam menolong orang orang yang
tertimpa musibah, baik akibat kecelakaan maupun akibat bencana.
Evakuasi merupakan komponen yang sangat penting dari proses
penyelamatan karena perlindungan korban hanya dapat dilakukan
pada tempat yang aman dimana penolong tidak terancam dari
berbagai sumber bahaya (Gawlowski & Biskup, 2019).
Secara umum, jika tidak ada keadaan yang mengancam baik bagi
korban maupun penolong tindakan yang diberikan sebelum
pemindahan pasien adalah stabilisasi perawatan. Namun jika
kemungkinan sesuatu terjadi yang mengancam atau lingkungan
yang tidak aman, maka kita diperbolehkan untuk memindahkan
pasien. Bahaya terbesar dari pemindahan darurat adalah
menambah cedera pada tulang belakang atau memperparah
keadaan. Dan beberapa cara proteksi tulang belakang adalah
dengan cara menarik pasien kearah yang sejajar poros tubuh.
Amankan tangan dan lengan pasien. Pindahkan pasien sejauh dan
seaman mungkin dari tempat yang berbahaya. Hal dasar yang harus
selalu diingat dalam melakukan pengangkatan dan pemindahan
pasien adalah: DO NOT FURTHER HARM (jangan membuat parah
keadaan).
Pendahuluan
Gambaran nyata yang terjadi bahwa cedera di kepala dan leher
sebagai etiologi kematian bagi pengguna jalan, termasuk
pengendara motor dan sepeda. Data mengungkapkan di negara
maju, cedera kepala menempati porsi 75% dari total kematian
sebagai penyebab kematian pada pengguna kendaraan bermotor
roda dua dan sepeda. penggunaan helm diharapkan dapat
mengurangi terjadinya benturan langsung maupun tidak langsung
sebagai bentuk cedera di kepala. Sebagai langkah kongkrit yang
nyata guna mengurangi resiko akibat cedera kepala adalah
bagaimana melindungi organ kepala dari benturan yang lebih fatal
yaitu pemakaian helm kepala, dimana yang saat ini dianjurkan
menggunakan helm yang berstandar nasional indonesia (SNI).
Pendahuluan
Evakuasi merupakan komponen penting dari layanan kesehatan
untuk penyelamatan karenanya dibutuhkan ketepatan, efisiensi dan
sepenuhnya dijalankan. Pentingnya perlindungan bagi korban
hanya dapat dilakukan di tempat yang aman, bukan aman untuk
korban saja tetapi penyelamat juga tidak terancam oleh segala
bahaya yang ada di sekitar.
Dalam proses evakuasi dari lokasi kecelakaan, penanganan
pertolongan pertama yang cepat sangat penting. Dalam kasus
gangguan sirkulasi dan pernapasan, gangguan klinis, perdarahan,
fraktur terbuka dan tertutup, luka bakar termal dan terkena cairan
kimia, keterlambatan dalam memberikan bantuan dengan cepat
menyebabkan kemunduran yang signifikan pada kondisi tubuh dan
bahkan bisa sampai mengakibatkan kematian.
Pendahuluan
Transportasi pasien antar ruangan maupun transportasi
korban dari kendaraan atau sebaliknya merupakan salah satu
keterampilan yang wajib dimiliki setiap perawat terutama
dalam kasus kegawatdaruratan, karena itu perawat memiliki
peranan penting dalam transportasi pasien.
Peran perawat dalam hal transportasi pasien sangatlah
besar. Peran tersebut meliputi sebelum dilakukannya
transportasi sampai setelah dilakukannya transportasi yang
mencakup Berbagai hal yakni dalam komunikasi antara
perawat yang akan mentransport dan perawat yang akan
menerima transport tentang pemeriksaan kesiapan ruangan,
persiapan alat untuk transportasi pasien, serta dokumen-
dokumen terkait transportasi pasien.
Penasehat
Ir. Doddy Izwardy, MA
(Direktur Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan)
Penanggungjawab
Roostiati Sutrisno Wanda, SKM, MKM
(Ketua Tim Pengembangan Pelatihan)
Sekretaris
Esti Rachmawati, SKM, MKM
Tim Penyusun:
Amelia Kurniati, S.Kp, MN
Ns. Lussy Afriyanti, Sp.Kep.MB
Roostiati Sutrisno Wanda, SKM, MKM
Dr. Ns. Uke Pamilia, M.Kep, SP. MB
dr. Kenedi Sembiring, MKM
dr. Nine Luthansa, MPH
Esti Rachmawati, SKM, MKM
Ns. Welas Riyanto, M.Kep, Sp. Kep.MB
Wardoyo, S.Pd, M.Kes
Moh. Chamdan Naimien, S.Kep, Ns
Dian Fajriani, S.Kep, Ners
Ns. Arcellia Farosyah Putri, S.Kep, M.Sc, Phd, AFHEA
dr. Dina Indriyanti, MKM
Ns. Pirton Lumbantoruan, M.Kep
Irwan, SKM
Ns. Muhammad Syukri, S.Kep
Sri Suprapti, S.Kep, MMRS
Dewi Rosmawarsi, S.Kep, Ners, M.Kep
Masudik, EMT-P, S.Kp, M.Kes
Ari Dian Prayoga, S.Kep, NERS
Ns. Devi Melyana Sari, M.Si
Ns. Ii Ismail, S.Kep
Ade Priyanto, S.Kep, Ns. Sp.Kv
Mulyadi Fajar, S.Kep, Ners
Ns. Muji Artono, S.Kep, SKM
Ira Ratnasari, AMK, SKM
dr. Arum Wiratri, MPH
Ns. Dian Pancaningrum,
RR. Kuswardhani, SH, MAP
Dyas Nurika Prastiwi, S.Pd
Farhan Yugarpaksi, S.Pd
Sofyan Alfianto, S.Hum