Buku BTCLS Avicenna 2020

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 227

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isi i

Kata Pengantar ii

Materi Dasar 1 Etik Dan Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat 1

Materi Dasar 2 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (Spgdt) 6

Materi Inti 1
Materi Inti 1 15
Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Materi Inti 2 Penilaian Awal ( Initial Assesment ) 31

Penatalaksanaan Pasien Dengan Gangguan Pernafasan &


Materi Inti 3 46
Jalan Napas (Airway And Breathing )
Penatalaksanaan Pasien Akibat Trauma : Kepala Dan Spinal,
Materi Inti 4 69
Thorak Dan Abdomen, Muskuloskeletal Dan Luka Bakar
Penatalaksanaan Pasien Dengan Gangguan
Materi Inti 5 142
Sirkulasi
Materi Inti 6 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Kardiovaskuler 159

Materi Inti 7 Penatalaksanaan Proses Rujukan 192

Materi Inti 8 Triage Pasien 216

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION i


MATERI DASAR 1
Etik dan Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat

Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Etik danAspek Legal
Keperawatan Gawat Darurat
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :
1. Menjelaskan peran dan fungsi perawat dalam gawat darurat
2. Menjelaskan etik keperawatan gawat darurat
3. Menjelaskan aspek legal keperawatan gawat darurat

Pendahuluan
Kejadian gawat darurat berlangsung sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan
melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. harus dipikirkan satu bentuk
mekanisme bantuan kepada pasien dari awal tempat kejadian, selama perjalanan
menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian,
sehingga tercapainya kualitas hidup pasien pada akhir bantuan harus tetap menjadi
tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Upaya pertolongan terhadap pasien gawat darurat harus dipandang sebagai satu
system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah, mulai dari pre hospital stage, hospital
stage, dan rehabilitation stage. Hal ini karena kualitas hidup pasien pasca kejadian
kegawatdaruratan akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada
periode pre hospital stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan
kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian pasien mendapatkan bantuan
yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat
dihindari.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas saat ini
merupakan keharusan, Kualitas pelayanan yang berstandar tinggi, mudah, terjangkau.
Atas tuntutan tersebut pemberi pelayanan harus berpedoman pada etik dan disiplin
profesi.
Kesenjangan antara tuntutan dan pemberian pelayanan dapat menimbulkan
masalah. Penanganan masalah etik dan disiplin profesi yang baik meminimalkan
terjadinya kesalahan dan mencegah kejadian malpraktek . Selain itu, proses
pembelajaran yang melakukan pelanggaran etik dan disiplin profesi agar tidak
mengulangi perbuatan atau kesalahan yang sama dan bekerja sesuai dengan standar
prosedur oprasional (SPO) yang berlaku dan menjunjung tinggi kode etik profesi serta
legal (semua aspek yang berkaitan dengan kesehatan yaitu kesehatan badaniah,
rohaniah dan sosial secara keseluruhan ).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 1


Yang dimaksud Ruang lingkup hukum kesehatan
- hukum kedokteran (medical law) (profesi kedokteran)
- hukum keperawatan (nursing law)
- hukum rumah sakit (hospital law)
- hukum lingkungan (environmental law)
- hukum limbah (industri, rumah tangga)
- hukum polusi (bising, asap, debu, gas yang mengandung racun)
- hukum peralatan yang memakai x- ray ( cobalt, nuklir )
Adapun beberapa undang undang yang melandasi tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan terutama kegawat daruratan antara lain :
1. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 4 setiap
orang berhak atas kesehatan
2. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 8 setiap
orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan di terimanya dari tenaga
kesehatan.
3. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 32 gawat
darurat
a. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta , wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
b. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
4. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 56
penolakan tindakan medis
a. setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
b. hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada:
 penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam
masyarakat yang lebih luas;
 keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
 gangguan mental berat.
5. Undang undang no 36 tentang Kesehatan pasal 13 surat izin praktek
a. tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah sakit wajib
memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
b. tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 2


c. setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
6. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan tentang kesehatan
pasal 58 ganti rugi
a. setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
b. tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
7. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 190
ketentuan tindak pidana
a. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat
(2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2(dua)
tahun dan denda paling banyak rp 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah )
b. dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
Pengertian Etika
Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang moralitas yang mencakup tentang baik
buruknya suatu perbuatan dilihat dari segi moral Etika (yunani kuno) ethos berarti
alat kebiasaan, adat istiadat. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan. etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu :
a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
b. kumpulan asas atau nilai yg berkenan dengan akhlak
c. nilai mengenai benar salah yg dianut suatu gol atau masyarakat.
Etika dipakai dalam arti : nilai-nilai dan norma-norma moral yg menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dlm mengatur tingkah lakunya. arti ini disebut juga
sebagai “sistem nilai” dalam kehidupan manusia perseorangan atau hidup
bermasyarakat.
a. etika dipakai dlm arti : kumpulan asas atau nilai moral (kode etik)
b. etika dipakai dlm arti : ilmu ttg yg baik atau ygn buruk (fisafat moral)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 3


Prinsip-prinsip dasar etika
a. Prinsip autonomy :Dalam prinsip ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yang berkaitan dengan hak menentukan sendiri (self determination), kerahasiaan
(confidentiality) dan privasi.
b. Prinsip beneficience :Dalam prinsip ini nakes wajib menjaga keseimbangan
antara manfaat dan kecurangan yang mungkin muncul dalam pemberian pelayanan
c. Prinsip non maleficience :Dalam prinsip ini nakes senantiasa harus melakukan
sikap atau tindakan yang tidak boleh merugikan atau memperburuk masyarakat
yang di layani
d. Prinsip justice : Dalam prinsip ini dapat ditafsirkan keadilan yang bersifat sama
rata atau keadilan secara proporsional.
Prinsip ini tenaga kesehatan wajib menerapkan dalam praktik atau pekerjaannya
secara baik dengan menghargai otonomi pasien dan yang menguntungkan bagi
masyarakat banyak pada umumnya sesuai kebutuhan
Definisi malpraktek medis (world medical association 1992)
"Medical malpractice involves the physician failure to conform the standard of care
for treatment of the patient condition, or lack of skill or negligence in providing care
to the patient which is the direct cause of an injury to the patient"
“ malpraktek medis berhubungan dengan kegagalan tenaga medis dalam
melakukan prakteknya sesuai dengan standar pelayanan terhadap kondisi pasien,
atau kurangnya kemampuan atau ketidakpedulian dalam penyediaan pelayanan
terhadap pasien yang menjadi penyebab utama terjadinya cedera terhadap pasien “
a. Misconducts – sikap buruk misal : penahanan pasien, buka rahasia kedokteran
tanpa hak, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, keterangan palsu,
praktek tanpa izin
b. Negligence – kelalaian - malfeasance (melakukan tindakan tidak layak, lalai
membuat keputusan)- misfeasance (melakukan pilihan yang tidak tepat, lalai
eksekusi)- nonfeasance (tidak melakukan kewajiban)
c. Lack of skill - kekurangan kemampuan - di bawah standar kompetensi
d. Ada kewajiban tapi tidak dilaksanakan - kewajiban profesi- kewajiban dengan
pasien
e. Penyimpangan kewajiban - pelanggaran kewajiban tersebut
f. Damages (kerugian) - cedera, mati atau kerugian
g. Direct causialship - hubungan sebab-akibat / causalitas di luar kompetensi (bukan
kompetensi / kewenangan)
Gejala gugatan pasien
a. Kegagalan penanganan pasien
b. Cetusan rasa tidak puas thd pelayanan
c. Hubungan buruk dokter-pasien/keluarga (rasa tidak percaya ke dokter)
d. Pasien / keluarga tidak mau mendengar penjelasan dokter
e. Penyampaian keluhan ke rs secara tertulis

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 4


f. Keinginan pasien/kel.mendapatkan berkas rm
g. Pasien / kuasa hukum membeberkan ke media masa seolah-olah semua tindakan
dokter salah dan dianggap lalai , tidak ada informasi, pelayanan rs sedemikian
buruk, pasien yang paling benar

Dasar Dasar Gugatan Malpraktek


a. Hasil pengobatan tidak sesuai dgn yang diharapkan
b. Cedera/penyakit/komplikasi yang dikaitkan dengan kelalaian
c. Kurang mendapat informasi adekuat (kesenjangan informasi)
 Dokter tidak pernah memberikan informasi
 Informasi yg berbeda/bertentangan antar dokter
 Tiap spesialis menyatakan tidak ada masalah, tapi pasien makin jelek
 Keterangan dokter lain yg menjelekkan sejawatnya dpt memicu tuntutan
d. Penanganan oleh tenaga kesehatan yang tidak kompeten
e. Salah diagnosa, terlambat diagnosa, salah terapi, kurang profesional
f. Telah terjadi kelalaian, perbuatan melawan hukum
g. Melaksanakan tindakan tanpa izin
Tuntutan : - ganti rugi, rehabilitas, pidana
Hati-hati : percakapan perawat/dokter dapat dijadikan bahan gugatan, teguran
dokter ke perawat apalagi mempersalahkan perawat akan dicatat dan menjadi
bahan gugatan

Tenaga Kesehatan yang Beresiko digugat oleh Konsumen


a. Dokter Yang Merawat, Dokter Tamu, Residen, Konsultan, Atasan Dokter Yang
Merawat (Rs-Direktur)(Berlaku Tanggung Jawab Manajemen)
b. Dokter Lain Yang Ikut Merawat(Rawat Bersama, Pernah Dikonsulkan, Anestesist
Dll)
c. Direktur Rs / Pimpinan Sarana Kesehatan
d. Otoritas Kesehatan- Dinkes Kab / Kota, Dinkes Provinsi, Dirjen , Menteri
Masalah hukum yang penting
a. Informed Consent
b. Rekam Medik (Rekam Kesehatan)
c. Dokumentasi (Pencatatan)
d. Menjaga Rahasia
e. Kelalaian dan Kesalahan

Referensi :
1. Etik Keperawatan Indonesia
2. Permenkes 148 tahun 2010

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 5


MATERI DASAR 2
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :
1. Menjelaskan Konsep SPGDT
2. Menjelaskan fase-fase dalam penanggulangan gawat darurat terpadu
3. Menguraikan system pelayanan gadar sehari-hari dan bencana

Definisi
SPGDT adalah merupakan suatu sistem koordinasi yang bersifat multi sektor
dan didukung oleh berbagai profesi yang bersifat multi disiplin, untuk
menyelenggarakan suatu bentuk pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik
dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kondisi-kondisi
kejadian luar biasa.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem, yaitu :
1. Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit.
2. Sistem pelayanan di rumah sakit.
3. Sistem pelayanan antar rumah sakit.
Ketiga sub system ini tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya bersifat saling
terkait didalam pelaksanaan system.
Prinsip pelayanan SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan
tepat dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa, dan mencegah
kecacatan (time saving is life and limb saving), terutama ini dilakukan ditempat
kejadian dan selama perjalananan merujuk pasien ke rumah sakit yang dituju.
Pelayanan Medik pada SPGT
Ada 3 fase pelayanan medik pada SPGDT :
A. Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit.
1. Public Safety Center.
Di dalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus dibentuk
atau didirikan suatu pusat pelayanan yang diperuntukkan buat masyarakat
umum dan bersifat emergency. Pusat perlayanan tersebut adalah suatu unit
kerja yang disebut PSC (Public Safety Center/ desa siaga). Selain itu pelayanan
pra rumah sakit bias dilakukan pula dengan membentuk satuan khusus yang
bertugas dalam penanganan bencana, sering disebut dengan Brigade Siaga
Bencana (BSB), pelayanan ambulance dan komunikasi.
Dalam pelayanan Public Safety center bias didirikan oleh masyarakat suatu
desa untuk kepentingan masyarakat dimana pengorganisasiannya dibawah

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 6


pemerintah daerah sedangkan sumber daya manusianya terdiri dari berbagai
unsur, tenaga kesehatan, ambulance, unsur pemadam kebakaran, unsur
kepolisian, unsur linmas dan masyarakat itu sendiri yang bergerak dalam bidang
upaya pertolongan bagi masyarakat. Sifat pembiayaan bias iuran dari
masyarakat atau dari institusi pemerintah. Public Safety Center berfungsi
sebagai cepat tanggap didalam penanggulangan tanggap darurat.
2. Brigade Siaga Bencana (BSB).
Brigade Siaga Bencana (BSB) merupakan suatu unit khusus yang disiapkan
dalam penanganan pra rumah sakit khususnya yang berkaitan dalam pelayanan
kesehatan pada saat penanganan bencana. Pengorganisasian dibentuk oleh
jajaran kesehatan baik ditingkat pusat maupun didaerah (Depkes, Dinkes,
Rumah Sakit), petugas medis yaitu dokter dan perawat dan juga petugas non
medis, gizi, sanitarium, farmasi dan lain-lain. Pembiayaan diadapat dari instansi
yang ditunjuk dam dimasukkan anggaran rutin APBN maupun APBD
3. Pelayanan Ambulance.
Merupakan kegiatan pelayanan terpadu dalam suatu koordinasi yang
memberdayakan ambulance milik puskesmas, klinik swasta, institusi pemerintah
maupun swasta (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, polisi, PMI, yayasan yang
bergerak dibidang kesehatan). Dari semua komponen tersebut akan
dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama antara
pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan mobilisasi
ambulance untuk kejadian sehari-hari ataupun bila terjadi korban missal.
Beberapa standarisasi ambulance :
 Ambulance darat dengan berbagai persyaratan.
 Ambulance udara yang sesuai dengan ketentuan internasional.
 Sepeda motor.
4. Komunikasi.
Di dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari
memerlukan sebuah sistem komunikasi, sifatnya pembentukan jejaring
penyampaian informasi, koordinasi dan pelayanan gawat darurat. Sehingga
seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem yang terpadu dan
terkoordinasi menjadi satu kesatuan kegiatan.

B. Sistem Pelayanan Pada Keadaaan Bencana.


Pelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal
memerlukan cara-cara khusus yang harus dilakukan yaitu :
 Koordinasi dan komando.
Dalam keadaaan bencana diperlukan kegiatan yang melibatkan unit-unit
kegiatan lintas sector. Kegiatan trersebut bias efektif dan efisien bila berada
dalam satu komando dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh semua
unsur yang terlibat.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 7


 Eskalasi dan mobilisasi sumber daya.
Kegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban
massal yang harus dilakukan eskalasi atatu berbagai peningkatan SDM. Untuk
dapat melakukan kegiatan penanganan bencana harus dilakukan, mobilisasi
SDM, mobilisasi fasilitas, dan sarana serta mobilisasi semua pelayanan
kesehatan bagi korban bencana.
 Simulasi.
Didalam penyelenggaraan kegiatan pada penanganan bencana diperlukan
ketentuan-ketentuan berupa prosedur tetap, petunjuk pelaksana, petunjuk
teknis operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas sebagai standar
pelayanan.
Ketentuan-ketentuan tersebut perlu diuji melalui simulasi agar dapat diketahui
apakah semua system dapat diimplementasikan pada keadaan di lapangan.
 Pelaporan monitoring dan evaluasi.
Seluruh kegiatan penanganan bencana harus di dokumentasikan dalam bentuk
pelaporan yang baik bisa bersifat manual ataupun digital dan diakumulasi
menjadi satu data yang dapat digunakan untuk melakukan monitoring, evaluasi.
Dari kegiatan tersebut baik yang bersifat keberhasilan ataupun kegagalan dari
kegiatan yang dikerjakan, sehingga untuk kegiatan yang akan dating dapat
diperbaiki kekurangan yang ada dan mutu pelayanan dapat ditingkatkan.

C. Sistem Pelayanan Medik Di Rumah Sakit.


Dalam pelaksanaan system pelayanan medic dirumah sakit yang diperlukan adalah
penyediaan sarana, prasarana, dan SDM yang terlatih. Semua hal-hal tersebut
diatas harus tersedia di unit-unit kerja yang ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang
rawat inap, laboratorium, x-ray room, farmasi, klinik gizi, dan ruang-ruang
penunjang yang lainnya serta kamar mayat, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan
pelayanan medic dirumah sakit untuk korban bencana diperlukan :
1. Hospital Disaster Plan.
Rumah sakit harus membuat perencanaan untuk penanggulangan bencana
yang disebut hospital disaster plan. Disaster plan dibagi menjadi 2 rencana,
yaitu :
 Perencanaan terhadap kejadian didalam rumah sakit (intra hospital disaster
plan).
 Perencanaan terhadap bencana yang terjadi diluar rumah sakit (extra
hospital disaster plan).
2. Unit Gawat Darurat (UGD).
Dalam pelayanan di UGD harus ada system yang baik pada semua bidang
seperti sarana medis, non medis, pembiayaan dan SDM yang terlatih. Prinsip

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 8


utama dalam pelayanan UGD adalah respons time kurang dari 10 menit baik
standar nasional maupun standar internasional.
3. Brigade Siaga Bencana Rumah Sakit.
Dalam rumah sakit juga dibentuk brigade siaga bencana yang merupakan
satuan tugas khusus bertugas memberikan pelayanan medis saat terjadi
bencana dirumah sakit maupun diluar rumah sakit yang menyebabkan korban
massal.
4. High Care Unit (ICU).
Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien dengan kondisi yang sudah
stabil, respirasi, haemodinamik maupun tingkat kesadarannya tapimasih
memerlukan pengobatan, perawatan, dan pengawasan secara ketat dan terus
menerus. HCU hanya ada di rumah sakit type C dan B.
5. Intensive Care Unit (ICU).
Suatu bentuk pelayanan di RS yang sifatnya multi disiplin khusus untuk
menghindari ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk
memperbaiki fungsi vital organ tubuh dan dan memerlukan sarana teknologi
yang canggih dan pembiayaan yang cukup besar.
6. Kamar Jenazah.
Suatu bentuk pelayanan bagi pasien yang sudah meninggal di rumah sakit
mapun diluar rumah sakit dalam keadaan sehari-hari maupun bencana. Bila
terjadi kejadian missal memerlukan system pengorganisasian yang bersifat
kompleks dimana akan dilakukan pengidentifikasian korban baik yang dikenal
maupun yang tidak dikenal dan memerlukan SDM yang khusus yang
berhubungan dengan aspek legalitas.

D. Sistem Pelayanan Medik Antar Rumah Sakit.


Sistem pelayanan medis antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang
dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik
dari segi kualitas maupun kuantitas untuk menerima pasien. Misal di Jakarta bila
ada bencana, bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk ke RS Fatmawati. Ini
semua sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang
tersedia di rumah sakit tersebut. Agar system ini dapat memberikan pelayanan
yang baik memerlukan system ambulance yang baik dan dibawa oleh SDM yang
terlatih dan khusus menangani keadaan darurat.
1. Evakuasi.
Suatu bentuk pelayanan transportasi yang dilakukan dari pos komando (RS
lapangan) menuju ke rumah sakit rujukan yang dipilih sesuai kondisi korban.
Atau trasnportasi antar rumah sakit baik karena adanya bencana dirumah sakit
maupun bencana yang terjadi diluar rumah sakit karena pasien sudah terlanjur
dibawa kerumah sakit tersebut padahal daya tampung rumah sakit tersebut
sudah tidak dapat menerima lagi.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 9


Pasien-pasien tersebut harus segera di evakuasi kerumah sakit lain yang
mempunyai sarana dan prasarana yang lebih lengkap. Pelaksanaan evakuasi
harus menggunakan sarana yang berstandar memenuhi kriteria-kriteria standar
pelayanan rumah sakit yang telah ditentukan.
Syarat evakuasi.
 Korban berada dalam keadaan yang paling stabil dan memungkinkan
untuk di evakuasi.
 Korban telah disiapkan/dipasang alat yang diperlukan untuk transportasi.
 Fasilitas kesehatan penerima telah diberi tahu dan siap menerima korban
sesuai dengan kondisi kesehatannya.
 Kendaraan dan pengawalan yang digunakan adalah yang paling layak
tersedia.
Ada beberapa bentuk evakuasi sesuai keadaan ditempat kejadian bencana.
 Evakuasi darurat.
Korban harus segera dipindahkan karena lingkungan tempat terjadi
bencana yang membahayakan seperti ada ancaman bom akan meledak
lagi, tanah longsor, bangunan akan runtuh dan sebagainya. Keadaan yang
mengancam jiwa yang harus ditolong segera ataupun terdapat sejumlah
korban dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan segera seperti
kapal mau tenggelam.
 Evakuasi segera.
Korban harus segera dipindahkan karena adanya ancaman jiwa tidak bisa
penanganannya ditempat kejadian seperti pasien mengalami pendarahan
banyak dan menunjukkan tanda-tanda syok harus segera dibawa kerumah
sakit, atau korban berada dilingkungan yang mengakibatkan kondisi dapat
cepat menurun misal akibat hujan, suhu dingin maupun suhu panas.
 Evakuasi Biasa.
Korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa tapi mendapat pertolongan
di rumah sakit. Pada keadaan ini pasien harus distabilkan terlebih dahulu
dan keadaan umum sudah membaik, baru dievakuasi ke rumah sakit. Misal
pasien-pasien patah tulang harus dibidai dulu dan pendarahan-pendarahan
sudah dibalut.
2. Kontrol Lalu Lintas.
Untuk kelancaran evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas. Ini harus
dilakukan oleh kepolisian, jalan yang akan dilalui ambulance dari tempat
kejadian (pos komando) sampai kerumah sakit yang dituju harus difalisitasi oleh
kepolisian untuk dilakukan control supaya selama pelaksanaan evakuasi tidak
terdapat hambatan karena jalan yang macet.
Penanganan penderita gawat darurat dapat terlaksana dengan baik. Bila
penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) yang meliputi pelayanan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 10


gawat darurat pra rumah sakit sampai RS dan antar rumah sakit telah dibentuk
disuatu daerah.
Semua-semua komponen dalam system penanggulangan gawat darurat terpadu
telah tersedia, antara lain :
a. Komponen pra RS, komponen RS dan komponen antar RS.
b. Komponen penunjang – komunikasi dan transportasi.
c. Komponen sumber daya manusia, petugas kesehatan (dokter,
perawat/paramedic, dan non kesehatan, awam umum, awam khusus terlatih,
polisi, PMI).
d. Komponen seKtor-sektor terkait 9sektor kesehatan dan non kesehatan).
Sistem penanggulangan gawat terpadu (SPGDT) terbentuk bila komitmen dari
semua unsur-unsur yang terlibat baik lintas sector terkait maupun lintas program serta
dukungan penuh dari masyarakat dan profesi-profesi terkait. Dengan terbentuknya
sistem penanggulangan gawat terpadu sebagai salah satu unsur penting pada gerakan
masyarakat sehat dan aman (safe community) diharapkan dapat menimbulkan angka
kematian dan kecacatan.
Sehubungan dengan keadaan tersebut diatas kementrian kesehatan RI
bersama profesi terkait telah mengembangkan dan menyusun kurikulum Generasi
Emergency Life Support (GELS) yaitu pelatihan kegawatdaruratan medis untuk dokter
umum dan telah diuji coba di sepuluh provinsi.
Profesional petugas mulai dari pra rumah sakit dan rumah sakit perlu mendapat
perhatian. Kemampuan mereka dalam penanggulangan bencana perlu ditingkatkan
dengan mengikuti kursus-kursus seperti BTCLS, BTCLS dan simulasi penanganan
bencana terpadu.
Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan khususnya pelayanan gawat
darurat harus sesuai dengan standar yang berlaku internasional agar dalam
penanganan penderita gawat darurat dapat dilaksanakan dengan baik dan benar
sesuai dengan standar tersebut.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 11


Alur Penanganan Korban Bencana

BENCANA

PEMERINTAH MASYARAKAT

SATKORLAK ORGANISASI  PSC / institusi Kesmas


LAPANGAN  BSB
 AMBULANCE
 KOMUNIKASI
DAN SATLAK KOMANDO
LAPANGAN LAPANGAN

 TIM SAR
 TIM MEDIK
 TIM INVESTIGASI
 TIM KAMTIB SATU BANTUAN
 TIM SARANA / KOMANDO
LOGISTIK
 LAIN-LAIN

TEMPAT
KEJADIAN
BENCANA

LOGISTIK PENGUNGSI DAPUR POS


AN UMUM KESEHATAN

SANITASI DLL

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 12


Alur penanganan Korban Bencana Di lapangan

BENCANA

TIM PENILAI ( RAPID


ASSESMENT )

TIM MEDIK + BANTUAN


LAINNYA

RUMAH SAKIT POS MEDIK


LAPANGAN

STABILISA PENGOBA
SI TAN

TRIAGE

EVAKUASI PULANG

KONTROL LALU LUINTAS

 UGD
 OK
 RAWAT INAP
 MENINGGAL ANTAR RUMAH SAKIT

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 13


Alur Penanganan Korban Di Rumah Sakit

KORBAN

RUMAH SAKIT

UGD

TRIAGE

GAWAT DARURAT GAWAT TIDAK TIDAK


DARURAT DARURAT

 ICU RUJUK  HCU RUJUK PENGOBATAN


 HCU  OK CYTO
 OK CYTO

PULANG

MENING RUANGA RUANGA


GAL N N

KAMAR SEMBUH SEMBUH


JENAZAH

PULANG PULANG

Referensi :
1. Prof. DR. dr. Aryono D, Pusponegoro, Sp.B (K)BD. The Silent Disaster, Bencana
dan Korban Massal, Jurnal Buku, Jakarta
2. Hospital Prepadness For Emergencies & Disaster (HOPE), 2007, Jurnal Buku,
Jakarta

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 14


MATERI INTI 1
Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihanini peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian BHD
2. Mengidentifikasi tanda-tanda henti jantung dan henti nafas
3. Melakukan BHD dengan teknik RJP

A. Pengertian bantuan hidup dasar


Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan sekumpulan intervensi
yang bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ
pada korban henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian
kompresi dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014). Menurut Krisanty (2009)
BHD adalah memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada
pasien henti jantung atau henti nafas melalui CPR (Cardio Pulmonary
Resucitation).
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BHD ini dapat disingkat teknik
ABC pada prosedur CPR yaitu :
a. A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
b. B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
c. C (Circulation) : Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung
paru.
Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA mengumumkan perubahan prosedur CPR
yang sebelumnya menggunakan A-B-C sekarang menjadi C-A-B. Begitu pun
pada Oktober 2015, AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR namun hanya menitik beratkan pada kedalaman dan
kecepatan kompresi. Sedangkan teknik dan urutan penanganannya masih sama
seperti AHA 2010 menggunakan C-A-B. Pada tahun 2020 AHA juga melakukan
update Pedoman tentang CPR yang berkaitan dengan Pandemi Covid-19.

B. Indikasi Bantuan Hidup Dasar


a. Henti napas
Henti nafas dapat disebabkan karena tenggelam, stroke, obstruksi jalan nafas
oleh benda asing, inhalasi asap, kelebihn dosis obat, terkena aliran listrik,
trauma, suffocation, Miocard Infark (MCI) , koma.
b. Henti jantung
Henti jantung dapat mengakibatkan : fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel,
asistol. (Krisanty, 2009)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 15


C. Kontra Indikasi Bantuan Hidup Dasar
Sejauh ini tidak ada data ataupun teori yang menyebutkan kontra indikasi dari
BHD, karena BHD merupakan tindakan penyelamatan nyawa.
D. Tujuan bantuan hidup dasar
Tindakan BHD memiliki berbagai macam tujuan (Krisanty, 2009), yaitu:
a. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ vital
(otak, jantung dan paru).
b. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
c. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui BHD.
E. Komplikasi bantuan hidup dasar
Adapun komplikasi dari tindakan BHD (Perbidkes ,2017), diantaranya :
a. Fraktur costa dan sternum
b. Laserasi hati dan limpa
c. Pneumo thorax (penimbunan udara di rongga dada sekeliling paru sehingga
menyebabkan paru-paru kolaps)
d. Haemato thorax (akumulasi darah dengan cepat di dalam rongga paru)
e. Kontusio paru (memar dan perdarahan kapiler paru karena kerusakan vena
atau arteri paru)
F. Teori bantuan hidup dasar AHA 2020
AHA pada tahun 2020 mengeluarkan rekomendasi dalam pertolongan pasien
atau korban henti jantung dengan langkah sesuai rantai kelangsungan hidup (chain
of survival). AHA membagi 2 rantai kelangsungan hidup, yaitu pasien yang
mengalami cardiac arrest di rumah sakit dan pasien yang mengalami cardiac arrest
di luar rumah sakit. Seperti yang dijelaskan paga gambar di bawah ini :

HCA (Hospital Cardiac Arrest) dan OHCA (Out of Hospital Cardiac Arrest)

Gambar 2.1. Chain of survival (AHA 2020)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 16


Sistem gawat darurat yang efektif menerapkan jalur ini dan dapat meningkatkan
harapan hidup pasien dengan henti jantung VF (ventricle fibrillation) hingga 50%.
Pada sebagian besar sistem gawat darurat angkanya masih lebih rendah,
tantangannya adalah bagaimana meningkatkan BHD yang lebih dini dan lebih
efektif bagi setiap pasien. Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi
koordinasi jalur chain of survival. Apabila diuraikan dari chain of survival ini, ada
beberapa langkah yang dapat dilakukan, diantaranya :
1. Pengenalan Dan Aktivasi Respon Gawat Darurat
Seorang korban henti jantung biasanya tidak bereaksi, tidak bernafas atau
bernafas tetapi tidak normal dan tidak terabanya denyut nadi di arteri carottis.
Penolong harus memulai BHD segera setelah mendapati keadaan tersebut.
Petunjuk look, listen and feel for breathing tidak lagi direkomendasikan.
Komponen dalam pengenalan dan aktivasi respon gawat darurat yaitu :
a. Kenali tanda bahaya (danger)
Sebelum memberikan bantuan kepada pasien atau korban, penolong
harus memperhatikan keamanan lingkungan baik bagi penolong maupun
penderita yang mengalami keadaan gawat darurat. Apabila lingkungannya
aman, penolong bisa melalukan pertolongan di tempat tersebut dan
memposisikan pasien terlentang di tempat keras, kering dan datar. Tetapi
apabila lingkungan tersebut tidak aman, penolong tidak boleh memberikan
pertolongan sebelum penderita tersebut dievakuasi terlebih dahulu ke
tempat yang aman. Penolong harus berhati-hati dalam melakukan evakuasi
terutama pada penderita yang dicurigai trauma leher dan tulang belakang.
Apa bila tersedia, penolong pun harus menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD), seperti sarung tangan, barrier divice, resuscitation mask dan lain
sebagainya sebelum memberikan pertolongan.
Dalam pertolongan kepada pasien di rumah sakit, prinsip keamanan tetap
harus diperhatikan baik dari segi lingkungan, posisi pasien di tempat tidur
maupun keamanan bagi penolong dengan menggunakan APD serta
menggunakan peralatan life saving yang tersedia.
b. Cek respon (response)
Respon yang kita perhatikan dan pertama kita nilai adalah
kesadarannya. Menilai tingkat kesadaran dengan cara memanggil namanya
dengan suara keras dekat dengan telinga pasien atau korban sambil
menepuk pundak atau bahunya. Apabila pasien atau korban tidak
berespon,segera minta pertolongan.

Gambar 2.2. Pemeriksaan kesadaran (Charles, 2010)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 17


c. Panggil bantuan (call for help)
Setelah menilai kesadaran pasien dan ternyata tidak ada respon atau
tidak sadarkan diri maka penolong sesegera mungkin harus meminta
bantuan sebelum melakukan tindakan selanjutnya. Terlebih apabila pasien
atau korban tersebut memerlukan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP),
maka penolong sangat membutuhkan bantuan dari orang lain serta tenaga
kesehatan yang lebih advance atau mahir. Dalam meminta bantuan,
penolong bisa menggunakan alat komunikasi atau meminta orang lain untuk
memanggil bantuan ke pihak berwajib atau meminta bantuan medis.
Penolong jangan lupa menyebutkan identitas penolong, kejadian apa yang
terjadi, bagaimana kondisi korbannya, berapa banyak korbannya apabila
terjadi bencana atau kejadian masal.
Sama halnya dalam melakukan pertolongan kepada pasien di rumah
sakit, apabila pasien tidak sadarkan diri segera penolong tersebut harus
segera memanggil bantuan dari tim kesehatan yang lain dengan berteriak
“code blue”, serta menyebutkan di ruangan atau kamar berapa pasien itu
berada.

Gambar 2.3. Memanggil bantuan (Charles, 2010)

2. Resusitasi Jantung Paru Berkualitas (High Quality CPR)


Untuk mencegah mati biologis (cerebral death), pertolongan harus
sesegera mungkin memberikan bantuan apabila nadi arteri besar pasien atau
korban tidak dapat dirasakan, tidak sadar, tampak seperti mati atau tidak ada
tanda kehidupan serta hilangnya gerakan bernafas atau mungkin megap-
megap (gasping)
Komponen dalam melakukan RJP berkualitas adalah :
a. Compression (Kompresi dada)
Pada henti jantung yang tidak diketahui, sebelum melakukan kompresi
penolong terlatih pertama-tama melakukan pengecekan nadi carottis
sebelum melakukan tindakan .
Langkah pengecekan nadi carottis pada dewasa adalah :
1) Tempatkan 2 atau 3 jari di trakea

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 18


2) Geser 2 atau 3 jari ke arah lekukan antara trakea dan otot pada sisi
leher, dimana penolong dapat merasakan denyut arteri carottis
3) Rasakan denyut paling sedikit 5 detik tapi tidak boleh lebih dari 10 detik
sambil melihat tanda-tanda kehidupan, diantaranya melihat pergerakan
dinding dada, pergerakan bulu mata dan pergerakan pada jari jemari
ekstremitas atas dan bawah.

Gambar 2.4. Pemeriksaan nadi karotis (Charles, 2010)

Jika penolong tidak merasakan denyut nadi dan tidak terlihat tanda
kehidupan, segera mulai RJP dengan urutan C-A-B.
Teknik kompresi dada pada dewasa diantaranya :
1) Posisikan pasien telentang di atas permukaan padat,rata dan kering.
Apabila pasien tersebut berada diatas tempat tidur, segera pasang
papan alas resusitasi. Jika pasien atau korban dalam posisi tengkurap,
balikkan ke posisi telentang secara hati-hati.
2) Posisikan diri penolong berlutut di samping bagian bahu dan dada
pasien atau korban.
3) Letakkan salah satu tumit tangan penolong pada setengah sisi bawah
tulang dada (sternum) atau 2 jari diatas procecus xypoideus.
4) Letakkan tumit tangan yg lain di atas tangan pertama.
5) Luruskan lengan dan posisi bahu penolong sejajar di atas tangan
penolong.

Gambar 2.5. Posisi tangan kompresi dada (Charles, 2010)


6) Tekan cepat dan kuat (push hard and fast)
a) Tekan paling sedikit 2 inchi atau 5 cm dan maksimal 6 cm dalam
setiap kompresi. Untuk setiap kompresi, yakinkan penolng menekan
secara lurus ke bawah pada tulang dada korban.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 19


b) Berikan kompresi dengan pola yang teratur dengan kecepatan
paling sedikit 100 kali/menit dan maksimal 120 kali/menit.
7) Pada setiap akhir kompresi, yakinkan penolong memberi kesempatan
chest recoil secara sempurna. Chest recoil mengakibatkan darah
mengalir ke dalam jantung dan diperlukan untuk kompresi dada agar
menghasilkan aliran darah. Chest recoil yang kurang sempurna
mengakibatkan berkurangnya aliran darah yang dihasilkan oleh
kompresi dada.
8) Minimalisir interupsi atau jeda waktu dalam setiap kompresi.
9) Kompresi dada pada pasien dewasa baik oleh 1 (satu) atau 2 (dua)
orang penolong dilakukan dengan rasio kompresi 30 : 2, yaitu 30 kali
kompresi dada diselingi dengan 2 kali pemberian nafas bantuan atau
biasa disebut dengan 1 siklus.
10) Bagi penolong awam dianjurkan hanya melakukan kompresi tanpa
melakukan bantuan nafas (hand CPR only). Pada masa pandemi
Covid-19 sebelum melakukan CPR penolong dianjurjan metutup mulut
koban menggunakan kain atau handuk terlebih dahulu.

Gambar 2.6. Melakukan penekanan dada (Charles, 2010)

b. Jalan nafas (air way)


Sebelum melalukan pembukaan jalan nafas, apabila terdengar suara
nafas tambahan pada korban saat penolong melakukan kompresi di siklus
ke 1 atau 30 kompresi pertama berakhir penolong dapat melakukan
pembersihan jalan nafas dengan teknik cross finger (menyilangkan jari)
untuk membuka mulut dan selanjutnya melakukan sapuan dengan jari
(finger sweep) untuk mengeluarkan benda asing atau sumbatan pada jalan
nafas bahkan dapat melakukan suctioning jika alat tersedia. Barulah
penolong dapat melakukan “triple maneuver” untuk membuka jalan nafas
yaitu dengan head tilt - chin lift atau jaw thrust yang diikuti nafas bantuan
dapat meningkatkan oksigenasi dan ventilasi.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 20


Berikut ini adalah teknik pembukaan jalan nafas, diantaranya :
1) Tekan dahi dan angkat dagu (Head tilt dan chin lift manuver)
Tekniknya dengan meletakan dan menekankan telapak tangan pada
dahi, sambul tangan yang satunya mengangkat dagu pasien atau
korban. Head tilt dan chin lift manuver akan memposisikan kepala
pasien menjadi ekstensi dengan lubang hidung menghadap ke atas
sehingga jalan nafas menjadi terbuka.

Gambar 2.7. Head tilt and chin lift (Charles, 2010)


2) Jaw-thrust maneuver
Jaw-thrust maneuver merupakan teknik membuka jalan napas yang
paling aman jika diperkirakan terdapat cedera servikal. Teknik ini
memungkinkan servikal tetap pada posisi netral selama resusitasi.
Penolong berada diatas kepala penderita, letakan kedua tangan
disamping pipi penderita, pegang rahang pada sudutnya, kemudian
angkat mandibula ke arah depan. Siku penolong dapat diletakan diatas
permukaan dimana penderita berbaring. Teknik ini akan mengangkat
rahang dan membuka jalan nafas dengan gerakan minimal kepala

Gambar 2.8. Jaw thrust (Charles, 2010)


3) Cross finger dan finger sweep
Teknik ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar. Cross Finger
adalah gerakan mendorong dan angkat mandibula dengan ibu jari dan
jari telunjuk dalam posisi disilangkan, sehingga mulut pasien atau
korban menjadi terbuka agar penolong dapat melihat ada tidaknya
sumbatan akibat benda asing dan mempermudah untuk tindakan
penghisapan lendir (suctioning). Kemudian penolong dapat memasukan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 21


jari telunjuk tangan yang tangan yang satunya menggunakan teknik
mengait untuk menarik benda asing dari mulut, inilah yang disebut
teknik sapuan jari (finger sweep)
c. Pemberian bantuan nafas (breathing)
Apabila jalan nafas sudak bersih dan terbuka, maka lakukan pemberian
bantuan nafas sebanyak 2 kali dengan durasi selama 1 detik setiap
memberikan nafas bantuan. Pemberian bantuan nafas dapat dilakukan
dengan cara Mouth-to-Barier, Mouth-to-Mask atau dengan menggunakan
Bag Valve Mask. Pada masa Pandemi Covid19, tekhnik yang
direkomendasikan untuk pemberian nafas pada pasien suspek atau
konfirmasi covid19 adalah dengan menggunakan BVM dengan hepa filter.

Gambar 2.9. bag valve mask menggunakan Hepa Filter

Cara pemberian nafas menggunakab Bag Valve Mask (BVM)

Gambar 2.10. bag valve mask ventilation (Charles, 2010)

Teknik pemberian nafas melalui BVM digunakan apabila RJP dilakukan


oleh 2 orang penolong. Tekniknya adalah sebagai berikut :
a) Posisikan diri penolong secara langsung di atas kepala korban
b) Tempatkan masker pada wajah korban, gunakan patokan hidung
korban sebagai bantuan untuk posisi yang benar.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 22


c) Gunakan teknik E-C clamp untuk menahan masker pada posisinya
ketika penolong mengangkat rahang untuk menahan jalan nafas
tetap terbuka :
1) Lakukan head tilt
2) Tempatkan masker pada wajah dengan bagian sempit
masker terletak pada hidung
3) Gunakan ibu jari dan jari telunjuk pada salah satu tangan
untuk membuat huruf “ C ” di bagian masker, tekan tepi
masker ke wajah.
4) Gunakan sisa jari lainnya untuk mengangkat sudut rahang (3
jari membentuk “ E ”, dan tekan wajah ke arah masker.
5) Tekan bag untuk memberikan bantuan nafas (1 detik setiap
bantuan nafas) sambil melihat pengembangan dada.
Berikan bantuan nafas lebih dari satu detik dengan atau
tanpa suplemen oksigen
Adapun apabila pasien tersebut sedang dilakukan RJP minimal
oleh 2 orang penolong dan sudah dipasang ETT (Endo Tracheal
Tube), maka pemberian nafasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 2.1 Pemberian ventilasi pada RJP dengan terpasang ETT

Teknik Ventilasi Kompresi dan Bantuan Nafas


Tidak ada jalan nafas  30 kompresi dan 2 bantuan nafas
lanjut (bag Valve mask)  Kecepatan kompresi 100 – 120 kali/menit
Jalan nafas lanjut  Kecepatan kompresi 100 – 120 kali/menit
(endotracheal tanpa jeda untuk memberi bantuan napas
inubation, laryngeal (asyncron)
mask airway,  1 bantuan napas setiap 6-8 detik (8-10 kali
supraglottic) bantuan napas per menit)

3. Defibrilasi Segera
Kesempatan korban untuk selamat menurun seiring jeda waktu antara
henti jantung dan defibrilasi. Karenanya defibrilasi tetap menjadi dasar
tatalaksana untuk ventricular fibrillation dan pulseless ventricular tachycardia.
Apabila penolong melakukan RJP pada korban di lapangan, maka alat yang
digunakan untuk defibrilasi adalah AED (Automatic External Defibrilator) dan
apabila di rumah sakit menggunakan alat Defibrilator. Satu penentu defibrilasi
yang berhasil adalah efektifitas kompresi dada. Defibrilasi lebih berhasil jika
sedikit interupsi pada saat kompresi dada.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 23


4. Advance Life Support / Stabilisasi Secara Cepat Dan Transportasi Ke Fasilitas
Kesehatan
Apabila korban sudah mendapatkan pertolongan di lapangan dan bantuan
berupa tenaga medis terlatih beserta ambulans sudah datang, maka tindakan
selanjutnya diserahkan kepada mereka untuk segera di stabilisasi serta di
evakuasi ke layanan kesehatan atau rumah sakit.
5. Post Cardiac Arrest Care (Perawatan Pasca Henti Jantung) Yang Terintegrasi.
Korban pasca henti jantung yang telah mendapatkan pertolongan di
lapangan serta telah distabilisasi dan di evakuasi, maka harus mendapatkan
perawatan yang lebihlanjut di rumah sakit, seperti : perawatan ICU (Intensive
Care Unit),ICCU (Intensive Cardiac Care Unit), HCU (High Care Unit) atau
dilakukan tidakan kateterisasi jantung pada pasien acute miocard infark.
6. Pemulihan
Pedoman AHA 2020 merekomendasikan bahwa penyintas henti jantung
menjalani penilaian rehabilitasi multimodal dan pengobatan untuk gangguan
fisik, neurologis, kardiopulmoner, dan kognitif sebelum keluar dari rumah sakit.
Penyintas henti jantung dan perawatnya sebaiknya menerima perencanaan
pemulangan yang komprehensif dan multidisiplin, kemudian rekomendasi
perawatan medis dan rehabilitasi serta kembalinya peran sosial pasien
dimasukkan ke dalam ekspektasi aktivitas/kerja. Kecemasan, depresi, stres
pasca trauma, dan kelelahan untuk penyintas henti jantung dan perawatnya
sebaiknya dinilai secara terstruktur.
Hal ini dilakukan karena proses pemulihan dari henti jantung berlangsung lama
setelah pasien dirawat inap pertama kalinya. Dukungan diperlukan selama
pemulihan untuk memastikan kesehatan fisik, kognitif, dan emosional yang
optimal dan kembalinya pasien ke fungsi sosial/ peran. Proses ini harus dimulai
selama rawat inap awal dan dilanjutkan apabila diperlukan.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 24


G. Teknik Bantuan Hidup Dasar AHA 2020
Seperti yang telah dijelaskan secara teoritis diatas, apabila kita simpulkan
maka langkah tindakan BHD menurut AHA 2020 dijabarkan dengan bagan di
bawah ini :

Bagan 2. 2. Alur BHD pada pasien dewasa (AHA 2020)

1. D (Danger)
Pastikan lokasi aman untuk penolong dan korban, penolong menggunakan
APD dan posisi korban terlentang di alas yang keras,kering dan datar.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 25


2. R (Response)

Gambar 2.11. Pemeriksaan kesadaran (Charles, 2010)

Tepuk pundak atau bahu pasien dan tanyakan “Apakah bapak/ibu baik-baik
saja?”
Cek untuk melihat pernafasan korban. Jika korban tidak bernafas atau tidak
bernafas dengan normal (gasping), penolong harus mengaktifkan sistem
respon emergensi.
3. Call for Help (minta tolong)

Gambar 2.12. Panggil bantuan (Charles, 2010)

Jika penolong sendirian dan menemukan korban yang tidak merespon dan
tidak benafas, panggil bantuan/aktifkan sistem respon emergensi, bawa AED
jika tersedia, dan segera kembali kepada korban untuk mengecek nadi dan
mulai CPR dengan urutan C-A-B.
Apabila pertolongan dilakukan pada pasien di rumah sakit, panggil bantuan
team dengan berteriak “ code blue”.
4. C (Compression)
a. Cek nadi
Rasakan denyut paling sedikit 5 detik tapi tidak boleh lebih dari 10 detik
sambil melihat tanda-tanda kehidupan, diantaranya melihat pergerakan
dinding dada, pergerakan bulu mata dan pergerakan pada jari jemari
ekstremitas atas dan bawah.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 26


b. Kompresi

Gambar 2.13. Mengukur dan melakukan penekanan dada (Charles, 2010)

Jika dalam 10 detik penolong tidak merasakan denyut nadi, maka


pasangkan papan resusitasi di bawah punggung pasien dan segera lakukan
RJP, mulai dengan 30 kali pertama kompresi dada (1 siklus) sambil
dengarkan ada tidaknya suara nafas tambahan perhatikan chest recoil.
Selanjutnya bersihkan dan buka jalan nafas.
5. A (Air way)

Gambar 2.14. Head tilt and chin lift dan jaw trust (Charles, 2010)
Apabila pada saat 30 kompresi pertama (siklus ke 1) terdengar suara
nafas tambahan seperti berkumur (gurgling), mengorok (snoring) dsb, lakukan
pembersihan jalan nafas dilanjutkan dengan membuka jalan nafas :
a. Buka mulut dengan menyilangkan jari atau cross finger lalu bersihkan dan
bebaskan sumbatan dengan sapuan jari atau finger sweep
b. Setelah bersih, buka jalan nafas dengan manufer Head tilt-Chin Lift atau
Jaw Trust apabila dicurigai ada trauma leher & tulang belakang.
6. B (Breathing)
Setelah jalan nafas bersih dan terbuka, barulah kita memberikan 2 kali
nafas bantuan, 1 detik setiap tiupan nafas sambil melihat pergerakan dinding
dada terangkat. Pemberian bantuan nafas tersebut bisa melalui : bag valve
mask. Pada masa Pandemi Covid19, tekhnik yang direkomendasikan untuk
pemberian nafas pada pasien suspek atau konfirmasi covid19 adalah dengan
menggunakan BVM dengan hepa filter.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 27


Gambar 2.15. Teknik pemberian bantuan nafas (Charles, 2010)
Setelah langkah diatas dilakukan, lanjutkan RJP dengan
perbandingan kompesi dan ventilasi 30 : 2 sampai dengan 5 siklus (baik
dilakukan oleh 1 atau 2 orang penolong). Setiap berakhirnya siklus ke 5 atau
± 2 menit, lakukan evaluasi dengan meraba nadi Carotis selama 5 detik.
Apabila nadi tidak teraba, segera lakukan lagi RJP 30:2 dan apabila nadi
teraba nilai pernafasan dan berikan bantuan nafas 10-12 kali/menit apabila
nafas tidak ada atau tidak adequat.
Keberhasilan resusitasi jantung paru yang ditandai dengan
kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation / ROSC) yaitu
terabanya nadi karotis, yang sebenarnya adalah langkah awal dari tujuan
pengelolaan secara menyeluruh pada pasien henti jantung.(Wahyuningsih.A,
2012).
7. Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Posisi pemulihan dilakukan pada penderita yang habis tenggelam atau
korban yang ditemukan di lingkungan sekitar tidak untuk di Rumah Sakit. Untuk
di Rumah Sakit pertahankan jalan nafas dengan adequate menggunakan tehnik
HeadTilt and Chin lift atau Jaw Trust atau kalau perlu lakukan penatalaksanaan
jalan nafas definitive. Posisi ini dilakukan apabila nadi dan pernafasan korban
sudah kembali membaik pasca RJP tetapi kesadarannya belum pulih, serta
menunggu bantuan datang untuk proses evakuasi atau dirujuk ke tempat
layanan kesehatan/rumah sakit.
Langkah-langkah pemberian posisi pemuliahan, sebagai berikut :
a. Lengan korban yang dekat dengan penolong diluruskan.
b. Lengan yang satunya menyilang dada, kemudian letakan telapak tangan di
bahu.
c. Tekuk kaki yang jauh dari penolong.Tarik panggul dan bahu korban kearah
penolong.
d. Baringkan miring dengan tungkai atas membentuk sudut dan menahan
tubuh dengan stabil.
e. Periksa pernafasan dan nadi setiap 2 menit, sampai dengan bantuan
evakuasi datang.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 28


Gambar 2.16. Posisi pemulihan / recorvery position (Charles, 2010)

H. Algoritma BHD pada pasien dengan terduga tau terkonfirmasi Covid - 19

Bagan 2. 3. Alur BHD pada pasien dengan terduga atau terkonfirmasi Covid-19
(PERKI 2020)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 29


I. Alur BHD awam pada era Pandemi Covid-19

Gambar 2.16. Tahapan BHD awam pada masa Pandemi Covid-19


(AHA, 2020)

Referensi
1. Guide Line 2000 for Cardiopulmonary Resusitation and Emergency Cardio
Vasculler Care, Supplement to Circulation Vol 102, November 8, August
22,2000
2. An International consensus On Science The American Heart Assosiation With
The International laison Committe on resucitation( ILCOR),2010
3. An International consensus On Science The American Heart Assosiation With
The International laison Committe on resucitation( ILCOR),2020
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), 2020

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 30


Materi Inti. 2
PENILAIAN AWAL ( INITIAL ASSESMENT )

Tujuan umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penilaian awal (Initial
Assesment)
Tujuan khusus
Setelah mengikuti materi, ini peserta mampu :
1. Menjelaskan aman penolong, lingkungan dan pasien
2. Menjelaskan definisi dari Initial Assesment
3. Menjelaskan tahapan Initial Assesment
4. Melakukan Initial Assesment

Latar Belakang
Bila terjadi suatu bencana, baik kejadian sehari-hari ataupun bencana masal
kejadian tersebut umumnya mendadak sering membuat kepanikan bisa korban sendiri
yang panik atau orang-orang disekitar di tempat kejadian.
Hanya orang-orang yang tidak panik dan mempunyai pengetahuan dan
terlatihlah yang dapat menolong korban dengan benar dapat mengurangi angka
kematian dankecacatan.
Tempat kejadian biasanya di lingkungan sehari-hari penduduk berada di sekitar
rumah, jalan dan tempat umum seperti mall, pasar dan tempat lainnya yang kadang
kalajauh dari tenaga kesehatan.
Bila masyarakat yang masuk ketempat kejadian adalah orang awam yang
belum terlatih bila mereka tidak mengerti bahwa tempat tersebut tidak aman mereka
akan menjadi korban berikutnya (nyawa mereka juga akan terancam) oleh bahaya
yang ada di tempat kejadian, begitu juga dengan cara pemindahan pasien yang
mengalami cidera bila penolong tidak mengetahui cara-cara mengangkat pasien
dengan benar, maka pasien tersebut akan mengalami cidera berat akibat kesalahan
mengangkat, seperti pada pasien cidera spinal akan terjadi kelumpuhan.
Mendapatkan hasil yang baik dalam penatalaksanaan trauma di tempat
bencana adalah :
 Pengamanan terhadap diri sendiri dengan memasang alat pelindung diri
 Pengamanan terhadap lokasi kejadian bekerja sama dengan instansi terkait
seperti polisi dan tim SAR bila mereka telah menyatakan lokasi tersebut aman
barulah penolong masuk untuk melakukan pengamanan terhadap pasiennya.
 Bila lokasi dinyatakan tidak aman dengan segera team penolong melakukan
triage dan memindahkan pasien bersama tim SAR ketempat yang aman
(evakuasi segera).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 31


Sebelum memasuki tempat kejadianpenolong harus sudah dapat
memperkirakan jumlah pasien yang terkena bencana dan sudah dapat melakukan
komunikasi permintaan bantuan dalam tahap awal untuk alat dan SDM yang di
butuhkan untuk memindahkan pasien ketempat aman.
Menentukan tempat aman
Bila tempat kejadian tidak aman dalam arti kata dapat terjadi :
 Ledakan berikutnya kalau itu kejadian karena bom.
 Tempat tersebut dapat roboh/longsor, ini karena gempa atau kemungkinan akan
terjadi tsunami
 Tempat tersebut dapat terpapar bahan-bahan berbahaya misal kecelakaan truk
membawa bahan-bahan kimia , gedung terbakar berisi bahan-bahan kimia
berbahaya dan mudah meledak.
 Tempat kejadian huru hara yang mana sedang terjadi tembak-menembak atau
tempat tersebut ada binatang yang menbahayakan dan contoh-contoh lainnya
Penolong jangan langsung memasuki area kejadian tersebut bila tidak di
dampingi team yang ahli (SAR-polisi). Pasien-pasien terkena bencana yang berada di
tempat tidak aman harus segera dipindah ketempat aman. Tempat aman dapat di
tentukan sesuai dengan kejadian apa yang terjadi di lokasi bencana misalnya ada
bahan kimia terpapar, tempat aman dapat diperkirakan berapa jauh dari tempat
kejadian dan harus berlawanan dengan arah angin.
Kalau kejadian karena gempa, korban harus di pindahkan ketempat aman yang
telah di tentukan oleh tiap-tiap daerahbila terjadi gempa dan kemungkinan tsunami
demikian juga dengan penyebab-penyebab lain yang menyebabkan bencana dapat di
perkirakan lokasi amannya

Initial Triage (triage ditempat kejadian)


Bila terdapat banyak korban di tempat kejadian penolong yang masuk harus
segera melakukan triage untuk memudahkan mengetahui jumlah korban yang terkena
dan memudahkan memindahkan pasien caranya adalah penolong masuk ke area
bencana dengan suara keras mengenalkan diri sebagai penolong dan
menginstruksikan semua korban yang sadar dan bisa berjalan agar segera mengikuti
salah seorang penolong untuk di bawa ketempat aman.Korban-korban tersebut di
tandai dengan tanda warna hijau (P3)
 Dengan suara keras juga leader menannyakan siapa yang masih sadar tolong
bersuara dan kalau masih bisa acungkan tangan. Maka para penolong
mendekati korban tersebut den memberi tanda dengan warna kuning (P2) dan
bila ada tanda-tanda pendarahan segera dilakukan penghentian pendarahan,
bila bisa dipindahkan segera secara manual dengan membopong menarik dan
lain-lain ( tidak ada tanda-tanda cidera leher kepala dan tulang belakang)
segera dipindahkan ketempat aman.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 32


 Dalam waktu yang bersamaan penolong yang lain menghampiri korban-korban
lain menilaiairway breathing, sirkulasi dan kesadaran pasien, korban-korban ini
di tandai dengan warna merah
 Korban lain yang tidak ada pulse dan pernapasan di tandai dengan tanda
hitam. Team leader segera meminta bantuan peralatan dan SDM untuk
melakukan pemindahan segera ketempat aman selama proses pemindahan
berlangsung bila terdapat pendarahan luar harus segera dilakukan pembalutan
untuk menghentikan pendarahan
 Semua pasien sudah dapat diketahui keadaan umumnya, mekanika traumanya
dan jumlah korban.

Pemeriksaan Awal
Yang dimaksud dengan pemeriksaan awal disini adalah termasuk evaluasi dari
kejadian dan persiapan untuk penilaian dan manajemen pada pasien. Yakni dimulai
dari TKP, jika TKP sudah aman untuk dimasuki, maka dapat melakukan penilaian awal
dan pemeriksaan secara cepat (Rapid Trauma Survey) atau penatalaksaan terarah
(Focused Exam).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 33


PEMERIKSAAN AWAL

PENATALAKSAAN DITEMPAT KEJADIAN

 Standar Keselamatan
 Menilai Keamanaan
 Total jumlah pasien
Peralatan penting dan sumber daya
 Tambahan mekanisme cidera

Penilaian awal

 Kesan umum pasien


 Tingkat kesadaran
 Jalan nafas
 Pernafasan
 sirkulasi

MEKANISME CIDERA

Cidera tidak Cidera terlihat


terlihat

PEMERIKSAAN CEPAT PENATALAKSANAAN


TERARAH
EVAKUASI

PEMERIKSAAN BERKALA PENATALAKSANAAN


BERKELANJUTAN

Penatalaksanaan Di Tempat Kejadian


Pada saat penilaian kejadian trauma dimulai, Anda harus yakin dengan apa
yang akan dilakukan sebelum mendekati pasien. Tidak boleh tegang dalam
melakukannya karena akan berakibat adanya kesalahan pada penanganan sehingga
dapat mengancam jiwa anda dan begitu juga pasien. Hal kedua adalah apabila anda
menilai pasien kritis, tidak ada waktu lagi untuk anda kembali ke kendaraan untuk
mengambil peralatan. Dalam situasi ini, anda harus selalu siap membawa peralatan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 34


medis saat anda bersama pasien. Berikut ini adalah peralatan yang dibutuhkan untuk
pasien trauma :
 Alat Pelindung Diri
 Long Spinal Board berikut pengikatnya serta penahan kepalanya.
 Collar neck dengan beberapa ukuran.
 Airway kit (kit terpisah atau dipisahkan antara bagian untuk pasien dewasa dengan
pasien anak-anak)
o Oxygen
o Peralatan airway dan intubasi
o Suction
 Kotak Trauma (dipisahkan kotak P3K untuk pasien dewasa dengan pasien anak-
anak)
o Pembalut, perban, hemostatik (obat luar penghenti darah)
o Pleural decompression equipment
o Stetoskop
o Torniket
Ketika TKP aman untuk dimasuki, sebagai pemimpin regu, Anda harus focus
untuk menilai dengan cepat pasien anda. Semua keputusan penatalaksanaan atas
kondisi mengancam jiwa harus sudah diketahui anda. Pengalaman telah menunjukan
bahwa kebanyakan kesalahan terjadi karena pemimpin regu berhenti, hanya untuk
melakukan intervensi dan lupa untuk melakukan bagian dari penilaian tersebut. Jika
intervensi langsung diperlukan, delegasikanlah kepada anggota regu anda, sementara
anda melanjutkan penilaian tersebut.
Ingat, ketika anda mulai menilai pasien dalam pemeriksaan awal, hanya tiga hal
yang harus menyebabkan anda mengganggu peyelesaian penilaian tersebut, yaitu :
1. Anda dapat menginterupsi urutan penilaian jika TKP menjadi tidak aman.
2. Jika anda harus mengobati obstruksi jalan nafas atau
3. Jika anda harus menangani serangan jantung
( Henti nafas atau dyspnea dapat dilakukan oleh penolong kedua, sementara anda
melanjutkan penilaian pasien )
Penilaian Awal
Tujuan dari penilaian awal adalah untuk memprioritaskan pasien dan untuk
menentukan keberadaan segera kondisi mengancam jiwa. Informasi yang dikumpulkan
digunakan untuk membuat keputusan tentang intervensi kritis dan waktu transportasi.
Setelah anda menentukan bahwa pasien dapat didekati dengan aman, penilaian harus
dilanjutkan dengan cepat dan lancar.(Penilaian awal dan pemeriksaan cepat pasien
Trauma hanya dibutuhkan waktu kurang dari 2 menit)
Ketika anda memulainya, sertakan penolong kedua bersama anda (dia sambil
membawa collar neck dan peralatan jalan nafas) untuk menstabilkan leher pasien (jika
dibutuhkan) dan bertanggung jawab atas jalan nafas. Penolong ke-tiga akan
menempatkan papan spinal dan kontak trauma di samping pasien saat anda

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 35


melanjutkan penatalaksanaan. Pendekatan grup ini membuat paling efisien dalam
penggunaan waktu dan memungkinkan anda untuk cepat melakukan penilaian awal
tanpa melakukan intervensi saluran nafas non-invasif sendiri, yang dapat mengganggu
proses berfikir anda.
Penilaian awal ini terdiri dari kesan umum anda mendekati pasien, evaluasi
tingkat kesadaran pasiem, stabilisasi manual pada tulang belakang leher (jika
diperlukan) dan penilaian dari jalan nafas, pernafasan pasien dan sirkulasi (Airway,
Breathing and Circulation)
 Menilai kesan umum pasien pada saat menekati pasien
Anda telah mengukur adegan, menentukan jumlah pasien dan melaksanakan
protocol keselamatan. Jika ada pasien lebih dari tim, anda secara efektif dapat
menangani. Sekarang dekati pasien, catat perkiraan usianya, jenis kelamin, berat
badan dan tampilan umum. Orang tua dan anak-anak mempunyai resiko yang bisa
meningkat. Pasien perempuan mungkin hamil. Amati posisi pasien, baik posisi
tubuh ataupun posisi dalam kaitannya dengan keadaan sekitar. Catat aktifitas
pasien (apakah pasien sadar dengan keadaan sekitar, cemas, jelas dalam
kesusahan, dll). Apakah pasien dengan jelas memiliki luka besar atau perdarahan
besar? Pengamatan anda pada pasien dalam kaitan dengan kejadian dan
mekanisme cedera akan membantu anda dalam memprioritaskan pasien.
Jika terdapat banyak korban, secepatnya lakukan triase dan melakukan evaluasi
dengan memprioritaskan pasien dengan cedera yang serius. (Anda dapat
mendelegasikan salah satu anggota regu anda untuk menilai pasien lain sebelum
bantuan tiba).
 Mengevaluasi awal tingkat kesadaran sambil melakukan stabilisasi tulang
belakang leher
Segera lakukan penilaian. Sebagai pemimpin regu, coba untuk mendekati pasien
dari depan (face to face, sehingga pasien tidak menolehkan kepala untuk melihat
anda)
Jika ada mekanisme cedera yang mengisyaratkan cedera tulang belakang,
penolong kedua dengan segera dan lembut namun tegas menstabilkan kepala dan
leher dalam posisi netral (jaw thrust). Tahan pegangan tangan pada kepala ketika
anggota tim lainnya sedang mengambil collar neck. Sebagai pemimpin tim, anda
mungkin perlu untuk awalnya di stabilasikan leher jika tidak ada penolong kedua
segera tiba. Jika kepala atau leher dipegang dalam posisi angulasi dan pasien
mengeluh nyeri pada setiap usah untuk meluruskannya, anda harus menstabilkan
dalam posisi ditemukan. Hal yang sama juga benar perlakukannya terhadap
pasien yang tidak sadar yang lehernya dipegang pada satu sisi dan tidak bergerak
saat anda dengan lembut mencoba meluruskannya. Para penolong menstabilkan
leher tidak boleh melepaskannya sampai pasien dipasang alat restrikasi (papan
spinal)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 36


Pemimpin regu kemudian memperkenalkan diri kepada pasien :”nama saya……..,
kami disini untuk menolong anda. Dapatkah anda menceritakan apa yang terjadi?”
jawaban yang di dapat dari pasien akan memberikan informasi tentang bagaimana
jalan nafas dan tingkat kesadaraan pasien dalamkeadaan normal. Jika pasien
merespon tapitidak sesuai (pasien sadar, namun kebingungan), maka catat status
mental dari tingkat kesadaran dengan mempergunakan skala APVU
A : Alert
V : Verbal
P : Pain
U : Unresponsive
 Menilai jalan nafas
Jika pasien tidak dapat berbicara atau tidak sadar, segera periksa jalan nafas
dengan cara Look (Lihat), Listen (Dengar), dan Feel (Rasakan) adanya hebusan
nafas pasien.
Jika jalan nafas tersumbat 9apnea, mendengkur, cegukan, suara mengi) gunakan
segera metode pembebasan jalan nafas yang sesuai dengan kondisi pasien
(reposition, sweep, suction)
 Menilai pernafasan
Setelah tidak ada sumbatan jalan nafas, selanjutnya mulai menilai pernafasan.
Jika pasien dalam keadaan tidak sdar, tempatkan telinga anda diatas mulut pasien
untuk dapat mengetahui kedalaman dan keluar masuknya udara dari pernafasan
pasien. Lihat pergerakan irama pada dada atau perut pasien. Dengarkan adanya
suara pergerakan udara serta rasakan pergerakan udara bersamaan dengan
pergerakan turun naiknya permukaan dada dengan mempergunakan aksesoris
alat bantu pernafasan. Jika pergerakan udara tidak adekuat (kurang dari 8x/menit
atau terlalu dangkal), penolong kedua dapat dengan segera membantu
memberikan bantuan nafas. Gunakan kedua lutut dia untuk menahan
pergerakanleher pasien untuk stabilisasi, sehingga kedua tangannya dengan
bebas dapat mempergunakan oxygen atau bag valve maskuntuk memberikan
bantuan pernafasan (sekali tiupan setiap 6-8 detik) sampai kondisi kecepatan dan
volume pernafasan pasien tidak adekuat.
 Menilai sirkulasi
Setelah dipastikan pernafasan pasien tidak adekuat, catat kecepatan dan kualitas
dari denyut nadi di pergelngan tangan (brachialis pada bayi). Mengecek nadi pada
nadi carotis tidak perlu dilakukan apabila pasien dalam keadaan sadar.
Catat apakah kecepatannya terlalu lambat atau terlalu cepat dan catat juga
kualitasnya (beraturan, membatasi, lemah atau tidak beraturan). Jika denyut nadi
tidak teraba pada leher, maka segera lakukan Resusitasi Jantung Paru, kecuali
jika ada cedera akibat benda tumpul padat (misalnya batu besar) dan persiapkan
transportasi segera.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 37


Catat warna kulit, suhu tubuh, kelembaban kulit serta pengisian kapiler. Pucat,
dingin, kulit berkeringat, denyut nadi kadang ada kadang tidak ada, tingkat
kesadaran berkurang, itu menandakan bahwa pasien mengalami shock.
Kendalikan adanya perdarahan (dapat dilakukan oleh penolong ketiga).
Pemeriksaan Trauma Secara Cepat (Rapid Trauma Survey) atau Penatalaksanaan
pasien yang terarah (Focused exam)
Untuk memilih antara Pemeriksaan trauma Secara Cepat atau penatalaksaan
terarah dapat dilihat dari mekanisme cidera dan atau dilihat dari hasil penilaian awal.
Jika mekanisme cidera diketahui secara umum (Kecelakaan mobil atau jatuh dari
ketinggian) atau jika pasien tidak sadar, dapat dilakukan Pemeriksaan Trauma Secara
Cepat. Namun apabila mekanisme cideranya itu terlihat adanya bahaya yang
mengancam jiwa karena luka yang diderita (contoh : luka tembakdi paha atau luka
tikaman di dada), maka Anda harus melakukan Penatalaksanaan Terarah pada area
luka tersebut.
Jika tidak terdapat mekanisme cidera yang penting (contoh : jari kaki tertimpa
batu atau benda keras ) dan hasil Penilaian Awal normal (ditandai dengan tidak
adanya hilang kesadaran, pernafasan normal, denyut nadi kurang dari 120 dan tidak
ada keluhan dyspnea, nyeri pada dada, perut atau pinggul), Anda dapat melakukan
Penatalaksanaan Terarah sesuai keluhan yang di derita pasien.
Keadaan resiko tinggi bagi pasien yang mengharuskan anda untuk segera
mengevakuasi (Load and Go) adalah sebagai berikut :
 Mekanisme cidera yang mengancam jiwa
 Riwayat pasien yang tampak
o Hilang kesadaran
o Sulit bernafas
o Nyeri parah pada bagian kepala, leher atau batang tubuh
 Kelompok resiko tinggi (seperti anak dibawah umur, orang usia lanjut, berpenyakit
kronis)
o Status mental yang berubah-ubah
o Sulit bernafas
o Tekanan darah tidak normal
o Kelainan apapun yang tampak pada saat penilaian awal

Pemeriksaan Trauma Secara Cepat


Yang dimaksud Pemeriksaan Trauma Secara Cepat adalah suatu
penatalaksanaan ringkas yang dilakukan untuk temukan semua ancaman jiwa yang
merupakan bentuk pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada tubuh pasien yang
dimulai dari ujung kaki dengan istilah Head to Toe

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 38


Langkah pemeriksaannya sebagai berikut :
Kepala
Periksa dengan singkat (lihat dan raba) bagian kepala dan leher apakah ada
cidera. Jika terdapat cidera parah pada wajah, maka lakukan segera intubasi. Lihat
apakah ada luka memar di sekeliling mata (raccon’s ayas) dan memar dibelakang
telinga (Battle’s sign). Raba bagian tengkorak apakah terasa lunak atau lebih dalam.
Lihat apakah ada darah atau cairan otak keluar melalui hidung dan telinga.
Leher
Periksa pada leher apakah ada memar, bengkak atau tertarik kesatu sisi
(retraksi). Lihat vena jungularis menggelembung atau terlihat mengempis. Apakah
trachea miring ke samping. Diraba apakah leher terasa lunak. Pada kondisi seperti ini,
segera pasang neck collar
Catatan :
Jika pemimpin regu memilih untuk menstabilkan leher, tugas ini harus
didelegasi ke penyelamat lain pada waktu ini.
Dada
Buka pakaian yang menutupi kemudian lihat, dengar dan raba dada pasien.
Lihat apakah dada berkembang secara simetris atau tidak, serta adanya paradoxical
moniton dari otot dada. Catat jika tulang rusuk naik bersama respirasi atau jika hanya
diafragma yang bergerak. Lihat tanda adanya luka memar atau luka tembus. Rasakan
dengan diraba pada dada apakah terasa lunak, tidak stabil dan krepitasi.
Dengarkan suara nafas apakah ada dan sama terdengarnya antara kiri dan
kanan dada. Dengarkan menggunakan stetoskop diatas samping dada diantara sela
ruas ke empat tulang iga di garis midaxillary pada kedua sisi.
Jika suara nafas tidak sama (kurang terdengar atau tidak ada pada satu sisi), perkusi
dada untuk menentukan apakah pasien just splinting dari nyeri, atau jika terdapat
pneumothorax atau hemathorax. Jika sepanjang dalam pemeriksaan ditemukan
kelainan (luka dada terbuka, flail chest, tension pneumothorax, hemathorax) delegasi
intervensi yang sesuai (menutup luka terbuka, menstabilkan flail chest, dekompresi
untuk tension pneumothorax).
Perut, Panggul
Dengan cepat expose dan lihat pada perut (kembung, memar, luka tembus),
dan dengan lemah lembut palpasi perut apakah terasa lunak, tegang dan kaku.
Periksa panggul apakah ada perubahan bentuk atau luka tembus. Lakukan penekanan
secara bersamaan kedua bagian panggul yang menonjol, atau dengan sedikit memutar
bagian panggul. Rasakan apakah lunak, tidak stabil dan krepitasi.
Catatan :
Lunak tidak sama dengan tidak stabil, panggul bisa saja lunak namun tetap stabil.
Jika panggul tidak stabil, kamu dapat memperkirakan bahwa cincin panggulnya telah
runtuh pada saat anda melakuka penekanan. Jika panggul telah diketahui tidak stabil,
jangan melakukan pemeriksaan lagi.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 39


Ekstremitas
Periksa kedua kaki bagian atas, lihat adanya perubahan bentuk dan rasakan
apakah terasa lunak, tidak stabil dan krepitasi. Ingat, patah tulang paha dapat
mengakibatkan kekurangan banyak darah sehingga dapat mengancam jiwa. Amati
adanya kelainan bentuk dan luka terbuka pada lengan dan kaki bagian bawah. Dicatat
apakah dapat menggerakkan jerami tanagan dan jemari kaki sebelum dipindahkan ke
Long Spinal Board. Pada saat memindahkan pasien ke Long Spinal Board, anda dapat
memeriksa punggung pasien. Jika pasien mengalami panggul tidak stabil atau patah
tulang paha, gunaka scope stretcher untuk memindahkan pasien ke atas Long Spinal
Board. Ingat, sekalipun anda mempergunakan scope stretcher, anda tetap harus
bertanggung jawab untuk memeriksa bagian punggung pasien.
Anda sekarang dapat memeriksa tanda vital pasien (tekanan darah, nadi dan
pernafasan) dan mencatat Riwayat Pasien (SAMPLE). Namun jika situasinya kritis,
pindahkan pasien segera ke ambulans untuk mendapatkan penanganan menyeluruh,
sedangkan tanda vital dapat didapaykan pada saat dalam perjalanan.
Jika mental status pasien berubah, lakukan uji neurogical secara ringkaas, untuk
mengidentifikasi kemungkinan naiknya Intracranical Pressure (ICP). Hal ini sangat
dibutuhkan sekali untuk mengidentifikasi kondisi pasien yang akan mempunyai
implikasi penting berkenaan sebagai dasar untuk melakukan tindakan. Pengujian ini
meliputi melihat respon pupil, Nilai Glasgow Coma Scale (GCS) dan tanda cerebral
Herniation. Hal ini juga merupakan sebagai alat identifikasi medis. Bukan hanya cedera
kepala, shock dan hypoxia saja yang mempunyai masalah perubahan status mental,
juga masalah non trauma seperti hypoglycemia dan penggunaan obat-obatan atau
alcohol yang berlebihan. Semua pasien yang mengalami perubahan mental status
dicucuk jarinya untuk melihat glukosa, dan harus segera ditempatkan diambulans
Riwayat Pasien
Saat yang bersamaan ketika anda memeriksa pasien, anda atau anggota
penolong yang lain harus mendapatkan data riwayat pasien (SAMPLE) ini merupakan
hal yang sangat penting untuk dilakukan karena untuk mengetahui penyebab atau
pencetus suatu kejadian, mekanisme cedera atau perjalanan riwayat penyakit (untuk
kasus medis). Dengan tehnik wawancaraanda dapat menggali informasi dari pasien itu
sendiri, saksi mata atau keluarga korban.
S : Sign n Symptoms
A : Allergies
M : Medication
P : Pas Medical History
L : Last Oral Intake
E : Event Precending the Incident
Dengan mendapatkan riwayat pasien secara detail akan berguna pada saat
melakukan pemeriksaan berkala. Keluhan dan gejala yang terlihat pada pasien akan
mempermudah untuk melakukan tindakan.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 40


 Intervensi kritis dan keputusan pengangkutan untuk pasien
Saat anda sudah menyelesaikan pemeriksaan awal dan pemeriksaan cepat atau
pelaksanaan terarah, kini anda sudah bisa memutuskan jika sesuatu yang kritis
terjadi. Pasien dengan keadaan trauma parah harus diangkut dengan segera.
Pengobatan yang lainnya dapat dilakukan sambil berjalan.
Beberapa situasi kritis yang mengharuskan anda memutuskan pasien harus
segera diangkut
 Keadaan pasien pada saat penilaian awal :
1. Perubahan mental status
2. Pernafasan tidak normal
3. Sirkulasi tidak normal (karena shock atau perdarahan yang tidak terkontrol)
 Pada saat pemeriksaan cepat menemukan tanda-tanda kondisi pasien akan
menjadi shock
1. Kondisi dada tidak normal (flail chest, luka terbuka, tension pneumothorax)
2. Perut menggelembung atau terasa lunak
3. Panggul tidak stabil
4. Patah tulang bilateral pada paha
 Mekanisme cedera yang signitifikan dan atau secara umum kesehatan pasien
menurun
Dengan mempertimbangkan karena factor mekanisme cidera, umur, penampilan
umum pasien, penyakit kritis dan yang lainnya, anda dapat memutuskan bahwa
pasien tersebut mempunyai resiko tinggi. Pasien dengan kondisi seperti ini harus
segera diangkut dibawa ke Rumah Sakit Trauma center
Jika pasien memiliki kondisi kritis seperti diatas, setelah dilaksanakan
pemeriksaan cepat atau penatalaksanaan terarah, maka pasien tersebut harus
segera dibaw ke ambulans untuk dievakuasi ke fasilitas emergency terdekat.
Berikut adalah prosedur yang harus dilakukan disaat kejadian dan hal ini dapat
dilakukan oleh anggota regu yang lain, sedangkan anda dapat melanjutkan
pemeriksaan awal :

 Mengelola jalan nafas  Menutupi luka terbuka pada dada


 Memberikan bantuan ventilasi  Menstabilkan flail chest
 Mengatur oksigen  Dekompresasi flail chest
 Memulai RJP  Menstabilkan benda yang
 Mengontrol perdarahan luar yang menusuk
besar  Merapikan pasien

Prosedur tersebut di atas tidak bisa menyelamatkan jiwa. Membidai, membalut,


menginjeksi IV atau melakukan intubasi endotracheal, tidak harus menghambat
pengangkutan pasien yang kritis.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 41


 Menghubungkan pihak ke Rumah Sakit
Ketika anda mendapati pasien kritis, sangat penting secepatnya anda
menghubungi pihak rumah sakit yang dituju terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar
pihak rumah sakit telah menyediakan tempat pada saat pasien dirujuk, karena
pasien kritis tidak mempunyai waktu untuk menuggu. Jangan lupa untuk
melakukan pencatatan dan laporan yang lengkap tentang pasien untuk pihak
Rumah Sakit.
PEMERIKSAAN BERKALA
Pemeriksaan berkala adalah pemeriksaan secar menyeluruh untuk cidera
tambahan yang mungkin luput pada saat melakukan pemeriksaan awal. Ini merupakan
penilaian yang didasari keputusan akan perawatan yang akan secepatnya dibuat.
Ya atau tidaknya untuk melaksanakan pemeriksaan bekala tergantung pada beberapa
situasi.
 Pasien kritis dapat dilakukan Pemeriksaan berkala pada saat perjalanan
menuju Rumah Sakit, tidak dilakukan di TKP
 Jika perjalan ke rumah sakit jaraknya pendek dan anda harus melakukan
tindakan, maka pemeriksaan berkala tidak dapat dilakukan oleh anda
 Jika hasil dari pemeriksaan awal diketahui bahwa pasien tidak masuk dalam
kategori kritis, maka pemeriksaan berkala dapat dilakukan TKP
Tahap dalam melakukan Pemeriksaan berkala
1. Ulangi kembali penilaian awal
2. Catat tanda vital kembali (denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah)
3. Pergunakan monitor untuk menilai jantung, CO2, gula darah dan denyut nadi
4. Lakukan pengujian neurologi. Ini menjadi dasar informasi yang sangat penting
untuk perawatan nanti. Pengujian ini meliputi :
a. Tingkat kesadaran
Jika pasien sadar, gambarkan keadaan sikap dan emosi dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale. Jika berubah periksa gula darahdan
periksa juga level saturasi dari oksigen. Jika pasien mengalami kelebihan
narkotik, berikan 2ml naloxone IV
b. Pupil
Catat apakah ukurannya sama atau tidak. Apakah respon terhadap cahaya
lamp?
c. Motorik
Apakah pasien dapat menggerakan jari tangan atau jari kakinya?
d. Rangsangan
Dapatkah dia merasakan ketika anda menyentuh jari tangan atau jari kakinya?
Apakah sewaktu pasien tidak sadar merespon ketika anda mencubit jari
tangan atau jari kakinya?

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 42


EYE POINTS VERBAL RESPON POINTS MOTOR RESPOND POINTS
OPENING
Spontaneus 4 Oriented 5 Obey commands 6
To Voice 3 Confused In 4 Localized pain 5
appropriate words 3 Withdraws 4
To Pain 2 Incomprehensible 2 Abormal Flexion 3
sound Abnormal Extention 2
None 1 Silent 1 No Movement 1

5. Lakukan pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe)


Dalam pemeriksaan ini diperlakukan Inspeksi, Auskultasi, Palpasi dan Perkusi.
a. Bentuk, Memar, lecet, Penetrasi, Luka Bakar, terasa Lunak, Luka robek,
Bengkak, raccon eyes, Battle’s sign dan adanya rembesan darah atau cairan
dari telinga dan hidung. Periksa mulut dan periksa kembali jalan nafas.
b. Periksa leher apakah terdapat perubahan bentuk, memar, lecet, penetrasi, luka
bakar, terasa lunak, luka robek, bengkak, vena menggelembung dantrachea
menarik kesamping.
c. Periksa dada apakah terdapat perubahan bentuk, memar, lecet, penetrasi, luka
bakar,terasa lunak, luka robek, bengkak. Juga periksa adanya paradoxical
movement pada dinding dada, ketidakstabilan dan krepitasi pada tulang rusuk.
Apakah suara pernafasan ada dan sama pada masing-masing sisi. Apakah
terdengar suara tersengal-sengal, mencuit atau bunyi suara gemuruh.
Perhatikan jika suara detak jantung terdengar keras senelumnya (penurunan
suara jantung mungkin adanya gejala Tamponade jantung). Periksa kembali
penutup luka terbuka. Pastikan flail chest dalam keadaan stabil. Jika anda
deteksi lemahnya suara nafas, lakukan perkusi untuk menentukan pakah
pasien mengalami pneumothorax atau hemathorax.
d. Lakukan pemeriksaan pada perut. Lihat adanya tanda trauma benda tumpul
atau benda tembus. Rasakan pada empat kuadran apakah terasa lunak atau
kaku. Jangan membuang waktu untuk mendengarkan suara isi perut. Karena
tidak berguna. Jika perut terasa sakit pada saat dilakukan penekanan, maka
diperkirakan adanya perdarahan dalam di dalam perut. Jika perut terlihat
menggelembung dan terasa sakit anda bisa diperkirakan bahwa pasien
mengalami Hemorraghic Shock yangbterjadi sangat cepat.
e. Periksa panggul dan ekstremitas (jika panggul tidak stabil pada saat
pemeriksaan cepat dilakukan, tidak perlu diperiksa kembali). Periksa adanya
perubahan bentuk, memar, lecet, penetrasi, luka bakar, terasa unak, luka
robek dan bengkak. Juga diperiksa kembali dan dicatat adanya denyut nadi,
fungsi motorik dan rangsangan pada semua patah tulang. Lakukan ini sebelum
dan setelah tulang patah diluruskan. Patah tulang Angula pada ekstremitas
atas sebaiknya dibidai dengan posisi seperti saat ditemukan. Pada patah

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 43


tulang ekstremitas bawah harus dengan lemah lembut diluruskan, kemudian
menggunakan traction splints atau air splints. Pasien kritis dapat dibidai pada
saat dalam perjalanan evakuasi di ambulans.
PENATALAKSANAAN BERKELANJUTAN
Manajemen dan penatalaksanaan berkelanjutan meliputi melakukan prosedur
kritis di TKP dan selama evakuasi dan saat berkomunikasi dengan pihak rumah
sakit. Penatalaksanaan berkelanjutan dilakukan berulang kali selama dalam
perjalanan evakuasi. Pada situasi kritis dengan jarak evakuasi yang dekat, tidak
dimungkinkan untuk melakukan pemeriksaan berkala jadi penatalaksanaan
berkelanjutan dapat dilaksanakan pada situasi ini dan harus dilakukan dalam
waktu kurang dari 5 menit untuk pasien kritis dan setiap 15 menit untk pasien
stabil.
Penatalaksanaan berkelanjutan harus dilakukan pada situasi :
1. Setiap kali pasien dipindahkan
2. Setiap kali suatu intervensi dilakukan
3. Kapan saja kondisi pasien bertambah buruk.
Penatalaksanaan ini dilakukan untuk menentukan perubahan apapun pada
kondisi pasien. Sebagai contoh, jika anda telah melakukan pembidaian, periksa
kembali anggota yang sakit tersebut dengan memeriksa denyut nadi, fungsi
motorik dan rangsangan, apakah ada perubahan. Lain halnya jika anda melakukan
dekompresasi pada dada, anda harus melakukan pemeriksaan kembali segalanya
pada saat penilaian awal dan pemeriksaan cepat yang terus berlanjut ke
pemeriksaan pada bagian perut.
Tahapan dalam melakukan pelaksanaan berkelanjutan :
1. Tanyakan kepada pasien apakah ada perubahan sebagaiman yang dia rasakan
2. Nilai kembali status mentalnya
3. Nilai kembali penguasaan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (ABC)
4. Nilai kembali perut pasien (jika terdapat kesan adanya cedera)
5. Periksa masing-masing cedera yang sudah diketahui
6. Periksa kembali tindakan yang sudah dilakukan :
a. Periksa keabsahanan dan posisi ETT
b. Periksa laju aliran oksigen
c. Periksa keabshan IV dan laju cairannya
d. Periksa sucking pada luka dada
e. Periksa dorongan dekompresi pada tension pneumothorax
f. Periksa pembidaian dan pembalutan
g. Periksa stabilitas dari benda yang menusuk
h. Periksa posisi tubuh pada pasien hamil
i. Periksa cardiac monitor, capnograph fan pulse oximeter

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 44


Catat secara akurat apa yang anda lihat dan lakukan. Catat setiap perubahan
kondisi pasien selama dalam perjalanan evakuasi. Juga catat jam pada saat anda
melakukan tindakan.

KESIMPULAN
Initial assessment langkah awal yang di perhatikan proteksi diri, gunakan APD
(Alat Pelindung Diri) : proteksi diri, lingkungan dan pasien, cek respon korban dengan
teknik AVPU (Alert, Verbal, Pain, Un respon) dan aktifkan EMS (Emergency Medical
System) atau Call for Help (minta pertolongan).

REFERENSI
1. Mistovich, Joseph J, et.al. Prehospital Emergency Care. New Jersy : Brady,
Pretince Hall health, 2000
2. Basic Trauma Life Support, John E Campbell, American College Emergency
Physican, Alabama Chapter 2000
3. American College of Surgeons Committee on Traum. Advanced Trauma Life
Support for Doctors: Student Course Manual edition. Chicargo : Fourth Imperssion,
2001
4. Greaves, Ian. Emergency Care : A textbook for Paramedics. London : WB
Saunders Company Ltd., 2001
5. Brady Pre Hospital Care, Eldar Soraide, Christopher M Grande, 2011

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 45


MATERI INTI 3
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN & JALAN
NAPAS (Airway and Breathing )

Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
pasien dengan gangguan pernafasan dan jalan nafas (airway and breathing).
Tujuan khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep jalan nafas dan pernafasan
2. Melakukan pembebasan jalan nafas
3. Melakukan penatalaksanaan pernafasan

Latar Belakang
Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki
oleh setiap tenaga kesehatan, karena itu ia harus menguasai anatomi jalan nafas atas
secara baik dan benar.
Untuk dapat mengelola jalan nafas dengan baik seorang tenaga medis harus
mengetahui dan memahami struktur anatomi jalan nafas dan juga fisiologi dan
patofisiologi terjadinya gangguan jalan nafas.

Anatomi Jalan Nafas


Pengelolahan jalan nafas dan pernafasan berfungsi untuk mempertahankan
Oksigenasi otak dan bagian tubuh lainnya, merupakan hal yang penting dalam
penanganan penderita, jika tidak maka penderita akan meninggal dengan cepat.

Hidung dan mulut di bagian depan dipisahkan oleh palatium durum dan
palatum mole dan di bagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju
esofagus dan laring yang dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 46


tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan
kuneiform.
Persarafan.
1. N. Trigeminus (V), mensarafi mukosa hidung, palatum (V1), daerah maksila (V2)
lidah dan daerah mandibula (V3).
2. N. Fasialis (VII), mensarafi palatum.
3. N. Glossofaringeus (IX), mensarafi lidah, faring, palatum molle, tonsil
4. N. Vagus (X), mensarafi daerah sekitar epiglottis dan pita suara.

Fisiologi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 47


Udara mengalir ke sistem respiratory mencapai alveoli melintasi membran
alveolar kapiler dan menuju sel darah merah membawa oksigen yang telah berikatan
dengan sel darah merah ini menuju jaringan tubuh,dimana oksigen akan di gunakan
sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme.
Dalam keadaan istirahat, sekitar 500 cc udara masuk kedalam system
respiratorik dan sebagian dari volume udara ini sebanyak 150 cc akan tetap berada
dalam ruang mati ( dead space ) dan tidak ikut dalam pertukaran gas, sebagai contoh
volume tidal pada saat istirahat (500 cc) frekwensi nafas 14 x permenit, maka
didapatkan vol tidal 500 cc x 14/menit = 7000 cc/ menit.
Patofisiologi
Terganggunya sistem respiratorik yang akan mempengaruhi dalam penyediaan
oksigen yang adekuat dan pelepasan karbondioksida terganggu. Pada pasien tidak
sadar dalam kondisi tidur terlentang, tonus otot jalan nafas atas, otot genioglossus
hilang, sehingga lidah akan menyumbat hipopharing dan menyebatkan obstruksi jalan
nafas baik total maupun parsial.
Sumbatan jalan nafas
Penyebab sumbatan jalan nafas bagian atas adalah sbb:
a. Sumbatan akibat benda asing ( choking ) .misalnya makanan.mainan
b. Sumbatan akibat hal lain :
kongenital/genetik infeksi Medical trauma/tumor
tonsil yg besar tonsilitis cystic fibrosis laringeal trauma
Makroglosia abses peritonsil Angioedema hematom / abses
Mikrognati abses retrofaring Laringospasme inhaslasi asap
massa leher abses pretrakeal relaksasi otot jalan luka bakar
nafas
adenoid yang besar epiglotitis, inflamasi, asma benda asing
laringitis, angina
ludwig

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 48


Tanda tanda obstruksi jalan nafas
1. Stidor ( mendengkur ,snoring,gurgling,crowing )
2. Nafas cuping hidung
3. Retraksi trachea
4. Retraksi thorax
5. Tidak ada hembusan udara saat ekspirasi.( gerak dada perut paradoksal)
6. Bronchiale sound

Tujuan utama pengelolaan jalan nafas adalah untuk membersihkan atau


membypass sumbatan jalan nafas, mencegah aspirasi dan membantu pernafasan atau
mengambila alih pernafasan spontan dengan bantuan mesin ventilator juga sebagai
koreksi thd hiperkarbi dan hipoksemia.
Tehnik manajemen jalan nafas
Tehnik yang dapat dilakukan untuk mengelola jalan nafas meliputi tindakan
yang non invasif atau invasif tergantung dari sumbatan di atas atau di bawah glotis,
dan apakah bersifat surgikal atau non surgikal
Tehnik non invasif
1. Tanpa alat .
Pada kondisi dimana tidak terdapat alat maka dilakukan upaya membebaskan
jalan nafas secara manual dengan cara triple airway manuver meliputi: ekstensi
kepala(head tilt) , angkat dagu ( chin lift ), dan mendorong mandibula/rahang
bawah ( jaw thrust).
cross fingger dan fingger sweep dapat di lakukan bila dicurigai ada sumbatan
atau muntahan proyektil
2. Dengan menggunakan alat
Oro dan Nasofaringeal airway
Pada pasien yang tidak sadar, obstruksi terjadi akibat ketidak mampuan untuk
mempertahankan tonus lidah sehingga akan jatuh menutupi jalan nafas.
orofaringeal airway/gudel/mayo dapat menahan lidah pada posisi yang
seharusnya. Cara memasukan guedel adalah dengan memasukan pada posisi
lengkungannya menghadap keatas sampai menyentuh palatum kemudian
diputar 180º sambil didorong sesaat mengangkat anggulus mandibula

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 49


Dengan indikator ukuran secara anatomical menyesuaikan titik anggulus
mandibula hingga sisi labialis superior atau dentis surficial pada kasus tertentu,
Bila terjadi trismus pada klien sedangkan sulit untuk memasang oropharingeal
airway maka dapat menggunakan jaw spreader untuk membuka mulut

Nasofaringeal airway terbuat dari karet atau plastik yang lembut,yang


dimasukan melalui lubang hidung dan diteruskan sampai posterior.
Komplikasi pemasangan NPA adalah epistaksis, aspirasi, laringospasme dan
masuk ke esopagus bahkan tembus duramater

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 50


Sebagai indikator ukuran adalah melihat dari ruas kelingking kanan,lubang
hidung atau lubang telinga.

Laringeal air way.


Alat ini dimasukkan ke mulut sampai dengan faring kemudian cuff nya diisi
udara sehingga akan terjadi shuntingantara LMA dan trachea. Berbeda dengan
ETT alat ini tidak masuk ke dalam trakea hanya ada lubang pipa nafas di depan
glotis / pita suara.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 51


Ukuran LMA dan Peruntukannya

Berat badan
Ukuran Usia
(Kg)
1.0 Neonatus <5
1.5 Bayi 5 – 10
2.0 Anak kecil 10 – 20
2.5 Anak 20 – 30
3.0 Dewasa kecil 30 – 50
4.0 Dewasa normal 50 – 70
5.0 Dewasa besar >70

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 52


Kombitube (oesofageal – trakeal double lumen airway)
Alat ini merupakan kombinasi dari dua pipa, satu untuk esofagus dan yang
satunya untuk trakea. Dimasukkan secara blind ke dalam esofagus dan
kemudian balon udara dikembangkan.

Tehnik Invasif
1. Intubasi trakea
Pada kondisi gawat darurat jalan nafas merupakan komponen yang paling
penting dan menjadi prioritas utama dalam penangananannya. Banyak sekali
pasien yang tidak sadar maupun yang sadar yang tidak dapat mempertahankan
jalan nafasnya terbuka, tidak mampu mengeluarkan sekret, mencegah aspirasi
dan membutuhkan bantuan ventilasi mekanik.
Tehnik yg dilakukan dapat melalui oral,nasal,tracheal retrograde.
Tujuan utama dari penatalaksanaan jalan nafas darurat adalah
memepertahankan integritas jalan nafas, meyakinkan ventilasi adekuat, dan
mencegah aspirasi. semua tujuan tersebut dapat dicapai dengan bantuan
intubasi trakea.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 53


Indikasi utama intubasi trakea pada situasi gawat darurat adalah:
a. koreksi hipoksia,hipoventilas atau hiperkarbia
b. mencegah ancaman aspirasi
c. mempertahankan patensi jalan
d. jalan untuk pemberian obat-obatan emergensi seperti lidokain, efinefrin,
nalokson, atropin sulfas.
Sebelum melakukan intubasi, persiapan alat merupakan hal yang sangat
penting, jika terjadi malfungsi alat atau tidak tersedianya alat yang dibutuhkan karena
persiapan yang kurang baik maka akan sangat membahayakan keselamatan dan
nyawa pasien. untuk menghindari hal itu maka setiap alat harus dipersiapkan dengan
baik dan lengkap dan dilakukan pengecekan terhadap fungsinya.
Untuk mempermudah dan agar tidak ada alat yang terlewatkan maka dibuatlah
singkatan untuk persiapan alat yaitu: ”S T A T I C S’
“S” (scope)
Scope terdiri dari laringoskop dan stetoskop. berdasarkan bentuk bilahnya
terdapat dua macam laringoskop dengan berbagi ukuran mulai dari bayi sampai
dewasa. yaitu bilah yang melengkung (macintosh) dan bilah yang lurus (magil )

tidak ada perbedaan fungsi diantara keduanya, perbedaannya adalah bilah lurus
digunakan untuk visualisasi pita suara dengan cara mengangkat epiglotis sedangkan
bilah lengkung tidak mengangkat epiglotis secara langsung tapi dengan cara
menempatkan ujung bilah di dalam valecula dan mengangkat epiglotis secara tidak
langsung dengan menarik frenulumnya tanpa menyentuh epiglotis. Penggunaannya
tergantung dari situsi klinis dan kondisi pasien. Bilah lengkung lebih sedikit
menyebabkan trauma karena sama sekali tidak menyentuh laring serta memberikan
ruang yang lebih besar untuk visualisasi saat menempatkan ETT sehingga sangat
berguna untuk pasien yang gemuk. Sedangkan bilah lurus lebih mudah dimasukkan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 54


terutama pada bayi dan lebih mudah mencari pita suara karena secara langsung
mencari epiglotis dan mengangkatnya.
Stetoskop digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap penempatan dan
kedalaman ETT. Jika terdengar suara baging di paru – paru berarti ETT berada di
posisi yang benar yaitu di trakea, sedangkan bila terdengar suara baging di lambung
berarti ETT pada posisi yang salah, harus segera ditarik dan dilakukan intubasi ulang.
Stetoskop juga digunakan untuk mengecek kedalaman ETT, jika terlalu dalam maka
ETT akan masuk ke bronkus kanan sehingga suara nafas di paru kanan lebih keras
daripada paru kiri, ETT harus ditarik pelan – pelan 1 – 2 cm sambil terus didengarkan
suara nafas dan jika suara nafas paru kiri dan kanan telah sama maka penarikan
dihentikan dan batas ETT di mulut dilihat panjangnya kemudian ETT difiksasi di level
tersebut di tepi labialis.
“T” (tube)
ETT tersedia dalam berbagai jenis dan ukuran. Berdasarkan bahan
pembuatnya ada yang dibuat dari karet ada pula dari PVC, berdasarkan ada tidaknya
Cuff (balon), ada yang memakai balon ada pula yang tidak memakai balon,
berdasarkan kemungkinan tertekuk atau tergigit , ada yang bisa tertekuk (kinking) ada
pula yang tidak bisa tertekuk (non kinking) karena disekeliling ETT dilapisi oleh spiral
yang terbuat dari logam.

Gambar ETT
Tube atau pipa nafas (ETT) harus dipilih sesuai dengan ukuran trakea pasien,
jika ukuran yang diguakan terlalu kecil maka akan terjadi kebocoran, begitu pula jika
ukuran ETT terlalu besar maka tidak akan masuk ke trakhe adan bisa menimbulkan
cedera apabila dipaksakan.
Pemilihan yang tepat berdasarkan umur dan jenis kelamin, biasanya wanita
mempunyai ukuran trakea yang lebih kecil dari laki – laki. rumus yang dapat
digunakan untuk anak – anak adalah : 4 + (umur dlm tahun /4). atau secara sederhana
dapat dilihat ukuran dari jari kelingking pasien. ukuran untuk pasien laki – laki dewasa
adalah 7,5 – 8. sedangkan untuk wanita 7 – 7,5. setelah didapatkan satu ukuran yang
pas harus pula disiapkan 1 ukuran di bawahnya dan 1 ukuran di atasnya. misalnya
ukuran yang akan dipakai adalah nomor 7 maka disiapkan pula no 6,5 dan 7,5.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 55


Pipa ETT dan peruntukannya
Jarak sampai
Usia Diameter (mm) Skala French
bibir (cm)
Premature 2.0 – 2.5 10 10
Neonates 2.5 – 3.0 12 11
1 – 6 bulan 3.0 – 4.0 14 11
½ - 1 tahun 3.5 – 4.0 16 12
1 – 4 tahun 4.0 – 5.0 18 13
4 – 6 tahun 4.5 – 5.5 20 14
6 – 8 tahun 5.0 – 5.5 22 15 – 16
8 – 10 tahun 5.5 – 6.0 24 16 – 17
10 – 12 6.0 – 6.5 26 17 – 18
12 – 14 6.5 - 7.0 28 – 30 18 – 22
Dewasa wanita 6.5 – 8.5 28 – 30 20 – 24
Dewasa besar 7.5 – 9.0 32 – 34 20 – 24

“A” (airway)
Segala peralatan yang digunakan untuk membuka dan mengamankan jalan
nafas semuntara harus disiapkan seperti orofaringeal airway (OPA /guedel / mayo)dan
nasofaringeal airway (NPA). ukuran Guedel atau NPA disesuaikan dengan ukuran
jalan nafas.
“T” (tape)
Tape (plester ) berguna untuk melakukan fiksasi setelah intubasi selesai
dilakukan. tanpa fiksasi kemungkinan ETT akan tercabut atau terdorong akan lebih
besar sehingga perlu difiksasi dengan plester ke pipi atau wajah pasien.
“I” (introducer)
Introducer digunakan untuk membantu intubasi. alat yang bias digunakan
adalah mandarin yaitu kawat yang bisa dimasukan ke dalam ETT dan dibentuk /
dilengkungkan sesuai dengan anatomi jalan nafas. sehingga akan memudahkan
mengarahkan ujung ETT melewati pita suara. Alat lain adalah Klem magil, berupa klem
yang bisa menjepit ETT di dalam rongga mulut untuk diarahkan ke mulut pita suara.

Gambar mandrain & Magil

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 56


“C” (conector)
Merupakan alat untuk menghubungkan ETT dengan alat lainnya yaitu baging,
ventilator dll. Conector ini mempunyai ukuran / diameter yang standar sehingga dapat
dihubungkan ke semua alat. Spt BVM ( BAG VALVE MASK )

“S” (suction, spuit cuff, spray dan schoen hand/safty tools )


Suction lengkap dengan kateter suction digunakan untuk menghisap lendir,
sekret ataupun darah yang berada di dalam rongga faring dan menghalangi
pandangan.

Dalam melakukan intubasi trakea seorang tenaga medis harus melakukan


evaluasi terhadap anatomi jalan nafas meliputi: pemeriksaan gigi geligi, ukuran rongga
mulut, jarak tiroid dan os mentalis mandibula, mobilitas leher dan mandibula. evaluasi
tersebut untuk menyingkirkan kemungkinan sulit intubasi.
Setelah semua perlengkapan disiapkan dengan baik dan lengkap;
1. Penolong dibagian kepala pasien
2. Pasien diposisikan dalam posisi snifing position dengan yaitu; kepala ekstensi
pada sudut atlanto-oksipital. Posisi ini akan menyebabkan aksis
orofaringeolaringeal berada dalam satu garis dan memudahkan visualisasi pita
suara.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 57


Gambar sniffing position
Bila diperlukan penambahan bantal atau kain yang dilipat setinggi 6 – 10 cm
akan sangat membantu menempatkan pasien pada snifing position.
3. Setelah posisi pasien benar maka diteruskan dengan preoksigenasi, yaitu
pemberian oksigen 100 % selama beberapa menit melalui baging. hal ini
bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam darah dan paru –
paru pasien sehingga mencegah terjadinya hipoksia selama tindakan intubasi.
4. Laringoskop dipegang oleh tangan kiri, tangan kanan membuka mulut dengan
tehnik cross-finger kemudian bilah dimasukan dari sudut mulut pasien sebelah
kanan menyususri lidah . setelah mendekati pangkal lidah, laringoskop
digeserkan ke sebalah kiri sampai berada di garis tengah dengan menyingkirkan
lidah ke sebelah kiri.
5. Jika menggunakan bilah lengkung (macintosh) maka ujung bilah ditempatkan di
dalam valekula pada pangkal epiglotis, sedangkan jika menggunakan bilah
lurus, maka ujung bilah ditempatkan di bawah epiglotis secara langsung.
6. Setelah itu epiglotis diangkat untuk melihat / visualisasi pita suara. setelah pita
suara terlihat, apabila terdapat banyak muntahan/cairan pada hipofaring maka
tangan kanan memegang suction.
7. Setelah bersih berikan analgetik spray (lidocain 10%) disekitar epiglotis.
8. Masukan ETT.kedalam trakhea sambil melihat kedalaman pada tepi bibir
pasien.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 58


9. Setelah ETT masuk ke dalam trakhea, lakukan pengecekkan pemasangan ETT
dengan cara bagging dan auskultasi pada epigastrium apakah terdengar suara
bubling dan gargle.
10. Cek pada apek paru kanan dan kiri dengan stetoskop apakah terdengar suara
ventilasi (+/-).
11. Lakukan pengisian cuff ETT dan evaluasi ulang suara nafassimetris atau tidak,
12. apabila simetris fiksasi ETT dengan menggunakan plester di pipi secara
menyilang.
13. Kemudian pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit.

Faktor-faktor penyulit saat melakukan intubasi;


1. Leher pendek atau terlalu panjang
2. Dagu Kecil / menojol
3. Jarak dagu-jakun < 4 cm
4. Mulut Trismus / Susah Dibuka
5. Tumor di Laryngs / Faryngs
6. Trauma Leher
7. Jika ada fraktur servikal
8. Trauma maksilofasial berat
9. Ankylosis servikal atau mandibula
10. Ada masa pada saluran napas atas
11. Perdarahan masif di mulut, dll
Komplikasi intubasi
1. TRAUMA : Bibir, Gigi, Lidah, Laryngs/Faring,trachea
2. SALAH MASUK : Esophagus,
3. SPASME : Laryngs, Bronchus
4. STIMULASI FAGUS : Henti jantung
5. HIPOKSIA : Henti Jantung

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 59


2. Krikotirodotomi
Merupakan upaya emergensi untuk membypass sumbatan dengan cara
membuat lubang pada membrana krikoid. Dalam keadaan emergensi dapat dilakukan
penusukan di membran krikoid dengan menggunakan Abocath no 14.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 60


Algoritme Intubasi

Kompresi jantung
>100x/menit dengan
ventilasi 8-10x/menit

Catatan :
 Kompresi dada minimal 100-
120/menit (dewasa) atau sesuai umur
 Ventilasi 8-10x/menit (dewasa) atau
sesuai umur
 Ventilasi asinkron

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 61


TERAPI OKSIGEN
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas O2 lebih dari 20% pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen dalam darah meningkat. Terapi ini diberikan
agar kebutuhan oksigen (untuk metabolism jaringan tubuh) dapat terpenuhi. Yang
bertujuan untuk mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat serta menurunkan
kerja napas dan jantung.
Gejala dan tanda :
1. Penurunan PaO2 dengan gejala gelisah.
2. Keadaan lain seperti gagal nafas akut, syok, keracunan CO2, sumbatan jalan
nafas, henti jantung, Trauma Thorax, tenggelam, hiperthermia, Stroke ( CVA)
dan pasien tidak sadar.
Pemberian oksigen selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau
gangguan nafas akut dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Tanpa gangguan nafas oksigen diberikan 2 lt/mnt melalui kanul binasal.
2. Dengan gangguan nafas sedang,oksigen diberikan 3 - 6 lt/mnt melalui kanul
banasal.
3. Pada pasien dimana rangsang nafas tergantung pada keadaan hipoksia mis :
Astma, berikan oksigen kurang dari 50% dan awasi ketat.
4. Atur keadaan oksigen berdasarkan kadar gas darah ( PaO2 ) bila di rumah
sakit atau saturasi O2 (pre hospital)
5. Pasien dengan gangguan nafas berat,gagal jantung,henti jantung, gunakan
sistem yang dapat memberikan oksigen 100%.
6. Dalam keadaan gawat darurat gunakan alat bantu nafas yang memberikan
oksigen 100% mis : bagging yang tersambung kepada oksigen tabung dan
punya kantong reservoir, lakukan intubasi.
Metoda Pemberian oksigen :
1. Sistem aliran rendah
2. Aliran rendah konsentrasi rendah/low flow low concentration.
a. Kateter nasal
b. Kanul binasal
3. Aliran rendah konsentrasi tinggi (low flow high consentration)
a. Sungkup muka sederhana
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
4. Aliran tinggi konsentrasi rendah (high flow – low concentration)
a. Sungkup Venturi
5. Aliran tinggi konsentrasi tinggi (High Flow – High Consentration)
a. Head Box
b. Sungkup CPAP (Continoues Possitive Airway Preaure)
c. Ventilator

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 62


Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/menit dengan konsentrasi 24% - 44%. kadar O2 bertambah
4% untuk setiap penambahan 1 l/mnt oksigen.mis : pemberian 1 l/mnt O2 atmosfir 20%
+ 4% = 24% dan seterusnya dengan maksimal 6 l/mnt.

Nasalcanule
Keuntungan :
1. Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju nafas teratur.
2. Baik diberikan dalam jangka waktu lama.
3. Pasien dapat bergerak benas,makan,minum dan bicara.
4. Efisien dan nyaman buat pasien.
Kerugian :
1. Dapat menyebabkan iritasi pada hidung,bagian belakang telinga terdapat tali
binasal.
2. F1O2 akan berkurang bila pasien bernafas dengan mulut.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 63


SUNGKUP MUKA SEDERHANA
Aliran yang diberikan 6 – 10 l/mnt dengan konsentrasi ( F1O2 60% )
merupakan sistem aliran rendah dengan hidung naso faring dan orofaring sebagai
tempat penyimpan anatomik.
Udara inspirasi bercampur dengan udara ekspirasi.

Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat di tingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebakan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

SUNGKUP MUKA DENGAN KANTONG REBREATHING


Aliran yang diberikan 8 – 10 l/mnt denagn F1O2 mencapai 80%.
Udara inspirasi bercampur dengan ekspirasi 1/3 bagian volume ekspirasi masuk ke
kantong, 2/3 volume ekspirasi keluar melewati lubang-lubang pada bagian samping.

Partial rebreathing mask 8-15l/min O2


 FiO2 0.70 – 0.80

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 64


Keuntungan :
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah
dapat menyebabkan penumpukan CO2 , kantong oksigen dapat terlipat.
SUNGKUP MUKA DENGAN KANTONG NON REBREATHING
Aliran yang diberikan 8 – 12 l/menit dengan F1O2 mencapai 90 – 100%.

Non rebreathing mask  set to prevent


collaps of bag  FiO2 0.85 – 1.0
Udara inspirasi tidak tercampur dengan udara ekspirasi karena adanya volume yang
oneway.(tidak dipengaruhi oleh udara luar )
Keuntungan:
Konsentrasi oksigen yang di peroleh dapat mencapai 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian :
Kantong oksigen bisa terlipat.
SUNGKUP VENTURI
Memberikan aliran yang berfariasi dengan F1O2 berkisar 24 – 50%.Dipakai
pada pasien dengan tipe ventilasi yang tidak teratur.Alat ini digunakan pada pasien
dengan hiperkarbi yang disertai dengan hipoksemi sedang sampai berat ( pasien
COPD/PPOK )

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 65


Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang di berikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat
dan tidak di pengaruhi perubahan pola napas terhadapa FiO2. Suhu dan kelembaban
gas dapat di control serta tidak terjadi penumpukan CO2.
Kerugian :
Tidak dapat di berikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah
dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.

Kerugian pada penggunaan sungkup


a. Mengikat (sungkup harus selalu terpasang melekat pada pipi/wajah pasien
untuk mencegah kebocoran.
b. Lembab
c. Pasien tidak nyaman saat makan, minum dan berbicara
d. Dapat terjadi aspirasi bila pasien muntah, terutama pada pasien tidak sadar atau
anak – anak.

Head Box
Memberikan konsentrasi O2 yg > tinggi ( FIO2 sampai 100%)dengan aliran 4-5 L/mnt
 Keuntungan
Memberikan konsentrasi oksigen tinggi
Akses bebas untuk pengkajian dada pasien

 Kerugian
Head box harus dipindahkan bila pasien makan atau saat tindakan.

Kesimpulan
Pasien meninggal karena kurang oksigen bukan karena tidak intubasi trachea.
Tulang leher mungkin cedera..hati hati melakukan manipulasi pada kepala
Bekerja secara smooth and gentle untuk mendapat hasil yg baik

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 66


Bahaya pemberian oksigen
Pemberian oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga dapat
menimbulkan efek merugikan antara lain :
1. Kebakaran
Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran,
oleh karena itu pasien dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari :
merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari
penggunaan listrik tanpa “ground”.
2. Depresi ventilasi
Pemberian oksigen yang tidak dimonitor dengan konsentrasi dan aliran yang
tepat pada pasien dengan retensi CO2 dapat menekan ventilasi
3. Keracunan oksigen
Dapat terjadi bila terapi oksigen yang diberikan dengan konsentrasi tinggi
dalam waktu relative lama. Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru
seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru
akan terganggu.

Perhatikan Untuk Keselamatan :


1. Jangan menggunakan minyak / pelumas pada alat – alat oksigen (
silinder,regulator,valve,kran )
2. Dilarang merokok dan menyalakan api dekat area oksigen ( pasang stiker
Inflamable ) pada tabung.
3. Jangan simpan oksigen di tempat panas,suhu > 1200 F
4. Pergunakan sambungan-sambungan,regulator / valve yang tepat,jangan ada
yang bocor.
5. Tutup rapat-rapat katup/kran bila oksigen tiak dipakai.
6. Jaga silinder tidak jatuh, bila dalam kendaraan harus difiksasi yang kuat.
7. Pilih posisi yang tepat pada saat menghubungkan katub/kran.
8. Yakinkan oksigen selalu ada ( gantungkan pada silinder pada saat berisi
full/penuh,bila belumdipakai dan berisi penuh), Used / terpakai tuliskan tanggal
selesai pemakaian dan berapa sisanya ( PSI ), empty / kosong,bila oksigen
habis terpakai / tulis tanggal, segera kirim untuk diisi ulang.
9. Beri tanda rusak / need repair bila alat-alat untuk memberikan oksigen tidak
berfungsi,segera kirim untuk perbaikan.
10. Pakailah oksigen dengan benar ( USP – United States Pharmacopeia )

CHOCKING ( TERSEDAK )
Chocking yaitu terjadi gangguan jalan nafas yg diakibatkan karena sumbatan
benda asing.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 67


Klien masih sadar maka yg akan di lakukan adalah :
a. Danger ( bahaya ) Yaitu penolong harus menilai apakah aman bagi
dirinya,lingkungan sekitar dan kondisi klien yg akan di tolong
b. Respon menilai respon atau ekpresi pasien tampak sulit bernafas dan sulit
mengeluarkan suara.
c. Call for help : yaitu segera mencari bantuan medis
d. Air way : apakah ada sumbatan jalan nafas baik partial atau totalis
Jika ditandai jalan nafas tidak paten dan klien masih komunikatif maka segera
lakukan :
a. Instruksikan korban untuk memuntahkan atau membatukkan
b. memasukkan jarinya kedalam mulut sedalam dalam nya agar benda asing
tersebut keluar
c. Lanjutkan Lakukan back blow pada bagian para skapularis untuk
menghentakkan sumbatan sebanyak 5 kali dgn energi antara 5-10 kg

1. Bila tidak berhasil lakukan hemlich manuver selama 5 kali dan bisa
bergantian dg back blow bila klien masih mampu berdiri
2. Atau bila sudah terbarin lemah maka lakukan abdominal trust
3. Selanjutnya lakukan chest trust selama 5 kali dan bila tidak berhasil lakukan
cricothyrodotomi

Referensi :
1. Kartono muhammad, pertolongan pertama, gramedia pustaka utama, jakarta,
2008.
2. Stanley m, zydlo, james A, hill, first aid, cara benar pertolongan pertama dan
penanganan darurat, cosmic book, yogyakarta, 2009.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 68


MATERI INTI 4
PENATALAKSANAAN PASIEN AKIBAT TRAUMA : KEPALA DAN SPINAL,
THORAK DAN ABDOMEN, MUSKULOSKELETAL DAN LUKA BAKAR

Tujuan umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan akibat
trauma : kepala dan spinal, thorax dan abdomen, musculoskeletal, luka bakar, ekstrim
udara panas dan dingin.
Tujuan khusus
1. Menjelaskan biomekanika trauma
2. Melakukan penatalaksanaan pasien dengan trauma kepala dan cidera spinal
3. Melakukan penatalaksaan pasien dengan trauma thorax dan abdomen
4. Melakukan penatalaksanaan pasien dengan trauma muschuloskeletal
5. Menjelaskan penatalaksanaan luka bakar
6. Menjelaskan penatalaksanaan ekstrim udara panas dan dingin

Bio Mekanika Trauma


Pengertian :
Biomekanik trauma adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mendapat cidera akibat suatu jenis kekerasan atau kecelakaan tertentu misalnya,
biomekanik karena kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, tertembak senjata api,
pejalan kaki tertabrak mobil atau motor, luka tusuk, luka akibat ledakan gas atau bom
dan lain-lain.
Biomekanik trauma penting diketahui karena akan membantu dalam:
a. Penentuan area trauma
b. Akibat yang ditimbulkan oleh trauma, berat-ringannya cidera yang diderita
c. Mengetahui jenis-jenis perlukaan yang ditimbulkan sehingga dapat melakukan
penatalaksanaan yang benar pada pasien trauma.
Perlukaan pada pasien trauma dapat terjadi:
a. luka bagian luar (dapat dilihat langsung)
b. luka bagian dalam (tidak dapat dilihat)
Perlukaan organ dalam terjadi melalui mekanisme cidera:
- Cidera langsung.
Misalnya: kepala tertimpa batu yang menyebabkan kulit kepala biasanya
robek tak beraturan sehingga terjadi perdarahan luar, tulang kepala bisa retak atau
patah dan dapat menyebabkan perdarahan di otak.
- Cidera akibat gaya perlambatan.
Misalnya, seorang pengendara mobil mengalami tabrakan dengan pohon.
Setelah mobil berhenti maka tubuh pengemudi atau penumpang tetap bergerak
sesuai kecepatan mobil tersebut. Mobil tersebut akan menghantam benda-benda
yang ada di depannya kemudian benda-benda itu dapat mengenai kepala, dada,

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 69


perut dan tungkai pengemudi. Organ yang ada dalam tubuh juga akan bergerak
secepat mobil tersebut akibatnya organ dalam rongga masing-masing akan
mengalami cidera yang berat.
- Cidera akibat gaya percepatan
Misalnya bila mobil berhenti atau berjalan pelan ditabrak dari belakang.Cidera
biasanya tergantung dari kecepatan mobil yang menabrak. Cidera yang terjadi
biasanya karena gaya pecut (whiplash injury). Karena dorongan yang kuat dari
belakang kepala akan hiperekstensi dan selanjutnya kepala dan badan akan
terdorong ke depan sesuai kecepatan mobil yang menabrak. Kita harus waspadai
cedera tulang leher dan tulang belakang (bila tempat duduk patah atau rusak) atau
bila mobil tidak punya penahan kepala yang baik.
- Cidera akibat kompresi atau tekanan
Misalnya terjadi tabrakan beruntun dengan kecepatan tinggi mobil akan
menghantam objek di depan dan akan dihantam lagi oleh mobil yang
kecepatannya lebih tinggi lagi dari belakang, karena tekanan yang tinggi apabila
mengenai organ-organ yang berongga akan pecah karena tekanan.

Pada kecelakaan, kendaraan yang menabrak objek di depannya apabila ada


benda-benda yang ditempatkan di bagian belakang mobil akan bergerak pula sesuai
kecepatan kendaraan tersebut. Apabila mengenai kepala penumpangnya ini disebut
cidera tambahan (secondary collision)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 70


TABRAKAN MOBIL

Tabrakan dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu:


1. Tabrakan frontal (dari depan).
Suatu benturan dari depan bila pengemudi tanpa sabuk pengaman. Lutut akan
menghantam dashboard. Tulang bisa patah atau dislokasi pada sendi lutut dan
paha. Bagian dada atau perut akan menghantam setir mobil. Dapat terjadi patah
tulang sternum, myocardial contusio pericardial tamponade, trauma dada seperti
Pneumothorax, Hemothorax, flail chest. Bila mobil kecil akan menghantam perut
yang akan menyebabkan robeknya limpha atau hati dan organ dalam perut lainnya.
Pengemudi akan terdorong keatas dan mengenai kaca mobil yang menyebabkan
terjadinya trauma kepala mulai dari luka atau patah tulang kepala, trauma tulang
leher, laryng dan trakea akan cidera. Kemudian pengemudi akan terhempas lagi
ketempat duduk dapat terjadi cidera tulang belakang dari cervical sampai sacrum.
Pada tabrakan dengan kecepatan tinggi bisa saja penumpangnya akan terpental
keluar kendaraan. Cidera yang akan terjadi lebih parah lagi (multi trauma).
2. Tabrakan dari belakang

Tabrakan terjadi apabila kendaraan berhenti atau berjalan pelan kemudian


dihantam oleh kendaraan kecepatan tinggi dari belakang. Kepala penumpang
akan hiperekstensi dan akan terdorong lagi kedepan atau gaya pecut (whiplash
injury) cidera yang terjadi biasaanya cidera pada tulang leher (apabila kendaraan
tidak punya sandaran kepala yang baik)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 71


3. Tabrakan dari samping
Mobil tertabrak dari samping biasanya
tergantung dari seberapa kuat tabrakannya
atau kecepatan mobil yang menabrak.
Biasanya penumpang atau pengemudi yang
terkena tabrakan akan mengalami cidera
kepala, leher, tangan atas bawah, thorax dan
abdomen bagian samping, pinggul dan kaki
bisa patah ataupun dislokasi.

4. Mobil terbalik
Mobil yang terbalik tidak dalam
kecepatan tinggi dan penumpangnya
memakai sabuk pengaman, biasanya
tidak akan mengalami cidera yang serius.
Tapi apabila mobil terbalik dengan
kecepatan tinggi dan langsung terguling (
Roll over collison ) biasanya penumpang
akan terlempar keluar dan mengalami
multi trauma yang akan menyebabkan
kematian segera (25X dari kecelakaan
mobil lainnya)

MEKANIKA TRAUMA PADA KENDARAAN MOTOR


Kecelakaan pada kendaraan bermotor dapat terjadi sebagai berikut:
1. Tabrakan frontal
Pengemudi akan terlempar kedepan akan menyebabkan patah tulang paha
atau tungkai bawah. Setelah itu akan terjun bebas. Bila tidak memakai helm yang
pemakaiannya benar, dapat menyebabkan terjadinya benturan kepala pada aspal
sehingga terjadi cidera kepala mulai dari ringan sampai berat (patahnya batang
otak) sesuai dengan kecepatan kendaraan bermotor waktu mengalami kecelakaan.
2. Kecelakaan dengan benturan dari samping
Sesuai dengan kecepatan benturan dari kendaraan yang menabrak biasanya
kaki samping akan terbentur kemudian pengemudi akan terpental dengan cidera
yang tidak dapat diramalkan sesuai dengan kecepatan dan posisi sewaktu sampai
di tanah (multiple injury bila tanpa helm 75% pengemudi akan meninggal)
3. Kecelakaan dengan benturan dari samping (sliding down)
Pada saat terjadi benturan dengan sengaja pengemudi dengan sengaja
( profesional /Pembalap) akan menekan motornya ke bawah hingga motornya akan
terpental kedepan. Pengemudi akan tertinggal di belakang dan menjatuhkan diri
dengan koprol atau dengan bagian punggung yang merosot. Bila mereka tidak

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 72


memakai jaket atau celana yang tebal dapat terjadi cidera berat pada jaringan
lunak tetapi biasanya tidak menimbulkan kematian.

MEKANIKA TRAUMA PADA PEJALAN KAKI


Bila pejalan kaki ditabrak kendaraan bermotor dapat terjadi multi trauma
seperti: head injury, aortic disruption, abdominal injury, fraktur ekstrimitas dan pelvis.
Pada anak-anak yang tubuhnya pendek bisa saja tertabrak dan tertindas kendaraan
biasanya angka kematiannya lebih tinggi (multiple trauma)
- Jatuh dari ketinggian, pada keadaan ini tergantung dari keadaan
- Berapa tinggi jatuhnya
- Anatomi dari area yang sampai di tanah lebih dahulu
- Daerah tempat jatuhnya apakah lembek,keras atau di air
- Bila yang sampai di tanah kaki terlebih dahulu, apabila membentur tempat yang
keras akan menyebabkan compressi fracture pada tulang punggung
- Bila yang sampai pantat atau kadang-kadang tangan atau kepala dan badan
samping maka dapat terjadi trauma-trauma sebagai berikut:
- Head injury berat, cidera leher dan tulang belakang
- Paha dan trauma pelvic
- Patah tulang tangan dan kaki

TERTUSUK BENDA TAJAM


Berat ringannya cidera tergantung anatomi area yanag terkena tusukkan. Bila
terkena daerah dada terutama kiri dada (jantung) akibatnya akan fatal. Bila objek yang
menusuk belum tercabut ,maka jangan dicabut. Segera fiksasi dengan benar agar
tidak bergerak dan melukai organ di dalamnya yang lebih luas.

LUKA TEMBAK
Pada luka tembak cidera yang terjadi tergantung dari
bentuk pelurunya. Bila low velocity (kurang kecepatannya)
cidera yang terjadi akan kecil dan peluru keluar kebelakang
luka tempat masuk dan keluarnya peluru dapat terlihat. Bila
pelurunya high velocity akan menyebabkan area cidera lebih
luas – daerah masuknya peluru kecil tetapi cidera akan luas.
Kalau peluru tidak tembus ke belakang tapi berputar didalam
badan misalnya karena terbentur tulang, area cidera akan
semakin luas.
BLAST INJURY (AKIBAT LEDAKAN)
Trauma karena ledakan dapat dipengaruhi oleh 3 faktor:
a. Primary, karena terlempar oleh ledakan itu sendiri
b. Secondary, pasien akan cidera oleh benda-benda yang ada dari materi pembuat
bom itu sendiri seperti: paku-paku, sekrup besi dll

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 73


c. Tertiary, tubuh akan terlempar ke tempat lain seperti dinding tembok, kaca, atau
lantai yang keras
d. Guaternary injury, kadang-kadang bom dibuat dengan bahan-bahan kimia, biologi
dan radiasi. Dari bunyi dan tekanan dari bom tersebut dapat merusak gendang
telinga, rupturenya paru dan rupture abdomen.

KESIMPULAN
Pada kasus trauma penolong harus mengetahui kemungkinan cidera yang terjadi.
Biomekanik trauma penting karena akan membantu kita mengerti akibat yang
ditimbulkan dan waspada terhadap jenis perlukaan tertentu. Trauma timbul karena
adanya gaya yang karena suatu sebab dicoba untuk dihentikan

REFERENSI
1. Tintinalli, Judith E. Emergency Medicine : A Comprehensive Study. New York :
Mc Graw-Hill, 2000
2. Mistovich, Joseph J, et.al. Prehospital Emergency Care. New Jersey : Brady,
Prentice Hall Healt, 2000
3. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life
Support for Doctors : Student Course Manual 6 Edition . Chicago : Fourth
Impression, 2001.
4. Greaves, Ian. Emergency Care: A textbook for Paramedics. London : WB
saunders Company Ltd. 2001

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 74


Trauma Kepala
Latar Belakang
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, Traumatic Brain Injury (TBI)
adalah kasus terbanyak yang menyebabkan kematian dan kecacatan. 40% trauma
pada kepala mengenai central nevous system (susunan syaraf pusat) 10% dari
penderita ini meninggal sebelum sampai di rumah sakit.
Cidera kepala banyak terjadi pada pengendara sepeda motor yang mengalami
cidera tanpa mempergunakan helmet. Program pemerinyah mengharuskan
pengendara bermotor menggunakan helmet akan mengurangi cidera kepala yang
berat dan kecacatan.
Triage yang baik akan dapat menseleksi penderita dengan tepat dan cepat
untuk mengirim penderita cidera kepala sedang dan berat untuk dikirim ke center yang
sesuai. Kecepatan dan penanganan yang tepat oleh penolong yang terlatih akan
menngurangi morbidity dan mortality.
Anatomi Kepala

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 75


Phofisiologi Trauma Kepala
Trauma kepala terdiri dari cidera terbuka dan cidera tertutup. Cidera terbuka
menyebabkan tulang tengkorak terbuka dan isi otak terbuka berhubungan dengan
udara luar
Untuk cidera otak dibagi dua yaitu primary injury dan secondary injury.
Primary cidera otak terjadi kerusakan otak langsung akibat trauma yang kuat.
Kepala ataupun luka tusuk pada kepala yang menembus tulang tengkorak hingga
melukai jaringan otak. Hampir semua primary injury pada trauma kepala akibat kepala
terbentur dengan kuat mengakibatkan otak juga bergeser didalam tengkorak kepala,
benturan keras pada satu sisi kepala akan menyebabkan otak bergerak membentur
sisi lain didalam tengkorak dan juga bisa kembali bergerak ke sisi sebelumnya. Bila
kepala juga membentur misal aspal, dinding dan dinding mobil bila terjadi tabrakan
mobil/tabrakan kendaraan bermotor.
Keadaan seperti diatas dapat menyebabkan kerusakan langsung pada jaringan
otak ataupun pembuluh darah yang ada dalam otak. Penanganan pre hospital yang
baik dapat mengurangi secondary cidera otak. Secondary cidera otak akibat hipoksia
dan menurunnya perfusi pada jaringan otak, oedema otak dan hypotensi pada pasien
trauma kepala menyebabkan kerusakan lanjut pada jaringan otak, oedema otak juga
akan meningkatkan tekanan intra kranial karena berkurangnya tempat untuk cairan
otak, ini juga menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, oedema otak itu tidak
terjadi dengan segera tetapi memerlukan waktu baru terjadi oedema, bila dilakukan
penanganan untuk memperbaiki perfusi ke jaringan otak dapat menyelamatkan nyawa
pasien.
Secara normal biasanya jaringan otak akan mengurangi atau meningkatkan
aliran darah secara otomatis sesuai kebutuhan metabolisme jaringan otak. Auto
regulasi ini dipengaruhi oleh level carbon dioxida (CO2) dalam jaringan otak, normal
CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan level CO2 (hypoventilasi) menyebabkan
vassokonstruksi dan menurunkan tekanan intra kranial.
Ternyata pada trauma kepala mengurangi edema jaringan otak dapat
meningkatkan aliran darah, tetapi research terbaru membuktikan bahwa hyperventilasi
hanya sedikit efek untuk mengurangi edema penurunan perfusi otak karena
vassokonstruksi hanya menyebabkan hipoxia, jadi hypoventilasi dan hiperventilasi
akan menyebabkan iskemia jaringan otak, menyebabkan traumatic brain injury (TBI).
Melakukan ventilasi dengan rate setiap 5-6 detik dengan high flow oxygen sangat
penting, melakukan propilaksis hyperventilasi untuk semua pasien head injury tidak
direkomendasikan lagi.

Tekanan Intra Kranial


Didalam tengkorak antara jaringan otak dengan tulang tengkorak terdapat
cairan otak dan darah. Didalam otak dan tulang belakang cairan ini akan menyebabkan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 76


oedema otak, pendarahan pada otak (hematon) yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada aliran otak (intra kranial pressure) bila aliran tersumbat
Klasifikasi cedera kepala dibagi dari berbagai aspek:
1. Mekanisme
2. Beratnya
3. Morfologinya
Kecepatan tinggi
(Tabrakan Mobil)
Tumpul
Kecepatan Rendah
Mekanisme
(Jatuh,dipukul)
Cedera Peluru
Tembus
Cedera tembus lain
Ringan GCS 14-15
Beratnya Sedang GCS 9-13
Berat GCS 3-8
Garis Bintang
Calvaria Depresi-non depresi
Fraktur Tengkorak Terbuka-tertutup
Dengan/tanpa kebocoran CSS
Dasar Tengkorak
Dengan/Tanpa paresis NVII
Morfologi Epidural
Fokal Subdural
Intraserebral
Lesi Intra Carnial
Komotio ringan
Diffus Komotio klasik
Cedera akson difus

Triase yang baik maka akan dapat meseleksi penderita dengan tepat untuk
mengirim penderita cedera kepala sedang dan berat untuk dikirim kecenter yang
sesuai dan tepat dalam kecepatan penanganan penderita. Keterlambatan rujukan
penderita dapat menyebabkan keadaan penderita memburuk dan berkurangnya
kemungkinan pemulihan fungsi.
Dalam melakukan rujukan penderita dengan cedera kepala perlu diperhatikan :
 Umur dan mekanisme trauma
 Vital signs
 GCS score dan pupil
 Minum alkohol
 Trauma penyerta
 CT-scan otak

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 77


Tindakan sesudah dilakukan triase dilanjutkan dengan Primary Survey, airway
Breathing dan circulation maka dilanjutkan dengan Disability. Pemeriksaan setelah
mengetahui mekanisme trauma maka selanjutnya lakukan pemeriksaan kuantitatif
kelainan neurologis dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Pemeriksaan lain yang diperlukan juga adalah :
 Gerakan bola mata ( Doll’s Eye Phenomena dan refleks okulosefalik)
 Test Kalori ( refleks okulo vestibular) dan refleks cornea

Lesi intra cr pada trauma kepala adalah :


Perdarahan Epidural
 Umumnya bersama dengan fraktur tulang tengkorak dibagian temporal
 Anatomi Klasik : umumnya disebabkan pecahnya A meningea media
 Gambaran pada CT scan Lenticular/biconvex karena duramater menempel
pada dinding tengkorak.
 Terdapat fase Lucid interval, dimana penderita datang dalam keadaan sadar
beberapa saat kemudian terjadi penurunan kesadaran.
 Fatal bila tidak ditolong segera
 Tindakan yang dilakukan adalah melakukan evakuasi darah segera , dengan
melakukan evakuasi secepatnya maka  prognosis baik
 Pada Venous epidurals : Mungkin ditangani konservatif / nonsurgical
Perdarahan Sub dural:
 Akibat trauma maka terjadi Laserasi pada otak /vena
 Perdarahan terjadi dipermukaan otak bahkan menutupi seluruh permukaan
otak
 Prognosis tergantung dari luasnya kerusakan otaknya
 Penderita datang biasa dalam kesadaran yang menurun dan sesuai dengan
prosesnya maka penderita tidak menjadi baik sebelum terjadi perbaikan pada
otaknya
 Pada perdarahan akibat kerusakan otak bila mendesak otak akan dilakukan
operasi.
Contusio Cerebri :
 Contusio murni jarang
 Biasanya berhubungan dengan perdarahan sub dural
 Sering terjadi pada lobus frontal dan temporal
 Kontusio dapat terjadi beberapa jam atau hari membentuk perdarahan intra
cerebral.
Comutio Cerebri :
 Kehilangan kesadaran dalam waktu yang singkat
 CT-scan normal
 Gejala utama adalah sakit kepala disertai mual muntah
 Cedera ini sering terjadi, tapi karena ringan maka sering terlewatkan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 78


 Cedera yang lebih berat sering disertai keadaan amnesia retrograde ataupun
antegrade
 Biasanya sembuh tanpa ada gejala sisa
Comutio Klasik :
 Cedera yang mengakibatkan menurunnya bahkan hilangnya kesadaran
 Selalu disertai dengan amnesia, beratnya amnesia menandakan beratnya
cedera
 Hilangnya kesadaran dalam beberapa waktu kurang dari 6 jam (definisi klasik)
 Disertai gejala pasca komutio ( kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia
dan depresi)
Difusse Axonal injury :
 Kondisi pendrita umumnya coma dalam tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa
ataupun serangan iskemia.
 Kondisi koma dapat dapat berlanjut dalam beberapa hari.
 Sering menunjukan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila tertolong dapat
meninggalkan kecacatan berat.
 Terdapat gejala gangguan otonom yaitu hipotensi, hiperhidrosis dan
hiperpireksia.

Medikamentosa Pada Cedera Kepala


Pendekatan perawatan yang benar dan kecepatan dalam memberikan
pertolongan menekan angka kematian hingga 36% ( National Traumatic Coma Data
Bank)Prinsip dasarnya sel saraf diberikan kondisi /suasana yang optimal maka
pemulihan akan berfungsi kembali
a. Cairan Intra vena : jumlah cairan dalam cedera kepala dipertahankan agar
nomovolemia, kelebihan jumlah cairan akan membahayakan jiwa penderita.Jangan
memberikan cairan hipotonik, penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat
menyebabkan penderita hyperglikemia yang berakibat buruk pada penderita
cedera kepala. Karena itu cairan yang digunakan untuk resusitasi sebaiknya
larutan garam fisiolgis atau Ringer Laktat.Kadar Natrium perlu diperhatikan karena
hiponatremia akan dapat menyebabkan odema otak yang harus dihindari.
b. Hiperventilasi: Harus dilakukan hati-hati,dibuat dengan cara menurunkan PCO2
dan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak, Penurunan volume intra
cranial ini akan menurunkan TIK. Hiperventilasi yang lama dan agresif akan
menurunkan perfusi otak,terutama bila PCO2 < 25 mm Hg.PCO2 harus
dipertahankan pada 30 mm Hg,sehingga bila PCO2 <25 mmHg hiperventilasi harus
dicegah.
c. Manitol: digunakan untuk menurunkan tekanan intra cranial, umumnya dengan
konsentrasi 20 %, dosis 1gr/kg bb, diberikan bolus intra vena dengan cepat.Untuk
penderita hipotensi tidak boleh karena akan memperberat hipovolemi.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 79


d. Furosemid: diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK,kombinasi keduanya
akan meningkatkan diuresis, dosis lazim 0,3-0,5mg/kg BB IV
e. Steroid: tidak bermanfaat dalam mengendalikan kenaikan TIK dan tidak
memperbaiki hasil terapi, sehingga steroid tidak dianjurkan.
f. Barbiturat: bermanfaat menurunkan TIK,karena punya efek hipotensi tak diberikan
pada penderita dengan kondisi tersebut. Tidak dianjurkan pada resusitasi akut.
g. Anti kovulsan: Epilepsi pasca trauma terjadi 5% pada penderita trauma kepala
tertutup dan 15% pada cedera kepala berat. Anti konvulsan hanya berguna untuk
minggu pertama terjadinya kejang, tidak minggu yang berikut, jadi hanya
dianjurkan pada minggu pertama saja.

Trauma Tulang Belakang


Tulang belakang terdiri dari 33 ruas yang saling bertumpu membentuk rongga
tulang belakang yang didalamnya berjalan bumbung syaraf utama dari otak menuju
seluruh tubuh dan sebaliknya. Trauma tulang belakang dapat terjadi disemua ruas-
ruas dengan mekanisme yang bervariasi. Cidera tulang belakang dapat berupa
pergeseran posisi tulang, patah tulang, kerusakan jaringan pengikat dan juga
terjadinya kompressi tulang yang kerusakan juga disertai kerusakan jaringan bumbung
syaraf. Disetiap trauma tulang belakang harus dianggap serius dan membutuhkan
penanganan yang hati-hati, bila tidak korban akan mengalami kelumpuhan.
Bila dilapangan penolong dalam pemeriksaan dini tidak dapat mendiagnosa adanya
curiga (suspect) cidera tulang leher dan tulang belakang, dalam pemindahan dan
evakuasi pasien tidak mempergunakan metode Spinal Motion Restriction (SMR) akan
menyebabkan pasien semakin parah karena dengan alat-alat lain immobilisasi pasien
cidera sprinal tidak dapat dilakukan dengan baik. Penolong harus mendapatkan
pelatihan teori dan praktek agar mampu menangani trauma spinal dengan benar dan
aman.
Anatomi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 80


Tulang belakang (spinal column) adalah susunan dari 33 ruas tulang yang gunanya
menyangga tubuh agar dapat tegak. Ke 33 tulang belakang itu terdiri dari:
- 7 tulang leher (the C spine)
- 12 tulang punggung
- 5 lumbul ( the L spire)
- 5 sacral dan 4 cocygeal
Secara international tulang belakang dari leher sampai ke pelvis mempunyai nama
(nomer) yaitu;
C1-C7 untuk tulang leher ( cervical )
T1-T12 untuk tulang punggung (thoracic)
L1-L5 untuk tulang pinggang atau lumbal

Spinal Cord/Bumbung Syaraf


Didalam rongga tulang belakang terdapat
bumbung syaraf yang merupakan saluran syaraf utama
dari otak menuju seluruh tubuh dan sebaliknya. Bumbung
syaraf mempunyai diameter ± 10-13mm terdapat
ditengah-tengah rongga tulang belakang, syaraf tersebut
lembut dan fleksibel seperti benang katun dan
sekelilingnya ada cairan cerebrospinal fluid, cairan dan
fleksibelnya syaraf merupakan proteksi buat syaraf itu
agar tidak rusak karena trauma.

Cidera Tulang Belakang


Tulang belakang yang sehat dapat toleransi
terhadap tekanan pada tulang belakang seperti ekstensi,
fleksi, compresi dan rotasi tanpa merusak bumbung syaraf. Tulang belakang dan
bumbung syaraf rusak karena trauma tumpul atau trauma tajam. Bila tali syaraf tulang
belakang rusak karena trauma hubungan antara otak dan tubuh sebelah bawah trauma
bisa rusak atau putus. Berakibat hilangnya tenaga dan sensibilitas bahkan kelumpuhan
dan kematian (bila yang terkena syaraf pengatur pernafasan dan jantung).
Pergeseran atau robekan pada bantalan maupun tulang dapat menjepit syaraf tulang
belakang. Puntiran, penekanan, atau pembengkokan yang berlebihan pada tulang
belakang dapat berakibat:
 Luka bertambah buruk
 Syaraf tulang belakang ikut rusak atau putus
Penyebab Trauma Tulang Belakang
 Benturan benda tumpul langsung pada tulang belakang
 Hyperekstensi dari leher misal akibat wajah membentur kaca pada mobil,
orangtua yang jatuh dengan kepala membentur lantai, penerjun yang
membentur dasar kolam yang dangkal

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 81


 Hyperfleksi misal pengendara kuda atau pengendara motor yang jatuh
terpelanting ke tanah
 Kompresi, pasien yang jatuh terduduk atau terjun dari ketinggian yang lebih dari
3x tinggi badan korban dan mendarat di tanah dengan kaki lurus atau
terduduk.
 Rotasi pasien yang mengalami tabrakan mobil kepala dan leher serta pinggang
terpuntir
 Lateral stress misal jatuh dari ketinggian dengan leher terbentur dibagian
samping kiri dan kanan, kecelakaan mobil tertabrak dari samping
 Distraction peregangan yang kuat pada tulang belakang dan bumbung syaraf
misal pemain ski atau pengendara motor yang tersangkut tali pada leher atau
pinggang pasien tergantung
 Luka tembak atau luka tusuk yang mengenai tulang belakang
 Pasien terlempar akibat ledakan bom dan mengenai bagian belakang pasien

Pencegahan
 Gunakan sabuk pengaman bila berkendaraan
 Pakai helm pengaman yang sesuai standar bila naik sepeda motor, skateboard,
dan bila berada didaerah konstruksi bangunan
 Periksa kedalaman air sebelum menyelam, ski air atau terjun di air
 Bila berolahraga taati seluruh peraturan keselamatan
Gejala dan Tanda
 Perubahan bentuk pada kepala, leher, dan tulang belakang perubahan bentuk
pada tulang belakang ditemukan tapi kalau terlihat jelas, memar, atau bengkak
pada tulang belakang dicurigai terjadi cidera tulang belakang
 Kelumpuhan pada alat gerak dibawah titik trauma
 Gangguan persyarafan pada alat gerak mungkin kehilangan fungsi, lemah, mati
rasa, kesemutan, atau rasa baal terutama dibawah titik trauma
 Nyeri pada daerah tulang belakang pada saat bergerak ataupun tidak bergerak,
bila nyeri berlebihan korban dapat menjadi Neurogenic Syok
 Hilangnya kemampuan mengendalikan buang air besar dan buang air kecil
 Sulit bernafas, kadang-kadang tanpa pergerakan dada bila ini terjadi setelah
pasien menderita trauma berat, curigalah ada trauma tulang belakang
mengenai syaraf tulang belakang
 Priapismus, yaitu ereksi kemaluan pria yang menetap
 Dapat terjadi syok akibat jejas pada syaraf menyebabkan vassodilatasi
pembuluh darah, mengakibatkan hipotensi dan bradikardia
 Bila terjadi luka tusuk pada leher dan luka terbuka pada leher udara dalam
trakea dapat masuk kepembuluh darah atau emboli udara, dapat menyumbat
pembuluh darah terjadi serangan jantung

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 82


 Luka tumpul tertutup pada leher juga dapat merusak jaringan dalam leher dan
emboli udara, terdapat luka memar atau tenggorokan bengkok/tidak lurus
 Bila diraba didaerah leher dapat teraba udara dibawah kulit (krepitus) disekitar
leher dekat daerah trauma

Pengelolaan Trauma Tulang Belakang


 Perhatikan keamanan lingkungan, keamanan pasien dan penolong
 Datang menemui korban dari arah kaki korban jangan dari belakang korban
dan bila korban sadar perintahkan untuk tidak bergerak atau menggerakkan
kepala dan badan
 Bila terlihat penderita tidak bergerak/tidak sadar satu penolong melakukan jaw
trush dan penolong lain mengecek respons pasien (AVPU)
 Check airway, breathing dan circulasi
 Lakukan pemeriksaan dini (rapid Assesment) dari kepala sampai kaki dengan
cepat tepat dan cermat
 Setelah periksa kepala pelihara jalan nafas tetap terbuka dengan jaw trush
berikan high flow oksigen
 Bila penderita sadar periksa fungsi motorik dan sensorik alat gerak
 Setelah selesai memeriksa leher pasang neck collar, jaw trush tetap dilakukan
 Setelah selesai melakukan pemeriksaan sampai kaki pindahkan pasien segera
ke long board spinal atau papan dan alat lain yang punya alas yang keras
 Bila ada luka atau pendarahan luar segera stop dengan balut tekan, sebelum
pasien dipindah ke spinal board
 Pada saat proses pemindahan/ log roll pada saat pasien dimiringkan 45o
segera penolong yang ditengah memeriksa belakang badan pasien mulai dari
belakang kepala sampai ke belakang tumit apakah ada luka memar luka bakar
perubahan bentuk dengan cermat ruas demi ruas tulang belakang diperiksa
apakah ada kelainan, bila ada pendarahan luar stop segera dengan balut
tekan, baru pasien dipindahkan ke spinal board.
 Bila pasien dalam situasi tidak aman dan harus segera dipindah ketempat
aman, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dini secara lengkap tapi hentikan
pendarahan luar, log roll ke spinal board saat log roll wajib periksa dengan
cepat cermat, bagian belakang badan segera pindah kespinal board dan bawa
ketempat aman segera.
 Setelah dilakukan jaw trush ini dipertahankan sampai kepala pasien telah
difiksasi pada long spinal board baru boleh dilepas.
Penyulit pada pengelolaan pasien spinal adalah:
- Henti nafas, karena kelumpuhan otot dada
- Kelumpuhan ke empat ekstremitas
- shock

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 83


 Setelah pasien terfiksasi dengan baik pada long spinal board segera pindahkan
ke ambulance
 Sebelum berangkat untuk antisipasi buat resusitasi shock pasang infus 2 jalur
dengan jarum besar mulai dengan tetesan KVO (Keep Vein Open) bila ada
tanda-tanda shock lakukan resusitasi sesuai protokol terapi cairan.
 Sepanjang perjalanan lakukan secondary survey, check lebih teliti dan cermat,
periksa dari kepala sampai ujung kaki
 Lakukan monitoring tanda-tanda vital dengan ketat setiap 5 menit bila pasien
belum stabil atau setiap 15 menit bila pasien sudah stabil hubungi rumah sakit
yang dituju, laporkan indentitas pasien, keadaan umum, tanda-tanda vital dan
penanganan yang dilakukan.
 Bila jalan nafas masih dapat dipertahankan terbuka atau bila ada henti nafas
bila penggunaan bag valve mask bisa memberikan pernafasan yang efektif
pertahankan sampai pasien sampai di rumah sakit dengan aman dan dapat
mengurangi pergerakan leher dan tulang belakang.
 Setelah pasien sampai dirumah sakit selama pasien melakukan pemeriksaan
penunjang untuk diagnosa seperti x-ray, ct scan ataupun MRI tetap harus
diatas long spinal board jangan pernah dipindah ketempat lain
 Spinal board dan neck collar baru boleh dilepas/dipindahkan bila sudah terbukti
tidak ada cidera pada kepala, leher dan tulang belakang atau bila ada cidera
pasien dipindahkan ke meja operasi/tindakan atau tempa tidur yang
diperuntukan buat merawat pasien cidera spinal
 Bila pasien wanita hamil setelah difiksasi dengan benar pada long spiral board
miringkan 15 derajat ke arah kanan pasien agar artery dan vena femoralis tidak
tertekan supaya aliran darah tetap lancar dan venus return tetap baik.

TRAUMA DADA
Latar belakang
Trauma dada sering terjadi akibat tabrakan mobil atau motor, jatuh dari
keinggian, luka tembak, dan luka tusuk. Sebagian dari pasien yang mengalami trauma
dada akan mengalami cidera lain dari organ vital yang ada di dalam dada (multiple
injury)
25% dari pasien trauma dada mengalami kematian. 2/3 dari pasien trauma
dada akan hidup bila mereka dapat segera di bawa ke RS (UGD) dan 15% dari mereka
akan memerlukan tindakan operasi, Artinya pasien-pasien yang mengalami trauma
dada akan tertolong bila di temui dan ditangani oleh penolong yang terlatih yang dapat
melakukan pemeriksaan dan pengolahan pada trauma dada dengan cepat, tepat dan
benar penanganannya.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 84


ANATOMI DADA

Pathophysiologi
Bila terjadi trauma dada, baik karena trauma setimpal ataupun trauma tajam dapat
menyebabkan :
a. HIPOMA :
Adalah suatu keadaan tidak kuatnya pengiriman oxygen kejaringan akibat trauma
dada menyebabkan abstraksi dalam nafas.
b. HYPOVOLEMIA :
Adalah tidak ade kuatnya volume pembuluh darah akibat kehilangan darah yang
banyak baik karena luka terbuka pada dada ataupun luka tertutup pada rongga
dada.
c. VENTILASI / PERFUSI :
Terjadi gangguan pada tekanan di pleura akibat tension pneumothorax. Rusaknya
pompa jantung akibat cidera jantung yang berat. Respirasi acdosi, hipercarbin
(CO2) akibat tidak ada kuatnya ventilasi karena perubahan tekanan dalam dada
akibat trauma dada. metabohe aoidosis akibat hyperfusi dari jaringan akibat syok.

Tanda-tanda umum cidera dada adalah:


 Nyeri dada, sesak nafas (nafas pendek)
 Pada inspeksi terlihat tidak simetrinya gerakan dada, terlihat gerakan paradoxal
pada daerah yang terkena, memar atau luka terbuka
 Cyanosis, distended vena yugularis, trachea deviasi searah tempat trauma
 Palpitasi teraba tenderness. Disability dan erepitasi (TIC)
Auscultasi dapat terdengar suara nafas dengan baik atau tidak. Lakukan
pemeriksaan cepat pada trauma dada dengan cepat, tepat dan teliti

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 85


Pada trauma harus dapat diindentifikasikan secara cepat cidera berat pada
organ-organ vital yang ada pada dada.
Ada 12 keadaan yang dapat menyebabkan keadaan yang mengancam nyawa yang
disebut dengan “deadly dozen” yang dapat ditemui saat melakukan primary survey dan
secondary survey.
Yang ditemukan pada primary survey :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Pneumothorak terbuka
3. Flail chest
4. Tension pneumthorak
5. Massive hemothorak
6. Cardiac tamponade
Yang ditemukan pada saat melakukan secondary survey
1. Myocardial confusio
2. Robekan aorta
3. Cidera tracheal dan bronkus
4. Robekan pada diafragma
5. Cidera pada esophagus
6. Contusio paru

OBSTRUKSI JALAN NAFAS


Pada trauma dada dapat terjadi obstruksi jalan nafas karena benda asing, lidah
yang terjatuh kebelakang pada yang tidak sadar aspirasi karena isi lambung dan
adanya bekuan darah
Bila didapat keadaan tersebut segera lakukan pengelolaan pembebasan jalan
nafas, pengelolaan pernafasan dan sirkulasi.

OPEN PNEUMOTHORAK
Ini terjadi bila pasien didapati adanya luka terbuka di daerah dada akibat luka
tusuk ataupun luka tembak.
Udara luar akan masuk kedalam rongga dada dan akan keluar pula melalui
luka yang ada di dada ini sehingga terdengar seperti suara isapan. Keadaan tersebut
di sebut “Sucking Chest Wound” dan akan keluar gelembung-gelembung pada saat
ekspirasi. Udara akan hanya masuk ke daerah mati pada rongga pleura tetapi tidak
akan memasuki rongga paru.
Akibat adanya hubungan dengan atmosfir maka tekanan di rongga pleura jadi
sama dengan tekanan atmosfir atau positive (tidak menggelembung) pada saat pasien
inspirasi. Lobus paru yang terkena akan mengecil karena udara akan terhisap lebih
banyak ke dalam rongga pleura.
Pada saat pasien inspirasi, lobus paru tersebut akan mengembung sedikit,
akibat udara yang di dalam rongga pleura yang berbentuk gelembung-gelembung

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 86


keluar ke rongga dada. Karena proses tersebut diatas maka akan terdapat gangguan
pada ventilasi sehingga pasien akan mengalami Hypoxia.
Pengelolaan pada open pneumothorak
a. Pastikan dalam nafas terbuka dengan baik
b. Berikan oksigen dengan system high flow
c. Tutup luka terbuka dengan oklusive dressing, (dapat menggunakan sarung
tangan karet dan plastic). Pasang plester yang kuat pada ketiga sisi sudut
plastic sisakan satu sudut untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura saat
ekspirasi (ada verband untuk menutup luka terbuka di dada disebut asherman
chestseal) yang atasnya ada one loay value hanya untuk udara ekspirasi bila
luka sudah tertutup dengan baik. Pada saat inspirasi udara tidak dapat masuk
lagi ke rongga pleura, sehingga lama kelamaan setelah udara di rongga pleura
berkurang paru-paru akan mengembang dengan baik.
d. Pasang infus dengan jarum yang besar 146 atau 166 pada mediana cubita
e. Monitor oksigen saturasi dengan pulse oximeter
f. Segera evakuasi pasien kerumah sakit yang mempunyai vasilitas operasi
thorak.

FLAIL CHEST
Flail chest terjadi bila dua atau lebih tulang iga patah
secara berturut-turut dan patahan terdapat pada dua atau
lebih akibat trauma pada dada akibatnya ada suatu
segment 7 yang tulangnya terlepas satu sama lain

PATHOPHYSIOLOGI
Karena ada tempat yang tulang iganya terlepas, pada tempat tersebut bila
pasien bernapas secara spontan maka waktu inspirasi tempat tersebut akan ikut
terhisap kedalam. Paru-paru akan cekung. Bila pasien ekspirasi, udara akan terdorong
keluar yang mengakibatkan pada tempat yang patah lobus paru akan cembung keluar
(LIHAT GAMBAR) ujung-ujung dari iga dapat memasuki lobus paru bila tidak segera
dilakukan pada pasien ini dapat terjadi pneumothorak fiksasi dan hemothorax trauma
dada juga dapat menyebabkan kantasio paru yang dengan segera dapat
menyebabkan hypoksia pada pasien flail chest rasa nyeri pada dada menyebabkan
para doxical motion pada saat pemeriksaan secara inspeksi terlihat dada tidak
mengembang dengan baik saat inspirasi pada kedua sisi pada saat palpasi pada
daerah trauma terasa erepitasi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 87


A. Inspirasi. Sebagai tekanan intrapleural menjadi semakin negatif, segmen
memukul dan jaringan paru-paru yang mendasarinya dihisap ke dalam,
runtuh paru-paru pada sisi yang terkena dan pergeseran media stinum ke sisi
terpengaruh.
B. Expirasi. Sebagai tekanan intrapleural menjadi kurang negatif, segmen
memukul dan jaringan yang mendasari didorong lahiriah, dan pergeseran
mediastinum ke sisi yang terkena. Beberapa bergerak udara antara paru-
paru, bukan melalui saluran udara atas.
Besar panah menunjukkan gerakan struktural; panah putus-putus menunjukkan
gerakan udara normal; panah kecil menunjukkan gerakan udara normal; panah
terbuka menunjukkan gerakan segmen memukul. DariKittetal., 1995.

Pengelolaan flail chest


1. Pastikan jalan napas terbuka dengan baik
2. Assist ventilasi bila terdapat gagal napas
3. Berikan oksigen dengan cara high flow oxygen
4. Fiksasi tempat yang patah (area yang flail) dengan balut tekan manual (bulk
dressing) plesterkan ke dada pasien.
5. Pindahkan pasien segera ke spinal board. Selama melakukan log roll ke spinal
board fiksasi harus di pegang supaya tidak tergeser. Digunakannya spinal board
bila ada trauma dada yang berat ditakutkan juga ada spinal injury.
6. Segera naikan pasien ke ambulan dan bawa kerumah sakit
7. Selama dalam perjalanan lakukan pemasangan infus dan beri bolus cairan untuk
mencegah syok.
8. Monitor oksigenasi pasien dengan pulse oxymeter CO2 monitor bila ada.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 88


9. Bila terdapat tanda-tanda gagal napas dapat dilakukan pemberian oksigen dengan
BVM ataupun intubasi dan harus mempergunakan PEEP ( positive and expiratory
pressure) dan pergunakan modul. CPAP ( Continous Possitive Airway Presure)
10. Segera bawa pasien kerumah sakit yang sesuai dengan keadaan pasien
11. Dalam perjalanan hubungi rumah sakit yang dituju dan laporkan keadaan pasien
supaya rumah sakit dapat segera menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan dan penanganan pasien lebih lanjut.

Udara dalam rongga pleura telah memasuki beberapa ruang yang biasanya
diduduki oleh paru-paru, sehingga mencegah perluasan dan menyebabkan keruntuhan
parsial.

TENSION PNEUMOTHORAX
Tension pneumothorax dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam
pada dada. Udara akan masuk ke rongga pleural tapi tak dapat keluar dari rongga
tersebut, ini akan meningkatkan tekanan di rongga dada, keadaan ini akan
menyebabkan collapnya lobus paru ditempat yang cidera dan akan meningkatkan
tekanan di mediastimun dan tekanan ini akan menyebabkan collapnya vena cafa
superior dan interior yang akan menyebabkan kurangnya darah kembali ke jantung
(venous return). Akan terlihat adanya distensi vena yugularis, dalam keadaan lanjut
jantung akan terdorong dan terpelintir. Trachea dan mediastinum akan terdorong
kearah paru. yang terjadi tension pneumothorax ini merupakan tanda-tanda akhir
kadang-kadang terlihat dengan inspeksi kecuali dilakukan x-ray

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 89


Tanda-tanda tension pneumothorax adalah
o Dyspnea, anixienty, tackypnea
o Distensi vena yugularis
o Tuskultasi, terdengar suara nafas yang menurun di tempat yang cidera
o Perkusi terdengar suara huper di daerah cidera
o Inspeksi terlihat pengembangan dada yang tidak simetris antara kiri dan
kanan daerah dada yang cidera dada tidak mengembang
o Keadaan lanjut terlihat trachea dan mediastinum terdorong kearah
tempat cidera
o Hipotensi dan shock
o Nadi lemah dan cepat, kadang-kadang tidak ada nadi pada daerah
cidera bila di raba di radialis
o Akral dingin, lembab dan siandsu
o Penurunan kesadaran

Selain trauma keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan tension


pneumothoraks adalah :
o Pada saat memberikan tekanan positive kepada pasien bila saat
memompa bagian dirasa susah dan berat harus perhatikan mungkin
terjadi tension pneumothoraks
o Pasien di intubasi dengan riwayat chroak obstructive pulnonaru disease
(COPD) aau pasien asma akan meningkatkan terjadinya tension
pneumothoraks bila diberikan positive pressure ventilasion
Pada pasien trauma dada pada primary survey dilakukan pemeriksaan dengan
cepat teliti dan cermat diagnose tension pneumothoraks dapat ditegakkan tanpa
diperlukan pemeriksaan penunjang fotoradiology. Pasien dengan tension
pneumothoraks dapat terjadi kematian dengan cepat bila tidak segera di tangani (early
death)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 90


Diagnosa harus ditegakan secara klimis dan terapi, tidak boleh terlambat
karena menunggu konfirmasi radiology
Pengelolaan tension pneumothoraks
1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Berikan oksigen dengan cara high flow
3. Lakukan chest decompression (mengeluarkan udara dari daerah yang
cidera dengan melakukan tusukan dengan jarum infus no.14)
4. Segera bawa kerumah sakit yang dapat menangani pasien dengan trauma
dada
5. Sepanjang jalan hubungi RS dan laporkan keadaan pasien agar mereka
dapat mempersiapkan tindakan yang akan dilakukan selusuri dari iga ke iga
sesuai dengan keadaan pasien

Chest decompression (needle thora cotomy)


Cara melakukan chest decompression
1. Pastikan bahwa diagnose pasien tension pneumothoraks
2. Beri oksigen high flow
3. Cari iga ke dua dan iga ke tiga mid klavikula pada dada yang terjadi tension
pneumothoraks
 Pasang APD, glove steril
 Bersihkan daerah yang sudah disiapkan areanya dengan anti septic
seperti bethadine
 Siapkan jarum 120 sambungkan dengan syiringlome
 Selusuri iga ke iga dan cari titik imajinasi yang di lewati garis
midklavikula diatas iga tiga tusukan jarum pada titik tersebut secara
perlahan bila sudah ada udara keluar di dalam syring cabut jarum dan
tinggalkan plastic IV teserbut dan dorong plastic tersebut sedalam
kurang lebih 5cm bila ada tension pneumothoraks udara akan terdorong
dengan cepat kluar seperti suara p’ssstt udara dalam rongga dada akan
keluar dan lobus paru akan mengembang kembali
 Bila tidak ada lagi udara keluar waktu ekspirasi cabut jarum tersebut
dan tutup bekas luka dengan plester, penanganan ini hanya bersifat
sementara (bukan definitive treatment)
 Jarum jangan ditusuk dibawah iga tiga karena disana terdapat arsepi
vena, dan nerveus intercostalis

MASSIVE HEMOTHORAX
Adanya darah dalam rongga pleura disebut hemothorax bila terjadi trauma
tumpul ataupun penetrasi trauma pada dada di daerah dada yang cidera dapat terjadi
hemothorax bila ada 1500cc atau lebih darah darah tertumpuk di rongga fleura disebut
massive hemothorax.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 91


o Paru-paru di tempat cidera akan terkompresi
o Inspeksi terlihat pengembangan dada yang tidak simetris antara kiri dan kanan
pada area cidera terlihat paradosal
o Ausultasi terdengar penurunan suara nafas pada daerah yang cidera
o Perkusi terdengar suara dull
o Bila tumpikan darah semakin banyak venacafa inferior, superior dan
contralateral paru akan tertekan akibat kehilangan darah yang banyak akan
menyebabkan hypoxemia
Tanda-tanda massive hemothorax
o Penurunan kesadaran pasien
o Sianosis
o Vena jugularis dasar
o Trachea di tengah (middle)
o Suara nafas menurun atau tidak ada pada daerah yang cidera
o Pada perkusi akan dull pada daerah cidera
o Pernafasan dyspnea atau taechypnea
o Nadi lemah dan halus. bila di raba di nadi radial kadang-kadang tidak terasa
tapi bila di raba di carotis akan terasa.
o Akral teraba dingin, basah dan pucat
o Tensi turun, akan segera terlihat tanda-tanda syok bila tidak segera ditangani

Pengolahan massive hemothorax


1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Beri oksigen high flow
3. Pasang infus set 2 jalur dengan jarum besar lebih baik pada vena besar (mediana
cabut)
4. Segera kirim pasien ke rumah sakit yang dapat menangani trauma dada
5. Beri tahu rumah sakit yang di tuju tentang keadaan pasien

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 92


6. Sepanjang jalan ganti pendarahan yang hilang dengan hati-hati infus diberikan
hanya untuk mempertahankan BP systoke 90-100mm HG bila meningkatkan
tekanan darah terlalu tinggi juga akan meningkatkan pendarahan pada rongga
pleura
7. Sepanjang jalan juga selalu dilakukan follow up vital sign dan observasi juga tanda-
tanda terjadi hemopneumothorax bila terjadi harus segera dilakukan chest
decompression

Cardiac Tamponade
Cardiac tamponade biasanya terjadi akibat luka penetrasi sekeliling jantung
terdapat membrane pericardial. Bila terjadi luka tusukan dan tertumpuknya darah
dengan cepat antara jantung dan pericardium akan menyebabkan kompresi pada
ventrikel akan meningkatkan pompaan jantung akan berkurang akibatnya cardiac out
put akan berkurang dengan cepat dan akan meningkatkan cvp (Central Venous
Pressure)
Tanda-tanda cardiac tamponade
- Hypotensi, tensi turun dengan cepat maka akan jatuh ke keadaan syok bila tidak
segera ditangani
- Distensi vena yugularis
- Paradoxical pulse, bila di raba nadi radial saat inspirasi akan menghilang pada saat
experasi nadi terasa lemah dan halus
- Trachea midline
- Suskultasi suara nafas akan terdengar sama pada kedua lobus paru
- Penurunan kesadaran
- Pernafasan dyspnea dan tachypnea
- Akral teraba dingin basah dan pucat

Pengelolaan cardiac tamponade


1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Berikan oksigen dengan high flow
3. Naikan pasien ke ambulan segera
4. Segera kirim kerumah sakit yang dapat menangani cardiac tamponade
5. Segera hubungi rumah sakit yang dituju laporkan keadaan pasien
6. Segera pasang infus kalu perlu 2 line kiri dan kanan pada mediana cabut dengan
jarum besar. Pemberian infus cairan elektrolit harus hati-hati, hanya untuk
mempertahankan tensi systohe 90-100 mm hg. Bila tensi meningkat dengan cepat
lebih dari 100 mg hg akan meningkatkan pendarahan pada pericardium
7. Bila ada disrthmia segera obati
8. Mendorong vital sign dengan ketat setiap 5 menit
9. Sepanjang jalan selalu lakukan pemeriksaan sobservasi apakah ada tanda-tanda
hemothorax ataupun pneumothorax

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 93


Traumatic Aortic Rupture
Traumatic aortic rupture (sobekan akibat trauma) keadaan tersebut sangat
banyak terjadi pada kecelakaan motor dan jatuh dari ketinggian. 9% pasien ini akan
meninggal dengan segera. Keselamatan pasien tergantung dari kecepatan diagnose
dan pelaksanaan operasi di rumah sakit.
Pada pasien trauma dada karena hantaman setir mobil dapat segera
menyebabkan aorta menjadi sobek dalam hitungan menit pasien akan jatuh menjadi
syok pada keadaan ini bila pada saat di temukan pasien mekanika tersebut diatas
dalam waktu itu pasien sudah mengalami penurunan kesadaran distress pernafasan
dan pertesi kapiler jelek. Jangan buang-buang waktu, segera angkat ke ambulan bawa
segera kerumah sakit. Pasang infus inkubasi dan tindakan perawatan lain dilakukan
sepanjang jalan ke rumah sakit.
Pengelolaan traumatic aortic rupture
1. Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
2. Berikan oksigen dengan cara high flow, bila perlu inkubasi enclothrakheal
3. Naikan pasien segera ke ambulan
4. Segera kirim pasien kerumah sakit yang dapat menangani traumatic aortic rupture
5. Segera pasang infus kalau perlu dua line kiri dan kanan pada mediana cabut
dengan jarum besar
6. Monitor irama jantung
7. Segera hubungi rumah sakit yang dituju laporkan keadaan pasien
8. Sepanjang jalan selalu lakukan pemeriksaan 8 observasi apakah ada tanda-tanda
yang mengancam nyawa, tangani ABC bila ada masalah

Trauma Trachea dan Cabang Broncus


Trauma trachea dan bronkheal akibat luka tusuk ataupun trauma tumpul, luka
tusuk pada jalan nafas atas biasanya disertai kerusakan berat pembuluh darah dan
jaringan sekitar daerah cidera. Trauma tumpul akan mengakibatkan robeknya trachea
dan cabang bronkus dekat karina.
Trauma tajam maupun trauma tumpul akan menyebabkan subcutaneous
emphysema pada dada, muka leher dan kadang menyebabkan pneumothoraks
Pemasangan intubasi tidak memungkinkan, perlu segera dilakukan untuk difimtif terapi
untuk jalan nafas selama transport ke rumah sakit harus di jaga vital sign dalam batas
stabil dan lakukan berulang-ulang secondary survey agar gejala pneumothorax dan
hemothoraks dapat diketahui segera.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 94


Myocardial Contusion
Trauma tumpul pada dada bagian atas tengah akan menyebabkan cidera
jantung. Dapat menyebabkan sobeknya otot penyangga jantung dan katup jantung,
pericardial temponade dan dapat merobek jantung sendiri.
Bila yang terkena bagian kanan biasanya yang cidera atrium kanan dan venstikel
kanan.
Bila terjadi hanya memar pada otot jantung gejala sama dengan acuta
myocardial infak dengan tanda-tanda nyeri dada.
Dysthythmias dan cardiogenik syok di lapangan kardiogenik syok dari cardiac
tamponade. Nyeri dada karena myorcardial confusion susah dibedakan nyeri dada
akibat cedera otot dari dada yang terkena trauma
Jadi setiap pasien dengan trauma tumpul pada dada depan tengah harus
diduga menderita myocardial confusion dan penanganan sama dengan cardiac
tamponade, bawa segera kerumah sakit yang dapat menangani operasi jantung.

Diaphragmmatic Tears
Robekan diaphragm akibat besarnya tekanan dari abdomen sesuatu yang tiba-
tiba menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomenmus karena tekanan seat belt
waktu terjadi tabrakan atau tendangan yang mengenai dinding perut menyebabkan
robeknya diafragma dan menyebabkan hermasi organ dalam perut ke rongga thoraks,
hermasi biasanya kerap terjadi di bagian kiri di bandingkan bagian kanan. Di bagian
kanan terdapat hati yang dapat melindungi diafragma trauma tumpul dapat
menyebabkan robekan yang besar pada diafragma tapi luka tusuk hanya
menyebabkan lubang yang kecil sesuai besar benda yang menusuk
Robekan diafragma dan hermasi abdomen organ ke rongga thoraks sukar di
diagnose baik di lapangan maupun di rumah sakit hanya mungkin akan terlihat seperti
distres pernafasan dalam pemeriksaan ausenltasi suara nafas akan menurun dan
sewaktu waktu bila di Daerah dada bawah terdengar bising usus
Pengelolaan sobekan diafragma
- Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
- Lakukan intubasi bila keadaan semakin buruk
- Berikan oksigen high flow bila keadaan stabil
- Segera kirim pasien kerumah sakit yang punya fasilitas operasi dada sperut
- Observasi tanda-tanda syok segera lakukan resusetasi cairan dengan protocol
sesuai keadaan pasien
- Sepanjang jalan segera hubungi rumah sakit yang ditujukan dan laporkan keadaan
pasien

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 95


Pulmonary Contusion
Pada trauma tumpul pada dada juga sangat sering terjadi kontusio paru,
biasanya tanpa sadar selama dalam proses melakukan penanganan di tempat
kejadian dan selama perjalanan kerumah sakit. Pelan tapi pasti kelainan pernapasan
akibat adanya kontusio paru akan terlihat terjadi hypoksemia. Bila pasien sudah diberi
oksigen dengan high flow tapi keadaan pernapasan tidak membaik bahkan semakin
memburuk, saturasi akan turun, maka segera lakukan intubasi dan assisted ventilasi
dengan menggunakan PEEP dan pasang IV line pada dua tempat. Awasi akan adanya
tanda-tanda syok.
Cidera lain yang mungkin terjadi pada trauma dada adalah luka tusuk dengan
benda yang masih tertancap di dada. Bila di temukan luka tusuk tersebut jangan
pernah di cabut benda yang masih tertancap. Lakukan fiksasi dengan balut cincin dan
hentikan pendarahan dengan balut tekan sekitar benda yang tertusuk, segera kirim ke
rumah sakit, jaga ABC, pasang infus dan monitor tanda-tanda vital selama perjalanan.

Sternal Fractures
Patah tulang sternal dapat terjadi bila dada depan tengah terkena trauma
tumpul yang hebat. Pada keadaan ini pasien juga kita curigai terjadi myocardial
contusion. Lakukan penanganan seperti konstusio myocardial, langsung segera bawa
kerumah sakit .

Simple rib fracture sering terjadi pada trauma thoraks bila pasien hanya
terdapat patah tulang iga saja tanpa ada tanda-tanda pneumothoraks ataupun
homothoraks. Persoalan yang penting disini adalah rasa sakit bila tidak di terapi rasa
sakit takkan mengganggu pasien tidak bernapas secara adekuat saat melakukan
palpasi daerah yang patah akan terasa tegang dan bergerak-gerak. Lakukan fixasi
dengan pain killer medikasi selama pejalanan. Monitor tanda-tanda fital. Lakukan
pemeriksaan ulang head to toe. Perhatikan dengan cermat adakah tanda-tanda
premothoraks ataupun hemothoraks.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 96


TRAUMA PERUT (ABDOMENT)
Latar Belakang
Trauma abdomen sering lolos dari pengamatan terutama pada penderita
dengan gangguan kesadaran, multi trauma, trauma disertai dengan intoksikasi alcohol,
drug, cedera thoraks dan fraktur vertebral.
Umumnya perdarahan pada rongga perut atau trauma tumpul di dalam
abdomen selalu ditemukan dengan hasil akhir peritonitis padahal pada initial
assessment dilakukan pemeriksaan secara teliti dan cermat pada ke 4 kuadran perut.
Penilaian sirkulasi pada primary survey adalah penilaian perdarahan pada daerah-
daerah yang memungkinkan untuk tempat menampung darah yang tidak tampak
antara lain abdomen pada trauma tumpul. Abdomen memerlukan pemikiran untuk
memperkirakan organ-organ yang ikut mengalami cidera dan besarnya kerusakan
yang terjadi.
Diperlukan ketajaman dari diagnosticpada pemeriksaan penderita mulai dari
melakukan anamnese pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosa sangat membantu
untuk penyelamatan pasien dari keadaan yang mengancam nyawa.
Mengingat vitalnya abdomen dalam penilaian perdarahan primary survey maka
seorang penolong harus sadar betul tetang segala kemungkinan yang dapat terjadi
pada abdomen Biomekanik trauma pada abdomen harus dipelajari dengan cermat
agar tak terjadi keterlambat diagnosa dan keterlambatan melakukan pertolongan.
Anatomi abdomen bagian luar dan abdomen bagian dalam harus diketahui agar
dapat menilai kerusakan yang terjadi akibat mekanisme trauma.

Anatomi Perut
Secara anatomi bagian perut dibagi menjadi 3 area yaitu :
1. Intra thoracic abdomen
Intra thoracic abdomen terletak dibawah diafragma yang membatasi rongga perut
dan rongga dada. Ditutup oleh tulang iga bagian bawah sebelah kanan terdapat
hati ditengah-tengah ada pancreas dan dibagian kiri atas ada spleen / limph

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 97


Bila terjadi trauma didaerah ini trauma tumpul akan mengenai hati dan limpha
akan menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa.
2. True abdomen
True abdomen daerah ini tidak ada tulang kerangka yang menutupi area ini hanya
otot-otot perut yang menutupi, didalam perut terdapat organ-organ, usus halus,
usus besar dan kandung kencing. Pada wanita di bagian bawah dekat pelvis
terdapat uterus, tuba fallopian dan ovarium dibagian belakang area genital ini di
lindungi oleh tulang-tulang pelvis.
3. Retroperitoneal abdomen
Retroperitoneal abdomen terletak dibelakang bagian perut ( belakang thoracic
abdomen dan true abdomen ) disini terdapat ginjal, uterus tengah ada pancreas
bagian belakan posterior duodenum, ascending dan descending colon, aorta
abdomen dan vena cava interior. Karena itu bila terjadi trauma di bagian belakang
ini sulit untuk dinilai pada saat melakuka pemeriksaan dilapangan. Bila terjadi
perdarahan dibagian depan perut segera dapat diketahui karena perut akan
distensi dengan tegang. Bila terjadi perdarahan dibagian peritoneal karena
adanya aorta abdominal dan vena cava inferior disana akan terjadi perdarahan
hebat yang mengancam nyawa tanpa menunjukan gejala yang jelas dalam
pemeriksaan area perut (biasanya terjadi bersamaan dengan trauma pada pelvis)
makanya bila mekanika trauma curiga mengenai daerah pelvis dan
retroperitoneal benar-benar perhatikan ABC. Bila ada kelainan segera lakukan
tindakan.

Tipe trauma pada perut


Trauma yang terjadi adalah trauma tumpul dan luka tusuk, untuk trauma tumpul
ini sangat banyak terjadi dan sering menyebabkan kematian akibat keterlambatan
diagnosa dan pertolongan 10-30% akan meninggal (mortality meningkat) pada
kecelakaan kendaraan bermotor trauma tumpul pada perut akibat hantaman langsung
pada perut yang menyebabkan robekan dari solid organ seperti hati, limpha, usus
besar dan usus halus atau cedera dapat terjadi karena hantaman, tekanan, kebagian
peritoneal yang dapat menyebabkan robekan organ bagian belakang atau robekan
pembuluh darah.
Pasien yamg mengalami trauma tumpul dibagian belakang tersebut kadang-
kadang tidak terasa nyeri, hanya sedikit nyeri dibagian luar perut dengan jejas akibat
trauma.
Pasien dengan patah tulang iga bagian bawah yang menutupi area perut
kadang tanpa merasa nyeri yang significant ini akan mengecoh penolong mengira tidak
ada terjadi apa-apa, padahal hantaman tekanan, trauma dapat diteruskan sekuat
tekanan pada perut sampai ke retroperitoneal; hasil dari trauma tsb akan
mengakibatkan cidera yang berat diarea peritoneal bahkan dalam hitungan menit bila

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 98


sobek pembuluh darah dapat menyebabkan syok. Bila penanganan ABC tidak adekuat
akan menyebabkan kematian.

Luka tusuk (penetrating injuries)


Yang paling banyak terjadi pada trauma abdomen adalah luka akibat tembakan
dan tertusuk benda tajam. Luka akibat tembakan akan mengakibatkankerusakan yang
hebat pada daerah yang dilewati peluru dan luas area yang rusak akan tergantung dari
mekanika trauma, bila jarak penembak dekat dengan penderita kerusakan akan luas
diameter area sekitar lewatnya peluru akan luas. Semakin jauh penembak semakin
sempit diameter kerusakan yang terjadi.
Bila terkena daerah hati, lympha dan pembuluh darah ini akan langsung
mengancam nyawa penderita 5-15% penderita luka tembak bila tidak segera di
diagnosa dan ditangani akan menyebabkan kematian.

Luka tusuk akibat benda tajam


Biasanya kalau ditusuk orang, orang yang menusukan benda tajam tersebut
berusaha untuk mencabut atau mendorong keatas – kebawah dan kekiri kanan perut
penderita atau kadang-kadang membacok berulang-ulang, keadan ini sangat
berbahaya karena daerah yang cidera akan luas dan perdarahan akan sukar
dikendalikan; ini meminta keterampilan, kecepatan dan kecekatan penolong, segera
bawa ke rumah sakit, stabilkan hemodinamik sepanjang jalan, minta rumah sakit
menyiapkan operasi segera, biasanya mortalitas meningkat.
Bila penderita perutnya tertusuk benda tajam tidak sengaja atau proses
terlemparnya penderita ketempat benda tajam akibat suatu bencana / tabrakan
biasanya terjadi dua kemungkinan benda tsb sudah terlepas atau benda tersebut
masih tertancap diperut.
Bila benda tersebut sudah terlepas periksa perdarahan yang terjadi adakah
luka tembus kebelakang, lakukan balut tekan pada setiap permukaan luka yang
mengeluarkan darah dengan kassa steril.
Bila benda masih tertancap dilakukan fiksasi dan stabilisasi benda tersebut
agar tidak bergerak- gerak dan terdorong lebih jauh kedalam dengan menggunakan
balut cincin dan balut tekan sekitar benda yang tertancap, angka mortality dalam
keadaan ini biasanya lebih rendah 1-2%. Jadi setiap kejadian trauma perut baik trauma
tumpul atau pun trauma tajam kita harus waspada adanya perdarahan dalam yang
terjadi bahkan dapat menyebabkan hemorrhagic syok.

Penatalaksanaan pada trauma perut


 Bila penolong sampai di lokasi kejadian perhatikan sekitar lokasi dan dapatkan
keterangan yang sebanyak-banyaknya tentang apa sebenarnya yang terjadi,
apakah jatuh dari ketinggian, tabrakan, luka tembakan atau perampokan
dengan luka tusuk pada perut. Lakukan pemeriksaan cepat dengan segera.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 99


Bila memeriksa area perut kalau ada tanda-tanda trauma segera perhatikan
dan pelajari mekanika traumanya dan penolong lain menangani airway,
breathing, dan sirkulasi., check status mental pasien.
 Bila terlihat penurunan kesadaran dan tanda-tanda syok, pasang oksigen
dengan high flow bila keadaan semakin memburuk pasang endotracheal tube,
segera pasang infus dua line dengan jarum besar beri cairan kristaloid guyur.
 Siapkan pasien segera untuk dinaikan ke ambulance dan segera bawa
kerumah sakit yang dapat menangani operasi abdomen.
 Bila ada perdarahan eksternal segera hentikan dengan balut tekan.
 Bila ada omentum atau usus yang keluar jangan berusaha memasukan kembali
usustersebut, tapi tutupi bagian yang keluar dengan kassa besar yang sudah
dibasahi dengan cairan NACL 0,9% pertahankan kelembabannya dan tutupi
dengan mangkok agar tidak terburai. Sepanjang jalan lakukan monitoring yang
ketat terhadap hemodinamik.
 Lakukan lagi pemeriksaan secondary survey Head to Toe dengan cermat dan
sangat teliti.
 Pasang Nasogastric tube untuk diagnosa apakah ada perdarahan pada
lambung ataupun untuk tindakan dekompresi lambung
 Bila tidak ada trauma pada pelvis dan area kandung kencing pasang urine
chateter untuk memonitor intake dan output pasien saat kita melakukan
resusitasi cairan pada pasien syok.
 Melakukan pemeriksaan pada secondary survey, periksa tanda-tanda vital
berulang-ulang akan membantu kita meminimalkan kesalahan dalam
penanganan pasien, dapat mempertajam tanda-tanda yang tersamar dan
mempercepat tindakan yang harus dikerjakan segera bila ada perubahan
keadaan (memburuknya keadaan pasien)
 Bila melakukan resusitasi cairan jangan terlalu agresif, cairan berikan untuk
memaintenance BP 90-100mmHg (systolik) bila BP naik dengan cepat akan
mengencerkan kloting time akan terjadi perdarahan yang lebih banyak.
 Bila waktu melakukan rapid exam pada Primary survey ditemukan abdomen
yang distensi, keras dan kaku itu artinya telah ter jadi perdarahan yang banyak
di rongga perut, jangan buang-buang waktu untuk melakukan auskultasi dan
palpasi segera lihat daerah pelvis dan ekstremitas dengan cepat, siapkan alat
untuk transportasi pasien kerumah sakit, segera pemeriksaan capillary refill dan
nilai nadi radialis dan carotis dengan cepat.
 Pasien trauma abdomen tidak dilakukan stabilisasi dilapangan tetapi dilakukan
selama perjalanan ke rumah sakit, di rumah sakit dilakukan terapi Difinitif pada
trauma abdomen.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 100


Indikasi laparatomi pada trauma tumpul abdomen
 Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi berulang walaupun dilakukan
resusitasi yang adekuat (artinya perdarahan dalam masih berlanjut)
 Trauma abdomen yang sudah dilakukakan ultrasound dan agritoneal lavage
dengan hasil perdarahan positif dirongga abdomen.
 Peritonitis akut.
 Hipotensi dengan luka pada perut terbuka atau tembus
 Perdarahan dari lambung, anus atau daerah genito urinary akibat trauma
tembus.
 Luka tembak yang melintas rongga peritoneum dan retroperitoneal.
 Keluarnya usus (eviscerasi)
 Indikasi berdasarkan pemeriksa rongga terlihat udara bebas, udara
retroperitonium atau rupture diafragma setelah trauma tumpul.
 CT scan dengan kontras memperlihatkan ruptur traktus gastrointestinal, cedera
kandung kemih intraperitoneal, cedera renal dan cedera organ visera.

TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Latar Belakang
Tubuh manusia merupakan sistem yang dirancang dengan sempurna. Sistem
muskuloskeletal (otot rangka) memungkinkan manusia untuk berdiri tegak dan
bergerak selain melindungi alat-alat vital dalam tubuh.
Trauma musculoskeletal merupakan keadaan yang sering kali kita jumpai
sehari-hari. Trauma tersebut dapat terjadi tunggal atau terjadi bersama dengan trauma
pada organ lain (multi trauma) juga dapat berbentuk cedera ringan sampai yang
mengancam jiwa.
Tanpa memandang berat-ringannya kasus cedera yang dihadapi, penanganan
yang baik akan membantu mencegah terjadinya cacat tetap.
Agar tindakan memberikan hasil yang maksimal “awal” dari tindakan bedah orthopaedi
adalah, maksimum rehabilitasi penderita secara utuh ( maximum rehabilitation of
patient as a whole).
Secara umum cidera musculoskeletal dapat berupa:
a. patah tulang terbuka
b. patah tulang tertutup dengan gangguan neurovascular
c. kepala sendi atau ujung tulang keluar dari sendi (cerai sendi / dislokasi)
d. otot atau sambungan ototnya teregang melebihi batas normal (terkilir otot/
strain)
e. robek atau putusnya jaringan ikat disekitar sendi (terkilir sendi / sprain)
f. memar jaringan lunak

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 101


PATAH TULANG
Pengertian patah tulang adalah terputusnya jaringan tulang baik seluruhnya
atau sebagian saja.
Penyebabnya
Pada dasarnya tulang merupakan benda padat namun masih terdapat kelenturan bila
teregang melampaui batas kelenturannya maka tulang akan patah
Cedera dapat terjadi akibat:
a. Gaya langsung
Gaya langsung terhadap bagian tubuh tertentu dan cedera dapat terjadi pada
tempat yang mengalami kontak dengan gaya tersebut seperti pengendara
motor dihantam mobil dari samping, tungkai bawah pengendara kena gaya
langsung hingga fraktur.
b. Gaya tidak langsung
Bagian tubuh tidak menerima langsung namun gaya tersebut diteruskan
sehingga bagian yang tidak mengalami gaya ikut rusak, misalnya pengendara
mobil, lutut pengendara menghantam panel depan waktu terjadi tabrakan. Gaya
tidak langsungnya menyebabkan cedera panggul akibat hantaman yang kuat
yang menyebabkan lutut terdorongke belakang.
c. Gaya puntir
Terjadi akibat upaya tubuh atau posisi anatomis sedemikian rupa hingga saat
benturan terjadi seolah terkunci sehingga gaya langsung berubah menjadi
puntiran. Misalnya, menahan majunya tubuh dengan bertahan pada kemudi
mobil. Gaya berubah menjadi puntiran sehingga patah tulang terjadi akibat
terpuntir.
Mekanisme terjadinya cedera harus diperhatikan pada kasus-kasus yang
berhubungan dengan patah tulang agar dapat memberikan gambaran kasar seberapa
berat cedera yang kita hadapi
Tindakan yang harus diperhatikan pada trauma musculoskeletal adalah 4R, yaitu:
1. Recognition
Untuk dapat bertindak dengan baik maka trauma musculoskeletal perlu diketahui
dulu kelainan yang terjadi akibat traumanya. Baik jaringan lunak ataupun
tulangnya. Caranya adalah dengan mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi
jaringan yang mengalami cidera. Patah tulang merupakan akibat dari sebuah
kekerasan yang dapat menimbulkan kerusakkan pada tulang dan jaringan lunak
disekitarnya.
Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan
menyebabkan kememaran yang “diffuse” pada jaringa lunak termasuk gangguan
neurovascular yang akan menentukan vitalitas ekstremitas.
2. Reduction (reposisi)
Adalah tindakan mengembalikan ke posisi semula dari ekstremitas. Tindakan ini
diperlukan agar sebaik mungkin kembali ke bentuk semula dan befungsi kembali

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 102


sebaik mungkin. Penyembuhan memerlukan waktu untuk mempertahankan hasil
reposisi (retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat
memberikan hasil sebaik mungkin.
3. Retaining ( Immobilisasi)
Untuk memberikan istirahat pada musculoskeletal yang sakit selama proses
penyembuhan. Immobilisasi yang tidak adekuat dapat memberikan dampak pada
penyembuhan dan rehabilitasi.
4. Rehabilitasi
Adalah mengembalikan kemampuan dari musculoskeletal yang cedera agar dapat
berfungsi kembali. Rehabilitasi yang menekankan pada keadaan fungsi
musculoskeletal akan lebih berhasil dapat dilaksanakan secara dini (waktu korban
ditemukan) agar dapat dicegah dari kecacatan.
Secara klinis patah tulang dibedakan menjadi terbuka dan tertutup.
Patah tulang tertutup dimana ujung tulang yang patah masih berada didalam kulit.
Patah tulang terbuka kulit dipermukaan daerah yang patah terluka pada kasus berat
bagian tulang patah terlihat dari luar, patah tulang terbuka merupakan kasus gawat
darurat. Derajat kerusakan tergantung dari trauma, kerusakan jaringan lunak dan
tulang.
Gejala klinis dari patah tulang adalah:
 Terdapat trauma / jejas, bengkak, deformitas dan nyeri di tempat yang patah baik
nyeri tekan maupun nyeri sumbu disertai gangguan fungsi ( functio laesia)
 Gangguan fungsi ini akibat dari nyeri, terputusnya kontuinitas tulang atau akibat
gangguan neurovascular
 Terdegar suara berderik pada daerah yang patah (krepitus). Ini terjadi akibat
pergesekan antara bagian ujung tulang yang patah
 Ujung tulang terlihat keluar dari luka. Pada patah tulang terbuka, ujung tulang yang
patah dapat keluar menembus kulit disertai perdarahan yang banyak. Keadaan ini
harus segera ditangani dengan menghentikan perdarahan melakukan pembalutan
dan pembidaian dengan cara yang tepat.
 Walaupun patah tulang dapat dibuat diagnosis secara klinis pemeriksaan radiologis
perlu dilakukan untuk menentukan jenis dan tempat yang patah guna menentukan
tindakan yang definitif

Gusfilo membagi derajat luka pada Patah tulang :


Derajat I : luka kecil dengan ukuran kurang 1cm, relatif bersih tanpa
kerusakan jaringan yang berarti.
Derajat II : luka dengan ukuran lebih besar dari 1cm, tanpa kerusakan
jaringan, “flap”atau avulsi dengan derajat kememaran yang
sederhana umumnya fraktur terjadi “simple” , “transverse” atau
“oblique”

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 103


Derajat III : Patah tulang dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
seperti kulit, otot dan gangguan neurovascular. Sering
diakibatkan oleh trauma tumpul yang hebat disertai cidera akibat
kecepatan tinggi (“high velocity”)
Jenis-jenis Patah tulang:
greenstik, transversa, simple, oblique/miring, komplit, spiral dan majemuk.

Patah tulang tertutup dengan gangguan neurovascular


Patah tulang panjang dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak
dan dapat menimbulkan tekanan pada “compartment otot” dan menunjukkan gejala
“compartment syndrome”. keadaan ini sering terjadi pada fraktur tungkai bawah dan
lengan bawah. Bila tanda-tanda compartment tidak diperhatikan dan segera diambil
tindakan, mengakibatkan kematian jaringan distal hingga perlu dilakukan amputasi.
Tindakan segera dapat dikerjakan. Fasciotomi yang luas dan biarkan luka terbuka.
Pemeriksaan neurovascular distal perlu dilakukan dengan cermat pada tungkai atau

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 104


lengan yang mengalami pembengkakan dan kulit yang tegang. Pada saat melakukan
initial assessment (pulses, motor function, sensation / PMS) harus selalu diperiksa.
Ada 5P tanda lanjut dari compartment syndrome, yaitu: pain, pallor,
pulselessness, parestesia dan paralysis.
Patah tulang satu tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah hingga 1
liter. Bila terjadi Patah tulang pada kedua femur dapat mengancam nyawa karena
adanya gangguan sirkulasi. Patah tulang pelvis dapat menyebabkan perdarahan yang
luas pada rongga abdomen dan rongga gastro peritoneal. Pelvis biasanya dapat tejadi
patah tulang pada beberapa tempat dan dapat menyebabkan perdarahan  500cc
pada setiap tempat dan dapat membuka buli-buli dan pembuluh darah besar pelvis.
Patah tulang terbuka
Patah tulang terbuka memiliki resiko terjadinya kontaminasi dapat
menyebabkan infeksi yang dapat mengganggu penyembuhan tulang dan kadang dapat
terjadi komplikasi sepsis. Pada patah tulang terbuka prinsip pengobatan yang harus
diperhatikan adalah tergantung derajat luka (Gustilo)
 laksanakan pengelolaan sebagai tindakan “emergency”
 lakukan evaluasi keadaan yang mengancam kelangsungan hidup (life threating
injury)
 pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat
 debridemen dan irigasi yang cukup (“ dilution is a solution to polution”)
 stabilisasi patah tulang
 penutupan luka yang baik
 bila perlu lakukan “cancellous bone grafting”
 rehabilitasi anggota yang terkena
 rehabilitasi pasien seutuhnya
Fraktur terbuka biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas, karena itu perlu
diperhatikan bila ada cedera penyerta di bagian tubuh lainnya terutama kepala, leher,
tulang belakang, dada dan abdomen.
Fraktur terbuka derajat I dan II dapat diperlakukan seperti ORIF (Open
Reduction and Internal Fixation)pada fraktur tertutup setelah melakukan debridemen
yang baik, Sedangkan pada derajat III masih dibagi menjadi subtype yaitu:
 III A. setelah dilakukan debridement kulit dapat ditutup secara adekuat
 III B. bila terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas (intensif) atau kehilangan
jaringan lunak disertai kontaminasi berat dan “stripping” period hingga tulang
terpapar perlu penutupan kulit dengan skin graft atau “biodressing”
 III C. Patah tulang terbuka disertai cedera arteri harus diperbaiki tanpa melihat
luasnya kerusakan jaringan lunak. Pada sub tipe ini hampir selalu diperlukan
tindakan amputasi akibat kegagalan sirkulasi arteri, terutama bila kerusakan
tidak diperbaiki segera (4-6 jam setelah kejadian).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 105


Pada compartment syndroma sudah dilakukan fasciotomi sesegera mungkin
tanda-tanda diketahui (lakukan pemeriksa an yang cermat).
Patah tulang terbuka derajat III potensial terjadi infeksi. Infeksi pada patah tulang
terbuka dapat menyebabkan “Useless limb” dan berakhir dengan amputasi.

DISLOKASI
Dislokasi terjadi bila tekanan pada urat /tendon berlebihan sehingga tulang-
tulang dalam persendian tergeser/keluar dari tempat semula. Dislokasi sangat mudah
dikenali karena perubahan anatominya sangat jelas
Dislokasi pada sendi – sendi besar dapat menyebabkan kerusakan
neurovaskuler bila tidak ditangani dengan benar dapat terjadi nekrotik dan berakhir
dengan amputasi
Gejala dan tanda-tanda
- Korban sangat kesakitan
- Sendi tidak bisa bergerak
- Perubahan bentuk sendi
- Lemah pada sendi, pada awalnya hilang rasa sakit/baal
- Segera terjadi perubahan warna dan bengkak pada sendi

Penanganan
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera oleh karena itu bila ditemukan
ditempat kejadian segera dibawa kerumah sakit yang ada fasilitas penangan patah
tulang , akibat dari penundaan dapat menimbulkan neurovaskuler nekrosis dari
bonggol tulang yang menyebabkan nyeri sendi dan kekakuan sendi.
Setelah terjadi dislokasi 5-20 menit saat ini disebut fase shock lokal terjadi
relaksasi dari otot sekitar sendi dan terdapat rasa baal (Hyperstesia) pada saat ini bila
pasien sudah sampai dirumah sakit dapat dilakukan reposisi tampa narcose, lewat
fase ini tindakan reposisi harus pakai pembiusan untuk mendapatkan relaksasi pada
otot, agar dapat dilakukan reposisi dan sendi kembali ketempat semula.
Bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi “Button hole rupture”dari kapsul
(simpai) sendi yang dapat mencekik sirkulasi daerah bonggol sendi, keadaan ini bisa
ditolong hanya dengan reposisi terbuka. Bila reposisi tertutup dilakukan dan berhasil
perlu dilakukan X-ray untuk melihat apakah terjadi patah tulang dan dislokasi atau
mungkin terdapat interposisi dari frakmen tulang.
Selanjutnya daerah dislokasi perlu immobilisasi untuk penyembuhan jaringan
lunak 2-3 minggu setelah cidera, untuk mendapatkan gerak sendi yang baik selama
immobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot guna mencegah athrophy otot.

TERKILIR/KESELEO/SPRAIN
Terjadi ketika persendian mendapat tekanan yang berlebihan, pereganganatau
robekan urat yang masih menyambung, bila parah sering disertai patah tulang.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 106


Hal ini sering disebabkan pergerakan yang tiba – tiba dan tulang pada persendian
tertarik terlalu jauh sehingga ligamen menjadi robek, rasa sakit akan bertambah jika
mengalami pergerakan pada sendi, pembengkakan akan terjadi begitu cepat dan
memar jaringan lunak terjadi ini menjadi tanda yang paling jelas untuk mengindikasikan
adanya luka pada persendian.

PEREGANGAN OTOT DAN TENDON ( STRAIN)


Otot dan tendon akan mengalami peregangan, robek dan memar, peregangan
/strain terjadi pada saat otot mengalami tarikan dan sebagian mengalami robekan,
biasanya terjadi pada daerah pertemuan antara tulang , tendon dan otot.
Pada saat terjadi peregangan otot dan tendon mengalami robekan yang
menyeluruh biasanya terjadi pada daerah tendon dan otot, cedera tersebut biasanya
disertai perdarahan disekitar bagian yang mengalami kecelakaan, mengakibatkan rasa
sakit yang hebat, pembengkakan dan memar.
Penanganan SPRAIN dan STRAIN

R REST ( istirahatkan bagian yang cidera ).


I ICE ( berikan kompres dingin dengan es 15 – 20 menit
C COMPRESSION ( balut tekan )
E ELEVATE (meninggikan bagian yang cedera )
Penanganan ini dapat mengurangi
tanda dan gejala Sprain dan Strain
namun bila ragu – ragu tangani seperti
patah tulang lakukan pemeriksaan X-
ray.
Pada saat melakukan balut tekan
sebaiknya daerah yang cedera diberi
bantalan yang lembut seperti kapas
atau velband lalu dibalut dengan
pembalut tekan dengan teknik yang baik
dan merata, setelah selesai dibalut
pastikan kelancaran aliran darah pada bagian distal daerah yang dibalut, selalu
periksabagian bawah daerah yang dibalut setiap 10 menit sekali.Bagian yang cedera
ditopang dan ditinggikan untuk mengurangi bengkak dan melancarkan aliran darah
pada daerah yang cedera.

Memar Jaringan Jaringan


Disebabkan terjatuh, terpental, terdorong , tertendang atau terpukul pada
anggota gerak, terjadi perdarahan dijaringan bagian dalam mengakibatkan memar
pada jaringan dan kulit
Tanda – tanda :

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 107


- Rasa sakit
- Bengkak
- Tanda memar / kebiruan
- Lemah

Penatalaksanaan :
R REST istirahatkan bagian luka.
I ICE PACK bungkus es batu dan letakan pada daerah yang memar selama 20
menit diulang setiap 2 jam pada hari pertama, setiap 4 jam berikutnya bila
memar masih sakit,dan bengkak dapat diteruskan setiap 4jam untuk hari ketiga.
C COMPRESSION lakukan balut tekan, daerah yang cedera beri bantalan balut
dengan baik cek aliran darah dibagian distal , bila terlalu ketat longgarkan, balut
lagi dengan baik.
E ELEVATE bagian yang luka ditinggikan (dielevasi)

AMPUTASI
Amputasi merupakan cacat dan dapat mengancam nyawa bila tidak ditangani
segera, pendarahan biasanya masif karena terpotongnya pembuluh nadi dan vena.
Tapi pendarahan ini dapat dikontrol dengan melakukan balut dan bebat tekan pada
ujung tempat amputasi.
Bila pendarahan masih berlanjut dapat dilakukan TOURNIQUET harus
memakai pita yang lebar jangan pakai tali yang kecil. Setiap saat bila terlihat tanda-
tanda jaringan mulai kekurangan darah segera longgarkan touniquet beberapa saat
kemudian pasang kembali. Cari bagian tubuh yang terpotong, bawa serta kerumah
sakit. Sebaiknya bagian yang terpotong masukan ke dalam plastik kalau ada es
letakkan kantong kedalam kantong berisi es.
Penting untuk membawa bagian yang terpotong walaupun bagian tersebut tidak
dapat disambungkan lagi. Jangan gunakan es langsung pada bagian tubuh yang
terpotong dan jangan pernah gunakan dry es. Pendinginan secara perlahan-lahan
dapat memperlambat proses kimiawi yang terjadi dan memperlama waktu viability
jaringan dari 4 jam menjadi lebih dari 18 jam. Jangan pernah menjanjikan pada korban
bahwa bagian tubuh yang terpotong dapat disambungkan kembali.

Objek Yang Menancap di Tubuh (Impaled Objects)


Akibat trauma tajam atau tindakan kriminal, benda tajam dapat tertancap pada
tubuh korban, pada keadaan seperti ini jangan mencabut benda yang menancap
tersebut dari tubuh korban.
Benda tersebut harus di fiksasi dan di immobilisasi dengan baik agar tidak
bergerak, karena setiap gerakan dapat melukai organ yang ada dibawahnya dan dapat
merusak organ tersebut. Benda yang tertancap tersebut baru bisa dilepas diatas meja
operasi.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 108


Pembidaian
Penanganan pada patah tulang dan dislokasi yang paling utama adalah
melakukan immobilisasi untuk mengistirahatkan bagian yang cidera dengan
menggunakan bidai/splint yang sesuai.
Tujuan Pembidaian/Splint
a. Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah
b. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah.
c. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
d. Mengurangi rasa nyeri, karena ujung tulang yang patah akan mengiritasi syaraf
dan dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat
e. Mempercepat penyembuhan
f. Memudahkan dalam transportasi korban.
Pasien patah tulang yang mengalami cidera serius lain ( multi trauma ) selain
dilakukan pemasangan bidai sebaiknya juga dilakukan Immobilisasi tulang belakang
dengan menggunakan Long Spinal Board ( LSB ).
Bila pasien patah tulang yang mengalami trauma serius yang harus segera
dikirim ke rumah sakit kalau sudah pakai LSB tidak perlu dibidai terlebih dahulu, hal itu
hanya akan membuang-buang waktu, cukup hanya dengan anggota badan yang sehat
sebagai bidai.
Macam-macam Bidai
1. Bidai Keras.
Bidai ini umumnya terbuat dari kayu, almunium, karton, plastik yang keras atau
bahan lain yang kuat dan ringan. Bidai tersebut merupakan bidai yang paling
baik dan sempurna dalam keadaan darurat.
2. Bidai Lembut / lunak
Air Splint, vacum Splint, selimut dan bantal. Bidai tersebut hanya bisa dipakai
pada tungkai bagian bawah dan lengan bawah. Tapi air splint dan vacum splint
tidak dapat dipakai bila korban dibawa dengan pesawat atau helikopter karena
tekanan pada splint akan meningkat. Ini akan menekan pembuluh darah dan
syaraf.
3. Bidai Traksi
Bidai ini dibuat pabrik dengan berbagai variasi tergantung dari pembuatannya
yang hanya digunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai
pada patah tulang paha. Alat ini memobilisasi patah tulang dengan cara
menarik daerah yang cidera secara terus menerus. Ini dapat menjaga agar otot
paha tidak sposme dan aliran darah pada daerah yang cidera menjadi lancar.
Bidai traksi juga mencegah ujung tulang yang patah merusak Neurovascular.
4. Bidai Improvisasi
Bidai bentuk ini dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk
menopang, pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang ada dan
kemampuan improvisasi si penolong. Misalnya majalah, koran dan karton.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 109


5. Gendongan dan bebat
Pembidaian dengan menggunakan pembalut seperti mitela ( kain segitiga ) dan
memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan
pergerakan daerah cedera. Misalnya membuat gendongan lengan.
Prinsip Pemasangan Bidai
1. Beritahu rencana tindakan kepada korban.
2. Lepaskan pakaian dan perhiasan korban pada bagian tubuh yang mengalami
cedera dan akan dibidai.
3. Sebelum membidai paparkan seluruh bagian yang cedera hentikan perdarahan
bila ada dan rawat luka dengan tehnik pembalutan yang baik.
4. Nilai Gerakan Sensasi Sirkulasi ( GSS ) pada bagian distal cedera sebelum
melakukan pembidaian.
5. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk membidai.
6. Jangan berupaya merubah posisi bagian yang cidera, upayakan membidai
dalam posisi ketika ditemukan.
7. Bidai harus melewati dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang ukur
dulu bidai pada anggota badan yang sehat.
8. Pada patah tulang terbuka jangan coba untuk memasukan ujung tulang yang
patah ke dalam, pasang padding atau bantalan pada tulang yang menonjol
kemudian fiksasi dengan balut tekan. Tutup luka dan gause steril, hentikan
perdarahan bila ada.
9. Bila cedera terjadi pada sendi, bidai kedua tulang yang mengapit sendi
tersebut.Usahakan juga membidai sendi distalnya.
10. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak bila memungkinkan.
11. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai memakai bahan pelapis
yang lembut.
12. Ikatan jangan terlalu kuat dan jangan longgar.
13. Ikatan harus cukup jumlahnya dimulai dari sendi yang banyak bergerak
kemudian sendi atas dari tulang yang patah.
14. Selesai membidai lakukan pemeriksaan GSS kembali dan bandingkan dengan
pemeriksaan yang pertama.
15. Bila ada cidera yang mengancam nyawa, lakukan resusitasi terlebih dahulu
baru dibidai.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 110


AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 111
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 112
Cara membalut dengan pita ( lihat gambar)
Pada Kepala
Pada Dada
Pada Lengan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 113


Cara membalut dengan pita ( lihat gambar)
Pada mata
Pada telapak kaki

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 114


AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 115
Air Splint Ankle Splint

Sam Splint Collar Servical

Traction Splint Wood Splint

Penanganan pada cedera alat gerak


1. Lakukan penilaian dini dengan cepat, tepat dan cermat. Kenali dan atasi
keadaan yang mengancam jiwa. Lakukan pemeriksaan fisik.
2. Stabilkan bagian yang patah secara manual. Pegang sisi sebelah atas dan
bawah cedera, jangan sampai menambah rasa sakit korban.
3. Paparkan seluruh bagian yang diduga cedera.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 116


4. Atasi perdarahan dan rawat luka bila ada.
5. Siapkan semua peralatan dan bahan untuk membidai
6. Lakukan pembidaian.
7. Kurangi rasa sakit.
a. Istirahatkan bagian yang cedera
b. Kompres es bagian yang cedera ( khusus pada patah tulang tertutup )
c. Baringkan penderita pada posisi nyaman bila tidak ada trauma kepala,
leher dan tulang belakang.

Penanganan cedera alat gerak yang spesifik


Patah tulang selangka

Patah tulang selangka ( Klavikula ) adalah putusnya tulang yang


menghubungkan sternum (dada) ke bahu.
klavikula bisa patah di tiga tempat berbeda:
1. Tengah ketiga bagian tengah klavikula, yang merupakan situs yang paling
umum untuk patah tulang selangka.
2. Distal ketiga akhir klavikula menghubungkan ke bahu.
3. Medial ketiga akhir klavikula menghubungkan ke tulang dada.
Penyebab :
• pukulan langsung ke klavikula.
• Jatuh dengan posisi lengan terulur.
• Bayi yang baru lahir bisa patah klavikula ketika dalam proses kelahiran.
Gejala-gejala :
• Nyeri, sering parah
• melorotnya bahu ke bawah, dan ke depan
• Ketidakmampuan untuk mengangkat lengan karena sakit
• Terlihat benjolan abnormal di atas daerah tulang yang patah
• Terasa lunak dan pembengkakan pada daerah yang terkena

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 117


Penatalaksanaan :
 Pertahankan posisi tulang yang patah pada tempatnya dengan melakukan
fiksasi menggunakan strap figure of eight dengan melilitkannya antara tubuh
dengan bahu,atau dengan lengan di selempang. Perangkat ini membantu
memposisikan bahu di tempatnya sementara pada proses penyembuhan
klavikula.
 Menkonsumsi obat penawar sakit.
Waktu penyembuhan :
 Seorang anak dapat sembuh paling cepat 3-4 minggu.
 Seorang remaja mungkin memerlukan 6-8 minggu untuk sembuh.
 Seorang dewasa yang sudah berhenti tumbuh mungkin memerlukan 8-10
minggu untuk sembuh.

Patah tulang pergelangan kaki ( Ankle frakture )

Sebuah fraktur pergelangan kaki adalah patahnya tulang pada pertemuan


beberapa tulang bersama yang terdiri dari tiga tulang yaitu :
• Tibia (tulang tulang kering)-tulang utama dari kaki bagian bawah.
• fibula ( tulang betis )
• talus (tulang yang menyatukan antara tibia dan fibula )
Pertemuan tulang kaki bawah didukung oleh tiga kelompok ligamen. Cedera
yang menyebabkan patah tulang juga dapat merusak satu atau lebih dari ligamen.
Penyebab
Patah kaki dapat terjadi ketika sendi dipaksa diluar dari jangkauan normal
gerak atau ada pukulan langsung ke tulang itu sendiri. Segala bentuk trauma
pergelangan kaki dapat menyebabkan cedera, termasuk:
• Jatuh
• Tertimpa
• Terbentur
• Tabrakan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 118


Gejala :
• Langsung terasa nyeri pada saat terjadi
• Pembengkakan
• Memar di sekitar area luka
• Terasa lunak ketika menyentuh tulang yang terluka di daerah pergelangan kaki
• Ketidakmampuan untuk menempatkan berat di kaki terluka tanpa rasa sakit,
walaupun tak sedikit beberapa orang yang mengalami ini akan tetap dapat
berjalan

Penatalaksanaan :
Mempertahankan posisi pergelangan kaki agar tidak bergeser posisi dengan
cara fiksasi mempergunakan bidai.

Waktu penyembuhan :
Dibutuhkan setidaknya 6-8 minggu untuk patah tulang pergelangan kaki sampai
sembuh. Ini akan menjadi beberapa bulan sebelum Anda dapat kembali ke aktivitas
fisik intens.

Tulang ekor retak

Tulang ekor adalah bagian terendah dari tulang punggung atau tulang
belakang. Ukurannya kecil, berbentuk segitiga, dan terdiri dari empat ruas fusi, atau
tulang tulang belakang. Biasanya, ia memiliki sedikit gerakan dan kurva lembut dari
ujung tulang belakang ke dalam panggul.
Penyebab retak tulang ekor :
• Jatuh dalam posisi duduk.
• Bayi yang baru lahir bisa retak tulang ekor ketika dalam proses kelahiran.
Gejala :
• Nyeri yang meningkat dengan duduk atau bangun dari kursi.
• Nyeri yang bertambah selama buang air besar.
• Terasa lunak pada daerah yang patah.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 119


Penatalaksanaan :
 Bawa segera pasien ke rumah sakit dengan posisi tidur tertelungkup di atas
tandu, ini dilakukan untuk mengurangi tekanan pada tulang ekor yang patah.
 Perhatikan kesadaran si pasien, karena biasanya dengan kondisi merasakan
nyeri yang sangat hebat, kesadaran akan menurun.

Patah tulang siku

Sebuah fraktur siku adalah patahnya satu atau lebih tulang yang membentuk
sendi siku.
Tulang-tulang di sendi siku adalah:
• Humerus - tulang lengan atas
• Ulna - tulang lengan yang lebih besar dari (lengan bawah)
• Radius - tulang kecil di lengan bawah
Penyebab :
• Jatuh saat lengan terulur
• Posisi jatuh langsung pada siku
• Mengalami pukulan langsung ke siku
• Memutar siku di luar rentang gerak normal
Gejala :
• Nyeri, sering parah
• Terasa lunak , bengkak, dan memar di sekitar siku
• Mati rasa pada jari, tangan, atau lengan bawah
• Penurunan rentang gerak
• Sebuah kelainan benjolan atau terlihat di atas daerah yang patah tulang
Penatalaksanaan :
Pasang bidai yang meliputi mulai dari ujung jari sampai dengan bahu.
Waktu Penyembuhan :
Ini membutuhkan waktu sekitar 8-10 minggu untuk siku retak untuk sembuh.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 120


Patah tulang paha ( Femur )

Tulang paha meliputi dari pinggul ke lutut dan tulang terpanjang dan terkuat
dalam tubuh. Biasanya membutuhkan banyak kekuatan untuk memecahkan femur.
Penyebab :
• Jatuh
• Terbentur
• Terpuntir
Gejala :
• Langsung terasa nyeri pada saat terjadi dan rasa sakit yang sangat.
• Pembengkakan dan memar di sekitar area luka ( Pada patah tulang tertutup )
• Ketidakmampuan untuk berjalan dan / atau jangkauan terbatas pada gerakan
lutut atau panggul.
• Perubahan bentuk kaki, seperti memperpendek atau memutar abnormal pada
kaki yang terluka.
Penatalaksanaan :
• Pasang bidai yang meliputi mulai dari ujung jari kaki sampai dengan ujung
pangkal paha. Bisa mempergunakan 3 buah bidai kayu, atau mempergunakan
air splint.
• Jika mendapati patah tulang terbuka, hentikan segera perdarahan yang terjadi,
karena perdarahan ini akan mengakibatkan mengancam jiwa pasien.
Waktu Penyembuhan :
Sebuah femur retak adalah cedera serius yang membutuhkan waktu 3-6 bulan
untuk menyembuhkan.
Patah tulang Jari

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 121


Patah tulang yang terjadi di salah satu tulang di jari. Setiap jari terdiri dari tiga
tulang disebut falang. Ibu jari hanya memiliki dua falang.
Penyebab
Sebuah patah jari disebabkan oleh trauma pada jari, Trauma mencakup:
• Jatuh
• Terbentur
• Terpuntir
Gejala:
• Nyeri, sering parah
• Pembengkakan dan nyeri
• Ketidakmampuan untuk memindahkan jari baik tanpa rasa sakit atau kesulitan
jari bergerak
• Kemungkinan cacat di area tulang yang patah
Penatalaksanaan :
jari yang patah dimasukkan ke dalam splint atau cast untuk menahan jari untuk
bergerak dan untuk melindunginya agar tulang tidak bergeser posisi.

Patah tulang kaki

Patah tulang yang terjadi di salah satu tulang di kaki.


Kaki terdiri dari 26 tulang kecil. Tarsus adalah nama untuk tujuh tulang yang
membentuk hindfoot dan midfoot. kaki depan terdiri dari lima metatarsal dan 14 falang.
Ada dua falang di jempol kaki dan tiga di masing-masing jari kaki yang tersisa.
Sebuah patah kaki dapat terjadi dalam setiap tulang kaki, namun patah tulang
metatarsal adalah yang paling umum.
Penyebab
Sebuah patah kaki disebabkan oleh trauma pada tulang. Trauma mencakup:
• Jatuh
• pukulan atau benda jatuh pada kaki
• Tabrakan
• Terpuntir

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 122


Juga, ketika tulang dipergunakan untuk menekankan berulang-ulang selama
waktu yang lama, retak kecil bisa terbentuk. Ini disebut fraktur stress, dan tulang
tertentu (metatarsal dan talus) di kaki berada pada risiko tinggi untuk berbagai jenis
fraktur.
Gejala :
• Nyeri, sering parah
• Memar dan pembengkakan di daerah luka
• Mati rasa pada jari-jari kaki atau kaki
• Penurunan rentang gerak
• Ketidakmampuan untuk berjalan dengan nyaman
• Sebuah kelainan benjolan atau terlihat di atas area tulang yang patah
Penatalaksanaan :
Dalam patah tulang kaki yang kurang parah, tulang bisa realigned tanpa
operasi. Pasien hanya mungkin perlu tongkat dan sepatu kaku-bersol untuk melindungi
fraktur. Mungkin splint jari kaki bisa dipergunakan untuk melindungi kaki terluka.
Sebuah rekahan yang lebih serius mungkin memerlukan bidai atau gips untuk
memegang tulang di tempat.
Waktu penyembuhan :
Tulang metatarsal dan falang bisa sembuh dalam 3-6 minggu, namun tulang
tarsal akan mengambil 6-10 minggu untuk menyembuhkan.
Fraktur lengan
Lengan bawah terdiri dari dua tulang:
• Radius - yang lebih kecil dari dua tulang, berjalan sepanjang sisi ibu jari
tangan Anda
• Ulna - yang lebih besar dari dua tulang, berjalan sepanjang sisi jari
kelingking tangan Anda

Penyebab :
• Jatuh pada saat lengan terulur
• Tertimpa benda langsung pada lengan bawah
• pukulan langsung ke lengan bawah
• Memutar lengan diluar dari jangkauan normal

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 123


Gejala :
• Nyeri, sering parah
• Terasa lunak, bengkak, dan memar di sekitar luka
• Penurunan rentang gerak
• Sebuah kelainan benjolan atau terlihat di atas area tulang yang patah
Penatalaksanaan :
• Tempatkan potongan-potongan tulang kembali ke tempatnya, yang mungkin
memerlukan anestesi dan / atau pembedahan
• Lakukan pembidaian dengan bidai yang meliputi dari ujung jari tangan sampai
siku. Bisa dipergunakan bidai kayu atau dengan air splint.
Waktu penyembuhan :
Ini membutuhkan waktu sekitar 8-10 minggu untuk lengan retak untuk
menyembuhkan. Jika fraktur memiliki luka terbuka di atasnya, waktu penyembuhan
akan lebih panjang.

Patah tulang Pinggul


Patah tulang pinggul adalah patahnya tulang paha tepat di bawah sendi
pinggul. Sendi pinggul terdiri dari bola di bagian atas tulang paha (femur) dan soket
bulat (acetabulum) di panggul. Kebanyakan patah tulang pinggul terjadi pada leher
tulang paha 1-2 inci di bawah bagian bola pinggul.
Penyebab :
• Jatuh (penyebab paling sering patah tulang pinggul)
• Osteoporosis-kondisi tulang-penipisan yang melemahkan semua termasuk
tulang pinggul
• kecelakaan kendaraan bermotor dan jenis-jenis trauma utama

Gejala :
• Nyeri di pinggul
• Kesulitan atau ketidakmampuan untuk berdiri, berjalan, atau memindahkan
pinggul
• Abnormal penampilan kaki patah:
o Tampak lebih pendek
o terputar ke luar

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 124


Penatalaksanaan :
• Satukan semua kaki untuk diimobilisasi.
• Memeriksa tanda-tanda vital seperti tekanan darah
• Memperlakukan masalah seperti kehilangan darah internal
• Nyeri kontrol dengan pembunuh rasa sakit dan obat lain

TRAUMA THERMAL
Luka Bakar
Latar Belakang
Di negara kita, luka bakar sangat tinggi tingkat kejadiannya, dengan perumahan
yang berdempet-dempet diperkotaan dan tingkat kesadaran penduduk yang masih
rendah terhadap keselamatan, meningkatkan kejadian kebakaran, dan aktifitas teroris
akhir-akhir ini yang menyebabkan luka bakar karena bom juga meningkat.
Pada kejadian sehari-hari di rumah tangga luka bakar merupakan kasus gawat
tidak darurat, tetapi yang bersifat bencana banyak menelan korban, kasus luka bakar
umumnya bersifat gawat darurat, morbitifitas, mortalitas dan kecacatan/disability
tinggi.
Pada saat bencana penolong juga mengalami keadaan yang sangat bahaya
untuk keselamatannya, maka itu perlu kordinasi yang terpadu dengan instansi lain
seperti pemadam kebakaran dan team SAR. Sebaiknya penolong yang berbasis
kesehatan, yang tidak mempunyai proteksi khusus tidak masuk ke area bencana,
biarkan team pemadam kebakaran dan team SAR yang memindahkan pasien ke
tempat aman.
Luka bakar merupakan cidera yang dapat merusak seluruh permukaan tubuh
mulai dari kulit, otot, dan tulang. Luka bakar juga dapat mengenai mata terjadi
kebutaan, saluran pernafasan hingga menyebabkan sumbatan jalan nafas, dan henti
nafas. Selain kerusakan fisik penderita juga akan mengalami gangguan emosi dan
psikologis pada penderita yang mungkin akan dialami seumur hidup.
Definisi Luka Bakar
Luka bakar ialah semua cedera yang terjadi akibat paparan terhadap suhu
yang tinggi.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 125


Anatomi dan Phatofisiologi
Kulit adalah organ yang paling luar menutupi seluruh tubuh. Kulit terdiri dari dua
lapisan, yaitu :
• Lapisan epidermis yaitu lapisan paling atas/kulit ari, yang dapat kita lihat.
• Lapisan kedua disebut lapisan dermis, disini terdapat jaringan syaraf,
pembuluh darah, kelenjar keringat, kelenjar minyak, akar rambut, dan jaringan
lemak.
Kulit mempunyai banyak fungsi, yaitu :
• Melindungi tubuh dari segala kegiatan dan keadaan di luar tubuh.
• Mencegah masuknya bakteri dan mikroorganisme lainnya kedalam tubuh.
• Mencegah penguapan yang berlebihan dari tubuh sehingga tidak terjadi
dehidrasi, mengatur suhu tubuh dan merupakan vital sensor untuk lingkungan.
Bila jaringan kulit rusak, mengingat pentingnya fungsi kulit dapat menyebabkan tubuh
terancam problem serius.
Phatofisiologi
Pada dasarnya luka bakar itu terjadi akibat paparan suhu yang tinggi
mengakibatkan kerusakkan kulit pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah besar,
akibat kerusakan pembuluh darah mengakibatkan cairan plasma, sel darah, protein
albumin mengalami gangguan fisiologi, terjadilah kehilangan cairan yang masif.
Terganggunya konsentrasi cairan dan suhu tinggi yang merusak pembuluh
darah itu sendiri akan menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Beberapa jam setelah
terjadi luka bakar reaksi tersebut diatas bisa mengakibatkan radang sistematik,
ataupun kerusakan jaringan lainnya.
Kondisi Pra-Rumah Sakit
Hal yang harus diperhatikan pada kejadian luka bakar adalah apakah luka
bakar terjadi di ruangan tertutup atau terbuka, lokasi kejadian sangat berpengaruh
untuk mengetahui cara pengelolaan luka bakar.
Penyebab luka bakar harus segera teridentifikasi karena masing-masing
penyebab akan menyebabkan kerusakan yang berbeda-beda pada tubuh. Bila luka
bakar dalam kategori berat, terkena organ pernafasan ini harus segera dikirim kerumah
sakit, selama dalam perjalanan dilakukan intubasi untuk menjaga patency jalan nafas
dan mulai dilakukan resusitasi cairan karena sudah pasti pasien akan kehilangan
cairan yang banyak.
Segera setelah pasien dievakuasi ketempat aman yaitu dipilih sesuai hazard
yang ada di lokasi kebakaran dan bertolak belakang dengan arah angin, daerah yang
sejuk sesuai suhu kamar, dilakukan pemeriksaan cepat, airway, breathing dan sirkulasi
penolong lain segera membuka baju korban ganti dengan selimut yang tidak berbulu.
Setelah diketahui daerah yang terkena luka bakar dilakukan pendinginan dengan
menggunakan cairan steril seperti NaCl 0,9 % atau cairan kemasan seperti aqua, atau
air kran yang bersih sesuai suhu kamar lakukan pendinginan terus menerus ± 15-20

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 126


menit, sementara team lain melakukan secondary survey dan periksa tanda - tanda
vital.
Bila luka bakar ringan dapat dilakukan stabilisasi ditempat aman tapi kalau luka
bakar sedang dan berat, atau mengenai wajah, seluruh tangan, kaki, kemaluan dan
saluran pernafasan harus segera dikirim kerumah sakit yang menangani luka bakar,
secondary survey, pendinginan, monitoring dilakukan sepanjang jalan ke rumah sakit (
load and go situation ).
Penyebab Luka Bakar
Penyebab luka bakar dapat dikelompokkan berdasarkan sumber panasnya
• Termal ( suhu ˃ 60o C ) contohnya api, uap panas, air panas, benda panas.
• Kimia, contohnya asam kuat, basa kuat, soda api.
• Listrik, contohnya listrik rumah tangga, petir, dan kilat.
• Radiasi, contohnya bahan radio aktif, nuklir, sinar matahari ( ultraviolet ), dan
sinar lampu.
Penyebab luka bakar harus diperiksa dengan tepat cermat jangan membuat
asumsi, walau luka bakar jelas terlihat namun pemeriksaan lengkap harus dilakukan
untuk mencari cidera serius lainnya yang menyertai luka bakar.

Penggolongan/Derajat Luka Bakar


Untuk memudahkan tindakan pertolongan, pengobatan, maka dilakukan
pembagian berdasarkan lapisan kulit yang mengalami luka bakar, yaitu:
1. Luka bakar derajat 1 ( permukaan )
Hanya meliputi lapisan kulit yang paling atas saja ( kulit ari atau epidermis )
ditandai dengan kemerahan, nyeri dan kadang-kadang bengkak daerah yang
terkena misal paling sering luka bakar akibat sinar matahari luka bakar derajat satu
akan sembuh dalam waktu singkat paling lambat 1 minggu bila dirawat dengan
baik tidak memerlukan antibiotik, hanya memerlukan analgesik yang tidak
menurunkan suhu tubuh seperti nefenamid acid, tramadol, morphin, karena pasien
sangat kesakitan, obat penenang jangan diberikan, justru akan meningkatkan
ambang rasa sakit.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 127


2. Luka bakar derajat 2
Pada derajat 2 terdapat dua macam luka bakar, yaitu:
a. Derajat 2 superfisial ( kulit luar )
Kulit berwarna kemerah-merahan dan timbul bulae ( gelembung ) terjadi
kerusakan epidermis yang lebih dalam, ditandai adanya bulae, rasa nyeri akan
sembuh dalam dua minggu segera setelah terjadi kebakaran dilakukan
pendinginan dengan mengompres kulit yang terkena luka bakar dengan kain
kassa yang dibasahi dengan cairan NaCl 0,9 % ini dilakukan terus menerus
sampai rasa panas dan sakit berkurang dapat diberikan antibiotik dan
analgesic oral.
b. Derajat 2 dalam
Selain ditemukan kulit yang kemerah-merahan ditemukan jaringan kulit
yang terkelupas, kerusakan dermis dan epidermis. Derajat 2 dalam juga
segera dilakukan pengompresan dengan NaCl setelah panas dan nyeri
berkurang dapat diberikan obat-obatan topical, setelah dikeringkan, buang
kulit-kulit yang mati lakukan penggantian verban tiap 12 jam berikan antibiotik
dan analgesic.
3. Derajat 3
Pada derajat tiga ditandai dengan seluruh epidermis dan dermis mengalami
luka bakar bahkan bisa merusak jaringan lemak ataupun otot walaupun jaringan
tersebut tidak mengalami neckrosis lakukan pendinginan dengan air yang banyak
sebaiknya steril atau air kemasan, bersihkan semua jaringan-jaringan yang rusak,
pada luka bakar ini kulit tampak kering, pucat atau putih, bagian luar gosong dan
hitam, mati rasa karena syaraf sudah rusak yang nyeri hanya pinggiran. Luka
derajat 3 jangan diberikan obat-obatan topikal karena sebaiknya dirumah sakit
segera dilakukan perawatan skin grafting untuk menghindari kecacatan permanent
pemberian antibiotik dan analgesik diberikan secara oral/parental.
4. Derajat 4
Jaringan yang rusak lebih dalam lagi yang menimbulkan jaringan nekrotik
seperti arang dapat mengenai tulang dan lapisan lainnya yang tidak terbatas. Pada
luka bakar ini segera dilakukan pendinginan, pembersihan jaringan yang mati dan
mempersiapkan jaringan untuk melakukan bedah plastik.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 128


Luas Luka Bakar

Untuk menentukan luas bagian tubuh yang terkena luka bakar dipergunakan
rumus “Rule of Nines” atau hukum sembilan yaitu membagi daerah tubuh yang
terbakar dengan presentase 9 ( lihat gambar ) misal bila terkena seluruh kepala adalah
9% dari tubuh mengenai seluruh dengan depan belakang, 9% dari tubuh, bila terkena
dada dan perut 18% dari tubuh, bila punggung dan panggul, 18% dari tubuh pada alat
kelamin dihitung 1% kaki depan 9% dan kaki belakang 9%. Cara lain menghitung luka
bakar adalah dengan menggunakan luas telapak tangan penderita sebagai referensi,
satu telapak tangan luasnya 1% luas tubuh.

Derajat Beratnya Luka Bakar (Severity)


Derajat tersebut ditentukan oleh luasnya permukaan tubuh yang terbakar dan
lokasi tempat terbakar.
1. Luka bakar ringan
• Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan, dan saluran nafas
• Luka bakar derajat 3 kurang 2% luas tubuh
• Luka bakar derajat 2 kurang 15% luas tubuh dewasa dan kurang 10% luas
tubuh bayi dan anak.
• Luka bakar derajat satu kurang dari 50% luas tubuh

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 129


2. Luka bakar sedang
• Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan dan saluran nafas.
• Luka bakar derajat 3, 2-10% dari luas tubuh
• Luka bakar derajat 2, 15-30% luas tubuh dewasa dan 10-20% luas tubuh
anak dan bayi
• Luka bakar derajat 1 lebih dari 50% luas tubuh.
3. Luka bakar berat
• Luka bakar pada wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan, dan saluran nafas
• Luka bakar derajat 3 diatas 10% luas tubuh
• Luka bakar derajat 2 lebih dari 30% luas tubuh, luka bakar disertai nyeri,
bengkak, dan perubahan bentuk alat gerak
• Luka bakar meliputi satu bagian tubuh seperti lengan, tungkai atau dada
• Semua luka bakar derajat 3 atau 2 lebih besar 20% pada bayi dan anak
• Pada orang dewasa luka bakar derajat dua seluas 20% dapat
mengakibatkan syok pada anak, derajat 2 10% luas tubuh menyebabkan
syok.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan derajat beratnya luka
bakar adalah:
a. Penyebab luka bakar
• Listrik, luka tampak kecil tapi dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh
cukup luas bahkan dapat mengganggu kerja jantung.
• Bahan kimia masing-masing bahan memiliki ciri-ciri tersendiri misalnya basa
kuat hanya akan terasa gatal bila tak segera dibersihkan dari kulit derajat
luka bakar akan bertambah kadang-kadang tanpa sadar menjadi derajat 3,
bahan kimia akan merembet secara difusi kedalam jaringan kulit.
b. Daerah yang terkena
Wajah, tangan, kaki, kemaluan, bokong, paha bagian dalam dan sendi.
Daerah-daerah tersebut dapat menjadi penyulit dalam proses penyembuhan
dikemudian hari.
c. Usia kurang dari 5 tahun dan diatas 55 tahun dianggap lebih berat dari
perhitungan luas luka bakar karena adanya penyakit penyerta.

Akibat Luka Bakar


Pada luka bakar selain merusak jaringan kulit dan jaringan setempat juga
menyebabkan kehilangan cairan elektrolit dan timbul edema. Terjadi edema
sebenarnya berguna bagi tubuh karena sifatnya membasahi luka dengan protein,
enzim tripsin, leukosit dan lain-lain. Syok pada luka bakar akibat keluarnya cairan
elektrolit yang banyak, terjadi kekentalan darah; luka bakar karena panas, terjadi
gangguan permeabilitas dinding kapiler sehingga cairan plasma akan keluar berkumpul
di sekitar pembuluh darah seperti pada bulae (gelembung). Pada luka bakar derajat 2
menimbulkan edema , sedangkan pada derajat 3 jaringan yang elastis sudah rusak

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 130


cairan yang keluar plasma yang mengandung protein , sehingga terjadi penurunan
plasma darah. Akibatnya tekanan osmotik pembuluh darah meningkat, bila tidak
segera diganti tubuh akan kehilangan cairan, volume darah berkurang, terjadi syok,
anoksia dan kematian. Pada tahap lanjut kematian juga akibat infeksi yang bersifat
systemik (sepsis).

Penatalaksanaan Luka Bakar


• Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong, bila tidak aman
(ada hazard) pindahkan ke tempat aman oleh orang yang berwenang (yang bisa
masuk daerah bencana dengan proteksi yang lengkap dan benar).
• Hentikan segera proses luka bakarnya bila ringan dan sedang gunakan kompres
kain kasa dengan cairan NaCl atau air kemasan.
• Bila luka bakar luas alirkan air dingin yang bersih (bukan air es) pada bagian
yang terkena luka bakar kalau sebabnya bahan kimia alirkan terus menerus
sembari disikat dengan sikat lembut bahan kimianya ± 20 menit
• Sementara melakukan pendinginan seorang penolong melakukan pemeriksaan
ABC dan tingkat kesadaran pasien dan lakukan pemeriksaan cepat (penilaian
dini) bila ada masalah yang mengancam nyawa .
• Lepaskan pakaian dan perhiasan jika pakaian melekat ketat gunting
sekelilingnya jangan memaksa untuk melepas bagian yang melekat tersebut
• Bila ditemukan pasien masih ada bagian yang terbakar dibadan pasien atau
pada pakaian pasien, bila masih sadar suruh berguling dan tutup badan pasien
dengan selimut atau handuk basah.
• Buang kotoran-kotoran dan semua sisa-sisa pembakaran yang melekat dibadan
pasien, jangan digaruk-garuk atau disikat keras-keras. Lakukan pelan-pelan
dengan dua jari tengah siram perlahan-lahan.
• Tentukan derajat luka bakarnya, ringan, sedang, ataupun berat.
• Hitung luas permukaan tubuh yang terkena (Rule of Nines) catat lokasi tubuh
yang terkena dan cari kemungkinan cedera lain
• Dapatkan data secondary survey bila memungkinkan
• Keringkan tubuh pasien segera , naikkan ke tandu, alas tandu dan tutup badan
pasien dengan alas atau selimut yang tidak berbulu, jika cukup persediaan kain
kassa tutup bagian yang terbakar dengan kain kassa yang lebar sebaiknya
jangan diplester.
• Bila yang terkena jari-jari maka masing-masing jari dibalut kain kassa terpisah
• Segera naikkan ke ambulans, beri oksigen sesuai protokol, pasang infus bila
luka bakar sedang atau berat kalau perlu 2 line dengan jarum besar, bila ada
tanda-tanda syok guyur
• Bila ada tanda-tanda pasien terhisap uap/udara panas segera lakukan intubasi
endotrakheal.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 131


• Jaga suhu penderita bila pasien kesakitan dapat diberikan analgesic seperti
morphin, pethidin, codein atau tramadol
• Rujuk segera pasien ke rumah sakit yang dapat menangani luka bakar
• Waktu dalam perjalanan hubungi rumah sakit yang dituju, laporkan identitas
pasien, keadaan umum, luas luka dan derajat beratnya luka bakar dan tindakan
yang sudah dilakukan.

Penanganan Beberapa Luka Bakar Khusus


Luka Bakar Kimia
Menentukan derajat luka bakar kimia sangat sulit secara umum sebaiknya
anggap semua luka bakar kimia dalam derajat berat.
- Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong
- Setelah ditempat aman, aliri luka bakar dengan air sebanyak-banyaknya
- Jangan menyiram bahan kimia yang bereaksi dengan air semakin kuat, misal
soda api, bila bubuk padat sikat dulu dengan sikat halus bahan kimia yang
mengenai tubuh, buang pakaian yang terkontaminasi setelah bersih baru aliri
pasien dengan air ±20 menit terus menerus.
- Bila mengenai mata segera aliri mata dengan air steril atau air kemasan terus
menerus, setelah bersih baru buka kontak lens aliri lagi kalau perlu lakukan
sepanjang jalan kerumah sakit. Usahakan saat mengalirkan air jangan sampai
aliran air mengenai daerah yang sehat (meminimalkan kontaminasi daerah yang
sehat) untuk penolong pasang APD yang lengkap agar tidak ikut terkontaminasi
bahan kimia sebaiknya aliri pasien dengan air dari dari jarak yang agak jauh.
- Amankan bekas pakaian pasien yang terkontaminasi masukkan dalam plastik
biohazard, musnahkan agar tidak mengkontaminasi orang lain
- Pasang penutup luka steril pada bagian yang luka setelah dikeringkan
- Atasi kelainan-kelainan yang ada
- Kirim segera ke rumah sakit yang punya fasilitas pengobatan luka bakar.

Luka Bakar Listrik


Pada luka bakar karena listrik, bahaya yang dihadapi adalah kemungkinan
terjadinya henti nafas dan henti jantung, kerusakan syaraf dan organ dalam tubuh
- Jejak luka bakar mungkin kecil dari luar, tetapi kerusakan dalam tubuh dapat
luas mengingat konduksi listrik cukup kuat dapat merusak jaringan tulang
- Penolong harus siap melakukan RJP pada penderita yang tersengat listrik dan
harus dilakukan monitoring dengan ketat karena henti nafas dan henti jantung
dapat berulang-ulang

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 132


Gejala dan Tanda-tanda Syok Karena Listrik
- Perubahan status mental pasien dan penurunan respon
- Tampak area masuk nya listrik seperti hanya terbakar sedikit, misal dibagian
tangan, bila diperiksa dengan teliti terlihat area terbakar lagi disendi ekstremitas
bawah sebagai tempat keluarnya listrik
- Pernafasan dangkal, tidak teratur atau tak ada
- Denyut nadi lemah, tidak teratur atau tidak ada
- Patah tulang majemuk karena kontraksi otot
Penanganan Luka Bakar Listrik
- Nilai keamanan tempat kejadian dan keselamatan diri penolong
- Bila pasien masih melekat pada sumber listrik jangan mendekati area tempat
kejadian, matikan sumber listrik, perhatikan jalan dan tempat penderita apakah
masih ada bahaya lain yang mengancam biarkan orang yang ahli yang mengerti
listrik yang melepas pasien dari sengatan listrik.
- Biasanya pasien akan didorong dengan kayu atau tongkat karet atau didorong
oleh penolong yang menggunakan sepatu safety karet.
- Lakukan penilaian dini
- Periksa dan cari luka bakar didaerah listrik masuk dan tempat listrik keluar
- Tutup luka dengan penutup luka steril kering
- Atasi syok bila ada
- Bila henti nafas dan henti jantung, lakukan RJP segera
- Lakukan monitoring tanda-tanda vital dengan ketat, biasanya henti nafas dan
henti jantung dapat terjadi berulang-ulang.
Luka Bakar Inhalasi
Luka bakar yang terjadi karena menghirup udara panas, asap, atau bahan gas
racun yang masuk ke saluran nafas. Gejala dan tanda-tanda awal mungkin ringan tapi
dalam waktu singkat dapat terjadi gagal nafas/sumbatan jalan nafas.
Keracunan Carbon Monoxide
Penderita yang menghirup carbon monoxide sukar untuk di deteksi karena gas
tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa biasa seperti terhisap asap kenalpot
mobil asap bahan kimia yang terbakar diruangan tertutup carbon monoxide akan
berikatan dengan hemoglobin 257x lebih besar dari pada oksigen akibatnya segera
pasien akan hipoksia.
Tanda-tanda akan terlihat tergantung berapa besar level carboxy hemoglobin.
20% → sakit kepala, nafas mulai sesak dan pendek
30%→ sakit kepala, mulai terganggu susunan syaraf pusat, menyebabkan pasien
gampang tersinggung dan marah, pusing dan penglihatan mulai kabur.
40-50%→ susunan syaraf pusat sudah terganggu hebat, pasien menunjukkan gejala
bingung, tidak sadar dan pingsan
60-70%→ pasien mulai kejang, tidak sadar/coma, mulai henti nafas yang agak lama
kemudian bernafas lagi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 133


80%→ fatal, henti nafas/henti jantung
Pada pemeriksaan saturasi oksigen terlihat dengan hasil masih dalam batas
normal tapi pasien telah mengalami hypoxia pada carbon monoxide. Bila ditemukan
pasien yang terpapar dengan monoxide carbon segera pindahkan ketempat aman
yang berudara segar dan teduh. Segera check airway dan breathing, pasang segera
oksigen dengan NRM (high flow) bila ada tanda-tanda gagal nafas dan pasien mulai
kehilangan kesadaran, segera lakukan intubasi ditempat, karena pasien harus segera
dikirim ke rumah sakit yang memiliki hyperbaric chamber, karena pasien tidak dapat
ditolong kalau hanya dengan oksigen 100%.
Pasien terhisap asap beracun yang berasal dari toksik kimia, toksik kimia
menyebabkan kerusakan sel paru. Asap dapat berisi ratusan bahan kimia yang toksik
1 asap dari plastik sintetik produk lebih berbahaya dari bahan kimia lainnya. Kerusakan
sel-sel paru pada bronki dan alveoli mungkin akan terjadi beberapa jam, kemudian
selama proses terjadi dapat terjadi bronko spasme atau coronary spasme tergantung
individu yang terkena. Jadi selama perjalanan pasien memerlukan nebuli zer dan
oksigen high flow.
Menghirup Udara Panas
Menghirup udara panas akan mengenai saluran nafas bagian atas, daerah faring dan
laring akan terkena udara panas mukosa saluran nafas dengan segera, akan
menyebabkan oedema pada faring, hypopharing dan laring akan terjadi sumbatan
jalan nafas, jadi bila ditemukan pasien dengan tanda-tanda sebagai berikut:
- Luka bakar pada wajah
- Bulu mata dan bulu hidung hangus terbakar
- Luka bakar dimulut, butiran arang carbon dalam air ludah dan dahak
- Bau asap jelaga pada pernafasan
- Kesukaran bernafas, batuk-batuk
- Pernafasan berbunyi
- Suara parau, serak, dan sukar bicara
- Gerakan dada terbakar kadang-kadang nyeri dada
Penanganan Luka Bakar Inhalasi
Bila ditemukan pasien terpapar udara panas pada saat kebakaran pada ruangan
tertutup, pasien batuk-batuk, suara serak, parau dan sukar bicara, kadang kesadaran
mulai menurun, sesak nafas, nyeri dada, segera pindahkan pasien ketempat aman
dengan udara segar dan teduh.
- Lakukan pemeriksaan dini
- Check air way dan breathing
- Bila pasti tanda-tanda terhisap udara panas segera berikan oksigen dengan
high flow
- Siapkan intubasi dengan metode Rapid Sequence Intubation/crash Intubation
dengan menggunakan obat-obatan muscle relaxan
- Segera bawa ke rumah sakit yang dapat menangani luka bakar

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 134


- Bila ditemukan dalam keadaan lebih parah, telah terjadi obstruksi jalan nafas
berat tidak bisa dilakukan intubasi segera lakukan Needle cricothirotomie
menggunakan jarum infus nomor 14, kemudian plastik bisa disambung ke
oksigen atau menggunakan alat khusus yaitu Translaryngeal jet ventilation
(gambar)
- Dalam perjalanan lakukan monitoring tanda-tanda vital dengan ketat setiap 5
menit, hubungi rumah sakit yang dituju, laporkan nama pasien dan kondisi
pasien dengan lengkap.
Akibat Udara Panas dan Dingin Berlebihan
Suhu tubuh manusia dipertahankan sekitar 37oC. Dalam udara panas dan
lembab seperti diruangan masak-memasak, bekerja, atau bepergian di daerah
beriklim panas, berjalan atau berolahraga didaerah panas merupakan resiko
terkena penyakit akibat udara panas.
Ada tiga tingkatan penyakit akibat udara panas, yaitu:
a. Heat exhaustion (lelah panas) terjadi kebanyakan di iklim panas dan lembab,
yang sering terkena anak-anak dan orang tua.
b. Heat Cramps (kejang panas) disebabkan tubuh kehilangan Natrium melalui
keringat yang banyak.
c. Heat stroke , timbul karena kegagalan pengatur suhu akibat kontak dengan
suhu lingkungan yang tinggi, ditambah ventilasi ruangan buruk dan kerja berat.

Diagnosa
Sengatan panas adalah suatu kelainan pada tubuh yang disebabkan karena
terpaparnya pasien dengan udara panas yang tinggi yang menyebabkan meningkatnya
suhu tubuh (hipertermia bisa mencapai 106oF (41,1oC) disertai dengan kelainan fisik
dan neurobiologis.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 135


Gejala Klinis

a. Heat exhaustion (lelah panas)


 Rasa panas, lemah dan kecapaian dengan sakit kepala
 Kulit panas, pucat, berkeringat dingin
 Haus
 Pusing, bila berat pingsan
 Lelah
 Mual
 Pucat
 Nafsu makan menurun
 Disorientasi, kehilangan koordinasi, kebingungan dan sangat peka
 Sukar bernafas
 Pernafasan dan nadi cepat
b. Heat Cramp (kejang panas)
 Tingkat lebih lanjut dari heat exhaustion
 Suhu badan naik (sampai 38-39oC)
 Kram dan sakit otot ekstremitas dan perut pada waktu istirahat maupun
bergerak, terutama kaku tangan dan betis.
 Mual atau muntah
 Lemas, pusing dan lemah
 Kulit dingin dan lembab
c. Heat Stroke
Stadium ketiga dari sengatan panas, merupakan keadaan yang berbahaya
(dapat mematikan) dan sering menimbulkan komplikasi ginjal akut, hati dan
syok berat namun reversible. Mungkin didahului gejala pendahuluan seperti :
 Lemah, pusing, nyeri kepala hebat, mual, nyeri epigastrium (ulu hati)
 Pengurangan keringat beberapa jam
 Gelisah dan penurunan kesadaran sampai koma
 Kulit kering, tidak berkeringat lagi, kulit kemerahan
 Suhu tubuh cepat naik 40-41oC

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 136


 Pernafasan cepat, sulit bernafas
 Takikardia (nadi kuat dan cepat)
 Tekanan darah meningkat atau menurun
 Pupil mula-mula kecil, lama-kelamaan melebar
Penanganan / Tindakan
 Periksa keamanan lingkungan, keamanan pasien dan keamanan penolong
(pasang APD)
 Check respon pasien
 Check airway, breathing dan sirkulasi
 Pindahkan pasien ke tempat sejuk atau ruangan terbuka yang terlindung dari
sinar matahari
 Longgarkan ikatan-ikatan dan pakaian yang tidak perlu
 Bila korban sadar, beri minum dingin yang berisi elektrolit
 Beri kompres es pada ketiak dan pangkal paha
 Bila heat cramp, kompres es pada otot-otot yang kram
 Pelan-pelan luruskan otot tersebut tapi jangan diurut
 Bila heat stroke, semprotkan air dingin melalui semprotan air ke tubuh
pasien terus-menerus sampai suhu tubuh dingin
 Keringkan pasien, pasang infus, berikan cairan yang sudah didinginkan NaCl
0,9% bila dapat memeriksa elektrolit pasien lakukan resusitasi pada elektrolit
yang nilainya rendah
 Monitor suhu badan pasien secara ketat setiap 15 menit, bila masih panas
lanjutkan pendinginan dengan handuk basah sampai suhu badan mencapai
101-102oF (383-388 oC)
Akibat Udara Dingin (hipotermia)
Merupakan penurunan suhu tubuh akibat kontak lama dengan suatu lingkungan
yang rendah suhunya/dingin, mengakibatkan penurunan kesadaran, kegagalan
pernafasan dan sirkulasi, lebih mudah terjadi pada bayi dan orang tua, kelelahan,
kelaparan, ketakutan, tubuh basah, angin dingin, hipoksia pada ketinggian dapat
menyebabkan kematian.
Gejala Kimia
 Tampak pucat
 Dingin kaku
 Suhu tubuh rendah (27-29oC)
 Pupil miosis
 Depresi pernafasan, melambat atau berhenti
 Keram otot-otot, rasa lelah berlebihan
 Bradicardia, hipotensi
 Edema seluruh tubuh
 Penurunan kesadaran

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 137


Diagnosis
Kesadaran somnolens hingga komateus yang disertai gangguan
haemodinamik, tremor halus, akibat gangguan aklimatisasi yang mengenai aliran
pembuluh darah kecil akibatnya Oklusi Agentinasi dan Trombi
Tindakan
 Periksa keamanan lingkungan pasien dan penolong
 Check airway, breathing dan sirkulasi (ABC)
 Pindahkan korban ketempat hangat
 Longgarkan ikatan-ikatan pada tubuh, lepaskan cincin, gelang dan ikat
kepala
 Tempatkan pasien diantara 2 selimut kain yang hangat sehingga suhu dapat
naik bertahap
 Bila pasien sadar, beri minum air hangat (tidak beralkohol)
 Bila ada emergency blanket (alumunium foil) atau sleeping bag, selimuti
pasien dengan alat tersebut.
 Bawa pasien kerumah sakit bila tidak ada perbaikan atau kondisi pasien
semakin parah.
Sengatan Dingin/Sengatan Salju/Frostbite
Sengatan dingin merupakan kerusakan kulit dan jaringan tubuh lainnya yang
disebabkan terpapar udara dingin dalam waktu yang lama. Sengatan dingin
mempengaruhi intra sel dan ekstra sel dan mempengaruhi fungsi jaringan dan
sirkulasi sehingga dapat terbentuk kristal es dalam jaringan mengakibatkan
kematian jaringan, dalam kasus ringan sengatan dingin bisa pulih sepenuhnya
dengan perawatan dini.
Dalam kasus berat, sengatan dingin dapat menyebabkan infeksi atau gangren
karena terjadi kematian jaringan akibat kekurangan suplai darah kebagian tubuh
tersebut.
Klasifikasi
Sengatan dingin (frostbite) dapat mengakibatkan beberapa kondisi yang
berbeda, yaitu:
Cedera Derajat Pertama
 Cedera derajat pertama adalah pendinginan dangkal tanpa kerusakan
jaringan selular, pembekuan pada permukaan kulit disebut FROSTNIP.
 Frostnip dimulai dengan gejala gatal-gatal dan nyeri, kulit memucat dan
akhirnya daerah tersebut menjadi baal atau mati rasa. Frostnip umumnya
tidak menyebabkan kerusakan permanen karena hanya lapisan kulit yang
terlibat namun dapat menyebabkan sensitivitas jangka panjang untuk
sensasi panas dan dingin.
Cedera Derajat ke-Dua
Jika pembekuan terus berlangsung, kulit bisa jadi beku dan keras, bisa timbul
luka lepuh sedangkan jaringan yang lebih dalam masih tetap lembut dan normal

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 138


luka melepuh 1-2 hari setelah kulit membeku, lepuh dapat jadi keras dan
menghitam.
Bila dilakukan tindakan dini dan sebagian besar dapat menyembuhkan cidera
selama 3-4 minggu, walau sudah sembuh bagian yang cidera tetap secara
permanen sensitif terhadap panas dan dingin.
Cedera Derajat ke-Tiga dan ke-Empat
Jika jaringan yang membeku terus berlanjut, terjadi radang dingin yang dalam,
mengenai semua otot, tendon, pembuluh darah dan membekukan saraf, daerah
yang terkena terlihat ungu atau merah dengan lepuh yang biasanya penuh dengan
darah, jenis frostbite/radang dingin yang parah dapat menyebabkan hilangnya jari
tangan dan kaki, karena kerusakan jari permanen.
Butuh beberapa bulan untuk menentukan berapa banyak kerusakan yang
terjadi selama proses pembekuan, karena alasan itu operasi untuk menghilangkan
jaringan yang rusak sering tertunda.
Penyebab Frostbite atau Radang Dingin
Frostbite terjadi karena mekanisme pertahanan tubuh terhadap dingin. Bila
tubuh terpapar dengan udara dingin yang berkepanjangan, terjadi vasokonstriksi
didaerah perifer (daerah yang jauh dari jantung) misal tangan dan kaki, akibat
vasokonstriksi darah yang mengalir kedaerah tersebut jadi berkurang dan lambat,
darah lebih banyak dialirkan ke organ-organ vital.
Bila tubuh terpapar udara dingin berkepanjangan tubuh berada dalam bahaya
hiportemia, vasokonstruksi terjadi permanen akan menyebabkan kerusakan
jaringan. Bagian tubuh yang sering terkena antara lain, hidung, pipi, telinga, jari
tangan dan jari kaki (ekstremitas).
Gejala Frostbite
- Bila ditemukan korban dengan tanda-tanda frostbite segera pindahkan ke
tempat hangat
- Lakukan rewarm (menghangatkan) bagian yang terkena frostbite sesegera
mungkin.
Ada dua cara melakukan rewarm, yaitu;
 Pasif rewarming : menggunakan
panas tubuh atau suhu kamar untuk
membantu seseorang dalam
rewarming tubuh itu sendiri, misal
membungkus tubuh dengan selimut
meletakkan jari-jari yang membeku di
ketiak atau dilipat paha atau
dipindahkan kelingkungan yang
hangat.
 Active rewarming : memberikan
tambahan panas pada seseorang yaitu usaha untuk menghangatkan jaringan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 139


yang terkena secepat mungkin tanpa menyebabkan luka bakar, tujuan untuk
mencairkan jaringan yang membeku sehingga kerusakan jaringan dapat
diminimalkan.
Cara terbaik untuk menghangatkan bagian beku adalah dengan memasukkan
kedalam bak air hangat dengan suhu 104-108oF (40-42oC) pastikan mengukur
suhu dengan thermometer atau dengan tangan yang tidak membeku, rendam
daerah yang membeku dalam suhu konstan tersebut selama satu jam atau lebih.
Pemanasan diatas api atau disamping pemanas harus dihindari, metode ini,
memiliki resiko tinggi luka bakar dan jaringan luka cenderung kering, sehingga
menyebabkan kerusakan lebih dalam atau lebih parah. Proses rewarming sangat
menyakitkan pasien butuh analgesik, selesai rewarming bila ada luka dan kulit
yang rusak tutup dengan kassa steril . Bungkus dengan pakaian hangat, kirim
segera pasien ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.
Jangan menggosok atau memijat tubuh yang terkena akan merusak jaringan
kulit dan meningkatkan risiko infeksi selama proses penyembuhan sebaiknya
hindari merokok, mengunyah tembakau, karena nikotin dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dapat mengganggu proses penyembuhan.
Pencegahan
Sebelum pergi keluar pada suhu yang dingin ada beberapa hal yang
diperhatikan, yaitu gunakan pelembab kulit pada wajah, tangan, dan bagian tubuh
lainnya yang mungkin terkena dingin, gunakan baju hangat, pakaian kering dan
hindari angin. Gunakan tutup wajah untuk pelindung ekstra, topi untuk menutup
kepala, telinga dan leher dan sarung tangan yang tebal.
Bila melakukan aktifitas pada temperatur di bawah titik beku, pakai pakaian
berlapis-lapis, pakaian terdalam harus non absorbent dan tenunan longgar.

KESIMPULAN
Pada penanggulangan penderita dengan kasus trauma harus mengetahui
kemungkinan cidera yang terjadi. Beberapa penatalaksanaan trauma antara lain ;
trauma kepala dan spinal, thorax dan abdomen, musculoskeletal, luka bakar, ekstrim
udara panas dan dingin.
Trauma kepala dan spinal
Cedera kepala dan cedera sspinal merupakan keadaan yang dapat
menyebabkan kerusakan neurologis bahkan menyebabkan kematian. Beberapa hal
penting yang diperhatikan dalam penilaian pasien dengan cidera kepala lakukan
pemeriksaan kesadaran dengan Glascow Coma Scale dan tanda-tanda lateralisasi
(pupil isokor atau anisokor, motoric dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan
tungkai, tanda-tanda TIK).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 140


Trauma thorax
Torak merupakan daerah yang mengandung organ-organ vital kedua setelah
otak. Cidera dada sering terjadi pada penderita trauma multi system dan biasanya
berhubungan dengan trauma yang mengancam nyawa. Trauma dada yang serius
dapat mengganggu ventilasi dan sirkulasi. Tingginya insiden cidera trauma dada
memrlukan tindakan stabilisasi cepat diatas.
Trauma abdomen
Cidera intra abdomen sangat potensial mengancam jiwa. Perdarahan hebat
intra abdomen tidak selalu menampakkan gejala yang jelas. Identifikasi organ yang
cidera sulit dilakukan dilingkungan fase pra rumah sakit harus dilakukan penilaian
cepat. Fase awal meliputi pengelolaan airway, oksigenisasi adekuat dan control
perdarahan.
Trauma musculoskeletal
Pada penderita trauma musculoskeletal harus dilakukan secara telili untuk
mencari kondisi yang mengancam juiwa, termasuk adanya perdarahan internal dan
eksternal. Imobilisasi harus segera dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri,
mengurangi perdarahan jika terjadi dan menstabilkan ekstremitas yang cedera.
Luka bakar
Penanganan pada korban luka bakar airway merupakan hal penting pada
korban luka bakar. Oksigenisasi adekuat dengan konsentrasi tinggi sangat dibutuhkan.
Penyebab utama terjadinya syok adalah karena hypovolemia, untuk itu pemberian
cairan pengganti harus dilakukan.

REFERENSI
1. Tintinalli, Judith E. Emergency Medicine : A Comprehensive Study. New York :
Mc Graw-Hill, 2000
2. Mistovich, Joseph J, et.al. Prehospital Emergency Care. New Jersey : Brady,
Prentice Hall Healt, 2000
3. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life
Support for Doctors : Student Course Manual 6 Edition . Chicago : Fourth
Impression, 2001.
4. Greaves, Ian. Emergency Care: A textbook for Paramedics. London : WB
saunders Company Ltd. 2001

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 141


MATERI INTI 5
PENATALAKSANAAN PASIEN DENGAN GANGGUAN
SIRKULASI

1. Tujuan Umum
Setelah peserta mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
pasien dengan gangguan sirkulasi
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Mengindentifikasi shock
2. Melakukan kontrol perdarahan
3. Melakukan penatalaksanaan pemberian cairan

Latar Belakang
shock didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan system sirkulasi
untuk mencukupi kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan
antara supply oksigen dengan kebutuhan oksigen untuk metabolisme. Keadaan
ketidakseimbangan ini disebut sebagai hypoferfusi. Keadaan hypoperfusi yang
dibiarkan akan menjadi suatu global hypoferfusi yang berakibat pada turunnya
kandungan oksigen darah serta asidosis laktat.
Langkah kedua dalam penanganan syok adalah mengetahui sebab dari shock.
Berdasarkan penyebabnya syok dibagi menjadi 4 kategori yaitu: 1. shock Hypovolemik
( ketidakcukupan volume sirkulasi ), 2. shock Kardiogenik ( ketidakcukupan fungsi
pompa jantung ), 3. shock distributive ( Maldistributive aliran darah ), 4 shock
obstruktif ( Hambatan aliran darah ekstra kardiak ).
Pengetahuan dasar tentang prinsip-prinsip kebutuhan oksigen transport dan
konsumnsi oksigen mutlak diperlukan dalam memahami shock. Dalam tubuh oksigen
di bawa oleh hemoglobin pada kondisi terisi penuh.1 molekul hemoglobin mengangkut
4 molekul O2 tetapi tidak semua O2 di bawa hemoglobin sebagian O2 terlarut dalam
plasma darah.Jumlah O2 dalam tubuh merupakan gabungan antara yang terikat dalam
hemoglobin dan yang larut dalam plasma darah.O2 dihantar ke jaringan oleh pompa
jantung. Pada kondisi normal 25% O2 yang di bawa hemoglobin akan di konsumsi oleh
jaringan dan sisanyan 75% akan di kembalikan ke jantung.
Ketika supply O2 tidak sesuai dengan kebutuhan akan terjadi mekanisme
kompensasi oleh jantung dengan cara meningkatkan curah jantung (Cardiac output),
jika peningkatan curah jantung masih tidak mencukupi kebutuhan akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan jumlah O2 yang dilepaskan hemoglobin.Jika semua
kompensasi tubuh gagal mengatasi keseimbangan antara supply dan kebutuhan
metabolisme tubuh maka akan terjadi mekanisme an aerob yang akan menghasilkan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 142


asam laktat. Pada pemeriksaan laboratorium kadar asam laktat merupakan indikator
yang menunjukkan derajat beratnya ketidakseimbangan antara supply dan kebutuhan.
Pada penderita trauma semua penyabab shock mungkin ditemukan :
1) shock Haemorragic apabila terjadi trauma yang menyebabkan perdarahan yang
hebat. Apabila tidak cepat ditangani menjadi shock yang berat.
2) shock Kardiogenik dapat terjadi bila ada trauma dada yang menyebabkan
kontusio jantung, tamponade jantung, dan tension pneumotoraks.
3) shock Distributive dapat terjadi bila ada trauma pada susunan saraf pusat
(SSP) yaitu neurogenik shock atau trauma tulang belakang terjadi vasodilatasi
pembuluh darah.
4) Pada keadaaan lanjut bila terjadi infeksi dan berlanjut jadi sepsis akanterjadi
shock obstruktif.
Ketika terjadi syok akan memicu respon dari system saraf otonom yang
merupakan upaya untuk mempertahankan perfusi ke organ tubuh.
Respon simpatis yang terjadi berupa:
1) Vasokontriksi arteri yang mengakibatkan redistribusi darah dari kulit ,otot, ginjal,
dan splanknik.
2) Peningkatan laju jantung dan kontraksi jantung yang berakibat peningkatan
cardiac output.
3) Kontriksi pembuluh vena kapasitas yang akan meningkatkan venous return.
4) Pelepasan hormon vasoaktif epinefrin, noorepinefrin, dopamine dan kortisol
untuk mempertahankan kontriksi pembuluh arteri dan vena.
5) Pelepesan hormon anti diuretic dan pengaktifan aksi renin angiotensin untuk
meningkatkan konservasi air dan elektrolit sehingga volume intravaskuler
meningkat.
Kondisi tersebut di atas tidak terjadi pada syok neurogenik, shock septic dan
kemungkinan adanya reaksi anafilaktik terhadap obat-obatan karena pada keadaan ini
terjadi vasodilatasi pembuluh darah.Dengan demikian langkah awal yang harus
dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap pasien hingga dapat dengan cepat
shock diketahui dan penanganan awal dapat dilaksanakan.

Gejala Klinis
Kondisi pasien shock sering berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya
seperti infark miokard, anafilaksis, dan trauma.
1) Keadaan yang memungkinkan kurangnya volume cairan yaitu adanya riwayat
perdarahan, muntah-muntah, diare, kencing yang berlebihan dan kehilangan
cairan karena demam.
2) Keadaan yang menunjukkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) karena
adanya trauma tulang belakang, perlukaan susunan saraf pusat, adanya
keadaan sepsis dan anafilaksis, serta pusing akibat hipotensi orthostatik.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 143


Kondisi fisik pasien sangat beragam mulai dari sangat dramatis pada keadaan
hipotensi berat akibat perdarahan dari luka tembak atau tertutupi gejala lain pada
pasien gagal jantung.
Gejala klinis yang tampak tergantung dari derajat shock yang terjadi:
1) Suhu: Hipotermia atau Hipertermia.
2) Laju jantung: Biasanya meningkat.
3) Tekanan darah sistolik :meningkat pada awal shock, menurun ketika
kompensasi tubuh gagal.
4) Tekanan diastolic: meningkat pada awal, menurun ketika kompensasi gagal.
5) Sistem saraf pusat: Delirium, gelisah, disorientasi, koma.
6) Kulit; Pucat, dingin, sianosis, berkeringat.
7) Respirasi: Takipnea.
8) Kardiovaskuler: Takikardi, Bradikardi (pada kondisi vasodilatasi).
9) Organ Splannik: Illeus, perdarahan gastrointestinal.
10) Ginjal: Penurunan produksi urine.

Tatalaksana shock
Resusitasi pada pasien shock meliputi:
1. Menjaga jalan nafas (Airway) dan pernapasan (Breathing).
Jalan napas dan pernapasan merupakan prioritas pertama untuk mendapatkan
oksigenasi yang cukup .Tambahan O2 diberikan bila perlu untuk menjaga
saturasi O2 lebih dari 95%.Kontrol jalan napas yang paling ideal adalah dengan
intubasi endotrakeal untuk proteksi jalan napas, oksigenasi melalui pemberian
tekanan positip (BVM, ventilator atau menjaga patensi dan memudahkan
pembersihan jalan napas.Adanya usaha bernapas pada pasien shock akan
meningkatkan konsumsi oksigen untuk itu usaha bernapas harus dikendalikan
menggunakan ventilasi mekanik dengan ventilator dan pemberian obat sedasi,
kadar saturasi O2 dipertahankan 93% dengan PaCO2 dipertahankan lebih
kurang 35-40 mmHg.
2. Stabilisasi sirkulasi
Prioritas adalah control perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup
besar dan mulai perfusi jaringan. Bila ada trauma perdarahan dalam dapat
terjadi di :
 Rongga Toraks.
 Rongga Abdomen.
 Rongga Pelvis.
 Tulang panjang/femur.
 Retroperitonial.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 144


Gambar : Posisi pasien syok

Pada fase prehospital yang dapat dilakukan hanyalah tidurkan pasien


telentang, tungkai ditinggikan 20-30 cm.Bila tidak ada kecurigaan patah tulang
belakang dan patah tungkai, bila menggunakan papan spinal tinggikan bagian
kaki, posisi ini dapat menolong memberikan tambahan cairan ke dalam jantung.
Pembidaian atau traksi dapat menbantu mengurangi perdarahan pada tulang
panjang.
PASG ( Pneumatic Anti Shock Garment ) dan gurita dapat digunakan
untuk mengontrol perdarahan pelvis, tetapi alat ini jangan menganggu
kelancaran jalan infus.
Resusitasi cairan dimulai dengan cairan kristaloid yang isotonic.Jumlah
dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan gangguan hemodinamik
yang terjadi. Cairan jenis ini sementara akan menambah volume intravascular
dan dapat menstabilkan volume intravascular karena akan mengisi cairan
interseluler dan intraseluler. Pilihan cairan yang di pakai adalah cairan Ringer
Laktat Dan cairan Nacl 0,9% (Normal Saline).
Semakin berat gangguan hemodinamik yang terjadi semakin cepat dan
besar volume yang di berikan, sebagian besar pasien yang dalam kondisi syok
mengalami defisit cairan absolute atau pun relative, cairan diberikan secara
cepat.Pada perdarahan hebat diberikan bolus secepatnya (Guyur, losklem)
dengan dosis 1-2 liter untuk dewasa dan 20cc/KgBB untuk anak.Penderita di
observasi selama pemberian cairan guyur dan keputusan tindakan selanjutnya
didasarkan pada respon penderita terhadap cairan. Pasien dengan derajat
hipovolemia ringan memerlukan cairan kristaloid sekitar 20cc/KgBB. Obat-
obatan yang digunakan untuk meningkatkan kinerja system kardiovaskuler
yang di sebut vasopresor digunakan ketika cairan telah cukup diberikan tetapi
respon yang didapat belum memuaskan, atau pada pasien-pasien yang
mempunyai kontra indikasi untuk diberikan cairan yang banyak (shock
Kardiogenik).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 145


3. Mengontrol konsumsi oksigen.
Penggunaan oksigen yang berlebihan harus dikurangi seperti kondisi
kesakitan, stress, gelisah, dan menggigil. Untuk itu upaya pemberian analgetik,
pelumpuh otot, anksiolisis sangat diperlukan.
4. Disability (Pemeriksaan Neurologis).
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan untuk menentukan tingkat
kesadaran pasien.
5. Pemeriksaaan menyeluruh setelah menentukan prioritas terhadap keadaan
yang mengancam nyawa, lakukan pemeriksaan dari ujung kepala hingga ujung
kaki (head to Toe) untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai
kelainan yang mengancam nyawa.
6. Dilatasi Gaster (Dekompresi).
Pada penderita trauma sering terjadi dilatasi gaster terutama pada anak-anak
dapat menyebabkan gangguan pernapasan, syok, dan dilatasi gaster akut
akan mempersulit terapi shock, dapat terjadi aspirasi isi lambung ini
merupakan komplikasi fatal karena itu NGT harus dipasang dengan baik.
7. Kateter uretra.
Pemasangan kateter uretra harus dilakukan untuk menilai resusitasi cairan
berhasil atau tidak dan dapat melihat adanya hematuria, prehospital tidak
boleh dilakukan pemasangan keteter uretra bila ada trauma serviks, trauma
kandung kencing, dan prostat yang tidak teraba (kontra indikasi mutlak).

Target Akhir Resusitasi


Resusitasi dikatakan berhasil jika mampu memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Tekanan darah, laju nadi, produksi urine kembali normal (dewasa
1cc/KgBB/jam).
2) Volume sirkulasi tercukupi.
3) Volume cairan di setiap komparmen tercukupi.
4) Parameter hemodinamik kembali normal.
5) Hantaran oksigen maksimal.
6) Asidosis jaringan teratasi, metabolisme tubuh kembali ke aerob. Kekurangan
oksigen teratasi.
Terapi yang diberikan pada respon terhadap resusitasi cairan dan usaha
hemostatis.Terapi selanjutnya pada shock tergantung respon pasien terhadap
resusitasi cairan.
 Bila pasien hemodinamik stabil pada pemberian cairan resusitasi dan
hemodinamik berubah ke arah normal setelah pemberian bolus dan bila tetesan
diperlambat tetap stabil dan normal, artinya perdarahan telah dapat diatasi
tinggal memberikan cairan pemeliharaan 24 jam.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 146


 Bila pasien hemodinamik stabil pada pemberian cairan resusitasi ,dan bila
cairan diperlambat pemberiannya hemodinamik akan kembali menurun artinya
perdarahan masih berlangsung, mungkin ada perdarahan internal yang tidak
terdeteksi (perkiraan perdarahan tidak tepat kalau hanya melakukan
pemeriksaan klinis). Perlu pemulihan cairan koloid yang molekulnya lebih besar
atau pemberian darah segera dapat di mulai.
 Bila pasien sudah diberikan cairan bolus, koloid ataupun darah tetapi respon
sangat sedikit atau tanpa respon ini merupakan keadaaan yang emergency.
Pasien harus segera dilakukan tindakan operasi.Menilai keadaan pasien dan
respon pasien terhadap resusitasi cairan berguna untuk melihat keberhasilan
resusitasi dan menghindari komplikasi dalam resusitasi.
 Kompilikasi yang biasa terjadi pada shock adalah pergantian volume yang
tidak adekuat, airway dan breathing yang tidak baik.
 Kebanyakan cairan (Overload). Resiko kebanyakan cairan dapat dihindari
dengan melakukan monitor yang ketat. Tujuan terapi pada syok adalah
pemulihan perfusi organ dan oksigenasi. Cairan yang adekuat yang di
konfirmasi produksi urine normal, fungsi sistem saraf pusat yang baik, warna
kulit kembali memerah, tekanan nadi dan tekanan darah kembali normal. Untuk
penderita usia lanjut dengan syok non haemoragik harus dipertimbangkan
rujukan ke ICU.

Shock HAEMORAGIK
Resusitasi cairan adalahterapi utama pada shock haemoragik prehospital ini
bertujuan mengembalikan dan mempertahankan oksigenasi jaringan akibat kehilangan
darah.Faktor-faktor yang mempengaruhi gejaka klinis akibat perdarahan akut adalah
penyabab perdarahan, durasi, beratnya perdarahan, dan penyakit penyerta yang
ada.Gejala klinis yang terjadi akibat perdarahan adalah takikardi, takipnea, tekanan
darah rendah, kulit dingin, pucat, dan sianosis, kesadaran menurun (ganguan
kesadaran).
Volume darah orang dewasa normal adalah 7% dari berat badan. Apabila
terjadi perdarahan dapat di bagi menjadi:
 Perdarahan ringan ( kelas I ).
Kehilangan volume sampai 15% gejala klinis minimal, dapat terjadi takikardi
ringan, tidak ada perubahan tekanan darah.Perubahan pola pernapasan tidak
terlihat jelas., penurunan capillary refill, kulit dingin.
 Perdarahan sedang ( Kelas II ).
Kehilangan volume darah 15-30%. Pasien akan menunjukkan gejala takikardi,
takipnea, dan penurunan tekanan sistolik ( hanya sedikit), penurunan tekanan
nadi (agak lemah).Terjadi perubahan saraf sentral yang tidak jelas, pasien
cemas, ketakutan (Agitasi atau disorientasi), produk urine mulai berkurang
sedikit. Tetapi pada saat ini perlu berhati-hati karena pada saat ini dapat terjadi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 147


syok. Setiap penderita trauma cepat dan akral dingin dianggap dalam
shock.Kecolongan diagnosa syok sering terjadi karena berdasarkan tekanan
darah sistolik yang belum turun secara signifikan.
 Perdarahan berat ( Kelas III ).
Kehilangan volume darah 30-40%.Akibat kehilangan darah pada tahap ini
sangat parah pada orang dewasa. Penderita menunjukkan tanda perfusi yang
tidak adekuat, capillary refill lebih dari 2 menit ( bila jari di tekan kembali merah
setelah lebih dari 2menit). Takipnea yang jelas.Penurunan kesadaran semakin
jelas dan penurunan sistolik dan oliguria. Penderita yang kehilangan darah
pada tingkat ini harus segera mendapatkan terapi yang tepat dan agresif dan
biasanya selalu membutuhkan cairan koloid dan darah.
 Perdarahan sangat berat (Kelas IV).
Kehilangan volume darah lebih 40%. Jiwa penderita terancam, takikardia,
takipnea, kadang-kadang kalau dipasang EKG biasanya masih sinus rhytm,
kondisi ini di sebut PEA. Produksi urine hampir tidak ada , kesadaran menurun,
Koma. Kalau kondisi nadi tidak ada, nafas tidak ada, EKG sinus rhytm perlu
dilakukan pemasangan 2 kanuka vena besar, guyur,lakukan kompresi jantung
luar dan pernafasan buatan dengan perbandingan 30:2. Beri transfusi darah
dan segera intervensi bedah.
Dua tujuan utama penanganan shock haemoragik yaitu:
 Mengontrol perdarahan.
 Mempertahankan hantaran oksigen cukup untuk jaringan .
Kedua hal ini dapat di capai melalui:
a. Oksigenasi dan ventilasi.
Oksigen harus diberikan terhadap semua pasien dalam kondisi shock,
beberapa keadaan memerlukan intubasi trakea dan alat bantu nafas.
b. Akses intravena.
Pemasangan minimal 2 jalur infus dengan ukuran besar mutlak diperlukan
untuk mengembalikan volume sirkulasi
c. Resusitasi cairan dilakukan dengan agresif biasanya di mulai dengan kristaloid
isotonis (Ringer Laktat & NaCl 0,9% ). Standar pemberian resusitasi cairan
adalah infus cepat 20-40 ml/KgBB, biasanya diberikan 10-20 menit ( secepat
mungkin) setelah itu di evaluasi ulang.Kalau hemodinamik belum stabil dapat
dilakukan pengulangan pemberian cairan dengan cepat sepanjang jalan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat dilakukan pemberian tranfusi darah dan cyto
operasi.

Shock KARDIOGENIK
Shock kardiogenik terjadi akibat ketidakmampuan pompa jantung mengalirkan
darah untuk mencukupi kebutuhan metabolik dasar, biasanya terjadi akibat kelemahan
otot jantung berkontraksi. Diagnosis shock kardiogenik diketahui dengan adanya

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 148


riwayat penyakit jantung disertai tanda-tanda hipoperfusi.Pemeriksaan EKG, rotgen
toraks, dan laboratorium yang menunjang adanya infark miokard akan memastikan
shock kardiak pasien dengan diagnosis shock kardiogenik harus dilakukan monitoring
ketat meliputi oksigenasi ( saturasi O2 ), akses intravena, EKG,. Adanya hipoksia,
hipovolemia, gangguan elektrolit asam basa, dan gangguan irama jantung hasrus
dikoreksi.
Terapi syok kardiogenik meliputi ABC pemberian cairan yang hati-hati 100-
200 ml. Pemberian dobutamin merupaka pilihan diberikan dengan syringe pump
dengan dosis 2,5-5 mcg/KgBB/menit sampai dengan maksimal 15 mcg/Kg/BB/menit.
Kombinasi dengan dopamin dilakukan bila terdapat hipotensi yang berat ( Sistolik< 70
mmHg ). Pasien dengan diagnosis syok kardiogenik harus di rujuk ke fasilitas lengkap
dengan kemampuan IABP (Intra Aortic Baloon Pump), PTCA (Percutaneous
Transluminal Coronary Angioplasty), CABG (Coronary Artery Bypass Graft).

Shock SEPTIK
Syok Septik adalah keadaan hipoperfusi jaringan akibat infeksi yang berat
(sepsis). Keadaan hipoperfusi dapat terlihat dengan adanya hipotensi walaupun sudah
dilakukan resusitasi cairan, asidosis laktat, oliguria, penurunan kesadaran pada pasien
sepsis terjadi pelepasan mediator infeksi dan inflamasi seperti citokin, P1AF,
leukotrein, prostaglandin dan lain-lain yang akan mempengaruhi sirkulasi melalui
depresi jantung dan dilatasi pembuluh darah mengakibatkan hipoferfusi pada organ
ginjal, hati, paru, dan otak, bila tidak di atasi menyebabkan syok. Gejala klinis yang
timbul yaitu: Hypertermia atau hipotermi, takikardia, takipnea, dan penurunan
kesadaran mulai dari disorientasi, kebingungan, letargi, agitasi, atau koma.
Penanganan pasien dengan shock septik adalah:
a. Pengelolaan jalan nafas dan respirasi dengan intubasi trakea dan ventilator.
b. Stabilisasi hemodinamik dengan resusitasi cairan dan obat-obat inotropik.
c. Terapi antibiotic empiris.
d. Membuang atau mengontrol sumber infeksi.

Shock ANAFILAKTIK
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi imunologis (reaksi
alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat menyebabkan gangguan
respirasi, sirkulasi, pencernaan dan kulit.Jika reaksi tersebut cukup hebat sehingga
menimbulkan syok disebut sebagai shock anafilaktik yang dapat berakibat fatal.Oleh
karena itu syok anafilaktik adalah suatu tragedi dalam dunia kedokteran, yang
membutuhkan pertolongan cepat dan tepat.Tanpa pertolongan yang cepat dan tepat,
keadaan ini dapat menimbulkan malapetaka yang berakibat ganda.Disatu pihak
penderita dapat meninggal seketika, dilain pihak dokternya dapat dikenai sanksi hukum
yang digolongkan sebagai kelalaian atau malpratice.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 149


Test kulit yang merupakan salah satu upaya guna menghindari kejadian ini
tidak dapat diandalkan, sebab ternyata dengan test kulit yang negatif tidak menjamin
100 % untuk tidak timbulnya reaksi anafilaktik dengan pemberian dosis penuh. Selain
itu, test kulit sendiri dapat menimbulkan shock anafilaktik pada penderita yang amat
sensitif.Olehnya itu upaya menghindari timbulnya shock anafilaktik ini hampir tertutup
bagi profesi dokter yang selalu berhadapan dengan suntikan.
Insidens shock anafilaktik 40 – 60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-
40 persen akibat zat kontras radiografi, dan 10 – 20 persen akibat pemberian obat
penicillin.Sangat kurang data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya
shock anafilaktik.Anafilaksis yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari 10 juta
masyarakat pertahun.
Sebagian besar kasus yang serius anafilaktik adalah akibat pemberian
antibiotik seperti penicillin dan bahan zat radiologis.Penicillin merupakan penyebab
kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis.

Patofisiologi
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu.Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem
pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan
pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu.IgE spesifik ini kemudian terikat
pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan
terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang
menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari granula yang
terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu sintesis SRS-A ( Slow
reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam arachidonik pada
membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini segera
mencapai puncaknya setelah 15 menit.Efek histamin, leukotrine (SRS-A) dan
prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus menyebabkan
timbulnya gejala pernafasan dan shock.
Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada
permukaan saluran sirkulasi dan respirasi.Stimulasi reseptor H1 menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme pembuluh
darah koroner sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi bronkus dan
peningkatan mukus dijalan nafas. Rasio H1 – H2 pada jaringan menentukan efek
akhirnya.
Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP
intraselluler.Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan
pelepasan mediator dan granula kedalam cairan ekstraselluler.Sebaliknya penurunan
cGMP justru menghambat pelepasan mediator.Obat-obatan yang mencegah
penurunan cAMP intraselluler ternyata dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-
obatan ini antara lain adalah katekolamin (meningktakan sintesis cAMP) dan methyl

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 150


xanthine misalnya aminofilin (menghambat degradasi cAMP). Pada tahap selanjutnya
mediator-mediator ini menyebabkan pula rangkaian reaksi maupun sekresi mediator
sekunder dari netrofil,eosinofil dan trombosit,mediator primer dan sekunder
menimbulkan berbagai perubahan patologis pada vaskuler dan hemostasis, sebaliknya
obat-obat yang dapat meningkatkan cGMP (misalnya obat cholinergik) dapat
memperburuk keadaan karena dapat merangsang terlepasnya mediator.
Reaksi Anafilaktoid
Reaksi anafilaktoid adalah reaksi yang menyebabkan timbulnya gejala dan
keluhan yang sama dengan reaksi anafilaksis tetapi tanpa adanya mekanisme ikatan
antigen antibodi. Pelepasan mediator biokimiawi dari mastosit melewati mekanisme
nonimunologik ini belum seluruhnya dapat diterangkan.Zat-zat yang sering
menimbulkan reaksi anafilaktoid adalah kontras radiografi (idionated), opiate,
tubocurarine, dextran maupun mannitol.Selain itu aspirin maupun NSAID lainnya juga
sering menimbulkan reaksi anafilaktoid yang diduga sebagai akibat terhambatnya
enzim siklooksgenase.

Manifestasi klinik
Walaupun gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda
gradasinya sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas
seseorang, namun pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang
menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi.Kedua gangguan tersebut
dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari
beberapa detik sampai beberapa jam.Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul makin
berat keadaan penderita.
1. Sistem pernafasan
Gangguan respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk
saja yang kemudian segera diikuti dengan udema laring dan bronkospasme.Kedua
gejala terakhir ini menyebabkan penderita nampak dispnue sampai hipoksia yang
pada gilirannya menimbulkan gangguan sirkulasi, demikian pula sebaliknya, tiap
gangguan sirkulasi pada gilirannya menimbulkan gangguan respirasi.Umumnya
gangguan respirasi berupa udema laring dan bronkospasme merupakan
pembunuh utama pada syok anafilaktik.
2. Sistem sirkulasi
Biasanya gangguan sirkulasi merupakan efek sekunder dari gangguan
respirasi, tapi bisa juga berdiri sendiri, artinya terjadi gangguan sirkulasi tanpa
didahului oleh gangguan respirasi.Gejala hipotensi merupakan gejala yang

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 151


menonjol pada shock anafilaktik. Hipotensi terjadi sebagai akibat dari dua faktor,
pertama akibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer dan kedua akibat
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler sehingga selain resistensi pembuluh
darah menurun, juga banyak cairan intravaskuler yang keluar keruang interstitiel
(terjadi hipovolume relatif).Gejala hipotensi ini dapat terjadi dengan drastis
sehingga tanpa pertolongan yang cepat segera dapat berkembang menjadi gagal
sirkulasi atau henti jantung.
3. Gangguan kulit.
Merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi
anafilaktik.Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting
untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya
gejala yang lebih berat berupa gangguan nafas dan gangguan sirkulasi.Oleh
karena itu setiap gangguan kulit berupa urtikaria, eritema, atau pruritus harus
diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Dengan kata lain
setiap keluhan kecil yang timbul sesaat sesudah penyuntikan obat,harus
diantisipasi untuk dapat berkembang kearah yang lebih berat.
4. Gangguan gastrointestinal
Perut kram,mual,muntah sampai diare merupakan manifestasi dari gangguan
gastrointestinal yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya
gejala gangguan nafas dan sirkulasi. Skema perubahan patofisiologi pada shock
anafilaktik
Skema perubahan patofisiologi pada shock anafilaktik

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 152


Pengelolaan Anafilaksis dan shock Anafilaksis
Secara umum terapi anafilaksis bertujuan :
1. Mencegah efek mediator
 Menghambat sintesis dan pelepasan mediator
 Blokade reseptor
2. Mengembalikan fungsi organ dari perubahan patofisiologik akibat efek
mediator.

Titik tangkap terapi berdasarkan perubahan patofisiologi

Penanganan shock anafilaktik


Terapi medikamentosa
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnose dan
pengelolaannya.
1. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini disebabkan 3
faktor yaitu :
A. Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat , sehingga penderita dengan
cepat terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh utama.
B. Adrenalin merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan inotropik yang kuat
sehingga tekanan darah dengan cepat naik kembali.
C. Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi cyclic
AMP sehingga produksi dan pelepasan chemical mediator dapat berkurang
atau berhenti.
Dosis dan cara pemberiannya.
0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang
dapat diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat
lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 153


kurang efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin
dilarutkan dalam spoit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan.
Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada shock anafilaktik karena efeknya
lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga
absorbsi obat tidak terjadi.
2. Aminofilin
Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin.250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama
10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap
perlu.
3. Antihistamin dan kortikosteroid.
Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang
manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu
menetralkan chemical mediators yang lepas dan tidak menghentikan produksinya.
Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi
selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa
digunakan adalah difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan untuk golongan
kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrocortison
100 – 250 mg IV.

Terapi supportif
Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa
dan sebaiknya dilakukan secara bersamaan.
1. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 – 5 ltr /
menit harus dilakukan.Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi
atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
2. Posisi Trendelenburg
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi ) akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah
ikut meningkat.
3. Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap
rendah maka pemasangan infus sebaiknya dilakukan.Cairan plasma expander
(Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler
secepatnya.Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis
dapat dipakai sebagai cairan pengganti.Pemberian cairan infus sebaiknya
dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
4. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 154


seterusnya.Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok
anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter
tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga
perangkat resusitasi (Resucitation kit) untuk memudahkan tindakan secepatnya.
Pencegahan
1. Kewaspadaan
Tiap penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-obat yang telah dilaporkan
bersifat antigen (serum, penisillin, anestesi lokal dll ) harus selalu waspada untuk
timbulnya reaksi anfilaktik.Penderita yang tergolong resiko tinggi (ada riwayat
asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi lainnya) harus lebih diwaspadai
lagi. Jangan mencoba menyuntikan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada
riwayat alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain
yang lebih aman.
2. Test kulit
Test kulitmemang sebaiknya dilakukan secara rutin sebelum pemberian obat
bagi penderita yang dicurigai. Tindakan ini tak dapat diandalakan dan bukannya
tanpa resiko tapi minimal kita dapat terlindung dari sanksi hukum. Pada penderita
dengan resiko amat tinggi dapat dicoba dengan stracth test dengan
kewaspadaan dan persiapan yang prima.
3. Pemberian antihistamin dan kortikosteroid .
Sebagai pencegahan sebelum penyuntikan obat, juga merupakan tindakan
yang aman, selain itu hasilnyapun dapat diandalkan.
4. Pengetahuan, keterampilan dan peralatan.
Early diagnosis dan early treatment secara lege-artis serta tersedianya obata-
obatan beserta perangkat resusitasi lainnya merupakan modal utama guna
mengelola shock anafilaktik yang mungkin tidak dapat dihindari dalam praktek
dunia kodokteran.
Kesimpulan
1. Shock anafilaksis merupakan reaksi alergi yang tergolong emergency life-
threatening.
2. Reaksi anafilaksis atau anafilaktoid dapat memberi gejala yang sama, walaupun
mekanismenya berbeda.
3. Test kulit senantiasa diperlukan, pada penggunaan obat-obat yang sangat
dicurigai (untuk kepentingan aspek hukum).
4. Pemberian antihistamin dan steroid pra-exposure dilaporkan sangat bermanfaat.
5. Drug of choise dari shock anafilaktik adalah adrenalin.
6. Keterampilan RKP dan ketersediaan Resusitation kit, emergency drug mutlak
pada tempat-tempat dimana penyuntikan banyak dilakukan.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 155


TERAPI CAIRAN (ELEKTROLIT)
Penatalaksanaan resusitasi pasien dengan gangguan cairan dan elektrolit
memerlukan pemahaman tentang komposisi cairan di dalam tubuh, komponen serta
metabolisme air dan elektrolit. Sebagian besar komposisi tubuh adalah air hampir 60%
pada pria dan 50% pada wanita adalah air. Keseluruhan jumlah air di sebut Total Body
Water (TBW).
TBW dibagi menjadi:
 Volume cairan ekstra selular (ECF).
Ekstra celular fluid didefinisikan sebagai seluruh cairan dalam tubuh yang
terdapat diluar sel. ECF dibagi dalam cairan plasma dan cairan
interstitial.Normal ECF 20% dari TBW.
 Volume cairan intracellular (ICF).
Didefinisikan sebagai volume cairan yang berada di dalam sel. ICF mencapai
40% TBW.

Tabel : Komposisi Cairan Tubuh

Keseimbangan cairan tubuh dipertahankan dengan menambah intake dan


eksresi air.Intake di kontrol dengan rasa haus sedangkan eksresi dikendalikan oleh
ginjal melalui hormon ADH (Anti Diuresis Hormon). Kebutuhan cairan ditentukan oleh
berat badan rata-rata membutuhkan 25-30cc/KgBB perhari.
Pada prinsipnya terapi cairan terdiri dari:
 Terapi resusitasi.
 Terapi pemeliharaan atau maintenance.
Manajemen cairan sangat penting.Kesalahan pemberian cairan berakibat fatal.
Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka intake cairan harus sama dengan
cairan yang hilang. Cairan yang diberikan termasuk air dan elektrolit.Tujuan terapi
cairan bukan untuk keseimbangan cairan tetapi untuk penyelamatan jiwa dengan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 156


menurunkan angka mortalitas.Perdarahan banyak menyebabkan gangguan
kardiovaskuler, Shock hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut bila
terjadi perdarahan tidak segera dilakukan pengelolaan yang baik.Memperbaiki
keadaan umum dan mengatasi syok dapat dilakukan pemberian cairan elektrolit,
plasma, atau darah.
Langkah utama perbaikan sirkulasi mengupayakan aliran vena yang memadai
mulai degan pemberian infus ringerlaktate atau normal saline, sebelum pasang infuse
ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah bila perlu
crosstest. Perdarahan berat membahayakan jiwa jika haemoglobin rendah, maka
cairan penganti yang terbaik adalah transfusi darah.Resusitasi cairan yang cepat dan
agresif adalah landasan terapi shock hipovolemik, sumber kehilangan darah atau
cairan harus segera dicari dan dilakukan tindakan penghentian kehilangan cairan.
Penyebab yang umum adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lain
seperti lukabakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama, emesis dan pancreatitis akuta.
Pemilihan cairan intravena kristaloid adalah larutan garam seimbang yang bebas
melewati kapiler endotel akan mengalami keseimbangan cepat degan cairan
ekstravaskuler contohnya adalah RL, NACL, Asering dll. Koloid adalah larutan yang
mengandung molekul lebih besar akan memberikan tekanan onkotik sehingga dapat
bertahan lama didalam intravaskuler jika dibandingkan degan cairan kristaloid.

Table1

Pemilihan cairan berdasarkan konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolic dari


pasien, berbagai larutan parentral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis
berbagai kondisi medis, terapi cairan intravena merupakan aspek terpenting dalam
penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien shock cairan resusitasi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 157


dengan memakai 1-2 liter larutan isotonis Ringer lactate, namun ringerlaktate tidak
selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi, pada pasien dehydrasi karena
muntah muntah cairan terbaik adalah NACL o,9 %, larutan Nacl isotonis dianjurkan
untuk penanganan syok hipovolemik dengan hiponatremia, hipokhloremia atau
alkalosis metabolic. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalkan tekanan darah
pada pasien luka bakar 18-24 jam sesudah terjadinya luka bakar, larutan parentral
pada syok hipovolemik diklasifikasikan berupa cairan kristaloid, koloid dan
darah.Keuntungan cairan kristaloid mudah tersedia, murah, mudah dipakai tidak
menyebabkan reaksi alergi dan sedikit efek samping.

ELEKTROLIT
a. Hiponatremia
Didefinisikankadarnatrium darah kurang 135 mmol/ liter, diklasifikasikan sebagai
hiponatremia yang hipertonik atau isotoniktergantung kepada osmolaritas serum,
gejala klinis berupa manifestasi cerebral mulai tampak bila kadar natrium
dibawah 125 mmol/ liter, sakit kepala, mual, muntah, disorientasi bahkan koma
dan kejang sering muncul ketika kadar natrium dibawah 120 mmol/ liter.
Terapi tergantung kepada manifestasi klinis dan kecepatan terjadinya
hiponatremia, jika terlihat manifestasi serebral dan hiponatremia terjadi degan
cepat diberikan terapi Nacl 3 % 50 – 70 mmol/ jam untuk meningkatkan kadar
natrium 2 mmol/ jam sampai target 130 mmol/ liter, setelah mencapai kadar 130
mmol/ liter diberikan koreksi lambat untuk mencegah demielinasi, keadaan
tersebut sering terdapat pada pasien dengan Heat Stroke (pada jemaah haji
yang terpajan panas tinggi).
b. Hipernatremia
Adalah bila kadar natrium serum lebih dari 145 mmol/liter penyebabnya adalah
kekurangan cairan, pemberian bikarbonat yang berlebihan, kelebihan natrium.
Gejala klinis yang timbul jika kadar natrium lebih dari 155 – 160 mmol/ liter,
antara lain, demam, gelisah, iritabel, spoor sampai koma, terapi dengan
pemberian cairan sampai defisit cairan tergantikan, cairan yang diberikan
Dextrose 5% atau Nacl 0,45% tidak boleh diberikan H2O steril karena akan
menyebabkan haemolisis.
c. Hipokalemia
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum kurang dari 3,5 mmol/liter
akibat kurangnya intake cairan, peningkatan kehilangan cairan dari ginjal dan
saluran cerna, gejala klinis yaneg timbul kelemahan tubuh, depresi, konstipasi,
ileus, gagal nafas, ventrikel takikardi, atrial takikardi, terapi dengan KCL oral atau
pun drips, pemberian KCL intra vena tidak melebihi 40 mmol/ liter.
d. Hiperkalemia
Merupakan kadar kalium dalam darah lebih dari 5 mmol/liter, setelah intake
kalium yang berlebihan, kerusakan jaringan yang berat seperti pada luka bakar

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 158


ataupun eksresi yang berkurang, manifestasi klinis yaitu kelemahan, parestesia,
flacyd paralisis, hipotensi dan bradikardia, gambaran ECG adanya peningian
gelombang T, terapinya meliputi penyebab dan hemodialisis.
Managemen hiperkalemia yang mengacam nyawa yaitu:
 IV Dextrose 50 gr dengan 20 UI Insulin
 IV Calsium Klorida 10 % 5 – 10 ml
 IV Sodium Bikarbonat 50 – 100 ml.

Referensi
1. American College of Surgeons Commitee on Trauma ,2008, Advance Trauma
Life Support for Doctor (ATLS) Chicago
2. Fith Edition, 1999, PHTLS ( Basic and Andanced Prehospital Trauma Life
Support) , Mosby,
3. John E Campbell, 2000, Basic Trauma Life Support American Collage of
Emergency Physician, Alabama
4. Brady Bergeron, Le Baudeor, ninth edition,2011 Emergency Medical
Responder, New Jersey

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 159


Materi Inti 6
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER

Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan kardiovaskuler
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan sistem konduksi listrik jantung
2. Mengidentifikasi gambaran EKG normal
3. Mengidentifikasi gambaran EKG pasien dengan Coronary Syndrome
4. Mengidentifikasi disritmia
5. Melakukan therapy elektrik

Circulatory System

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 160


Sistem Konduksi Jantung

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 161


Sel pada otot jantung terdiri dari sel-sel pace maker dan sel-sel kontraktil,
dimana sel pace maker bekerja sebagai funsi elektrik atau listrik dan sel-sel kontraktil
berfungsi sebagai fungsi mekanik.
Sistem konduksi jantung terdiri dari sel pace maker Sino Atrial (SA) Node yang
akan menghantarkan listrik ke Atrio Ventrikuler (AV) Node dan selanjutnya melalui
Bundle of His jaras listik akan diteruskan ke serabut purkinye.
SA Node adalah sel pace maker yang memiliki inherent rate 60-100 kali/menit,
AV Node memiliki inherent rate 40-60 kali/menit dan ventrikel memiliki inherent rate 20-
40 kali/menit.

EKG
Pengertian EKG
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung.
Sedangkan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan
rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam
melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik
jantung akan menimbulkan kelainan gambar EKG.
EKG hanyalah salah satu alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit
jantung. Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam
menentukan diagnosis, karena pasien dengan penyakit jantung mungkin mempunyai
gambaran EKG yang normal atau sebaliknya individu yang normal mungkin
mempunyai gambaran EKG yang abnormal.
Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi
menghasilkan informasi diagnostik yang penting.

EKG mempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis berikut :


1. Disritmia jantung
2. Hipertropi atrium dan ventrikel
3. Iskhemia dan infark myokard
4. Efek obat-obatan terutama digitalis dan anti-aritmia
5. Gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium
6. Penilaian fungsi pacu jantung.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 162


Elektrofisiologi sel otot jantung

FASE AKSI POTENSIAL


Fase 0
Dinamakan fase depolarisasi yang menggambarkan arus masuk Natrium ekstra seluler
ke dalam intra seluler yang berlangsung dengan cepat. Terjadi perubahan muatan
dalam sel menjadi positif dan diluar menjadi negative
Fase 1
Merupakan fase permulaan proses repolarisasi yang mengembalikan potensial dalam
sel menjadi 0 mV. Terjadi akibat penutupan saluran Natrium
Fase 2
Kalsium masuk kedalam sel miokard dengan laju relatif lebih lambat dan menyebabkan
keadaan stabil yang agak lama sesuai masa istirahat ( refrakter ) absolut miokardium.
Fase 3
Fase ini merupakan fase pengembalian potensial intrasel ke potensial istirahat, akibat
pengeluaran Kalium dari dalam sel keluar sel, sehingga mengurangi muatan positif di
dalam sel.
Fase 4
Disebut sebagai fase istirahat , dimana sel miokard kembali bermuatan positif di luar
sel dan negatif di dalam sel hal ini disebut POLARISASI.

Sandapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG dipasang elektroda-elektroda di kulit pada
tempat-tempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan,
karena penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.
Terdapat 2 jenis sandapan (lead) pada EKG, yaitu :
1. Sandapan Bipolar,
Merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda, yang ditandai dengan angka
romawi I, II dan III

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 163


Sandapan I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) yang bermuatan
negatif (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+).
Sandapan II : merekam beda potensial antara tangan kanan (-) dengan kaki kiri
(LF) yang bermuatan (+)
Sandapan III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) yang bermuatan (-)
dan kaki kiri (+).

2. Sandapan Unipolar
a. Sandapan Unipolar Ekstremitas
aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA) yang bermuatan (+),
dan elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.
aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) yang bermuatan (+), dan
muatan (-) gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.
aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang bermuatan (+) dan
elektroda (-) dari gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.

b. Sandapan unipolar prekordial


Sandapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 ditempatkan secara langsung
di dada. Karena terletak dekat jantung, 6 sadapan itu tak memerlukan
augmentasi.Terminal sentral Wilson digunakan untuk elektrode negatif, dan
sadapan-sadapan tersebut dianggap unipolar. Sandapan prekordial
memandang aktivitas jantung dibidang horizontal. Sumbu kelistrikan jantung di
bidang horizontal disebut sebagai sumbu Z.
Sandapan V1, V2, dan V3 disebut sebagai sandapan prekordial
kanan sedangkan V4, V5, dan V6 disebut sebagai sandapan prekordial kiri
Kompleks QRS negatif di sandapan V1 dan positif di sandapan V6. Kompleks
QRS harus menunjukkan peralihan bertahap dari negatif ke positif antara

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 164


sandapan V2 dan V4. Sandapan ekuifasik itu disebut sebagai sandapan
transisi. Saat terjadi lebih awal daripada sandapan V3, peralihan ini disebut
sebagai peralihan awal. Saat terjadi setelah sandapan V3, peralihan ini disebut
sebagai peralihan akhir. Harus ada pertambahan bertahap pada amplitudo
gelombang R antara sandapan V1 dan V4. Ini dikenal sebagai progresi
gelombang R. Progresi gelombang R yang kecil bukanlah penemuan yang
spesifik, karena dapat disebabkan oleh sejumlah abnormalitas konduksi, infark
otot jantung, kardiomiopati, dan keadaan patologis lainnya.
 Sandapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.
 Sandapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
 Sandapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
 Sandapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea
(sekalipun detak apeks berpindah).
 Sandapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris
anterior.
 Sandapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea
midaxillaris.

Kumpulan sadapan klinis

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 165


Jumlah sandapan EKG ada 12, masing-masing merekam aktivitas kelistrikan
jantung dari sudut yang berbeda, yang juga berkaitan dengan area-area anatomis yang
berbeda dengan tujuan mengidentifikasi iskemia korner akut atau lesi. 2 sandapan
yang melihat ke area anatomis yang sama di jantung dikatakan bersebelahan (lihat
tabel berkode warna).
 Sandapan inferior (sadapan II, III dan aVF) memandang aktivitas listrik dari
tempat yang menguntungkan di dinding inferior (atau diafragmatik) ventrikel kiri.
 Sandapan lateral (I, aVL, V5 dan V6) melihat aktivitas kelistrikan dari titik yang
menguntungkan di dinding lateral ventrikel kiri. Karena elektrode positif untuk
sandapan I dan aVL terletak di bahu kiri, sandapan I dan aVL terkadang disebut
sebagai sandapan lateral atas. Karena ada di dada pasien, elektode positif
untuk sandapan V5 dan V6 disebut sebagai sandapan lateral bawah.
 Sandapan septum, V1 and V2 memandang aktivitas kelistrikan dari titik yang
menguntungkan di dinding septum anatomi kiri, yang sering dikelompokkan
bersama dengan sandapan anterior.
 Sandapan anterior, V3 dan V4 melihat aktivitas kelistrikan dari tempat yang
menguntungkan di anterior ventrikel kiri.
 Di samping itu, setiap 2 sandapan prekordial yang berdampingan satu sama
lain dianggap bersebelahan. Sebagai contoh, meski V4 itu sandapan anterior
dan V5 lateral, 2 sandapan itu bersebelahan karena berdekatan satu sama lain.
 Sandapan aVR tak menampakkan pandangan khusus atas ventrikel kiri.
Sebagai gantinya, sandapan ini melihat bagian dalam dinding endokardium dari
sudut pandangnya di bahu kanan.

Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal
dengan jarak 1 mm (sering disebut sebagai kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat
pada setiap 5 mm (disebut kotak besar).
Garis hirizontaal menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0,04 detik. Sedangkan 5 mm
= 0,20 detik.
Garis vertikal menggambarkan voltase, dimana 1 mm = 0,1 miliVolt, sedang setiap 10
mm = 1 miliVolt.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 166


Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25
mm/s, meskipun kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak
kecil kertas EKG berukuran 1 mm². Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas
EKG sama dengan 0,04 s (40 ms). 5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama
dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada 5 kotak besar per menit. 12 sadapan EKG
berkualitas diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1
mV. Sinyal "kalibrasi" harus dimasukkan dalam tiap rekaman. Sinyal standar 1 mV
harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2 kotak besar di kertas EKG.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 167


Kurva EKG
Menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel.
Kurva EKG yang normal terdiri dari gelombaang P,Q,R.S dan T serta kadang-
kadang gelombang U. selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG

Gelombang P
Merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Positif di sandapan
I,II,aVF,V2-V6, terbalik di aVR, mungkin tegak, bifasik atau terbalik (negatif) di III, aVL
dan V1
Gelombang P yang normal :
• Lebar < 0,12 detik
• Tinggi < 0,3 miliVolt
• Selalu positif di lead II
• Selalu negatif di lead aVR
Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel. Seringkali normal di V1
dan kadang-kadang di V2
Gelombang QRS yang normal :
• Lebar 0,06-0,12 detik
• Tinggi tergantung lead
(bila lebih dari 0,12 detik harus dicari kemungkinan ada RBBB, LBBB atau ventrikel
ekstrasistole).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 168


Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama pada gelombang QRS.
Gelombang q kecil biasanya terlihat di sandapan I,II, aVF, dan V4-V6,
durasinya < 0,03 detik dan tinggi/dalam amplitudo tidak lebih dari 25% tinggi gel R.
Gelombang Q dalam ukuran bervariasi normal di sandapan aVR.
Sedangkan gelombang Q besar yaitu durasi 0,04 detik atau 25% lebih besar dari
gelombang R dapat dilihat di sandapan III sendiri. Q abnormal yang ditemukan di
sadapan I atau sadapan prekordial adalah diagnostik. Gelombang Q abnormal disebut
gelombang Q patologis

Gelombang Q yang normal :


• Lebar < 0,04 detik
• Tinggi / dalam < 1/3 gelombang R

Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS


Gelombang R umumnya positif di lead I, II, V5 dan V6. Gelombang r kecil di V1
dan membesar secara progresif di di V2-V4. Atau di lead aVR, V1 dan V2 biasanya
hanya kecil tau tidak ada sama sekali.
Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R
Di lead aVR dan V1 gelombang S terlihat dalam, dari V2 ke V6 akan terlihat makin
lama makin menghilang atau berkurang dalamnya. Gelombang S mungkin ditemukan
di sandapan I, II, dan selalu lebih kecil daripada gelombang R pada masing-masing
sandapan.

Gelombang T :
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T
positif di lead I,II, aVF dan V3-V6 dan terbalik di aVR. Gelombang ini mungkin tegak,
bifasik atau terbalik di sadapan III, aVL dan V1.

Gelombang U :
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang
P berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui namun diduga
akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.

Interval PR
Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang
QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12-0,20 detik.
Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls
melalui berkas his sampai permulaan depolarisasi ventrikel.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 169


Segmen ST
Diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekordial dapat bervariasi dari -0,5 sampai + 2
mm. Segmen ST yang naik disebut ST elevasi, dan yang turun disebut ST depresi

Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pd atrium dan ventrikel
EKG normal terdiri dari gel P,Q,R,S dan T serta kadang terlihat gel U. Selain itu ada
juga beberapa interval dan segmen EKG.

Cara Membaca EKG :


1. Tentukan irama jantung
2. Tentukan Frekwensi ( HR )
3. Tentukan Axis
4. Tentukan adakah tanda Iskemia / Infark
5. Tentukan adakah tanda Hipertrofi
6. Tentukan adakah gangguan Elektrolit

Menentukan Irama Jantung


Dalam menentukan irama jatung urutan yg ditentukan adalah sbb :
 Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak.
 Tentukan berapa frekuensi jantung (HR).
 Tentukan gelombang P normal atau tidak.
 Tentukan interval PR normal atau tidak.
 Tentukan gelombang QRS normal atau tidak.
Catatan: Irama jantung yang normal impulsnya berasal dari nodus SA,disebut irama
sinus (Sinus Rhytem = SR ).

EKG Normal
Kriteria irama sinus (SR) atau EKG normal adalah sbb :
 Irama teratur.
 Frekwensi jantung (HR) antara 60-100 x/menit.
 Gel P normal, setiap gel P diikuti gel QRS dan T.
 Interval PR normal ( 0,12 – 0,20 detik ).
 Gel QRS normal ( 0,06 – 0,12 detik ).
 Semua gelombang sama.
 Irama EKG yg tidak mempunyai kriteria tersebut disebut disritmia atau aritmia.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 170


AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 171
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 172
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 173
Cara Menghitung HR

Menentukan frekuensi jantung :


A. 300 = ( jml kotak besar dlm 60 detik )
Jml kotak besar antara R – R

B. 1500 = (jml kotak kecil dlm 60 detik )


Jml kotak kecil antara R – R

C. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10.

Catatan : Rumus A/B untuk EKG yang teratur.


Rumus C untuk EKG yang tidak teratur.

Pengertian Disritmia
 Perubahan pada freqwensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi
elektrolit abnormal atau otomatis ( Doengoes,1999 )
 Akibat perubahan elektrofisiologisel sel miokardium ,perubahan elektrofisiologi
ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman
grafik aktifitas listrik sel ( Price,1994 )
 Gangguan tidak hanya terbatas pada iragulitas denyut jantung tapi juga
termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi ( Hanafi,1996 )

Di diklasifikasikan dalam 2 golongan :


 Disritmia karena gangguan pembentukan impuls
 Disritmia karena gangguan sistem konduksi

Etiologi
1. Ganguan koroner
2. Infeksi jantung ( endokarditis,perikarditis )
3. Intoksikasi obat
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
5. Penyebab lain tidak di ketahui
Sinus Ritme

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 174


Sinus Bradikardi

Sinus Takikardia

Sinus Aritmia

SinusArrest

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 175


Sinus Ritme dengan Atrial Ekstra Sistole

Atrial Flutter (AFL)

Atrial Fibrilasi (AF)

Sinus Ventricular Takikardi (SVT)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 176


Junctional Ritme

Idioventrkular Ritme

Ventrikel Takhikardi dengan nadi

Ventrikel Takhikardi tanpa nadi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 177


Ventrikel Fibrilasi

Asistole

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 178


SINDROM KORONER AKUT

Pengertian
Kegawatdaruratan kardiovaskular sering timbul secara mendadak, dan sering
pula terlambat datang ke UGD. Waktu timbul keluhan hingga penderita sampai ke
UGD merupakan waktu yang sangat bermanfaat. Oleh sebab itu maka sangat penting
bagi seorang perawat atau tenaga kesehatan untuk mengetahui gejala
kegawatdaruratan kardiovaskular dan mampu memberikan tindakan Basic Life Support
(BLS).
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan
iskemik miokard yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segment ST (ST
Elevation Myocardial Infarction) atau STEMI, infark miokard akut tanpa elevasi
segment ST (Non ST Elevation Myocardial Infarction) atau NSTEMI dan Angina
Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina Pectoris) atau UAP.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 179


Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa rasa tidak nyaman didada atau yang dikenal dengan
Angina Pektoris, yang terjadi karena ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan
oksigen pada otot jantung yang pada umumnya disebabkan karena terjadinya ruptur
atau erosi dari atheromatous plaqe.

Gejala atau manifestasi klinis SKA


Gejala klinis pada sindroma koroner akut pada umumnya adalah Angina
Pectoris, yaitu nyeri dada yang dirasakan seperti tertekan yang dapat menjalar ke
lengan, punggung, bahu, leher, rahang atau epigastrium. Gejala lain seperti napas
pendek, fatique atau sesak napas dapat di kategorikan sebagai Angina
Equivalent.Dapat pula disertai gejala lain seperti mual dan keringan dingin.
Pada populasi pasien tertentu seperti pada orang tua, wanita,dan pasien
diabetes keluhan yang dirasakan tidak khas atau atypical, mereka lebih banyak
mengeluh sesak napas atau napas pendek berdebar.
Faktor Resiko
1. Merokok
2. Hypertensi
3. Hypercholesterol
4. Diabetes Mellitus
5. Stress
6. Kegemukan
7. Herediter

Diagnostik
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG
(elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal
(angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 180


dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang perawat
gawat darurat harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan
dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda awal dalam
pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:
 Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial.
 PENCETUS/ PROVOKATUS: dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni
aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut,
udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu
mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi
debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner
juga meningkat
 PALLIATIF : pada nyeri angina terkontrol dengan nitrat, tetapi pada akut
memerlukan analgetik dosis tinggi seperti Morphin
 QUALITAS :Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 RADIASI : Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
 SEVERITAS : Skala nyeri 1 - 10
 TIME : Pada nyeri angina lama nyeri antara 10 sampai 20 menit, berulang.
Sedangkan nyeri pada akut nyeri lebih dari 30 menit terus menerus.Pastikan
onset nyeri dada.
 Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan
lemas.

Presentasi klinis nyeri dada


Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil
/NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
a. Unstable angina : gejala angina tidak stabil adalah sama dengan angina stabil ,
tetapi gejala dapat disertai :
 Nyeri tambah berat/ /angina tambah berat tanpa pemicu/ propokasi
apapun
 Nyeri tetap bertahan bahkan ketika beristirahat
 Nyeri bertahan lebih dari lima menit
 Tidak respon terhadap ISDN

b. Non-ST segmen elevasi miokard infark (NSTEMI): setidaknya dua dari kriteria
berikut:
 Gejala nyeri saat istirahat
 Terdapat peningkatan serum troponin

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 181


 Perubahan EKG: elevasi segmen ST tidak hadir, mungkin ada segmen
ST normal atau depresi atau gelombang T inversi
c. ST segment elevasi miokard infark (STEMI): ditandai gejala dengan elevasi
segmen ST (iskemia transmural) . Ada indikasi untuk perawatan mendesak
reperfusi, baik dengan intervensi koroner perkutan atau dengan pemberian agen
trombolitik. Serangan jantung bisa subclassified sebagai gelombang Q atau non-
Q wave infark miokard.
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut.
Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa
tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama
pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih
besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan
agar tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/
under estimate .

A. Elektrocardiograf
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan
saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
Gambaran diagnosis Akut STEMI dari EKG adalah :
 Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
 Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi
gelombang T yang simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan
adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak
menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada
pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan
secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:
 Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai
gelombang Q.
 Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T

B. Labolatorium/ petanda boikimia


Penanda biokimia seperti troponin mempunyai nilai prognostik yang lebih baik
dari pada CK-MB. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB
merupakan indikator penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua
penanda tersebut adalah relatif rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6
jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen
ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan nilai CKMB. Enzim jantung
antara lain: CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6 sampai 10 jam setelah

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 182


kerusakan sel miokardium. Puncaknya 14 sampai 36 jam dan kembali normal
setelah 48 sampai 72 jam. Di samping CK, CK-MB, aktivitas LDH muncul dan turun
lebih lambat melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48 jam setelah serangan
IMA, yang mencapai puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 8–14 hari
setelah infark.
Pengujian laboratoris lain yang bisa terlihat adalah jumlah sel darah putih yang
meningkat dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang
naik dan peningkatan kadar gula darah
Secara singkat untuk membedakan Angina tak Stabil, Akut NSTEMI dan Akut
STEMI dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Jenis Nyeri Dada EKG Enzim Jantung

Angina pada waktu Depresi segment T Tidak meningkat


istirahat/aktivitas ringan (CCS Inversi gelombang
UAP III-IV). Cresendo Angina. Hilang T
dengan nitrat. Tidak ada
gelombang Q

Lebih berat dan lama ( > 30 Depresi segment Meningkat


NSTEMI menit). Tidak hilang dengan ST minimal 2 kali
nitrat, perlu opium. Inversi gelombang nilai batas atas
T normal.

Lebih berat dan lama (> 30 Hiper akut T Meningkat


STEMI menit), tidak hilang dengan Elevasi segmen T minimal 2 kali
nitrat, perlu opium. Gelombang Q nilai batas atas
normal.

Penatalaksanaan pada SKA


1. Tindakan Umum
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner
dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard,
membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita
SKA perlu penanganan segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di rumah

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 183


sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan kemampuan yang harus
dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis pasien.
Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai terapi
reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini
mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat
di ICCU dengan pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia.
Oksigen diberikan pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu
dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse oximetry) atau evaluasi gas
darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi kurang (SaO2 <90%). Morfin
sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan nitrat, bila terjadi
edema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila
hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien
dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien
dengan diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia
berat yang menetap atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila
terdapat instabilitas hemodinamik berat.
2. Tatalaksana Sebelum Ke Rumah Sakit (RS)
Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan
tepat,menentukan apakah ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan
teknis transportasi pasien ke rumah sakit yang dirujuk.Pasien dengan nyeri dada
dapat diduga menderita infark miokard atau angina pektoris tak stabil dari
anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam menghadapi pasien-pasien nyeri dada
dengan kemungkinan penyebabnya kelainan jantung, langkah yang diambil atau
tingkatan dari tata laksana pasien sebelum masuk rumah sakit tergantung
ketepatan diagnosis, kemampuan dan fasilitas pelayanan kesehatan maupun
ambulan yang ada.
a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera
mengantarkan pasien mencari pertolongan ke rumah sakit atau menelpon
rumah sakit terdekat meminta dikirimkan ambulan beserta petugas
kesehatan terlatih.
b. Petugas kesehatan/ dokter umum di klinik
 Mengenali gejala sindrom koroner akut dan pemeriksaan EKG bila ada.
 Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 liter/menit
 Berikan aspirin 160 – 325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi
aspirin
 Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg
diulang setiap 5 – 15 menit sampai 3 kali
 Bila memungkinkan pasang jalur infus

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 184


 Segera kirim ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas ICCU (Intensive
Coronary Care Unit) yang memadai dengan pemasangan oksigen dan
didampingi dokter/perawat yang terlatih.

3. Tatalaksana di Unit Gawat Darurat


Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu
dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan
lebih baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun
membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung. Manajemen yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:
a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sandapan,
b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/Tropononin,
c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
d. pasang monitoring EKG secara kontiniu,
e. pemberian obat: MONA
 nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi
bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,
 aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol,
tiklopidin atau klopidogrel, dan
 mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5
menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau
tramadol 25-50 mg intravena.
f. Segera pindahkan ke Ruang Rawat Intensif Koroner (ICCU)

4. Tatalaksana di ICCU
a. Pasang monitor 24 jam
b. Tirah baring
c. Pemberian oksigen 3-4 liter/menit
d. Pemberian nitrat : sebagai vasodilator koroner untuk mengurangi gejala nyeri
dada, menurunkan tekanan darah pada hipertensi dan vasodilator pada edema
paru. Preparat nitrat oral sublingual isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang tiap 5
menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada. Bila nyeri belum berkurang
dapat diberikan nitrogliserin drip intravena secara titrasi sesuai respon
tekanan darah, dimulai dengan dosis 5 – 10 mikrogram/menit dan dosis
dapat ditingkatkan 5 – 20 mikrogram/menit sampai respons nyeri berkurang
atau mean arterial pressure (MAP) menurun 10 % pada normotensi dan 30 %
pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 185


Perhatikan kontraindikasi pemberian nitrat :
Bradikardia berat (denyut jantung < 50 x/menit), tekanan darah sistolik 100 x/menit,
dugaan infark ventrikel kanan, mempunyai riwayat penggunaan phospodiestrase
inhibitor (misalnya sildenafil) dalam 24-48 jam sebelumnya
KOMPLIKASI
1. Kardiogenik syok
2. Arrythmia : Ventrikel Takhikard, Ventrikel Fibrilasi, AV-Blok
3. Gagal jantung
4. Ruptur Chorda

BEBERAPA CONTOH EKG SKA AKUT STEMI

1. Akut anteroseptal Infark

2. Akut inferior infark

3. Akut Lateral Infark

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 186


TERAPI LISTRIK
Pendahuluan
Terapi listrik atau terapi elektrik adalah tindakan yang dilakukan terhadap
pasien gawat darurat yang mengalami gangguan irama jantung dengan menggunakan
alat yang disebut Defibrilator.
Tujuan terapi listrik adalah untuk membuat irama jantung menjadi Asistole,
sehingg diharapkan SA Node dapat berfungsi kembali secara efektif.
Defibrilator sebagai alat terapi listrik memiliki beberapa fungsi, diantaranya
untuk pemantauan irama jantung, Defibrilasi, Kardioversi dan Trancutaneous
Pacemaker.
Ada dua jenis defibrillator yang biasa digunakan, yang pertama Defibrilator
Monofasik, dimana energy listrik hingga 360 joule, dan yang kedua Defibrilator Bifasik,
dimana energy listrik hanya sampai 200 joule.
Defibrilator bifasik lebih menguntungkan bagi pasien, karena energy listrik yang
digunakan lebih kecil sehingga dapat meminimalkan kerusakan sel kulit dan sel
miokard, walaupun kedua-duanya dapat digunakan untuk indikasi yang sama.

Automatic External Defibrilator (AED)

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 187


Defibrilator

Defibrilasi
 Terapi elektrik dilakukan dengan modus Asinkron
 Dilakukan terhadap pasien Lethal Aritmia, spt : Ventrikel Fibrilasi (VF) atau
Ventrikel Takhikardia (VT) tanpa nadi
 Energi listrik diberikan 360 joule (monofasik), 120-200 joule (bifasik)

Kardioversi
 Terapi elektrik dilakukan dgn modus Sinkron
 Dilakukan terhadap pasien VT (dgn nadi), Supra Ventrikel Takhikardi (SVT) dan
Atrial Fibrilasi (AF)
 Energi listrik diberikan mulai 50 joule (untuk VT) dan 100 joule (untuk SVT/AF)

Transcutaneous Pacemaker
 Diberikan terhadap pasien Bradikardi Simtomatik
 Gambaran EKG : Sinus Bradikardi berat, Second degree AV Block, Total AV
Block (TAVB).
 Dilakukan sebelum pasien dipasang Transvenous Pacemaker

Prosedur Pelaksanaan Defibrilasi


- Siapkan alat defibrilator selalu stand by
- Pasang elektrode di dada pasien
- Tekan tombol On
- Pasang monitor EKG pd lead II
- Beri jelly pd kedua padle
- Letakan padle di sternum dan apeks
- Stel energi dan modus sesuai kasus

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 188


- Isi energi listrik (charge)
- Beri aba2 thd lingkungan sekeliling pasien ( Energi siap….,Saya siap….,Area
CLEAR….!), pastikan tidak ada orang yang bersentuhan dengan pasien atau
tempat tidur sekitar pasien
- Cek kembali irama EKG dimonitor
- Lepas energi listrik (discharge) dengan menekan tombol Discharge
- Evaluasi respon pasien thd terapi listrik

Yang perlu diperhatikan :


 Yakinkan modus dan energi sudah sesuai yg dibutuhkan
 Beri jelly dikedua permukaan paddle, Jelly harus rata dan cukup
 Pegang padle dgn kuat, paten, tdk renggang dan angkat stl energi dilepaskan
 Untuk “kardioversi” harus ada “informed concent”
 Berikan sedasi sebelum tindakan pada pasien concious (sadar)
 Dokumentasikan hasil tindakan

Obat-obatan Emergensi
Epineprin
• Efek adrenalin : merangsang reseptor adrenergik yang menghasilkan
vasokontriksi perifer dan meningkatkan aliran koroner dan serebral.
• Indikasi :
* Henti jantung : VT/VF tanpa nadi, asistol,PEA
* Bradikardi simptomatis : stlh atropin,dopamin,pacu jantung transkutan
* Hipotensi berat
• Dosis :
* Pada Henti Jantung : 1 mg tiap 3 - 5 mnt
* Jalur ETT : 2-2,5 mg dilarutkan dlm 10 cc NaCl 0,9%
* Pada Bradikardi & Hipotensi berat : 2 – 10 μg/mnt
Norepineprin
• Indikasi : Syok cardiogenik berat (TD sistolik < 70 mmHg) dengan resistensi
periper yang rendah
• Dosis : 0,5 – 1 μg/mnt, dititrasi sampai tekanan darah membaik, hingga 30
μg/mnt.
• Perhatian : Meningkatkan kebutuhan oksigen dan menginduksi terjadinya
aritmia, pemakaian pada akut MCI harus hati - hati
Dopamine
• Indikasi :
* Obat kedua untuk bradikardi yang simptomatis (setelah atropin)
* Hipotensi dengan TD sistolik 70 – 100 mmHg dengan tanda-tanda shock.
• Dosis : infus 2 sampai 20 μg/KgBB/mnt, yang dititrasi perlahan sesuai respon
pasien.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 189


• Perhatian : Koreksi hipovolemia sebelum pemberian dopamin,dapat
menyebabkan takiaritmia dan vasokontriksi. hati – hati pemakaian pada syok
kardiogenik dengan CHF
Dobutamin
• Indikasi : gangguan pompa jantung (gagal jantung kongesti, edema paru)
dengan TD sistolik 70 – 100 mmHg yang tidak disertai tanda-tanda syok.
• Dosis : 2 – 20 μg/KgBB/mnt, dititrasi sesuai respon
• Perhatian : kontraindikasi pada syok akibat obat/racun. Hindari bila TD sistolik <
100 mmHg yang disertai tanda syok. Dapat menimbulkan takiaritmia
Nitroglycerin
• Indikasi : pilihan pertama pada nyeri dada akibat iskemia miokard, sebagai
terapi tambahan pada CHF terutama akibat volume overload, pada pasien
dengan iskemia yang menetap atau berulang, kongesti pulmonal, hipertensi
urgensi
• Dosis : bolus 12,5 – 25 μg. Dilanjutkan infus 10-20 μg/mnt yg dpt ditingkatkan 5
– 10 μg/mnt setiap 5 – 10 mnt hingga efek yang diinginkan tercapai. Dosis
rendah (30-40 μg/mnt) bersifat venodilator,dosis tinggi (150 μg/mnt) bersifat
dilatasi arteriolar. Pemberian yang terus menerus dalam 24 jam menyebabkan
terjadi toleransi.
• Perhatian : kontraindikasi pada hipotensi, bradikardi atau takikardi berat, RV
infark
Natrium Bikarbonat
• Indikasi : jika diketahui hiperkalemia, asidosis yang responsif dengan
bicarbonate seperti pada ketoasidosis diabetik atau kelebihan obat
antidepresan trisiklik, pada resusitasi yang lama dengan ventilasi yang efektif
• Dosis : 1 mEq/KgBB IV bolus lambat 5 – 10 mnt. Jika memungkinkan gunakan
analisa gas darah sebagai petunjuk terapi.
• Perhatian :
 Ventilasi & RJP lebih penting karena bikarbonate bukan buffer utama
pada henti jantung.
 Tidak dianjurkan untuk digunakan rutin pada henti jantung.
 Jangan diberikan pada asidosis hiperkarbis.
• Perhatian : dapat menyebabkan dehidrasi, hipovolume, hipotensi, hipokalemia
atau gangguan elektrolit lainnya.
Adenosine
• Indikasi : obat utama pada takikardi dengan QRS sempit, efektif untuk
menghentikan PSVT akibat reentry di AV node.
• Dosis : dosis awal 6 mg dalam 1-3 detik didorong dengan 20 cc NaCl 0,9%.
Bila perlu,Ulangi 12 mg 1-2 menit kemudian & dosis ketiga 12 mg setelah 1-2
menit kemudian.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 190


• Perhatian : kontraindikasi pada takikardi akibat keracunan obat, AV blok derajat
II atau III.
• Efek samping : wajah kemerahan, nyeri dada/sesak, kadang-kadang
bradikardi/asistol singkat. Kurang efektif pada pasien yang memakai teofilin.
Jika diberikan pada VT/takikardi QRS lebar dapat memperburuk keadaan
(hipotensi). Aman dan efektif pada kehamilan
Amiodarone
• Indikasi :
* Anti aritmia pilihan I pada VF/VT tanpa nadi.
* Takiaritmia atrial dengan fungsi LV yang rendah & tidak efektif dengan
digoxin.
* VT polimorfik atau takikardi dengan QRS lebar yang tidak jelas jenisnya.
* VT stabil pada kegagalan kardioversi
* Membantu untuk kardioversi pada SVT/PSVT
• Dosis :
• Pada Henti jantung : 300 mg IV bolus, berikutnya 150 mg setelah 3-5
mnt kemudian. Dosis maksimal 2,2 gram / 24 jam
• Pada takikardi dengan QRS lebar ( stabil) :
- Infus cepat : 150 mg dalam 10 mnt, dapat diulang dengan dosis
yang sama bila perlu, dilanjutkan
- Infus lambat : 360 mg dalam 6 jam, dilanjutkan
- Infus pemeliharaan : 540 mg dalam 18 jam
• Perhatian : Dapat menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi, memperpanjang
interval QT, waktu paruh sangat panjang (40 hari)
Atropin Sulfat
• Indikasi : obat utama pada sinus bradikardi yang simptomatis, mungkin
bermanfaat pada AV blok .
• Dosis :
• Bradikardi : 0,5 – 1 mg IV bolus tiap 3 – 5 mnt sampai dosis maksimal
0,04 mg/KgBB (total 3 mg)
• Melalui ETT : 2 – 3 mg diencerkan dlm 10 cc NaCl 0,9 %
• Perhatian : hati – hati pada iskemia miokard & hipoksia, hindari pada hipotermi
dengan bradikardi,tidak efektif pada mobitz tipe II dan total AV blok.
Lidokain
• Indikasi :
 Henti jantung akibat VF/VT
 VT stabil
 Takikardi dgn QRS lebar jenis tidak jelas
• Dosis :
 1 – 1,5 mg/kgBB, pada VF/VT: dapat ditambahkan 0,5 – 0,75 mg/KgBB
yang diulang 5 – 10 mnt kemudian sampai total 3 mg / KgBB (3 dosis).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 191


 Jika melalui ETT : 2 – 4 mg/KgBB
 Dosis pemeliharaa : 1 – 4 mg/mnt (30 – 50 μg/KgBB/mnt)
• Perhatian : tidak diajurkan sebagai profilaksis pada AMI, turunkan dosis
pemeliharaan jika ada gangguan fungsi hati atau gagal jantung kiri, hentikan
bila ada tanda – tanda keracunan

Magnesium Sulfat
• Indikasi : henti jantung akibat torsades de pointes atau diduga
hipomagnesemia, aritmia ventrikuler yang mengancam jiwa akibat keracunan
digitalis.
• Dosis :
 pada henti jantung akibat Torsade de Pointes : 1 – 2 gr diencerkan
dalam 10 cc D5W selama 5 – 20 menit.
 Pada Torsade de Pointes dengan Nadi : 1-2 gr dalam 50 – 100 cc, D5W
selama 5 – 60 mnt, diikuti 0,5 – 1 gr/jam IV (titrasi untuk mengontrol
TdP)
• Perhatian : dapat terjadi hipotensi bila diberikan cepat, hati – hati pada gagal
ginjal.

Referensi
1. An International Consensuson Science The American Heart Association in
colaboration with

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 192


MATERI INTI 7
PENATALAKSANAAN PROSES RUJUKAN

Tujuan umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan penatalaksanaan proses
rujukan.
Tujuan khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan syarat merujuk penderita dengan methode 4 W + 1 H ( who,when,
where, why+how)
2. Menjelaskan cara pengangkatan dan pemindahan pasien darurat dan non
darurat
3. Menjelaskan sistem mekanika tubuh penolong pada saat mengangkat pasien
trauma atau non trauma
4. Melakukan evakuasi pasien

Pengertian
Kecepatan merupakan salah satu tujuan penting dalam pertolongan gawat
darurat. Pada keadaan yang berbahaya mungkin penolong harus memindahkan
korban segera ketempat yang aman, penolong harus segera memutuskan tempat
aman sesuai dengan bahaya / hazard yang ada di lokasi kejadian, tempat aman juga
harus berlawanan dengan arah angin. Supaya terhindar dari bergeraknya hazard ke
tempat korban yang lagi ditolong.
BIla lokasi kejadian tidak berbahaya, aman buat pasien dan penolong
sebaiknya korban tidak dipindah-pindah dengan terburur-buru, sebaiknya lakukan
pemeriksaan dini dan tindakan pertolongan sampai pasien siap untuk dipindah atau
bantuan datang.Pada situasi berbahaya tindakan yang tepat, cepat dan waspada
sangatlah penting, cepat tidak berarti boleh salah.Penolong mungkin berpikir harus
memindahkan korban secepat mungkin sehingga dapat terjadi kesalahan / kelalaian.
Jika terpaksa memindahkan korban, perhatikan hal-hal berikut :
a. Bila dicurigai korban menderita cedera tulang belakang jangan dipindah begitu
saja kecuali memang benar-benar diperlukan, bila long spiral board tidak ada
dapat dipergunakan papan, pintu atau bila juga tidak ada pakai selimut yang
kuat, seret pasien memakai selimut dengan tubuh tetap rata dengan lantai
jangan diangkat.
b. Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera berlebih parah.
c. Pegang korban erat-erat tapi lembut.
d. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama jika korban
pingsan.
e. Angkat korban perlahan-lahan tanpa merenggutnya.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 193


Menyeret korban dapat dilakukan jika korban pingsan atau luka parah dan tidak
cukup orang yang menolong untuk memindahkan korban.Tindakan pemindahan harus
dilakukan dengan tepat dan hati-hati untuk menghindari terjadinya cedera lebih lanjut
pada korban atau penolong ikut jadi korban/cidera.

MEKANIKA TUBUH
Dalam menolong korban, penolong harus memperhatikan sikap tubuhnya dala
menolong/memindahkan korban yang dikenal dengan Mekanika Tubuh.Yang berarti
menggunakan gerakan tubuh penolong yang baik dan benar untuk memudahkan
pengangkatan dalam pemindahan korban, tujuannya untuk mencegah terjadinya
cedera pada penolong.Tindakan atau angkatan yang tidak benar dapat menyebabkan
cedera yang dikenal dengan Low Back Paint (nyeri pinggang bagian bawah) cedera ini
mungkin tidak terjadi langsung setelah mengangkat korban, namun dapat terjadi
setelah beberapa waktu kemudian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan :
a. Korban tersebut sadar atau tidak.
b. Apakah dapat berjalan atau tidak dapat berjalan.
c. Jumlah penolong yang akan melakukan pemindahan (sendiri, dua, tiga atau
empat orang).
d. Jalan yang akan dilalui dalam melakukan pemindahan.
e. Penolong mempunyai peralatan untuk melakukan pemindahan atau tidak.
f. Kondisi cedera yang diderita korban.
Setelah diketahui keadaan tersebut diatas, beberapa hal yang harus dilakukan
pada saat mengangkat atau memindahkan korban :
1. Nilai kesulitan yang mungkin akan terjadi pada saat proses pemindahan dan
pengangkatan berlangsung.
2. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat korban. Diskusikan dan tentukan
metode pengangkatan apa yang akan dipergunakan, berapakah berat korban,
untuk menentukan berapa orang yang diperlukan.
3. Jangan coba mengangkat dan menurunkan korban jika tidak yakin mampu
mengendalikannya.
4. Gunakan otot tungkai untuk mengangkat, bukan otot punggung, gunakan otot
paha, panggul serta otot perut, hindari gerakan membungkuk, selalu upayakan
agar punggung berada dalam satu garis lurus, otot punggung hanya dipakai
untuk menjaga kelurusan punggung.
5. Jaga keseimbangan tubuh, selalu mulai dari posisi pembebanan yang seimbang
dan pertahankan agar tetap seimbang.
6. Pindahkan penderita dengan beban serapat mungkin dengan tubuh penolong,
merapatkan korban ke tubuh membantu mengurangi beban otot, pegangan
akan lebih kuat dan posisi lebih stabil. Tindakan ini juga untuk membantu
membantu mencegah terjadinya cedera punggung.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 194


7. Lakukan gerakan secara menyeluruh agar tubuh saling menopang secara
vertical.
8. Bila memungkinkan kurangin jarak atau ketinggian yang harus dilalui, ini akan
menghemat tenaga penolong termasuk menghindari cedera.
9. Perbaiki posisi tubuh, angkatlah secara bertahap.

Prinsip-prinsip tersebut diatas juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-


hari kita untuk mengangkat, membawa, menggerakkan, atau meraih benda yang relatif
berat.Yang benar-benar harus diperhatikan mencegah cedera punggung adalah
menjaga tulang punggung tetap lurus, pertahankan lengkung alamiah tulang
punggung.
Memindahkan dan melakukan pemeriksaan pada korban sebaiknya dilakukan
secara tim atau kelompok, lakukan komunikasi dan koordinasi secara solid, mekanika
tubuh yang baik akan membantu mereka yang tidak siap secara fisik. Seluruh anggota
tim harus berlatih dengan tepat, cerpat dan cermat, ketua kelompok dapat memilih dan
mengatur anggotanya dalam pertolongan terhadap korban, karena itu kenalilah
kemampuan fisik dan keterbatasan penolong dan tim lainnya.

KORBAN TIDAK SADAR


Memindahkan korban dalam keadaan tidak sadar sebaiknya harus hati-hati,
korban kecelakaan yang tidak sadar kemungkinan ada cedera kepala. Bila tidak ada
bahaya mengancam sebaiknya pasien dipindahkan dengan mempergunakan alat
bantuan khusus dan alat fiksasi leher dan kepala.
Bila memang keadaaan berbahaya dan korban harus dipindahkan dengan
segera, perhatikan kondisi korban, ada luka didaerah bahu keatas / leher dan
kepala.Jangan pindahkan korban dengan mengangkat kepala, bila ada koran/majalah,
lakukan fiksasi dulu pada leher kemudian tarik kaki korban dan pertahankan badan dan
kepala tetap sejajar dengan permukaan tanah, pertahankan posisi leher tidak
bergoyang ke kiri dan kanan atau tertunduk.

KORBAN DAPAT BERJALAN ATAU TIDAK


Memindahkan korban dalam keadaan dapat berjalan jauh lebih mudah dari
pada memindahkan korban yang tidak dapat berjalan. Korban yang tidak bias berjalan
kemungkinan terjadi gangguan pada tungkai berupa cedera otot atau tulang, bila
korban cedera pada tulang belakang atau pada kepala memindahkan korban
diperlukan alat khusus dan perencanaan yang benar.
Bila korban dapat berjalan harus diperhatikan tidak ada memar, rasa sakit di
leher punggung, pinggang sehingga korban dapat leluasa bergerak tanpa khawatir
terjadi kelumpuhan akibat cedera tulang belakang.
Untuk korban yang tidak dapat berjalan periksa dengan tepat dan cermat
penyebabnya, bila hanya cidera otot pasien bias dipindahkan dengan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 195


menggendong/membopong dan cara lain-lain. Tapi bila karena patah tulang, pasien
harus dipindahkan dengan alat/tandu, daerah yang patah harus di fiksasi atau
memobilisasi dengan bidai.
Bila dalam keadaan bahaya bila tidak ada waktu untuk mendapatkan alat-alat
tandu atau bidai korban dapat dipindahkan dengan cara ikatkan bagian yang sakit ke
badan yang sehat pada beberapa tempat sehingga tungkai atau tangan yang patah
tidak bergerak ke kiri dan kanan (terfiksasi). Kemudian tarik pasien melalui bahu tapi
pertahankan badan pasien dan kaki tetap rata dengan tanah hati-hati pindahkan
pasien ke tempat aman, selama pemindahan harus selalu perhatikan control anggota
tubuh yang cidera.

JUMLAH PENOLONG
Jumlah penolong sangat berpengaruh terhadap cara memindahkan korban.
Jumlah penolong yang banyak lebih memudahkan pemindahan korban daripada
sendiri diperlukan koordinasi dan komunikasi yang baik antara tim penolong.

JALAN YANG AKAN DILALUI


Untuk memindahkan korban dari lorong yang sempit memerlukan perencanaan
yang matang, demikian juga bila memindahkan korban dari bangunan yang liftnya
sempit apalagi pada keadaan bencana korban harus dipindahkan dengan menuruni
tangga.Menggendong korban didepan dan atau dibelakang pasti punya factor resiko
yang berbeda dan bervariasi bagi setiap korban.

KAPAN KORBAN DIPINDAHKAN


Berdasarkan masalah keselamatan pemindahan dan pengangkatan korban
digolongkan menjadi dua bagian :
a. Pemindahan darurat.
Pemindahan darurat dilakukan bila daerah tempat kejadian tidak aman,
mengancam nyawa penderita dan penolong. Tindakan ini dilakukan segera tanpa
memandang cedera apa yang dialami korban sebelum melakukan penilaian dini.
Hanya bila ada pendarahan luar yang mengalir harus segera dihentikan dengan
balut tekan, baru lakukan pemindahan.
Beberapa keadaan yang memerlukan pemindahan darurat :
1. Kebakaran atau ancaman kebakaran.
2. Ledakan atau ancaman ledakan berikutnya.
3. Ketidakmampuan melindungi korban dari bahaya lain seperti :
a. Bangunan yang tidak stabil atau akan runtuh.
b. Mobil terguling, bensin tumpah.
c. Adanya bahan-bahan kimia berbahaya.
d. Orang sekitar yang berlaku aneh, huru-hara.
e. Adanya ancaman binatang buas atau beracun.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 196


f. Kondisi cuaca yang buruk.
Bahaya terbesar dalam pemindahan darurat adalah bila ada
kemungkinan cedera kepala leher dan tulang belakang dapat membuat cedera
semakin parah.Berilah perlindungan terhadap tulang belakang, tariklah
penderita sepanjang sumbu panjang tubuh, jangan menarik kepala, rapatkan
tangan dan kaki badan pasien.

CARA PEMINDAHAN DARURAT


a. Tarikan lengan.
Posisikan diri penolong pada sisi kepala korban, masukan lengan kanan dan
kiri penolong dari belakang korban lewat ketiak, pegang lengan bawah korban.
Silangkan tangannya didada lalu atur posisi penolong, tariklah korban dengan
berjalan mundur kebelakang, kemungkinan kedua kaki korban akan terbentur
bila ada cidera akan semakin berat, kalau tidak terpaksa jangan dilakukan.
b. Tarikan bahu.
Pertama ikat tangan penderita atau pergelangan tangan dengan longgar,
berlutut dibagian kepala korban masukan kedua tangan penolong di bawah
ketiak cengkeram ketiak dan bahu lalu benarkan posisi anda lalu tariklah
korban mundur ke belakang, cara ini juga berbahaya.
c. Tarikan baju.
Melakukan tarikan ini hanya bila korban memakai baju yang kuat
bahannya.Terlebih dahulu ikat tangan penderita dengan kain, satukan kedua
tangan di depan badan korban untuk melindungi selama pemindahan.
Kemudian cengkeram bahu korban dari baju, tarik baju ke bawah kepala untuk
membentuk penyokong, gunakan ujung baju di daerah bahu untuk menarik
penderita ke belakang, atur posisi anda dan perhatikan langkah-langkah
penolong. Hati-hati waktu menarik baju jangan sampai korban tercekik.
d. Tarikan selimut.
Bila penderita telah terbaring di atas selimut yang kuat dapat dipindahkan
segera pada keadaan darurat, simpulkan selimut yang di bagian kaki korban
agar kaki tidak bergeser ke kiri dan kanan, lipat dan gulung ujung selimut di
atas kepala korban, pegang dengan kuat lipatan tersebut, atur posisi
perhatikan langkah kaki lakukan tarikan kebelakang dengan hati-hati,
usahakan badan korban tetap rata dengan tanah jangan diangkat menjulang.
Gendong penderita di belakang panggung penolong dengan satu penolong
mengangkat lau membopongnya, cara ini lazim dipakai oleh pemadam
kebakaran.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 197


b. Pemindahan Biasa Atau Tidak Darurat
Jika keadaaan lokasi kejadian aman, tidak ada situasi ang membahayakan
penolong dan korban, penolong bisa memindahkan korban setelah melakukan
pemeriksaan dini (rapid assisment). Setelah memperoleh diagnose pada primary
survey atau secondary survey kalau korban mengalami keadaan yang mengancam
nyawa / segera harus dikirim ke rumah sakit. Segera pindahkan ke ambulance
dengan memakai alat sesuai dengan keadaan pasien, secondary survey, tindakan
pasang infus, pemeriksaan tanda-tanda vital dan monitoring dilakukan di
ambulance selama perjalanan ke rumah sakit
Bila setelah pemeriksaan dini, primary survey, secondary survey, keadaan
trauma stabil, maka korban bisa dipindahkan ke rumah sakit setelah penolong
melakukan :
- Pada pemeriksaan : tanda-tanda vital stabil.
- Pendarahan sudah dikendalikan, pendarahan eksternal sudah dibalut tekan dan
pendarahan berhenti.
- Tidak ada cedera leher.
- Semua patah tulang sudah di mobilisasi.
- Pasien sudah dipasang oksigen high flow.
- Infus sudah terpasang, urine catheter sudah dipasang.
Cara yang biasa digunakan :
- Cara angkatan langsung, biasanya memerlukan 3 penolong, ini dilakukan untuk
memindahkan korban ke tandu.
- Cara ini memerlukan koordinasi dan komunikasi antar penolong, sebagai
komando adalah tim leader yang berdiri disebelah atas (kepala korban).

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 198


- Beritahu penderita apa yang akan dikerjakan, minta korban untuk tetap tenang
demi keseimbangan penolong dan letakkan lengan di atas dada jika mungkin.
Langkah-langkah untuk pengangkatan langsung :
a. Ketiga penolong perlutut pada sisi penderita yang tidak cedera / paling sedikit
mengalami cedera.
b. Penlong pertama yang memasukkan lengan di bawah leher dan bahu, lengan
lain di bawah punggung penderita.
c. Penolong kedua memasukkan tangan di bawah punggung dan lengan lain di
bawah bokong korban.
d. Penolong ketiga ………… lengan dibawah …… dan kaki korban.
e. Setelah ketiga penolong siap mengatur posisi lengan dan posisi lutut (kuda-
kuda) penolong leader dengan suara keras memberi perintah pada hitungan
ketiga korban serentak diangkat letakkan di lutut penolong.
f. Dekatkan tandu yang akan digunakan dan atur letaknya oleh penolong lain,
kemudian dengan perintah leader pada hitungan ketiga serentak letakkan
korban di atas tandu.
g. Jika akan berjalan ke ambulance tanpa memakai tanda dengan serentak
miringkan korban ke dada penolong kemudian secara bersamaan penolong
berdiri dengan suatu perintah.
h. Berjalanlah kearah yang sudah ditentukan tempat korban akan dipindahkan,
saat menurunkan ke tandu ….. ambulance juga serentak dengan komando
leader.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 199


AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 200
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 201
Cara mengangkat tandu :
a. Atur posisi penolong untuk mengangkat tandu, bila korban tidak berat cukup dua
penolong depan dan belakang.
b. Bila berat badan pasien cukup berat harus dilakukan oleh empat penolong atau
enam penolong supaya keselamatan korban terjamin.

c. Tempatkan kaki penolong pada jarak yang tepat, punggung harus tetap lurus,
berlutut disamping kiri kanan tandu lutut yang ditinggikan bagian dalam kearah
tandu.
d. Kencangkan otot punggung dan otot perut, kepala harus tetap menghadap ke
depan dalam posisi netral, tempatkan tangan pada jarak yang cukup untuk
memberikan keseimbangan pada saat pengangkatan badan.
e. Genggamlah pegangan tandu dengan baik, angkat tandu dengan aba-aba dari
leader secara serentak, selama mengangkat punggung harus tetap terkunci
sebagai porors kekuatan seluruhnya pada otot tungkai.
f. Melangkah ke tempat tujuan dengan aba-aba, waktu mau menurunkan tandu juga
dengan berlutut seperti semula mau mengangkat serentak dengan aba-aba.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 202


Posisi penderita dalam perjalanan :
Selain problem pemindahan korban, perlu perhatian untuk mengatur posisi korban, ini
tergantung cedera dan keadaan umum korban.
Beberapa cara untuk posisi korban :
a. Penderita dengan syok letakkan dalam posisi syok jika tidak ada tanda-tanda
cedera pada tungkai dan cedera tulang belakang, tinggikan tungkai dengan bantal
sekitar 20-30cm.
b. Penderita dengan gangguan pernafasan, posisikan dengan setengah duduk atau
duduk.
c. Penderita dengan nyeri perut posisikan tidur dengan tungkai ditekuk.
d. Penderita yang muntah-muntah posisikan dengan miring ke sisi yang nyaman dan
awasi jalan nafas.
e. Penderita trauma curiga cedera kepala, leher, dan tulang belakang stabilkan dan
immobilisasi dengan papan special panjang.
f. Penderita tidak ada respon/tidak sadar dan tidak ada curiga cedera kepala, leher
dan tulang belakang atau cedera berat lainnya posisikan miring stabil/pemulihan.
g. Posisi nyaman bila cedera tidak mengganggu.
Posisi terbaik melakukaan pemindahan tergantung keadaan umum penderita saat itu.
Peralatan :
Banyak jenis peralatan tersedia untuk mengangkat dan memindahkan korban, jenis
yang dipilih tergantung dari keadaan korban ditemukan dan jenis cedera yang dialami.

Alat-alat tersebut adalah :


a. Tandu beroda
Sebuah tandu beroda, kaki tandu dapat dilipat
sehingga dapat masuk ke ambulance, alat ini harus
dioperasikan oleh penolong yang terlatih.
b. Tandu lipat.
Biasanya dibuat dari rangka besi atau alumunium dengan dasar
dari terpal mudah dan murah tapi tak bisa digunakan
padacideratulang belakang.
c. Tandu scoope.
Tandu terdiri dari dua belahan, kadang tiga dilipat empat. Cara pakai setelah
diukur panjang tubuh korban kemudian tandu di selipkan dibawah tubuh
korban, dari sisi kiri & kanan, kemudian secara serentak atas dan bawah
dikimei, dapat digunakan untuk mengangkat pada ruangan yang sempit. Tandu
ini harganya mahal, tandu ini hanya untuk mengangkat dan memindahkan
korban bukan buat transportasi.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 203


d. Tandu kursi.
Bila membawa korban turun dari tangga, besar kemungkinan akan menambah
cedera, cara yang aman membawa korban turun dengan memakai kursi, ada
tandu yang khusus dibuat seperti kursi yang dapat diluruskan waktu mau
masuk ambulance, atau dapat juga memakai kursi biasa yang ada pegangan
tangannya disamping sewaktu melakukan pengangkatan harus hati-hati,
perhatikan langkah penolong waktu turun tangga sebaiknya ada penolong lain
yang memberi aba-aba ataupun memberi tahu berapa anak tangga lagi yang
harus dilalui. Selesai menuruni tangga kalau pake kursi biasa dipindah ke tandu
ambulance.
e. Papan spinal (Long Spinal Board / Short Spinal Board)\
Papan spinal ada dua, panjang dan pendek.Yang panjang sepanjang tubuh
korban, dipakai memindahkan korban cedera kepala leher dan tulang belakang.
Setelah berada di papan spinal korban tidak akan dipindah, sampai korban
dilakukan pemeriksaan penunjang diagnose dan dinyatakan tidak terdapat
cidera kepala berat, leher dan tulang belakang, boleh dipindah ketempat
lain/tempat tidur perawatan atau dipindah ke meja operasi untuk tindakan
surgery.
Papan spinal pendek hanya sampai pinggul korban dewasa digunakan untuk
menstabilkan seorang korban yang ditemukan dalam posisi duduk dan dicurigai
cidera tulang belakang.Alat ini digunakan dilapangan misal mengeluarkan
korban duduk dimobil yang tabrakan dan dapat dipakai pada anak-anak yang
cidera kepala leher dan tulang belakang memakai papan spinal korban harus
diikat dengan baik dan menggunakan tali pengikat yang cukup agar korban
terfiksasi dan tidak bergerak. Papan spinal juga mempunyai immobilisasi
kepala, kalau menggunakan papan/daun pintu immobilisasi kepala dapat
menggunakan gulungan handuk atau selimut yang panjang dan tinggi sama
dengan kepala, lalu letakkan dikiri kanan kepala sampai rapat ke bahu
kemudian ikat dahi dan dagu dengan kuat tapi tidak longgar hingga kepala
terfiksasi tidak bergerak. Bila papan spinal khusus sudah lengkap tali pengikat
dan alat immobilisasi kepala.
f. Tandu Fabrik Lainnya
 Tandu basket untuk pertolongan di ketinggian dan keadaan khusus
 Vakum matras untuk membidai seluruh tubuh korban.
 Tandu yang lainnya dapat menggunakan tandu yang dibuat sendiri missal
tandu dengan bahan:
o Selimut, kain sarung, menggunakan pakaian atau jaket
o Menggunakan tali dan batang bambu
o Menggunakan papan/daun pintu
o Menggunakan kursi

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 204


o Dapat menggunakan materi-materi lain untuk memindahkan korban
dengan catatan harus disesuaikan dengan kondisi cidera korban.

KEADAAN KHUSUS DITEMPAT KEJADIAN


Kecelakaan Lalu-Lintas
Pastikan keadaan sudah aman, kendaraan sudah stabil, mesin sudah mati atau
dimatikan, tidak ada lagi bahaya terjadinya kebakaran atau ledakan, upayakan masuk
mobil melalui pintu yang mudah dan cukup lebar, bila tidak ada baru lewat jendela. Bila
korban bergencet jangan langsung coba angkat atau menggerakkan tubuh korban, ini
akan menambah cidera, setelah masuk mobil usahakan meluaskan ruang gerak
misalnya mundurkan jok mobil. Bila ada bahaya kebakaran dan ledakan keluarkan
korban secepat mungkin dari kendaraan. Bila mobil masuk kedalam air, jangan
berupaya membuka pintu mobil karena tekanan dari luar lebih besar, pintu tidak bisa
dibuka, tekanan harus disamakan dengan membiarkan air masuk mobil atau penolong
masuk lewat jendela bila tidak ada setelah keluar mobil naikkan korban ke papan
spiral, jaga jalan nafas tetap terbuka.

Kebakaran
Pada saat kebakaran sebaiknya penolong tidak masuk ke lokasi, biarkanlah
tenaga pemadam yang memakai APD yang sesuai mengeluarkan korban dari lokasi
kejadian, setelah keluar penolong ambil alih dan bawa ketempat aman.
Biasanya pasien menderita gagal nafas akibat tidak adanya oksigen yang cukup atau
karena terisap gas beracun. Segera check airway breathing dan sirkulasi lakukan
tindakan bila ada kelainan.

Trauma
Ambulan bukan satu-satunya alat transportasi untuk membawakan korban ke
fasilitas kesehatan, banyak cara membawa korban yang penting selama perjalanan
harus mencegah terjadinya cidera baru atau tidak memperparah cidera yang sudah
ada. Aturan umum untuk membawa korban adalah:
 Korban dapat tidur terlentang / sesuai posisi korban

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 205


 Cukup luas untuk korban dan penolong melakukan tugas
 Cukup tinggi hingga penolong dapat melakukan RJP sambil jalan
Syarat tersebut diatas hanya patokan bila tidak ada kendaraan lain yang hampir
mirip keadaan di atas dapat digunakan bantalan untuk mengurangi goncangan, jangan
tekuk kepala penderita, jaga jalan nafas, hindari rem mendadak atau kecepatan
mendadak, jalanlah dengan hati-hati. Bila terlalu cepat dapat terjadi kecelakaan. Alat
transportasi lain yang bisa digunakan:
 Kendaraan niaga
 Pick up
 Gerobak
 Sepeda yang dimodifikasi
 Kapal laut, helicopter sampai kereta api.

Masalah bila menggunakan kendaraan dimodifikasi, saat melakukan


pemeriksaan dan penilaian berkala perjalanan harus berhenti. Sesuai SK Dirjen
YANMED Nomor 0152/YANMED/RSKS/1987 telah menetapkan standar pelayanan
ambulan terdiri dari:
 Ambulans Transportasi
 Ambulans gawat darurat
 Ambulans rumah sakit lapangan
 Ambulans pelayanan medic bergerak
 Kereta jenazah
Ada 3 kelompok ambulans
a. Ambulans darat, kereta api, kendaraan roda empat atau lebih
b. Ambulans udara, helicopter dengan syarat getaran rendah, cara memasukkan
korban jangan dating dari belakang, penolong harus merundukkan kepala. Bila
pasien diambil dari atas brankar digantung.
c. Ambulans air menggunakan kapal atau sampan
Ambulans gawat darurat adalah angkutan roda empat yang digunakan untuk
memindahkan/ evakuasi korban yang mengalami keadaan gawat darurat dari tempat
kejadian ke center gawat darurat yang lebih lengkap.
Syarat Peralatan Medis Dalam Ambulans
a. Tabung oksigen + regulator + alat-alat untuk oksigen terapi
b. Peralatan resusitasi lengkap dewasa, anak dan bayi
c. Suction pump manual dan fortable recharge
d. Alat monitoring dewasa, anak dan bayi
e. Minor surgery set dan dressing set
f. Obat-obatan emergency dan cairan infus
g. Alat-alat untuk pasang NGT dan Urine katheler
h. Alat pelindung diri

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 206


Petugas Ambulans
a. Supir yang mampu BTCLS dan komunikasi
b. 2 perawat telah pelatihan BTCLS
c. 1 dokter AT dan ACLS (bila perlu)

Tata Tertib Ambulans


a. Saat menjemput korban menggunakan sirine dan lampu rotator
b. Saat bawa pasien hanya menggunakan lampu rotator
c. Kecepatan maximal 40 km/jam, dijalan tol 80 km/jam
d. Mematuhi peraturan lalu lintas
e. Mengisi “Dispatch Form”

Mempersiapkan Korban Untuk Ditransportasi


a. Lakukan penilaian berkala, pastikan jalan nafas terbuka dengan baik dan korban
bernafas spontan
b. Pastikan tandu yang dipakai terikat dengan baik dalam kendaraan
c. Pastikan korban terikat dengan baik diatas tandu, ada kemungkinan posisi korban
harus dirubah dalam perjalanan
d. Bersiaplah menghadapi komplikasi yang mungkin terjadi
e. Kendorkan pakaian korban yang mengikat
f. Lakukan secondary survey lebih teliti dan cermat
g. Periksa pembalutan dan pembidaian
h. Bawalah keluarga korban yang dapat menenangkan korban
i. Bawalah barang-barang korban yang diperlukan untuk identitas korban
j. Tenangkan korban selama perjalanan dan terangkan kemana penolong mau
membawa korban

Persiapan Merujuk Korban


a. Pastikan tempat tersedia di rumah sakit yang dituju
b. Catat instruksi dokter tentang hal-hal yamg harus diperhatikan atau diberikan
kepada korban selama di perjalanan
c. Catatan obat dan alat yang harus dibawa korban
d. Catatan nama semua petugas yang berangkat
e. Catatan semua perubahan pada korban / obat yang diberikan selama perjalanan
f. Catatan keadaan pasien saat tiba di rumah sakit tujuan
g. Korban dan catatan selama perjalanan diserah terimakan kepada yang menerima
dirumah sakit dan ditandatangani
h. Lapor setelah kembali

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 207


Perawatan Korban Selama Perjalanan
a. Bila mungkin hubungi rumah sakit yang dituju
b. Lanjutkan pertolongan dan perawatan terhadap korban selama perjalanan, check
ulang tindakan yang sudah dikerjakan
c. Cari data tambahan bila korban sadar dan dapat komunikasi
d. Jaga jalan nafas tetap terbuka
e. Periksa ulang pembalutan dan pembidaian
f. Bila korban muntah-muntah harus dibawa kerumah sakit missal pada kasus
keracunan makanan diperlukan untuk mendapatkan data yang diperlukan
g. Berbincang-bincang dan tenangkan korban bila mereka sadar
h. Beritahu supir bila ada hal-hal yang diperlukan / tindakan yang harus dilakukan
i. Bila terjadi henti jantung sebaiknya berhenti lakukan RJP dan defib dengan AED

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 208


AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 209
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 210
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 211
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 212
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 213
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 214
AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 215
MATERI INTI 8
TRIAGE PASIEN

Tujuan umum
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu melakukan triase pasien
Tujuan khusus
Setelah mengikuti materi ini, mampu :
1. Menjelaskan konsep triase
2. Menjelaskan bagan alur simple triage and rapid treatment (start)
3. Melakukan triage pasien

Dalam hal kedaruratan sehari-hari ataupun bencana yang mengenai banyak


korban, basis utama penanganannya di bagi menjadi 6 langkah yaitu :
1. Tahap triage
2. Tahap primary survey
3. Tahap secondary survey
4. Tahap stabilization
5. Tahap transfer (on going exam)
6. Tahap definitive care (dirumah sakit)
Ke 6 langkah harus dilaksanakan secara berurutan tidak dapat diacak penata
laksanaannya
Triage adalah metode melakukan penilaian terhadap penderita secara cepat
dan menentukan prioritas pertolongan pada masing-masing korban baik untuk
memindahkan pasien dari tempat kejadian ketempat yang aman transportasi ke
fasilitas rumah sakit, ataupun prioritas penanganan di rumah sakit (tahap definitive
care)
Istilah triage berasal dari bahasa perancis yang berarti memilah atau mensortir
Triage di gunakan pada kegawat darurat sehari-hari serta korban masal untuk
penilaian status pasien terhadap :
- Penilaian tanda vital dan kondisi pasien
- Penilaian tindakan yang diperlukan
- Penilaian harapan hidup
- Penilaian kemampuan medis
- Perioritas penanganan definitive
- Pemberian label
- Penentuan prioritas akan menekan
- Morbiditas, Morsalitas, dan Kecacatan
Siapa yang dapat melakukan triage
Semua tenaga medis baik perawat ataupun dokter dapat melakukan triage,
siapa yang dating pertama di tempat kejadian dialah yang wajib melakukan triage

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 216


berikutnya apabila ada personil yang datang yang mempunyai tingkat kompetensi yang
lebih tinggi wajib lagi melakukan triage lanjut
Triage dapat dilakukan berulang kali bahka sebaiknya setiap melakukan
tindakan dilakukan lagi triage karena keadaan umum penderita dapat berubah-ubah
dari merah bila telah di tangani dengan baik dapat menjadi kuning ataupun ke hijau
tapi kalau terlambat di tangani dari hijau dapat berubah menjadi merah
Dasar-dasar triage
1. Derajat cidera
2. Jumlah yang cidera
3. Sarana dan kemampuan
4. Kemungkinan bertahan hidup
Prosedur triage
- Triage dulu korban sebelum dilakukan tindakan
- Jangan lebih dari 60 detik tiap pasien
- Tentukan fasilitas terbaik untuk penanganan
o di ruang emergency
o di lapangan
- bila kita bekerja di UGD triage peating dilakukan untuk mengatur supaya
alur masuknya pasien ter tata dengan baik, terutama pada kondisi ruangan
yang terbatas
- prioritas memilah pasien untuk menekan morbiditas dan mortalitas

Triage di bagi menjadi 4 kategori yaitu


a. Emergency (gawat darurat) label merah
Pasien dalam katagori ini di tempat aman ataupun di rumah sakit harus
mendapat penanganan segera dengan respontime kurang dari 10 menit (P1)
b. Urgent (gawat tapi tidak darurat (label kuning)
Penderita ini dapat di tunda penanganannya 15 menit dari respon time bila
pada saat tersebut tenaga penolong terbatas (P2)
c. Non urgent/tidak gawat dan tidak darurat\
Penderita ini dapat ditunda 30 menit dari respontime (P3)
d. Katagori 0/P4
Korban yang mengalami cidera yang mematikan atau sudah meninggal di
tempat misalnya kepala terpisah dari badan atau cidera lain yang secara
manusia tidak mungkin hidup lagi
Kategori pertama (P1)
Pada triage diberikan pada korban yang berada dalam keadaan kritis, seperti
gangguan pernapasan, pendarahan yang belum terkendali atau pendarahan hebat,
penurunan status mental (respons), di golongkan sebagai cidera atau penyakit yang
mengancam nyawa tetapi masih bisa diatasi dengan penanganan yang cepat, tepat
dan cermat.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 217


Kategori ke dua (P2)
Korban yang mengalami trauma atau cidera pada bagian tubuhnya tanpa
gangguan saluran napas dan sirkulasi yang berat dan pasien masih sadar tetapi tidak
dapat berjalan.
Katagori ke tiga (P3)
Korban yang mengalami cidera ringan tidak perlu banyak di bantu dapat
menunggu pertolongan tanpa menjadi parah dan pasien dapat berjalan dan masih
sadar.

Kasus-kasus dalam katagori triage


a. Kasus emergensi (gawat darurat)
- trauma berat (multiple trauma)
- akut MCI
- sumbatan jalan napas
- tension pneumothorax
- massive hemotothorax
- tampo nade jantung
- flail chest
- syok hipovole naik derajat III-14
- luka bakar dengan trauma inhalasi
b. Kasus urgent (gawat tak darurat)
- cidera tulang belakang
- patah tulang terbuka
- trauma capitis tertutup
- luka bakar
- opendiksitis acuta
c. Kasus non urgent (tidak gawat dan tidak darurat)
- fraktur ekstrimitas atas
- luka lecet
- luka memar
- keseleo
- demam
- keadaan lain yang mana pasien masih sadar dan dapat berjalan

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 218


Tanda/label triage

Setelah para korban dinilai dan di pilah mereka harus diberi tanda, agar kalau
penolong lain datang membantu dapat mengenali dengan cepat.
Tanda triage sangat beragam baik ukuran, bentuk dan modelnya. Tanda dapat
terbuat dari berbagai bahan dapat berupa kartu dengan satu warna atau empat warna
yang dapat dilipat ata dapat menggunakan pita, tali, kain yang mempunyai warna-
warna triage yaitu, merah untuk P1, kuning untuk P2, hijau untuk P3 dan hitam atau
abu-abu untuk P4. Triage dapat dilakukan beberapa kali dan mulai pertama kali
ditemukan di tempat kejadian, di tempat aman, di UGD rumah sakit. Pertama kali di
temukan di beri warna/label kemudian dilakukan lagi triage ke 2 dan seterusnya bila
dilakukan pengulangan triage dan ternyata keadaan korban menunjukan katagori
prioritas yang berbeda/sudah berubah, jangan melepas label I beri label II tandai
dengan 2 dan yang pertama dapat diberi silang (coret) begitu seterusnya setiap
melakukan triage ulang, pada kertas laporan dan pencatatan tulis tanggal dan jam
setiap triage dilakukan.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 219


START (Sample Triage And Rapid Treatment)
Pada saat pertama ditemukan korban ditempat kejadian triage dilakukan
dengan metode START (Sample Triage And Rapid Treatment) adalah melakukan
pertolongan cepat dan mengelompokan korban menjadi 4 kelompok berdasarkan
prioritas perawatan dan harapan hidup korban sesuai kondisi saat ditemukan
Langkah pelaksanaan “START”
1. langkah pertama kenali dan panggil korban yang masih mampu berjalan
arahkan mereka ketempat yang sudah di tentukan (tempat aman) di beri label
hijau satu orang penolong ditunjuk mengurus merawat dan menenangkan dan
mencatat data-data pasien tersebut
2. pemeriksaan pernapasan, penolong menghampiri korban yang tidak bisa
berjalan tetapi di panggil masih merespon, nilai pernapasan korban …. Jalan
napas dan hitung respirasi dengan cepat kurang dari 30x / menit beri label
kuning labih dari 30x permenit beri label merah, tidak bernapas beri label hitam
3. nilai sirkulasi, periksa pengisian kapiler dengan cara menekan ujung jari di
bawah kuku akan menjadi pucat bila tekanan di lepas maka ujung jari segera
akan menjadi merah kembali hitung berapa lama waktu yang diperlukan ujung
jari menjadi merah kembali bila kurang dari 2 detik artinya perfusi ke jaringan
buruk telah terjadi pendarahan pada tempat terjadinya cidera, beri tanda merah
bila lebih dari 2 detik kadang-kadang sangat sukar menilai pengisian kapilar
periksa nadi radialis bila tidak teraba ini dinyatakan dengan tanda merah bila
nadi ada lakukan pemeriksaan berikutnya
4. nilai status mental artinya nafas ada dan nadi radialis ada pemeriksaan status
mental dapat dilakukan dengan meminta korban untuk mengikuti perintah
sederhana seperti “buka mata”, “gerakan jari”, dan lain lain ketidak mampuan
mengikuti perintah berarti status mental korban dianggap tidak normal diberi
label merah bila bisa mengikuti perintah diberi label kuning
Pemeriksaan pada triage ini selesai setelah itu beri label triage pada semua
korban sesuai dengan keadaan pasien, bila ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas dan
pendarahan hebat pada korban segera minta tolong penolong lain untuk melakukan
pembebasan jalan nafas dan hentikan pendarahan dengan balut tekan ataupun
ataupun tormiguet bila amputasi pada ekstrenitas
team triage setelah mengetahui jumlah pasien dan prioritas masing-masing
pasien dapat segera minta bantuan alat dan SDM untuk segera memindahkan korban
ketempat aman, bila datang tenaga medis yang punya kopetensi lebih ditempat aman
setelah melakukan primary survey & secondary survey dapat dilakukan lagi triage
ulang label 1 jangan di buang tapi di x (coret) ganti dengan label triage ke 2 bila
berubah, demikian seterusnya

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 220


BAGAN PELAKSANAAN METODE START

Referensi
1. Brady, Begeron, Le Boudeour, ninth edition, 2011, Emergency Medical Responder,
New Jersey.
2. Hospital Preparadness For Emergencies & Disaster (HOPE), 2007, Jurnal Buku,
Jakarta.

AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 221


AVICENNA EMERGENCY TRAINING DIVISION 222

Anda mungkin juga menyukai