Buku BTCLS Avicenna 2020
Buku BTCLS Avicenna 2020
Buku BTCLS Avicenna 2020
Halaman
Daftar isi i
Kata Pengantar ii
Materi Inti 1
Materi Inti 1 15
Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Materi Inti 2 Penilaian Awal ( Initial Assesment ) 31
Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Etik danAspek Legal
Keperawatan Gawat Darurat
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :
1. Menjelaskan peran dan fungsi perawat dalam gawat darurat
2. Menjelaskan etik keperawatan gawat darurat
3. Menjelaskan aspek legal keperawatan gawat darurat
Pendahuluan
Kejadian gawat darurat berlangsung sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan
melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. harus dipikirkan satu bentuk
mekanisme bantuan kepada pasien dari awal tempat kejadian, selama perjalanan
menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian,
sehingga tercapainya kualitas hidup pasien pada akhir bantuan harus tetap menjadi
tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Upaya pertolongan terhadap pasien gawat darurat harus dipandang sebagai satu
system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah, mulai dari pre hospital stage, hospital
stage, dan rehabilitation stage. Hal ini karena kualitas hidup pasien pasca kejadian
kegawatdaruratan akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada
periode pre hospital stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan
kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian pasien mendapatkan bantuan
yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat
dihindari.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas saat ini
merupakan keharusan, Kualitas pelayanan yang berstandar tinggi, mudah, terjangkau.
Atas tuntutan tersebut pemberi pelayanan harus berpedoman pada etik dan disiplin
profesi.
Kesenjangan antara tuntutan dan pemberian pelayanan dapat menimbulkan
masalah. Penanganan masalah etik dan disiplin profesi yang baik meminimalkan
terjadinya kesalahan dan mencegah kejadian malpraktek . Selain itu, proses
pembelajaran yang melakukan pelanggaran etik dan disiplin profesi agar tidak
mengulangi perbuatan atau kesalahan yang sama dan bekerja sesuai dengan standar
prosedur oprasional (SPO) yang berlaku dan menjunjung tinggi kode etik profesi serta
legal (semua aspek yang berkaitan dengan kesehatan yaitu kesehatan badaniah,
rohaniah dan sosial secara keseluruhan ).
Referensi :
1. Etik Keperawatan Indonesia
2. Permenkes 148 tahun 2010
Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu :
1. Menjelaskan Konsep SPGDT
2. Menjelaskan fase-fase dalam penanggulangan gawat darurat terpadu
3. Menguraikan system pelayanan gadar sehari-hari dan bencana
Definisi
SPGDT adalah merupakan suatu sistem koordinasi yang bersifat multi sektor
dan didukung oleh berbagai profesi yang bersifat multi disiplin, untuk
menyelenggarakan suatu bentuk pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik
dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kondisi-kondisi
kejadian luar biasa.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem, yaitu :
1. Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit.
2. Sistem pelayanan di rumah sakit.
3. Sistem pelayanan antar rumah sakit.
Ketiga sub system ini tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya bersifat saling
terkait didalam pelaksanaan system.
Prinsip pelayanan SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan
tepat dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa, dan mencegah
kecacatan (time saving is life and limb saving), terutama ini dilakukan ditempat
kejadian dan selama perjalananan merujuk pasien ke rumah sakit yang dituju.
Pelayanan Medik pada SPGT
Ada 3 fase pelayanan medik pada SPGDT :
A. Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit.
1. Public Safety Center.
Di dalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus dibentuk
atau didirikan suatu pusat pelayanan yang diperuntukkan buat masyarakat
umum dan bersifat emergency. Pusat perlayanan tersebut adalah suatu unit
kerja yang disebut PSC (Public Safety Center/ desa siaga). Selain itu pelayanan
pra rumah sakit bias dilakukan pula dengan membentuk satuan khusus yang
bertugas dalam penanganan bencana, sering disebut dengan Brigade Siaga
Bencana (BSB), pelayanan ambulance dan komunikasi.
Dalam pelayanan Public Safety center bias didirikan oleh masyarakat suatu
desa untuk kepentingan masyarakat dimana pengorganisasiannya dibawah
BENCANA
PEMERINTAH MASYARAKAT
TIM SAR
TIM MEDIK
TIM INVESTIGASI
TIM KAMTIB SATU BANTUAN
TIM SARANA / KOMANDO
LOGISTIK
LAIN-LAIN
TEMPAT
KEJADIAN
BENCANA
SANITASI DLL
BENCANA
STABILISA PENGOBA
SI TAN
TRIAGE
EVAKUASI PULANG
UGD
OK
RAWAT INAP
MENINGGAL ANTAR RUMAH SAKIT
KORBAN
RUMAH SAKIT
UGD
TRIAGE
PULANG
PULANG PULANG
Referensi :
1. Prof. DR. dr. Aryono D, Pusponegoro, Sp.B (K)BD. The Silent Disaster, Bencana
dan Korban Massal, Jurnal Buku, Jakarta
2. Hospital Prepadness For Emergencies & Disaster (HOPE), 2007, Jurnal Buku,
Jakarta
Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihanini peserta mampu :
1. Menjelaskan pengertian BHD
2. Mengidentifikasi tanda-tanda henti jantung dan henti nafas
3. Melakukan BHD dengan teknik RJP
HCA (Hospital Cardiac Arrest) dan OHCA (Out of Hospital Cardiac Arrest)
Jika penolong tidak merasakan denyut nadi dan tidak terlihat tanda
kehidupan, segera mulai RJP dengan urutan C-A-B.
Teknik kompresi dada pada dewasa diantaranya :
1) Posisikan pasien telentang di atas permukaan padat,rata dan kering.
Apabila pasien tersebut berada diatas tempat tidur, segera pasang
papan alas resusitasi. Jika pasien atau korban dalam posisi tengkurap,
balikkan ke posisi telentang secara hati-hati.
2) Posisikan diri penolong berlutut di samping bagian bahu dan dada
pasien atau korban.
3) Letakkan salah satu tumit tangan penolong pada setengah sisi bawah
tulang dada (sternum) atau 2 jari diatas procecus xypoideus.
4) Letakkan tumit tangan yg lain di atas tangan pertama.
5) Luruskan lengan dan posisi bahu penolong sejajar di atas tangan
penolong.
3. Defibrilasi Segera
Kesempatan korban untuk selamat menurun seiring jeda waktu antara
henti jantung dan defibrilasi. Karenanya defibrilasi tetap menjadi dasar
tatalaksana untuk ventricular fibrillation dan pulseless ventricular tachycardia.
Apabila penolong melakukan RJP pada korban di lapangan, maka alat yang
digunakan untuk defibrilasi adalah AED (Automatic External Defibrilator) dan
apabila di rumah sakit menggunakan alat Defibrilator. Satu penentu defibrilasi
yang berhasil adalah efektifitas kompresi dada. Defibrilasi lebih berhasil jika
sedikit interupsi pada saat kompresi dada.
1. D (Danger)
Pastikan lokasi aman untuk penolong dan korban, penolong menggunakan
APD dan posisi korban terlentang di alas yang keras,kering dan datar.
Tepuk pundak atau bahu pasien dan tanyakan “Apakah bapak/ibu baik-baik
saja?”
Cek untuk melihat pernafasan korban. Jika korban tidak bernafas atau tidak
bernafas dengan normal (gasping), penolong harus mengaktifkan sistem
respon emergensi.
3. Call for Help (minta tolong)
Jika penolong sendirian dan menemukan korban yang tidak merespon dan
tidak benafas, panggil bantuan/aktifkan sistem respon emergensi, bawa AED
jika tersedia, dan segera kembali kepada korban untuk mengecek nadi dan
mulai CPR dengan urutan C-A-B.
Apabila pertolongan dilakukan pada pasien di rumah sakit, panggil bantuan
team dengan berteriak “ code blue”.
4. C (Compression)
a. Cek nadi
Rasakan denyut paling sedikit 5 detik tapi tidak boleh lebih dari 10 detik
sambil melihat tanda-tanda kehidupan, diantaranya melihat pergerakan
dinding dada, pergerakan bulu mata dan pergerakan pada jari jemari
ekstremitas atas dan bawah.
Gambar 2.14. Head tilt and chin lift dan jaw trust (Charles, 2010)
Apabila pada saat 30 kompresi pertama (siklus ke 1) terdengar suara
nafas tambahan seperti berkumur (gurgling), mengorok (snoring) dsb, lakukan
pembersihan jalan nafas dilanjutkan dengan membuka jalan nafas :
a. Buka mulut dengan menyilangkan jari atau cross finger lalu bersihkan dan
bebaskan sumbatan dengan sapuan jari atau finger sweep
b. Setelah bersih, buka jalan nafas dengan manufer Head tilt-Chin Lift atau
Jaw Trust apabila dicurigai ada trauma leher & tulang belakang.
6. B (Breathing)
Setelah jalan nafas bersih dan terbuka, barulah kita memberikan 2 kali
nafas bantuan, 1 detik setiap tiupan nafas sambil melihat pergerakan dinding
dada terangkat. Pemberian bantuan nafas tersebut bisa melalui : bag valve
mask. Pada masa Pandemi Covid19, tekhnik yang direkomendasikan untuk
pemberian nafas pada pasien suspek atau konfirmasi covid19 adalah dengan
menggunakan BVM dengan hepa filter.
Bagan 2. 3. Alur BHD pada pasien dengan terduga atau terkonfirmasi Covid-19
(PERKI 2020)
Referensi
1. Guide Line 2000 for Cardiopulmonary Resusitation and Emergency Cardio
Vasculler Care, Supplement to Circulation Vol 102, November 8, August
22,2000
2. An International consensus On Science The American Heart Assosiation With
The International laison Committe on resucitation( ILCOR),2010
3. An International consensus On Science The American Heart Assosiation With
The International laison Committe on resucitation( ILCOR),2020
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), 2020
Tujuan umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penilaian awal (Initial
Assesment)
Tujuan khusus
Setelah mengikuti materi, ini peserta mampu :
1. Menjelaskan aman penolong, lingkungan dan pasien
2. Menjelaskan definisi dari Initial Assesment
3. Menjelaskan tahapan Initial Assesment
4. Melakukan Initial Assesment
Latar Belakang
Bila terjadi suatu bencana, baik kejadian sehari-hari ataupun bencana masal
kejadian tersebut umumnya mendadak sering membuat kepanikan bisa korban sendiri
yang panik atau orang-orang disekitar di tempat kejadian.
Hanya orang-orang yang tidak panik dan mempunyai pengetahuan dan
terlatihlah yang dapat menolong korban dengan benar dapat mengurangi angka
kematian dankecacatan.
Tempat kejadian biasanya di lingkungan sehari-hari penduduk berada di sekitar
rumah, jalan dan tempat umum seperti mall, pasar dan tempat lainnya yang kadang
kalajauh dari tenaga kesehatan.
Bila masyarakat yang masuk ketempat kejadian adalah orang awam yang
belum terlatih bila mereka tidak mengerti bahwa tempat tersebut tidak aman mereka
akan menjadi korban berikutnya (nyawa mereka juga akan terancam) oleh bahaya
yang ada di tempat kejadian, begitu juga dengan cara pemindahan pasien yang
mengalami cidera bila penolong tidak mengetahui cara-cara mengangkat pasien
dengan benar, maka pasien tersebut akan mengalami cidera berat akibat kesalahan
mengangkat, seperti pada pasien cidera spinal akan terjadi kelumpuhan.
Mendapatkan hasil yang baik dalam penatalaksanaan trauma di tempat
bencana adalah :
Pengamanan terhadap diri sendiri dengan memasang alat pelindung diri
Pengamanan terhadap lokasi kejadian bekerja sama dengan instansi terkait
seperti polisi dan tim SAR bila mereka telah menyatakan lokasi tersebut aman
barulah penolong masuk untuk melakukan pengamanan terhadap pasiennya.
Bila lokasi dinyatakan tidak aman dengan segera team penolong melakukan
triage dan memindahkan pasien bersama tim SAR ketempat yang aman
(evakuasi segera).
Pemeriksaan Awal
Yang dimaksud dengan pemeriksaan awal disini adalah termasuk evaluasi dari
kejadian dan persiapan untuk penilaian dan manajemen pada pasien. Yakni dimulai
dari TKP, jika TKP sudah aman untuk dimasuki, maka dapat melakukan penilaian awal
dan pemeriksaan secara cepat (Rapid Trauma Survey) atau penatalaksaan terarah
(Focused Exam).
Standar Keselamatan
Menilai Keamanaan
Total jumlah pasien
Peralatan penting dan sumber daya
Tambahan mekanisme cidera
Penilaian awal
MEKANISME CIDERA
KESIMPULAN
Initial assessment langkah awal yang di perhatikan proteksi diri, gunakan APD
(Alat Pelindung Diri) : proteksi diri, lingkungan dan pasien, cek respon korban dengan
teknik AVPU (Alert, Verbal, Pain, Un respon) dan aktifkan EMS (Emergency Medical
System) atau Call for Help (minta pertolongan).
REFERENSI
1. Mistovich, Joseph J, et.al. Prehospital Emergency Care. New Jersy : Brady,
Pretince Hall health, 2000
2. Basic Trauma Life Support, John E Campbell, American College Emergency
Physican, Alabama Chapter 2000
3. American College of Surgeons Committee on Traum. Advanced Trauma Life
Support for Doctors: Student Course Manual edition. Chicargo : Fourth Imperssion,
2001
4. Greaves, Ian. Emergency Care : A textbook for Paramedics. London : WB
Saunders Company Ltd., 2001
5. Brady Pre Hospital Care, Eldar Soraide, Christopher M Grande, 2011
Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
pasien dengan gangguan pernafasan dan jalan nafas (airway and breathing).
Tujuan khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep jalan nafas dan pernafasan
2. Melakukan pembebasan jalan nafas
3. Melakukan penatalaksanaan pernafasan
Latar Belakang
Tatalaksana jalan nafas (airway) merupakan keterampilan yang harus dimiliki
oleh setiap tenaga kesehatan, karena itu ia harus menguasai anatomi jalan nafas atas
secara baik dan benar.
Untuk dapat mengelola jalan nafas dengan baik seorang tenaga medis harus
mengetahui dan memahami struktur anatomi jalan nafas dan juga fisiologi dan
patofisiologi terjadinya gangguan jalan nafas.
Hidung dan mulut di bagian depan dipisahkan oleh palatium durum dan
palatum mole dan di bagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju
esofagus dan laring yang dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari
Fisiologi
Berat badan
Ukuran Usia
(Kg)
1.0 Neonatus <5
1.5 Bayi 5 – 10
2.0 Anak kecil 10 – 20
2.5 Anak 20 – 30
3.0 Dewasa kecil 30 – 50
4.0 Dewasa normal 50 – 70
5.0 Dewasa besar >70
Tehnik Invasif
1. Intubasi trakea
Pada kondisi gawat darurat jalan nafas merupakan komponen yang paling
penting dan menjadi prioritas utama dalam penangananannya. Banyak sekali
pasien yang tidak sadar maupun yang sadar yang tidak dapat mempertahankan
jalan nafasnya terbuka, tidak mampu mengeluarkan sekret, mencegah aspirasi
dan membutuhkan bantuan ventilasi mekanik.
Tehnik yg dilakukan dapat melalui oral,nasal,tracheal retrograde.
Tujuan utama dari penatalaksanaan jalan nafas darurat adalah
memepertahankan integritas jalan nafas, meyakinkan ventilasi adekuat, dan
mencegah aspirasi. semua tujuan tersebut dapat dicapai dengan bantuan
intubasi trakea.
tidak ada perbedaan fungsi diantara keduanya, perbedaannya adalah bilah lurus
digunakan untuk visualisasi pita suara dengan cara mengangkat epiglotis sedangkan
bilah lengkung tidak mengangkat epiglotis secara langsung tapi dengan cara
menempatkan ujung bilah di dalam valecula dan mengangkat epiglotis secara tidak
langsung dengan menarik frenulumnya tanpa menyentuh epiglotis. Penggunaannya
tergantung dari situsi klinis dan kondisi pasien. Bilah lengkung lebih sedikit
menyebabkan trauma karena sama sekali tidak menyentuh laring serta memberikan
ruang yang lebih besar untuk visualisasi saat menempatkan ETT sehingga sangat
berguna untuk pasien yang gemuk. Sedangkan bilah lurus lebih mudah dimasukkan
Gambar ETT
Tube atau pipa nafas (ETT) harus dipilih sesuai dengan ukuran trakea pasien,
jika ukuran yang diguakan terlalu kecil maka akan terjadi kebocoran, begitu pula jika
ukuran ETT terlalu besar maka tidak akan masuk ke trakhe adan bisa menimbulkan
cedera apabila dipaksakan.
Pemilihan yang tepat berdasarkan umur dan jenis kelamin, biasanya wanita
mempunyai ukuran trakea yang lebih kecil dari laki – laki. rumus yang dapat
digunakan untuk anak – anak adalah : 4 + (umur dlm tahun /4). atau secara sederhana
dapat dilihat ukuran dari jari kelingking pasien. ukuran untuk pasien laki – laki dewasa
adalah 7,5 – 8. sedangkan untuk wanita 7 – 7,5. setelah didapatkan satu ukuran yang
pas harus pula disiapkan 1 ukuran di bawahnya dan 1 ukuran di atasnya. misalnya
ukuran yang akan dipakai adalah nomor 7 maka disiapkan pula no 6,5 dan 7,5.
“A” (airway)
Segala peralatan yang digunakan untuk membuka dan mengamankan jalan
nafas semuntara harus disiapkan seperti orofaringeal airway (OPA /guedel / mayo)dan
nasofaringeal airway (NPA). ukuran Guedel atau NPA disesuaikan dengan ukuran
jalan nafas.
“T” (tape)
Tape (plester ) berguna untuk melakukan fiksasi setelah intubasi selesai
dilakukan. tanpa fiksasi kemungkinan ETT akan tercabut atau terdorong akan lebih
besar sehingga perlu difiksasi dengan plester ke pipi atau wajah pasien.
“I” (introducer)
Introducer digunakan untuk membantu intubasi. alat yang bias digunakan
adalah mandarin yaitu kawat yang bisa dimasukan ke dalam ETT dan dibentuk /
dilengkungkan sesuai dengan anatomi jalan nafas. sehingga akan memudahkan
mengarahkan ujung ETT melewati pita suara. Alat lain adalah Klem magil, berupa klem
yang bisa menjepit ETT di dalam rongga mulut untuk diarahkan ke mulut pita suara.
Kompresi jantung
>100x/menit dengan
ventilasi 8-10x/menit
Catatan :
Kompresi dada minimal 100-
120/menit (dewasa) atau sesuai umur
Ventilasi 8-10x/menit (dewasa) atau
sesuai umur
Ventilasi asinkron
Nasalcanule
Keuntungan :
1. Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju nafas teratur.
2. Baik diberikan dalam jangka waktu lama.
3. Pasien dapat bergerak benas,makan,minum dan bicara.
4. Efisien dan nyaman buat pasien.
Kerugian :
1. Dapat menyebabkan iritasi pada hidung,bagian belakang telinga terdapat tali
binasal.
2. F1O2 akan berkurang bila pasien bernafas dengan mulut.
Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat di tingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebakan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
Head Box
Memberikan konsentrasi O2 yg > tinggi ( FIO2 sampai 100%)dengan aliran 4-5 L/mnt
Keuntungan
Memberikan konsentrasi oksigen tinggi
Akses bebas untuk pengkajian dada pasien
Kerugian
Head box harus dipindahkan bila pasien makan atau saat tindakan.
Kesimpulan
Pasien meninggal karena kurang oksigen bukan karena tidak intubasi trachea.
Tulang leher mungkin cedera..hati hati melakukan manipulasi pada kepala
Bekerja secara smooth and gentle untuk mendapat hasil yg baik
CHOCKING ( TERSEDAK )
Chocking yaitu terjadi gangguan jalan nafas yg diakibatkan karena sumbatan
benda asing.
1. Bila tidak berhasil lakukan hemlich manuver selama 5 kali dan bisa
bergantian dg back blow bila klien masih mampu berdiri
2. Atau bila sudah terbarin lemah maka lakukan abdominal trust
3. Selanjutnya lakukan chest trust selama 5 kali dan bila tidak berhasil lakukan
cricothyrodotomi
Referensi :
1. Kartono muhammad, pertolongan pertama, gramedia pustaka utama, jakarta,
2008.
2. Stanley m, zydlo, james A, hill, first aid, cara benar pertolongan pertama dan
penanganan darurat, cosmic book, yogyakarta, 2009.
Tujuan umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan akibat
trauma : kepala dan spinal, thorax dan abdomen, musculoskeletal, luka bakar, ekstrim
udara panas dan dingin.
Tujuan khusus
1. Menjelaskan biomekanika trauma
2. Melakukan penatalaksanaan pasien dengan trauma kepala dan cidera spinal
3. Melakukan penatalaksaan pasien dengan trauma thorax dan abdomen
4. Melakukan penatalaksanaan pasien dengan trauma muschuloskeletal
5. Menjelaskan penatalaksanaan luka bakar
6. Menjelaskan penatalaksanaan ekstrim udara panas dan dingin
4. Mobil terbalik
Mobil yang terbalik tidak dalam
kecepatan tinggi dan penumpangnya
memakai sabuk pengaman, biasanya
tidak akan mengalami cidera yang serius.
Tapi apabila mobil terbalik dengan
kecepatan tinggi dan langsung terguling (
Roll over collison ) biasanya penumpang
akan terlempar keluar dan mengalami
multi trauma yang akan menyebabkan
kematian segera (25X dari kecelakaan
mobil lainnya)
LUKA TEMBAK
Pada luka tembak cidera yang terjadi tergantung dari
bentuk pelurunya. Bila low velocity (kurang kecepatannya)
cidera yang terjadi akan kecil dan peluru keluar kebelakang
luka tempat masuk dan keluarnya peluru dapat terlihat. Bila
pelurunya high velocity akan menyebabkan area cidera lebih
luas – daerah masuknya peluru kecil tetapi cidera akan luas.
Kalau peluru tidak tembus ke belakang tapi berputar didalam
badan misalnya karena terbentur tulang, area cidera akan
semakin luas.
BLAST INJURY (AKIBAT LEDAKAN)
Trauma karena ledakan dapat dipengaruhi oleh 3 faktor:
a. Primary, karena terlempar oleh ledakan itu sendiri
b. Secondary, pasien akan cidera oleh benda-benda yang ada dari materi pembuat
bom itu sendiri seperti: paku-paku, sekrup besi dll
KESIMPULAN
Pada kasus trauma penolong harus mengetahui kemungkinan cidera yang terjadi.
Biomekanik trauma penting karena akan membantu kita mengerti akibat yang
ditimbulkan dan waspada terhadap jenis perlukaan tertentu. Trauma timbul karena
adanya gaya yang karena suatu sebab dicoba untuk dihentikan
REFERENSI
1. Tintinalli, Judith E. Emergency Medicine : A Comprehensive Study. New York :
Mc Graw-Hill, 2000
2. Mistovich, Joseph J, et.al. Prehospital Emergency Care. New Jersey : Brady,
Prentice Hall Healt, 2000
3. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life
Support for Doctors : Student Course Manual 6 Edition . Chicago : Fourth
Impression, 2001.
4. Greaves, Ian. Emergency Care: A textbook for Paramedics. London : WB
saunders Company Ltd. 2001
Triase yang baik maka akan dapat meseleksi penderita dengan tepat untuk
mengirim penderita cedera kepala sedang dan berat untuk dikirim kecenter yang
sesuai dan tepat dalam kecepatan penanganan penderita. Keterlambatan rujukan
penderita dapat menyebabkan keadaan penderita memburuk dan berkurangnya
kemungkinan pemulihan fungsi.
Dalam melakukan rujukan penderita dengan cedera kepala perlu diperhatikan :
Umur dan mekanisme trauma
Vital signs
GCS score dan pupil
Minum alkohol
Trauma penyerta
CT-scan otak
Pencegahan
Gunakan sabuk pengaman bila berkendaraan
Pakai helm pengaman yang sesuai standar bila naik sepeda motor, skateboard,
dan bila berada didaerah konstruksi bangunan
Periksa kedalaman air sebelum menyelam, ski air atau terjun di air
Bila berolahraga taati seluruh peraturan keselamatan
Gejala dan Tanda
Perubahan bentuk pada kepala, leher, dan tulang belakang perubahan bentuk
pada tulang belakang ditemukan tapi kalau terlihat jelas, memar, atau bengkak
pada tulang belakang dicurigai terjadi cidera tulang belakang
Kelumpuhan pada alat gerak dibawah titik trauma
Gangguan persyarafan pada alat gerak mungkin kehilangan fungsi, lemah, mati
rasa, kesemutan, atau rasa baal terutama dibawah titik trauma
Nyeri pada daerah tulang belakang pada saat bergerak ataupun tidak bergerak,
bila nyeri berlebihan korban dapat menjadi Neurogenic Syok
Hilangnya kemampuan mengendalikan buang air besar dan buang air kecil
Sulit bernafas, kadang-kadang tanpa pergerakan dada bila ini terjadi setelah
pasien menderita trauma berat, curigalah ada trauma tulang belakang
mengenai syaraf tulang belakang
Priapismus, yaitu ereksi kemaluan pria yang menetap
Dapat terjadi syok akibat jejas pada syaraf menyebabkan vassodilatasi
pembuluh darah, mengakibatkan hipotensi dan bradikardia
Bila terjadi luka tusuk pada leher dan luka terbuka pada leher udara dalam
trakea dapat masuk kepembuluh darah atau emboli udara, dapat menyumbat
pembuluh darah terjadi serangan jantung
TRAUMA DADA
Latar belakang
Trauma dada sering terjadi akibat tabrakan mobil atau motor, jatuh dari
keinggian, luka tembak, dan luka tusuk. Sebagian dari pasien yang mengalami trauma
dada akan mengalami cidera lain dari organ vital yang ada di dalam dada (multiple
injury)
25% dari pasien trauma dada mengalami kematian. 2/3 dari pasien trauma
dada akan hidup bila mereka dapat segera di bawa ke RS (UGD) dan 15% dari mereka
akan memerlukan tindakan operasi, Artinya pasien-pasien yang mengalami trauma
dada akan tertolong bila di temui dan ditangani oleh penolong yang terlatih yang dapat
melakukan pemeriksaan dan pengolahan pada trauma dada dengan cepat, tepat dan
benar penanganannya.
Pathophysiologi
Bila terjadi trauma dada, baik karena trauma setimpal ataupun trauma tajam dapat
menyebabkan :
a. HIPOMA :
Adalah suatu keadaan tidak kuatnya pengiriman oxygen kejaringan akibat trauma
dada menyebabkan abstraksi dalam nafas.
b. HYPOVOLEMIA :
Adalah tidak ade kuatnya volume pembuluh darah akibat kehilangan darah yang
banyak baik karena luka terbuka pada dada ataupun luka tertutup pada rongga
dada.
c. VENTILASI / PERFUSI :
Terjadi gangguan pada tekanan di pleura akibat tension pneumothorax. Rusaknya
pompa jantung akibat cidera jantung yang berat. Respirasi acdosi, hipercarbin
(CO2) akibat tidak ada kuatnya ventilasi karena perubahan tekanan dalam dada
akibat trauma dada. metabohe aoidosis akibat hyperfusi dari jaringan akibat syok.
OPEN PNEUMOTHORAK
Ini terjadi bila pasien didapati adanya luka terbuka di daerah dada akibat luka
tusuk ataupun luka tembak.
Udara luar akan masuk kedalam rongga dada dan akan keluar pula melalui
luka yang ada di dada ini sehingga terdengar seperti suara isapan. Keadaan tersebut
di sebut “Sucking Chest Wound” dan akan keluar gelembung-gelembung pada saat
ekspirasi. Udara akan hanya masuk ke daerah mati pada rongga pleura tetapi tidak
akan memasuki rongga paru.
Akibat adanya hubungan dengan atmosfir maka tekanan di rongga pleura jadi
sama dengan tekanan atmosfir atau positive (tidak menggelembung) pada saat pasien
inspirasi. Lobus paru yang terkena akan mengecil karena udara akan terhisap lebih
banyak ke dalam rongga pleura.
Pada saat pasien inspirasi, lobus paru tersebut akan mengembung sedikit,
akibat udara yang di dalam rongga pleura yang berbentuk gelembung-gelembung
FLAIL CHEST
Flail chest terjadi bila dua atau lebih tulang iga patah
secara berturut-turut dan patahan terdapat pada dua atau
lebih akibat trauma pada dada akibatnya ada suatu
segment 7 yang tulangnya terlepas satu sama lain
PATHOPHYSIOLOGI
Karena ada tempat yang tulang iganya terlepas, pada tempat tersebut bila
pasien bernapas secara spontan maka waktu inspirasi tempat tersebut akan ikut
terhisap kedalam. Paru-paru akan cekung. Bila pasien ekspirasi, udara akan terdorong
keluar yang mengakibatkan pada tempat yang patah lobus paru akan cembung keluar
(LIHAT GAMBAR) ujung-ujung dari iga dapat memasuki lobus paru bila tidak segera
dilakukan pada pasien ini dapat terjadi pneumothorak fiksasi dan hemothorax trauma
dada juga dapat menyebabkan kantasio paru yang dengan segera dapat
menyebabkan hypoksia pada pasien flail chest rasa nyeri pada dada menyebabkan
para doxical motion pada saat pemeriksaan secara inspeksi terlihat dada tidak
mengembang dengan baik saat inspirasi pada kedua sisi pada saat palpasi pada
daerah trauma terasa erepitasi
Udara dalam rongga pleura telah memasuki beberapa ruang yang biasanya
diduduki oleh paru-paru, sehingga mencegah perluasan dan menyebabkan keruntuhan
parsial.
TENSION PNEUMOTHORAX
Tension pneumothorax dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam
pada dada. Udara akan masuk ke rongga pleural tapi tak dapat keluar dari rongga
tersebut, ini akan meningkatkan tekanan di rongga dada, keadaan ini akan
menyebabkan collapnya lobus paru ditempat yang cidera dan akan meningkatkan
tekanan di mediastimun dan tekanan ini akan menyebabkan collapnya vena cafa
superior dan interior yang akan menyebabkan kurangnya darah kembali ke jantung
(venous return). Akan terlihat adanya distensi vena yugularis, dalam keadaan lanjut
jantung akan terdorong dan terpelintir. Trachea dan mediastinum akan terdorong
kearah paru. yang terjadi tension pneumothorax ini merupakan tanda-tanda akhir
kadang-kadang terlihat dengan inspeksi kecuali dilakukan x-ray
MASSIVE HEMOTHORAX
Adanya darah dalam rongga pleura disebut hemothorax bila terjadi trauma
tumpul ataupun penetrasi trauma pada dada di daerah dada yang cidera dapat terjadi
hemothorax bila ada 1500cc atau lebih darah darah tertumpuk di rongga fleura disebut
massive hemothorax.
Cardiac Tamponade
Cardiac tamponade biasanya terjadi akibat luka penetrasi sekeliling jantung
terdapat membrane pericardial. Bila terjadi luka tusukan dan tertumpuknya darah
dengan cepat antara jantung dan pericardium akan menyebabkan kompresi pada
ventrikel akan meningkatkan pompaan jantung akan berkurang akibatnya cardiac out
put akan berkurang dengan cepat dan akan meningkatkan cvp (Central Venous
Pressure)
Tanda-tanda cardiac tamponade
- Hypotensi, tensi turun dengan cepat maka akan jatuh ke keadaan syok bila tidak
segera ditangani
- Distensi vena yugularis
- Paradoxical pulse, bila di raba nadi radial saat inspirasi akan menghilang pada saat
experasi nadi terasa lemah dan halus
- Trachea midline
- Suskultasi suara nafas akan terdengar sama pada kedua lobus paru
- Penurunan kesadaran
- Pernafasan dyspnea dan tachypnea
- Akral teraba dingin basah dan pucat
Diaphragmmatic Tears
Robekan diaphragm akibat besarnya tekanan dari abdomen sesuatu yang tiba-
tiba menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomenmus karena tekanan seat belt
waktu terjadi tabrakan atau tendangan yang mengenai dinding perut menyebabkan
robeknya diafragma dan menyebabkan hermasi organ dalam perut ke rongga thoraks,
hermasi biasanya kerap terjadi di bagian kiri di bandingkan bagian kanan. Di bagian
kanan terdapat hati yang dapat melindungi diafragma trauma tumpul dapat
menyebabkan robekan yang besar pada diafragma tapi luka tusuk hanya
menyebabkan lubang yang kecil sesuai besar benda yang menusuk
Robekan diafragma dan hermasi abdomen organ ke rongga thoraks sukar di
diagnose baik di lapangan maupun di rumah sakit hanya mungkin akan terlihat seperti
distres pernafasan dalam pemeriksaan ausenltasi suara nafas akan menurun dan
sewaktu waktu bila di Daerah dada bawah terdengar bising usus
Pengelolaan sobekan diafragma
- Pastikan jalan nafas terbuka dengan baik
- Lakukan intubasi bila keadaan semakin buruk
- Berikan oksigen high flow bila keadaan stabil
- Segera kirim pasien kerumah sakit yang punya fasilitas operasi dada sperut
- Observasi tanda-tanda syok segera lakukan resusetasi cairan dengan protocol
sesuai keadaan pasien
- Sepanjang jalan segera hubungi rumah sakit yang ditujukan dan laporkan keadaan
pasien
Sternal Fractures
Patah tulang sternal dapat terjadi bila dada depan tengah terkena trauma
tumpul yang hebat. Pada keadaan ini pasien juga kita curigai terjadi myocardial
contusion. Lakukan penanganan seperti konstusio myocardial, langsung segera bawa
kerumah sakit .
Simple rib fracture sering terjadi pada trauma thoraks bila pasien hanya
terdapat patah tulang iga saja tanpa ada tanda-tanda pneumothoraks ataupun
homothoraks. Persoalan yang penting disini adalah rasa sakit bila tidak di terapi rasa
sakit takkan mengganggu pasien tidak bernapas secara adekuat saat melakukan
palpasi daerah yang patah akan terasa tegang dan bergerak-gerak. Lakukan fixasi
dengan pain killer medikasi selama pejalanan. Monitor tanda-tanda fital. Lakukan
pemeriksaan ulang head to toe. Perhatikan dengan cermat adakah tanda-tanda
premothoraks ataupun hemothoraks.
Anatomi Perut
Secara anatomi bagian perut dibagi menjadi 3 area yaitu :
1. Intra thoracic abdomen
Intra thoracic abdomen terletak dibawah diafragma yang membatasi rongga perut
dan rongga dada. Ditutup oleh tulang iga bagian bawah sebelah kanan terdapat
hati ditengah-tengah ada pancreas dan dibagian kiri atas ada spleen / limph
TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Latar Belakang
Tubuh manusia merupakan sistem yang dirancang dengan sempurna. Sistem
muskuloskeletal (otot rangka) memungkinkan manusia untuk berdiri tegak dan
bergerak selain melindungi alat-alat vital dalam tubuh.
Trauma musculoskeletal merupakan keadaan yang sering kali kita jumpai
sehari-hari. Trauma tersebut dapat terjadi tunggal atau terjadi bersama dengan trauma
pada organ lain (multi trauma) juga dapat berbentuk cedera ringan sampai yang
mengancam jiwa.
Tanpa memandang berat-ringannya kasus cedera yang dihadapi, penanganan
yang baik akan membantu mencegah terjadinya cacat tetap.
Agar tindakan memberikan hasil yang maksimal “awal” dari tindakan bedah orthopaedi
adalah, maksimum rehabilitasi penderita secara utuh ( maximum rehabilitation of
patient as a whole).
Secara umum cidera musculoskeletal dapat berupa:
a. patah tulang terbuka
b. patah tulang tertutup dengan gangguan neurovascular
c. kepala sendi atau ujung tulang keluar dari sendi (cerai sendi / dislokasi)
d. otot atau sambungan ototnya teregang melebihi batas normal (terkilir otot/
strain)
e. robek atau putusnya jaringan ikat disekitar sendi (terkilir sendi / sprain)
f. memar jaringan lunak
DISLOKASI
Dislokasi terjadi bila tekanan pada urat /tendon berlebihan sehingga tulang-
tulang dalam persendian tergeser/keluar dari tempat semula. Dislokasi sangat mudah
dikenali karena perubahan anatominya sangat jelas
Dislokasi pada sendi – sendi besar dapat menyebabkan kerusakan
neurovaskuler bila tidak ditangani dengan benar dapat terjadi nekrotik dan berakhir
dengan amputasi
Gejala dan tanda-tanda
- Korban sangat kesakitan
- Sendi tidak bisa bergerak
- Perubahan bentuk sendi
- Lemah pada sendi, pada awalnya hilang rasa sakit/baal
- Segera terjadi perubahan warna dan bengkak pada sendi
Penanganan
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera oleh karena itu bila ditemukan
ditempat kejadian segera dibawa kerumah sakit yang ada fasilitas penangan patah
tulang , akibat dari penundaan dapat menimbulkan neurovaskuler nekrosis dari
bonggol tulang yang menyebabkan nyeri sendi dan kekakuan sendi.
Setelah terjadi dislokasi 5-20 menit saat ini disebut fase shock lokal terjadi
relaksasi dari otot sekitar sendi dan terdapat rasa baal (Hyperstesia) pada saat ini bila
pasien sudah sampai dirumah sakit dapat dilakukan reposisi tampa narcose, lewat
fase ini tindakan reposisi harus pakai pembiusan untuk mendapatkan relaksasi pada
otot, agar dapat dilakukan reposisi dan sendi kembali ketempat semula.
Bila reposisi tidak dilakukan dapat terjadi “Button hole rupture”dari kapsul
(simpai) sendi yang dapat mencekik sirkulasi daerah bonggol sendi, keadaan ini bisa
ditolong hanya dengan reposisi terbuka. Bila reposisi tertutup dilakukan dan berhasil
perlu dilakukan X-ray untuk melihat apakah terjadi patah tulang dan dislokasi atau
mungkin terdapat interposisi dari frakmen tulang.
Selanjutnya daerah dislokasi perlu immobilisasi untuk penyembuhan jaringan
lunak 2-3 minggu setelah cidera, untuk mendapatkan gerak sendi yang baik selama
immobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot guna mencegah athrophy otot.
TERKILIR/KESELEO/SPRAIN
Terjadi ketika persendian mendapat tekanan yang berlebihan, pereganganatau
robekan urat yang masih menyambung, bila parah sering disertai patah tulang.
Penatalaksanaan :
R REST istirahatkan bagian luka.
I ICE PACK bungkus es batu dan letakan pada daerah yang memar selama 20
menit diulang setiap 2 jam pada hari pertama, setiap 4 jam berikutnya bila
memar masih sakit,dan bengkak dapat diteruskan setiap 4jam untuk hari ketiga.
C COMPRESSION lakukan balut tekan, daerah yang cedera beri bantalan balut
dengan baik cek aliran darah dibagian distal , bila terlalu ketat longgarkan, balut
lagi dengan baik.
E ELEVATE bagian yang luka ditinggikan (dielevasi)
AMPUTASI
Amputasi merupakan cacat dan dapat mengancam nyawa bila tidak ditangani
segera, pendarahan biasanya masif karena terpotongnya pembuluh nadi dan vena.
Tapi pendarahan ini dapat dikontrol dengan melakukan balut dan bebat tekan pada
ujung tempat amputasi.
Bila pendarahan masih berlanjut dapat dilakukan TOURNIQUET harus
memakai pita yang lebar jangan pakai tali yang kecil. Setiap saat bila terlihat tanda-
tanda jaringan mulai kekurangan darah segera longgarkan touniquet beberapa saat
kemudian pasang kembali. Cari bagian tubuh yang terpotong, bawa serta kerumah
sakit. Sebaiknya bagian yang terpotong masukan ke dalam plastik kalau ada es
letakkan kantong kedalam kantong berisi es.
Penting untuk membawa bagian yang terpotong walaupun bagian tersebut tidak
dapat disambungkan lagi. Jangan gunakan es langsung pada bagian tubuh yang
terpotong dan jangan pernah gunakan dry es. Pendinginan secara perlahan-lahan
dapat memperlambat proses kimiawi yang terjadi dan memperlama waktu viability
jaringan dari 4 jam menjadi lebih dari 18 jam. Jangan pernah menjanjikan pada korban
bahwa bagian tubuh yang terpotong dapat disambungkan kembali.
Penatalaksanaan :
Mempertahankan posisi pergelangan kaki agar tidak bergeser posisi dengan
cara fiksasi mempergunakan bidai.
Waktu penyembuhan :
Dibutuhkan setidaknya 6-8 minggu untuk patah tulang pergelangan kaki sampai
sembuh. Ini akan menjadi beberapa bulan sebelum Anda dapat kembali ke aktivitas
fisik intens.
Tulang ekor adalah bagian terendah dari tulang punggung atau tulang
belakang. Ukurannya kecil, berbentuk segitiga, dan terdiri dari empat ruas fusi, atau
tulang tulang belakang. Biasanya, ia memiliki sedikit gerakan dan kurva lembut dari
ujung tulang belakang ke dalam panggul.
Penyebab retak tulang ekor :
• Jatuh dalam posisi duduk.
• Bayi yang baru lahir bisa retak tulang ekor ketika dalam proses kelahiran.
Gejala :
• Nyeri yang meningkat dengan duduk atau bangun dari kursi.
• Nyeri yang bertambah selama buang air besar.
• Terasa lunak pada daerah yang patah.
Sebuah fraktur siku adalah patahnya satu atau lebih tulang yang membentuk
sendi siku.
Tulang-tulang di sendi siku adalah:
• Humerus - tulang lengan atas
• Ulna - tulang lengan yang lebih besar dari (lengan bawah)
• Radius - tulang kecil di lengan bawah
Penyebab :
• Jatuh saat lengan terulur
• Posisi jatuh langsung pada siku
• Mengalami pukulan langsung ke siku
• Memutar siku di luar rentang gerak normal
Gejala :
• Nyeri, sering parah
• Terasa lunak , bengkak, dan memar di sekitar siku
• Mati rasa pada jari, tangan, atau lengan bawah
• Penurunan rentang gerak
• Sebuah kelainan benjolan atau terlihat di atas daerah yang patah tulang
Penatalaksanaan :
Pasang bidai yang meliputi mulai dari ujung jari sampai dengan bahu.
Waktu Penyembuhan :
Ini membutuhkan waktu sekitar 8-10 minggu untuk siku retak untuk sembuh.
Tulang paha meliputi dari pinggul ke lutut dan tulang terpanjang dan terkuat
dalam tubuh. Biasanya membutuhkan banyak kekuatan untuk memecahkan femur.
Penyebab :
• Jatuh
• Terbentur
• Terpuntir
Gejala :
• Langsung terasa nyeri pada saat terjadi dan rasa sakit yang sangat.
• Pembengkakan dan memar di sekitar area luka ( Pada patah tulang tertutup )
• Ketidakmampuan untuk berjalan dan / atau jangkauan terbatas pada gerakan
lutut atau panggul.
• Perubahan bentuk kaki, seperti memperpendek atau memutar abnormal pada
kaki yang terluka.
Penatalaksanaan :
• Pasang bidai yang meliputi mulai dari ujung jari kaki sampai dengan ujung
pangkal paha. Bisa mempergunakan 3 buah bidai kayu, atau mempergunakan
air splint.
• Jika mendapati patah tulang terbuka, hentikan segera perdarahan yang terjadi,
karena perdarahan ini akan mengakibatkan mengancam jiwa pasien.
Waktu Penyembuhan :
Sebuah femur retak adalah cedera serius yang membutuhkan waktu 3-6 bulan
untuk menyembuhkan.
Patah tulang Jari
Penyebab :
• Jatuh pada saat lengan terulur
• Tertimpa benda langsung pada lengan bawah
• pukulan langsung ke lengan bawah
• Memutar lengan diluar dari jangkauan normal
Gejala :
• Nyeri di pinggul
• Kesulitan atau ketidakmampuan untuk berdiri, berjalan, atau memindahkan
pinggul
• Abnormal penampilan kaki patah:
o Tampak lebih pendek
o terputar ke luar
TRAUMA THERMAL
Luka Bakar
Latar Belakang
Di negara kita, luka bakar sangat tinggi tingkat kejadiannya, dengan perumahan
yang berdempet-dempet diperkotaan dan tingkat kesadaran penduduk yang masih
rendah terhadap keselamatan, meningkatkan kejadian kebakaran, dan aktifitas teroris
akhir-akhir ini yang menyebabkan luka bakar karena bom juga meningkat.
Pada kejadian sehari-hari di rumah tangga luka bakar merupakan kasus gawat
tidak darurat, tetapi yang bersifat bencana banyak menelan korban, kasus luka bakar
umumnya bersifat gawat darurat, morbitifitas, mortalitas dan kecacatan/disability
tinggi.
Pada saat bencana penolong juga mengalami keadaan yang sangat bahaya
untuk keselamatannya, maka itu perlu kordinasi yang terpadu dengan instansi lain
seperti pemadam kebakaran dan team SAR. Sebaiknya penolong yang berbasis
kesehatan, yang tidak mempunyai proteksi khusus tidak masuk ke area bencana,
biarkan team pemadam kebakaran dan team SAR yang memindahkan pasien ke
tempat aman.
Luka bakar merupakan cidera yang dapat merusak seluruh permukaan tubuh
mulai dari kulit, otot, dan tulang. Luka bakar juga dapat mengenai mata terjadi
kebutaan, saluran pernafasan hingga menyebabkan sumbatan jalan nafas, dan henti
nafas. Selain kerusakan fisik penderita juga akan mengalami gangguan emosi dan
psikologis pada penderita yang mungkin akan dialami seumur hidup.
Definisi Luka Bakar
Luka bakar ialah semua cedera yang terjadi akibat paparan terhadap suhu
yang tinggi.
Untuk menentukan luas bagian tubuh yang terkena luka bakar dipergunakan
rumus “Rule of Nines” atau hukum sembilan yaitu membagi daerah tubuh yang
terbakar dengan presentase 9 ( lihat gambar ) misal bila terkena seluruh kepala adalah
9% dari tubuh mengenai seluruh dengan depan belakang, 9% dari tubuh, bila terkena
dada dan perut 18% dari tubuh, bila punggung dan panggul, 18% dari tubuh pada alat
kelamin dihitung 1% kaki depan 9% dan kaki belakang 9%. Cara lain menghitung luka
bakar adalah dengan menggunakan luas telapak tangan penderita sebagai referensi,
satu telapak tangan luasnya 1% luas tubuh.
Diagnosa
Sengatan panas adalah suatu kelainan pada tubuh yang disebabkan karena
terpaparnya pasien dengan udara panas yang tinggi yang menyebabkan meningkatnya
suhu tubuh (hipertermia bisa mencapai 106oF (41,1oC) disertai dengan kelainan fisik
dan neurobiologis.
KESIMPULAN
Pada penanggulangan penderita dengan kasus trauma harus mengetahui
kemungkinan cidera yang terjadi. Beberapa penatalaksanaan trauma antara lain ;
trauma kepala dan spinal, thorax dan abdomen, musculoskeletal, luka bakar, ekstrim
udara panas dan dingin.
Trauma kepala dan spinal
Cedera kepala dan cedera sspinal merupakan keadaan yang dapat
menyebabkan kerusakan neurologis bahkan menyebabkan kematian. Beberapa hal
penting yang diperhatikan dalam penilaian pasien dengan cidera kepala lakukan
pemeriksaan kesadaran dengan Glascow Coma Scale dan tanda-tanda lateralisasi
(pupil isokor atau anisokor, motoric dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan
tungkai, tanda-tanda TIK).
REFERENSI
1. Tintinalli, Judith E. Emergency Medicine : A Comprehensive Study. New York :
Mc Graw-Hill, 2000
2. Mistovich, Joseph J, et.al. Prehospital Emergency Care. New Jersey : Brady,
Prentice Hall Healt, 2000
3. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life
Support for Doctors : Student Course Manual 6 Edition . Chicago : Fourth
Impression, 2001.
4. Greaves, Ian. Emergency Care: A textbook for Paramedics. London : WB
saunders Company Ltd. 2001
1. Tujuan Umum
Setelah peserta mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
pasien dengan gangguan sirkulasi
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Mengindentifikasi shock
2. Melakukan kontrol perdarahan
3. Melakukan penatalaksanaan pemberian cairan
Latar Belakang
shock didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan system sirkulasi
untuk mencukupi kebutuhan tubuh sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan
antara supply oksigen dengan kebutuhan oksigen untuk metabolisme. Keadaan
ketidakseimbangan ini disebut sebagai hypoferfusi. Keadaan hypoperfusi yang
dibiarkan akan menjadi suatu global hypoferfusi yang berakibat pada turunnya
kandungan oksigen darah serta asidosis laktat.
Langkah kedua dalam penanganan syok adalah mengetahui sebab dari shock.
Berdasarkan penyebabnya syok dibagi menjadi 4 kategori yaitu: 1. shock Hypovolemik
( ketidakcukupan volume sirkulasi ), 2. shock Kardiogenik ( ketidakcukupan fungsi
pompa jantung ), 3. shock distributive ( Maldistributive aliran darah ), 4 shock
obstruktif ( Hambatan aliran darah ekstra kardiak ).
Pengetahuan dasar tentang prinsip-prinsip kebutuhan oksigen transport dan
konsumnsi oksigen mutlak diperlukan dalam memahami shock. Dalam tubuh oksigen
di bawa oleh hemoglobin pada kondisi terisi penuh.1 molekul hemoglobin mengangkut
4 molekul O2 tetapi tidak semua O2 di bawa hemoglobin sebagian O2 terlarut dalam
plasma darah.Jumlah O2 dalam tubuh merupakan gabungan antara yang terikat dalam
hemoglobin dan yang larut dalam plasma darah.O2 dihantar ke jaringan oleh pompa
jantung. Pada kondisi normal 25% O2 yang di bawa hemoglobin akan di konsumsi oleh
jaringan dan sisanyan 75% akan di kembalikan ke jantung.
Ketika supply O2 tidak sesuai dengan kebutuhan akan terjadi mekanisme
kompensasi oleh jantung dengan cara meningkatkan curah jantung (Cardiac output),
jika peningkatan curah jantung masih tidak mencukupi kebutuhan akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan jumlah O2 yang dilepaskan hemoglobin.Jika semua
kompensasi tubuh gagal mengatasi keseimbangan antara supply dan kebutuhan
metabolisme tubuh maka akan terjadi mekanisme an aerob yang akan menghasilkan
Gejala Klinis
Kondisi pasien shock sering berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya
seperti infark miokard, anafilaksis, dan trauma.
1) Keadaan yang memungkinkan kurangnya volume cairan yaitu adanya riwayat
perdarahan, muntah-muntah, diare, kencing yang berlebihan dan kehilangan
cairan karena demam.
2) Keadaan yang menunjukkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) karena
adanya trauma tulang belakang, perlukaan susunan saraf pusat, adanya
keadaan sepsis dan anafilaksis, serta pusing akibat hipotensi orthostatik.
Tatalaksana shock
Resusitasi pada pasien shock meliputi:
1. Menjaga jalan nafas (Airway) dan pernapasan (Breathing).
Jalan napas dan pernapasan merupakan prioritas pertama untuk mendapatkan
oksigenasi yang cukup .Tambahan O2 diberikan bila perlu untuk menjaga
saturasi O2 lebih dari 95%.Kontrol jalan napas yang paling ideal adalah dengan
intubasi endotrakeal untuk proteksi jalan napas, oksigenasi melalui pemberian
tekanan positip (BVM, ventilator atau menjaga patensi dan memudahkan
pembersihan jalan napas.Adanya usaha bernapas pada pasien shock akan
meningkatkan konsumsi oksigen untuk itu usaha bernapas harus dikendalikan
menggunakan ventilasi mekanik dengan ventilator dan pemberian obat sedasi,
kadar saturasi O2 dipertahankan 93% dengan PaCO2 dipertahankan lebih
kurang 35-40 mmHg.
2. Stabilisasi sirkulasi
Prioritas adalah control perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup
besar dan mulai perfusi jaringan. Bila ada trauma perdarahan dalam dapat
terjadi di :
Rongga Toraks.
Rongga Abdomen.
Rongga Pelvis.
Tulang panjang/femur.
Retroperitonial.
Shock HAEMORAGIK
Resusitasi cairan adalahterapi utama pada shock haemoragik prehospital ini
bertujuan mengembalikan dan mempertahankan oksigenasi jaringan akibat kehilangan
darah.Faktor-faktor yang mempengaruhi gejaka klinis akibat perdarahan akut adalah
penyabab perdarahan, durasi, beratnya perdarahan, dan penyakit penyerta yang
ada.Gejala klinis yang terjadi akibat perdarahan adalah takikardi, takipnea, tekanan
darah rendah, kulit dingin, pucat, dan sianosis, kesadaran menurun (ganguan
kesadaran).
Volume darah orang dewasa normal adalah 7% dari berat badan. Apabila
terjadi perdarahan dapat di bagi menjadi:
Perdarahan ringan ( kelas I ).
Kehilangan volume sampai 15% gejala klinis minimal, dapat terjadi takikardi
ringan, tidak ada perubahan tekanan darah.Perubahan pola pernapasan tidak
terlihat jelas., penurunan capillary refill, kulit dingin.
Perdarahan sedang ( Kelas II ).
Kehilangan volume darah 15-30%. Pasien akan menunjukkan gejala takikardi,
takipnea, dan penurunan tekanan sistolik ( hanya sedikit), penurunan tekanan
nadi (agak lemah).Terjadi perubahan saraf sentral yang tidak jelas, pasien
cemas, ketakutan (Agitasi atau disorientasi), produk urine mulai berkurang
sedikit. Tetapi pada saat ini perlu berhati-hati karena pada saat ini dapat terjadi
Shock KARDIOGENIK
Shock kardiogenik terjadi akibat ketidakmampuan pompa jantung mengalirkan
darah untuk mencukupi kebutuhan metabolik dasar, biasanya terjadi akibat kelemahan
otot jantung berkontraksi. Diagnosis shock kardiogenik diketahui dengan adanya
Shock SEPTIK
Syok Septik adalah keadaan hipoperfusi jaringan akibat infeksi yang berat
(sepsis). Keadaan hipoperfusi dapat terlihat dengan adanya hipotensi walaupun sudah
dilakukan resusitasi cairan, asidosis laktat, oliguria, penurunan kesadaran pada pasien
sepsis terjadi pelepasan mediator infeksi dan inflamasi seperti citokin, P1AF,
leukotrein, prostaglandin dan lain-lain yang akan mempengaruhi sirkulasi melalui
depresi jantung dan dilatasi pembuluh darah mengakibatkan hipoferfusi pada organ
ginjal, hati, paru, dan otak, bila tidak di atasi menyebabkan syok. Gejala klinis yang
timbul yaitu: Hypertermia atau hipotermi, takikardia, takipnea, dan penurunan
kesadaran mulai dari disorientasi, kebingungan, letargi, agitasi, atau koma.
Penanganan pasien dengan shock septik adalah:
a. Pengelolaan jalan nafas dan respirasi dengan intubasi trakea dan ventilator.
b. Stabilisasi hemodinamik dengan resusitasi cairan dan obat-obat inotropik.
c. Terapi antibiotic empiris.
d. Membuang atau mengontrol sumber infeksi.
Shock ANAFILAKTIK
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi imunologis (reaksi
alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat menyebabkan gangguan
respirasi, sirkulasi, pencernaan dan kulit.Jika reaksi tersebut cukup hebat sehingga
menimbulkan syok disebut sebagai shock anafilaktik yang dapat berakibat fatal.Oleh
karena itu syok anafilaktik adalah suatu tragedi dalam dunia kedokteran, yang
membutuhkan pertolongan cepat dan tepat.Tanpa pertolongan yang cepat dan tepat,
keadaan ini dapat menimbulkan malapetaka yang berakibat ganda.Disatu pihak
penderita dapat meninggal seketika, dilain pihak dokternya dapat dikenai sanksi hukum
yang digolongkan sebagai kelalaian atau malpratice.
Patofisiologi
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu.Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem
pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan
pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu.IgE spesifik ini kemudian terikat
pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan
terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang
menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari granula yang
terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu sintesis SRS-A ( Slow
reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam arachidonik pada
membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini segera
mencapai puncaknya setelah 15 menit.Efek histamin, leukotrine (SRS-A) dan
prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus menyebabkan
timbulnya gejala pernafasan dan shock.
Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada
permukaan saluran sirkulasi dan respirasi.Stimulasi reseptor H1 menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme pembuluh
darah koroner sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi bronkus dan
peningkatan mukus dijalan nafas. Rasio H1 – H2 pada jaringan menentukan efek
akhirnya.
Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP
intraselluler.Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan
pelepasan mediator dan granula kedalam cairan ekstraselluler.Sebaliknya penurunan
cGMP justru menghambat pelepasan mediator.Obat-obatan yang mencegah
penurunan cAMP intraselluler ternyata dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-
obatan ini antara lain adalah katekolamin (meningktakan sintesis cAMP) dan methyl
Manifestasi klinik
Walaupun gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda
gradasinya sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas
seseorang, namun pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang
menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi.Kedua gangguan tersebut
dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari
beberapa detik sampai beberapa jam.Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul makin
berat keadaan penderita.
1. Sistem pernafasan
Gangguan respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk
saja yang kemudian segera diikuti dengan udema laring dan bronkospasme.Kedua
gejala terakhir ini menyebabkan penderita nampak dispnue sampai hipoksia yang
pada gilirannya menimbulkan gangguan sirkulasi, demikian pula sebaliknya, tiap
gangguan sirkulasi pada gilirannya menimbulkan gangguan respirasi.Umumnya
gangguan respirasi berupa udema laring dan bronkospasme merupakan
pembunuh utama pada syok anafilaktik.
2. Sistem sirkulasi
Biasanya gangguan sirkulasi merupakan efek sekunder dari gangguan
respirasi, tapi bisa juga berdiri sendiri, artinya terjadi gangguan sirkulasi tanpa
didahului oleh gangguan respirasi.Gejala hipotensi merupakan gejala yang
Terapi supportif
Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa
dan sebaiknya dilakukan secara bersamaan.
1. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 – 5 ltr /
menit harus dilakukan.Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi
atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
2. Posisi Trendelenburg
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi ) akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah
ikut meningkat.
3. Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap
rendah maka pemasangan infus sebaiknya dilakukan.Cairan plasma expander
(Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler
secepatnya.Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis
dapat dipakai sebagai cairan pengganti.Pemberian cairan infus sebaiknya
dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
4. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan
Table1
ELEKTROLIT
a. Hiponatremia
Didefinisikankadarnatrium darah kurang 135 mmol/ liter, diklasifikasikan sebagai
hiponatremia yang hipertonik atau isotoniktergantung kepada osmolaritas serum,
gejala klinis berupa manifestasi cerebral mulai tampak bila kadar natrium
dibawah 125 mmol/ liter, sakit kepala, mual, muntah, disorientasi bahkan koma
dan kejang sering muncul ketika kadar natrium dibawah 120 mmol/ liter.
Terapi tergantung kepada manifestasi klinis dan kecepatan terjadinya
hiponatremia, jika terlihat manifestasi serebral dan hiponatremia terjadi degan
cepat diberikan terapi Nacl 3 % 50 – 70 mmol/ jam untuk meningkatkan kadar
natrium 2 mmol/ jam sampai target 130 mmol/ liter, setelah mencapai kadar 130
mmol/ liter diberikan koreksi lambat untuk mencegah demielinasi, keadaan
tersebut sering terdapat pada pasien dengan Heat Stroke (pada jemaah haji
yang terpajan panas tinggi).
b. Hipernatremia
Adalah bila kadar natrium serum lebih dari 145 mmol/liter penyebabnya adalah
kekurangan cairan, pemberian bikarbonat yang berlebihan, kelebihan natrium.
Gejala klinis yang timbul jika kadar natrium lebih dari 155 – 160 mmol/ liter,
antara lain, demam, gelisah, iritabel, spoor sampai koma, terapi dengan
pemberian cairan sampai defisit cairan tergantikan, cairan yang diberikan
Dextrose 5% atau Nacl 0,45% tidak boleh diberikan H2O steril karena akan
menyebabkan haemolisis.
c. Hipokalemia
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum kurang dari 3,5 mmol/liter
akibat kurangnya intake cairan, peningkatan kehilangan cairan dari ginjal dan
saluran cerna, gejala klinis yaneg timbul kelemahan tubuh, depresi, konstipasi,
ileus, gagal nafas, ventrikel takikardi, atrial takikardi, terapi dengan KCL oral atau
pun drips, pemberian KCL intra vena tidak melebihi 40 mmol/ liter.
d. Hiperkalemia
Merupakan kadar kalium dalam darah lebih dari 5 mmol/liter, setelah intake
kalium yang berlebihan, kerusakan jaringan yang berat seperti pada luka bakar
Referensi
1. American College of Surgeons Commitee on Trauma ,2008, Advance Trauma
Life Support for Doctor (ATLS) Chicago
2. Fith Edition, 1999, PHTLS ( Basic and Andanced Prehospital Trauma Life
Support) , Mosby,
3. John E Campbell, 2000, Basic Trauma Life Support American Collage of
Emergency Physician, Alabama
4. Brady Bergeron, Le Baudeor, ninth edition,2011 Emergency Medical
Responder, New Jersey
Tujuan Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
kegawatdaruratan kardiovaskuler
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1. Menjelaskan sistem konduksi listrik jantung
2. Mengidentifikasi gambaran EKG normal
3. Mengidentifikasi gambaran EKG pasien dengan Coronary Syndrome
4. Mengidentifikasi disritmia
5. Melakukan therapy elektrik
Circulatory System
EKG
Pengertian EKG
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung.
Sedangkan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan
rekaman listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam
melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik
jantung akan menimbulkan kelainan gambar EKG.
EKG hanyalah salah satu alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit
jantung. Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam
menentukan diagnosis, karena pasien dengan penyakit jantung mungkin mempunyai
gambaran EKG yang normal atau sebaliknya individu yang normal mungkin
mempunyai gambaran EKG yang abnormal.
Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi
menghasilkan informasi diagnostik yang penting.
Sandapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG dipasang elektroda-elektroda di kulit pada
tempat-tempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan,
karena penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.
Terdapat 2 jenis sandapan (lead) pada EKG, yaitu :
1. Sandapan Bipolar,
Merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda, yang ditandai dengan angka
romawi I, II dan III
2. Sandapan Unipolar
a. Sandapan Unipolar Ekstremitas
aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA) yang bermuatan (+),
dan elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.
aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) yang bermuatan (+), dan
muatan (-) gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.
aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang bermuatan (+) dan
elektroda (-) dari gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda
indifiren.
Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal
dengan jarak 1 mm (sering disebut sebagai kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat
pada setiap 5 mm (disebut kotak besar).
Garis hirizontaal menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0,04 detik. Sedangkan 5 mm
= 0,20 detik.
Garis vertikal menggambarkan voltase, dimana 1 mm = 0,1 miliVolt, sedang setiap 10
mm = 1 miliVolt.
Gelombang P
Merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Positif di sandapan
I,II,aVF,V2-V6, terbalik di aVR, mungkin tegak, bifasik atau terbalik (negatif) di III, aVL
dan V1
Gelombang P yang normal :
• Lebar < 0,12 detik
• Tinggi < 0,3 miliVolt
• Selalu positif di lead II
• Selalu negatif di lead aVR
Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel. Seringkali normal di V1
dan kadang-kadang di V2
Gelombang QRS yang normal :
• Lebar 0,06-0,12 detik
• Tinggi tergantung lead
(bila lebih dari 0,12 detik harus dicari kemungkinan ada RBBB, LBBB atau ventrikel
ekstrasistole).
Gelombang T :
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T
positif di lead I,II, aVF dan V3-V6 dan terbalik di aVR. Gelombang ini mungkin tegak,
bifasik atau terbalik di sadapan III, aVL dan V1.
Gelombang U :
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang
P berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui namun diduga
akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.
Interval PR
Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang
QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12-0,20 detik.
Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls
melalui berkas his sampai permulaan depolarisasi ventrikel.
Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pd atrium dan ventrikel
EKG normal terdiri dari gel P,Q,R,S dan T serta kadang terlihat gel U. Selain itu ada
juga beberapa interval dan segmen EKG.
EKG Normal
Kriteria irama sinus (SR) atau EKG normal adalah sbb :
Irama teratur.
Frekwensi jantung (HR) antara 60-100 x/menit.
Gel P normal, setiap gel P diikuti gel QRS dan T.
Interval PR normal ( 0,12 – 0,20 detik ).
Gel QRS normal ( 0,06 – 0,12 detik ).
Semua gelombang sama.
Irama EKG yg tidak mempunyai kriteria tersebut disebut disritmia atau aritmia.
C. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10.
Pengertian Disritmia
Perubahan pada freqwensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi
elektrolit abnormal atau otomatis ( Doengoes,1999 )
Akibat perubahan elektrofisiologisel sel miokardium ,perubahan elektrofisiologi
ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman
grafik aktifitas listrik sel ( Price,1994 )
Gangguan tidak hanya terbatas pada iragulitas denyut jantung tapi juga
termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi ( Hanafi,1996 )
Etiologi
1. Ganguan koroner
2. Infeksi jantung ( endokarditis,perikarditis )
3. Intoksikasi obat
4. Gangguan keseimbangan elektrolit
5. Penyebab lain tidak di ketahui
Sinus Ritme
Sinus Takikardia
Sinus Aritmia
SinusArrest
Idioventrkular Ritme
Asistole
Pengertian
Kegawatdaruratan kardiovaskular sering timbul secara mendadak, dan sering
pula terlambat datang ke UGD. Waktu timbul keluhan hingga penderita sampai ke
UGD merupakan waktu yang sangat bermanfaat. Oleh sebab itu maka sangat penting
bagi seorang perawat atau tenaga kesehatan untuk mengetahui gejala
kegawatdaruratan kardiovaskular dan mampu memberikan tindakan Basic Life Support
(BLS).
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan
iskemik miokard yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segment ST (ST
Elevation Myocardial Infarction) atau STEMI, infark miokard akut tanpa elevasi
segment ST (Non ST Elevation Myocardial Infarction) atau NSTEMI dan Angina
Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina Pectoris) atau UAP.
Diagnostik
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG
(elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal
(angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di
b. Non-ST segmen elevasi miokard infark (NSTEMI): setidaknya dua dari kriteria
berikut:
Gejala nyeri saat istirahat
Terdapat peningkatan serum troponin
A. Elektrocardiograf
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan
saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
Gambaran diagnosis Akut STEMI dari EKG adalah :
Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi
gelombang T yang simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan
adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak
menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada
pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan
secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:
Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai
gelombang Q.
Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
4. Tatalaksana di ICCU
a. Pasang monitor 24 jam
b. Tirah baring
c. Pemberian oksigen 3-4 liter/menit
d. Pemberian nitrat : sebagai vasodilator koroner untuk mengurangi gejala nyeri
dada, menurunkan tekanan darah pada hipertensi dan vasodilator pada edema
paru. Preparat nitrat oral sublingual isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang tiap 5
menit sampai 3 kali untuk mengatasi nyeri dada. Bila nyeri belum berkurang
dapat diberikan nitrogliserin drip intravena secara titrasi sesuai respon
tekanan darah, dimulai dengan dosis 5 – 10 mikrogram/menit dan dosis
dapat ditingkatkan 5 – 20 mikrogram/menit sampai respons nyeri berkurang
atau mean arterial pressure (MAP) menurun 10 % pada normotensi dan 30 %
pada hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.
Defibrilasi
Terapi elektrik dilakukan dengan modus Asinkron
Dilakukan terhadap pasien Lethal Aritmia, spt : Ventrikel Fibrilasi (VF) atau
Ventrikel Takhikardia (VT) tanpa nadi
Energi listrik diberikan 360 joule (monofasik), 120-200 joule (bifasik)
Kardioversi
Terapi elektrik dilakukan dgn modus Sinkron
Dilakukan terhadap pasien VT (dgn nadi), Supra Ventrikel Takhikardi (SVT) dan
Atrial Fibrilasi (AF)
Energi listrik diberikan mulai 50 joule (untuk VT) dan 100 joule (untuk SVT/AF)
Transcutaneous Pacemaker
Diberikan terhadap pasien Bradikardi Simtomatik
Gambaran EKG : Sinus Bradikardi berat, Second degree AV Block, Total AV
Block (TAVB).
Dilakukan sebelum pasien dipasang Transvenous Pacemaker
Obat-obatan Emergensi
Epineprin
• Efek adrenalin : merangsang reseptor adrenergik yang menghasilkan
vasokontriksi perifer dan meningkatkan aliran koroner dan serebral.
• Indikasi :
* Henti jantung : VT/VF tanpa nadi, asistol,PEA
* Bradikardi simptomatis : stlh atropin,dopamin,pacu jantung transkutan
* Hipotensi berat
• Dosis :
* Pada Henti Jantung : 1 mg tiap 3 - 5 mnt
* Jalur ETT : 2-2,5 mg dilarutkan dlm 10 cc NaCl 0,9%
* Pada Bradikardi & Hipotensi berat : 2 – 10 μg/mnt
Norepineprin
• Indikasi : Syok cardiogenik berat (TD sistolik < 70 mmHg) dengan resistensi
periper yang rendah
• Dosis : 0,5 – 1 μg/mnt, dititrasi sampai tekanan darah membaik, hingga 30
μg/mnt.
• Perhatian : Meningkatkan kebutuhan oksigen dan menginduksi terjadinya
aritmia, pemakaian pada akut MCI harus hati - hati
Dopamine
• Indikasi :
* Obat kedua untuk bradikardi yang simptomatis (setelah atropin)
* Hipotensi dengan TD sistolik 70 – 100 mmHg dengan tanda-tanda shock.
• Dosis : infus 2 sampai 20 μg/KgBB/mnt, yang dititrasi perlahan sesuai respon
pasien.
Magnesium Sulfat
• Indikasi : henti jantung akibat torsades de pointes atau diduga
hipomagnesemia, aritmia ventrikuler yang mengancam jiwa akibat keracunan
digitalis.
• Dosis :
pada henti jantung akibat Torsade de Pointes : 1 – 2 gr diencerkan
dalam 10 cc D5W selama 5 – 20 menit.
Pada Torsade de Pointes dengan Nadi : 1-2 gr dalam 50 – 100 cc, D5W
selama 5 – 60 mnt, diikuti 0,5 – 1 gr/jam IV (titrasi untuk mengontrol
TdP)
• Perhatian : dapat terjadi hipotensi bila diberikan cepat, hati – hati pada gagal
ginjal.
Referensi
1. An International Consensuson Science The American Heart Association in
colaboration with
Tujuan umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan penatalaksanaan proses
rujukan.
Tujuan khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan syarat merujuk penderita dengan methode 4 W + 1 H ( who,when,
where, why+how)
2. Menjelaskan cara pengangkatan dan pemindahan pasien darurat dan non
darurat
3. Menjelaskan sistem mekanika tubuh penolong pada saat mengangkat pasien
trauma atau non trauma
4. Melakukan evakuasi pasien
Pengertian
Kecepatan merupakan salah satu tujuan penting dalam pertolongan gawat
darurat. Pada keadaan yang berbahaya mungkin penolong harus memindahkan
korban segera ketempat yang aman, penolong harus segera memutuskan tempat
aman sesuai dengan bahaya / hazard yang ada di lokasi kejadian, tempat aman juga
harus berlawanan dengan arah angin. Supaya terhindar dari bergeraknya hazard ke
tempat korban yang lagi ditolong.
BIla lokasi kejadian tidak berbahaya, aman buat pasien dan penolong
sebaiknya korban tidak dipindah-pindah dengan terburur-buru, sebaiknya lakukan
pemeriksaan dini dan tindakan pertolongan sampai pasien siap untuk dipindah atau
bantuan datang.Pada situasi berbahaya tindakan yang tepat, cepat dan waspada
sangatlah penting, cepat tidak berarti boleh salah.Penolong mungkin berpikir harus
memindahkan korban secepat mungkin sehingga dapat terjadi kesalahan / kelalaian.
Jika terpaksa memindahkan korban, perhatikan hal-hal berikut :
a. Bila dicurigai korban menderita cedera tulang belakang jangan dipindah begitu
saja kecuali memang benar-benar diperlukan, bila long spiral board tidak ada
dapat dipergunakan papan, pintu atau bila juga tidak ada pakai selimut yang
kuat, seret pasien memakai selimut dengan tubuh tetap rata dengan lantai
jangan diangkat.
b. Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera berlebih parah.
c. Pegang korban erat-erat tapi lembut.
d. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama jika korban
pingsan.
e. Angkat korban perlahan-lahan tanpa merenggutnya.
MEKANIKA TUBUH
Dalam menolong korban, penolong harus memperhatikan sikap tubuhnya dala
menolong/memindahkan korban yang dikenal dengan Mekanika Tubuh.Yang berarti
menggunakan gerakan tubuh penolong yang baik dan benar untuk memudahkan
pengangkatan dalam pemindahan korban, tujuannya untuk mencegah terjadinya
cedera pada penolong.Tindakan atau angkatan yang tidak benar dapat menyebabkan
cedera yang dikenal dengan Low Back Paint (nyeri pinggang bagian bawah) cedera ini
mungkin tidak terjadi langsung setelah mengangkat korban, namun dapat terjadi
setelah beberapa waktu kemudian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan :
a. Korban tersebut sadar atau tidak.
b. Apakah dapat berjalan atau tidak dapat berjalan.
c. Jumlah penolong yang akan melakukan pemindahan (sendiri, dua, tiga atau
empat orang).
d. Jalan yang akan dilalui dalam melakukan pemindahan.
e. Penolong mempunyai peralatan untuk melakukan pemindahan atau tidak.
f. Kondisi cedera yang diderita korban.
Setelah diketahui keadaan tersebut diatas, beberapa hal yang harus dilakukan
pada saat mengangkat atau memindahkan korban :
1. Nilai kesulitan yang mungkin akan terjadi pada saat proses pemindahan dan
pengangkatan berlangsung.
2. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat korban. Diskusikan dan tentukan
metode pengangkatan apa yang akan dipergunakan, berapakah berat korban,
untuk menentukan berapa orang yang diperlukan.
3. Jangan coba mengangkat dan menurunkan korban jika tidak yakin mampu
mengendalikannya.
4. Gunakan otot tungkai untuk mengangkat, bukan otot punggung, gunakan otot
paha, panggul serta otot perut, hindari gerakan membungkuk, selalu upayakan
agar punggung berada dalam satu garis lurus, otot punggung hanya dipakai
untuk menjaga kelurusan punggung.
5. Jaga keseimbangan tubuh, selalu mulai dari posisi pembebanan yang seimbang
dan pertahankan agar tetap seimbang.
6. Pindahkan penderita dengan beban serapat mungkin dengan tubuh penolong,
merapatkan korban ke tubuh membantu mengurangi beban otot, pegangan
akan lebih kuat dan posisi lebih stabil. Tindakan ini juga untuk membantu
membantu mencegah terjadinya cedera punggung.
JUMLAH PENOLONG
Jumlah penolong sangat berpengaruh terhadap cara memindahkan korban.
Jumlah penolong yang banyak lebih memudahkan pemindahan korban daripada
sendiri diperlukan koordinasi dan komunikasi yang baik antara tim penolong.
c. Tempatkan kaki penolong pada jarak yang tepat, punggung harus tetap lurus,
berlutut disamping kiri kanan tandu lutut yang ditinggikan bagian dalam kearah
tandu.
d. Kencangkan otot punggung dan otot perut, kepala harus tetap menghadap ke
depan dalam posisi netral, tempatkan tangan pada jarak yang cukup untuk
memberikan keseimbangan pada saat pengangkatan badan.
e. Genggamlah pegangan tandu dengan baik, angkat tandu dengan aba-aba dari
leader secara serentak, selama mengangkat punggung harus tetap terkunci
sebagai porors kekuatan seluruhnya pada otot tungkai.
f. Melangkah ke tempat tujuan dengan aba-aba, waktu mau menurunkan tandu juga
dengan berlutut seperti semula mau mengangkat serentak dengan aba-aba.
Kebakaran
Pada saat kebakaran sebaiknya penolong tidak masuk ke lokasi, biarkanlah
tenaga pemadam yang memakai APD yang sesuai mengeluarkan korban dari lokasi
kejadian, setelah keluar penolong ambil alih dan bawa ketempat aman.
Biasanya pasien menderita gagal nafas akibat tidak adanya oksigen yang cukup atau
karena terisap gas beracun. Segera check airway breathing dan sirkulasi lakukan
tindakan bila ada kelainan.
Trauma
Ambulan bukan satu-satunya alat transportasi untuk membawakan korban ke
fasilitas kesehatan, banyak cara membawa korban yang penting selama perjalanan
harus mencegah terjadinya cidera baru atau tidak memperparah cidera yang sudah
ada. Aturan umum untuk membawa korban adalah:
Korban dapat tidur terlentang / sesuai posisi korban
Tujuan umum
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu melakukan triase pasien
Tujuan khusus
Setelah mengikuti materi ini, mampu :
1. Menjelaskan konsep triase
2. Menjelaskan bagan alur simple triage and rapid treatment (start)
3. Melakukan triage pasien
Setelah para korban dinilai dan di pilah mereka harus diberi tanda, agar kalau
penolong lain datang membantu dapat mengenali dengan cepat.
Tanda triage sangat beragam baik ukuran, bentuk dan modelnya. Tanda dapat
terbuat dari berbagai bahan dapat berupa kartu dengan satu warna atau empat warna
yang dapat dilipat ata dapat menggunakan pita, tali, kain yang mempunyai warna-
warna triage yaitu, merah untuk P1, kuning untuk P2, hijau untuk P3 dan hitam atau
abu-abu untuk P4. Triage dapat dilakukan beberapa kali dan mulai pertama kali
ditemukan di tempat kejadian, di tempat aman, di UGD rumah sakit. Pertama kali di
temukan di beri warna/label kemudian dilakukan lagi triage ke 2 dan seterusnya bila
dilakukan pengulangan triage dan ternyata keadaan korban menunjukan katagori
prioritas yang berbeda/sudah berubah, jangan melepas label I beri label II tandai
dengan 2 dan yang pertama dapat diberi silang (coret) begitu seterusnya setiap
melakukan triage ulang, pada kertas laporan dan pencatatan tulis tanggal dan jam
setiap triage dilakukan.
Referensi
1. Brady, Begeron, Le Boudeour, ninth edition, 2011, Emergency Medical Responder,
New Jersey.
2. Hospital Preparadness For Emergencies & Disaster (HOPE), 2007, Jurnal Buku,
Jakarta.