Asal-Usul Postmodernitas
Asal-Usul Postmodernitas
Asal-Usul Postmodernitas
POSTMODERNITAS
ASAL-USUL
POSTMODERNITAS
PERRY ANDERSON
Yogyakarta, 2021
Asal-usul Postmodernitas
Oleh: Perry Anderson
Penerjemah:
Robby Habiba Abror
Penyunting:
Wajihuddin
ISBN 979-98540-0-8
IR. 04.001
Penerbit:
Insight Reference
Minomartani I/10 Ngaglik, Sleman, DIY - 55581
ÓÎ
Pendahuluan
v
ASAL-USUL POST MODERNITAS
vi
ÓÎ
Daftar Isi
Pendahuluan.........................................................................................v
Daftar Isi.............................................................................................. vii
1. Prodromes..................................................................................... 1
A. Lima – Madrid – London....................................................... 1
B. Shaanxi – Angkor – Yucatan................................................. 6
C. New York – Harvard – Chicago..........................................16
2. Kristalisasi................................................................................... 19
A. Athena – Kairo – Las Vegas................................................19
B. Montreal – Paris....................................................................32
C. Frankfurt – Munich...............................................................50
3. Penangkapan.............................................................................. 67
A. Sumber-sumber . ..................................................................68
B. Lima Gerakan ........................................................................78
C. Hasil-hasil Terakhir ...............................................................96
4. Efek-efek Sesudahnya............................................................115
A. Penentuan Waktu ............................................................. 116
B. Polaritas................................................................................ 138
C. Infleksi ................................................................................. 160
D. Skop ..................................................................................... 177
E. Politik .................................................................................... 187
Indeks...............................................................................................207
Tentang Penulis..............................................................................217
vii
j
ÓÎ
Prodromes
1
ASAL-USUL POST MODERNITAS
1
“Ricardo Palma”, Obras Completas, Vol. 2, Madrid 1950, hal. 19:
“semangat baru yang menghidupkan sekelompok kecil penulis dan penyair
di Amerika Spanyol (Latin) saat ini: modernisme”, namun penuh kemenangan
dan kebanggaan.
2
ASAL-USUL POST MODERNITAS
3
ASAL-USUL POST MODERNITAS
4
A Study of History, Vol. 1, London 1934, hal. 12-15.
4
ASAL-USUL POST MODERNITAS
5
A Study of History, Vol. 8, hal. 338.
6
A Study of History, Vol. 8, hal. 339-346.
5
ASAL-USUL POST MODERNITAS
7
A Study of History, Vol. 9, London 1954, hal. 420.
8
A Study of History, Vol. 9, hal. 421.
6
ASAL-USUL POST MODERNITAS
9
Charles Olson dan Robert Creeley, The Complete Correspondence,
Vol. 7, Santa Rosa 1987, hal. 75, 115, 241, huruf-huruf yang bertanggal
9/8/51, 20/8/51 dan 3/10/51. Yang terakhir adalah pernyataan Olson yang
berjudul “The Law”, dimana gerakan teror nuklir mengakhiri zaman modern.
“Pintu saat ini telah tertutup”, tulis Olson. “Bio-kimia adalah post-modern.
Dan alat-alat elektronika telah menjadi ilmu pengetahuan komunikasi —
‘manusia’ telah menjadi ‘image’ mesin pengkomputasi”: hal. 234.
10
Twentieth Century Authors — First Supplement, New York, 1955, hal.
741-742.
7
ASAL-USUL POST MODERNITAS
11
Lihat Tom Clark, Charles Olson. The Allegory of a Poet’s Life, New York
1991, hal. 84-93, 107-112, 138.
8
ASAL-USUL POST MODERNITAS
9
ASAL-USUL POST MODERNITAS
13
Robert Payne, Forever China, New York 1945; China Awake, New York
1947.
14
Untuk catatan naskah Olson yang menentukan puisinya terhadap
puisi Eliot, lihat George Butterwick dalam esai yang sangat ahli, “Charles
Olson’s ‘The Kingfishers’ dan Penyair-penyair Perubahan”, American Poetry,
VI, No. 2, Musim Dingin 1989, hal. 56-57.
10
ASAL-USUL POST MODERNITAS
11
ASAL-USUL POST MODERNITAS
Mao menyimpulkan:
Nous devons
nous lever
et agir! 15
(The light is in the east. Yes. And we must rise, act. Yet
in the west, despite the apparent darkness [the whiteness
which covers all] if you look, if you can bear, if you can,
15
Panggilan Mao membentuk pidato penutup dalam Laporannya
untuk pertemuan Komite Sentral CCP yang diselenggarakan pada tanggal
25-28 Desember 1947 di Yangjiagou di Shaanxi. Lihat “Situasi Saat Ini
dan Tugas-tugas Kita”, Selected Works, Vol. 4, Beijing 1969, hal. 173.
Olson menyebutkannya dalam terjemahan pidato berbahasa Prancis yang
diberikan untuknya oleh Jean Riboud.
12
ASAL-USUL POST MODERNITAS
long enough
as long as it was necessary for him, my guide
to look into the yellow of that longest-lasting rose,
so you must)
13
ASAL-USUL POST MODERNITAS
16
“Projective Verse”, Selected Writings of Charles Olson, diedit oleh
Robert Creely, New York 1966, hal. 16.
17
“Projective Verse”, hal. 24.
14
ASAL-USUL POST MODERNITAS
18
Anecdotes of the Late War, yang memulai: “yang lemah vs kekerasan
sebagai alternatif satu sama yang lain/untuk los americanos”, dan mengakhiri:
“Grant tidak tergesa-gesa./Ia hanya yang terbaik.//Lebih dulu atau lebih
akhir mati.” Bandingkan dengan kesalehan yang berarti baik dari For the
Union Dead.
15
ASAL-USUL POST MODERNITAS
19
“Kita berada pada akhir dari apa yang disebut: Zaman Modern. Sama
seperti Zaman Kuno diikuti oleh beberapa abad kekuasaan Oriental, yang
secara kedaerahan oleh orang-orang Barat disebut sebagai Zaman Kegelapan,
jadi sekarang Zaman Modern dibuat sukses oleh periode post-modern”: C.
Wright Mills, The Sosiological Imagination, New York 1959, hal. 165-167.
20
Irving Howe, “Mass Society and Post-Modern Fiction”, Partisan Review,
Musim Panas 1959, hal. 420-436; dicetak ulang di dalam Decline of the
New, New York 1970, hal. 190-207, dengan surat tambahan. Artikel Howe,
meskipun tidak membuat referensi dengan karya Mill, jelas bergantung
padanya, khususnya White Collar: lihat dalam deskripsi khususnya tentang
“masyarakat massa” yaitu “separuh-kesejahteraan dan separuh-tentara
yang berkedudukan tetap”, dimana “publik yang koheren terpisah-pisah”.
16
ASAL-USUL POST MODERNITAS
21
“What was Modernism?”, The Massachusetts Review, Agustus 1960,
hal. 609-630; dicetak ulang pada Refractions, New York 1966, hal. 271-295,
dengan sebuah catatan pembukaan.
22
“The New Mutans’, Partisan Review, Musim Panas 1965, hal. 505-525;
dicetak ulang pada Collected Papers, Vol. 2, New York 1971, hal. 379-400.
Howe, seperti yang diperkirakan, mengeluhkan teksnya dalam sebuah survai
yang bersungut-sungut, “The New York Intellectuals”, Commentary, Oktober
1968, hal. 49; dicetak ulang pada The Decline of the New, hal. 260-262.
17
ASAL-USUL POST MODERNITAS
18
k
ÓÎ
Kristalisasi
19
ASAL-USUL POST MODERNITAS
1
“Penampilan Olson dan para penyair Black Mountain merupakan
permulaan akhir bagi tradisi Modernis Metafisik, yang sama sekali bukan
tradisi ‘modernis’ tetapi keganjilan secara anomali bagi puisi Amerika dan
Inggris. Inilah akibat dari benturan kuat anti-modernis dan kebajikan-
kebajikan yang bersifat kedaerahan dengan cangkokan modernisme Pound
dan modernisme Gertrude Stein dan William Carlos Williams yang lebih
murni”: boundary 2, I, No. 1, hal. 120. Antin mengangkat karya besar Olson,
“Ketika Kematian Memangsa Kita” sebagai lambangnya bagi syair-syair baru.
20
ASAL-USUL POST MODERNITAS
2
“Pembicaraan dengan William Spanos”, boundary 2, Musim Panas
1990, hal. 1-3, 16-17. Wawancara ini, oleh Paul Bove — penerus Spanos
sebagai editor Jurnal — merupakan dokumen fundamental bagi sejarah
ide postmodern. Setelah membicarakan penangkapannya dalam protes
melawan pengeboman Kamboja, Spanos memahami bahwa “Saya tidak
cukup berhubungan dengan apa yang saya kerjakan sebagai warga negara
dengan perspektif kritis, sastra saya. Saya tidak ingin berkata bahwa mereka
mutlak berbeda, tetapi saya tidak sadar diri tentang hubungan-hubungan
tersebut”.
21
ASAL-USUL POST MODERNITAS
22
ASAL-USUL POST MODERNITAS
4
“POSTmodernISM: a Paracritical Bibliography”, New Literary History,
Musim Gugur 1971, hal. 5-30; dicetak ulang dengan beberapa perubahan
kecil pada The Postmodern Turn, Ithaca 1987, hal. 25-45.
23
ASAL-USUL POST MODERNITAS
24
ASAL-USUL POST MODERNITAS
muncul dalam versi revisi yang diterbitkan dalam The Postmodern Turn, hal.
89-91.
7
“Pluralism in Postmodern Perspective” (1986), dalam The Postmodern
Turn, hal. 178.
8
The Postmodern Turn, hal. 203-205, 232.
9
The Postmodern Turn, hal. 227.
25
ASAL-USUL POST MODERNITAS
26
ASAL-USUL POST MODERNITAS
10
The Postmodern Turn, hal. 229.
11
The Postmodern Turn, hal. xvii.
12
Complexity and Contradiction in Architecture, New York 1966: “Arsitek-
arsitek tidak lagi bisa diintimidasi oleh bahasa moral puritan arsitektur
Modern ortodoks” — “Lebih adalah bukan kurang”: hal. 16.
27
ASAL-USUL POST MODERNITAS
13
Learning from Las Vegas, Cambridge, Mass. 1972, hal. 0 [sic].
14
Learning from Las Vegas, hal. 0, 85.
28
ASAL-USUL POST MODERNITAS
15
Learning from Las Vegas, hal. 84.
29
ASAL-USUL POST MODERNITAS
dan yang paling buruk istilah itu bersifat negatif”.16 Ia lebih suka
arsitektur akan menjadi lebih baik jika digambarkan sebagai
“eklektisisme radikal” (radical eclecticism), bahkan “tradisional”
(traditionalesque), dan satu-satunya arsitek yang bisa mengikuti
hal ini adalah Antonio Gaudí.
Dalam setahun, Jencks berubah pikiran, mengadopsi
penuh ide-ide postmodern dan sekarang berpikir bahwa
eklektisisme sebagai gaya “pengkodean-ganda” (double-coding):
yaitu, arsitek-tur yang memakai sintaksis serapan modern dan
historis, dan menampilkan keduanya dalam citarasa terpelajar
dan sensibilitas populer. Adalah percampuran antara lama dan
baru, tinggi dan rendah ini, yang memberi arti modernisme
sebagai sebuah gerakan, dan terbukti di masa depan.17 Pada
tahun 1980, Jencks membantu mengorganisir seksi arsitek-
tur dari Venice Biennale yang dipimpin oleh Paulo Portoghesi,
seorang pionir praktisi postmodern yang flamboyan, berjudul
“The Presence of Past” (Kehadiran Masa Lalu), yang menarik
16
The Language of Post-Modern Architecture, New York 1977, hal.
7. Didorong sebagian oleh karya kritikus Marxis, Malcolm MacEwan,
kolega Edward Thompson pada The New Reasoner, pada tahap ini Jencks
menawarkan periodisasi “mode-mode produksi arsitektural” — kapitalis
mini; kapitalis negara sejahtera; monopoli kapitalis, atau dominansi baru
pengembang komersial yang meresap segalanya. “Beberapa arsitek modern,
dalam upaya keras untuk membuat senang diri mereka sendiri, telah
memutuskan bahwa sejak saat ini, inilah situasi yang tidak dapat dielakkan,
yang harus memiliki poin-poin bagusnya … ‘Main Street hampir semuanya
benar’, menurut Robert Venturi”; hal. 11-12, 35.
17
The Language of Post-Modern Architecture, Edisi yang direvisi dan
diperluas, New York 1978, hal. 6-8: “Modernisme menderita dari elitisme,
Post-Modernisme sedang mencoba untuk mengatasi elitisme itu”, dengan
mencapai “melalui bahasa daerah, menuju tradisi dan slang jalanan komersial”
— “arsitektur, yang telah dipaksa diet selama lima puluh tahun, hanya bisa
menikmati diri dan berkembang semakin kuat dan semakin dalam sebagai
hasilnya”. Diskusi dari Pra-Modernis Gaudi dibuang dari versi baru, atas
dasar-dasar konsistensi.
30
ASAL-USUL POST MODERNITAS
18
Ia kemudian akan menyatakan bahwa “tanggapan terhadap kuliah-
kuliah dan artikel-artikel saya sedemikian kuat dan menyebar luas, yang
menciptakan Post-Modernisme sebagai gerakan sosial dan arsitektural”:
Post-Modernism: the New Classicism in Art and Architecture, New York, 1987,
hal. 29.
19
Late Modern Architecture, New York 1980, hal. 10-30.
31
ASAL-USUL POST MODERNITAS
yaitu, “sayap kiri dan kanan, kapitalis dan kelas pekerja.” Dalam
sebuah masyarakat dimana reformasi sekarang lebih berarti
daripada produksi, tidak ada lagi “pelopor seni”, karena “tidak
ada musuh untuk ditaklukkan” dalam jaringan kerja elektronik
global (global electronic network). Dalam keadaan yang penuh
persaingan dalam dunia seni sekarang ini “tidak terhitung
lagi banyaknya individu di Tokyo, New York, Berlin, London,
Milan, dan kota-kota besar lainnya berkomunikasi dan bersaing
satu sama lain, begitu mereka ada di dunia perbankan”.20 Di
luar kreasi kaleidoskop mereka yang berubah dengan cepat,
diharapkan akan muncul “sebuah pemerintahan simbolis yang
bisa dinikmati semua orang dari hal ini sebagaimana agama
bisa melakukannya”21 — agenda utama postmodernisme. Di lain
pihak, impian sinkretistik Toynbee telah kembali.
B. Montreal – Paris
Penangkapan arsitektur dari lambang post-modern, yang
ada dari tahun 1977-1978, terbukti bisa bertahan. Gabungan
utama dari istilah yang pernah ada sejak bersama bentuk-
bentuk ruang bangunan terbaru. Namun pergeseran ini segera
saja diikuti oleh perluasan jangkauan secara lebih jauh, dalam
arah yang tidak diduga-duga karya filosofis pertama yang
mengadopsi gagasan postmodernisme adalah La Condition
Postmoderne karya Jean-François Lyotard yang muncul di Paris
pada tahun 1979. Lyotard telah memperoleh istilah tersebut
langsung dari Hassan. Tiga tahun sebelumnya, ia menghadiri
sebuah konferensi di Milwaukee mengenai postmodern dalam
pertunjukan seni yang dipimpin oleh Hassan. Menyatakan
20
What is Post-Modernism?, London 1986, hal. 44-47.
21
What is Post-Modernism?, hal. 43.
32
ASAL-USUL POST MODERNITAS
33
ASAL-USUL POST MODERNITAS
34
ASAL-USUL POST MODERNITAS
23
La Condition Postmoderne. Rapport sur le Savoir, Paris 1979, hal. 97.
Terjemahan Inggrisnya: The Postmodern Condition, Minneapolis 1984, hal.
60.
24
La Condition Postmoderne, hal. 98; The Postmodern Condition, hal. 60.
35
ASAL-USUL POST MODERNITAS
36
ASAL-USUL POST MODERNITAS
26
Dérive à partir de Marx et Freud, Paris 1973, hal. 12-13, 16-18.
37
ASAL-USUL POST MODERNITAS
27
Dérive à partir de Marx et Freud, hal. 20.
38
ASAL-USUL POST MODERNITAS
28
Economie Libidinale, Paris 1974, hal. 136-138.
39
ASAL-USUL POST MODERNITAS
29
Instructions Paїennes, Paris 1977, hal. 55. Penggunaan pertama istilah-
istilah Lyotard “narasi besar” (grand narratives) dan “meta-narasi” (meta-
narrative) mengidentifikasi pertaliannya tanpa berpanjang-panjang lagi
sebagai Marxisme: hal. 22-23.
40
ASAL-USUL POST MODERNITAS
30
Les Transformateurs Duchamp,Paris 1977, hal. 23, 39-40.
41
ASAL-USUL POST MODERNITAS
31
“Réponse à la question: qu’est-ce que le post-moderne?”, dalam
Le Postmoderne expliqué aux enfants, Paris 1986, hal. 29-33. Terjemahan
Inggrisnya, “Answering the Question: What is Postmodernism?”, dilampirkan
pada The Postmodern Condition, hal. 73-76.
42
ASAL-USUL POST MODERNITAS
32
“Le sublime et l’avant-garde” (kuliah Berlin 1983), dalam L’Inhumain.
Causeries sur le Temps, Paris 1988, hal. 117.
43
ASAL-USUL POST MODERNITAS
44
ASAL-USUL POST MODERNITAS
45
ASAL-USUL POST MODERNITAS
46
ASAL-USUL POST MODERNITAS
37
“Une fable postmoderne”, dalam Moralités Postmodernes, hal. 86-87.
47
ASAL-USUL POST MODERNITAS
38
“Une fable postmoderne”, hal. 91-93, 87.
48
ASAL-USUL POST MODERNITAS
39
“Mur, golfe, système” (1990), dalam Moralités Postmodernes, hal. 67-
68.
49
ASAL-USUL POST MODERNITAS
C. Frankfurt – Munich
The Postmodern Condition diterbitkan pada musim gugur
tahun 1979. Tepatnya setahun kemudian, Jürgen Habermas
menyampaikan pidatonya Modernity — an Incomplete Project di
Frankfurt, pada saat penerimaan hadiah Adornonya dari para
bapak kota. Mata kuliah ini menempati bagian yang aneh dalam
diskursus postmodernitas. Substansinya hanya menyentuh
tingkat terbatas tentang post-modern; namun efeknya adalah
40
Lihat, khususnya, “A l’insu” (1988), “Ligne générale” (1991), dan
“Intime est la terreur” (1993), dalam Moralités Postmodernes; dan “Avant-
propos: de l’humain” (1988), dalam L’Inhumain, dimana Lyotard mengakui:
“Inhumanitas sistem saat ini berada dalam proses konsolidasi, dengan nama
pembangunan (di antara banyak nama lain), yang tidak harus dikacaukan
dengan itu, rahasia secara tidak terbatas, dimana jiwa adalah sandera. Untuk
mempercayai, seperti yang pernah saya perbuat, bahwa jenis inhumanitas
pertama itu dapat memancarkan yang kedua, memberinya ekspresi,
adalah kesalahan. Efek sistem ini agak membuang apa yang melepasnya
menjadi pelupaan”: hal. 10. Yang lebih akhir, dalam “La Mainmise”, Lyotard
menyebutkan kembali “dongeng pembangunan”, tetapi mengubah daftar: di
sini, ia “mengantisipasi kontradiksi” — karena “proses pembangunan berjalan
melawan desain emansipasi manusia”, meskipun menyatakan menjadi satu
dengannya. Untuk pertanyaan — “Adakah satu kejadian dalam kita yang
meminta diemansipasi dari emansipasi yang diduga ini?” — jawaban Lyotard
berupa “residu” yang diwariskan oleh “masa kanakkanak yang tinggal
kenangan” untuk “isyarat saksi” di dalam karya seni: Un Trait d’Union, Paris
1993, hal. 9.
41
Moralités Postmodernes, hal. 93-94.
50
ASAL-USUL POST MODERNITAS
42
“Die Moderne — ein unvollendetes Projekt”, Kleine politische Schriften
(I-IV), Frankfurt 1981, hal. 444. Pidato berbahasa Jerman ini secara signifikan
lebih panjang dan lebih tajam nadanya dibanding dengan versi berbahasa
Inggris yang disampaikan oleh Habermas sebagai Kuliah James di New York
pada tahun berikutnya, diterbitkan pada New German Critique, Musim Dingin
1981, hal. 3-15. Kata-kata pembukanya mengajukan pertanyaan tumpul:
“Apakah modern akan ketinggalan zaman seperti postmodernis nantinya?
Atau apakah postmodern itu sendiri, yang dinyatakan dari sedemikian
banyak sisi, hanya suara belaka?”
51
ASAL-USUL POST MODERNITAS
52
ASAL-USUL POST MODERNITAS
43
Untuk para pendengar Jermannya, Habermas menjelaskan bahwa
53
ASAL-USUL POST MODERNITAS
54
ASAL-USUL POST MODERNITAS
55
ASAL-USUL POST MODERNITAS
56
ASAL-USUL POST MODERNITAS
57
ASAL-USUL POST MODERNITAS
45
“Moderne und postmoderne Architektur”, hal. 18.
58
ASAL-USUL POST MODERNITAS
46
Ibid., hal. 23.
59
ASAL-USUL POST MODERNITAS
60
ASAL-USUL POST MODERNITAS
47
Ibid., hal. 23.
48
Ibid., hal. 25.
61
ASAL-USUL POST MODERNITAS
49
Ibid., hal. 26.
50
Ibid., hal. 27.
62
ASAL-USUL POST MODERNITAS
63
ASAL-USUL POST MODERNITAS
64
ASAL-USUL POST MODERNITAS
65
l
ÓÎ
Penangkapan
67
ASAL-USUL POST MODERNITAS
A. Sumber-sumber
Komitmen Jameson sendiri sebagai kritikus adalah
tegas dan berbeda. Komitmen-komitmennya barangkali paling
baik ditangkap dari Kata Penutupnya pada Aesthetics and
Politics (1976), sebuah buku yang mengkoleksi perdebatan-
perdebatan klasik yang telah menjajarkan Lukács, Brecht, Bloch,
Benjamin dan Adorno satu terhadap yang lain. Bagi Jameson,
penulisan hanya sebagai gagasan-gagasan postmodernisme
yang mulai bersirkulasi di fakultas-fakultas literatur, apa yang
dipertaruhkan pada pertukaran ini adalah “konflik estetika
antara realisme dan modernisme, yang pengarungan dan re-
negosiasinya masih tidak bisa kita hindarkan saat ini”.1 Jika
masing-masing mempertahankan kebenar-annya, namun tidak
lagi diterima seperti itu, maka tekanan tulisan Jameson secara
tidak kentara tetapi tidak salah lagi, masuk ke sisi oposisi yang
tidak diperhatikan. Sementara mencatat defisiensi-defisiensi
upaya Lukács untuk memperpanjang bentuk-bentuk realisme
tradisional menjadi seperti sekarang ini, ia menunjukkan bahwa
Brecht tidak bisa diambil hanya sebagai penawar racun (antidote)
modernis, dengan permusuhannya sendiri terhadap eksperi-
mentasi formal murni. Brecht dan Benjamin benar-benar telah
melihat pada seni revolusioner yang mampu menempatkan
teknologi modern untuk mencapai audiensi-audiensi populer
— sementara Adorno memiliki logika formal modernisme tinggi
itu sendiri dengan tampak lebih bagus, dalam oto-nomi dan
abstraksinya itu, merupakan satu-satunya tempat pelarian
politik yang sesungguhnya. Tetapi perkembangan kapitalisme
1
“Reflection in Conclusion” untuk Ernst Bloch et al., Aesthetics and
Politics, London 1977, hal. 196, dicetak ulang sebagai “Reflections on the
Brecht-Lukács Debate”, dalam Ideologies of Theory, Vol. 1, Minneapolis
1988, hal. 133.
68
ASAL-USUL POST MODERNITAS
69
ASAL-USUL POST MODERNITAS
2
Aesthetics and Politics, hal. 211-213; The Ideologies of Theory, Vol. 2,
Minneapolis 1988, hal. 145-147.
70
ASAL-USUL POST MODERNITAS
71
ASAL-USUL POST MODERNITAS
4
“The Ideology of the Text”, Salmagundi, No. 31-32, hal. 234, 242.
72
ASAL-USUL POST MODERNITAS
5
The Ideologies of Theory, Vol. 1, hal. 66. Ditulis pada akhir tahun 1980-
an.
73
ASAL-USUL POST MODERNITAS
6
Marxism and Form, Princeton 1971, hal. xvii-xviii.
74
ASAL-USUL POST MODERNITAS
7
Untuk pemahaman Sumber-sumber Jameson ini, lihat “Marxism
and Postmodernism”, dalam The Cultural Turn – Selected Writing on the
Postmodern, 1983-1998, London-New York 1998, hal. 34-35. Baudrillard
mempresentasikan kasus spesial untuk genealogi postmodern. Karena
meskipun ide-idenya tentu saja berkontribusi pada kristalisasinya, dan
gayanya dapat dianggap sebagai paradigmatis bentuknya, ia sendiri tidak
pernah menteorisasikan postmodernisme, dan pernyataan tunggalnya
yang diperluas tentang itu merupakan penolakan amat berbisa: lihat “The
Anorexic Ruins”, dalam D. Kamper dan C. Wulf, Looking Back at the End
of the World, New York 1989, hal. 41-42. Ini adalah seorang pemikir yang
wataknya, untuk lebih baik atau lebih buruk, tidak dapat membenarkan
setiap gagasan dengan penerimaan kolektif.
75
ASAL-USUL POST MODERNITAS
76
ASAL-USUL POST MODERNITAS
8
The Political Unconscious, Ithaca 1981, hal. 19-20.
9
Bagi Lyotard, bukan hanya “narasi yang merupakan bentuk pengetahuan
biasa murni” sebelum kedatangan ilmu pengetahuan modern, tetapi “narasi
kecil (little narrative) tetap menjadi bentuk penemuan imajinatif biasa, paling
khusus pada ilmu pengetahuan”: La Condition Postmoderne, hal. 39 dan 98;
The Postmodern Condition, hal. 19 dan 60; sementara Jameson menganggap
“penceritaan kisah sebagai fungsi utama pikiran manusia”: The Political
Unconscious, hal. 123.
77
ASAL-USUL POST MODERNITAS
B. Lima Gerakan
Teks pendiri yang membuka The Cultural Turn, kuliah
Jameson untuk Whitney Museum of Contemporary Arts
pada musim gugur tahun 1982, yang menjadi inti esainya
“Postmodernism — the Cultural Logic of Late Capitalism”
diterbitkan dalam New Left Review pada musim semi tahun
1984, telah menggambarkan kembali peta keseluruhan post-
modern dengan satu pukulan — isyarat pembuka hebat yang
telah memerintah bidang ini sejak saat itu. Lima gerakan yang
menentukan, menandai intervensi ini. Yang pertama, dan paling
mendasar, muncul dengan judulnya — tempat pembuangan
sauh postmodernisme dalam perubahan-perubahan tatanan
modal ekonomi objektif itu sendiri. Tidak lagi perubahan estetis
(aesthetic break) atau pergeseran epistemologis (epistemological
shift) belaka, postmodernitas menjadi sinyal budaya tahap baru
di dalam sejarah model produksi. Menyolok bahwa ide ini,
10
“Pendahuluan” untuk The Postmodern Condition,hal. xii-xv.
78
ASAL-USUL POST MODERNITAS
79
ASAL-USUL POST MODERNITAS
11
Postmodernism, or, the Cultural Logic of Late Capitalism, Durham 1991,
hal. xiv.
80
ASAL-USUL POST MODERNITAS
81
ASAL-USUL POST MODERNITAS
82
ASAL-USUL POST MODERNITAS
12
Postmodernism, hal. 317.
83
ASAL-USUL POST MODERNITAS
13
“Art and Objecthood”, Artforum, Juni 1967; dicetak ulang dalam G.
Battcock (ed), Minimal Art, Berkeley dan Los Angeles, 1995, hal. 141.
84
ASAL-USUL POST MODERNITAS
85
ASAL-USUL POST MODERNITAS
86
ASAL-USUL POST MODERNITAS
87
ASAL-USUL POST MODERNITAS
88
ASAL-USUL POST MODERNITAS
89
ASAL-USUL POST MODERNITAS
90
ASAL-USUL POST MODERNITAS
91
ASAL-USUL POST MODERNITAS
92
ASAL-USUL POST MODERNITAS
14
Postmodernism, hal. 20.
93
ASAL-USUL POST MODERNITAS
15
Postmodernism, hal. 62.
94
ASAL-USUL POST MODERNITAS
16
Fables of Aggression — Wyndham Lewis, the Modernist as Fascist,
Berkeley dan Los Angeles 1979, hal. 56.
95
ASAL-USUL POST MODERNITAS
C. Hasil-hasil Terakhir
Dengan parameterparameter tersebut di tempat, tulisan
tentang postmodernitas yang koheren telah tiba. Dengan
melihat ke depan, satu visi hebat memerintah bidang ini,
dengan meletakkan istilah-istilah teoretis yang berlawanan
dengan cara yang bisa dibayangkan paling menyolok. Inilah
nasib normal konsep-konsep strategis yang akan menjadi
pokok bahasan bagi tangkapan dan pembalikan politik yang
tidak diperkirakan, bersama berjalannya perjuangan yang
tidak saling bersambungan atas artinya. Secara karakteristik,
di abad ini, hasilnya adalah détournements untuk kelompok
Kanan — “peradaban” (civilization), katakanlah, sekali bendera
kebanggaan pemikiran Pencerahan progresif, menjadi
96
ASAL-USUL POST MODERNITAS
97
ASAL-USUL POST MODERNITAS
17
Sartre — The Origins of a Style, New York 1984 (edisi kedua), hal. 8.
18
Marxism and Form, hal. 105.
19
Marxism and Form, hal. 413-414.
98
ASAL-USUL POST MODERNITAS
20
The Prison House of Language, Princeton 1972, hal. xviii-ix.
99
ASAL-USUL POST MODERNITAS
21
Sartre, hal. 204; Fables of Aggression, hal. 86.
22
Fables of Aggression, hal. 3; Sartre, hal. 219.
100
ASAL-USUL POST MODERNITAS
101
ASAL-USUL POST MODERNITAS
23
Saya telah mendiskusikan latar belakang umum dan karakter tradisi
ini dalam Considerations on Western Marxism, London 1976: untuk sifat yang
terakhir, lihat hal. 75-78.
102
ASAL-USUL POST MODERNITAS
24
Raiding the IceBox. Reflections on Twentieth Century Culture, London
1993, hal. 124.
25
Ibid.
103
ASAL-USUL POST MODERNITAS
26
Lihat Marxism and Form, hal. 7.
104
ASAL-USUL POST MODERNITAS
27
Marxism and Form,hal. xiii.
28
Sartre, hal. vi.
105
ASAL-USUL POST MODERNITAS
106
ASAL-USUL POST MODERNITAS
107
ASAL-USUL POST MODERNITAS
29
Postmodernism, hal. ix.
108
ASAL-USUL POST MODERNITAS
30
Lihat, secara berturut-turut, “Soseki and Western Modernism”,
bondary 2, Musim Gugur 1991, hal. 123-141; “In the Mirror of Alternate
Modernities”, South Atlantic Quarterly, Musim Semi 1993, hal. 295-310;
“Third World Literature in the Era of Multinational Capitalism”, Social
Text, Musim Gugur 1986, hal. 65-88; “Literary Innovation and Modes of
Production”, Modern Chinese Literature, September 1984, hal. 67-72; “On
Literary and Cultural Import Substitution in the Third World: the Case of
109
ASAL-USUL POST MODERNITAS
the Testimonio”, Margins, Musim Semi 1991, hal. 11-34; The Geopolitical
Aesthetic, London 1992, hal. 114-157, 186-213.
110
ASAL-USUL POST MODERNITAS
31
Untuk aspek ini, lihat Considerations on Western Marxism, hal. 88-92.
111
ASAL-USUL POST MODERNITAS
32
Barangkali contoh yang paling baik adalah esainya tentang Passion
dari Godard dalam The Geopolitical Aesthetic, London 1992, hal. 158-185.
Kebalikan dengan perlakuan Adorno tentang dunia objek, bahkan pada
kefasihan bicaranya yang paling baik, adalah penceritaan. Bandingkan, pada
topik yang sangat mirip, bagian pada Minima Moralia (hal. 40) — yang dengan
sendirinya merupakan keindahan hebat — pada jendela yang dibuka dengan
mendorong keluar atau grendel yang lembut, dan bantingan pintu mobil
atau pintu-pintu yang dingin sekali, dengan angan-angan Jameson tentang
kesembronoan garasi orang Kalifornia dalam Signatures of the Visible, (hal.
107-108).
33
Lihat, khususnya, Michael Sprinker, “The Place of Theory”, New Left
Review, No. 187, Mei-Juni 1991, hal. 139-142.
112
ASAL-USUL POST MODERNITAS
113
m
ÓÎ
Efek-efek Sesudahnya
115
ASAL-USUL POST MODERNITAS
A. Penentuan Waktu
Pertanyaan yang pokok di sini adalah, pertama — masalah
periodisasi. Kritik paling awal Jameson tentang kelompok
Kiri telah menunjukkan sambungan yang longgar dalam
konstruksinya.1 Jika postmodernisme adalah logika kultural
kapitalisme lanjut (cultural logic of late capitalism), apakah itu
tidak sangat cocok dengan waktu? Namun karya Mandel, Late
Capitalism, tentang mana Jameson mendasarkan konsepsinya
untuk tahap baru dalam perkembangan kapitalis, berawal dari
kedatangan umumnya dari tahun 1945 — sementara Jameson
menempatkan kemunculan postmodern pada awal 1970-an.
Bahkan jika dapat dinyatakan bahwa realisasi penuh model
Mandel tidak datang dalam semalam, namun kesenjangan
yang demikian tetap mengganggu. Callinicos dan Harvey,
yang benar-benar menulis pada saat bersamaan, menarik
kesimpulan-kesimpulan yang berlawanan. Harvey, yang karya
awalnya berjudul The Limits of Capital, telah menguraikan teori
Marxis paling orisinil dan sistematis untuk krisis ekonomi,
dengan menyatakan bahwa lahirnya postmodernitas, yang
dengan benar ditempatkan menuju permulaan tahun 1970-
an, pada kenyataannya, merefleksikan keterputusan sezaman
dengan model perkembangan kapitalis pasca-perang. Dengan
resesi tahun 1973, Fordisme — yang dihancurkan oleh
meningkatnya kompetisi internasional, dan yang membuat
jatuh laba-laba perusahaan dan mempercepat inflasi — telah
tenggelam ke dalam krisis akumulasi yang berlebihan (crisis of
overaccumulation) yang tertunda lama.
1
Lihat Mike Davis, “Urban Renaissance and the Spirit of Postmodernism”,
New Left Review, No. 151, Mei-Juni 1985, hal. 106-113.
116
ASAL-USUL POST MODERNITAS
117
ASAL-USUL POST MODERNITAS
118
ASAL-USUL POST MODERNITAS
3
Against Postmodernism, Cambridge 1989, hal. 168.
119
ASAL-USUL POST MODERNITAS
120
ASAL-USUL POST MODERNITAS
121
ASAL-USUL POST MODERNITAS
122
ASAL-USUL POST MODERNITAS
123
ASAL-USUL POST MODERNITAS
6
Raiding the Icebox, hal. 135-150.
124
ASAL-USUL POST MODERNITAS
125
ASAL-USUL POST MODERNITAS
126
ASAL-USUL POST MODERNITAS
127
ASAL-USUL POST MODERNITAS
128
ASAL-USUL POST MODERNITAS
129
ASAL-USUL POST MODERNITAS
130
ASAL-USUL POST MODERNITAS
131
ASAL-USUL POST MODERNITAS
7
Signature of the Visible, New York 1992, hal. 61; juga Postmodernism,
hal. 36-37.
132
ASAL-USUL POST MODERNITAS
8
Ucapannya Robert Hughes: Nothing if Not Critical, New York 1990, hal.
14.
133
ASAL-USUL POST MODERNITAS
9
Marxism and Form, hal. 273.
134
ASAL-USUL POST MODERNITAS
10
The Ideologies of Theory, Vol. 2, hal. 178-208.
135
ASAL-USUL POST MODERNITAS
136
ASAL-USUL POST MODERNITAS
137
ASAL-USUL POST MODERNITAS
B. Polaritas
Jika hal semacam telah menjadi kondisi-kondisi post
modern, apa yang bisa dikatakan tentang kontur-konturnya?
138
ASAL-USUL POST MODERNITAS
139
ASAL-USUL POST MODERNITAS
140
ASAL-USUL POST MODERNITAS
141
ASAL-USUL POST MODERNITAS
142
ASAL-USUL POST MODERNITAS
143
ASAL-USUL POST MODERNITAS
144
ASAL-USUL POST MODERNITAS
145
ASAL-USUL POST MODERNITAS
146
ASAL-USUL POST MODERNITAS
147
ASAL-USUL POST MODERNITAS
148
ASAL-USUL POST MODERNITAS
15
After the End of Art, Princeton 1997, hal. 112, 185: “Gula-gula
batang yang merupakan karya seni yang dibutuhkan tidak harus gula-gula
batang yang khususnya baik. Ia hanya harus sebuah gula-gula batang yang
dihasilkan dengan niatnya menjadi seni. Orang masih bisa memakannya
karena dapatnya dimana sesuai dengan seni wujudnya”.
149
ASAL-USUL POST MODERNITAS
16
After the End of Art, hal. 12, 30-31, 37.
17
Das Ende der Kunstgeschichte. Eine Revision nach zehn Jahre, Munich
1995, hal. 12. Saya telah mendiskusikan asal-usul intelektual dari ide
Posthistoire dalam “The Ends of History”, A Zone of Engagement, hal. 279-
375.
150
ASAL-USUL POST MODERNITAS
18
The Return of the Real, hal. 36.
151
ASAL-USUL POST MODERNITAS
19
The Return of the Real, hal. 206.
152
ASAL-USUL POST MODERNITAS
153
ASAL-USUL POST MODERNITAS
154
ASAL-USUL POST MODERNITAS
22
Untuk dualitas ini, lihat terutama Raymond Williams, The Politics of
Modernism, London 1989, hal. 55-57.
155
ASAL-USUL POST MODERNITAS
156
ASAL-USUL POST MODERNITAS
tinggi, pinggir dan inti atau pusat, yang hasil orisinilnya jauh
lebih secara tidak beraturan dan begitu subur dibanding estetika
fungsionalis yang kemudian diawasi keras ke dalamnya, demi
modernitas industrial yang dirampingkan, yang terpesona oleh
Amerikanisme dan Fordisme. Tetapi, demikian ia menyatakan,
selalu ada arus-arus bawah heterodoks “perbedaan, ekses,
hibriditas dan polisemi” — yang kadang-kadang dapat dilihat
bahkan di dalam semangat puritas seperti Loos atau Le Corbusier
— yang, dengan krisis Fordisme, dikemukakan kembali dalam
permainan bentuk-bentuk postmodern dekoratif.24
Pada pandangan pertama, ini tampak seperti akhir cerita
dengan pukulan yang tidak keras. Namun ada indikasi-indikasi
cukup dari bentuk-bentuk baru kekuatan korporasi di mana-
mana dalam tulisan Wollen yang menyatakan putusan yang
lebih ambisius. Bagaimanapun, apa yang benar adalah bahwa
kompleks kelembagaan dan tekno-logis yang muncul dari krisis
Fordisme tidak memerlukan bobot seimbang dengan konfigurasi
Fordist sendiri, dalam rekonstruksinya. Semakin kecil detail
yang diberikan semakin longgar kesimpulan. Resikonya di sini
adalah keterangan yang mengecilkan arti perubahan dalam
situasi seni sejak tahun 1970-an, dimana kekuatan-kekuatan
pada karya dalam kebangkitan kembali ornamental dan hibrida
telah tidak dilepas dari bawah. Cara lain untuk menyatakan
hal ini adalah dengan bertanya seberapa jauh judul Raiding the
Icebox yang menarik sepenuhnya kontemporer. Frase turun
rumah Warhol hanya termasuk “elegi nostalgia” (nostalgic
elegy) untuk usia-usia belasan yang hidup di Zaman Emas
Amerikanisme yang, seperti kata Wollen, menentukan Seni Pop
sebagai keseluruhan. Apa yang bisa lebih fiktif dibanding lemari
24
Raiding the Icebox, hal. 206.
157
ASAL-USUL POST MODERNITAS
158
ASAL-USUL POST MODERNITAS
25
The Return of the Real, hal. 205-206. Barangkali akan berbahaya
apabila ucapan-ucpapan Foster merefleksikan kekecewaan lebih umum
pada October, jurnal dimana kata-kata tersebut pertama kali muncul,
yang peran kuncinya dalam pengajuan versi-versi radikal kemungkinan-
kemungkinan post-modern pada seni-seni visual, setelah esai-esai yang
mematahkan jalan dari Rosalind Krauss, Douglas Crimp, dan Craig Owens
dari tahun 1979-1980, namun akan didoku-mentasikan dengan benar.
Volume kolektif yang diedit oleh Foster pada tahun 1983, The Anti-Aesthetic,
yang memasukkan pidato Whitney dari Jameson, merupakan wakil dari
momen ini. Untuk perubahan nada pada akhir tahun 1980-an, bandingkan
misalnya, Patricia Mainardi yang menyakitkan hati, “Postmodern History at
the Musée d’Orsay”, October, No. 41, Musim Panas 1987, hal. 32-52. Ini
adalah titik persilangan yang telah ditemukan pada Hassan atau Lyotard.
Sudut-pandang “Citra” tidak menghadapi kesulitan-kesulitan yang sama
—- meskipun barangkali kadang-kadang mereka seharusnya mengalaminya.
Untuk contoh menarik suivisme yang tidak dapat diganggu, yang hanya
menyambut baik apa yang semua dicela, lihat Robert Venturi dan Denise
Scott Brown dengan cerita yang berpuas diri tentang cara “pengungkapan
terdekorasi” (decorated shed) dihapus dari “pembenaman” (duck) di tempat
peristirahatan mereka yang terabaikan: “Las Vegas after its Classic Age”,
dalam Ikonography and Electronics upon a Generic Architecture — A View from
the Drafting Room, Cambridge, Mass., 1996.
159
ASAL-USUL POST MODERNITAS
C. Infleksi
Apakah tulisan Jameson tentang postmodernisme
menyatakan suatu evolusi tekanan yang sebanding? Catatan-
catatan sama yang tentu saja dibentuk dalam studi Adornonya,
yang hanya dapat dibaca dengan kunci judulnya — Late Marxisme
— tetapi juga sebagai hal yang didapat kembali, dengan semangat
ucapan Wollen, semangat keabsahan dia-lektis modernisme
akhir. Jameson tegas dalam poin ini: “Modernisme Adorno
menghambat asimilasi dengan permainan bebas tekstualitas
postmodernyang dengan mengatakan bahwa gagasan kebenaran
tertentu itu masih dipertaruhkan pada persoalan-persoalan
verbal atau formal ini”, dan contohnya bertahan lama meskipun
dengan nada paling provokatifnya. Pengamatan Hollywood
yang tidak mengenal kasihan pada Dialectic of Enlightenment,
26
“Thacher”s Artists”, London Review of Books, 30 Oktober 1997, hal. 9.
160
ASAL-USUL POST MODERNITAS
27
Late Marxism — Adorno, or, the Persistence of the Dialectic, London
1990, hal. 11, 143.
28
Late Marxism, hal. 249.
29
The Seeds of Time, New York 1994, hal. xiv.
161
ASAL-USUL POST MODERNITAS
30
Bandingkan karyanya, Modern Architecture — A Critical History, London
1992, hal. 306-311.
162
ASAL-USUL POST MODERNITAS
163
ASAL-USUL POST MODERNITAS
33
“Space Wats”, London Review of Books, 4 April 1996.
164
ASAL-USUL POST MODERNITAS
34
Lihat The Cultural Turn, hal. 135.
165
ASAL-USUL POST MODERNITAS
35
Signatures of the Visible, hal. 85.
36
Lihat The Cultural Turn, hal. 135
166
ASAL-USUL POST MODERNITAS
37
Postmodernism, hal. 306.
38
The Seeds of Time, hal. 152-159.
167
ASAL-USUL POST MODERNITAS
168
ASAL-USUL POST MODERNITAS
39
Gramsci mengambil banyak argumennya dari Croce, tetapi
membalikkannya dengan lebih tajam dengan men-dukung Reformasi. Untuk
refleksi-refleksi pokoknya, lihat Quaderni del Carcere, Turin 1977, Vol. II, hal.
1129-1130, 1293-1294; Vol. III, hal. 1858-1862.
169
ASAL-USUL POST MODERNITAS
170
ASAL-USUL POST MODERNITAS
171
ASAL-USUL POST MODERNITAS
172
ASAL-USUL POST MODERNITAS
40
The Illusions of Postmodernism¸ Oxford 1997, hal. 1.
173
ASAL-USUL POST MODERNITAS
41
The Illusions of Postmodernism, hal. 24.
174
ASAL-USUL POST MODERNITAS
42
Bandingkan The Illusions of Postmodernism, hal. 19, 134.
175
ASAL-USUL POST MODERNITAS
176
ASAL-USUL POST MODERNITAS
D. Skop
Seniman avant-garde klasik, tetap Barat, meski-pun aliran-
aliran modernisme heterodoks, darimana mereka membentuk
satu aliran, secara berulang mencari inspirasi dari Timur, Afrika,
Indian-Amerika. Skop karya Jameson melampaui batasan yang
berhubungan dengan Barat ini. Tetapi bisa dipertanyakan,
apakah dengan demikian, karya ini masih memproyeksikan
alam semesta budaya yang homogen secara luas atau tidak,
yang dimodelkan pada sistem Amerika Utara pada intinya.
“Modernisme,” tulis Peter Wollen, “tidak berhasil dengan
postmodernisme Barat yang mentotalisasi, tetapi dengan
cangkokan estetika baru dimana bentuk-bentuk komunikasi
baru dan peragaan baru secara konstan akan dihadapkan
dengan bentuk-bentuk penemuan dan ekspresi logat daerah
yang baru”, yang melampaui “perbincangan Eurosentris yang
melumpuhkan”.43 Jenis keberatan yang sama membutuhkan
bentuk yang lebih doktrinal dalam korpus “teori postkolonial”.
Badan kritikisme ini telah berkembang sejak pertengahan tahun
1980-an, terutama sebagai reaksi langsung terhadap pengaruh
ide-ide postmodernisme di negara-negara metropoli-tan, dan
khususnya untuk pembangunan bidang Jameson sendiri.
Pentingnya beban terhadap teorinya adalah bahwa
ia mengabaikan atau menekan praktek-praktek di daerah
pinggiran yang bukan hanya tidak dapat diakomodasi dalam
kategori-kategori post-modern, tetapi secara aktif menolaknya.
43
Raiding the Icebox, hal. 205, 209.
177
ASAL-USUL POST MODERNITAS
178
ASAL-USUL POST MODERNITAS
46
Lihat Bill Ashcroft, Gareth Griffiths, Helen Triffin, The Empire Writes
Back: Theory and Practice vs Colonial Literatures, London 1989, hal. 2; para
pengarang menulis dari Australia.
179
ASAL-USUL POST MODERNITAS
180
ASAL-USUL POST MODERNITAS
48
Late Marxism, hal. 249.
49
“Modernity and Revolution”, A Zone of Engagement, hal. 40, 54.
181
ASAL-USUL POST MODERNITAS
50
“Postmodernism and Postmodernity in Cina: an Agenda for Inquiry”,
New Literary History, Musim Dingin 1997, hal. 144.
182
ASAL-USUL POST MODERNITAS
183
ASAL-USUL POST MODERNITAS
51
Gargantua — Manufactured Mass Culture, London 1997, hal. 6-7, 10-
11, 75-77, 214, 230-234.
184
ASAL-USUL POST MODERNITAS
52
The Geopolitical Aesthetic — Cinema and Space in the World System,
London 1992, hal. 120, 211.
185
ASAL-USUL POST MODERNITAS
53
Raiding the Icebox, hal. 197, 202-204.
54
The Geopolitical Aesthetic, hal. 155. Komentar-komentar Jameson
tentang kekosongan bentuk-bentuk metro-politan tinggi di Amerika
Utara, dan secara lebih luas di Dunia Pertama, telah secara konsisten —
kadang-kadang, dapat dinyatakan, bahkan terlalu — tajam. Lihat, sebagai
contohnya, wawancaranya dalam Left Curve, No. 12, 1988; “Orang-orang
Amerika yang ke Luar Negri: Eksogami (Perkawinan Campur) dan Surat-
surat tentang Kapitalisme Lanjut” (Americans Abroad: Exogamy and Letters in
Late Capitalism), dalam Steven Bell et al. (eds), Critical Theory, Cultural Politics
and Latin American Narrative, Notre Dame 1991; pengantar untuk South
Atlantic Quarterly isu spesial tentang postmodernisme di Amerika Latin,
Musim Panas 1993.
186
ASAL-USUL POST MODERNITAS
E. Politik
Pembangunan yang tidak merata: arti yang menggejala
(symptomatic meaning). Inilah istilah-istilah seni yang akan
membawa kita ke pokok inti soal terakhir karya Jameson.
Pada judul buku terbesar pertamanya, Marxisme and Form, di
sana terbaca sebuah epigraf dari Mallarmé: “Il n’existe d’ouvert
à la recherche mentale que deux voies, en tout, où bifurque
notre besoin, a savoir, l’esthétique d’une part et aussi l’économie
politique”.55 Dengan mengulangi sekali lagi dalam Postmodernism
sebagai lambang usahanya yang itu juga, Jameson membubuhi
catatan pada diktum sebagai “persepsi sama dari kedua disiplin
gerakan ganda abadi bidang bentuk dan bidang substansi”56 —
keharmonisan tersem-bunyi Hjelmslev dan Marx. Pengertian
dimana oeuvre Jameson dapat dilihat sebagai kulminasi tradisi
Marxis Barat telah ditunjukkan di atas. Setelan lama tradisi
itu selalu estetis, dan Jameson telah memainkan tangan yang
luar biasa dengannya. Tetapi yang mendasari penyelidikan-
penyelidikan estetis barisan pemikir ini, tentu saja, selalu ada
sekumpulan kategori ekonomi yang berasal dari Capital yang
menginformasikan fokus dan arahnya. Karya Lukács atau
Adorno tidak dapat dipikirkan tanpa referensi abadi, konstan
ini. Pada saat bersamaan, tradisi itu sendiri tidak menghasilkan
perkembangan signifikan di bidang ekonomi politik seperti
Marx — atau Luxemburg atau Hilferding — yang memahaminya.
Di sini, tradisi bersandar pada keabsahan intelektual (intellectual
legacy) yang tidak meluas. Tradisi klasik alternatif, yang berusaha
55
“Magie”, Oeuvres, Paris 1945, hal. 399. Jameson menyebutnya sebagai:
“Hanya dua jalan yang tetap terbuka untuk riset mental yaitu: estetika, dan
juga ekonomi politik” (Postmodernism, hal. 427), yang menghilangkan hal
krusial “dimana kebutuhan kita dibagi”.
56
Postmodernism, hal. 265.
187
ASAL-USUL POST MODERNITAS
188
ASAL-USUL POST MODERNITAS
pada buku yang sama, “Batu Bata dan Balon” (The Brick and
the Ballon) menunjuk pada cara David Harvey dalam Limits to
Capital memainkan peran yang bukan tidak mirip.57
Dua jalan Mallarmé dengan demikian disatukan kembali.
Tetapi jika tujuannya adalah kelanjutan dari proyek Marx ke
dunia postmodern, apakah estetika dan ekonomi adalah baris-
baris mars yang eksklusif? Dimana ini meninggalkan politis?
Jejaknya tidak terlupakan dalam diktum yang memotivasi.
Mallarmé berbicara bukan tentang ekonomi, tetapi tentang
ekonomi politik. Istilah yang bersifat prinsip atau ajaran ini
bagaimanapun kurang tegas daripada tampaknya. Secara
orisinil ditujukan pada sistem-sistem kelas Smith, Ricardo, dan
Malthus, persisnya inilah objek kritik Marx; tetapi jika teori-teori
neo-klasik Walras, Jevons, dan Menger dimapankan sebagai
ortodoksi, dengan revolusi marginalis, Marx sendiri diasimilasi
dengan para pendahulu dengan siapa ia telah terputus, seperti
sedemikian banyak fosil-fosil prasejarah disiplin (fossils of the
pre-history of the discipline) — kritik ekonomi politik menjadi
tidak lebih dari bab terakhirnya yang dogmatis. Dalam reaksinya,
kaum Marxis setelah itu seringkali akan menyatakan tradisi
sebagai benar-benar tradisi mereka sendiri, kebalikan dengan
formalisme ekonomi “murni” yang dikodifikasikan oleh pewaris-
pewaris para pemikir neo-klasik. Tetapi hal yang demikian, tetap
menjadi kategori residual — “politis” hanya sejauh ia melampaui
kalkulus pasar, menuju referensi sosial yang jika tidak, akan
tertinggal dalam ketidaktentuan. Pengertian lemah ini tidak
pernah cukup untuk mendefinisikan keabsahan khusus Marx.
Tetapi jika pepatah puitis (poetic adage) tidak meninggal
kan ruang bebas bagi pepatah politis, maka figur-figur ini secara
57
The Cultural Turn, hal. 136-144ff., 184-185ff.
189
ASAL-USUL POST MODERNITAS
58
The Political unconscious, hal. 17, 20.
190
ASAL-USUL POST MODERNITAS
59
The Political Unconscious, hal. 75.
60
The Political Unconscious, hal. 76-77.
191
ASAL-USUL POST MODERNITAS
192
ASAL-USUL POST MODERNITAS
193
ASAL-USUL POST MODERNITAS
194
ASAL-USUL POST MODERNITAS
63
The Geopolitical Aesthetic, hal. 212.
195
ASAL-USUL POST MODERNITAS
tetap tersedia lebih banyak, ini juga karena warisan itu kurang
politis — yaitu, tunduk pada “kemungkinan-kemungkinan
dan pembalikan-pembalikan” yang ganjil bagi l’histoire
événementielle seperti yang telah dilihat oleh Jameson.64
Pemurnian Marxisme Barat dengan estetika dan ekonomi, telah
dipertahankan. Teori postmodernisme sebagai logika budaya
kapitalisme yang baru-baru ini merupakan masalahnya yang
mempesona. Namun pada saat bersamaan, persisnya di sini
adalah penyitaan politis yang menampilkan paradoks. James
menegaskan post-modern sebagai tahap dalam pembangunan
kapitalis, jika budaya sebagai akibat menjadi meluas bersama
dengan ekonomi. Apa kedudukan yang tepat karenanya, untuk
kritikus di dalam budaya ini? Jawaban Jameson terletak pada
pembedaan berkelipatan tiga. Ada selera, atau opini, yang
merupakan sekumpulan preferensi subjektif — kepentingan
kecil dalam dirinya sendiri — untuk karya-karya seni khusus.
Kemudian ada analisis, atau studi objektif “kondisi-kondisi
historis kemungkinan bentuk-bentuk spesifik.” Akhirnya, ada
evaluasi, yang tidak memasukkan penilaian-penilaian estetis
di dalam pengertian tradisional, namun yang lebih berusaha
untuk “menginterogasi kualitas kehidupan sosial menurut teks
atau karya seni individual, atau membahayakan penilaian efek-
efek politik aliran-aliran atau gerakan-gerakan budaya dengan
utilitarianisme lebih kecil dan simpati besar untuk dinamika
kehidupan sehari-hari, daripada imprimatur dan indeks-indeks
tradisi-tradisi sebelumnya”.65
Jameson, meskipun mengakui beberapa entu-siasme
pribadi sebagai konsumen budaya kontem-porer, namun
64
Ibid.
65
Postmodernism, hal. 298ff.
196
ASAL-USUL POST MODERNITAS
66
Postmodernism, hal. 302.
67
Postmodernism, hal. 409.
197
ASAL-USUL POST MODERNITAS
68
“On Cultural Studies”, Social Text, No. 34, 1993, hal. 51.
198
ASAL-USUL POST MODERNITAS
199
ASAL-USUL POST MODERNITAS
71
The Ideologies of Theory, Vol. 2, hal. 101.
200
ASAL-USUL POST MODERNITAS
201
ASAL-USUL POST MODERNITAS
72
Postmodernism, hal. 313.
73
Lihat The Cultural Turn, hal. 87.
202
ASAL-USUL POST MODERNITAS
74
Lihat The Cultural Turn, hal. 50-72 dan 73-92.
75
Lihat “Marx”s Purloined Letter”, New Left Review, No. 209, Januari-
Pebruari 1995; dan Brecht and Method (yang akan datang), London-New
York 1998.
203
ASAL-USUL POST MODERNITAS
204
ASAL-USUL POST MODERNITAS
205
ÓÎ
Indeks
A
Adenauer, Konrad 153
Adorno, Theodor 79-81, 105- 106, 108, 123-124, 127, 136, 196-197, 215, 225,
230
Ahmad, Aijaz 219
Albers, Josef 173
Althusser, Louis 127, 132, 136
Anaximander 17
Andler, Charles 238
Ando, Tadao 198
Andrade, Mario de 4
Antin, David 23, 174
Apollinaire, Guillaume 24
Arac, Jonathan 223
Arrighi, Giovanni 231
Ashbery, John 29
Ashcroft, Bill 219
Asher, Michael 184
Auden, Wystan 23
Aulard, François-Alphonse 186
B
Bakunin, Mikhail 238
Balzac, Honoré de 84, 133
Barnet, Miguel 133
Barth, John 29
Bartheleme, Donald 29
Barthes, Roland 80, 84-87
Bataille, Georges 65, 68
Baudelaire, Charles 62, 154, 156
207
ASAL-USUL POST MODERNITAS
C
Cabral, Amilcar 164
Cage, John 28, 46, 173
Callinos, Alex 139-140, 142, 165
Calvin, Jean 209
Caramello, Charles 40
Carter, Jimmy 168
Castoriadis, Cornelius 46
Céline, Louis-Ferdinand 189
Chiang Kai-Shek 11
Churchill, Winston 153
Cissé, Souleymane 134
Clark, T.J. 150
Clausewitz, Karl von 247
Conrad, Joseph 133
Corneau, Alain 201
Cournot, Auguste 182
Craxi, Bettino 154
Creeley, Robert 8, 16
Crimp, Douglas 194
Croce, Benedetto 207
208
ASAL-USUL POST MODERNITAS
E
Eagleton, Terry 139, 165, 211-214
Eichendorff, Josef von 133
Eisenhower, Dwight 8
Eisenmann, Peter 100, 187, 198
Eliot, Thomas Stearns 12, 23, 169, 189
Emerson, Ralph Waldo 105
Ensor, James 189
Etzioni, Amitai 21
F
Fanon, Franz 132
Fichte, Johann Gottlieb 183
Fiedler, Leslie 20-21, 99, 111, 113
Fitting, Peter 245
Flaubert, Gustave 133, 153, 156
Flavin, Dan 185
Foster, Hal 183-184
Foster, Norman 38
Foucault, Michel 29, 65, 68, 107, 218, 220
Fourier, Charles 73, 164
Frampton, Kenneth 198
Freitas, Bezerra de 4
209
ASAL-USUL POST MODERNITAS
G
Gates, Bill 154
Gaudi, Antonio 37
Gehlen, Arnold 182
Gehry, Frank 100
George, Stefan 189
Gibson, William 205
Gide, André 227
Giscard d’Estaing, Valery 48
Gober, Robert 105
Godard, Jean-Luc 137, 151
Gramsci, Antonio 75, 122-123, 131, 136, 146, 206-209, 211, 240
Graves, Michael 38, 187, 198, 200
Greenaway, Peter 183
Greenberg, Clement 102, 149, 173, 180, 195
Greimas, Algirdas 80
Griffiths, Gareth 219
Grosz, Georg 154
Guevara, Ernesto 164
H
Haacke, Hans 105, 184, 188, 243
Habermas, Jürgen 61-64, 66-69, 72-78, 94, 100, 108, 113
Harvey, David 139-140, 231
Hassan, Ihab 26-33, 35, 38-40, 43, 77-78, 94, 99, 113, 119
Hébert, Jacques René 186
Hegel, Georg Wilhelm 178, 180-183
Heidegger, Martin 16, 26
Hemingway, Ernest 133
Herzen, Alexander 238
Hilferding, Rudolf 230
Hitler, Adolf 144
Hjemslev, Louis 229
Ho Chi Minh 164
Hofmannsthal, Hugo von 189
Hollein, Hans 71
Hoover, Paul 188
Horkheimer, Max 123
Howe, Irving 18-19, 21
Hughes, Robert 161
Hughes, Ted 187
210
ASAL-USUL POST MODERNITAS
I
Ibsen, Hendrik 154
Izenour, Steven 33
J
James, William 31
Jameson, Fredric v-vi, 79-138, 139-140, 152, 160, 164, 166-168, 188, 196-205,
214-217, 220-233, 235, 239-246, 248-252
Jarman, Derek 201
Jencks, Charles 35-38, 43, 51-52, 77-78, 100, 113, 188
Jevons, William 232
Johns, Jasper 173, 185
Johnson, Samuel 211
Jorn, Asger 151
József, Attila 24
Joyce, James 169, 189
Judd, Donald 175, 185
K
Kafka, Franz 27, 169
Kant, Immanuel 52, 247
Karatani, Kõjin 133
Khlebnikov, Velemir 24
Khrushchev, Nikita 163
Kier, Leon 71
Kieslowski, Krzysztof 201
Kojève, Alexander 182
Koolhaas, Rem, 100, 198-199, 215
Korsch, Karl 122
Kosuth, Joseph 185, 215
Krauss, Rosalind 194
L
La Revue Blanche 237-238
Lacan, Jacques 45
Lang, Beryl 177
Lange, Oskar 9
Lao She 133
Larkin, Philip 187
Le Corbusier (Charles Edouard Jeanneret) 71-72, 191
Le Guin, Ursula 245
Leduc, Paul 134
Lefebvre, Henri 90-91, 123-124, 126-127
Léger, Fernand 189
211
ASAL-USUL POST MODERNITAS
M
MacEwan, Malcolm 36
Machado, Antonio 3
Machiavelli, Niccolò 208
McLuhan, Marshall 28
Mac-Mahon, Marie Edmé 236
Mainardi, Patricia 194
Mallarmé, Stéphane 189, 229, 231-232, 236
Malthus, Thomas 232
Mandel, Ernest 88-89, 130, 140, 230
Mann, Thomas 153
Mao Zedong 11-12, 14, 163-164
Marcuse, Herbert 123-124, 127
Marinetti, Filippo Tommaso 24, 161
Marx, Karl 10, 41, 45-46, 79-138, 139, 141, 154, 164, 196, 200, 209, 218, 229-232,
235-236, 240-241, 247, 251,
Melanchthon, Philip 209
Melville, Herman 9
Menger, Karl 232
Michael, Walter Benn 108
Michelangelo (Buonarroti) 208
Mies van der Rohe, Ludwig 33
Milken, Michael 154
Mills, C. Wright 18, 21
Monnet, Jean 153
Montaigne, Michel de 208
Moore, Charles 38, 90, 187, 198
More, Thomas 245
Morris, Robert 175
212
ASAL-USUL POST MODERNITAS
N
Nahas, Mustafa 27
Nehru, Jawaharlal 11
Neruda, Pablo 3, 15, 24
New Left Review 93-94
Nietzsche, Friedrich 29, 115
Nixon, Richard 26, 154
O
October 194
O’Hara, John 154
Olson, Charles 8-9, 11-12, 15-18, 23-24, 26, 28, 135, 173
Onís, Federico de 2, 31-32, 38, 185-186
Ortega y Gasset, José 2
Owen, Robert 73
Owens, Craig 194
P
Parsons, Talcott 41
Payne, Robert 11
Perelman, Bob 187
Perkins, David 187
Pevsner, Nicholas 35
Platonov, Andrei 189, 245
Pound, Ezra 9, 15, 17
Prévert, Jacques 189
Proudhon, Pierre Joseph 238
Proust, Marcel 133, 169, 189
Pynchon, Thomas 29
R
Rauschenberg, Robert 28-29, 173, 185
Ray, Satyajit 223
Reagan, Ronald 53, 143, 165, 167-168, 190, 249
Riboud, Jean 11
Ricardo, David 232
Rilke, Rainer Maria 189
Rimbaud, Arthur 17, 25, 154
Robespierre, Maximilien 186
Rodchenko, Alexander 189
213
ASAL-USUL POST MODERNITAS
Rogers, Richard 38
Roosevelt, Franklin Delano 9
Rorty, Richard 188
Rosenquist, James 174
Rossi, Aldo 198
Rossignol, Jean 238
Rothko, Mark 46, 149
Rudolph, Paul 90
Ruskin, John 34, 189
S
Sartre, Jean-Paul 79, 118, 120-121, 123-124, 127, 132, 136-137, 154, 238
Schmitt, Carl 66, 68, 247
Schumpeter, Joseph 152
Scully, Vincent 90
Sembène, Ousmane 133
Shakespeare, William 208
Sidky, Ismail 27
Simon, Claude 188
Sjahrir, Sutan 11
Slemon, Stephen 218
Smith, Adam 232
Smithson, Robert 175
Snow, Michael 40
Sokurov, Alexander 188
Solas, Humberto 133, 201
Sontag, Susan 119
Soseki, Natsume 133
Spanos, William 25-26
Sprinker, Michael 137
Stalin, Josef 144
Stallabrass, Julian 225-226
Stein, Gertrude 24
Steinberg, Leo 174
Stella, Frank 185
Stern, Robert 35
Stravinsky, Igor 106
Strindberg, August 189
T
Tafuri, Manfredo 91
Tahimik, Kidlat 133, 227, 239
Tanaka, Kakuei 154
Tate, Allen 23
Tatlin, Vladimir 161, 189
Terry, Quinlan 71
214
ASAL-USUL POST MODERNITAS
U
Unamuno, Miguel de 2
V
Vallejo, César 3
Vallotton, Félix 238
Van Gogh, Vincent 104
Vasari, Giorgio 178
Venturi, Robert 33-36, 71, 90, 194
Vuillard, Edouard 238
W
Walras, Léon 232
Warhol, Andy 29, 32, 104, 119, 174, 181, 183, 185, 188, 190, 192
Weber, Max 66, 108, 152, 158
Weiss, Peter 67
Wiener, Norbert 16
Williams, Raymond 112, 189, 223
Williams, William Carlos 15, 24
Winstanley, Gerard 209
Wittgenstein, Ludwig 42, 44, 66, 68,
Wollen, Peter 125-126, 149-150, 190-192, 195-196, 217, 227,
X
Xie, Shaobo 220
Y
Yang, Edward 133, 227
Yeats, William Butler 17
Z
Zayyat, Latifa 27
215
ÓÎ
Tentang Penulis
217
ASAL-USUL POST MODERNITAS
218