Abs Trak
Abs Trak
Abs Trak
1
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2010), 6.
sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan.” (an-Nuur:32.)
Sedangkan di dalam sunah, Nabi saw. Bersabda,
2
Abu ‘Abdillah Abdul Salam, Ibanatul Ahkam, (Al-Bidayah, 2018) hlm. 182 vol. 03
3
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar Al-Fikr 1984)
rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat
manusia.
Fenomena yang berkembang di masyarakat telah biasa terjadi praktik
pernikahan dini dengan berbagai alasan. Salah satunya kekhawatiran
terjadinya kehamilan di luar nikah. Dalam hukum Islam sendiri sebenarnya
batasan usia pernikahan banyak terjadi perbedaan pendapat di kalangan
ulama. Di Indonesia mengacu pada undang – undang perkawinan pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dimana Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
Berdasarkan aturan tersebut maka pernikahan di bawah usia yang
telah ditetapkan undang – undang pada prinsipnya tidak diperbolehkan.
Akan tetapi, dalam kondisi tertentu permohonan pernikahan di bawah umur
dapat dikabulkan jika memenuhi alasan-alasan hukum. Maka dari itu
penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut ditinjau dari
perspektif Maqasyid Syari’ah, dengan judul “Tinjauan Maqasid Syari’ah
Terhadap Pernikahan Dini Dengan Alasan Kekhawatiran Terjadi Kehamilan
Diluar Nikah.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat
mengemukakan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tinjauan Maqasid Syari’ah terhadap perikahan dini dengan
alasan kekhawatiran terjadinya hamil di luar nikah?
C.Tujuan
1. Untuk menganalisis tinjauan Maqasid Syari’ah terhadap perikahan dini
dengan alasan kekhawatiran terjadinya hamil di luar nikah.
BAB II
PEMBAHASAN
4
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/islam_kontemporer/1240. pernikahan
dini dalam perspektif agama dan negara
makin bertambah luas. kesiapan pribadi untuk melaksanakan peran-peran
tertentu dan kesanggupannya untuk membentuk identitas dan kepribadian
anggota keluarga kelak. Begitu juga kematangan umur diharapkan terjadi
kematangan emosi dan pikiran. Seseorang telah mampu mengendalikan
emosinya, berpikir dengan baik, dan dapat menempatkan persoalan sesuai
dengan keadaan yang subjek inginkan. Faktor psikologis ini antara lain
seseorang dapat saling menerima, saling mengerti dan saling mempercayai
dan saling menolong.
Tidak dapat dipungkiri, ternyata batas umur yang rendah bagi
seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran lebih tinggi dan
berakibat pula pada kematian ibu hamil yang juga cukup tinggi pula.
Pengaruh buruk lainnya adalah kesehatan reproduksi wanita menjadi
terganggu. Wanita yang menikah di usia dini (di bawah 19 tahun) secara
mental belum siap menghadapi perubahan yang terjadi saat kehamilan,
belum siap menjalankan peran sebagai seorang ibu dan belum siap
menghadapi masalah-masalah berumah tangga yang seringkali melanda
kalangan keluarga yang baru menikah karena masih dalam proses
penyesuaian. Sementara itu, remaja yang menikah di usia muda umumnya
belum memiliki kematangan jiwa dalam arti kemantapan berpikir dan
berbuat. Salah mengerti, mau menang sendiri (egois), mudah putus asa,
tidak bertanggung jawab merupakan ciri-ciri belum matangnya seseorang.
Hal itu terjadi karena mereka masih berada tahap peralihan dari masa
kanakkanak menuju masa dewasa. Pada umumnya remaja yang menikah
belum memiliki pandangan dan pengetahuan yang cukup tentang
bagaimana seharusnya peran seorang ibu dan seorang istri atau peran
seorang laki-laki sebagai bapak dan kepala rumah tangga. Keadaan
semacam itu merupakan titik rawan yang dapat mempengaruhi
keharmonisan dan kelestarian perkawinan. Maka dari itu kematangan jiwa
bagi calon mempelai sangat diperlukan agar perkawinan dapat
mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota
keluarga.5
B. Analisis Tinjauan Maqasid Syari’ah terhadap Perikahan Dini Dengan
Alasan Kekhawatiran Terjadinya Hamil Di Luar Nikah
Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang sangat penting.
Karena dengan perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan
hidup baik secara psikologis, social, maupun biologis. Seseorang yang
melangsungkan perkawinan, maka dengan sendirinya semua kebutuhan
biologisnya bisa terpenuhi. Kematangan emosi merupakan aspek yang
sangat penting untuk menjaga kelangsungan rumah tangga. Keberhasilan
suatu rumah tangga banyak ditentukan oleh kematangan emosi baik suami
maupun istri. Perkawinan yang baik adalah perkawinan yang sah dan tidak
dilakukan dibawah tanggan, karena perkawinan bersifat sakral dan tidak
dapat dimanipulasikan dengan apapun.
Pernikahan merupakan salah satu sunah dan syariat Nabi
Muhammad Saw. Kata nikah sama juga memiliki arti al- wath yang
artinya berhubungan seksual. Sementara nikah secara terminologis
menurut para ahli fikih adalah akad (kontrak) sebagai cara agar sah
melakukan hubungan seksual. Hukum asal pernikahan adalah
jawaz/mubah (dibolehkan). Jumhur ulama’ berpendapat bahwa nikah
hukumnya sunah. Sementara az-Zahiri menyatakan wajib. Menurut Ulama
Malikiyah, bagi sebagian orang sunnah, sebagian lainnya mubah.
Perubahan hukum ini mengikuti berbagai latarbelakang penyebab
terjadinya perkawinan.6
Pernikahan dini merupakan suatu permasalahan yang tidak
dijelaskan khusus oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Karena itu Ulama tidak
serta merta menjastifikasikan hukum pernikahan dini sebagai sesuatu yang
dilarang atau dibolehkan. Al-syatibi mengemukakan bahwa tujuan pokok
5
Syarifudin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006), hlm. 44
6
Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatu
Al-Muqtashid, (Beirut: Dar al-Fikr, 2003), 2
disyari’atkan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di
dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan itu akan terwujud dengan
terpeliharanya kebutuhan yang bersifat dharuriyat, hajiyat, dan
terealisasinya kebutuhan tahsiniyat bagi manusia itu sendiri.7
1. Dharuriyat
Kebutuhan dharuriyat yaitu segala hal yang menjadi sendi
eksistensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemaslahatan
mereka. Hal ini tersimpul kepada lima sendi utama: agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Adapun diantara lima sendi di atas yang
berhubungan dengan pernikahan dini adalah sebagai berikut:
a. Hifz al-nasl
Hifz al-nasl adalah kewajiban menjaga dan memelihara
keturunan dengan baik. Dalam hal menjaga keturunan, maka
dianjurkan untuk menikah. Pernikahan yang dilakukan seorang
lakilaki dan perempuan yang masih di bawah umur bisa mencapai
tujuan mulia sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Allah di dalam
AlQur’an, yakni agar terhindar dari perbuatan zina, sehingga hifz
al-nasl terjaga dengan baik.
Syari’at Islam sebenarnya memberikan sanksi yang tegas
terhadap pelaku zina, baik pria maupun wanita. Sanksi tersebut
diberlakukan wajib dengan hukuman dera 100 kali, sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah Surat an-Nur (24) ayat 2.
7
Abu Ishaq Al-Syatibi, Al-Muwaafaqat Fi Ushul Al-Syari’ah, 6.