CBR Pancasila
CBR Pancasila
CBR Pancasila
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Nurul Hikmah
Putri Romadhona
Teza
Fakultas Ekonomi
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan Rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Buku Kritis mata
kuliah PENDIDIKAN PANCASILA yang berjudul “Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi dan Paradigma Baru Pendidikan Pancasila ''. Penulis kasih bantuan kepada Bapak
dosen yang sudah memberikan bimbingannya. Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih
banyak kekurangan karena itu penulis minta maaf jika ada kesalahan yang dibuat dan penulis
juga mendukung kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini. Akhir kata
penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi
pembaca.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Salah satu syarat berdirinya suatu Negara adalah mempunyai dasar Negara. Ketika
Jepang mulai terdesak oleh sekutu, Jepang kemudian membentuk BPUPKI pada tanggal 1
Maret 1945 dengan tujuan agar bangsa Indonesia yakin bahwa Jepang akan memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia. Adapun tugas BPUPKI adalah mempelajari dan menyusun
rencana-rencana pembangunan politik / pemerintahan Indonesia. Sepanjang hayatnya,
BPUPKI melakukan dua kali siding. Siding pertama berlaangsung antara tanggal 29 Mei – 1
Juni 1945. Yang dibahas dalam siding pertama adalah mengenal dasar Negara. Pada tanggal
1 juni 1945 Sukarno untuk pertama kalinya memperkenalkan konsepsi dasar negara
pancasila.
Pancasila dijadikan sebagai dasar Negara sesungguhnya secara implicit sejak 1 Juni
1945, walaupun secara yuridis hal tersebut baru disahkan pada tanggal 18 agustus 1945.
Negara yang berdasarkan Pancasila itu ingin mencapai masyarakat yang adil dan makmur dan
ikut membangun perdamaian dunia. Pancasila tidak secara statis sebagai dasar Negara tetapi
juga sebagai ideology bangsa yang selalu diperjuangkan dengan sekuat tenaga. Pancasila
dijadikan sebagai dasar Negara dan sebagai falsafah hidup karena Pancasila digali dari nilai-
nilai luhur bangsa Indonesia.
Untuk mengetahui bagaimana kelebihan dan kekurangan suatu buku hendaknya
mahasiswa harus teliti agar tidak salah menerima informasi dan ini juga merupakan salah satu
syarat dari tugas mata kuliah Pancasila mengkritik buku adalah salah satu dari indikator
mahasiswa untuk mengetahui informasi yang baik dan benar. Oleh karena itu, baiknya
mahasiswa melakukan yang namanya “critical book” untuk mengetahui keakuratan suatu
buku yang kita pelajari.
3
1.1. TUJUAN
1) Untuk mendapatkan nilai sebagai syarat tugas mata kuliah Pancasila.
2) Mengulas isi buku dan dapat mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam
buku.
3) Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh
setiap bab dari sebuah bab.
4) Membandingkan isi buku pada keadaan nyata dan lingkungan sekitar.
5) Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan buku.
1.2. MANFAAT
1) Menambah ilmu penulis dalam membuat “critical book”
2) Mampu mengkritik bagian isi buku yang kurang memadai.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa
Indonesia menunjukkan bahwa negara berkehendak agar pendidikan Pancasila dilaksanakan
dan wajib dimuat dalam kurikulum perguruan tinggi sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri.
Pancasila diharapkan dapat menjadi ruh dalam membentuk jati diri mahasiswa guna
mengembangkan jiwa profesionalitasnya sesuai dengan bidang studinya masing-masing.
Selain itu, dengan mengacu kepada ketentuan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012, sistem pendidikan tinggi di Indonesia harus berdasarkan Pancasila.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak
sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman
dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh
oleh masyarakatnya, sebagai contoh:
Dalam konteks kekinian, khususnya dalam bidang tata kelola pemerintahan, apakah
nilai-nilai Pancasila telah sepenuhnya dilaksanakan oleh aparatur pemerintah? Ataukah Anda
masih menemukan perilaku aparatur yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila? Apabila
jawabannya masih banyak perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, sudah barang
tentu perilaku seperti itu dapat dikategorikan perilaku yang tidak mensyukuri kemerdekaan
Negara Republik Indonesia. Nilai-nilai Pancasila berdasarkan teori kausalitas yang
diperkenalkan Notonagoro (kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien, kausa finalis),
merupakan penyebab lahirnya Negara kebangsaan Republik Indonesia, maka penyimpangan
terhadap nilai-nilai Pancasila dapat berakibat terancamnya kelangsungan negara.
Urgensi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi, yaitu agar mahasiswa tidak
tercerabut dari akar budayanya sendiri dan agar mahasiswa memiliki pedoman atau kaidah
penuntun dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari dengan berlandaskan
nilai-nilai Pancasila. Selain itu, urgensi pendidikan Pancasila, yaitu dapat memperkokoh jiwa
kebangsaan mahasiswa sehingga menjadi dorongan pokok (leitmotive) dan bintang penunjuk
jalan (leitstar) (Abdulgani, 1979: 14). Urgensi pendidikan Pancasila bagi mahasiswa sebagai
6
calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa untuk berbagai bidang dan tingkatan,
yaitu agar tidak terpengaruh oleh paham-paham asing yang negatif. Dengan demikian,
urgensi pendidikan
Pancasila di perguruan tinggi dengan meminjam istilah Branson (1998), yaitu sebagai
pembentuk civic disposition yang dapat menjadi landasan untuk pengembangan civic
knowledge dan civic skills mahasiswa. Pendidikan Pancasila sangat diperlukan untuk
membentuk karakter manusia yang profesional dan bermoral. Hal tersebut dikarenakan
perubahan dan infiltrasi budaya asing yang bertubi-tubi mendatangi masyarakat Indonesia
bukan hanya terjadi dalam masalah pengetahuan dan teknologi, melainkan juga berbagai
aliran (mainstream) dalam berbagai kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan Pancasila
diselenggarakan agar masyarakat tidak tercerabut dari akar budaya yang menjadi identitas
suatu bangsa dan sekaligus menjadi pembeda antara satu bangsa dan bangsa lainnya.
8
Bab 2 : Bagaimana Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia
Sebagaimana Anda ketahui bahwa salah seorang pengusul calon dasar Negara dalam
sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir.
Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c. Mufakat atau Demokrasi,
d. Kesejahteraan Sosial,
e. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari
diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk buku yang
berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari judul buku tersebut
menimbulkan kontroversi seputar lahirnya Pancasila. Di satu pihak, ketika Soekarno masih
berkuasa, terjadi semacam pengultusan terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan
sebagai hari lahirnya Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan Soekarno jatuh, muncul
upaya upaya “de-Soekarnoisasi” oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan seolah-olah
Soekarno tidak besar jasanya dalam penggalian dan perumusan Pancasila.
Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945
adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan
nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan
Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai
berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
9
Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di
Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi
Indonesia (PPKI),
(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19
Agustus 1945, dan
(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.
Belanda ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara. Tindakan Belanda
itu dilakukan dalam bentuk agresi selama kurang lebih 4 tahun. Setelah pengakuan
kedaulatan bangsa Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, maka Indonesia pada 17
Agustus 1950 kembali ke Negara kesatuan yang sebelumnya berbentuk Republik Indonesia
Serikat (RIS). Perubahan bentuk negara dari Negara Serikat ke Negara Kesatuan tidak diikuti
dengan penggunaan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi dibuatlah konstitusi baru yang
dinamakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Permasalahannya ialah
ketika Indonesia kembali Negara Kesatuan, ternyata tidak menggunakan Undang-Undang
Dasar 1945 sehingga menimbulkan persoalan kehidupan bernegara dikemudian hari.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu yang
pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua badan perwakilan, yaitu
Badan Konstituante (yang akan mengemban tugas membuat Konstitusi/Undang-Undang
Dasar) dan DPR (yang akan berperan sebagai parlemen). Pada 1956, Badan Konstituante
mulai bersidang di Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai pengganti UUDS
1950. Sebenarnya telah banyak pasal-pasal yang dirumuskan, akan tetapi siding menjadi
berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar negara. Sebagian anggota
menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara sebagian yang lain tetap menghendaki
Pancasila sebagai dasar negara. Kebuntuan ini diselesaikan lewat voting, tetapi selalu gagal
mencapai putusan karena selalu tidak memenuhi syarat voting yang ditetapkan. Akibatnya,
banyak anggota Konstituante yang menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang. Keadaan
11
ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara. Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden
Soekarno mengambil langkah “darurat” dengan mengeluarkan dekrit.
Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi beberapa
penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat sebagai presiden seumur
hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu, kekuasaan Presiden Soekarno berada di
puncak piramida, artinya berada pada posisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua
DPR, dan ketua DPA yang pada waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam
kabinetnya sehingga mengakibatkan sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh berbagai
pihak dengan berbagai cara, baik dengan mendekati maupun menjauhi presiden. Pertentangan
antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi antara tokoh PKI dengan perwira Angkatan
Darat (AD) sehingga terjadilah penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira AD yang
dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI).
12
2. Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa, tetapi
terbukti Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.
3. Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena bersumber dan
digali dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat yang hidup dan
berkembang di bumi Indonesia.
4. Kemukakan argumen Anda tentang Pancasila sebagai pilihan terbaik bangsa
Indonesia.
Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya identik dengan istilah grundnorm
(norma dasar), rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara), philosophische grondslag
(dasar filsafat negara). Banyaknya istilah Dasar Negara dalam kosa kata bahasa asing
menunjukkan bahwa dasar Negara bersifat universal, dalam arti setiap negara memiliki dasar
negara.
Secara terminologis atau secara istilah, dasar negara dapat diartikan sebagai landasan
dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat
diartikan sebagai sumber dari segala sumber hokum negara. Secara teoretik, istilah dasar
negara, mengacu kepada pendapat Hans Kelsen, disebut a basic norm atau Grundnorm
(Kelsen, 1970: 8). Norma dasar ini merupakan norma tertinggi yang mendasari kesatuan-
kesatuan system norma dalam masyarakat yang teratur termasuk di dalamnya negara yang
sifatnya tidak berubah (Attamimi dalam Oesman dan Alfian, 1993: 74). Dengan demikian,
kedudukan dasar negara berbeda dengan kedudukan peraturan perundang-undangan karena
dasar negara merupakan sumber dari peraturan perundang-undangan. Implikasi dari
kedudukan dasar negara ini, maka dasar negara bersifat permanen sementara peraturan
perundang-undangan bersifat fleksibel dalam arti dapat diubah sesuai dengan tuntutan zaman.
13
Dengan demikian, dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan
bernegara yang menjadi sumber dari segala sumber hokum sekaligus sebagai cita hukum
(rechtsidee), baik tertulis maupun tidak tertulis dalam suatu negara. Cita hukum ini akan
mengarahkan hukum pada cita-cita bersama dari masyarakatnya. Cita-cita ini mencerminkan
kesamaankesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat (Yusuf, 2009).
Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan, yaitu sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dengan Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena
pandangan Pancasila bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan,
keselarasan, dan keserasian sehingga perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi suatu
pola kehidupan yang dinamis, penuh dengan keanekaragaman yang berada dalam satu
keseragaman yang kokoh (Muzayin, 1992: 16).
Dengan peraturan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka perasaan adil dan
tidak adil dapat diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara
menaungi dan memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan tersebut berlaku untuk
semua tanpa ada perlakuan diskriminatif bagi siapapun. Oleh karena itulah, Pancasila
memberikan arah tentang hokum harus menciptakan keadaan negara yang lebih baik dengan
berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
1) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum
Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
2) Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.
14
3) Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis).
4) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai
dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5) Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para
pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut
adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat
senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan
dinamika masyarakat (Kaelan, 2000: 198--199)
Pancasila sebagai dasar negara berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan pada negara
Republik Indonesia harus berlandaskan dan/atau harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Hal tersebut bermakna, antara lain bahwa, Pancasila harus senantiasa menjadi ruh atau spirit
yang menjiwai kegiatan membentuk negara seperti kegiatan mengamandemen UUD dan
menjiwai segala urusan penyelenggaraan negara.
Urgensi Pancasila sebagai dasar negara, yaitu: 1) agar para pejabat public dalam
menyelenggarakan negara tidak kehilangan arah, dan 2) agar partisipasi aktif seluruh warga
negara dalam proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, pada gilirannya nanti cita-cita dan tujuan negara
dapat diwujudkan sehingga secara bertahap dapat diwujudkan masyarakat yang makmur
dalam keadilan dan masyarakat yang adil dalam kemakmuran.
17
Istilah Philosphische Grondslag dan Weltanschauung merupakan dua istilah yang
sarat dengan nilai-nilai filosofis. Driyarkara membedakan antara filsafat dan
Weltanschauung. Filsafat lebih bersifat teoritis dan abstrak, yaitu cara berpikir dan
memandang realita dengan sedalam-dalamnya untuk memperoleh kebenaran.
Weltanschauung lebih mengacu pada pandangan hidup yang bersifat praktis. Driyarkara
menegaskan bahwa weltanschauung belum tentu didahului oleh filsafat karena pada
masyarakat primitif terdapat pandangan hidup (Weltanschauung) yang tidak didahului
rumusan filsafat. Filsafat berada dalam lingkup ilmu, sedangkan weltanshauung berada di
dalam lingkungan hidup manusia, bahkan banyak pula bagian dari filsafat (seperti: sejarah
filsafat, teori-teori tentang alam) yang tidak langsung terkait dengan sikap hidup (Driyarkara,
tt: 27).
Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag) nilai-nilai filosofis
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang berlaku
di Indonesia. Artinya, nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
harus mendasari seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh: Undang-
Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 3 ayat (a) berbunyi, ”Mewujudkan dan
memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung
tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat
kemanusiaan”. Undang-undang tersebut memuat sila pertama dan sila kedua yang mendasari
semangat pelaksanaan untuk menolak segala bentuk pornografi yang tidak sesuai dengan
nlai-nilai agama dan martabat kemanusiaan.
Pada 12 Agustus 1928, Soekarno pernah menulis di Suluh Indonesia yang
menyebutkan bahwa nasionalisme adalah nasionalisme yang membuat manusia menjadi
perkakasnya Tuhan dan membuat manusia hidup dalam roh (Yudi Latif, 2011: 68).
Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri dalam sejarah
masyarakat Indonesia sebagai berikut. (Lihat Negara Paripurna, Yudi Latif).
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia,
masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, yaitu
sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad pengaruh
Kristen. Tuhan telah menyejarah dalam ruang publik Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan
dengan masih berlangsungnya sistem penyembahan dari berbagai kepercayaan dalam agama-
agama yang hidup di Indonesia. Pada semua sistem religi-politik tradisional di muka bumi,
18
termasuk di Indonesia, agama memiliki peranan sentral dalam pendefinisian institusi-institusi
sosial (Yudi-Latif, 2011: 57--59).
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia dilahirkan dari perpaduan
pengalaman bangsa Indonesia dalam menyejarah. Bangsa Indonesia sejak dahulu dikenal
sebagai bangsa maritim telah menjelajah keberbagai penjuru Nusantara, bahkan dunia. Hasil
pengembaraan itu membentuk karakter bangsa Indonesia yang kemudian oleh Soekarno
disebut dengan istilah Internasionalisme atau Perikemanusiaan. Kemanjuran konsepsi
internasionalisme yang berwawasan kemanusiaan yang adil dan beradab menemukan ruang
pembuktiannya segera setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan rekam jejak
perjalanan bangsa Indonesia, tampak jelas bahwa sila kemanusiaan yang adil dan beradab
memiliki akar yang kuat dalam historisitas kebangsaan Indonesia. Kemerdekan Indonesia
menghadirkan suatu bangsa yang memiliki wawasan global dengan kearifan lokal, memiliki
komitmen pada penertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial
serta pada pemuliaan hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan kebangsan
Indonesia (Yudi-Latif, 2011: 201).
Pancasila sebagai sistem filsafat sudah dikenal sejak para pendiri Negara
membicarakan masalah dasar filosofis negara (Philosofische Grondslag) dan pandangan
hidup bangsa (weltanschauung). Meskipun kedua istilah tersebut mengandung muatan
filsofis, tetapi Pancasila sebagai sistem filsafat yang mengandung pengertian lebih akademis
memerlukan perenungan lebih mendalam. Filsafat Pancasila merupakan istilah yang
mengemuka dalam dunia akademis. Ada dua pendekatan yang berkembang dalam pengertian
filsafat Pancasila, yaitu Pancasila sebagai genetivus objectivus dan Pancasila sebagai
genetivus subjectivus. Kedua pendekatan tersebut saling melengkapi karena yang pertama
meletakkan Pancasila sebagai aliran atau objek yang dikaji oleh aliran-aliran filsafat lainnya,
sedangkan yang kedua meletakkan
Pancasila sebagai subjek yang mengkaji aliran-aliran filsafat lainnya. Pentingnya
Pancasila sebagai sistem filsafat ialah agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan
mendasar mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik; agar dapat
dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam penyelenggaraan negara; agar
dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; dan agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang
bersangkut paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.
20
Bab 6 : Bagaimana Pancasila Menjadi Sistem Etika
Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban.
Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas-asas moral yang tertinggi,
akan tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai
secara moral sebagai tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral
dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai
tujuannya. Etika teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan kesalahan
suatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan (Mudhofir, 2009: 214).
Aliran-aliran etika teleologis, meliputi eudaemonisme, hedonisme, utilitarianisme.
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral
sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban moral
bertalian dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran moral atau kelayakan, kepatutan.
Kewajiban moral mengandung kemestian untuk melakukan tindakan. Pertimbangan tentang
kewajiban moral lebih diutamakan daripada pertimbangan tentang nilai moral. Konsep-
konsep nilai moral (yang baik) dapat didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau
kelayakan rasional yang tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat dianalisis (Mudhofir,
2009: 141).
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan,
meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat pula di
dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam
empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.
Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang
tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal – rasa – kehendak yang berupa
kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai
hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam
arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri dalam
arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya memberikan
sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap Tuhan terkait dengan
segala sesuatu yang telah menjadi haknya (Mudhofir, 2009: 386).
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-
rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam
21
pandangan yang bersifat mitos. Misalnya, korupsi terjadi lantaran seorang pejabat diberi
hadiah oleh seseorang yang memerlukan bantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar.
Si pejabat menerima hadiah tanpa memikirkan alasan orang tersebut memberikan hadiah.
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari silasila
Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku
manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Pentingnya pancasia sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi rambu
normatif untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti korupsi
(penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan.
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama
dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir seluruh
aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula halnya dalam
aktivitas ilmiah. Oleh karena itu, perumusan Pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas
ilmiah di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat niscaya. Sebab, pengembangan ilmu
yang terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru dapat mengakibatkan sekularisme, seperti
yang terjadi pada zaman Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia memiliki akar budaya dan
religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan masyarakat sehingga manakala
pengembangan ilmu tidak berakar pada ideologi bangsa, sama halnya dengan membiarkan
ilmu berkembang tanpa arah dan orientasi yang jelas.
Bertitik tolak dari asumsi di atas, maka das Sollen ideologi Pancasila berperan sebagai
leading principle dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia. Para Ilmuwan tetap berpeluang
untuk mengembangkan profesionalitasnya tanpa mengabaikan nilai ideologis yang bersumber
dari masyarakat Indonesia sendiri.
22
Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam
hal-hal sebagai berikut. Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa
Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara
pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang
mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan
iptek terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi
hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi
para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga, perkembangan iptek yang
didominasi negara-negara Barat dengan politik global ikut mengancam nilainilai khas dalam
kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah,
dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan
menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian
bangsa Indonesia.
Ada beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai dasar pengembangan iptek
di Indonesia:
a. Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Akibatnya, ruang bagi penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
pengembangan ilmu menjadi terbatas. Upaya bagi pengembangan sistem ekonomi
Pancasila yang pernah dirintis Prof. Mubyarto pada 1980-an belum menemukan
wujud nyata yang dapat diandalkan untuk menangkal dan menyaingi sistem
ekonomi yang berorientasi pada pemilik modal besar.
b. Globalisasi yang menyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesia dalam
pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih berkedudukan sebagai konsumen
daripada produsen dibandingkan dengan negaranegara lain.
c. Konsumerisme menyebabkan negara Indonesia menjadi pasar bagi produk
teknologi negara lain yang lebih maju ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan
ilmu baru pada taraf wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan
negara.
23
d. Pragmatisme yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu: workability (keberhasilan),
satisfaction (kepuasan), dan result (hasil) (Titus, dkk., 1984) mewarnai perilaku
kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, artinya kelima sila Pancasila
merupakan pegangan dan pedoman dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Beberapa terminologi yang dikemukakan para pakar untuk menggambarkan peran Pancasila
sebagai rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, antara lain Pancasila
sebagai intellectual bastion (Sofian Effendi); Pancasila sebagai common denominator values
(Muladi); Pancasila sebagai paradigma ilmu. Pentingnya Pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu bagi mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran Pancasila sebagai
rambu-rambu normatif bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Selain itu,
pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia harus berakar pada budaya bangsa Indonesia
itu sendiri dan melibatkan partisipasi masyarakat luas.
BAB III
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
24
1. Terdapat standar kompetensi,kompetensi dasar, dan indicator dalam setiap bab.
2. Menjelaskan dengan rinci tentang dasar Pancasila, Pancasila sebagai ideologi, serta
Pancasila sebagai filsafat.
3. Terdapat rangkuman yang dapat mempermudah pemahaman pembaca mengenai
Pancasila.
4. Disetiap akhir baba da soal-soal latihan yang dapat melatih pengetahuan pembaca
menegnai isi buku tersebut.
5. Mencamtumkan daftar pustaka/sumber-sumber referensi.
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
25
Pancasila sebagai ideology Negara memrupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan
agama dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideology bangsa Indonesia mengakomodir
seluruh aktivitas kehidupan bermmasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula
halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena itu, perumusan pancasila sebagai paradigm ilmu
bagi aktivitas ilmiah di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat niscaya. Karena
pengembangan ilmuu yang terlepas dari nilai ideology bangsa justru dapat mengakibatkan
sekularisme, seperti yang terjadi pada zaman Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia
memiliki akar budaya dan religi yang kut dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan
masyarakat sehingga manakala pengembangan ilmu tidak berakar pada idologi bangsa sama
halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah dan orientasi yang jelas.
Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka das sollen ideology Pancasila berperan
sebagai leading principle dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia. Para ilmuwan tetap
berpeluang untuk mengembangkan profesionalitasnya tanpa mengabaikkan nilai ideologis
yang bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri.
4.2. SARAN
Menyadari bahwa saya masih jauh dari kata sempurnna, ke depannya penulis akan
lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang Pancasila dengan sumber-sumbber yang
lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabakan. Dan pelunya pelatihan terhadap
soal-soal tentang Pancasila serta dapat memahami rumusnya. Sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
26