5297-Article Text-15513-1-10-20221229
5297-Article Text-15513-1-10-20221229
5297-Article Text-15513-1-10-20221229
Febrina Amelia Saputri, Abdul Mun’im, Chinthia Rahadi Putri dan Dewi Aryani
ABSTRAK: Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan bagian tanaman yang banyak
dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Metabolit sekunder yang memberikan aktivitas farma-
kologisnya adalah senyawa kurkuminoid dan xantorizol. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
metode analisis kurkuminoid dan xantorizol yang tervalidasi, cepat, dan sederhana. Analisis dilaku-
kan dengan menggunakan fase diam berupa lempeng KLT silika gel 60 GF254 dan fase gerak di–
klorometana-kloroform (4:6). Pemindaian (scanning) densitometrik dilakukan pada 224 nm untuk
xantorizol dan 425 nm untuk kurkuminoid. Metode menunjukan linieritas, akurasi, dan presisi yang
baik, dengan batas deteksi kurkuminoid dan xantorizol yaitu 7,88 bpj dan 28,23 bpj dan batas kuan-
titasi kurkuminoid dan xantorizol yaitu 23,89 bpj dan 85,55 bpj. Kadar kurkuminoid dan xantorizol
pada ekstrak rimpang temulawak adalah 4,95 ± 0,01 dan 31,30 ± 0,09 mg/g serbuk simplisia.
ABSTRACT: The rhizome of temulawak (Curcuma xanthorrhiza) is a part of the plant that is widely
used for traditional medicine. Secondary metabolites that provide pharmacological activity are cur-
cuminoids and xanthorrhizol. This study aims to obtain a validated, fast, and simple analytical method
for curcuminoids and xanthorrhizol. The analysis was carried out with the stationary phase TLC plates
silica gel 60 GF254. The mobile phase used was dichloromethane-chloroform (4:6), with densitometric
scanning at 224 nm for xanthorrhizol and 425 nm for curcuminoids. The method showed good linearity,
accuracy, and precision, with curcuminoids and xanthorrhizol detection limits of 7.88 ppm and 28.23
ppm, curcuminoids and xanthorrhizol quantitation limits of 23.89 ppm and 85.55 ppm, respectively. The
content of curcuminoids and xanthorrhizol in temulawak rhizome extract were 4.95 ± 0.01 and 31.30 ±
0.09 mg/g Simplicia powder, respectively.
2.3. Determinasi dan uji mikroskopik simplisia 2.6. Validasi metode analisis
Sampel tanaman berasal dari Balittro Badan Validasi metode mengacu pada ICH Q2 [18],
Litbang Pertanian dan dideterminasi oleh Pusat dimana parameter yang diuji antara lain linie–
Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset ritas, batas deteksi (BD), batas kuantitasi (BK),
Inovasi Nasional (BRIN), Bogor, Jawa Barat. Uji akurasi, dan presisi.
mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simpli-
sia dan irisan melintang rimpang temulawak. 2.6.1. Linieritas, batas deteksi, dan batas kuan-
Irisan melintang didapatkan dari rimpang temu- titasi
lawak segar. Pada saat uji, serbuk simplisia atau Penentuan linearitas, BD, dan BK dibuat ber-
irisan melintang temulawak diletakkan di atas dasarkan kurva kalibrasi masing-masing senyawa
kaca preparat dan ditetesi 2 – 3 tetes media klo– kurkuminoid dan xantorizol. Pada senyawa kur-
ralhidrat, dipanaskan di atas nyala bunsen, ke- kuminoid seri larutan baku terdiri dari 6 konsen-
mudian diamati menggunakan mikroskop. Selain trasi berbeda dalam etanol yaitu 50 bpj, 100 bpj,
itu, dilakukan pula uji mikroskopik mengguna– 150 bpj, 200 bpj, 250 bpj, dan 300 bpj. Sedangkan
kan media aquadestilata untuk mengidentifikasi
pada senyawa xantorizol seri larutan baku terdiri
amilum [16].
dari 6 konsentrasi berbeda dalam etanol yaitu
100 bpj, 200 bpj, 300 bpj, 400 bpj, 500 bpj, dan
2.4. Ekstraksi kurkuminoid dan xantorizol
600 bpj. Regresi linear dibuat berdasarkan nilai
Serbuk rimpang temulawak sebanyak 20 g
konsentrasi dan area yang dihasilkan oleh TLC
diekstraksi secara digesti menggunakan 400 mL
Scanner pada panjang gelombang 425 nm untuk
etanol 96%. Serbuk rimpang temulawak diekstrak-
kurkuminoid dan 224 nm untuk xantorizol. Linie–
si selama 4 jam pada suhu 50oC dengan kecepatan
ritas dievaluasi dengan menentukan koefisien ko-
pengadukan 100 rpm. Setelah itu, ekstrak dipi–
relasi (r) dari analisis regresi linier (y = bx + a).
sahkan dengan cara filtrasi menggunakan kertas
BD dan BK dihitung masing-masing dengan persa–
saring. Filtrat yang didapatkan diuapkan meng-
maan 3.3 Sy/x/slope dan 10 Sy/x/slope. Sy/x adalah
gunakan rotary vacuum evaporator dan dilanjut-
standar deviasi dari intersep-y garis regresi.
kan dengan oven vakum pada suhu 50oC hingga
diperoleh ekstrak kental [16].
2.6.2. Akurasi dan presisi
2.5. Optimasi metode analisis Uji akurasi dan presisi dilakukan dengan
Analisis kurkuminoid dan xantorizol dilaku- metode adisi baku menggunakan 3 konsentrasi
kan dengan fase diam berupa lempeng KLT silika berbeda dilakukan dalam 3 kali replikasi. Secara
gel 60 GF254 dengan ketebalan 250 μm. Ukuran berurutan standar kurkuminoid terdiri dari kon-
lempeng KLT untuk optimasi metode adalah 12 sentrasi 100 bpj, 150 bpj, dan 250 bpj. Sedangkan
cm x 5 cm. Larutan baku ditotolkan pada lempeng untuk standar xantorizol terdiri dari konsentrasi
KLT sebanyak 5 μl dengan jarak antar bercak 250 bpj, 350 bpj, dan 450 bpj. Uji akurasi dini-
adalah 1 cm. Lempeng dieluasi sampai ketinggian lai berdasarkan %Uji Perolehan Kembali (%UPK)
sekitar 12 cm dalam bejana gelas yang sebelum- yang didapat sedangkan presisi dinilai berdasar-
nya telah dijenuhkan dengan uap fase gerak. Fase kan %Koefisien Variasi (%KV).
gerak yang digunakan adalah salah satu dari cam-
puran berikut: diklorometana-kloroform (2:8), 2.7. Penetapan kadar kurkuminoid dan xanto–
diklorometana-kloroform (3:7), dan diklorometana- rizol dari ekstrak rimpang temulawak
kloroform (4:6) yang dapat memisahkan keem- Penetapan kadar kurkuminoid dan xantorizol
pat senyawa paling baik. Pemindaian (scanning) dilakukan secara simultan. Larutan uji ekstrak
densitometrik dilakukan pada 224 nm untuk xan- etanol 96% dibuat dengan menimbang sebanyak
torizol dan 425 nm untuk kurkuminoid [17]. 20 mg ekstrak, kemudian dilarutkan dalam 5 mL
etanol 96%, dimasukan ke dalam labu ukur 10,0 pada rimpang temulawak berbentuk pipih bulat
mL dan ditambahkan etanol 96% hingga batas. memanjang, sedangkan amilum pada rimpang
Kadar dihitung dengan plot luas area ke dalam kunyit berbentuk lonjong dengan satu ujung
persamaan regresi linear. mempunyai tonjolan [19].
Pada pengujian mikroskopik terhadap penam-
pang melintang rimpang temulawak segar dite-
3. Hasil dan diskusi mukan berkas pembuluh dengan penebalan tipe
tangga, epidermis, berkas pembuluh kolateral,
3.1. Determinasi dan uji mikroskopik simplisia rambut penutup, dan sel minyak (Gambar 2). Pada
Hasil determinasi yang dilakukan di Pusat Ri- parenkim, terlihat banyak sel minyak yang terse-
set Biosistematika dan Evolusi BRIN menyatakan bar berisi minyak berwarna kuning hingga jingga.
bahwa sampel tanaman tersebut merupakan Cur- Kedua hasil uji mikroskopik menandakan bahwa
cuma xanthorriza Roxb. Uji mikroskopik simplisia sampel uji adalah benar rimpang temulawak.
rimpang temulawak dilakukan menggunakan rea-
gen kloralhidrat untuk melihat fragmen spesifik. 3.2. Optimasi metode analisis
Kloralhidrat umum digunakan sebagai reagen Optimasi dilakukan pada tiga variasi fase ge–
penjernih dalam uji mikroskopik. Pada sampel rak yaitu diklorometana-kloroform (2:8), diklo–
tanaman, kloralhidrat dapat melarutkan isi sel rometana-kloroform (3:7), dan diklorometana-
dan zat antarsel sehingga fragmen pada sampel kloroform (4:6). Metode analisis dilakukan dengan
tanaman dapat lebih mudah diamati. Aquadesti- memodifikasi kondisi penelitian yang dilakukan
lata digunakan untuk melihat adanya amilum [16] oleh Aziz dkk (2018) yang menggunakan fase
Pada pengujian serbuk simplisia temulawak, gerak diklorometan-kloroform (2:8) [17], dimana
terdapat beberapa fragmen spesifik diantaranya pada kondisi tersebut menghasilkan Rf yang terlalu
sklerenkim, sel gabus, parenkim korteks amilum, besar untuk xantorizol, yaitu 0,90 sehingga dilaku-
dan rambut penutup (Gambar 1). Salah satu frag- kan optimasi metode analisis dengan memodifi-
men pembeda antara serbuk rimpang temulawak kasi komposisi fase gerak. Pada analisis dengan
dengan serbuk rimpang kunyit yang merupakan fase gerak diklorometana-kloroform (3:7) meng-
tanaman satu marga dengan pemerian serbuk hasilkan nilai Rf xantorizol yaitu 0,87, sedangkan
yang hampir serupa adalah amilum. Amilum dengan fase gerak diklorometana-kloroform (4:6)
Gambar 1. Fragmen spesifik serbuk rimpang temulawak menggunakan media kloralhidrat (a-e) dan
aquadestilata (f): (a) Sklerenkim, (b) Sel gabus, (c) Parenkim korteks, (d) Rambut penutup,
(e) Pembuluh penebalan tipe tangga, (f) Amilum
Gambar 2. Fragmen spesifik pada penampang melintang rimpang temulawak dengan media kloralhid-
rat perbesaran 100x: (a) Sel minyak, (b) Berkas pembuluh penebalan tipe tangga, (c) Berkas
pembuluh kolateral, (d) Rambut penutup, (e) Epidermis
(a) (b)
Gambar 3. Kromatogram baku kurkuminoid (a) dan xantorizol (b)
Keterangan: BDMC: bisdemetoksikurkumin; DMC: demetoksikurkumin; CUR: kurkumin;
XNT: xantorizol
menghasilkan nilai Rf xantorizol yaitu 0,69. Se- noid ditotal sebagai puncak kurkuminoid.
lanjutnya dilakukan penotolan kurkuminoid dan Profil kromatogram kurkuminoid yang me–
xantorizol secara simultan dengan fase gerak nunjukan adanya tiga puncak, sejalan dengan
diklorometan-kloroform (4:6). Dari hasil anali- penelitian Siviero, et al (2015) yang menyatakan
sis, baku kurkuminoid mengandung tiga senyawa bahwa CUR memiliki dua turunan yaitu BDMC
yaitu bisdemetoksikurkumin (BDMC), demetok- dan DMC [20]. Nilai Rf senyawa kurkuminoid
sikurkumin (DMC), dan kurkumin (CUR) yang (BDMC, DMC, dan CUR) merujuk pada penelitian
menghasilkan tiga puncak kromatogram dengan yang dilakukan oleh Wahyuni dkk (2018), di-
Rf 0,04; 0,13; dan 0,26, serta satu puncak kro- mana BDMC memiliki nilai Rf paling kecil, diikuti
matogram untuk baku xantorizol (XNT) dengan oleh DMC kemudian CUR [21]. Hal ini dikarena-
Rf 0,69 (Gambar 3). Area tiga puncak kurkumi- kan pada BDMC terjadi penghilangan dua gugus
metoksi (-OCH3) yang membuatnya bersifat lebih dibutuhkan waktu analisis yang panjang yaitu 60
polar dibanding DMC dan CUR sehingga nilai Rf menit, sehingga metode analisis pada penelitian
lebih kecil. Perbandingan nilai Rf kurkuminoid ini dapat digunakan sebagai alternatif karena ke-
dan xantorizol sejalan dengan penelitian Aziz dkk mudahan dan kecepatan analisisnya.
(2018) yang menghasilkan nilai Rf xantorizol
lebih besar dibanding kurkuminoid [17]. Banyaknya 3.3. Validasi metode analisis
gugus hidroksil pada kurkuminoid menyebabkan 3.3.1. Linieritas, batas deteksi, dan batas kuan-
senyawa tersebut bersifat lebih polar, sehingga titasi
menghasilkan nilai Rf yang lebih kecil. Linieritas metode analisis dievaluasi meng-
Analisis kurkuminoid dan xantorizol secara gunakan nilai koefisien korelasi (r) dari analisis
simultan menggunakan KCKT telah dilakukan regresi linier. Persamaan garis regresi linier un-
oleh Erpina dkk (2017). Fase diam yang diguna– tuk kurkuminoid adalah y = 92,5x + 11453 dengan
kan adalah kolom C18, sedangkan fase geraknya nilai r = 0,99975, sedangkan untuk xantorizol
adalah campuran asetonitril dan asam format adalah y = 7,31x – 283 dengan nilai r = 0,99915
[22], dimana retensi senyawa dari yang paling (Gambar 4). Kedua nilai r menunjukan bahwa ada
cepat ke yang paling lambat secara berurutan korelasi linier antara peningkatan konsentrasi
adalah BDMC, DMC, CUR, dan XNT. Pada metode dengan area.
analisis yang dikembangkan oleh Erpina dkk BD untuk kurkuminoid dan xantorizol adalah
(a)
(b)
Gambar 4. Kurva kalibrasi kurkuminoid (a) dan xantorizol (b)
7,88 bpj dan 28,23 bpj sedangkan BK untuk kur- baik bila memiliki %UPK 98-102% [18]. Rentang
kuminoid dan xantorizol adalah 23,89 bpj dan 85, %UPK kurkuminoid dan xantorizol adalah 99,87-
55 bpj. Berdasarkan nilai BD dan BK, metode le– 100,88% dan 99,17-100,65%. Presisi metode
bih sensitif terhadap kurkuminoid dibandingkan dinyatakan dengan %Koefisien Variasi (%KV), di-
xantorizol. Nilai BD hasil validasi metode KCKT mana syaratnya adalah tidak lebih dari 2% [18].
oleh Erpina dkk yaitu 0,0535 bpj dan 0,2856 bpj, Rentang %KV kurkuminoid dan xantorizol adalah
sedangkan nilai BK yaitu 0,1849 bpj dan 1,1904 0,31-1,12% dan 0,76-1,34%. Metode memenuhi
bpj untuk kurkuminoid dan xantorizol secara persyaratan akurasi dan presisi (Tabel 1 dan
berturut-turut [22]. BD dan BK pada penelitian Tabel 2).
ini lebih besar dari yang pernah dilaporkan. Se-
hingga, untuk analisis dibawah 7,88 bpj kurku- 3.4. Penetapan kadar kurkuminoid dan xanto–
minoid dan 28,23 bpj xantorizol dapat dilakukan rizol dari ekstrak rimpang temulawak
dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak yang Penetapan kadar dilakukan secara simultan
dianalisis. menggunakan fase diam Silica Gel 60 GF254 dan
fase gerak diklorometana-kloroform (4:6) (Gam-
3.3.2. Akurasi dan presisi bar 5). Kadar kurkuminoid dan xantorizol pada
Akurasi metode dinyatakan dalam %Uji Pero– ekstrak rimpang temulawak adalah 4,95 ± 0,01
lehan Kembali (%UPK). Suatu metode dikatakan dan 31,30 ± 0,09 mg/g serbuk simplisia. Perban–
dingan kadar kurkuminoid dan xantorizol dari kan batas kuantitasi untuk kurkuminoid dan xan-
berbagai sumber yang dianalisis secara simul- torizol adalah 23,89 bpj dan 85, 55 bpj. Rentang
tan dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar metabolit %UPK kurkuminoid dan xantorizol adalah 99,87-
sekunder suatu tanaman dipengaruhi oleh suhu, 100,88% dan 99,17-100,65%. Rentang %KV kur-
kelembaban, intensitas cahaya, suplai air, mine– kuminoid dan xantorizol adalah 0,31-1,12% dan
ral, dan karbondioksida [23], sehingga tempat 0,76-1,34%. Metode menunjukan linieritas, batas
tumbuh dan waktu panen menentukan konsen- deteksi, batas kuantitasi, akurasi, dan presisi yang
trasi kurkuminoid dan xantorizol pada rimpang baik. Metode ini telah diaplikasikan untuk mene-
temulawak. tapkan kadar kurkuminoid dan xantorizol dari
ekstrak rimpang temulawak.
4. Kesimpulan
Ucapan terima kasih
Optimasi metode analisis kurkuminoid dan
xantorizol secara simultan telah dilakukan dengan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
KLT densitometri. Persamaan garis regresi linier Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia serta
untuk kurkuminoid adalah y = 92,5x + 11453 Laboratorium Kimia Farmasi-Medisinal dan
dengan nilai r = 0,99975, sedangkan untuk xan- Bioanalisis Fakultas Farmasi Universitas Indo-
torizol adalah y = 7,31x – 283 dengan nilai r = nesia, dan QLab Fakultas Farmasi Universitas
0,99915. Batas deteksi untuk kurkuminoid dan Pancasila yang telah menyediakan fasilitas untuk
xantorizol adalah 7,88 bpj dan 28,23 bpj, sedang- penelitian ini.
xanthorrhiza by high-performance liquid chro- 22. Akula R, Ravishankar GA. Influence of abiotic
matography. J Liq Chromatogr Relat Technol. stress signals on secondary metabolites in plants.
2017;40(12):635–639. Plant Signal Behav. 2011;6(11):1720–1731.