Dakwah Tamkin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

DAKWAH PARADIGMA PEMBERDAYAAN / DAKWAH TAMKIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Dakwah

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Umdatul Hasanah, S.Ag, M.Ag

Disusun Oleh :

Fahmi Alaydrus 231380062

FAKULTAS DAKWAH

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

UIN SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN

TAHUN 2023
A. Paradigma Dakwah

Paradigma adalah pandangan paling mendasar dari ilmuan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengeteahuan.
Paradigma merupakan konsesus terluas yang terdapat dalam satu cabang ilmu
pengetahuan yang membedakan komunitas ilmuan satu dengan komunitas yang lain.
Dakwah sendiri secara teminologi memiliki berbagai pandangan dan cara
mendefinisikannya. Kata dakwah sendiri dalam Al-quran digunakan secara umum yaitu
da’wah il Allah yang artinya dakwah islam. 1 Oleh karena itu dalam pengembangan
paradigma,dakwah menjadi pokok bahasan yang terus di kembangkan.

Paradigma dakwah menunjuk pada konsep atau bagan pemikiran , cara pandang,
pola pikir, asumsi-asumsi atau kacamata yang harus dipakai oleh para da’I dalam
melaksanakan dakwah.2 Kemudian dalam perkembangannya dakwah terbagi dalam
bebereapa paradigma di antaranya yaitu:
1. Paradigma Dakwah Tamkin
Dakwah sebagai salah satu kajian ilmu yang mengkaji paradigm, perilaku,
motivasi, gerakan aksi dan juga cara implementasi kegiatan manusia sebagai bentuk
keimanan dan ketaqwaan. Menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran islam serta ke
universalan dari ajaran tersebut dengan tujuan untuk mewujudkan kebahagian bukan
hanya duniawi tetapi juga kebahagiaan di akhirat.3
Dakwah yang berkembang dimasyarakat kemudian bertujuan untuk
memberikan perubahan pengaruh dan juga dorongan kepada masyarakat untuk
senntiasa berubah dan menaikan taraf kehidupannya menjadi lebih baik lagi. Hal ini
dilakukan melalui dakwah sebgai upaya pemberdayaan umat atau tamkin.
Paradigma dakwah Tatwhir/Tamkin. Dakwah tamkin berupa proses
transformasi ajaran islam kedalam pemberdayaan umat , Bentuk da’wah
Tamkin/Tatwhir Islam, bersisikan pemberdayaan Sumber Daya Insani (SDI),
lingkungan hidup dan pemberdayaan ekonomi umat, disebut juga sebagai
Pengembangan Masyarakat Islam.

1
Syamsuddin, Pengantar Sosiologi Dakwah (Jakarta : Kenacana, 2011) h. 7
2
llyas Ismail, filsafat Dakwah : Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, (Jakarta :
Kenacana, 2011) h. 9.
3
Rohmanur Aziz, “Dalam Paradigma Pemberdayaan Masyarakat Muslim”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol.5 No.16,
juli- Desember 2010, h.118.
yang formal dan terstruktur serta mengikuti system yang berlaku sesuai aturan dan norma
yang Dalam perspektif dakwah islam, pemberdayaaan disebut sebagai tamkin al-dakwah
yaitu aktifitas menyeru, memotivasi, memfasilitasi, memediasi dan mengadvokasi
masyarakat baik yang kaya (aghniya) ataupun yang miskin (fuqoro al-masakiin) untuk
saling menguatkan dengan perekat nilai-nilai kejujuran, keadilan, tanggung jawab,
kepedulian dan kasih sayang yang tentunya di ajarkan oleh islam sehingga tumbuh
kesatuan ummat (wahdat al-ummah) dalam perbedaan status social dan income proverty.
Pengertian tamkin yang diformulasikan sebagai bentuk transformasi, pada dasarnya
mengacu pada penjelasan kata makna yang diistimbath dari Q.S Al-A’raf ayat 10 dan
Q.S Al-kahf ayat 84 “Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka
bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan, amat sedikitlah
kamu bersyukur “ Q.S Al-Arf (7): 10. Serta” Sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu” Q.S. Al-kahf (18):84.

Dua ayat di atas dapat memberi pemahaman bahwa manusia disediakan sarana dan
memiliki potensi untuk memanfaatkan sumber daya yang telah di sediakan oleh Allah.
Manusia dalam hal ini diharuskan untuk melakukan upaya pengembangan dalam rangka
membangun diri dan masyarakatnya mencapai cita-cita kehidupan sesuai dengan aturan
Allah, sebagai wujud syukur kepadanya. Dalam konteks ini dakwah tatwhir merupakan
salah satu bagian perwujudannya.4

2. Paradigma Dakwah Struktural


Menurut Muhammad Noer, secara sederhana, dakwah struktural adalah
kegiatan dakwah yang menjadikan kekuasaan,birokrasi, kekuatan politik sebagai
alat untuk memperjuangkan islam. Dakwah struktural juga bisa dikatakan sebagai
proses dakwah yang mengedepankan pada poros dan fungsi struktural di
masyarakat. Dakwah struktrural tidak berawal dari inspirasi agent, dalam
terminologi sosiologi, melainkan kuasa system yang di produk untuk mengatur
masyarakat bawah.5
Sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan kewajiban dakwah. Dakwah
struktural dipahami sebagai pendekatanada dalam bidang tertentu.Sebagaimana
4
Mukhlis Aliyudin, “Pengembangan Masyarakat Islam Dalam Sistem Dakwah Islamiyah “Jurnal Ilmu
Dakwah, 2009:Vol.4.h.783.
5
Farhan, “Bahasa Dakwah Struktural dan Kultural Da’I Dalam Perspektif Dramaturgi “, Jurnal IAIN Nurul
Jadid Probolinggo, Vol.1 No.2, Juli-Desember 2014, H270
pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Sulthon , dalam kata pengantar
bukunya berpendapat bahwa sesuatu dapat di kategorisasikan sebagai dakwah
struktural jika betul-betul berdakwah secara serius dan intensif mengupayakan islam
menjadi bentuk dan mempengaruhi dasar negara.
Menurut Muhammad Sulthon kecenderungan dakwah ini sering kali
mengambil bentuk dan masuk kedalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif,
yudikatif dan legislatif serta bentuk-bentuk struktur social kenegaraan lainnya.
Aktifitas dakwah struktural bergerak memanfaatkan struktur sosial, politik, maupun
ekonomi para pelaku politik menjunjung tinggi nilai nilai keislaman dalam perilaku
mereka, serta penegakan ajaran islam menjadi tanggung jawab negara dan
kekuasaan.
3. Paradigma Dakwah Kultural
Dakwah kultural yaitu dakwah menggunakan alat budaya sosial budaya untuk
membangun moral masyrakat melalui kultural mereka. 6 Hal ini bisa dimaknai
bahwa dakwah seyogyanya mendahulukan habitus dan ritus yang lebih dulu ada
dibandingkan dengan tawaran konsep yang akan di indoktrinasikan terhadap
masyarakat. Karya kebudayaan masyarakat dianggap sebagai pintu masuk untuk
menjelaskan persamaan atau bahkan perbedaan terhadap konsep islam yang akan
ditawarkan. Model dakwah kultural yang demikian pernah di bumingkan oleh para
wali songo di tanah jawa dan pendakwah lainnya di nusantara. Mereka mengadopsi
kebudayaan sebagai alat untuk mengenalkan (dakwah) ajaran islam.
Pentingnya pendekatan dakwah kultural juga dinyatakan oleh budayawan
Emha Ainun Nadjib atau yang akrab di panggil Cak Nun menyebutkan bahwa
dakwah kultural dilapisan masyarakat dinilai adalah hal yang sangat penting.
Pasalnya masyarakat membutuhkan dakwah kultural tersebut sebagai upaya
menggali nilai kebudayaan bangsa yang berguna untuk penyaring derasnya arus
indrustrialisasi.karena keduanya memiliki dan tempatnya sendiri.sehingga tujuan
dakwah untuk membumikan nilai-nilai islami dalam hidup dan kehidupan manusia
dalam berbagai bisa terealisasikan.7
Bila struktural identic dengan partisipasi politik yang akan selalu berkaitan
dengan negara, maka kultural akan akan identik dengan urusan partisipasi

6
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 268.
7
Farhan, “Bahasa Dakwah Struktural dan Kultural Da’i Dalam Perspektif Dramaturgi”…h.271
keagamaan berkaitan dengan perilaku dan sikap individu dalam pengamalan ajaran
agamanya.

4. Paradigma Dakwah Irsyad


Karena pada dasarnya tidak semua aktifitas dakwah bisa dilakukan secara
massal.Banyak lahan dakwah individual dan kelompok / organisasi. Al-quran
banyak berbicara tentang dakwah antar individu. Problem: lemahnya pengakuan
masyarakat tentang profesi dakwah yang berbasis individual dan kelompok.
Efektifitas dakwah dan individual lebih baik dari pada dakwah secara massal.
Al-Quran menyebutkan istilah irsyad dan ramifikasinya sebanyak 19 kali
dalam 11 surat. Makna yang terkandung dari istilah irsyad dan ramifikasinya yaitu
petunjuk, jalan yang benar atau bimbingan dari Allah, kebenaran ajaran,
kemanfaatan, orang yang berakal dan cerdas. Bimbingan dalam islam berupaya
untuk dapat membangun karakter individu yang memiliki keimanan, ilmu
pengetahua,sikap percaya diri, optimisme dan tidak sombong.

B. Tujuan Dakwah Islam


Pada dasarnya kegiatan dakwah yang dilakukan haruslah memiliki tujuan
dan pencapain yang jelas. Mengingat semua ajaran islam harus tersampaikan
secara keseluruhan, mengetahui tujuan dakwah bagi seorang da’i adalah hal yang
wajib. Beberapa aktivitas dakwah yang dilakukan terkadang hanya diniatkan
untuk sekedar melaksanakan kewajiban dan tugas sebagai seorang da’i saja.
Setelah itu tidak ada proses timbal balik maupun evaluasi tentang metode, pesan
maupun keberhasilan penyampaian dakwah tersebut.
Hal ini tentu saja akan membentukan tujuan dakwah itu sendiri. Kareana
tujuan dakwah pada intinya adalah untuk menggiring sampai merubah berbagai
persepsi yang salah tentang Tuhan Yang Maha Esa, menuju pemikiran yang
jernih dan masuk akal bahwa Allah lah salah-satunya Tuhan yang wajib di Imani,
bahwa seluruh alam semesta alam hanya Allah lah yang dapat menciptakan dan
menghancurkannya juga soal aktivitas ibadah yang seharusnya hanya ditunjukan
kepada Yang Maha Agung Allah SWT serta mendorong manusia untuk yakin
bahwa ajaran islam adalah ajaran yang benar dan lurus. Secara mendasar itulah
tujuan dakwah islam yang harus dijalankan.
Tujuan dakwah menurut Masyhur Amin, dibagi menjadi dua bagian yakni
tujuan segi obyeknya dan tujuan dari segi materinya.
a.Tujuan dakwah dari segi obyeknya
1) Tujuan perorangan, yaitu terbentuknya pribadi muslim yang mempunyai
iman yang kuat , perilaku sesuai dengan hukum-hukum yang di syari’atkan Allah
SWT dan berakhlak karimah.
2) Tujuan untuk keluarga, yakni terbentuknya keluarga bahagia penuh
ketentraman dan cinta kasih antara anggota keluarga.
3) Tujuan untuk masyarakat, yaitu terbentuknya masyarakat yang sejahtera
yang penuh dengan suasana ke-islaman.
4) Tujuan untuk seluruh umat manusia, yaitu terbentuknya masyarakat dunia
yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan.
b. Tujuan dakwah dari segi materinya
1) Tujuan akidah, yaitu tentramnya suatu akidah yang mantap di setiap hati
seseorang, sehingga keyakinan-keyakinan tentang ajaran-ajaran islam tidak lagi
dicampuri dengan keraguan.
2) Tujuan hukum, yaitu kepatuhan setiap orang kepada hukum-hukum yang
disyari’atkan oleh Allah SWT.
3) Tujuan akhlak, yaitu terbentuknya muslim yang berbudi luhur dihiasi
dengan sifat-sifat yang terpuji dan bersih deari sifat yang tercela.

Anda mungkin juga menyukai