Laporan Pendahuluan CVD Uswah
Laporan Pendahuluan CVD Uswah
Laporan Pendahuluan CVD Uswah
Disusun oleh:
Uswatun Hasanah,S.Kep
1. Definisi
Cerebrovascular disorder (CVD) merupakan suatu terminologi yang
mengacu pada abnormalitas fungsi sistem saraf pusat yang terjadi ketika suplai
darah ke otak terhenti. Stroke merupakan bentuk CVD primer di Amerika
Serikat dan menjadi penyebab kematian ke 4 setelah penyakit jantung, kanker
dan penyakit sistem pernapasan bawah kronik (Hinkle & Cheever, 2014).
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa CVD, stroke atau
brain attack merupakan suatu gangguan fungsi otak yang terjadi akibat aliran
darah ke otak yang inadekuat akibat iskemia atau pecahnya pembuluh darah
otak (hemoragik).
2. Etiologi
Artherosklerosis (pengerasan dan penebalan arteri) merupakan
penyebab utama stroke. Artherosklerosis dapat menyebabkan pembentukan
trombus dan emboli. Artherosklerosis ini diawali oleh infiltrasi lipid yang
abnormal pada tunika intima arteri menjadi penumpukan lemak dan
membentuk plak. Penebalan plak lebih cepat terjadi pada arteri yang
mengalami peningkatan turbulensi aliran darah seperti pada daerah
percabangan arteri atau arteri yang berkelok-kelok. Plak yang rapuh karena
klasifikasi dengan mudah bisa ruptur yang merangsang terjadinya respons
inflamasi. Platelet dan fibrin dilepaskan dan melekat pada permukaan plak dan
menyebabkan penyempitan atau oklusi pada arteri. Plak yang ruptur atau
trombus ini juga dapat lepas mengikuti aliran darah dan penyebabkan
penyempitan pada pembuluh arteri bagian distal. Infark serebral timbul saat
terjadi sumbatan pada arteri dan suplai darah ke otak terganggu.
Sebagai akibat dari iskemia akan timbul berbagai gangguan metabolik
(ischemic cascade) seperti produksi ATP yang tidak adekuat, gangguan
homeostasis ion, pelepasan asam amino (misalnya glutamat) pembentukan
radikal bebas dan berakhir dengan kematian sel. Daerah yang disekililingi inti
iskemia disebut penumbra masih bersifat reversibel jika aliran darah yang
adekuat dapat dipulihkan segera (dalam waktu 3 jam), maka kaskade iskemia
dapat dihentikan dan mengurangi kerusakan otak dan kehilangan fungsi
neurologis.
3. Patofisiologi
Darah disuplai ke otak melalui dua pasang pembuluh darah arteri utama,
yaitu arteri carotis interna (sirkulasi bagian anterior) dan arteri vertebral
(sirkulasi bagian posterior). Percabangan arteri carotis sebagian besar
menyuplai darah ke lobus frontal, perietal, temporal, ganglia basalis, dan
sebagian diensefalon (thalamus dan hipotalamus). Percabangan utama dari
arteri carotis, yaitu arteri serebral medial dan arteri serebral anterior. Arteri
vertebral bersatu membentuk arteri basiler, dimana percabangan ini menyuplai
darah ke bagian tengah dan bawah lobus temporal, oksipital, cerebellum,
batang otak dan sebagian dari diensefalon. Cabang utama dari arteri basiler
adalah arteri serebral posterior. Sirkulasi serebral anterior dan posterior bersatu
membentuk sirkulus Willis oleh arteri komunis anterior dan posterior. Anomali
pada area ini umum terjadi sehingga sambungan pembuluh darah arteri tidak
terjadi.
Otak mendapat suplai darah secara terus-menerus untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan glukosa bagi neuron untuk dapat menjalankan
fungsinya. Aliran darah mesti tetap terjaga 750-1000 ml/menit (55 ml/100
gram jaringan otak), atau 20% dari cardiac output agar otak dapat berfungsi
optimal. Jika alirandarah ke otak terhenti secara total seperti pada kasus cardiac
arrest, dalam 30 detik akan terjadi perubahan metabolisme neurologis,
metabolisme terhenti dalam 2 menit dan dalam 5 menit akan terjadi kematian
sel otak.
Dalam keadaan normal, otak terlindung dari perubahan tekanan darah
arteri rat-rata dari tekanan darah sistemik lebih dari 50-150 mmHg melalui
mekanisme yang disebut autoregulasi. Mekanisme ini dilakukan dengan
merubah diameter pembuluh darah serebral sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah, sehingga aliran darah ke otak tetap konstan. Autoregulasi
serebral bisa mengalami kegagalan akibat iskemia serebral dan secara langsung
terjadi perubahan aliran darah serebral sebagai akibat dari perubahan tekanan
darah. Penumpukan CO2 akan menyebabkan vasodilatasi serebral dan
peningkatan kadar CO2 dalam darah akan mempengaruhi aliran darah ke otak
(peningkatan CO2 akan meningkatkan kebutuhan aliran darah ke otak dan
demikian sebaliknya). Kadar O2 yang rendah pada arteri (tekanan parsial O2
pada arteri kurang dari 50 mmHg) atau peningkatan konsentrasi ion hidrogen
juga menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi aliran darah ke otak, termasuk :
tekanan darah sistemik, cardiac output dan viscositas darah. Pada keadaan yang
normal, peningkatan kebutuhan oksigen ke otak dapat dipenuhi dengan
perubahan pada cardiac output, tonus vasomotor untuk mempertahankan
distribusi aliran darah ke kepala. Cardiac output akan berkurang sepertiga
sebelum terjadi penurunan aliran darah serebral. Perubahan viskositas darah,
maka aliran darah serebral dapat ditingkatkan.
Sirkulasi kolateral dapat terjadi sebagai upaya kompensasi ketika terjadi
aliran darah serebral. Jaringan otak berpotensi mendapatkan suplai darah ari
pembuluh darah yang lain saat terjadi hambatan pada pembuluh darah utama
seperti karena adanya trombosis. Dengan kata lain, otak membuat “rute
alternatif” supaya aliran darah tetap sampai pada bagian otak yang mengalami
injuri. Kemampuan sirkulasi pada setiap individu berbeda, bergantung dari luas
dan derajat kerusakan jaringan otak dan kehilangan fungsi neurologis ketika
stroke terjadi. Sebagai contoh, alirandarah pada sistem carotis interna dan
sistem basilar bersatu pada arteri komunis posterior. Pada situasi normal,
tekanan darah arteri sama dan darah tidak tercampur. Bagaimanapun, jika
terjadi oklusi pada satu pembuluh darah, maka pembuluh darah lain akan
mengalirkan darah kedaerah otak yang mengalami kerusakan untuk mencegah
terjadinya cerebrovascular accident.
Tekanan intra kranial (TIK) juga mempengaruhi oleh aliran darah
serebral. Peningkatan TIK disebabkan oleh adanya kompresi pada jaringan
otak dan penurunan aliran darah serebral. Satu dari empat tujuan dalam
perawatan pasien dengan stroke adalah mengurangi injuri sekunder yang
berhubungan dengan peningkatan TIK.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi neurologis antara stroke iskemik dan hemoragik tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Karena hal yang mendasari disfungsi
neurologis adalah kerusakan pada jaringan otak baik yang disebabkan oleh
iskemik maupun hemoragik. Manifetasi klinik pada penderita stroke tergantung
dari stroke. Stroke dapat mempengaruhi berbagai fungsi tubuh, termasuk
aktivitas motorik, eliminasi kandung kemih dan usus, fungsi tubuh, termasuk
aktivitas motorik, eliminasi kandung kemih dan usus, fungsi intelektual,
perubahan persepsi spasial, kepribadian, efek atau emosi, sensasi, menelan dan
komunikasi. Fungsi yang terganggu berhubungan dengan langsung dengan
arteri yang terlibat dan area otak yang disuplainya.
5. Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dan proses patofisiologis penyakit, stroke
diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi Stroke Kolaboratif (Lewis, et.al, 2011).
Preventif Kontrol masalah hipertensi
Kontrol masalah diabetes mellitus
Pengobatan penyakit jantung yang baik
Berhenti merokok
Batasi konsumsi alkohol
Terapi Obat Inhibitor Platelet, seperti Aspirin
Terapi antikoagulan untuk pasien dengan masalah
atrial fibrilasi
Terapi Pembedahan Endarterectomy arteri carotis
Stenting arteri carotis
Transluminal angioplasty
Extracranial-Intracranial bypass
Intervensi pembedahan terhadap risiko
perdarahan pada aneurisma
Perawatan Akut Penatalaksanaan airway
Terapi cairan
Pengobatan edema serebral
Pencegahan injuri sekunder
Stroke Iskemik Tissue plasminogen activator (tPA) intravena atau
intraarterial
Merci retriever
Stroke Hemoragik Tindakan pembedahan untuk dekompresi bila ada
indikasi
Clipping atau coiling aneurisma
8. Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan Teoritis
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan,
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak. Pada saat
pasien melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepti oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
f. Riwayat Psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran
samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS
<12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan
biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis
dengan GCS 13-15
2. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan Darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole >140 dan diastole
>80
b. Nadi
Biasanya nadi normal
c. Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal): biasanya pasien baru bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien kome. Ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, pasien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus
VII (facialis): biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
5. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, slera ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus):
biasanya luas pandang baik 90º, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat nilai jika
pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen): biasanya hasilnya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan.
6. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius):
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman
antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus):
biasnaya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung.
7. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma
akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir
kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis): biasanya lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal): biasanya ovalue yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus):
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
8. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas.
9. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (Vagus) : biasanya pasien stroke
hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku
kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).
10. Thoraks
a) Paru-paru
Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : Biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: Biasanya suara normal (Vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : Biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : Biasanya batas jantung normal
Auskultasi : Biasanya suara vesikuler
11. Abdomen
Inspeksi : Biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : Biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : Biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : Biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan refleks dinding perut pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12. Ektremitas
a) Atas
Biasanya terpasanginfus bagian dextra/sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-))
dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan
supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi
reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky 1 kaki pasien fleksi bluedzensky (+). Pada saat
telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek
babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki
juga tidak berespon (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering
digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas
dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek
gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur
tidak bereaksi saat diketukan (reflek patella (+)).
Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak 1
didapatkan gerakan pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut.
Didapatkan gerakan, tapi gerakan tidak mampu 2
melawan gaya berat (gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 3
Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula 4
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Sumber: Debora, 2013 Nilai Kekuatan otot
h. Test Diagnostik
1. Radiologi
a. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma.
b. Lumbal Pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intraknial.
c. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak.
d. Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis)
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.
2. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Seperti Hb, Leukosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk
mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan
leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit
diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
b. Test Darah Koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu : prothrombin
time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized
Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpulan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek aoakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitupun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk
melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
i. Pola Kebiasaan sehari-hari
1. Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minuman beralkohol.
2. Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan
berat badan.
3. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
adanya kejang otot/nyeri otot
4. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktivitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori, hemiplegi atau kelumpuhan
5. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6. Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif
9. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Defisit perawatan diri
10. Intervensi Keperawatan
No Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko perfusi Setelah dilakukan Observasi
serebral tidak pengkajian selama 1x24 - Identifikasi peningkatan
efektif jam didapatkan kriteria tekanan intracranial
hasil: - Monitor peningkatan TD
- Tingkat kesadaran - Monitor penurunan
meningkat frekuensi jantung
- Gelisah menurun - Monitor ireguleritas
- Tekanan darah irama nafas
membaik - Monitor penurunan
tingkat kesadaran
- Monitor perlambatan atau
ketidak simetrisan respon
pupil
- Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam
rentang yang
diindikasikan
- Monitor tekanan perfusi
serebral
- Monitor jumlah
kecepatan dan
karakteristik, draina
secairan serebrospinal
- Monitorefek stimulus
terapeutik
- Ambil sampel drainase
cairan serebrospinal
- Kalibrasi transduser
- Pertahakankan sterilitas
sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala
dan leher netral
- Dokumentasikan hasil
pemantauan jika perlu
- Atur interva pemantauan
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2 Gangguan Setelah dilakukan Observasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan - Identifikasi adanya nyeri
selama 1x24 jam, atau keluhan fisik lainnya
diharapkan mobilitas - Identifikasi toleransi fisik
fisik pasien meningkat - Monitor frekuensi
kriteria hasil : jantung dan tekanan
- Pergerakan ekstremitas darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
- Kekuatan otot - Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
- Rentang gerak (ROM) mobilisasi
meningkat Terapeutik
- Nyeri menurun - Fasilitas aktivitas
- Kecemasan menurun mobilisasi dengan alat
- Kaku sendi menurun bantu (mis. pagar tempat
- Gerakan tidak tidur)
terkoordinasi menurun - Fasilitas melakukan
- Gerakan terbatas pergerakan, jika perlu
menurun - Libatkan keluarga untuk
- Kelemahan fisik membantu pasien dalam
menurun meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Ajarkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi)
11. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
12. Evaluasi
Adapun hasil yang ingin dicapai yaitu mencapai masa penyembuhan
tepat waktu, mempertahankan tingkat kesadaran, tidak mengalami kejang,
melaporkan nyeri berkurang, mencapai kembali atau mempertahankan
posisi fungsional optimal kekuatan, serta tampak rileks dan melaporkan
ansietas berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Associaton. (2017). Heart Disease and Stroke Statistic 2017 at a
Glance. https://www.heart.org/ide/groups/ahamah-
public/@wem/@sop/@smd/documents/downloadable/ucm_491265.pdf
Diakses 25 Mei 2017.
Benjamin, Emelia. J., et.al (2017). AHA Statistical Update: Heart Disease and
Stroke Statistics-2017 Update A Report From the American Herat
Association. DOI: 10.1161/CIR.0000000000000485.
http://circ.ahajournals.org
DeWit, Susan C., Candice K. Kumagai. (2013). Medical Surgical Nursing
Concept & Practice. Second Edition St. Louis, Missouri: Elsevier
Saunders.
Heuther, Sue E., Kathryn L. McCance. (2017). Understanding Pathophysiology.
Sixth Edition, St. Louis, Missouri: Elsevier.
Hemphill III. J. Claude., et. Al (2015). AHA/ASA Guideline: Guidelines for the
Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrahage A Guideline for
Hearthcare Professionals From the American Heart Association/American
Stroke Association. DOI: 10.1161/STR.0000000000000069.
http://stroke.ahajournals.org
Lewis, Sharon L., et.al (2011). Medical Surgical Nursing. Assessment and
Management of Clinical Problems. Eight Edition. Volume 2. St. Louis,
Missouri: Elsevier Mosby
Zomorodi, Meg. (2016). Nursing Management Stroke.
https://nursekey.com/nursing-management-stroke/. Diakses 28 Mei 2017.