Laporan Pendahuluan Stroke

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“STROKE HEMORARGIK”

Dosen Pembimbing:

Kurniawati, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Riza Qomarullah
(7420049)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
TAHUN AKADEMIK
2021
BAB I

KONSEP TEORI

1. Pengertian
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya
stroke ini dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti
“memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA
atau cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan
otak. Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik adalah pembuluh
darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009).

2. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik)
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya
tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan
tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.
Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon
yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi, 2011).
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke
(Arum, 2015) diantaranya :
a. Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku.
Pelaku menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahrag
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
2) Penyakit jantung
3) Diabetes mellitus
4) Hiperkolesterlemia
5) Obesitas Obesitas
6) Merokok
3. Manifestasi
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian
mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada
stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
e. Disatria (bicara cedel atau pelo)
f. Gangguan penglihatan, diplopia
g. Disfagia Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.
h. Inkontinensia
i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial,
edema serebri
4. Klasifikasi
a. Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke
dalam jaringan otak (Junaidi, 2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari
tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari
rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011)
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%)
dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital,
angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan), kelainan
hematologic (misalnya trombositopenia,
5. Patofisiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa karena
jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti halnya pada
otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar
25% suplay oksigen dan 70%glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan
terjadi iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan
perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika
aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar
dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak
terganggu lebih dari 4 menit.
(Tarwoto, 2013) Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan
melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme
autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak untuk
pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah
bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan.
Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi (Tarwoto, 2013) a. Mekanisme anastomis Otak diperdarahi melalui 2 arteri
karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis
eksterna. Karotis interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis eksterna
memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri vertebralis berasal dari arteri
subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang
yang dibentuk oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan
c1. Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri vertebra
bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2 arteri serebral
posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian
lateral lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan vertebrabasilaris
merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya
disatukan oleh pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri
serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior
dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan
penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis. b.
Mekanisme autoregulasi Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk
metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-menerus. Aliran darah
serebral dipertahankan dengan kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral
konstan ini dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam
rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat. Terjadinya stroke
sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran darah otak, baik karena
sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak menimbulkan tidak
adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya
karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh
untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan vasodilatasi memberi
efek pada tekanan intracranial. Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan
menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan dapat pulih
kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode anoxia (tidak ada
oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi perubahan
permanen antara 3-10 menit anoksia.
6. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan,
b) Terapi oksigen
c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan pemberian
makanan
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi
sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program manajemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
b) Diuretic : manitol 20%, furosemid
c) Antikolvusan : fenitoin Sedangkan menurut Batticaca (2008)
8. Pathway
BAB 2

KONSEP ASKEP

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan
sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah
pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi
dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan
napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap
kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada
Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat
diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang
baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai
jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya
hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII
(akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII
(facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan
dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya
ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan
pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya
pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara
keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami
gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1
(+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor) Auskultasi: biasanya suara (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan
reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu
< 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon
tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri
pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak
mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari
kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari
atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+))
dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa
(reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya
pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan
cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah.
Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau pada
intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit.
b) Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized
Ratio (INR) dan agregasi trombosit.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat,
dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda
pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke
dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014).
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada
pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d stroke
b. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
c. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
d. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal
3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan pada kasus Stroke Hemorargik berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia sebagai berikut:

No Diagnosa Tujuan SLKI SIKI


. Keperawatan
1. Resiko perfusi Setelah dilakukan Perfusi Serebral L.02014 Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
serebral tidak tindakan keperawatan 1. Tingkat kesadaran I.06194
efektif d.d stroke dalam waktu 2 x24 jam meningkat (5) 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
diharapkan perfusi 2. Tekanan intrakranial gangguan metabolisme, edema serebral)
serebral meningkat. menurun (5) 2. Monitor status pernapasan
3. Demam menurun (5) 3. Berikan posisi semi fowler
4. Kesadaran membaik (5) 4. Pertahankan suhu tubuh normal
5. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulan
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Tingkat Nyeri: Menejemen nyeri
agen pencedera tindakan keperawatan 1. Kemampuan menuntaskan Observasi :
fisiologis dalam waktu 3 x24 jam aktivitas meningkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
diharapkan tingkat nyeri 2. Keluhan nyeri menurun kualitas,, intensitas atau berat nyeri, dan faktor
menurun. 3. Meringis menurun pencetus
4. Sikap protektif mrnurun 2. Identifikasi skala nyeri
5. Gelisah menurun 3. Identikasi respons nyeri non verbal
6. Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi faktor yang dapat memperberat dan
7. Menarik diri menurun memperingan nyeri
8. Berfokus pada diri sendiri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
menurun nyeri
9. Diaphoresis menurun
10. Perasaan depresi menurun Terapeutik :
11. Perasaan takut mengalami 1. Berikan Teknik non farmakologi untuk
cedera berulang menurun mengurangi rasa nyeri (mis TENS, hiposis,
12. Anoreksia menurun akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
13. Ketegangan otot menurun aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
14. Mual menurun kompres hangat/dingin, terapi bermain)
15. Muntah menurun 2. Berikan terapi murottal Al-Quran
16. Frekuensi nadi membaik 3. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
17. Pola nafas membaik (mis kebisingan, pencahayaan, suhu ruangan)
18. Tekanan darah membaik 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
19. Pola tidur membaik pemilihan strategi meredakan nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi :
1. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
2. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
3. Ajarkan Teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
5. Jelaskan stretegi meredakan nyeri
6. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik

3. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Status nutrisi L.03030 Manajemen nutrisi I.03119
ketidakmampuan tindakan keperawatan 1. Porsi makan yang di 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan dalam waktu 2 x 24 jam habiskan meningkat (5) 2. Monitor berat badan
diharapkan status nutrisi 2. Diare menurun (5) 3. Erikan makanan tinggi serat untuk mencegah
membaik. 3. Berat badan membaik (5) konstipasi
4. IMT membaik (5) 4. Ajarkan diet yang di programkan
5. Nafsu makan membaik (5) 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
6. Membran mukosa jumlah kalori dan jenis nutrien yang di butuhkan
membaik (5)

4. Gangguan Setelah dilakukan Mobilitas fisik L.05042 Dukungan mobilisasi I.05173


mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan 1. Pergerakan ekstremitas Observasi
gangguan dalam waktu 3x24 jam meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
muskuloskeletal diharapkan mobilitas 2. Kekuatan otot meningkat lainnya
fisik meningkat 3. Rentang gerak (ROM) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
meningkat Terapeutik
4. Nyeri menurun 1. Fasilitasi melakukan pergerakan
5. Kelemahan fisik menurun 2. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi


keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang
ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan stroke.
Yogyakarta: Dianloka
Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
Robinson, J.M., & Saputra, L. 2014. Visual Nursing (Medikal-Bedah) Jilid 1 (Martha
Ardiaria, Penerjemah). Tangerang: Binarupa Aksara
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan. Jakarta:
CV.Sagung Seto.
Tim Pokja PPNI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia, edisi
1.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja PPNI DPP PPNI. 2016. Standart Luaran Keperawatan Indonesia, edisi 1.Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja PPNI DPP PPNI. 2016. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia, edisi
1.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai