LP Post SC Peb
LP Post SC Peb
LP Post SC Peb
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Prof Ners
Stase Keperawatan Maternitas
OLEH :
MISLAWATI, S.Kep
NIM. 21.300.0230
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Prof Ners
Stase Keperawatan Maternitas
OLEH :
MISLAWATI S.Kep
NIM. 21.300.0230
Mengetahui
b. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian sangat subjektif,
tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluatif secara
kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat
memicu stimulasi nociceptor.
c. Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan adanya intensitas
nyeri yang dapat memengaruhi seseorang menahan nyeri.
Faktor yang dapat memengaruhi peningkatan toleransi nyeri
antara lain alcohol, obatobatan, hipnotis, gesekan atau
garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan
lain-lain. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara
lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tak
kunjung post partum normalang, sakit, dan lain-lain.
d. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons
seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas,
menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk
respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti: arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa
lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan
mental,takut, cemas, usia, dan lain-lain.
2.1.2 Etiologi
4. Bayi Kembar
2) Presentasi muka
3) Presentasi dahi
b. Letak Sungsang
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial: kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas dibagi menjadi: ringan yaitu suhu meningkat
dalam beberapa hari, sedang yaitu suhu meningkat lebih
tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung,
berat yaitu peritonitis, sepsis dan usus paralitik.
2. Perdarahan: perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau
karena atonia uteri.
3. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan yang akan
datang.
4. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain: luka kandung
kemih, dan embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
2. Diet
3. Mobilisasi
4. Fungsi gastrointestinal
6. Perawatan Perineum
2.2.2 Klasifikasi
Dibagi dalam 2 golongan :
1. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada
posisi rebah terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan
diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30
mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan
berat badan 1 kg atau lebih perminggu.
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif
1+atau 2+ pada urin kateter atau midstream ( Ida
Bagus.1998).
2. Pre-eklampsi berat:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
c. Oliguria, jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d. Keluhan subjektif :
1) Nyeri di epigastrium
2) Gangguan penglihatan
3) Nyeri kepala
4) Edema paru dan sianosis
e. Pemeriksaan :
1) Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
2) Perdarahan pada retina
3) Trombosit kurang dari 100.000/mm ( Ida Bagus. 1998).
4. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin.
5. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu
(WHO). Penelitian lain kekurangan kalsium berhubungan
dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih
tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
6. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
7. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah,
namun merokok selama hamil memiliki resiko kematian janin
dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup
selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi
dalam kehamilan.
8. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada
kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada
monozigotik.
9. Diabetes mellitus
Angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan
pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan
ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya.
2.2.4 Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The
Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan dengan
terjadinya preeklampsia adalah :
1) Faktor TrofoblastSemakin banyak jumlah trofoblast semakin
besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada
kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung
pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia
membaik setelah plasenta lahir.
2) Faktor ImunologikPreeklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya.
Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang
tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta.
Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking
Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada
kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi. Fierlie FM
(1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a. Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia
mempunyai komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system
komplemen pada Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan
proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa
pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan
aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia, tetapi tidak ada
bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan
Preeklampsia.
3) Faktor Hormonal
5) Faktor Gizi
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu
24 jam
2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi
edema
3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui
adanya fetal distress
4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai
syarat pemberian SM ( jika refleks + )
b. Pemeriksaan penunjang
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau
tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
2) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau
midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau
+1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
3) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
4) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda
adanya kelainan pada otak
5) USG ; untuk mengetahui keadaan janin
6) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
Pain Management
1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengungkapkan pengalaman nyeri dan
penerimaan klien terhadap respon nyeri
4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup( napsu makan, tidur, aktivitas,
mood, hubungan sosial)
5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri
6. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan
lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah
dilakukan
7. Berikan informasi tentang nyeri termasuk
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang,
antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon ketidaknyamanan klien( suhu ruangan,
cahaya dan suara)
9. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat
meningkatkan pengalaman nyeri klien( ketakutan,
kurang pengetahuan)
10. Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi
(distraksi, guide imagery, relaksasi)
11. Kolaborasi pemberian analgesic
2. Nyeri persalinan Pain level, Pain control Pain Management
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk
ekspulsi fetal keperawatan selama 1 x 15 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
(pengeluaran bayi) menit nyeri teratasi dengan: intensitas nyeri dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
kriteria hasil: 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengungkapkan pengalaman nyeri dan
1. Mampu mengontrol nyeri
penerimaan klien terhadap respon nyeri
2. Menyatakan rasa nyaman
4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap
3. Mengungkapkan penurunan
kualitas hidup( napsu makan, tidur, aktivitas,
nyeri
mood, hubungan sosial)
4. Menggunakan tehnik yang
5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri
tepat untuk mempertahankan
6. Lakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan
kontrol nyeri.
lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah
dilakukan
7. Berikan informasi tentang nyeri termasuk
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan hilang,
antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon ketidaknyamanan klien( suhu ruangan,
cahaya dan suara)
9. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat
meningkatkan pengalaman nyeri klien( ketakutan,
kurang pengetahuan)
10. Ajarkan cara penggunaan terapi non
farmakologi (distraksi, guide imagery, relaksasi)
Infection protection
1. Monitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan
bau luka
2. Bersihkan luka dengan normal salin
3. Rawat luka dengan konsep steril
4. Ajarkan klien dan keluarga untuk melakukan
perawatan luka
5. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala dari infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
7. Resiko gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Beri kesempatan ibu untuk melakukan perawatan
proses parenting b/d keperawatan dalam 1 x 24 jam bayi secara mandiri.
kurangnya diharapkan Gangguan proses b. Libatkan suami dalam perawatan bayi.
pengetahuan tentang parenting tidak ada. c. Latih ibu untuk perawatan payudara secara
cara merawat bayi. Kriteria hasil: mandiri dan teratur.
1. ibu dapat merawat bayi secara d. Motivasi ibu untuk meningkatkan intake cairan
mandiri (memandikan, dan diet TKTP.
menyusui, merawat tali e. Lakukan rawat gabung sesegera mungkin bila
pusat). tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, Emmelia AF. 2017. Bahan Ajar Kuliah Maternitas Sectio Caesaria.
Program Studi Ilmu Keperawatan. Banjarbaru: Fakultas Kedokteran.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC