Literatur Reviw
Literatur Reviw
Literatur Reviw
PENDAHULUAN
pasien yang bersifat individual. Instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis
intensif.
Unit perawatan intensif merupakan suatu unit yang telah dirancang untuk
kompleks. Hampir lima juta orang dirawat di unit perawatan intensif setiap
keperawatan yang dilakukan secara rutin oleh perawat ICU. Namun, prosedur
tersebut sering mengakibatkan pasien merasa nyeri dan sangat tidak nyaman.
mereka berada pada skala sedang sampai parah, baik saat istirahat maupun
berhubungan dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang
bahwa nyeri adalah stressor yang sering terjadi di Ruang perawatan intensif,
1
tingginya tingkat nyeri yang tidak terkontrol sangat umum terjadi di ruang
perawatan intensif.
satu gejala yang paling umum muncul pada pasien sakit kritis dan dialami oleh
setiap pasien dalam cara yang unik. Diperkirakan 71 % dari pasien masih ingat
akan pengalaman nyeri yang pernah mereka rasakan selama dirawat. Sebuah
yang paling sering terjadi pada pasien yang terpasang ventilator dan bersifat
individual dengan pengalaman nyeri yang berbeda- beda. Hampir lima juta
pasien yang dirawat di ruang intensif, 71% diantaranya mengalami rasa nyeri
selama perawatan (Stites, 2008). Rasa nyeri yang terjadi pada pasien dewasa
dari terapi dan prosedur yang diberikan pada pasien (Cade, 2008). Prosedur
posisi pasien, penghisapan lendir dari trakea pada pasien dengan ventilasi
(Puntilo et al, 2004; Dunn et al, 2009; Alderson et al, 2013; Sutari et al, 2014).
Penilaian nyeri yang sistematis dan konsisten dibutuhkan pada pasien kritis
2
yang terpasang ventilator (Rahu et al, 2010). Akan tetapi, sebagian besar
(Coyer et al, 2007). Penilaian tersebut dapat dilihat dari indikator perilaku,
penelitian yang dilakukan pada 1144 pasien di Intensive Care Unit (ICU)
dimana 513 pasien dilakukan penilaian nyeri dan 631 tidak dilakukan
11 hari, p < 0.01) dan mengurangi lama perawatan di ICU (13 hari vs 18 hari,
p < 0.01) (Puntilo et al, 1997, Payen et al, 2009). Beberapa penelitian yang
telah dipublikasikan (Gelinas et al, 2006; Payen et al, 2001; Gelinas et al,
2011). Akan tetapi, perlu dilakukan studi literatur lebih lanjut terkait validasi
mekanik yang tidak mampu melaporkan rasa nyeri yang dirasakan, atau pada
mereka yang mungkin mampu melaporkan rasa nyeri namun tidak dapat
untuk megukur skala nyeri berbasis perilaku untuk menilai nyeri pada pasien
3
tersebut didasarkan pada identifikasi perilaku, seperti ekspresi wajah,
Nyeri benar-benar subjektif, dan Gold standar penilaian nyeri adalah laporan
intensitas nyeri pasien, dan rumah sakit nasional telah menerapkan kebijakan
dan prosedur menguraikan penggunaan instrumen ini. Alat yang paling umum
digunakan pada pasien yang mampu mengukur rasa sakit mereka adalah skala
nyeri Wong-Baker FACES rating atau Skala Nyeri dari Ekspresi Wajah yang
nyerinya tetapi tidak dapat mengukurnya. Alat ini membantu dengan memilih
ekspresi wajah yang paling mencirikan diri mereka pada saat nyeri. Namun,
penilaian tersebut, dan ini merupakan tantangan yang signifikan bagi tim
kesehatan yang harus memastikan sakit yang diderita guna pengobatan tepat.
scale, BPS dan CPOT. Instrumen pengkajian CPOT memiliki nilai validitas
dan reliabilitas yang lebih tinggi daripada keempat instrumen lainnya. Kelima
4
semua instrumen nyeri pada pasien kritis dewasa Berdasarkan ulasan tersebut,
ventilator
1.2 Tujuan
Literatur Review ini bertujuan untuk mengetahui Cara Menilai Nyeri Pada
mahasiswa mampu :
2. Mengetahui hasil penelitian dari jurnal utama tentang Cara Menilai Nyeri
3. Mengetahui hasil penelitian dari jurnal penunjang tentang Cara Menilai Nyeri
1.3 Manfaat
Menambah teori mengenai Cara Menilai Nyeri Pada Pasien Tidak Sadar
dan diharapkan literatur ini dapat dijadikan sebagai perkembangan teori yang
dapat diterapkan dalam teori tambahan dan aplikasi dalam asuhan keperawatan.
5
Menambah wawasan mengenai Cara Menilai Nyeri Pada Pasien Tidak
Mm.Dunda.Limboto
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tahun 2016.
yakni sistem harvard, nama belakang penulis pertama koma tahun. Semua rujukan
penelitian crossectional, before and after study dan observational study. Hasil
pengkajian nyeri yaitu, NVPS, P.A.I.N, Comfort scale, BPS dan CPOT. Instrumen
pengkajian CPOT memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang lebih tinggi
telah diukur validitas dan reliabilitasnya, namun belum pernah dilakukan uji
sensitivitas dan spesifisitas dari semua instrumen nyeri pada pasien kritis dewasa
7
menggunakan simple random sampling. Analisa data yang digunakan
menggunakan uji statistik non parametrik, yaitu uji Wilcoxon dan Mann-Whitney.
Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian pada jurnal ini adalah
dan interpretasi.
Merumuskan atau menyusun sesuai topik yang akan diambil dalam bentuk
yang tepat. Dalam pemformulasian masalah yang dibahas, ditulis dalam bentuk
tinjauan pustaka yang mengacu pada jurnal atau hasil studi pustaka. Penulisan
yang bersifat individual. Instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis dewasa
telah diteliti validitas dan reliabilitasnya, akan tetapi diperlukan penelitian terbaru
menerima perawatan yang menyebabkan rasa nyeri. Nyeri merupakan gejala yang
paling sering terjadi pada pasien yang terpasang ventilator dan bersifat individual
8
dengan pengalaman nyeri yang berbeda- beda. Hampir lima juta pasien yang
perawatan (Stites, 2008). Rasa nyeri yang terjadi pada pasien dewasa yang
dan prosedur yang diberikan pada pasien (Cade, 2008). Prosedur keperawatan
penghisapan lendir dari trakea pada pasien dengan ventilasi mekanik, penggantian
balutan luka dan pemasangan ataupun pelepasan kateter (Puntilo et al, 2004; Dunn
et al, 2009; Alderson et al, 2013; Sutari et al, 2014). Penilaian nyeri yang
sistematis dan konsisten dibutuhkan pada pasien kritis yang terpasang ventilator
(Rahu et al, 2010). Akan tetapi, sebagian besar pasien yang terpasang ventilator
penilaian nyeri yang terstandar (Coyer et al, 2007). Penilaian tersebut dapat dilihat
dari indikator perilaku, penelitian yang dilakukan pada 1144 pasien di Intensive
Care Unit (ICU) dimana 513 pasien dilakukan penilaian nyeri dan 631 tidak
dilakukan penilaian nyeri menunjukkan hasil bahwa pada pasien yang dilakukan
hari, p < 0.01) dan mengurangi lama perawatan di ICU (13 hari vs 18 hari, p <
0.01) (Puntilo et al, 1997, Payen et al, 2009). Beberapa penelitian yang berkaitan
dipublikasikan (Gelinas et al, 2006; Payen et al, 2001; Gelinas et al, 2011). Akan
tetapi, perlu dilakukan studi literatur lebih lanjut terkait validasi dari instrumen
nyeri pada pasien dengan ventilator. Berdasarkan ulasan tersebut, penulis perlu
9
bertujuan untuk mengidentifikasi validitas dan reliabilitas instrumen pengkajian
Metode
Comfort Scale, Behavioural pain scale (BPS), dan Critical-Care Pain Observasion
Tool (CPOT).
pada tahun 2003 yang digunakan untuk mengukur nyeri pada pasien dewasa
Cry, Consolability). Komponen dari NVPS antara lain 3 indikator perilaku dan
Penilaian dari masing- masing indikator tersebut dari skor 1 sampai 2 dengan
total skor 0 (tidak nyeri) dan 10 (nyeri maksimal). Penelitian Odher et al (2003)
dengan subjek penelitian pasien dewasa yang mengalami luka bakar, hasil
yang cukup tinggi untuk menilai nyeri pada pasien dewasa, kekurangan NVPS
adalah instrumen hanya dapat digunakan pada pasien yang tidak sadar dan
tersedasi.
10
b. Pain Assessment and Intervention Notation Algorithm (P.A.I.N.) P.A.I.N
digunakan untuk menilai nyeri pasien post operasi di ICU yang terintubasi dan
menilai ada tidaknya nyeri pada pasien post operasi, dimana indikator perilaku
pasien dinilai dengan skala Numeric Rating Scale (NRS) dari skor 0- 10. Hasil
indikator perilaku dengan penilaian NRS oleh perawat dengan nilai r= 0.24-
waktu yang lama untuk menilai nyeri pada pasien karena tersiri dari 12
perilaku dinilai dari skala NRS yang dilihat dari sudut pandang perawat dengan
skor 0-10.
untuk mengukur tingkat distres psikologis pada pasien kritis anak- anak
dibawah usia 18 tahun dan dewasa yang tersedasi dan terpasang ventilator
(Ambuel et al, 1992; Azhkenazy et al, 2011). Komponen penilaian dari comfort
darah dan denyut nadi. Setiap item diukur dengan skala dari 1- 5, dimana 1
11
Penelitian Azhkenazy et al (2011) dilakukan pada pasien yang terpasang
ventilator dengan usia dewasa lebih dari 18 tahun menunjukkan bahwa nilai
instrumen tersebut memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang sedang jika
d. Behavioral Pain Scale (BPS) Behavioral Pain Scale (BPS) adalah instrumen
pengkajian nyeri pada pasien kritis yang dikembangkan oleh Payen et al tahun
a. ekspresi wajah,
Skor dari masing- masing item tersebut antara skor 1-4, dengan nilai total dari
BPS berada dalam rentang skor 3 (tidak nyeri) sampai skor 12 (sangat nyeri).
memiliki nilai reliabilitas dengan cronbach alfa 0.72, nilai interrater reliability
antar 3 observer sebesar 0.95, dan nilai validitas sebesar P <0.001. Penelitian
dilakukan perubahan posisi dengan Cronbach alpha 0.64 dan nilai interrater
posisi. Penelitian lain Ahlers et al (2008) membandingkan antara BPS dan NRS
12
oleh perawat pada 113 pasien kritis dengan ventilator, hasilnya menunjukkan
bahwa nilai construct validity dengan r=0.55, P<.001 ketika BPS dibandingkan
dengan nilai NRS perawat dan nilai interrater reliability 0.67 (95% CI, 0.54-
dari instrumen BPS adalah dapat digunakan pada pasien yang terintubasi dan
tidak terintubasi pada pasien kritis di ICU dengan nilai validitas dan reliabilitas
Gelinas et al pada tahun 2006. Instrumen pengkajian nyeri tersebut terdiri dari
4 item penilaian, setiap item memiliki kategori yang berbeda, yaitu ekspresi
untuk pasien terintubasi dan pasien yang tidak terintubasi. Jumlah skor yang
memiliki nilai inter-rater reliability yang cukup tinggi yang dinilai pada saat
pasien istirahat dengan nilai 0,95- 1 dan setelah prosedur dengan nilai 0,86-1.
nilai inter-rater reliability sebesar 0,981 (Gelinas et al, 2006; Marmo, 2009).
saat pasien istirahat dan prosedur alih baring dengan nilai discriminant validity:
Mean score saat istirahat 0.27 (SD,0.64); selama prosedur 1.93 (SD, 1.41).
Sedangkan, nilai reliabilitasnya dengan uji Kappa dengan nilai 0.97- 1. Hal ini
Kelebihan dari CPOT adalah dapat digunakan untuk pengkajian nyeri pada
13
pasien bedah dan non bedah yang ditunjukkan dengan nilai interrater reliability
pada pasien dengan agitasi dan delirium pada pasien kritis di ICU.
secara elektronik dengan menggunakan beberapa database, antara lain sage, sience
atas dengan database sage, sience direct, proquest dan google scholar. Artikel
fulltext dan abstrak yang diperoleh, direview untuk memilih artikel yang sesuai
diidentifikasi. 1 artikel utama dan 5 artikel yang sesuai, disajikan dalam tabel.
PEMBAHASAN
Hasil dari studi literatur ditemukan 5 instrumen pengkajian nyeri pada pasien
kesamaan untuk mengkaji nyeri pasien kritis dewasa dengan ventilator. Pada 3
instrumen NVPS, P.A.I.N, dan comfort scale memiliki beberapa kesamaan yaitu
perilaku dan fisiologis yang digunakan untuk menilai nyeri pasien kritis dewasa
14
tersebut memiliki indikator fisiologis berupa tanda- tanda vital, dimana indikator
tersebut kurang sensitif untuk menilai adanya nyeri pada pasien kritis yang
pedoman utama dalam menilai nyeri pada pasien kritis dewasa. Hal tersebut
dikarenakan tanda- tanda vital pasien bersifat fluktuatif, sehingga tidak dapat
menggambarkan adanya nyeri pada pasien kritis. Nilai dari tanda- tanda vital
dapat meningkat, menurun atau stabil selama prosedur yang menyebabkan nyeri
(Arroyo et al, 2008; Payen JF, 2009). Hal ini terlihat dari hubungan antara
fluktuasi tanda- tanda vital dengan skor perilaku dan pelaporan nyeri secara verbal
bersifat lemah (Aissaoui et al, 2005; Gelinas et al, 2014). Sebagian besar
nyeri yang memiliki nilai reliabilitas dan validitas yang lebih tinggi. Penelitian
untuk mengukur nyeri pada pasien dewasa yang terpasang ventilator dengan
dari subjektivitas perawat. Namun, tidak signifikan hubungan antara BPS dengan
variabel fisiologis dengan nilai r= 0.16 (P= 0.13) untuk denyut jantung dan r= -
0.02 (P= 0.84) untuk MAP. Secara menyeluruh indikator perilaku lebih baik
menggambarkan adanya nyeri pada pasien (Gelinas et al, 2008). Selain BPS,
instrumen pengkajian nyeri lainnya yang memiliki nilai validitas dan reliabilitas
lebih tinggi adalah CPOT. Instrumen CPOT memiliki empat domain berkaitan
dengan perilaku dan dipergunakan untuk menilai nyeri pada pasien dewasa yang
15
terpasang ventilator atau tanpa ventilator pada kasus bedah, medikal dan trauma di
ICU. CPOT memiliki nilai discriminant validity yang cukup bagus dengan
mengobservasi pasien saat istirahat dan selama prosedur yang menyebabkan nyeri
dengan nilai interrater reliability cukup tinggi yaitu 0.52- 0.88 (Payen et al, 2001;
Gelinas et al, 2006). Selain itu, CPOT juga telah diuji sensitivitas dan
spesifisitasnya dengan gold standard pelaporan nyeri secara verbal oleh pasien
yang telah diekstubasi dengan hasil nilai sensitivitas 86% dan nilai spesifisitas
78% (Gelinas et al, 2009). Akan tetapi, CPOT tidak digunakan untuk menilai
tingkat nyeri, namun untuk mendeteksi adanya nyeri pada pasien kritis dewasa
dengan ventilator. Metode validasi untuk menilai tingkat nyeri pada pasien tidak
berhasil (Pasero, 2005). Diantara kelima instrumen pengkajian nyeri tersebut, BPS
dan CPOT merupakan instrumen pengkajian nyeri yang valid dan reliabel untuk
menilai adanya nyeri pada pasien kritis dewasa yang tidak mampu melaporkan
nyeri secara verbal. Nilai reliabilitas dan validitas pada instrumen BPS dan CPOT
lebih tinggi dari ketiga instrumen lainnya. Akan tetapi, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa CPOT memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang lebih
tinggi daripada BPS. Kelebihan instrumen pengkajian nyeri CPOT lebih spesifik
verbal dan telah diimplementasikan pada pasien dengan kasus trauma kepala,post
16
No Nama Jurnal 3
1 Sriwahyuningsih. Studi Literatur: Instrumen Pengkajian Nyeri Pada Pasien 2016
(CPOT) dan Wong-Baker Faces Pain Rating Scale dalam menilai derajat
nyeri pada pasien dengan ventilasi mekanik Di Ruang ICU RSUD Tugurejo
Semarang”
4 Arief Cahyadi , Kesahihan Behavioral Pain Scale (BPS) Dalam Memprediksi 2015
Nyeri Pada Pasien Sakit Kritis Yang Tidak Sadar Dan Menggunakan
Ventilasi Mekanik Di UPI RSCM = Validation Of Behavioral Pain Scales
(BPS) In Assessing Pain Of Unconscious Critically Ill Patient And Using
Mechanical Ventilation In ICU RSCM
2014
BAB III
17
PEMBAHASAN
1. Pengertian Nyeri
nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
yang berpotensi rusak atau tergambarkan seperti itu. Dari definisi ini dapat
adanya suatu kerusakan jaringan yang nyata seperti luka pasca bedah atau
trauma akut, dan nyeri terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata
seperti nyeri kronik atau proses penyembuhan trauma lama, nyeri post
deviasinya. Umumnya penderita baru akan merasa dirinya sakit dan tidak
2. Klasifikasi Nyeri
a. Nyeri akut
18
b. Nyeri kronik
c. Referred pain
seseorang.
biasanya menyebar.
mental seseorang.
pain
19
b. Nosciceptive, berkaitan dengan adanya gangguan/masalah pada
nyeri
c. Alat evaluasi
rating scale (VRS), visual analog scale (VAS) dan faces rating scale.
nyeri dengan hasil yang handal, valid dan konsisten.VAS adalah suatu
pasien yang bersifat individual. Instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis
20
penelitian terbaru mengenai sensitivitas dan spesifisitas pada semua
perawatan intensif.
Unit perawatan intensif merupakan suatu unit yang telah dirancang untuk
kompleks. Hampir lima juta orang dirawat di unit perawatan intensif setiap
keperawatan yang dilakukan secara rutin oleh perawat ICU. Namun, prosedur
tersebut sering mengakibatkan pasien merasa nyeri dan sangat tidak nyaman.
mereka berada pada skala sedang sampai parah, baik saat istirahat maupun
Nyeri benar-benar subjektif, dan Gold standar penilaian nyeri adalah laporan
intensitas nyeri pasien, dan rumah sakit nasional telah menerapkan kebijakan
dan prosedur menguraikan penggunaan instrumen ini. Alat yang paling umum
digunakan pada pasien yang mampu mengukur rasa sakit mereka adalah skala
nyeri Wong-Baker FACES rating atau Skala Nyeri dari Ekspresi Wajah yang
nyerinya tetapi tidak dapat mengukurnya. Alat ini membantu dengan memilih
21
ekspresi wajah yang paling mencirikan diri mereka pada saat nyeri. Namun,
penilaian tersebut, dan ini merupakan tantangan yang signifikan bagi tim
kesehatan yang harus memastikan sakit yang diderita guna pengobatan tepat.
Untuk pasien yang tidak dapat melaporkan rasa sakit melalui metode diatas,
mungkin menyakitkan
3. Amati perilaku
verbal.
22
3. Amati tanda-tanda perilaku (misalnya, ekspresi wajah, menangis, gelisah,
dan perubahan dalam aktivitas). Banyak alat penilaian perilaku nyeri akan
skor intensitas nyeri. Intensitas nyeri tidak diketahui jika pasien tidak
mungkin memiliki tanda-tanda vital yang normal atau abnormal pada saat
nyeri. Tekanan darah tinggi atau denyut jantung tidak berarti tidak adanya
nyeri.
ditambahkan. Jika tidak ada perubahan perilaku hingga dosis analgesik yang
benar-benar tidak responsif, tidak ada perubahan dalam perilaku akan jelas
23
5. Pilihan Penilaian Nyeri pada Pasien tidak Sadar
laporan diri telah ditegaskan oleh penelitian selama bertahun-tahun, yang telah
menunjukkan adanya hubungan antara persepsi pasien dari rasa sakit dan perawat
serta anggota dari tim kesehatan lain. Selain itu, perbedaan terbesar sering terjadi
manajemen nyeri menyebutkan bahwa pasien adalah otoritas pada intensitas nyeri,
dan jika dia tidak dapat melaporkan intensitas, maka hal itu tidak diketahui.
meremehkan rasa nyeri pasien. Perbedaan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,
caregiver, beban yang dirasakan dari pengasuh, anggapan tentang nyeri yang
bahwa nyeri menjadi lebih parah. Meskipun orang yang tahu keadaan pasien tidak
harus ditanya untuk intensitas tingkat nyeri, mereka dapat memfasilitasi penilaian
24
Paparan prosedur yang menyakitkan.
atau prosedur yang pasien mungkin alami. Dalam kasus pasien yang tak sadarkan
diri, pasien mengalami luka traumatis yang menyakitkan. Dia juga mengalami
ia tidak dapat melaporkan nyeri dan tidak dapat menunjukkan perilaku nyeri.
analgesik awal yang tepat. Dosis subanesthetic propofol yang digunakan dengan
dalam perilaku pada pasien yang tidak responsif, sehingga dosis analgesik optimal
harus dilanjutkan.
alat penilaian perilaku nyeri harus dievaluasi secara berkala (misalnya, setiap
shift). Keputusan untuk peralihan asesmen didasarkan pada asumsi patologi nyeri
untuk penggunaan alat penilaian perilaku nyeri atau laporan nyeri pasien selalu
Perilaku/Kebiasaan Pasien.
25
Perilaku pasien sering memberikan petunjuk tentang apakah pasien
memiliki rasa nyeri. Misalnya, ekspresi wajah, gelisah, dan perubahan dalam
aktivitas telah terbukti menjadi indikator rasa nyeri. Alat penilaian perilaku nyeri
memfasilitasi penilaian nyeri. Salah satu alat yang paling umum digunakan di ICU
adalah Critical-Care Pain Observation Tool (CPOT), yang telah terbukti dapat
diandalkan dan valid dalam berbagai populasi pasien sakit kritis. Alat ini
1. Ekspresi
2. wajah;
3. Gerakan tubuh
4. Ketegangan otot,
(pasien diekstubasi).
Skor 0-2 untuk setiap kategori, tergantung pada tingkat respon pasien.
Total skor maksimum adalah 8. Keterbatasan dari banyak alat penilaian perilaku
nyeri (seperti CPOT) adalah perlunya perhatian khusus pada setiap gerakan,
pasien untuk menunjukkan perilaku yang diperlukan dalam penilaian. Pada pasien
seperti yang tidak sadarkan diri, perilaku nyeri tidak akan dijumpai, penggunaan
detak jantung dan tekanan darah, tanda-tanda vital telah terbukti menjadi indikator
paling sensitif pada nyeri, perlu diketahui peruahannya dipengaruhi oleh berbagai
26
faktor lain selain nyeri (misalnya, hipovolemia, kehilangan darah, hipotermia, dan
Tim kesehatan yang merawat pasien tak sadarkan diri menggunakan Hierarchy of
Pain Measures sebagai kerangka kerja untuk penilaian nyeri. Pasien yang tidak
diasumsikan atas dasar patologi yang mendasari nya merasakan nyeri (misalnya,
trauma kepala dan patah ulnaris) dan prosedur yang invasifnya (misalnya, intubasi
27
Artikel pertama merupakan penelitian Dari AA.Arsyawina “Perbandingan
Pain Rating Scale dalam menilai derajat nyeri pada pasien dengan ventilasi
orang setiap bulannya. Di Ruang ICU RSUD Tugurejo Semarang saat ini
Skala tersebut merupakan alat pengukuran yang valid dan reliabel untuk
mengkaji intensitas nyeri pada anak berusia 3 tahun atau lebih dan bisa
juga digunakan pada orang dewasa dengan kelainan kogntif. Nyeri pada
menyampaikan rasa nyeri secara verbal. Sehingga sampai saat ini Wong-
berujung pada angka kejadian infeksi nasokomial. Sampai saat ini belum
ada satupun penelitian yang membandingkan antara skala nyeri CPOT dan
28
Pain Rating Scale dalam menilai derajat nyeri pada pasien dengan ventilasi
nyeri pada pasien ICU dengan kasus bedah jantung dan pada
mekanik.
dirawat lebih dari beberapa jam dan menunjukkan rasa nyeri, sebagai berikut: 1.
fisik pada pasien 2. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
29
tatalaksana nyeri, setiap 4 jam (pada pasien yang sadar/bangun) atau sesuai jenis
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah
sakit. 3. Pada pasien nyeri kardiak (jantung), lakukan assessment ulang setiap 5
akut/kronik, lakukan assessment ulang tiap 30 menit-1 jam setelah pemberian obat
anti-nyeri.
terintegrasi dan lembar monitoring terpadu rawat inap, rawat jalan, maupun rawat
khusus rekam medis. Staf yang terlibat dalam penanganan nyeri semuanya
Gangguan mood (pada 50% nyeri kronis) 2. Gejala somatis 3. Gangguan tidur dan
nafsu makan 4. Libido 5. Ide bunuh diri 6. Pengaruh nyeri dalam kehidupan sehari
hari: aktifi tas sehari-hari, pekerjaan dan keuangan, hubungan personal, kebutuhan
akan rekreasi.
Patient Comfort Assessment Guide (Lampiran 16) yang terdiri atas 11 pertanyaan
tentang status nyeri, pengurangan nyeri, gejala lain, dan efek samping sebagai
tolok ukur status fungsional pasien. Assessment ini membantu monitor dan
30
Artikel ketiga adalah penelitian yang diteliti Ayu Prawesti Priambodo
mekanis yang menjalani perawatan di ruang General Intensive Care Unit (GICU)
sampling, dengan kriteria sampel berusia ≥ 18 tahun, tidak dapat melaporkan rasa
Pasien dilakukan pengkajian nyeri pada saat pasien istirahat dan pada saat
domain : ekspresi wajah, gerakan ekstremitas atas, dan kepatuhan dengan ventilasi
pengkajian nyeri dengan CPOT yang berdasarkan pada empat domain: ekspresi
wajah, gerakan tubuh, ketegangan otot, dan kepatuhan dengan ventilasi mekanis
untuk pasien dengan intubasi dan vokalisasi untuk pasien ekstubasi. Pasien dinilai
(tidak ada rasa sakit) sampai 8 (sakit maksimum) (Gelinas, Fillion, et al, 2006).
Pengujian nilai kesesuaian antara alat ukur CPOT dengan BPS, melalui beberapa
tahap yaitu: 1. Uji beda rerata respon skor nyeri saat istirahat dan saat mobilisasi
pada dua alat ukur Behavioural Pain Scales (BPS) dan Critical Pain Observation
Tools (CPOT). 2. Uji hubungan dari dua alat ukur, Behavioural Pain Scales
(BPS) dan Critical Pain Observation Tools (CPOT) dalam mengkaji nyeri pada
31
mekanik. 3. Uji kesesuaian (agreement) alat ukur Behavioural Pain Scales (BPS)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua alat ukur nyeri yaitu BPS
dan CPOT memiliki keandalan dalam menilai rasa nyeri pada pasien kritis, bagi
pasien yang tidak mampu melaporkan rasa nyerinya secara verbal. Hal ini
ditunjukkan pada hasil analisis uji beda skor respon nyeri saat istirahat dengan
skor respon nyeri saat positioning pada alat ukur BPS dan CPOT adalah bermakna
(p < 0, 05). Hal ini menjelaskan bahwa kedua alat ukur BPS dan CPOT dapat
mengukur perbedaan tingkat respon nyeri. Alat ukur BPS dan CPOT dapat
mengukur perbedaan tingkat respon nyeri pada saat istirahat dengan respon nyeri
saat positioning pada pasien kritis. Terdapat hubungan antara hasil pengukuran
respon nyeri oleh Behavioural Pain Scales (BPS) dengan hasil pengukuran oleh
Critical Pain Observation tool (CPOT). Hasil ukur CPOT memiliki tingkat
kesesuaian (agreement) yang baik dengan hasil ukur BPS pada pengukuran yang
dilakukan pada saat istirahat dan positioning CPOT merupakan alat ukur nyeri
yang cukup aplikatif untuk digunakan di area perawatan kritis karena memiliki
definisi operasional yang jelas pada setiap butir observasinya. CPOT juga
memiliki domain observasi nyeri pada pasien yang mampu melaporkan rasa
penggunaan alat ukur pengkajian nyeri terhadap praktik manajemen nyeri dan
32
Artikel keempat mengambil penelitian Muhammad Okyno : Kesahihan
skala critical-care pain observation tool (CPOT) dalam menilai derajat nyeri
pasien dengan skala koma glasgow dibawah 14 UPI Rumah Sakit Cipto
pada pasien UPI digunakan skala evaluasi seperti Critical-Care Pain Observation
Tool (CPOT). Skala CPOT dikembangkan oleh Gellinas pada tahun 2006, dibuat
dalam bahasa Prancis lalu diterjemahkan ke bahasa Inggris dan sudah dinilai
kesahihannya. Pemakaian skala CPOT di UPI RSCM bisa dilakukan, namun jika
skala CPOT. Sebelum suatu alat ukur yang diterjemahkan dapat diterapkan pada
populasi, harus dinilai kesahihannya terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah
menilai kesahihan CPOT dalam penggunaannya menilai nyeri pada pasien dengan
dirawat di UPI RSCM April – Mei 2013. Kesahihan BPS dinilai dengan uji
baik terintubasi maupun tidak di UPI RSCM. Skala CPOT memiliki kesahihan
yang baik dengan nilai korelasi bermakna secara berurutan 0.145, 0.393 dan –
0.205 untuk laju nadi, MAP dan skor Ramsay. Keandalan CPOT baik dengan ICC
0.981 (p .
33
Artikel kelima adalah penelitian yang diteliti oleh Arief Cahyadi (2015)
Kesahihan behavioral pain scale (BPS) dalam memprediksi nyeri pada pasien
sakit kritis yang tidak sadar dan menggunakan ventilasi mekanik di UPI RSCM =
critically ill patient and using mechanical ventilation in ICU RSCM Latar
belakang: Nilai Behavioral Pain Scale (BPS) merupakan alat evaluasi nyeri untuk
pasien unit perawatan intensif (UPI) yang tidak sadar dan menggunakan ventilasi
mekanik. BPS dikembangkan oleh Payen pada tahun 2001 dalam bahasa Inggris.
sosialisasi dan pemahaman mengenai kriteria dalam BPS. Sebelum suatu alat ukur
kesahihan BPS pada pasien UPI Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Kesahihan BPS dinilai dengan uji korelasi Spearman. Keandalan dinilai dengan
dengan besar efek. Hasil: Selama penelitian terkumpul 56 pasien yang tidak sadar
yang baik dengan nilai korelasi bermakna secara berurutan 0.376, 0.403 dan -
0.147 untuk laju nadi, tekanan arteri rata-rata dan nilai Ramsay. Keandalan yang
34
Peneliti Perlak Kont
Judul Responden Prosedur Temuan
& Tahun uan rol
A Studi Literatur: artikel berjumlah 16 dan - - Penelusuran literatur Hasil dari studi
Sriwahyun Instrumen diambil 9 artikel yang dimulai pada tahun terbit literatur ditemukan
ingsih. Pengkajian Nyeri sesuai dengan kriteria antara 20002015 untuk 5 instrumen
direview. Kriteria inklusi pengkajian nyeri
(2016) Pada Pasien Kritis inklusi. Sedangkan, 5
dari penelusuran literatur pada pasien kritis
Dewasa yang artikel dieksklusi karena didapatkan dari jurnal dewasa yang
Terpasang penelitian dilakukan dengan tipe penelitian terpasang
Ventilator secara retrospektif crossectional, before- ventilator. Kelima
after study dan instrumen tersebut
observational study. memiliki indikator
Adapun kriteria penilaian yang
responden dalam review berbeda- beda
literatur adalah pasien sehingga memiliki
kritis dewasa yang kelebihan dan
terpasang ventilator di kekurangan masing
ICU. masing. Menurut
Penulis kelima
instrumen tersebut
memiliki kesamaan
untuk mengkaji
nyeri pasien kritis
dewasa dengan
ventilator.
Ayu Pengkajian Nyeri Sampel penelitian adalah 48 Penelitian menggunakan Hasil penelitian ini
Prawesti Pasien Kritis 48 pasien kritis dengan Consecutive sampling, menunjukkan
Priambodo Menggunakan penurunan kesadaran dan dengan kriteria sampel bahwa kedua alat
(2016) Critical Pain ventilasi mekanis yang ukur nyeri yaitu
berusia ≥ 18 tahun, tidak
Observation Tool menjalani perawatan di BPS dan CPOT
ruang GICU ruang General Intensive dapat melaporkan rasa memiliki keandalan
RSUD Hasan Care Unit (GICU) nyerinya, menggunakan dalam menilai rasa
Sadikin Bandung ventilasi mekanik, pasien nyeri pada pasien
dengan tingkat kesadaran kritis, bagi pasien
somnolens dan stupor, yang tidak mampu
memiliki hemodinamik melaporkan rasa
nyerinya secara
stabil. Pasien dilakukan
verbal. Hal ini
pengkajian nyeri pada ditunjukkan pada
saat pasien istirahat dan hasil analisis uji
pada saat prosedur yang beda skor respon
menyakitkan nyeri saat istirahat
(nociceptive) yaitu dengan skor respon
perubahan posisi nyeri saat
positioning pada
(repositioning).
alat ukur BPS dan
Pengkajian nyeri CPOT adalah
dilakukan menggunakan bermakna (p < 0,
BPS yang berdasarkan 05). Hal ini
pada tiga domain : menjelaskan bahwa
ekspresi wajah, gerakan kedua alat ukur
ekstremitas atas, dan BPS dan CPOT
dapat mengukur
kepatuhan dengan
perbedaan tingkat
ventilasi mekanik respon nyeri pada
35
(compliance ventilated). saat istirahat
Pada pasien yang sama dengan respon nyeri
kemudian dilakukan saat positioning
pada pasien kritis.
pengkajian nyeri dengan
Pada pasien kritis,
CPOT yang berdasarkan rasa nyeri dapat
pada empat domain: dirasakan,
ekspresi wajah, gerakan meskipun dalam
tubuh, ketegangan otot, kondisi istirahat
dan kepatuhan dengan (chanques et al.,
ventilasi mekanis untuk 2007) ataupun
selama tindakan
pasien dengan intubasi
yang menimbulkan
dan vokalisasi untuk rasa nyeri (puntillo
pasien ekstubasi. Pasien et al., 2014)
dinilai 0, 1, atau 2 pada termasuk
empat domainnya, positioning,
CPOT memberikan nilai sehingga sejumlah
keseluruhan dari 0 (tidak indikator perilaku
nyeri dapat diamati
ada rasa sakit) sampai 8
menggunakan BPS
(sakit maksimum) maupun CPOT
(Gelinas, Fillion, et al, (Gelinas et al.,2006;
2006). Gelinas & Johnston
2007).
AA.Arsya Perbandingan populasi pasien ICU 31 pada penelitian ini Hasil penelitian ini
wina 2014 skala Critical-Care dengan ventilasi mekanik pasien pengujian validitas menunjukan bahwa
Pain Observation tidak reliabilitas dan CPOT merupakan
Tool (CPOT) dan sadar ketanggapan akan alat ukur yang lebih
Wong-Baker menggunakan dua reliabel, valid
Faces Pain Rating instrument yaitu CPOT danbesar efek
Scale dalam dan Wong-Baker FACES antara 5,0-5,4
menilai derajat Pain Rating Scale. sedangkan Wong-
nyeri pada pasien Kemudian akan Baker memiliki
dengan ventilasi dibandingkan hasil nilai besar efek
mekanik Di Ruang psikometri dari kedua antara 0,8-2,2.
ICU RSUD instrumen tersebut Kesimpulan : Hasil
Tugurejo penelitian ini
Semarang” menunjukan bahwa
CPOT merupakan
alat ukur yang lebih
reliabel, valid dan
tanggap untuk
menilai nyeri pada
pasien dengan
ventilasi mekanik
dibandingkan skala
WongBaker.
Arief Kesahihan l56 pasien yang tidak 156 Studi observasional, BPS memiliki
Cahyadi behavioral pain sadar dan menggunakan potong lintang dengan kesahihan yang
(2015) scale (BPS) dalam ventilasi mekanik pengukuran berulang baik dengan nilai
memprediksi nyeri
dilakukan terhadap korelasi bermakna
pada pasien sakit
36
kritis yang tidak pasien yang dirawat di secara berurutan
sadar dan UPI RSCM Maret-Mei 0.376, 0.403 dan -
menggunakan 2013 0.147 untuk laju
ventilasi mekanik
nadi, tekanan arteri
di UPI RSCM
rata-rata dan nilai
Ramsay. Keandalan
yang baik dengan
nilai ICC 0.941 p =
Dari hasil literature review terhadap satu artikel nasional dan didukung 5 artikel
(P.A.I.N), Comfort Scale, Behavioural pain scale (BPS), dan Critical-Care Pain
dan cukup efektif dalam Instrumen pengkajian nyeri pada pasien kritis dewasa
telah diteliti validitas dan reliabilitasnya yang diterapkan pada pasien kritis yang
37
Prosedur keperawatan yang sering mengakibatkan nyeri diantaranya yaitu,
perubahan posisi pasien, penghisapan lendir dari trakea pada pasien dengan
kateter (Puntilo et al, 2004; Dunn et al, 2009; Alderson et al, 2013; Sutari et al,
2014). Penilaian nyeri yang sistematis dan konsisten dibutuhkan pada pasien
kritis yang terpasang ventilator (Rahu et al, 2010). Akan tetapi, sebagian besar
secara verbal sehingga diperlukan penilaian nyeri yang terstandar (Coyer et al,
2007).
nyeri yang tepat. Walaupun dokter dan perawat pada unit perawatan kritis selalu
berusaha untuk memperoleh laporan tingkat nyeri yang disampaikan sendiri oleh
observasi perilaku nyeri dan gejala fisiologis menjadi indikatot penting untuk
BAB IV
38
4.1 Kesimpulan
nyata seperti luka pasca bedah atau trauma akut, dan nyeri terjadi tanpa
adanya kerusakan jaringan yang nyata seperti nyeri kronik atau proses
aman dan cukup efektif dalam Instrumen pengkajian nyeri pada pasien
delirium
4.2 Saran
39
1.1.1. Bagi Program Studi Profesi Ners
Daftar Pustaka
40
A Sriwahyuningsih. (2016). Studi Literatur: Instrumen Pengkajian Nyeri Pada
Pasien Kritis Dewasa yang Terpasang Ventilator .JAKARTA
www.portalgaruda.org
Arief Cahyadi 2015. Kesahihan behavioral pain scale (BPS) dalam memprediksi
nyeri pada pasien sakit kritis yang tidak sadar dan menggunakan ventilasi
mekanik di UPI RSCM. Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis
Puntillo, K.A., Max, A., Timsit, J.F., Vignoud, L., Chanques, G., Robleda, G., et
al. (2014). Determinants of procedularal pain intensity in the intensive care
unit. Am J Respir Crit Care Med., 189, 39–47.Jakarta: EGC. .
Rahu et al, 2010 Penilaian nyeri yang sistematis dan konsisten dibutuhkan pada
pasien kritis yang terpasang ventilator Diakses dari www.ajog.org
Rahu, M., & Grap, M. (2010). Facial expression and pain in the critically ill non-
Communicative patient: state of science review. Intensive Critical Care
Nursing, 26:343–52.
41