Khutbah Jum'at (Larangan Merayakan Natal)
Khutbah Jum'at (Larangan Merayakan Natal)
Khutbah Jum'at (Larangan Merayakan Natal)
ُللاه َوبَرَكاته
ُ ُالسالَمُ َعلَْيك ُْم َوَر ْْحَة
َّ
َُ َاعتههُه فَ َق ُْد ف
از َم هُن اتَّ َق ُى صيك ُم ونَ ْف هس ُي بهتَ ْقوى ُه
ه ه
َ َللا َوط َ ْ َ ْ ْ فَيَأَيُّ َها الْم ْسلم ْو َُن !أ ْو
ُف كهتَابههُه الْ َك هرْهي
ُْ ال ه
ُ ٰ ال للاُ تَ َع
َُ فَ َق
ًُ َُي أَيُّ َها النَّاسُ اتَّقوا َربَّكمُ الَّ هذي َخلَ َقك ُْم هم ُْن نَ ْفسُ َو هاح َدةُ َو َخلَ َُق همنْ َها َزْو َج َها َوبَثَُّ همنْ ه َما هر َج
ُ ال َكثه ًريا َونه َس
ًاء
اَللَ َكا َُن َعلَْيك ُْم َرقهيبًا َُ اَللَ الَّ هذي تَ َساءَلو َُن بههُه َو ْاْل َْر َح
َُّ ام إه َُّن َُّ َواتَّقوا
Mengawali khotbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar
kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena tidaklah kita itu semakin mulia, kecuali
dengan takwa. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.”
Ingatlah, ketakwaan tidak dapat diperoleh, kecuali dengan belajar dan menuntut ilmu. Sehingga ketika
seseorang itu semakin memahami agama, maka ketakwaannya pun akan semakin meningkat. Selawat
dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi mulia, suri teladan kita, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam beserta keluarga, dan para sahabatnya.
Hari-hari akhir tahun Masehi ini mungkin kita akan sering mendengar dan mendapati ucapan “Merry
Christmas”, “selamat natal” berdengung dan tercantum di dalam beberapa iklan maupun tulisan di
jalanan. Sebagian orang pasti menganggap hal ini merupakan hal lumrah yang sah-sah saja untuk
diikuti dan diramaikan. Namun, hal ini pada hakikatnya akan menjadi masalah yang sangat besar jika
diucapkan oleh seorang muslim.
Mengapa? Sejak pertama kali agama Islam ini turun kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasallam, Allah Ta’ala sudah mewanti-wanti dan menguatkan bahwa sembahan kita umat Islam ini
hanyalah satu, yaitu Allah Yang Mahaesa, Allah Ta’ala yang tidak dilahirkan dan melahirkan. Allah
Ta’ala sendirilah yang mengatakan hal itu, yaitu di dalam surah Al-Ikhlas, surah yang sangat populer,
yang menjadi asas utama serta pembeda agama ini dengan yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
ه
َ َوَُل يَكن لَّهۥ كف ًوا أ، ُ َُل يَلدُ َوَُل يولَد، ُٱلص َمد
َح ُد َّ ٱَلل
َُّ ، َحد
َ ٱَلل أ
َُّ قلُ ه َُو
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Mahaesa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah)
tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-
Ikhlas: 1-4)
Mengucapkan selamat natal, memberikan ucapan selamat kepada perayaan orang Nasrani ini sama
saja dengan menyetujui bahwasanya Allah Ta’ala memiliki anak, menyetujui bahwa ada sesembahan
lain yang berhak selain Allah. Ini merupakan sebuah kekufuran serta sebuah penolakan terhadap ayat
Allah Ta’ala!
Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menjadikan hal tersebut haram hukumnya dilakukan oleh
seorang muslim:
Pertama, merayakan hari raya natal merupakan salah satu kebid’ahan yang tidak ada contohnya dari
nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam serta tidak terdapat syariatnya pada agama kita,
sedangkan Rasulullah telah melarang kita untuk melakukan kebid’ahan/ hal baru di dalam agama.
Beliau bersabda,
“Barangsiapa yang melakukan hal baru yang tidak ada contohnya dari kami (Nabi Muhammad), maka
amalan tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, tidaklah seorang muslim mengkhususkan satu hari pun untuk bergembira dan berpesta, kecuali
harus ada dalilnya yang jelas baik dari Al-Qur’an maupun hadis.
Kedua, seorang muslim tidak boleh berhari raya, kecuali dengan hari raya yang disyariatkan dan
diizinkan oleh agama kita. Allah melalui lisan Nabi-Nya Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam telah
memberikan kita dua hari raya. Diriwayatkan dari Abu Dawud dan An-Nasa’i di dalam riwayat yang
sahih dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ketika Nabi Muhammad datang ke kota
Madinah, orang-orang Madinah memiliki dua hari yang mana mereka gunakan untuk bermain atau
bersukacita, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya),
“Allah Ta’ala telah menggantikan dua hari ini dengan sesuatu yang lebih baik, yaitu hari Idulfitri dan
Iduladha.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membatalkan hari raya mereka agar tidak menyerupai perayaan
kaum muslimin. Sehingga jika para pemimpin dan ulama bermudah-mudahan di dalam membolehkan
ikut perayaan orang kafir, dikhawatirkan orang yang awam akan lebih mengagungkannya, serta
menganggap perayaan tersebut bagian dari perayaan kaum muslimin.
Ketiga, di dalam merayakan hari lahir Al-Masih, terdapat sifat berlebih-lebihan di dalam mencintainya,
dan ini sangatlah tampak pada syiar-syiar orang Nasrani pada hari tersebut. Padahal, Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
Syariat ini melarang dari menyucikan para nabi berlebihan di dalam mencintainya serta beribadah
kepada mereka dan mengangkat mereka melebihi kedudukannya.
Keempat, merayakan perayaan mereka dapat menumbuhkan rasa cinta dan mengikuti mereka di
dalam melakukan ritual-ritual yang batil, serta membuat mereka merasa bahwa mereka itu berada di
dalam kebenaran, dan semua itu merupakan hal yang haram dan termasuk dosa yang besar. Allah
Ta’ala berfirman,
ُاءَُۘ بَ ْعضه ُْم أ َْولهيَاءُ بَ ْعضُُ َوَم ُْن يَتَ َوََّّل ُْم همْنك ُْم فَإهنَّهُ همْن ه ْم
ُ َى أ َْولهي
ُٰ َّص َار
َ ود َوالن
ين آمنوا َُل تَت ه
َُ َّخذوا الْيَ ه ه
َ َُ ُ َُي أَيُّ َها الَّذ
هه ه َُّ إه َُّن
َ اَللَ َُل يَ ْهدي الْ َق ْوَُم الظَّالم
ُي
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu). Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di
antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS.
Al-Maidah: 51)
Ini adalah kondisi jika seorang muslim tidak bermaksud rida terhadap agama mereka dan menyetujui
prinsip agama mereka, baik itu trinitas, menyembelih untuk selain Allah ataupun memasang salib.
Adapun jika seorang muslim benar-benar bermaksud kepada semua itu, maka dia telah kafir dan telah
murtad dari agama ini menurut kesepakatan ulama. Maka, wajib hukumnya bagi seorang muslim
untuk menjauhi gereja-gereja dan tempat ibadah orang Nasrani pada hari perayaan maupun hari-hari
lainnya.
Kelima, merayakan perayaan mereka merupakan bentuk tasyabbuh/menyerupai orang-orang Nasrani
karena di dalamnya terdapat hal-hal spesifik dan khusus yang merupakan identitas mereka.
Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Menyerupai mereka di dalam hal-hal yang tampak, baik itu pakaian maupun kebiasaan dan rutinitas
mereka tentu akan menghantarkan pelakunya ke dalam menyerupai mereka pada hal-hal yang
sifatnya keyakinan, serta menimbulkan kecintaan dan rasa suka di antara orang yang menyerupai dan
yang diserupai. Oleh karena itu, agama yang mulia ini memutus semua wasilah yang dapat
menimbulkan rasa takjub dan kagum terhadap orang kafir serta rida terhadap agama mereka.
Keenam, perayaan yang disyariatkan di dalam Islam merupakan bentuk sebuah rasa syukur dan rasa
senang setelah menyelesaikan sebuah ibadah. Idul Fitri disyariatkan setelah menyelesaikan ibadah
puasa dan Idul Adha disyariatkan setelah melangsungkan ibadah haji dan setelah lewat sepuluh hari
bulan Dzulhijjah. Dan itu semua merupakan bentuk kebahagiaan, ibadah, serta syukur untuk Allah
Sang Mahapencipta, bukan untuk makhluk. Prinsip inilah yang tidak ada pada perayaan Kelahiran Al-
Masih/ Natal. Maka, hal ini bertentangan dengan ajaran ini sehingga kita pun diharamkan untuk
meramaikannya.
Demikian itu adalah 6 alasan, mengapa seorang muslim tidak boleh ikut serta merayakan ataupun
mengucapkan selamat natal kepada orang-orang Nasrani. Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan kita
hidayah dan taufik-Nya sehingga dengan kedua hal itu kita menjadi seorang muslim yang tidak mudah
ikut-ikutan meramaikan sesuatu, apalagi hal tersebut sangat bertentangan dengan akidah kita yang
berasas pada Tauhid.
َص َحابههُه أ َْه هُل الَْوفَا .أَ ْش َهدُ أَ ُْن َُّل إه ُلهَ إهَُّل للاُ هه ه لله وَك َفى ،وأ ه
صطََفىَ ،و َعلَى آل ُه َوأ ْ
صل ُْي َوأ َسلمُ َعلَى ُمَ َّمدُ الْم ْ
َ َ اَ ْْلَ ْمدُ ُ َ
َو ْح َدهُ َُل َش هريْ َُ
ك لَهَ ،وأَ ْش َهدُ أ َُّ
َن ُمَ َّم ًدا َعْبدُه َوَرس ْولهُ أ ََّما بَ ْعدُ
صًرا َك َما َْحَْلتَهُ َعلَى ال هذيْ َُن هم ُْن قَ ْبلهنَا َرب نَا َو ُلَ ًَتَم ْلنَا ه
َخطَأْ َُان َرب نَا َو ُلَ ََْتم ُْل َعلَْي نَا إه ْ
ه ه
َرب نَا لَت َؤاخ ُْذ َُان إه ُْن نَسْي نَا أ َُْو أ ْ
ت َم ْولَ َُان فَانْص ْرَُان َعلَى الْ َق ْوهُم الْ َكافه هريْ َُن
ف َعنا َوا ْغ هف ُْر لَنَا َو ْارْحَْنَا أَنْ َُ َما ُلَ طَاقَُةَ لَنَا بههُه َو ْاع ُ
ي الدُّنْيا وع َذ هُ ه
اآلخرُةه ه ه ه ه أح هس ُْن َعاقهبَ تَ نَا ه ُ
اب َ ف اْلموهُر كل َهاَ ،وأج ْرَُان م ُْن خ ْز هُ َ َ َ اللهمُ ْ
ب ه اْلمدُ ُه
يُ لل َر هُ َ
العالَم ْ َ َو َْ ْ