Pengendalian Vektor
Pengendalian Vektor
Pengendalian Vektor
RUMAH SAKIT
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Serangga, tikus dan kucing merupakan binatang yang sering kita temui baik di rumah,
perkantoran, rumah sakit maupun di tempat-tempat umum lainya yang dapat menimbulkan
gangguan dan merugikan manusia. Keberadaan mereka dapat di suatu tempat
mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut tidak saniter, kumuh dan menjadi tempat
berkembangbiaknya berbagai reservoir agent penyakit. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya
pengendaliannya agar tidak menjadi sumber penular penyakit pada manusia. Disamping itu,
keberadaan tikus dan binantang pengerat lainnya juga dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomi berupa rusaknya material bangunan, peralatan, pangan dan instalasi medik, kabel-
kabel listrik yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran. Rumah sakit dengan segala
aktifitasnya yang sangat kompleks cenderung potensi menjadi tepat berkebang biaknya
serangga vektor, tikus dan binatang pengganggu lainya. Pengendalian vektor di rumah sakit
perlu dilakukan secara rutin dan bekesinambungan untuk mencegah tingginya populasi dan
penyakit tular vektor. Nyamuk, lalat, kecoa, kepinding, pinjal tikus, pinjal kucing, pinjal
anjing sebagai vector penyakit. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan seperti, demam
berdarah, malaria, disentri, pes, salmonelosis, sedangkan tikus dapat menularkan penyakit
murin typhus atau leptospirosis. Sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes RI Nomor 1204
Tahun 2004 serangga vektor dan binatang penggangu tersebut harus dilakukan pengawasan
dan pengendalian.
B. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian vektor di rumah sakit
2. Menjelaskan jenis vektor, tikus dan binatang pengganggu di rumah sakit
3. Menjelaskan persyaratan indeks vektor di rumah sakit
4. Melakukan inspeksi vektor, tikus dan binatang pengganggu di rumah sakit
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. Vektor
Vektor adalah arthropoda yang dapat menularkan,memindahkah dan/atau menjadi
sumber penular penyakit terhadap manusia (Permenkes RI, 2010). Arthopoda merupakan
hewan invertebrata yang bertindak sebagai penular penyebab penyakit (agent) dari host atau
pejamu yang sakit ke pejamu lain yang rentan. Peranan serangan vektor dalam menularan
peyakit dibagi menjadi 2 (dua) yaitu vektor mekanik dan vektor biologik. Vektor mekanik
yaitu serangga/arthropoda yang menularkan penyakit (parasit), tetapi parasit tersebut tidak
mengalami perubahan pada vektornya. Parasit tersebut terbawa atau menempel pada bagian
tubuh vector, misalnya penyakit ascariasis disebabkan oleh telur cacing ascaris yang menepel
pada bagian tubuh lalat kemudian dipindahkan pada makanan lalu makanan tersebut
dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan vektor biologik yaitu parasit yang ditularkannya
mengalami perkembangbiakan dan atau pertumbuhan dari satu tahap ke tahap yang lebih
lanjut pada tubuh vektornya. Parasit/kuman hanya mengalami pertumbuhan atau perubahan
bentuk dalam tubuh vector disebut cyclo depelopment, contohnya penyakit filariasis yang
ditularkan oleh nyamuk Mansonia sp. Cacing tumbuh atau berubah dari microfilaria sampai
bentuk larva instrar 3 (L3). Parasit atau kuman mengalami perkembangbiakan dalam tubuh
vector disebut propagatif, contoh Aedes aegypti bertindak sebagai vektor penyakit demam
kuning. Parasit atau kuman mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan dalam tubuh
vector disebut cyclo propagatif, contohnya penyakit malaria yang ditularkan oleh nyamuk
Anopheles sp. Parasit ataukuman diturunkan dari induknya (vector) kepada anaknya melalui
telur disebut hereditary/ transovarian contohnya penyakit scrub typus. Bagi dunia kesehatan
masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan manusia
karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara penularan penyakit. Di
Indonesia penyakit yang disbabkan vector dapat dibedakan menjadi 2 yaitu yang tersebar
secara luas seperti malaria, demam berdarah, filariasis, rabies dan menyebar dalam lingkup
local seperti pes, Japanese encephalitis, leptosipirosis, toxoplasmosis. Vektor dari kedua
macam penyebaran penyakit ini adalah lalat, kecoa, tikus/ rodent dan nyamuk. Untuk itu
pengendalian terhadap distribusi dan pertumbuhan 4 macam vector tersebut sangat penting
dalam menjaga kesehatan masyarakat.
2. Tikus
Tikus merupakan binatang pengganggu dan sebagai host dari pinjal sebagai vektor
penyakit. Tikus keberadaannya di rumah sakit sering menjadi permaslahan seperti, terjadinya
kerusakan pada bangunan, bahan makanan, instalasi listrik dan peralatan mebeul yang secara
ekonomi sangat merugikan. Salah satu kebiasan tikus adalah menggigit atau mengerat pada
bangunan atau pada perabotan rumah tangga yang menimbulkan kerusan serta mengganggu
orang ketika sedang tidur di malam hari. Tikus juga berperan sebagai penular penyakit pada
manusia seperti penyakit leptospirosis dan yang lainnya.
B. JENIS VEKTOR, TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU DI RUMAH SAKIT
1. Vector
Menurut Peraturan Pemerintah No. 374 Tahun 2010 sebagian dari Athropoda dapat
bertindak sebagai vector yaitu dengan ciri-ciri memiliki kaki beruas-ruas. Jenis arthropoda ini
merupakan salah satu phylum yang terbesar dengan jumlah hampir meliputi 75% dari seluruh
jumlah binatang arthropoda. Berikut adalah klasifikasi vektor yang dapat menularkan
penyakit:
1. Kelas Krustacea (berkaki 10), misalnya udang
2. Kelas Myriapoda, misalnya binatang berkaki seribu
3. Kelas Arachinodea misalnya tungau
4. Kelas Hexapoda , misalnya nyamuk
Dari Hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, antara lain ordo yang perlu diperhatikan dalam
pengendalian adalah :
1. Ordo Dipthera yaitu nyamuk dan lalat
a. Nyamuk anopheles sebagai vektor malaria
b. Nyamuk aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah
c. Lalat rumah sebagai vektor penyakit kholera
2. Ordo Siphonaptera yaitu pijal. Pijal tikus sebagai vektor penyakit pes
3. Ordo Anophera yaitu kutu kepala. Kutu kepala sebagai penyakit demam bolak-balik dan
typhus exantyematicus.
Sedangkan untuk kelas yang lainnya seperti kelas Myriapoda dan Krustacea populasinya di
rumah sakit lebih sedikit demikian pula problematiknya dibandingkan dengan dari kelas
Hexapoda. Penyakit yang ditularkan oleh vektor terutama dari kelas hexapoda seperti nyamuk
dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit demam berdarah, malaria, radang
otak (encephalitis) merupan penyakit akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sp, Anopheles
sp, Culex sp yang masih menjadi masalah di Indonesia. Selain vektor di atas, terdapat ordo
dari kelas hexapoda yang bertindak sebagai binatang pengganggu lainnya antara lain :
1. Rattus norvigicus (tikus riol)
2. Rattus-rattus diardill (tikus atap)
3. Mus musculus (mencit rummah)
Jenis vektor/serangga dan binatang pengganggu yang sering ditemukan di rumah sakit adalah
nyamuk, lalat, kecoa, rayap, pinjal, tikus dan kucing/ anjing. Faktor eksternal seperti musim
atau iklim dan faktor internal seperti suhu-kelembaban ruangan, pencahayan ruangan,
penataan ruangan dan sanitasi lingkungan rumah sakit sangat mempengaruhi keberadaan,
pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Lalat sering ditemukan ditempat perindukannya
biasanya di tempat-tempat penapungan sampah, saluran pembuangan limbah, tempat
pengolahan makanan kantin atau dapur di rumah sakit demikian pula kecoa dan binatang
lainnya namun aktifnya ada yang pada siang hari dan atau malam hari.
2. Tikus
Tikus termasuk ke dalam ordo rodentia yaitu binatang pengerat dengan ciri gigi seri yang
selalu aus karena kebiasaanya mengerat. Ordo Rodentia merupakan ordo dari kelas Mammalia
yang terbesar karena memiliki jumlah jenis atau spesies terbanyak yaitu 2.000 spesies (40 %)
dari 5.000 spesies untuk seluruh kelas Mammalia. Dari 2.000 spesies Rodentia, hanya kurang
lebih 150 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya 8 spesies yang paling berperan
sebagai host (vektor) dari agent patogen terhadap manusia dan sebagai hama pertanian. Dari 8
jenis atau spesies tikus tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Rattus norvegicus (tikus riol/got/selokan/kota)
2. Rattus-rattus diardii (tikus rumah/atap)
3. Mus musculus (mencit rumah)
4. Rattus exulans (tikus ladang)
5. Bandicota indica (tikus wirok)
6. Rattus tiomanicus (tikus pohon)
7. Rattus argentiventer (tikus sawah)
8. Mus caroli (mencit ladang)
Habitat dan kebiasaan jenis tikus yang dekat hubungannya dengan manusia adalah 1. Rattus
norvegicus menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit bendabenda keras seperti
kayu, bangunan, alumunium dan lain sebagainya. Hidup dalam rumah, toko makanan dan
gudang, di luar rumah, gudang bawah tanah, dok dan saluran dalam tanah/ roil/ got. 2.
Rattus-rattus diardii sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang
ulung, menggigit benda-benda yang keras, hidup di lobang pohon, tanaman yang menjalar,
hidup di dalam rumah tergantung pada cuaca. 3. Mus musculus termasuk rodensia
pemanjat, kadang-kadang menggali lubang, hidup di dalam dan di luar rumah.
C. DAMPAK VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU TERHADAP KESEHATAN
1. VEKTOR
Tingginya populasi serangga vector disuatu wilayah maka akan berisiko terhadap
manusia yang berada ditempat tersebut untuk terjadinya penularan penyakit. Di Indonesia,
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah
tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti
disentri, kolera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat
rumah ataupun kecoa melalui makanan. Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari
arthropoda kedalam tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran
mukosa disebut sebagai inokulasi (inoculation). Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh
manusia kemudian berkembang biak disebut sebagai infestasi (infestatation), sebagai contoh
scabies. Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya
gejala penyakit disebut masa inkubasi (incubation period), khusus pada arthropods borne
diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu extrinsic incubation period dan intrinsic
incubation period pada tubuh vektor dan pada manusia. Waktu yang diperlukan untuk
perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik,
sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari
tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia
berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria. Manusia dan vector
sebagai host dari agent tersebut, disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung
dari apakah dalam tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus
aseksual, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh
parasit malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles
adalah host definitive dan manusia adalah host intermediate.
2. TIKUS
Tikus dan mencit adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama
tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan penggangu yang menjijikan di
perumahan. Belum banyak diketahui dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa,
menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia. Penyakit yang ditularkan
oleh tikus ke manusia dikenal dengan nama zoonosis. Penyakit bersumber rodensia yang
disebabkan oleh berbagai agent penyakit seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa, dan cacing
dapat ditularkan kepada manusia secara langsung, melalui feses, urine dan ludah atau gigitan
rodensia dan pinjal. Secara tidak langsung melalui gigitan vector ektoparasit tikus dan mencit
(kutu, pinjal, caplak, tungau).
D. PERSYARATAN DAN INDEKS VEKTOR, TIKUS DAN BINATANG
PENGGANGGU
1. VEKTOR
Pemantauan kepadatan vektor dalam suatu wilayah dilakukan dengan melakukan survey.
Survei yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti yaitu
survei nyamuk dan survei jentik. Cara survei nyamuk dilakukan di dalam rumah yaitu
penangkapan nyamuk yang hinggap/resting tiap rumah selama 5-10 menit pada pagi-sore hari
terutama pada puncak kepadatan menggigit pagi antara jam 09.00 – 12.00, sore jam 13.00 –
17.00. Nyamuk yang hinggap disedot dengan aspirator, dimasukkan ke dalam paper cup,
diberi label dan dicatat pada form sebagai mana saudara biasa melakukannya. Cara
menghitung Indeks nyamuk resting per-rumah sama dengan jumlah nyamuk Aedes aegypti
betina tertangkap yang hinggap/resting dibagi jumlah rumah yang dilakukan penangkapan.
Survei jentik dilakukan di dalam dan di luar sekitar rumah dengan memeriksa semua
container dan dilihat terdapat jentik atau tidak ditulis dalam formulir survei. Cara menghitung
container indeks (CI) yaitu jumlah container yang ada jentik dibagi jumlah seluruh container
yang diperiksa dikali 100%.
Survei lalat untuk mengetahui kepadatan lalat di suatu tempat atau wilayah, menentukan
daerah-daerah yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak lalat. Indeks lalat, yaitu
kepadatan lalat yang diukur dengan menggunakan alat fly grill. Cara melakukannya yaitu
pada pagi hari setelah sinar matahari terbit, alat fly grill diletakan di tempat yang akan diukur
kepadatannya. Indeks lalat sama dengan jumlah lalat yang hinggap pada fly grill per-30 detik.
kategori kepadatan lalat 0-2 ekor adalah rendah dan kepadatan lebih dari 21 ekor
dikategorikan sangat tinggi. Survei tikus dilakukan untuk mengetahui kepadatan tikus di sutau
tempat atau wilayah. yaitu dengan cara memasang perangkap tikus pada sore hari di tempat-
tempat yang sudah di tetapkan kemudian pagi harinya dilihat ada tidaknya tikus dalam
perangkap. Untuk menghitung indeks tikus yaitu jumlah perangkap yang ada tikusnya dibagi
jumlah perangkap yang dipasang dikali 100%. Selain kepadatan tikus dapat pula diketahui
kepadatan pinjal tikus atau indeks pinjal. Untuk menghitung kepadatan pinjal yaitu dengan
cara melakukan pembiusan pada seluruh tikus yang tertangkap kemudian menyisir bagian
badan tikus di atas nampan. Kemudian dihitung jumlah seluruh pinjal yang didapat dibagi
jumlah tikus yang diperiksa atau disisir. Kepadatan pinjal atau indeks pinjal lebih dari 1 ekor,
maka tempat atau wilayah tersebut rentan terhadap penyakit pes. Terutama untuk jenis pinjal
Xenopsylla cheopis. Berikut adalah foto kegiatan dalam survei tikus.
Adapun persyaratan pengendalian serangga vector, tikus dan binatang pengganggu
lainnya menurut Kepmenkes RI No.1204 tahun 2004 adalah :
1. Kepadatan jentik Aedes sp. yang diamati melalui indeks kontainer harus 0 (nol).
2. Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan nyamuk masuk ke
dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan.
3. Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutama pada dapur, gudang makanan,
dan ruangan steril.
4. Semua ruang ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan
tertutup.
5. Tidak ditemukan lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah sakit.
6. Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.
2. TIKUS
Lingkungan rumah sakit harus bebas tikus. Mengamati atau memantau secara berkala
setiap 2 (dua) bulan di tempat-tempat yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan tikus
yang ditandai dengan adanya keberadaan tikus antara lain: kotoran, bekas gigitan, bekas jalan
tikus hidup. Ruang-ruang tersebut antara lain di daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit,
antara lain dapur, ruang perawatan, laboratorium, ICU, radiologi, UGD, ruang operasi, ruang
genset atau panel, ruang administrasi, ruang pompa, ruang bersalin. Lingkungan rummah sakit
yang terbuka (inner bound) : tempat penampungan sampah, taman atau kebun, garasi,
drainase, tempat parkir, lapangan lainnya. Persyaratan untuk tikus di rumah sakit terutama
pada daerah bangunan tertutup (core) yaitu tidak ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus.
Untuk mengetahui kepadatan tikus di suatu tempat atau wilayah yaitu dengan cara memasang
perangkap tikus. Namun sebelum dilakukan pemasangan perangkap dilakukan survey
pendahuluan terlebih dahulu untuk mengetahui cirri-ciri keberadaan tikus dan pola hidup
tikus. Tikus memiliki kebiasaan berjalan disepanjang tepi dinding, mengikuti jejak run way
atau tempat bersentuhan langsung rambutnya. Jejak lain yang bisa dilihat kotoran, urine dan
sarang tikus. Ketepatan penempatan perangkap akan meningkatkan peluang keberhasilan
penangkapan. Pemasangan perangkap per lokasi survei 100 perangkap dengan pembagian 50
perangkap di habitat rumah (25 rumah) dan 50 perangkap luar rumah. (B2P2VRP, 2015).
Untuk menentukan jumlah perangkap dipasang, setiap ruangan dengan luas sampai
dengan 10 m2 dipasang satu perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap.
(Depkes. RI, 2008). Setelah melakukan survei lalu dilakukan pemasangan perangkap dengan
menggunakan umpan kelapa bakar atau yang lainnya di tempat-tempat seperti di atas.
Perangkap di pasang pada sore hari dan dilihat setiap pagi antar jam 06.00-08.00 pagi hari.
Perangkap yang ada tikusnya diambil dari setiap tempat, yang belum berisi biarkan sampai
tiga malam untuk memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap.
E. PENGENDALIAN VEKTOR, TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU
1. VEKTOR
Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko
untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak
masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. (Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 374 Tahun 2010). Sedangkan pengendalian serangga vektor, tikus
dan binatang pengganggu lainnya di rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 adalah upaya untuk menanggulangi populasi serangga,
tikus, dan binatang pengganggu lainnya sebagai keberadaannya tidak menjadi vektor
penularan penyakit. Secara umum, cara pengendalian vektor yang ada didasari oleh:
manajemen lingkungan, pengendalian secara biologi dan penggunaan bahan kimia. Dengan
pengecualian manajemen lingkungan dan pengendalian secara biologi, memiliki keterbatasan
aplikasi dan demikian halnya juga pada penggunaan bahan-bahan kimia yang dirasa sebagai
metode penting di dalam pengendalian penyakit tular vektor secara terpadu. Sebagaimana
dalam Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 pengendalian dengan cara menajemen lingkungan
terhadap beberapa serangga sebagai berikut:
1. Nyamuk
a. Melakuakn Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur, Menguras, dan
Menutup (3M).
b. Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan tertutup.
c. Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat perindukan.
d. Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu terutama diruang
perawatan anak.
2. Kecoa
a. Menyimpan bahan makanan dan makanan yang siap saji pada tempat tertutup.
b. Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke dalam ruangan.
3. Lalat Melakukan pengelolaan sampah atau limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
4. Tikus
1. Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon, pintu, dan
jendela.
2. Melakukan pengelolaan sampah yang memnuhi syarat kesehatan.
5. Binatang Pengganggu Lainnya Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang
memenuhi standar kesehatan.
Metode pengendalian secara kimia atau biologi terhadap vektor, tikus dan binatang
pengganggu lainnya dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Nyamuk
a. Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes sp. > 0 dengan cara
abatisasi.
b. Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan menggunakan predator.
c. Melakukan oiling untuk memeberantas larva atau jentik culex.
d. Bila diduga ada kasus deman berdarah yang tertular di rumah sakit, maka perlu dilakukan
pengasapan (fogging) di rumah sakit.
2. Kecoa
a. Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang terdapat
pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan dibakar atau
dihancurkan.
b. Pemberantasan kecoa Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi.
a) Pemberantasan fisik atau mekanik dengan cara :
1) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul
2) Menyiram tempat perindukan dengan air panas
3) Menutup celah-celah dinding
b) Pemberantas kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan, bubuk,
semprotan, dan umpan.
3. Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap, pemukulan atau
sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.
4. Lalat
Bila kepadatan lalat disekitar tempat sampah (perindukan) melebihi 2 ekor per block grill
maka dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.
5. Binatang Pengganggu lainnya Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :
a. Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit
b. Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap kucing dan anjing.
Metode pengendalian yang lainnya yaitu, dikenal dengan Metode Pengendalian Vektor
Terpadu (PVT). Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
atas keamanan, rasionalitas dan efektifitas dalam pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Adapun beberapa keunggulan dalam
melakukan pengendalian vector terpadu adalah :
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor
3. Melalui kerjasama lintas sektor, sehingga hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 374 Tahun 2010, Upaya pengendalian vektor
secara terpadu (PVT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendekatan
pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan
efektivitas pelaksanaannya serta berkesinambungan. Pengendalian vector dan binatang
pengganggu lainya berprinsif pada REESAA yaitu Rational, pelaksanaan pemberantasan
vektor pada daerah kasus tinggi, daerah potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) atau lokasi
tertentu yang diprioritaskan. Efektif, yaitu kombinasi dua atau lebih metoda dapat
dilakukankan agar mampu menurunkan penularan. Efisien, yaitu biaya operasionalnya paling
murah. Sustainable, yaitu dilaksanakan dengan berkesinambungan sampai mencapai tingkat
penularan yang rendah. Acceptable yaitu kegiatan pemberantasan vektor harus dapat diterima
oleh masyarakat, hingga masyarakat setempat mendukung dan ikut berpartisipasi dlm
kegiatan tersebut. Affordable, yaitu mampu melaksanakan kegiatan pemberantasan vektor
pada lokasi yang mudah terjangkau, sarana transportasi relatif baik sehingga bahan dan alat
serta keperluan logistik lainnya dapat dibawa ke lokasi tersebut.
2. TIKUS
Pengendalian tikus di rumah sakit dilakukan dengan tujuan untuk menekan populasi tikus
dan mencegah penularan penyakit yang ditularkan oleh tikus. Sebelum dilakukan
pengendalian tikus kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai kebiasan atau pola hidup
tikus (bionomic) setiap spesies agar tepat sasaran dalam pengendaliannya. Metode
pengendalian tikus di rumah sakit sebagai berikut :
1. Secara Fisik – Mekanik Pengendalian secara fisik-mekanik yaitu dengan cara mengubah
faktor lingkungan fisik yang menyebabkan kematian pada tikus seperti mengubah suhu,
kelembaban atau suara menjadi di atas atau di bawah batas toleransi tikus. Namun motode ini
kurang tepat untuk di terapkan di rumah sakit. Metode pengendalian secara fisik-mekanik
yang efektif dilaksanakan di rumah sakit salah satunya yaitu dengan cara penangkapan dengan
menggunakan perangkap tikus (trapping). Ada berbagai macam perangkap tikus yang dapat
digunakan seperti berikut ini :
a. Perangkap mati (snap trap)
b. Perangkap hidup (live trap)
c. Perangkap berperekat (sticky board trap)
d. Perangkap jatuhan (fit fall trap)
2. Secara Sanitasi Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan hal yang penting dalam
mengendalikan tikus. Mengelola lingkungan sehingga tidak menjadi tepat berkebangbiaknya
tikus merupakan tindakan dalam upaya sanitasi lingkungan seperti : a. Penyimpanan,
pengumpulan dan pembuangan sampah yang benar. b. Penyimpanan bahan makanan dengan
baik dan benar sesuai persyaratan gudang penyipanan bahan makanan. c. Konstruksi
bangunan yang anti-tikus (Rat Proofing), demikian juga gudang tepat penyipanan barang. d.
Pemusnahan sarang tikus dan lubang-lubang yang menjadi jalan masuknya tikus dengan cara
menutupnya.
3. Secara Kimia Pengendalian tikus dengan menggunakan bahan kimia atau disebut
rodentisida. Dalam aplikasinya dengan cara pengasapan (fumigasi), untuk di rumah sakit cara
ini tidak dilakukan karena berbahaya, dan sebagai umpan beracun. Ada dua jenis rodentisida
berdasarkan cara kerjanya yang biasa digunakan yaitu : a. Tipe single dose (akut) Dosis akut
ini sifatnya lethal terhadap tikus. Tikus akan mati setelah makan rodentisida ini satu kali saja.
Contohnya, arsenik trioksida, brometalin, krimidin, fluoroasetamid dan lain-lain. b. Tipe
multiple dose (komulatif) Tipe pengendalian dengan rodentisida yang memerlukan peberian
yang berulang selaa tiga hari atau lebih. Pengendalian tikus dengan umpan beracun
sebaiknya sebagai pilihan tearakhir. Bila tidak teliti cara pengendalian ini sering
menimbulkan bau yang tidak sedap, karena bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain
itu rodentisida sangat berbahaya bagi manusia dan binatang atau hewan lainnya
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Serangga, tikus dan kucing merupakan binatang yang sering kita temui baik di rumah,
perkantoran, rumah sakit maupun di tempat-tempat umum lainya yang dapat menimbulkan
gangguan dan merugikan manusia. Keberadaan mereka dapat di suatu tempat
mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut tidak saniter, kumuh dan menjadi tempat
berkembangbiaknya berbagai reservoir agent penyakit. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya
pengendaliannya agar tidak menjadi sumber penular penyakit pada manusia. Disamping itu,
keberadaan tikus dan binantang pengerat lainnya juga dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomi berupa rusaknya material bangunan, peralatan, pangan dan instalasi medik, kabel-
kabel listrik yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2016. Tikus Jawa, Teknik Survei di Bidang
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal P2&PL, 2002. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Direktorat Jenderal P2&PL, 2008. Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit,
Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Sigit H. Singgih, Hadi Upik Kesumawati dkk, 2006. Hama Permukiman Indonesia, Bogor: IPB