Hasil Anggi Benar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 104

SKRIPSI

HUBUNGAN STRES, POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK


DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA
LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
WAWOTOBI KABUPATEN KONAWE

ANGGI INTAN LESTARI


P. 202102006

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
2023
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Skripsi ini Telah Kami Setujui Untuk Diajukan Pada Seminar Skripsi Program

Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Mandala Waluya

dalam rangka penyempurnaan penulisan.

Kendari, September 2023

Tim Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

Azlimin,SKM.,MM.,M.Kes Sitti Masriwati,S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIDN : 902078802 NIDN : 915118603

Mengetahui :

Ketua Program Studi Keperawatan


Universitas Mandala Waluya

Dewi Sari Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kes


NIDN : 0927068605

ii
ABSTRAK
Universitas Mandala Waluya
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Program Studi S1 Keperawatan
Skripsi, September 2023
ANGGI INTAN LESTARI (NIM:P202102006)
“HUBUNGAN STRES, POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK
DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA LANSIA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAWOTOBI KABUPATEN KONAWE”
PEMBIMBING I : Azlimin,SKM.,MM.,M.Kes
PEMBIMBING II : Sitti Masriwati,S.Kep.,Ns.,M.Kes
(xi+ 102 Halaman + 12 Tabel + 2 Gambar + 9 Lampiran)
Diabetes Melitus adalah penyakit kronis risiko komplikasi seperti hipertensi
dan ulkus diabetik. Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan utama yang
dialami lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi dan menempat urutan
pertama dengan prevalensi diabetes mellitus tipe 2 terbanyak di Kab. Konawe.
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui hubungan stres, pola makan dan aktivitas
fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe II pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik. Rancangan penelitian
menggunakan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan
usia 60-70 tahun yang menderita Diabetes Melitus Tipe II di wilayah puskesmas
wawotobi Kabupaten Konawe. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 262 orang.
Pembagian jumlah sampel setiap wilayah dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik non probability sampling dengan pendekatan Purposive sampling. Jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 responden. Penelitian ini menggunakan
Uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan (α = 0,05) untuk
menghubungkan variabel bebas dengan variabel terikat.
Hasil penelitian menemukan 43,1% responden memiliki kadar gula darah
normal 56,9% terdiagnosa diabetes melitus tipe 2. 31,9% normal, 22,2% stress
ringan, 1,4% stress sedang, 11,1% stress berat dan 33,3% stress sangat berat.
40,3% memiliki pola makan yang baik 59,7% memiliki pola makan yang kurang
baik. 31,9% memiliki aktivitas fisik berat, 30,6% memiliki aktivitas fisik sedang
dan sebanyak 37,5% memiliki aktivitas fisik berat. Hasil uji statistik dengan
menggunakan uji chi-square diperoleh X2 hitung ≥ X2tabel maka Ho ditolak dan Ha
diterima artinya ada hubungan antara stress, pola makan dan aktivitas fisik dengan
kejadian diabetes melitus tipe II.
Kesimpulan penelitian terdapat hubungan antara stress, pola makan dan aktivitas
fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe II. Saran penelitian perlu adanya
edukasi kepada keluarga penderita DM untuk menjaga kondisi yang dapat
memicu kenaikan kadar gula darah .

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Stres, Pola Makan, Aktivitas Fisik


Daftar Pustaka : 29 (2017-2023).

iii
ABSTRACT
Mandala Waluya University
Faculty of Health Sciences
Bachelor of Nursing Study Program
Undergraduate Thesis, September 2023
ANGGI INTAN LESTARI (NIM:P202102006)
"The RELATIONSHIP OF STRESS, DIET AND PHYSICAL ACTIVITY
WITH THE INCIDENT OF TYPE II DIABETES MELLITUS IN THE
ELDERLY IN THE WORKING AREA OF THE WAWOTOBI HEALTH
CENTER, KONAWE DISTRICT"

SUPERVISOR I: Azlimin, SKM., MM., M. Kes


SUPERVISOR II: Sitti Masriwati, S.Kep., Ns., M.Kes
(xi+ 102 Pages + 12 Tables + 2 Figures + 9 Attachments)

Diabetes Mellitus is a chronic disease with a risk of complications such as


hypertension and diabetic ulcers. Diabetes mellitus is the main health problem
experienced by the elderly in the Wawotobi Health Center working area and is in
first place with the highest prevalence of type 2 diabetes mellitus in the district.
Konawe. This study aims to determine the relationship between stress, diet and
physical activity with the incidence of type II diabetes mellitus in the elderly in
the working area of the Wawotobi Health Center, Konawe Regency.
This type of research is analytical research. The research design used cross
sectional. The population in this study were elderly people aged 60-70 years who
suffered from Type II Diabetes Mellitus in the Wawotobi Community Health
Center area, Konawe Regency. The population in this study was 262 people. The
distribution of the sample size for each region in this research was carried out
using a non-probability sampling technique with a purposive sampling approach.
The number of samples in this study was 72 respondents. This research uses the
Chi-Square statistical test with a significant level (α = 0.05) to relate the
independent variable to the dependent variable.
The results of the study found that 43.1% of respondents had normal blood
sugar levels, 56.9% were diagnosed with type 2 diabetes mellitus. 31.9% were
normal, 22.2% had mild stress, 1.4% had moderate stress, 11.1% had severe stress
and 33.3% had very severe stress. 40.3% have a good diet, 59.7% have a poor
diet. 31.9% had heavy physical activity, 30.6% had moderate physical activity and
37.5% had heavy physical activity. The results of statistical tests using the chi-
square test obtained that X2 calculated ≥
The research conclusion is that there is a relationship between stress, diet
and physical activity with the incidence of type II diabetes mellitus. Research
suggestions require education for families of DM sufferers to prevent conditions
that can trigger an increase in blood sugar levels.

Keywords: Diabetes Mellitus, Stress, Diet, Physical Activity


Bibliography: 29 (2017-2023).

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Stres, Pola Makan dan Aktivitas fisik Dengan

Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Pada Lansia Di wilayah Kerja Puskesmas

Wawotobi Kabupaten Konawe ” guna untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Keperawatan di

Universitas Mandala Waluya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan oleh karena itu saran-saran dari semua pihak yang sifatnya

membangun untuk meningkatkan mutu dari penulisan ini sangat di harapkan oleh

penulis.

Pada kesempatan ini penulis menghanturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Azlimin,SKM.,MM.,M.Kes sebagai pembimbing I dan ibu Sitti

Masriwati,S.Kep.,Ns.,M.Kes sebagai pembimbing II atas semua waktu, tenaga dan

pikiran yang telah diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyusun hasil ini.

Selanjutnya, tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya

kepada :

1. Ketua Pengurus Yayasan Mandala Waluya Kendari.

2. Rektor Universitas Mandala Waluya.

3. Para Wakil Rektor (Akademik, Non Akademik dan Kemahasiswaan)

Universitas Mandala Waluya.

4. Ketua Lembaga (LPPM, LPJM dan LPKDMA) Universitas Mandala Waluya

v
5. Dekan Fakultas ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Mandala Waluya.

6. Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Mandala Waluya

7. Tim Penguji (masing- masing) : Bapak Firmansyah, SKM.,M.Kes selaku

penguji I , Bapak Toto Surianto, SKM.,MH.Kes selaku penguji II dan Bapak

Prawara Aros Purnama, S.Kep., M.Sc selaku penguji III.

8. Seluruh Dosen dan Staff Universitas Mandala Waluya yang telah banyak

membantu Penulis semasa pendidikan.

9. Kedua Orang Tuaku yang tercinta serta saudaraku yang penuh perhatian dan

memberikan semangat, motivasi serta dukungan baik moril mapun materi

selama mengikuti pendidikan di Universitas Mandala Waluya.

10. Seluruh Teman-Teman Khususnya Jurusan S1 Keperawatan yang telah

memberikan bantuan dan motivasi kepada Penulis hingga selesainya hasil ini.

Demikian hasil ini semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan terutama

penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Mandala Waluya Kota

Kendari.

Kendari, Agustus 2023

Penyusun

vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN HASIL.............................................................ii
ABSTRAK.......................................................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI...................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...........................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................ix
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH...................x
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..................................................................................5
D. Manfaat Penelitian................................................................................6
E. Kebaruan Penelitian..............................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis Variabel Dependen (variabel bebas)........................16
B. Tinjauan Teoritis Variabel Independen (Variabel Terikat)..................25
C. Kajian Empiris......................................................................................36
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Bagan Kerangka Konsep......................................................................42
B. Variabel Penelitian................................................................................43
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif...........................................44
D. Hipotesis Penelitian..............................................................................46
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian..................................................................47
B. Lokasi dan Waktun Penelitian..............................................................47
C. Populasi dan Sampel.............................................................................48
D. Instrumen Penelitian.............................................................................51
E. Pengumpulan Data................................................................................51

vii
F. Pengolahan dan Analisa Data...............................................................52
G. Etika Penelitian.....................................................................................54
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.....................................................56
B. Hasil Penelitian.....................................................................................57
C. Pembahasan..........................................................................................64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...........................................................................................74
B. Saran.....................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebaruan Peneliti....................................................................................8

Tabel 2. Jumlah Sampel Setiap Kelurahan...........................................................55

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur..............................................72

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................72

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ......................73

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diabetes Melitus

Tipe II......................................................................................................73

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Stres .................................74

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Makan.....................................74

Tabel 9. Distribusi aktivitas fisik lansia di wilayah kerja Puskesmas

Wawotobi Kabupaten Konawe................................................................75

Tabel 10. Hubungan Stres dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II pada

Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe....75

Tabel 11. Hubungan Pola Makan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II pada

Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe...76

Tabel 12. Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II

pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten

Konawe.................................................................................................77

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian........................................................

10
DAFTAR SINGKATAN

WHO : Word Health Organization

IDF : International Diabetes Federation

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

DM : Diabetes Melitus

OAD : Obat Anti Diabetes

PJK : Penyakit Jantung Koroner

DMT2 : Diabetes Melitus Tipe 2

H0 : Hipotesis Nol

Ha : Hipotesis Alternatif

DASS : Depression Anxiety Stres Scale

ADA : American Diabetes Association

SL : Selalu

SR : Sering

KK : Kadang-Kadang

JR : Jarang

TP : Tidak Pernah

LANSIA : Lanjut Usia

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Permintaan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Lembar Kuesioner

Lampiran 4 : Master Tabel

Lampiran 5 : Hasil Uji Statistik

Lampiran 6 : Surat Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian Dari Universitas Mandala Waluya

Lampiran 8 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 9 : Dokumentasi Penelitian

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi

salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target

tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes

melotus terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. Diabetes Melitus

adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan

cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika

tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya

(Kemenkes RI, 2018).

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit dalam metabolik dengan

karakteristik seperti hiperglikemia, hal ini terjadi dikarenakan kelaianan sekresi

insulin dari keduanya didalam tubuh manusia. Penderita Diabetes Melitus tipe

2 memiliki risiko dapat terkena penyakit jantung dan pemilih darah 2– 4 kali

lebih tinggi dibandingkan seseorang tanpa adanya penyakit Diabetes Melitus,

memiliki risiko terkena hipertensi dibandingkan dengan orang normal. Selain

itu, Diabetes Melitus tipe 2 juga dapat menyebakan terjadinya komplikasi

ulkus kaki deabetik dan penyakit ginjal diabetik (Decroli, 2019). Terjadi

peningkatan risiko diabetes tipe II pada 541 juta orang dewasa (Maglino &

Boyko, 2021) International Diabetes Federation (IDF), di Indonesia terdapat

10 juta kasus diabetes yang diderita oleh penduduk dewasa dari total populasi

sebanyak 161.572.000 penduduk. Sementara itu, Kementrian Kesehatan

1
Republik Indonesia menyebutkan prevalensi penderita diabetes penduduk di

atas 15 tahun adalah 1,5-2,3 persen dimana prevalensi daerah perkotaan lebih

tinggi dari daerah pedesaan (Kemenkes, 2018). Sedangkan menurut Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas,2018) jumlah penderita Diabetes Mellitus tipe 2

Di Indonesia yaitu +12.191.564 jiwa.

Wordl Health Organization mengatakan bahwa kejadian diabetes Mellitus

terus mengalami peningkatan dan sebagan besar ditemukan pada negara

dengan pendapatan ekonomi rendah sampai menengah (Yenny, 2022). IDF

mengatakan bahwa terdapat 10 negara dengan jumlah penderita diabetes

Mellitus tertinggi di dunia yaitu : Cina 116,4 juta jiwa, India 77 juta jiwa dan

Amerika Serikat 31 juta jiwa, ketiga negara ini menempati urutan 3 teratas

pada tahun 2019. Jumlah terbesar orang dengan Diabetes Mellitus diperkirakan

berasal dari Asia Tenggara dan Pasifik Barat, terhitung sekitar setengah kasus

diabetes Mellitus di dunia (Rewasa, 2022).

Menurut PERKENI (2019) meningkatnya jumlah penderita Diabetes

Melitus tipe-2 dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor

keturunan/genetik, usia, obesitas, kurang aktivitas fisik, kehamilan, merokok

dan stres Penelitian yang dilakukan Isnaini (2018) menyatakan bahwa

riwayat keluarga, pola makan tidak sehat, umur, obesitas serta tingkat

pendidikan rendah berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Melitus tipe-2.

Sedangkan prevalensi Diabetes Melitus untuk Provinsi Sulawesi Tenggara

sebesar 1,3% Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara,

mengatakan bahwa penyakit Diabetes Melitus berada pada urutan ke-5 dari 10

2
penyakit yang mengalami peningkatan di Sulawesi Tenggara setelah ispa

bukan pneumonia (Profil Dinas Kesehatan Sultra, 2020).

Berdasarkan data tiga tahun terakhir yaitu tahun 2020, penderita Diabetes

Melitus di Kabupaten Konawe provinsi Sulawesi Tenggara berada pada urutan

pertama dengan jumlah 37,260 kasus dan urutan ke-2 adalah Kota Kendari

sebanyak 26,576 kasus (Profil Dinas Kesehatan Sultra, 2020). Penderita

Diabetes Melitus pada tahun 2020 sebanyak 10.03% dan mengalami

peningkatan sebanyak 87.03% pada tahun 2021, sedangkan di Kabupaten

Konawe yang memiliki Puskesmas dengan jumlah 29 puskesmas dengan angka

tertinggi pada tahun 2021 dengan Diabetes mellitus adalah Kecamatan

Wawotobi (Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, 2021).

Dari data Puskesmas Wawotobi di dapatkan jumlah seluruh lansia di

Kabupaten Konawe sebanyak 1.337 dimana jenis kelamin laki- laki berjumlah

673 dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 664 dan penderitayang

mengalami Diabetes Melitus tipe 2 dari tahun 2020 sebanyak 113 orang dan

padatahun 2021 sebanyak 149 orang, terdapat kenaikan pada tahun 2022

sebanyak 262 orang.

Peningkatan kadar gula darah (Diabetes Melitus Tipe II) yaitu penyakit

dalam metabolik dengan karakteristik seperti hiperglikemia, hal ini terjadi

dikarenakan kelaianan sekresi insulin dari keduanya didalam tubuh

manusia. Selain itu, diabetes melitus tipe 2 juga dapat menyebakan terjadinya

komplikasi ulkus kaki deabetik dan penyakit ginjal diabetik (Decroli, 2019).

Stres dapat meningkatkan kadar gula darah, semakin tinggi tingkat stres

3
maka semakin tinggi kadar gula darah (Luthfiani Dkk., 2020). Penyandang

Diabetes Mellitus (Diabetes Melitus) yang mengalami stres biasanya

disebabkan oleh tekanan dari dalam, seperti kekhawatiran akan komplikasi

jangka panjang, biaya pengobatan, dan lamanya durasi sakit. Tekanan dari

luar seperti pengaruh Diabetes Melitus pada keluarga, dan lingkungan

(Nash, 2014). Diabetes dan stres merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung (Nasriati,

2015). Saat stres datang, tubuh meningkatkan produksi adrenalin dan kortisol.

Tingkat adrenalin dan kortisol yang sangat tinggi memusuhi fungsi insulin dan

menghambat transpor glukosa yang diinduksi insulin di jaringan perifer.

Perubahan tersebut dapat memicu produksi glikogen secara maksimal dan

menyebabkan hiperglikemia berat, serta dapat berdampak buruk pada kontrol

gula darah pasien diabetes (Irfan, 2015).

Pola makan yang buruk, meliputi waktu makan yang tidak tepat serta

jumlah konsumsi makanan yang tidak teratur akan mempengaruhi kadar gula

darah dalam tubuh, aktivitas fisik juga merupakan faktor yang berisiko

menyebabkan Diabetes Melitus dikarenakan oleh aktivitas fisik yang kurang

dapat memicu terjadinya resistensi insulin sehingga meningkatkan kadar gula

darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (Widiyoga, 2020). Kajian

sebelumnya juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu, aktivitas fisik yang

kurang dan pola makan yang berlebihan akan mengakibatkan kadar gula darah

dalam tubuh menjadi meningkat dan mempermudah timbulnya komplikasi

(Widiyoga, 2020).

4
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Wawotobi yang

dilakukan dengan wawancara kepada petugas puskesmas dan 10 orang

penderita Diabetes Melitus tipe II, didapatkan data bahwa dari 10 orang

penderita terdapat 5 orang mengatakan sering mengalami stres akibat penyakit

yang dialaminya sehingga menyebabkan peningkatan kadar gula darah,

sementara 3 orang memiliki pola makan kurang baik ditinjau dari waktu

makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi yang dapat memicu kenaikan

kadar gula darah, sedangkan 2 orang lainnya mengatakan aktivitas fisik

cenderung kurang sehingga menyebabkan penumpukan glukosa yang

berpengaruh terhadap kenaikan kadar gula darah. Berdasarkan masalah diatas

peneliti sangat tertarik mangambil judul “Hubungan Stres, Pola Makan dan

Aktivitas fisik dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Pada Lansia di

Wilayah Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti

merumuskan masalah :

1. Apakah ada hubungan stres dengan kejadian diabetes melitus tipe II ?

2. Apakah ada hubungan Pola makan dengan kejadian diabetes melitus tipe II?

3. Apakah ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe

II?

5
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Stres,

Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe II

pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Hubungan Stres dengan kejadian Diabetes Melitus

tipe II pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten

Konawe

b. Untuk Mengetahui Hubungan Pola Makan dengan kejadian Diabetes

Melitus tipe II pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi

Kabupaten Konawe.

c. Untuk Mengetahui Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian Diabetes

Melitus tipe II pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi

Kabupaten Konawe

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai hubungan stres,

pola makan dan aktivitas fisik terhadap kejadian diabetes melitus tipe II

pada lansia

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Kesehatan

6
Dapat menambah wawasan keilmuan bagi program studi

keperawatan Universitas Mandala Waluya dan diharapkan dapat

bermanfaat bagi pengembangan penelitian mengenai hubungan stres,pola

makan dan aktivitas fisik terhadap kejadian diabetes melitus tipe II pada

lansia dipuskesmas

b. Bagi Puskesmas

Bagi puskesmas sebagai masukkan untuk tenaga kesehatan

memberikan penyuluhan edukasi kepada pasien lansia yang mengalami

Diabetes Melitus.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan untuk data dasar bagi

peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai hubungan stres, pola

makan dan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe II pada

lansia di Puskesmas.

d. Bagi Responden

Sebagai masukkan bagi responden agar meningkatkan pengetahuan

mengenai hubungan stres, pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian

Diabetes Melitus tipe II.

7
E. Kebaruan Penelitian

Tabel 1. Kebaruan Penelitian

Peneliti uraikan penelitian terdahulu yang serupa tetapi memiliki perbedaan

yang cukup jelas, sebaga i batasan agar tidak terjadi kesamaan dengan penelitian

ini. perbedaan tersebut untuk menjamin keaslian penelitian yaitu sebagai berikut:

No Nama,
Judul Hasil Persamaan Perbedaan
Tahun
1. Miftahul Hubungan Didapatkan 1. Variabel 1. Variabel
Arzaq, Tingkat lebih dari dependent
independen
M. Nizar Stres Dan separuh 2. Metode
Syarif Pola Tidur responden penelitian 2. Tekhnik
Hamidi, Dengan yang pengambil
Lira Mufti Kadar mengalami an sampel
Azzahri Gula stres 3. Respondent
Isnaeni, Darah sebanyak 37 4. Lokasi penelitian
2022 Penderita orang
Diabetes (59,7%),
Melitus lebih dari
Tipe Ii Di separuh
Wilayah responden
Kerja Uptd yang
Blud mengalami
Puskesmas gangguan
Airtiris pola tidur
sebanyak 32
orang
(51,6%),
sebagian
besar
responden
yang
memiliki
kadar gula
darah tinggi
sebanyak 35

8
orang
(56,5%).
Simpulan:set
elah
dilakukan
uji chi-
square
didapatkan
nilai p value
0,000 (<
0,05) artinya
terdapat
hubungan
yang
bermakna
antara
tingkat stres
dan pola
tidur dengan
kadar gula
darah pada
penderita
diabetes
melitus di
Wilayah
Kerja UPT
BLUD
Puskesmas
Airtiris.
2. Dwi Hubungan Hasil penelitian 1. Respondent 1. Metode penelitian
Suprapti, Pola Makan, didapatkan ada 2. Lokasi penelitian
2018 Kondisi hubungan antara
Psikologis, kondisi
Dan Aktivitas psikologis, jenis
Fisik Dengan kelamin, suku
Diabetes dan pendidikan
Mellitus Pada dengan status
Lansia Di DM. Pola
Puskesmas makan menjadi
Kumai variabel yang

9
dominan dengan
kejadian DM
pada lansia (p-
value 0.006, OR
2.950). Artinya
lansia yang
memiliki pola
makan sering
>3x/hari
memiliki
peluang
sebanyak 3 kali
lebih tinggi
untuk terkena
DM
dibandingkan
yang memiliki
pola makan
jarang <3x/hari.
3. Santi Faktor - Hasil Subjek 1. Lokasi penelitian
Oktavia, faktor Sosial penelitian penelitian 2. Variabel
Endang Demografi menggunakan yaitu indepeden dan
Budiarti, yang uji fisher penderita Dependen
Ferizal Berhubunga didapatkan p- Diabetes 3. Tekhnik
Masra n dengan value 0,000 Melitus Tipe pengambilan
ewi Kejadian yang artinya 2 sampel
Rahayu, Diabetes ada hubungan
Bamban Melitus Tipe antara usia
g Setiaji 2 dengan
kejadian
Diabetes
Melitus tipe 2,
p-value 0,000
ada hubungan
antara jenis
kelamin
dengan
Diabetes
Melitus tipe 2,
p-value 0,008

10
ada hubungan
antara
variable
Pendidikan
dengan
kejadian
Diabetes
Melitus tipe 2,
p-value 0,000
ada hubungan
antara
variable
Pekerjaan
dengan
kejadian
Diabetes
Melitus tipe 2.
p-value 0,000
yang artinya
ada hubungan
antara
variable
Pekerjaan
dengan
kejadian
Diabetes
Melitus tipe 2,
p-value 0,024
yang artinya
ada hubungan
antara
variable
Aktifitas fisik
dengan
kejadian
Diabetes
Melitus tipe 2
p-value 0,021
< 0,005yang
artinya ada

11
hubungan
antara
variable Pola
Makan
dengan
kejadian
Diabetes
Melitus tipe 2
4. I Dewa Hubungan Hasil 1. Variabel 1. Lokasi penelitian
Ayu Eka Pola Makan penelitan independe
Candra Dan Aktivitas menunjukka n
Astutisar Fisik Dengan n sebagian
i, Kadar Gula besar
A.A.Ay Darah Pada responden
uliati Pasien memiliki
Darmini, Diabetes pola makan
Ida Ayu Melitus Tipe sering
Putri 2 Di (56%),
Wulanda Puskesmas aktivitas
ri Manggis I fisik ringan
(97,2%) dan
kadar gula
darah tinggi
(73,4%).
Terdapat
hubungan
korelasi
yang positif
dengan
nilai pvalue
untuk pola
makan
sebesar
0,038 dan
aktivitas
fisik sebesar
0,009 yang
menunjukka
n adanya
hubungan

12
yang
signifikan.
5. Mutia Hubungan Hasil Responden Teknik Pengambilan
Aulia, Tingkat stres Analisa data pemelitian Sampel
Ismonah, dengan Self menggunaka yaitu penderita
Prita Management n uji Diabetes
Adisty pada Penderita spearman Melitus Tipe 2
Handayani Diabetes rank
Melitus Tipe 2 didapatkan
nilai p value
0,014 yang
berarti
terdapat
hubungan
antara
tingkat stres
dengan self
management
pada
penderita
Diabetes
Mellitus
dengan
koefisien
korelasi r=-
0,417 yang
artinya
hubungan
antara
tingkat stres
dengan self
management
berada pada
kategori
sedang
dengan arah
hubungan
negative
yang artinya
semakin

13
tinggi
tingkat stres
maka akan
semakin
rendah self
management
pada
penderita
DM tipe II.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis Variabel Dependent (Variabel Bebas)

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus atau yang sering disebut Diabetes Melitus merupakan

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia, yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Klasifikasi Diabetse Melitus secara umum terdiri dari Diabetes Melitus tipe

I dan Diabetes Melitus tipe II (Widiastuti, 2020). Diaetes Melitus adalah

penyakit metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah pada

tubuh, karena terganggunya hormon insulin yang berfungsi untuk menjaga

homeostasis tubuh dengan cara penurunan kadar gula darah (American

Diabetes Association, 2017)

2. Etiologi Diabetes Melitus

Menurut Kwinahyu 2011 penyebabab Diabetes Melitus belum dketahui

pasti tetapi umumnya diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama

dan faktor herediter pemegang peranan. Diabetes Melitus tipe II (Non

Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDIABETES MELITUS) yaitu tidak

tergantung insulin. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting

dalam proses terjadinya resistensi insulin.


3. Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Diabetes Melitus Tipe II

Menurut (Nuraisyah, 2018) faktor resiko Diabetes Melitus terdapat dua

yaitu faktor risiko yang sifatnya bisa diubah dan faktor risiko yang tak dapat

diubah.

a. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah

1) Gaya Hidup

Gaya hidup (life style) merupakan perilaku seseorang yang

ditujukkan dalam aktivitas sehari- hari. Makanan cepat saji (junk

food), kurangnya aktivitas (olahraga) dan minum- minuman yang

bersoda merupakan faktor pemicu terjadinya Diabetes Melitus

(Abdurrahman, 2014).

2) Obesitas

Obesitas adalah peningkatan lemak pada tubuh yang berlebihan.

Obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit Diabetes

Melitus. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin

(resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka

semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh

terkumpul di daerah perut (central obesity). Kontrol berat badan

penting dalam manajemen diabetes dan pencegahan perkembangan

prediabetes menjadi Diabetes Melitus.

3) stres

Stres merupakan gangguan pada tubuh dan pikiran yang

disebabkan oleh perubahan dan tuntutan hidup. Cemas, takut, malu,

16
serta marah merupakan bentuk emosi dari dalam diri individu. Hal

tersebut berpengaruh terhadap fluktuasi glukosa darah meskipun telah

melakukan upaya latihan fisik, diet, maupun pemakaian Obat Anti

Diabetes (selanjutnya disingkat OAD) dengan teratur.

4) Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

Tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana tekanan

darah melebihi batas normal. Dikatakan tekanan darah tinggi apabila

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥

90 mmHg. Tekanan darah tinggi adalah kondisi yang terjadi ketika

sejumlah darah dipompakan oleh jantung, melebihi kemampuan yang

dapat ditampung dinding arteri (Purwono, Dkk, 2020).

b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Diubah

1) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena

Diabetese Melitus. Diabetes Melitus terjadi pada orang dewasa

setengah baya paling sering terjadi pada usia ≥ 45 tahun.

Meningkatnya risiko Diabetes Melitus seiring dengan

bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi

fisiologis tubuh (American Heart Association, 2012). Diabetes yang

terjadi pada lansia cenderung Diabetes Melitus tipe II. Usia adalah

faktor yang tidak bisa diubah, oleh sebab itu sebaiknya individu yang

sudah memiliki usia di atas 40 tahun rutin untuk melakukan

pengaturan diet, latihan fisik, pengecekan kadar gula darah agar gula

17
darah dalam tubuh tetap dalam batas normal.

2) Riwayat Keluarga Diabetes Melitus (Genetik)

Seorang anak dengan orang tua penderita Diabetes Melitus dapat

di warisi gen penyebab Diaetes Melitus. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa risiko seorang terkena penyakit Diabetes Melitus

akan lebih besar ketika ibunya memiliki penyakit Diabetes Melitus.

Resiko terbesar bagi anak terserang diabetes jika salah satu atau

kedua orang tua mengalami diabetes sebelum berumur 40 tahun.

3) Jenis Kelamin

Diabetes Melitus sebagian besar banyak dijumpai pada

perempuan dibandingkan dengan laki- laki. Hal tersebut karena

terdapat perbedaan dalam kehidupan sehari-hari, seperti melakukan

aktivitas, gaya hidup sehari- hari yang mempengaruhi kejadian suatu

penyakit. Diabetes Melitus beresiko lebih besar dialami oleh

perempuan dari pada laki- laki, hal tersebut disebabkan karena

perempuan memiliki indeks masa tubuh yang lebih besar. Pasca

menopaus yang dialami oleh perempuan membuat distribusi lipid

tubuh mudah terakumulasi yang disebabkan oleh hormonal, sehingga

perempuan lebih beresiko mengalami Diabetes Melitus tipe II.

4. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe II

Manifestasi Diabetes Melitus tergantung pada tingkat hiperglikemia

yang dialami oleh pasien Diabetes Melitus. Manifestasi klinis dikaitkan

dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Seseorang dengan

18
defisiensi insulin, tidak dapat mempertahanka n kadar glukosa puasa dengan

normal. Tanda dan gejala yang sangat dirasakan adalah kepala sakit, mata

kunang-kunang, rasa haus, rasa mengantuk, rasa lapar, meriang, badan

lemas dan sering buang air kecil (Infus, 2019).

Tanda dan gejala lain Diabetes Melitus antara lain yaitu cepat haus

(olidipsia). Jika terjadi hiperglikemia berat dan melebihi batas ambang

ginjal, maka timbul glikosuria. Glikosuria akan mengakibatkan diuresi

osmotik, yang meningkatkan pengeluaran urin sering berkemih (poliuria),

dan mengantuk secara terus menerus. Karena glukosa hilang bersama urin

maka, akan mengalami keseimbangan kalori dan berat badan berkurang.

Rasa cepat lapar yang semakin besar (polifagia) sebagai akibat kehilangan

kalori (Widodo, 2014).

Efek jangka panjang Diabetes Melitus meliputi perkembangan progresif

komplikasi spesifik retinopati yang berpotensi dapat menimbulkan

kebutaan, neuropati yang dapat menyebabkan gagal ginjal, amputasi, serta

disfungsi pada tubuh. Pada Diabetes Melitus tipe II sama sekali tidak

memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosanya hanya dibuat berdasarkan

pemeriksaan darah di Laboratorium dan melakukan pemeriksaan glukosa.

Pada penderita Diabetes Melitus tipe II ini, tidak mengalami ketoasidosis

karena tidak defisiensi insulin secara absolut (Ratnasari, 2019).

5. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II

Menurut Edwina Dkk. (2015), pada Diabetes Melitus yang tidak dapat

terkendali, dapat mengakibatkan komplikasi makrovaskular dan

19
mikrovaskular. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes yang

tidak terkendali adalah:

a. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Diabetes Melitus dapat merusak dinding pembuluh darah, sehingga

menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan

menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung

berkurang, dan mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga

kematian mendadak bisa terjadi.

b. Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan

seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, hipertensi dapat

memicu terjadinya serangan jantung, kerusakan ginjal, dan stroke. Risiko

serang jantung dan stroke, menjadi dua kali lipat apabila penderita

diabetes juga terkena hipertensi.

c. Infeksi

Glukosa dalam darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan

tubuh (system imunne) dalam menghadapi masuknya virus atau kuman

sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi.

d. Kerusakan Ginjal (Nefropati)

Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari

racun, yang masuk dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila terdapat, nefropati

atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein

yang dipertahankan ginjal bocor ke luar. Gangguan ginjal pada penderita

20
diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf.

e. Penyakit Paru

Penderita Diabetes Melitus lebih mudah terserang infeksi

tuberkulosis paru dibandingkan orang yang sehat. Diabetes Melitus

memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikan

Gula Darah.

6. Konsep Lanjut Usia

a. Defenisi Lanjut Usia

Lanjut usia adalah tahap terakhir dari siklus hid up manusia, yang

mengalami penurunan baik fisik maupun mental. Proses menua

(aging process) adalah suatu proses alami yang disertai adanya

perubahan kondisi fisik, psikososial, dan sosial. Perubahan ini

memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk

kesehatannya (WHO,2018).

Lanjut usia merupakan seseorang yang memiliki usia 60 tahun ke

atas (WHO, 2013). Lansia adalah menurunnya kemampuan jaringan,

untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (Wilson

Dkk, 2017).

b. Batasan Usia

1) Menurut World Health Organization (WHO, 2018), terdapat empat

tahapan yaitu :

a) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

21
b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

2) Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia di kelompokan

menjadi usia lanjut 60-69 tahun dan usia lanjut dengan risiko tinggi 70

tahun ke atas atau lebih dengan masalah kesehatan.

c. Perubahan Perubahan Pada Lansia

Menurut Sugiyo & Caesaria (2015), menyatakan bahwa perubahan-

perubahan yang dapat terjadi pada lansia perubahan fisik, mental, dan

psikososial.

1) Perubahan Fisik

a) Sistem Integumen

Kulit pada lansia akan mengalami atropi, kering, kendur,

dan berkerut. Kulit mengkerut atau keriput akibat hilangnya

jaringan lemak. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena

hilangnya proses kreatinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-

bentuk sel epidermis.

b) Sistem Indra

Sistem Pendengaran:

Presbikusis (gangguan pada pendengaran) karena hilangnya

kemampuan daya pendengaran pada telinga, terutama terhadap

bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit

mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.

22
Sistem Penglihatan:

Hilangnya respon terhadap sinar, sfingter pupil timbul

sklerosis, lensa lebih suram, hilangnya daya akomodasi, dan

menurunnya lapang pandang pada lansia.

c) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia merupakan

jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot

dan sendi. Tulang kehilangan density (cairan) dan semakin rapuh.

Terjadi kifosis persendian, membesar dan menjadi kaku. Tendon

mengerut dan mengalami sklerosis dan terjadi atrofi pada serabut

otot.

d) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa

jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga

peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan

jaringan ikat.

e) Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan pada otot pernafasan

kekuatannya menurun, kartilago dan sendi toraks mengakibatkan

gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks

berkurang

f) Sistem Gastrointestinal

Ukuran lambung pada lansia mulai mengecil, sensitivitas indra

23
pengecap menurun, sekresi asam lambung dan pepsin berkurang

sehingga rasa lapar menurun, serta terjadi atrofi mukosa.

g) Sistem Genetourinari

Banyak fungsi yang mengalami penurunan misalnya laju

filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal

2) Perubahan Mental

Menurut Tsuraya Syarif (2016) Faktor- faktor yang dapat

mempengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu :

a) Perubahan fisik

b) Tingkat pendidikan

c) Keturunan (hereditas)

d) Lingkungan

e) Kenangan (memory) misalnya kenangan jangka panjang dan

jangkan pendek

f) Kesehatan Umum

B. Tinjauan Teoritis Variabel Independent (Terikat)

1. Stres

a. Defenisi Stres

Stres adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan tekanan atau

tuntutan yang mengharuskan untuk beradaptasi, apabila seseorang tidak

dapat mengatasinya dengan baik. Maka akan muncul gangguan terhadap

tubuh, perilaku tidak sehat bahkan gangguan jiwa, (Maramis W &

Kurniawan, 2020).

24
Stres dapat meningkatkan kadar gula darah, semakin tinggi tingkat

stres maka semakin tinggi kadar gula darah (Luthfiani Dkk, 2020).

Penyandang Diabetes Mellitus (Diabetes Melitus) yang mengalami stres

biasanya disebabkan oleh tekanan dari dalam, seperti kekhawatiran akan

komplikasi jangka panjang, biaya pengobatan, dan lamanya durasi sakit.

Tekanan dari luar seperti pengaruh Diabetes Melitus pada keluarga, dan

lingkungan (Nash, 2014). Diabetes dan stres merupakan dua hal yang

saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung

(Nasriati, 2015).

b. Dampak Stres

Stres dapat memberikan dampak bagi seseorang yang

mengalaminya. Dampak yang diakibatkan dapat menjadi dua jenis

(Kurniawan, 2020), adalah sebagai berikut :

1) Eustres

Eustres merupakan akibat dari respon tubuh terhadap stres yang

bersifat sehat, positif, dan membangun, sehingga eustres akan

memacu seseorang untuk berusaha lebih keras mencapai kebutuhan

atau tujuan. Kondisi eustres biasanya akan menyebabkan seseorang

motivasinya meningkat, memiliki pandangan positif, antusias,

optimis, dan lain- lain

2) Distres

Distres adalah akibat dari respon tubuh terhadap stres yang

bersifat negatif atau tidak sehat, dan destruktif atau merusak. Hal

25
tersebut juga merupakan stres patologis, yaitu bila dalam usaha

mengatasi stres seseorang sudah tidak dapat berfungsi dengan baik

lagi, maka mungkin memiliki berbagai macam efek pada tubuh, yang

mana efek-efek tersebut dapat dirangkum untuk meningkatkan

metabolisme tubuh (meningkatnya penggunaan energi), meningkatkan

aktivitas kardiovaskular, serta mampu menghambat fungsi seperti

pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.

3) Respon Imun

Respon imun terhadap Stres mampu menekan fungsi imun

melalui efek glukokortikoid. Kondisi stres dapat mengaktivasi imun

melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang

pelepasan norepinefrin yang mampu mengaktifkan sistem saraf

simpatis, serta mengaktifkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal.

Selain itu, juga terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang

bersinaps pada sel target imun. Dalam menghadapi stresor juga

terdapat aktivasi imun berupa pelepasan sitokin-sitokin humoral

seperti interleukin-1 (IL-1) dan interleukin- 6 (IL-6). Sitokin ini dapat

merangsang pelepasan CRF lebih lanjut untuk meningkatkan efek

glukokortikoid yang dimaksudkan membatasi sendiri aktivasi imun.

c. Tanda Tanda Stres

Menurut Maramis W & Maramis A (dikutip dalam Kurniawan,

2020), menjelaskan bahwa terdapat beberapa gejala dari stres antara lain

sebagai berikut:

26
1) Merasa gelisah

2) Sering atau mudah marah dan seperti akanmeledak bila ada

sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan kemauannya.

3) Munculnya perasaan sangat lelah atau lelah yang berlangsung

lama.

4) Sulit berkonsentrasi.

5) Kehilangan minat terjadap rekreasi yang sebelumnya

dapat dinikmati dan sudah biasa dilakukan.

6) Menjadi khawatir mengenai hal-hal yang sebenarnya tidak dapat

diselesaikan dengan perasaan khawatir saja.

7) Bekerja berlebihan, biarpun tidak seluruhnya efektif.

8) Semakin lama semakin banyak pekerjaan yang dibawa pulang ke

rumah.

9) Semakin sering merokok dan mengkonsumsi minuman keras

dibanding sebelum-sebelumnya.

10) sering merasa kehilangan perspektif atau merasa masa depan suram

mengenai apa yang sebenarnya penting dalam pekerjaan dan

keluarga atau mungkin juga dalam hidup

d. Pengelolaan Stres

Menurut Maramis W & Maramis A (dikutip dalam Kurniawan,

2020), mengatakan bahwa untuk menghadapi atau mengatasi stres adalah

dengan mencegah stres yaitu melalui perubahan sikap terhadap stresor.

Maksudnya, semakin penting stresor tersebut dianggap, maka semakin

27
besar pula stres yang dapat ditimbulkan sebagai akibatnya. Sebaliknya,

semakin santai dan relax stresor itu dihadapi, semakin banyak alternatif

penyelesaian yang dilihat, maka stres yang ditimbulkan ringan. Selain

itu, beberapa kegiatan relaksasi seperti relaksasi ringan, relaksasi

progresif, meditasi, atau cara-cara relaksasi yang lain, dapat mrmbantu

mengurangi stres ataupun mencegah timbulnya stres patologis

(Kurniawan, 2020).

e. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres pada Penderita Diabetes

Mellitus Tipe 2 (Diabetes Melitus Tipe 2)

Menurut Wohpa (dikutip dalam Kurniawan, 2020 ), penderita

Diabetes Melitus yang terdiagnosis suatu penyakit akan menimbulkan

suatu dampak psikologis yang akan dirasakan. Penderita Diabetes

Mellitus Tipe 2 (Diabetes Melitus T2) dapat mengalami dampak

psikologis berupa stres, hal tersebut sebabkan karena banyak informasi

yang beredar dan mengatakan bahwa penyakit tersebut sulit untuk

sembuh, dan jika pasien ingin sembuh (terkontrol), mereka harus

melakukan berbagai macam perubahan gaya hidup dengan diet ketat.

Pernyataan tersebut berhubungan dengan penerimaan diri pasien yang

berujung timbulnya kondisi stres.

Menurut Wohpa (dikutip dalam Kurniawan, 2020), mengatakan

bahwa lama menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (Diabetes Melitus 2)

juga berpengaruh terhadap timbulnya stres pada penderita diabetes.

Pasien baru lebih rentan mengalami stres dibandingkan dengan pasien

28
lama. Hal tersebut kemungkinan berhubungan dengan adaptasi

perubahan status kesehatan yang drastis

f. Penanganan Stres pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (Diabetes

Melitus Tipe 2)

Menurut Kurniawan (2020), menjelaskan bahwa untuk menangani

stres yang timbul pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 (Diabetes

Melitus T2) dapat dilakukan melalui beberapa hal di bawah ini:

Pandangan terhadap penyakit yang diderita Pandangan negatif bahwa

melaksankan diet dan minum obat tepat waktu akan tetapi kadar glukosa

dalam darah tidak mengalami penurunan. Hal ini yang mengakibatkan

banyak penderita Diabetes Melitus tidak lagi menaati diet yang

dianjurkan, apabila diberikan pandangan yang positif tentang

penyakitnya sehinga penderita akan mampu menerima dan dapat

menimbulkan koping yang lebih baik.

1) Dukungan Sosial Bertemu dan berkumpul dengan penderita lain

sesama diabetes sangat dibutuhkan oleh penderita diabetes.

Hal tersebut dapat mengurangi stres yang dialami penderita,

dimana penderita karena akan saling berbagi pengalaman dan

merasakan bahwa tidak hanya dirinya yang menderita diabetes. Selain

itu, dukungan keluarga sangat berpengaruh untuk meminimalkan stres

yang timbul selama menjalankan program diet.

2) Strategi Koping

Melakukan aktivitas fisik, relaksasi, melakukan kegiatan yang

29
positif dan disukai serta berpikir positif tentang penyakitnya

g. Alat Ukur Stres

Menurut Kurniawan (2020), mengatakan bahwa Alat ukur yang

digunakan untuk mengukur tingkat stres yaitu: kueisioner DASS

(Depression Anxiety Stres Scale). Pada penelitian ini terdapat 14

pertanyaan pada kueisioner ini. Penilaian dapat diberikan dengan

menggunakan 0: tidak pernah, Dengan kriteria objektif: Normal : Jika

jawaban responden dengan skor 0-14, Stres Ringan : Jika jawaban

respoden dengan skor 15-18, Stres Sedang : Jika jawaban responden

dengan skor 19-25, Stres Berat : Jika jawaban responden dengan skor 26-

33, Stres Sangat berat : Jika jawabaan responden dengan skor >33.

2. Pola Makan

a. Defenisi

Pola makan ialah suatu usaha untuk mengatur jumlah dan jenis

makanan yang dikonsumsi tubuh dalam mempertahankan kesehatan,

status nutrsi dan mencegah dan membantu kesembuhan suatu penyakit

(Fandinata & Ernawati, 2020). Pola makan merupakan suatu kebiasaan

yang tergambar dalam mengonsumsi makanan sehari- hari untuk menjaga

keseimbangan asupan gizi supaya tidak menumpuk didalam tubuh

(Soelistijo et al., 2019).

b. Jumlah Makanan

Merupakan banyaknya makanan yang di konsumsi oleh setiap

individu atau orang (Fandinata & Ernawati, 2020). Mengonsumsi

30
makanan sehat perlu dikonsumsi terdiri dari:

1) Karbohidrat dikonsumsi sekitar 45-65% dalam asupan energi, sukrosa

tidak ≥ 5% dan diperlukan makan sebanyak 3 kali sehari.

2) Lemak dikonsumsi sekitar 20-25% dalam total asupan energi,

3) pembatasi konsumsi lemak jenuh dan lemak trans seperti susu full

cream dan daging berlemak

4) Protein dikonsumsi sekitar 1-1,2 g/kg BB per hari. Jenis protein yaitu

ikan, udang, cumi, ayam tanpa kulit, daging tanpa lemak, tahu, tempe

dan kacang-kacangan.

5) Natrium dikonsumsi sekitar < 1500mg/hari. Pembatasan makanan

mengandung natrium tinggi seperti garam, monosodium glutamat,

soda dan bahan pengawet.

6) Serat dikonsumsi sebanyak 14 gram/1000 kal atau 20-30 gram/hari

7) Pemanis alternatif digunakan untuk tidak melebihi batas aman saat

dikonsumsi. Pemanis alternatif yang dapat dikonsumsi seperti sakarin,

aspartam, sukrose, dan neotame

c. Jenis Makanan

Merupakan sebuah jenis makanan yang dapat dikonsumsi pada

setiap hari diantaranya makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayuran

maupun buah (Fandinata & Ernawati, 2020). Ada beberapa jenis

makanan yang dapat dikonsumsi dalam sehari-hari (Lingga, 2012)

1) Makanan pokok seperti beras, oat, bubur dan roti gandum, singkong,

31
jalat dan jagung dengan jumlah yang terbatas

2) Makanan pokok perlu dijauhi seperti semua macam tepung, talas, nasi

jagung, sereal instan, mie.

3) Gula dapat di konsumsi seperti gula aren, gula kelapa, gula stevia dan

madu asli

4) Gula perlu dijauhi seperti gula pasir, gula tongkol jagung digunakan

untuk sirup, soft drink dan marmalade

5) Buah dapat di konsumsi seperti apel, alpukat, semua jeruk kecuali

jeruk mandarin atau jeruk valensia, mangga , kiwi, pisang, anggur

dikonsmsi sesuai jumlah batasannya, melon dan sirsak

6) Buah yang perlu di hindari seperti durian, sawo, kelengkeng dan

manisan buah

7) Sayuran yang perlu dikonsumsi seperti umbi, kentang wortel, bit

tetapi dengan ada batasan jumlah mengonsumsi. Selain itu sayur

bayam, kangkung dan semua jenis sayur yang berdaun.

d. Frekuensi Makan

Merupakan suatu jumlah makan dalam sehari berupa makan pagi

atau sarapan, makan siang, makan malam dan cemilan. Makan sehat

frekuensinya sebanyak 3 kali dalam sehari (Fandinata & Ernawati,2020).

e. Jadwal Makan

Menurut Suryati, pada tahun 2021 Jadwal makan penderita Diabetes

Melitus harus teratur agar hasil pemeriksaan glukosa darah stabil.

Adapun beberapa jadwal makan penderita Diabetes Melitus sebagai

32
berikut :

1) Makan pagi atau sarapan : pukul 07.30

2) Makan cemilan atau kudapan : pukul 10.00

3) Makan siang : pukul 12.30

4) Makan selingan atau kudapan : pukul 15.00

5) Makan malam : pukul 18.00

6) Makan selingan atau kudapan : pukul 21.00

f. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan skala nominal,

dengan cara memberikan 15 pertanyaan kepada responden dan responden

akan memberikan jawaban tegas. Pernyataan: ya, tidak, sering dan

tidak sering. Semakin tinggi skor maka pola makan dikatakan

baik. Semakin rendah skor maka pola makan dikatakan kurang,

maka pola makan dikategorikan sebagai berikut : Baik : 23-30, Kurang :

15-22. (Melati Indah Mustika, 2018).

3. Aktivitas Fisik

a. Defenisi

Aktivitas fisik ialah salah satu faktor pencegah terjadinya penyakit

Diabetes Melitus, setiap gerakan tubuh perlu mengeluarkan energi lebih

besar dari pada keadaan istirahat, gerakan tersebut bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan pada tubuh (Sunarti, 2018). Menurut American

Diabetes Association (ADA) Aktivitas fisik merupakan suatu gerakan

tubuh yang dapat membakar kalori dan gerakan yang dilakukan semua

33
gerakan tubuh seperti menyapu, naik turun tangga, berkebun dan

olahraga (Tadra, 2017).

b. Klasifikasi Aktivitas Fisik

Klasifikasi aktivitas fisik menurut Kusumo tahun 2020 di bagi

menjadi 3 yaitu aktivitas fisik ringan, sedang, berat diantaranya sebagai

berikut :

1) Aktivitas Fisik Ringan

Merupakan melakukan kegiatan sedikit tenaga dan tidak menimbulkan

perubahan dalam pernapasan. Energi yang dikeluarkan sekitar <3,5

kcal/menit. Contohnya seperti, berjalan santai, latihan peregangan

secara lambat, mlaukan pekerjaan rumah.

2) Aktivitas Fisik Sedang

Merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dapat mengeluarkan

keringat sedikit, denyut nadi dan frekuensi napas lebih cepat. Energi

dikeluarkan sekitar 3,5-7 kcal/menit. Contohnya seperti, jalan cepat,

bersepeda, bermain bulu tangkis.

3) Aktivitas Fisik Berat

Merupakan suatu kegiatan dilakukan dengan keringat banyak, denyut

jantung dan frekuensi nafas cepat sampat terengahengah, energi

dikeluarkan sekitar >7 kcal/menit. Contohnya seperti, berjalan cepat,

berlari atau jogging, bersepeda >15 km/jam

c. Jenis Aktivitas Fisik

Adapun beberapa jenis aktivitas fisik menurut (Kusumo, 2020) yang

34
dapat dilakukan dan berdasarkan fungsinya:

1) Aerobik merupakan jenis aktivitas fisik yang dapat melatih kerja

jantung dan paru. Contohnya seperti berjalan cepat, berlari, bersepeda,

jogging.

2) Anaerobik merupakan aktivitas fisik yang fokus pada latihan resisten

otot atau mengangkat beban. Anaerobik ini berfungsi suntuk

meningkatkan penguatan tulang dan peregangan. Contohnya seperti,

push-up, squat, lunges, dan crunches.

d. Frekuensi Aktivitas Fisik

Frekuensi aktivitas fisik dilakukan pada durasi 30 menit setiap hari

dan dilakukan 3 kali dalam seminggu. Bila dilakukan dengan teratur

maka dapat mengkontrol glukosa pada tubuh menjadi lebih baik

(Kementrian Kesehatan RI, 2020).

e. Rekomendasi Aktivitas Fisik

Menurut WHO rekomendasi aktivitas fisik sesuai dengan usia

sebagai berikut:

Lansia usia ≥ 65 tahun, Pada usia lansia di sarankan menerapkan

aktivitas fisik setiap 30 menit per hari dan 3 kali dalam seminggu.

Bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan dan mencegah glukosa

darah pada tubuh (Gondhowiardjo, 2019).

f. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan yaitu Kuesioner aktifitas Fisik

menggunakan skala ordinal yang terdiri dari 16 atas 3 indikator yaitu

35
aktifitas saat bekerja, olahraga dan waktu senggang (Melati Indah

Mustika, 2018).

C. Kajian Empiris

Miftahul Arzaq, M. Nizar Syarif Hamidi, Lira Mufti Azzahri Isnaeni

(2022) Hubungan Tingkat Strees dan Pola Makan dengan kadar gula darah

Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan tingkat stres dan pola tidur dengan kadar gula darah penderita

Diabetes Melitus tipe II di Puskesmas Kampar. Jenis penelitian ini adalah

bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan penelitian Cross Sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes Melitus di

Puskesmas Kampar tahun 2020 yang sebanyak 75 orang dengan jumlah sampel

adalah 62 orang, adapun teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

simple random sampling. Hasil: didapatkan lebih dari separuh responden yang

mengalami stres sebanyak 37 orang (59,7%), lebih dari separuh responden

yang mengalami gangguan pola tidur sebanyak 32 orang (51,6%), sebagian

besar responden yang memiliki kadar gula darah tinggi sebanyak 35 orang

(56,5%). Simpulan penelitian ini adalah setelah dilakukan uji chi-square

didapatkan nilai p value 0,000 (< 0,05) artinya terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat stres dan pola tidur dengan kadar gula darah pada

penderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja UPT BLUD Puskesmas Airtiris.

Diharapkan pada responden untuk dapat mengindari faktor pemicu terjadinya

peningkatan kadar gula darah seperti stres dan gangguan pola tidur agar dapat

menjaga kadar gula darah tetap dalam batas normal.

36
Dwi Suprapti (2019) Hubungan pola makan, kondisi psikologis dan

aktivitas fisik dengan Diabetes Melitus pada lansia. Tujuan penelitian ini untuk

menganalisis faktor hubungan pola makan, kondisi psikologis, dan aktivitas

fisik dengan Diabetes Melitus pada lansia terhadap risiko kejadian Diabetes

Melitus lansia. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan

cross sectional. Sampel dipilih secara purpossive berdasarkan kriteria usia

60-90 tahun, tidak memiliki komplikasi penyakit lain, masih mampu

berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi responden, yakni sejumlah 165

subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau wawancara.

Analisis menggunakan univariat, bivariat menggunakan uji Chi- square dan

multivariat menggunakan Regresi logistic sederhana dengan menggunakan

program komputer. Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian Diabetes Melitus

sebesar (53,3%), pola makan sering >3x/hari (54%), stres (54,5%), aktivitas

fisik ringan (61,2%), umur lanjut (52,1%), jenis kelamin perempuan (67,3%),

suku Jawa (71,5%) dan pendidikan rendah (73%). Hasil penelitian didapatkan

ada hubungan antara kondisi psikologis, jenis kelamin, suku dan pendidikan

dengan status Diabetes Melitus. Pola makan menjadi variabel yang dominan

dengan kejadian Diabetes Melitu pada lansia (p-value 0.006, OR 2.950).

Artinya lansia yang memiliki pola makan sering >3x/hari memiliki peluang

sebanyak 3 kali lebih tinggi untuk terkena Diabetes Melitus dibandingkan yang

memiliki pola makan jarang <3x/hari. Sehingga lansia diharapkan melakukan

olahraga ringan, mengikuti promosi kesehatan mengenai Diabetes Melitusyang

diberikan oleh tenaga kesehatan, serta berobat rutin bagi lansia yang sudah

terdiagnosa Diabetes Melitus guna mengurangi risiko terkena Diabetes

37
Melitus.

Santi Oktavia, Endang Budiarti,Ferizal Masra, ewi Rahayu, Bambang

Setiaji (2022) Faktor- faktor sosial Demografi yang berhubungan dengan

kejadian Diabetes Melitus Tipe II. Tujuan penelitian Untuk mengetahui factor–

factor Sosial Demografi yang berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus

Tipe 2 Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Waykanan Tahun 2021.

Desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, sampel

penelitian 108 responden, teknik pengambilan sampel stratified random

sampling. Metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara

menggunakan kuesioner, hasil uji validitasnya adalah 0,423 sedangkan hasil

reliabilitasnya adalah 0.937 . Data dianalisis dengan menggunakan analisis

univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menggunakan uji fisher

didapatkan p-value 0,000 yang artinya ada hubungan antara usia dengan

kejadian Diabetes Melitus tipe 2, p-value 0,000 ada hubungan antara jenis

kelamin dengan Diabetes Melitus tipe 2, p-value 0,008 ada hubungan antara

variable Pendidikan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2, p- value 0,000

ada hubungan antara variable Pekerjaan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe

2. p-value 0,000 yang artinya ada hubungan antara variable Pekerjaan dengan

kejadian Diabetes Melitus tipe 2, p-value 0,024 yang artinya ada hubungan

antara variable Aktifitas fisik dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 p-value

0,021 < 0,005yang artinya ada hubungan antara variable Pola Makan dengan

kejadian Diabetes Melitus tipe 2.

I Dewa Ayu Eka Candra Astutisari, A.A.Ayuliati Darmini, Ida Ayu Putri

Wulandari (2022) Hubungan Pola Makan dan Aktifitas Fisik dengan Kadar

38
Gula Darah pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kadar

gula darah pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas Manggis

I.Metode : Desain penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dengan

pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini sebanyak 109

responden yang direkrut menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan

data dilakukan dengan kuesioner FFQ, kuesioner PAL, rekam medis serta data

dianalisis dengan menggunakan teknik statistik korelasi Spearman Rho. Hasil :

Hasil penelitan menunjukkan sebagian besar responden memiliki pola makan

sering (56%), aktivitas fisik ringan (97,2%) dan kadar gula darah tinggi

(73,4%). Terdapat hubungan korelasi yang positif dengan nilai pvalue untuk

pola makan sebesar 0,038 dan aktivitas fisik sebesar 0,009 yang menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan. Kesimpulan : Makin baik pola makan dan

makin teratur aktivitas fisik maka kadar gula darah pasien akan dapat

dipertahankan dalam keadaan normal.

Mutia Aulia, Ismonah, Prita Adisty Handayani (2022) Hubungan Tingkat

Stres dengan Self Management pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan self

management Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang dilakukan di

Puskesmas Pandanaran. Metode yang digunakan yaitu kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini seluruh pasien Diabetes

Mellitus Tipe II yang berkunjung di kegiatan PROLANIS dengan jumlah

sampel 34 responden. Teknik sampel yang digunakan yaitu accidental

sampling. Hasil penelitian didapatkan tingkat stres sedang sebesar 20

39
(58,8%) responden, dan tingkat self management dalam kategori cukup sebesar

17 (50,0%) responden. Hasil Analisa data menggunakan uji spearman rank

didapatkan nilai p value 0,014 yang berarti terdapat hubungan antara tingkat

stres dengan self management pada penderita Diabetes Mellitus dengan

koefisien korelasi r=-0,417 yang artinya hubungan antara tingkat stres dengan

self management berada pada kategori sedang dengan arah hubungan negative

yang artinya semakin tinggi tingkat stres maka akan semakin rendah self

management pada penderita Diabetes Melitus tipe II. Hasil penelitian ini

diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi pelayanan kesehatan untuk dapat

meningkatkan kontrol stres dan tatalaksana terhadap self management dengan

baik.

40
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pikir Penelitian

Diabetes Melitus tipe II merupakan tipe diabetes yang sering terjadi dan

didapatkan 85-90% dari total penderita Diabetes Melitus yang sering

ditemukan pada kelompok lansia. Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik

yang membutuhkan perawatan dalam jangka waktu panjang. Angka kejadian

Diabetes Melitus yang semakin meningkat menuntut keluarga untuk berperan

membantu penderita Diabetes Melitus terutama pada lansia. Lansia dengan

kondisi keterbatasannya sangat memerlukan perhatian dari anggota keluarga

untuk membantu menangani penyakit yang dialaminya. Diabetes Melitus

merupakan penyakit kronik yang membutuhkan perubahan pada gaya hidup.

Stres yang berlangsung lama atau terus- menerus,membuat pankreas

menjadi tidak dapat mengendalikan produksi insulin sebagai hormon

pengendali gula darah. Kegagalan pakreas memproduksi insulin dapat

menyebabkan berbagai penyakit metabolik seperti Diabetes Melitus. Pada

umunya gula menjadi penyebab dari diabetes, tapi stres bisa manjadi pemicu

mengkonsumsi gula tetapi kita dapat mengurangi konsumsi gula dan hindari

hal- hal yang membuat stres akut.

Pola makan merupakan cara untuk mengatur jenis makanan yang

dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan yang baik,

kebiasaan makan mkanaann yang baik dapat memenuhi gizi yang optimal.

Pengendalian glukosa darah yang baik merupakan salah satu faktor penting dan
telah terbukti menurunkan risiko komplikasi pada pasien penderita diabtes

melitus.

Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh

kontraksi otot yang mengakibatkan meningkatnya pengeluaran energi yang

lebih besar daripada energi pada saat istirahat. Latihan/ exercise yaitu

komponen aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, dan berulang dengan

tujuan meningkatkan atau menjaga kesehatan. Aktivitas fisik seseorang yang

dimana sangat berpengaruh pada kehidupan penderita diabetes mellitus secara

umumnya sehingga perlu upaya yang signifikan untuk mentoleransi gaya hidup

seseorang

B. Kerangka Konsep Penelitian

Stres

Pola Makan Kejadian Diabetes Melitus


tipe II.

Aktivitas Fisik

Gambar 2. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel dependen (variabel terikat)

: Variabel independent (variabel bebas)

: Penghubung antara variabel

42
C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,

2017). Variabel independen pada penelitian ini yaitu stres, pola makan dan

aktivitas fisik.

2. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017). Variabel dependen

pada penelitian ini yaitu kejadian Diabetes Melitus tipe II.

D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Definisi operasional merupakan penentuan sifat yang akan dipelajari

sehingga menjadi variabel yang dapat diukur (Sugiyono, 2017). Untuk

menghindari perbedaan persepsi maka perlu disusun definisi operasional yang

merupakan penjelasan dari variabel sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus

Diaetes Melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan

kenaikan kadar gula darah pada tubuh, karena terganggunya hormon insulin

yang berfungsi untuk menjaga homeostasis tubuh dengan cara penurunan

kadar gula darah

Kriteria Objektif

1. Normal : Kadar gula dalam batas normal

2. DM TIpe 2 : Kadar gula melebihi batas normal

43
2. Stres

Yang dimakud dengan stres yaitu Respon tubuh yang dialami oleh pasien

Diabetes Mellitus tipe II pada lansia akibat penyakit yang diderita. Dalam

penelitian yang akan dilakukan menggunakan Kesioner yang terdiri dari 14

pertnyaan dengan mengunakan instrumen DASS (Depressi on Anxiety Stres

Scale) dengan skala Ordinal.

Kriteria Objektif

1. Normal : Jika jawaban responden dengan skor 0-14

2. Stres Ringan : Jika jawaban respoden dengan skor 15-18

3. Stres Sedang : Jika jawaban respoden dengan skor 19-25

4. Stres Berat : Jika jawaban responden dengan skor 26-33

5. Stres Sangat Berat : Jika jawaban responden dengan skor >33

3. Pola Makan

Yang dimaksud dengan pola makan yaitu salah satu cara atau usaha

dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan seperti jenis bahan makanan

yang dikonsumsi oleh pasien Diabetes Melitus. Alat ukur yang digunakan

adalah kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan skala nominal

Kriteria Objektif

1. Baik : Jika jawban responden dengan skor 23-30

2. Kurang : Jika jawaban responden dengan skor 15-22

4. Aktivitas Fisik

Yang dimaksud dengan Aktivitas fisik yaitu gerakan tubuh yang

meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran kalori. Alat

44
ukur menggunakan Kuesioner aktifitas Fisik yang terdiri dari 16 pertanyaan

menggunakan skala ordinal

Kriteria Objektif

1. Rendah : Jika jawaban responden dengan skor 19-44

2. Sedang : Jika jawaban responden dengan skor 45- 70

3. Berat : Jika jawaban responden dengan skor 71-95

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan

dalam penelitian (Susilawati, 2020). Dalam penelitian ini peneliti merumuskan

bahwa:

1. Stres

H0 : Tidak ada hubungan stres dengan kejadian diabetes melitus tipe II.

Ha: Ada hubungan stres dengan kejadian diabetes melitus tipe II.

2. Pola Makan

H0 : Tidak ada hubungan pola makan stres dengan kejadian diabetes melitus

tipe II

Ha: Ada hubungan pola makan dengan kejadian diabetes melitus tipe II

3. Aktivitas Fisik

H0 : Tidak ada hubungan aktivitas fisik stres dengan kejadian diabetes

melitus tipe II.

Ha: Ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe II

45
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik. Rancangan penelitian

menggunakan cross sectional study karena data penelitian (variabel

independen dan variabel dependen) dilakukan pengukuran pada waktu

sama/sesaat. Berdasarkan pengolahan data yang digunakan, penelitian ini

tergolong penelitian kuantitatif (Notoatmodjo, 2012).

Populasi/Sampel

Faktor Resiko (+) Faktor Resiko (-)

Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)

Gambar 2. Rancangan Desain Penelitian Cross Sectional Study

B. Lokasi dan Waktu

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi

Kabupaten Konawe

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada 3 Juli - 2 Agustus 2023.


C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan usia 60 tahun keatas

yang menderita Diabetes Melitus Tipe II di wilayah puskesmas wawotobi

Kabupaten Konawe. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 262 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari anggota populasi yang ditarik

secara random. Ukuran sampel ditentukan dengan menggunakan rumus

Slovin (Liando, 2019).

N
n= 2
1+ N (d )

Keterangan :

n = Besarnya sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat kepercayaan/ketetapan ( 10% )

sehingga,

262
n= 2
1+262(0 ,1 )

262
n=
1+262(0 , 01)

262
n=
1+2 , 62

262
n=
3 , 62

n=72 ,3 dibulatkan menjadi 72 orang

47
Pembagian jumlah sampel setiap wilayah dalam penelitian ini dilakukan

dengan teknik non probability sampling dengan pendekatan Purposive

sampling yaitu tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan memilih

subjek berdasarkan pada karakteritik tertentu, yang artinya disesuaikan

dengan kritria inklusi yang telah di tetapkan oleh peneliti. Besar atau jumlah

pembagian sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

¿
Ni = N x n
Keterangan:

n : Jumlah sampel setiap kelurahan/desa

N : Jumlah seluruh populasi lansia

Ni : Jumlah Populasi Kelompok

Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 72 sampel. Maka jumlah

sampel untuk kelompok kasus pada setiap kelurahan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Jumlah sampel setiap kelurahan

No Nama Kelurahan/Desa Jumlah Lansia Perhitungan Sampel


1. Palarahi 22
22 x72= 6
262
2. Wawotobi 15
15 x72= 4
262
3. Ranoeya 12
12 x72= 4
262
4. Lalosabila 24
24 x72= 7
262
5. Kulahi 10
10 x72= 3
262
6. Hopa-hopa 28
28 x72= 8
262

48
7. Bose-bose 13
13 x72= 4
262
8. Inolobu 18
18 x72= 5
262
9. Puusinauwi 16
16 x72= 4
262
10. Nohu-nohu 29
29 x72= 6
262
11. Kasupute 27
27 x72= 7
262
12. Kasu mewuho 21
21 x72= 4
262
13. Inalahi 27
27 x72= 7
262

Total 262 72

a. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan yang akan diteliti

(Kurniawati dan Isna, 2019). Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu :

a) Usia 60 tahun keatas

b) Dapat membaca, menulis, dan berbahasa Indonesia

c) Dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif.

d) Bersedia menjadi responden penelitian.

2) Kritera Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi karena beberapa alasan

(Kurniawati dan Isna, 2019). Kriteria eksklusi pada penelitian ini

49
yaitu:

a) Tidak bersedia menjadi responden.

b) Tidak berada di lokasi penelitian saat penelitian berlangsung

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berupa

sejumlah pertanyaan dalam bentuk pertanyaan yang telah disediakan oleh

peneliti. Untuk mengetahui hubungan stres, pola makan dan aktivitas fisik

dengan peningkatan kadar gula darah pada lansia penderita Diabetes Melitus

tipe II.

E. Cara Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden dengan

menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah disediakan

yang disebar kepada responden.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Puskesmas

Wawotobi Kabupaten Konawe.

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada lansia penderita DM tipe II yang berada di

wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe dengan jumlah

sampel sebanyak 72 responden. Sebelum diberikan kuesioner, peneliti

mengadakan pendekatan atau penjaringan sampel sesuai dengan kriteria

50
yang telah ditetapkan, kemudian memberikan penjelasan pada calon

responden mengenai penelitian ini, selanjutnya calon responden yang

bersedia menjadi responden penelitian dapat membaca lembar persetujuan

kemudian menandatangani. Selama mengisi kuesioner, peneliti memberikan

kesempatan pada responden untuk mengajukan pertanyaan.

F. Pengolahan, Analisa Dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual yaitu dengan mengisi lembar

observasi yang disediakan. Pengolahan data tersebut kemudian diolah

menggunakan program SPSS dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan

dengan memeriksa kelengkapan data, kesalahan pengisian dan

konsistensi dari setiap jawaban atau data.

b. Koding

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua

jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-simbol

tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean)

c. Tabulasi Data

Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dengan pengolahan data

ke dalam tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan

penelitian.

51
2. Analisa Data

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang

hendak dianalisis. (Asdar, 2018). Teknik analisa yang digunakan dalam

penelitian ini ada dua yaitu :

a. Analisa Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.

Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan

presentase dari tiap variabel (Asdar, 2018) Rumus yang digunakan :

X
N= K
Y

Keterangan :

N : Hasil Presentase (%)

X : Jumlah data variabel penelitian

Y : Jumlah Seluruh Pertanyaan Sampel Penelitian

K :Konstanta 100%

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Penelitian ini

menggunakan Uji statistik Chi-Square dengan tingkat signifikan (α =

0,05) untuk menghubungkan variabel bebas dengan variabel terikat (Lia

Nova Rukmana, 2018). Selanjutnya data di analisis menggunakan SPSS

versi 20. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

52
2
(fo −fh)
X 2 =∑
(fh)

Keterangan :

X2 : Chi – Kuadrat

Fo : Frekuensi yang diobservasi (yang diamati)

Fh : Frekuensi yang diekspetasikan (yang diharapkan)

∑ : Sigma (Notoatmodjo, 2012)

Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesis adalah sebagai

berikut:

a. Apabila X2 hitung ≥ X2tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada

hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen.

b. Apabila X2 hitung < X2tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak

ada hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen.

3. Penyajian data

Setelah diolah, data disajikan dalam bentuk tabel, diagram narasi untuk

mengetahui hubungan pengetahuan dan pendapatan orang tua terhadap

status gizi kurang pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Wawotobi

Kabupaten Konawe

G. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian peneliti perlu mendapat adanya rekomendasi

dari institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan ijin kepada

institusi atau lembaga terkait tempat penelitian. Peneliti akan didampingi

asisten peneliti yang telah diberikan penjelasan tujuan dan metode penelitian

untuk menyatukan persepsi yang sama dengan peneliti. Setelah mendapat

53
persetujuan dari instansi terkait barulah peneliti melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika yang meliputi :

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian memberikan lembar persetujuan (informed consent).

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed

consent agar responden mengerti maksud dan tujuan peneliti, mengetahui

dampaknya, jika responden bersedia maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati hak-hak masyarakat.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Anonymity merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan

dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur

melainkan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dalam menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan akan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(penelitian).

54
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Keadaan Geografis

Puskesmas Wawotobi terletak ditengah-tengah kota Kabupaten

Konawe dengan batas-batas wilayah: Sebelah Utara berbatasan dengan

Kecamatan Meluhu sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan

wonggeduku Barat sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Konawe

dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Anggaberi. Luas wilayah

kerja Puskesmas Wawotobi ± 6.768 Km2 (Profil Puskesmas Wawotobi,

2022).

Batas Wilayah Puskesmas Wawotobi adalah sebagai berikut:

a) Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Meluhu

b) Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Wongeduku

c) Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Konawe

d) Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Anggaberi (Sumber: Profil

Puskesmas Wawotobi, 2022).

2. Keadaan Demografis

a) Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduka di Kecamatan Tahun 2021 sebesar 17.557 jiwa.

b) Keadaan Sosial Ekonomi

Kondisi sosial di Wilayah Puskesmas Wawotobi sangat heterogen

yang terdiri dari berbagai macam suku yakni suku asli tolaki 80% dan
20% merupakan suku pendatang seperti bugis, selayar, makassar. Mata

pencaharian di Wilayah Puskesmas Wawotobi sebagian besar adalah

Petani 82% sisa dari itu merupakan pedagang.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Umur

Distribusi responden berdasarkan umurnya dijabarkan pada tabel

berikut:

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan umur

Umur n %
60 Tahun 24 33,3
61-70 Tahun 31 43,1
71-75 Tahun 17 23,6
Total 72 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel diketahui dari total 72 responden, sebanyak 24

responden (32,3%) berumur 60 tahun, 31 responden (43,1%) berumur

61-70 tahun dan sebanyak 17 responden (23,6%) berumur 71-75 tahun

b. Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelaminnya dijabarkan pada

tabel berikut :

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 27 37,5
Perempuan 45 62,5
Total 72 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2023

56
Berdasarkan tabel diketahui dari total 72 responden, sebanyak 27

responden (37,5%) berjenis kelamin laki-laki sementara 45 responden

lainnya (62,5%) berjenis kelamin perempuan.

c. Pendidikan Terahir

Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhirnya dijabarkan

pada tabel berikut

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan n %
SMP 23 31,9
SMA 32 44,4
Sarjana 17 23,6
Total 72 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel diketahui dari total 72 responden, sebanyak 23

responden (31,9%) merupakan tamatan SMP, 32 responden (44,4%)

tamatan SMA dan sebanyak 17 responden (23,6%) merupakan sarjana.

2. Analisis Univariat

a. Kejadian Diabetes Melitus Tipe II

Distribusi kejadian Diabetes Melitus tipe II pada Lansia di wilayah

kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe dijabarkan dalam tabel

berikut:

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diabetes


Melitus Tipe II di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi
Kabupaten Konawe

Kejadian Diabetes Melitus n %


Normal 31 43,1
DM Tipe 2 41 56,9
Total 72 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2023

57
Berdasarkan tabel diketahui darit total 72 responden, sebanyak 31

responden (43,1%) memiliki kadar gula darah normal, sementara 41

responden lainnya (56,9%) terdiagnosa diabetes melitus tipe 2.

b. Stres

Distribusi stres pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi

Kabupaten Konawe dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Stres di


wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe

Stres n %
Normal 23 31,9
Ringan 16 22,2
Sedang 1 1,4
Berat 8 11,1
Sangat Berat 24 33,3
Total 72 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel diketahui, dari total 72 responden terdapat

perbedaan tingkat stres dengan penjabaran sebanyak 23 responden

(31,9%) normal, 16 responden (22,2%) stres ringan, 1 responden (1,4%)

stres sedang, 8 responden (11,1%) stres berat dan 24 responden (33,3%)

stres sangat berat.

58
c. Pola Makan

Distribusi pola makan lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi

Kabupaten Konawe dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Makan Melitus


Tipe II di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten
Konawe

Pola Makan n %
Baik 29 40,3
Kurang 43 59,7
Total 72 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel diketahui dari total 72 lansia, sebanyak 29 lansia

(40,3%) memiliki pola makan yang baik sementara 43 lansia lainnya

(59,7%) memiliki pola makan yang kurang baik.

d. Aktivitas Fisik

Distribusi aktivitas Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi

Kabupaten Konawe dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 9. Distribusi aktivitas fisik lansia di wilayah kerja Puskesmas


Wawotobi Kabupaten Konawe

Aktivitas Fisik n %
Rendah 23 31,9
Sedang 22 30,6
Berat 27 37,5
Total 72 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel ditekahui, dari tota 72 responden sebanyak 23

lansia (31,9%) memiliki aktivitas fisik berat, 22 lansia (30,6%) memiliki

aktivitas fisik sedang dan sebanyak 27 lansia (37,5%) memiliki aktivitas

fisik berat.

59
3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Stres dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II pada

Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe

Hasil analisis hubungan antara stres dengan kejadian diabetes

melitus tipe 2 yang dialami oleh lansia di wilayah kerja Puskesmas

Wawotobi Kabupaten Konawe dijabarkan pada tabel berikut:

Tabel 10. Hubungan Stres dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II


pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi
Kabupaten Konawe

Kejadian Diabetes Melitus Tipe II


Stres Normal DM Tipe II Total X2 ρ
n % n % n %
Normal 2
20 27,8 3 4,2 31,9
3
Ringan 1
4 5,6 12 16,7 22,2
6 X2 Hitung
Sedang 1 1,4 0 0,0 1 1,4 = 30,77
0,001
Berat 0 0,0 8 11,1 8 11,1 X2 Tabel
Sangat 2 = 3,841
6 8,3 18 25 33,3
Berat 4
Total 7
31 43,1 41 56,9 100
2
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel ditekahui, pada kategori stres normal, sebanyak 20

lansia (27,8%) memiliki kadar gula normal, 3 lansia (4,2%) mengalami

DM tipe 2. Pada kategori stres ringan, sebanyak 4 lansia (5,6%) memiliki

kadar gula normal, 12 lansia (16,7%) mengalami DM tipe 2. Pada

kategori stres sedang terdapat 1ansia (1,4%) memiliki kadar gula normal

dan tidak ditemukan lansia dengan DM tipe 2. Pada kategori stres berat

tidak ditemukan lansia dengan gula darah normal dan 8 lansia (11,1%)

60
terdiagnosa DM tipe 2. Pada kategori stres sangat berat sebanyak 6 lansia

(8,3%) memiliki kadar gula normal, 18 lansia (25%) terdiagnosa DM tipe

2. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

X2 hitung > X2tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya artinya ada

hubungan stres dengan kejadian diabetes melitus tipe II.

b. Hubungan Pola Makan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II

pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten

Konawe

Hasil analisis hubungan antara pola makan dengan kejadian diabetes

melitus tipe 2 yang dialami oleh lansia di wilayah kerja Puskesmas

Wawotobi Kabupaten Konawe dijabarkan pada tabel berikut:

Tabel 11. Hubungan pola makan dengan kejadian Diabetes Melitus


tipe II pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi
Kabupaten konawe

Kejadian Diabetes Melitus Tipe II


Pola
Normal DM Tipe II Total X2 ρ
Makan
n % n % n %
Baik 2 37,5 2 2,8 29 40,
X2 Hitung
7 3
= 49,608
Kurang 4 5,6 3 54,2 43 59,
X2 Tabel 0,011
9 7
= 3,841
Total 2 43,1 4 56,9 72 100
8 1
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel ditekahui, pada kategori pola makan baik sebanyak

27 lansia (37,5%) memiliki kadar gula normal sementara 2 lansia lainnya

(2,8%) terdiagnosa DM tipe 2. Sementara pada kategori pola makan

kurang, sebanyak 4 lansia (5,6%) memiliki kadar gula darah normal

sementara 39 lansia (54,2%) terdiagnosa DM tipe 2. Hasil uji statistik

61
dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai X2 hitung > X2tabel maka

Ho ditolak dan Ha diterima artinya hubungan pola makan dengan

kejadian diabetes melitus tipe II.

c. Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II

pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten

Konawe

Hasil analisis hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian

diabetes melitus tipe 2 yang dialami oleh lansia di wilayah kerja

Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe dijabarkan pada tabel berikut:

Tabel 12. Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian Diabetes


Melitus tipe II pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas
Wawotobi Kabupaten Konawe

Kejadian Diabetes Melitus Tipe II


Aktivita Normal DM Tipe Total
X2 ρ
s Fisik II
n % n % n %
Ringan 3 4,2 20 27,8 23 31,9 X2 Hitung 0,002
Sedang 9 12,5 13 18,1 22 30,6 = 16,707
Berat 19 26,4 8 11,1 27 37,5 X2 Tabel
Total 31 43,1 41 56,9 72 100 = 3,841
Sumber : Data Primer Tahun 2023

Berdasarkan tabel ditekahui, pada kategori aktivitas fisik ringan

sebanyak 3 lansia (4,2%) memiliki kadar gula normal sementara 20

lansia lainnya (27,8%) terdiagnosa DM tipe 2. Pada kategori pola

aktivitas fisik sedang, sebanyak 9 lansia (12,5%) memiliki kadar gula

darah normal sementara 13 lansia (18,1%) terdiagnosa DM tipe 2. Pada

kategori pola aktivitas fisik berat, sebanyak 19 lansia (26,4%) memiliki

kadar gula darah normal sementara 8 lansia (11,1%) terdiagnosa DM tipe

62
2 Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

X2 hitung > X2tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan

pola makan dengan kejadian diabetes melitus tipe II.

C. Pembahasan

1. Hubungan Stres dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II pada Lansia

di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe

Stres adalah suatu bentuk tekanan fisik dan psikologis yang muncul

saat menghadapi kondisi yang terasa berbahaya. Mudahnya, stres adalah

cara tubuh memberikan tanggapan atas ancaman, tekanan, dan tuntutan yang

muncul. Stres terdiri dari tiga tingkatan yaitu ringan, sedang dan berat.

Gejala stres ringan yaitu seperti mudah gelisah, mudah marah, kesal dan

kesulitan dalam beristirahat, gejala pada stres tingkat sedang yaitu pada hal

sepele mudah menimbulkan kemarahan, mudah gelisah, dan kesulitan dalam

beristirahat, mudah tersinggung, gejala lainnya yaitu tidak sabaran jika

menunggu sesuatu, dan merasa tidak bisa tenang ketika sesuatu

mengganggu, sedangkan untuk gejala stres tingkat berat hampir sama

dengan gejala stres tingkat sedang namun gejala-gejala yang dirasakan dapat

terus-menerus ada dalam waktu yang lama.

Hasil penelitian menemukan pada kategori stres normal, sebanyak 20

lansia (27,8%) memiliki kadar gula normal. Pada kategori stres ringan,

sebanyak 4 lansia (5,6%) memiliki kadar gula normal. Pada kategori stres

sedang terdapat 1ansia (1,4%) memiliki kadar gula normal dan tidak

63
ditemukan lansia dengan DM tipe 2. Pada kategori stres berat tidak

ditemukan lansia dengan gula darah normal dan 8 lansia (11,1%)

terdiagnosa DM tipe 2. Stres erat kaitannya dengan timbulnya masalah

kesehatan yaitu diabetes melitus. Diabetes melitus biasa dikatakan sebagai

penyakit yang sulit untuk disembuhkan sebab diabetes melitus merupakan

penyakit dengan komplikasi paling tinggi terjadi berkaitan dengan

peningkatan gula darah yang dapat berakibat menimbulkan kerusakan

pembuluh darah, saraf dan struktur lainnya. Oleh sebab itu membuat para

penderita diabetes melitus mengalami stres karena sering dihadapkan

dengan perasaan cemas, khawatir jika terjadi komplikasi, takut jika terjadi

kecacatan fisik bahkan kematian.

Pada kategori stres berat tidak ditemukan lansia dengan gula darah

normal dan 8 lansia (11,1%) terdiagnosa DM tipe 2. Pada kategori stres

sangat berat sebanyak18 lansia (25%) terdiagnosa DM tipe 2 .Meningkatnya

kadar gula dalam darah dapat disebabkan karena adanya stres, hal ini bisa

terjadi karena stres menstimulus organ endrokrin untuk mengeluarkan

ephinefrin, dimana ephinefrin ini memiliki efek yang sangat kuat dalam

memicu glikoneogenesis yang timbul di dalam hati, sehingga beberapa

menit akan melepaskan sebagian besar gula darah ke dalam darah, yang

akan menimbulkan peningkatan kadar gula dalam darah saat stres. Beberapa

hal yang dapat menimbulkan kenaikan kadar gula dalam darah yaitu

kurangnya berolahraga, bertambahnya porsi makan, emosi, bertambahnya

64
berat badan dan usia, dan juga karena efek dari perawatan obat, seperti

steroid.

Hasil penelitian menemukan bahwa responden dengan stres normal

sebanyak 3 lansia (4,2%) mengalami DM tipe 2. Kejadian ini berkaitan

dengan faktor resiko pemicu kejadian diabetes melitus. Faktor tersebut

adalah usia responden tersebut. peningkatan risiko diabetes seiring dengan

umur khususnya pada usia lebih dari 40 tahun disebabkan karena adanya

proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas

dalam memproduksi insulin. Selain itu, pada individu yang berusia lebih tua

terdapat penurunan aktivitas mitokondria di selsel otot sebesar 35%. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan

memicu terjadinya resistensi insulin. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian (Trisnawati, S.K. and Setyorogo, 2013) yang menunjukkan

bahwa adanya hubungan antara usia dengan kadar gula darah puasa dimana

usia ≥45 tahun yang paling banyak terjadinya risiko peningkatan kadar gula

darah. Hal ini didasari bahwa usia dapat meningkatkan kejadian diabetes

melitus tipe 2 karena penuaan dapat menurunkan sensitivitas insulin

sehingga dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Umumnya

manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara drastis menurun

dengan cepat pada usia setelah 40 tahun, salah satu yang berdampak adalah

pada organ pankreas itu sendiri.

Pada kategori stres ringan 12 lansia (16,7%) mengalami DM tipe 2.

Kondisi ini dipengaruhi faktor genetik, pengalaman hidup, tidur, pola

65
makan, sikap, penyakit, persepsi, emosi, kondisi mental, fisik, biologis dan

sosial. Sebagian besar penderita diabetes melitus yang memiliki perilaku

self-management buruk dan mempunyai tingkat stres ringan sebenarnya

penderita telah mengetahui anjuran diet namun tidak mematuhinya karena

mereka menganggap bahwa makanan diet untuk penderita diabetes melitus

tidak enak sehingga penderita makan sesuai keinginannya jika belum

menunjukkan adanya gejala serius serta ada juga yang beranggapan bahwa

penderita diabetes melitus sudah melakukan perawatan diri dengan baik,

tetapi terkadang ada rasa bosan dan stres ketika harus melakukan pengaturan

pola makan dengan anjuran diet yang merasa memberatkan, sehingga

penderita diabetes melitus sebagian besar banyak memilih makanan yang

tidak sehat

Hasil penelitian menemukan lansia stres sangat berat sebanyak 6 lansia

(8,3%) memiliki kadar gula normal. Stressor pada lansia disebabkan oleh

perubahan pola hidup berupa diet, pemeriksaan dan kontrol gula darah

secara berkala dan aktivitas fisik yang berubah. Kondisi ini memicu stress

namun berdampak baik pada kadar gula darah. Hasil ini didukung oleh teori

banwa perubahan pola hidup pada lansia menyebabkan kadar gula darah

yang normal. Selain itu beberapa literatur menyebutkan resiko diabetes

melittus paling sering adalah pola hidup sehingga dapat disimpulkan bahwa

lansia dengan stress berat namun mngikuti pola hidup yang baik

memungkinkan kadar gula darahnya normal pula.

66
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai X2

hitung > X2tabel artinya ada hubungan stres dengan kejadian diabetes melitus tipe

II. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Latifah dkk (2020)

hubungan stres dan kejadian diabetes melitus dengan nilai p value =

0,005≤0,05 sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan yang signifikan

(bermakna) antara stres dan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Palaran Kota Samarinda tahun 2019. Nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 3,826, hal tersebut menunjukkan orang yang gejala stres berisiko

3,826 kali lebih besar untuk menderita diabetes melitus dibandingkan

dengan orang yang tidak gejala stres.

2. Hubungan Pola Makan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II pada

Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe

Pola makan adalah suatu cara tertentu dalam mengatur jumlah dan

jenis asupan makanan dengan maksud untuk mempertahankan kesehatan,

status gizi, serta mencegah dan/atau membantu proses penyembuhan

(Depkes, 2009). Pola makan yang baik harus dipahami oleh para penderita

DM. Hasil penelitian menemukan pola makan lansia di wilayah kerja

Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe sebanyak 29 lansia (40,3%)

memiliki pola makan yang baik sementara 43 lansia lainnya (59,7%)

memiliki pola makan yang kurang baik.

Hasil penelitian menemukan kategori pola makan baik sebanyak 27

lansia (37,5%) memiliki kadar gula normal. Pola makan yang baik sangat

berpengaruh dalam mengontrol kadar gula darah didalam tubuh dan untuk

67
menghindari terjadinya komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit diabetes

melitus. Memperhatikan porsi makan, jenis makanan yang akan dimakan

dan mengatur jadwal makan dapat mengurangi terjdinya penyakit diabetes

melitus. Sementara pada kategori pola makan kurang, sebanyak 39 lansia

(54,2%) terdiagnosa DM tipe 2. Pola makan yang buruk dapat menyebabkan

kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi dan berpotensi menjadi salah satu

faktor resiko pencetus diabetes melitus tipe.

Hasil penelitian menemukan kategori pola makan baik sebanyak 2

lansia (2,8%) terdiagnosa DM tipe 2. Kondisi ini disebabkan karena

penderita DM kurang memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi. Kadar

gula darah meningkat dratis setelah mengkonsumsi makanan tertentu karena

kecenderungan makanan yang dikonsumsi memiliki kandungan gula darah

yang tidak terkontrol. Sementara pada kategori pola makan kurang,

sebanyak 4 lansia (5,6%) memiliki kadar gula darah normal. Kondisi ini

dippengaruhi oleh riwayat lama sakit. Lama sakit yang diderita oleh

penderita Diabetes Melitus membuat penderita memiliki pengalaman dalam

menyikapi penyakitnya. Pengalaman pribadi inilah yang mempengaruhi

sikap penderita sehingga penderita tersebut memiliki sikap yang positif

terhadap penyakit yang dialami. Lamanya proses sakit akan membuat

penderita semakin mudah beradaptasi dengan berbagai macam hal dan

kondisi yang ditimbulkan, misalnya yang berkaitan dengan pengelolaan

Diabetes Melitus dan terapi terhadap penyakit Diabetes Melitus yang

dialaminya.

68
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai X2

hitung > X2tabel artinya ada hubungan pola makan dengan kejadian diabetes

melitus tipe II. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Susanti dkk (2018) yang menyimpulkan adanya hubungan antara pola

makan dengan kadar gula darah yang ada pada penderita DM. Pola makan

memegang peranan penting bagi penderita DM seseorang yang tidak bisa

mengatur pola makan dengan pengaturan 3J (jadwal, jenis dan jumlah)

maka hal ini akan menyebabkan penderita mengalami peningkatan kadar

gula darah (Suiraoka, 2012).

Pola makan penderita DM harus benar-benar diperhatikan. Penderita

DM biasanya cenderung memiliki kandungan gula darah yang tidak

terkontrol (Susanto, 2013). Kadar gula darah akan meningkat dratis setelah

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan/atau

gula (Nurrahmani, 2012). Oleh karena itu, penderita DM perlu menjaga

pengaturan pola makan dalam rangka pengendalian kadar gula darah

sehingga kadar gula darahnya tetap terkontrol.

3. Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II

pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten

Konawe

Aktivitas fisik ialah salah satu faktor pencegah terjadinya penyakit

Diabetes Melitus, setiap gerakan tubuh perlu mengeluarkan energi lebih

besar dari pada keadaan istirahat, gerakan tersebut bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan pada tubuh (Sunarti, 2018). Menurut American

69
Diabetes Association (ADA) Aktivitas fisik merupakan suatu gerakan tubuh

yang dapat membakar kalori dan gerakan yang dilakukan semua gerakan

tubuh seperti menyapu, naik turun tangga, berkebun dan olahraga (Tadra,

2017). Hasil penelitian menemukan, dari total 72 responden sebanyak 23

lansia (31,9%) memiliki aktivitas fisik berat, 22 lansia (30,6%) memiliki

aktivitas fisik sedang dan sebanyak 27 lansia (37,5%) memiliki aktivitas

fisik berat.

Hasil penelitian menemukan pada kategori aktivitas fisik ringan

sebanyak 20 lansia lainnya (27,8%) terdiagnosa DM tipe 2. Pada kategori

pola aktivitas fisik sedang sebanyak 13 lansia (18,1%) terdiagnosa DM tipe

2. Pada diabetes melitus tipe 2 olahraga berperan dalam pengaturan kadar

glukosa darah. Masalah utama pada diabetes melitus tipe 2 adalah

kurangnya respon terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga glukosa

tidak dapat masuk ke dalam sel. Permeabilitas membran terhadap glukosa

meningkat saat otot berkontraksi karena kontraksi otot memiliki sifat seperti

insulin. Maka dari itu, pada saat beraktivitas fisik seperti berolahraga,

resistensi insulin berkurang. Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai

kedali gula darah dan penurunan berat badan pada diabetes melitus tipe 2.

Manfaat besar dari beraktivitas fisik atau berolahraga pada diabetes melitus

antara lain menurunkan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut

berperan dalam mengatasi terjadinya kompilkasi, gangguan lipid darah dan

peningkatan tekanan darah.

70
Aktivitas fisik merupakan kunci dalam pengelolaan diabetes melitus

terutama sebagai pengontrol gula darah dan memperbaiki faktor risiko

kardiovaskuler seperti menurunkan hiperinsulinemia, meningkatkan

sensitifitas insulin, menurunkan lemak tubuh, serta menurunkan tekanan

darah. Aktivitas fisik sedang yang teratur berhubungan dengan penurunan

angka mortalitas sekitar 45 – 70 % pada populasi diabetes melitus tipe II

serta menunrunkan kadar HbA1c ke level yang bisa mencegah terjadinya

kompilkasi. Aktivitas fisik minimal 150 menit setiap minggu yang terdiri

dari latihan aerobic, latihan ketahanan maupun kombinasi keduanya

berkaitan dengan penurunan kadar HbA1c pada penderita diabetes melitus

tipe 2.

Hasil penelitian menemukan pada kategori aktivitas fisik ringan

sebanyak 3 lansia (4,2%) memiliki kadar gula normal Pada kategori pola

aktivitas fisik sedang, sebanyak 9 lansia (12,5%) memiliki kadar gula darah

normal. Kondisi ini disebabkan oleh reponden mengkonsumsi makanan

rendah kalori, rendah lemak dan kolesterol (Fayasari, Julia dan Emy, 2018).

Selain itu esponden yang melakukan aktivitas fisik berat maupun

aktivitas fisik sedang mengontrol pola makannya setelah melakukan

aktivitas fisik, sehingga kejadian diabetes melitus tidak mempengaruhi jika

telah melakukan aktivitas fisik berat maupun sedang.

Pada kategori pola aktivitas fisik berat, sebanyak 19 lansia (26,4%)

memiliki kadar gula darah normal sementara 8 lansia (11,1%) terdiagnosa

DM tipe 2. Hasil penelitian menemukan responden dengan aktivitas berat

71
merupakan skerja aktif petani yang mana setiap perkembangan tubuh yang

dapat meningkatkan penggunaan energi. Kerja aktif dapat membantu

individu dengan diabetes dalam mengembangkan kesehatan, kekuatan,

meningkatkan kontrol glikemik, mengurangi resistensi insulin,

mempertahankan penurunan berat badan, dan mengurangi ketegangan

peredaran darah. Pada saat seseorang melakukan kerja aktif akan terjadi

peningkatan aliran darah yang dapat membuat jaring tipis terbuka sehingga

lebih banyak reseptor insulin yang dapat diakses dan reseptor menjadi lebih

dinamis. Hasil penelitian juga menemukan bahwa kejadian DM paling

banyak dialami oleh wanita. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa

wanita memiliki risiko lebih besar mengalami Diabetes Mellitus,

dibandingkan pria, karena memang wanita memiliki kemungkinan yang

lebih besar untuk mengalami peningkatan berat badan (gangguan

pramenstruasi). Post monoupouse yang membuat pengangkutan rasio otot

terhadap lemak mudah dikumpulkan karena siklus hormonal sehingga

wanita berisiko mengalami diabetes mellitus.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai X2

hitung > X2tabel artinya artinya ada hubungan pola makan dengan kejadian

diabetes melitus tipe II. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Doru dkk (2023) yang memperoleh hasil Chi Square di peroleh nilai P

value (0.002)> 0,05 yang berarti Ha diterimah dan H0 di tolak, sehingga ada

hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Birobuli Kota Palu.

72
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ada hubungan stres dengan kejadian diabetes melitus tipe II pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe

2. Ada hubungan pola makan dengan kejadian diabetes melitus tipe II pada

lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe

3. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe II pada

lansia di wilayah kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe

B. Saran

1. Perlu dikaji pengaruh dukungan keluarga untuk meningkatkan manajemen

diri penderita diabetes melitus tipe II

2. Perlu adanya edukasi menjaga kadar gula darah bagi penderita diabetes

melitus tipe II.


DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2017. “Standards of Medical Care in Diabetes


2017”. Vol. 40. USA : ADA.
Arterial Disease Pada Klien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(2), 694–
706.

Arzag Miftahul, Dkk. 2022. Hubungan Tingkat Stres dan pola Tidur Dengan
Kadar Gula Darah Penderita Dibetes Melitus Tipe II Di Wilayah Kerja
UPTD BLUD Puskesmas Airtiris. SEHAT : Jurnal Kesehatan Terpadu.
1(1).

Astutisari, Dkk. 2022.Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kadar
Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Manggis
1. Jurnal Riset Kesehatan Nasional. 6(2).

Aulia, Dkk. 2022. Hubungan Tingkat Stres dan Self Management Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Perawat Indonesia. 6(3). Dan
Keperawatan Aisyiyah, 13(2), 120–127.
https://doi.org/10.31101/jkk.395

Decroli, E. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakulltas Kedokteran Universitas Andalas.
Edwina, D. A., Manaf, A., & Efrida, E. 2015. 102 Jurnal Kesehatan Andalas.
2015; 4(1) Pola Komplikasi Kronis Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RS. Dr. M. Djamil Padang Januari
2011 – Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 102–106.
https://doi.org/10.25077/jka.v4i1.207.
Infus, P. (2019). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu Volume 07,
Nomor 02, Oktober 2019. 07, 91–98.
Irfan, M., & Wibowo, H. 2015. Hubungan Tingkat Stres dengan Kadar Guladarah
pada Penderita Diabetes Mellitus (DM) di Puskesmas Peterongan
Kabupaten Jombang. Naskah Publikasi. S1 Keperawatan. Stikes Pemkab
Jombang.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.

Kwinahyu. 2011. Patofisiologi Diabetes Melitus.


(https://www.scribd.com/doc/49177282/Patofisio logi-Diabetes-Melitus).
Luthfiani et al. 2020. Panduan Konseling Kesehatan dalam Pencegahan Diabetes
Melitus. Yogyakarta: Deepublish.

Nuraisyah, F. 2018. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Kebidanan


Oktavia Santi, Dkk. 2022. Faktor- faktor Sosial Demografi Yang Brhubungan
Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal
Ilmiah STIKES Kendal Volume. 12(4).
PERKENI Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pedoman Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. Pb.
Perkeni. 2019
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, 2021 Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara, 2021 Profil Puskesmas kota kendari, 2021
Purwono, J., Sari, R., Ratnasari, A., & Budianto, A.2020. Pola Konsumsi Garam
dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia. Jurnal Wacana Kesehatan, 5(1),
531–542
Ratnasari, N. Y. 2019. Upaya pemberian penyuluhan kesehatan tentang diabetes
mellitus dan senam kaki diabetik terhadap pengetahuan dan keterampilan
masyarakat desa Kedungringin, Wonogiri. Indonesian Journal of
Community Services, 1(1), 105. https://doi.org/10.30659/ijocs.1.1.105-115.
Rewasa, L. F. 2022. Studi Ekologi Obesitas Seentral Dengan Diabetes Mellitus
Pada Penduduk Usia Di Atas 15 Tahun Di Indonesia. Kesmas , 11.

Sugiyo, D., & Caesaria, R. 2015. Umur dan Perubahan Kondisi Fisiologis

Suprapti Dwi. 2019. Hubungan Pola Makan, Kondisi Psikologis dan Aktivitas
Fisik Dengan Diabetes Melitus Pada Lansia Di Puskesmas
Kumai.Nursing of Journal STIKES Insan Cendekia Medika Jombang.
17(1).

Widiastuti, L. 2020. Acupressure Dan Senam Kaki Terhadap Tingkat Peripheral


Terhadap Kemandirian Lansia. Muhammadiyah Journal of Nursing, 21–27

Widiyoga, C. R., Saichudin, & Andiana, O. 2020. Hubungan Tingkat


Pengetahuan tentang Penyakit Diabetes Melitus pada Penderita terhadap
Pengaturan Pola Makan dan Physical Activity. 2(2), 152–161.
Widodo, F. Y. 2014. Pemantauan Penderita Diabetes Mellitus. Ilmiah

Wilson, A., Kundre, R., & Onibala, F. 2017. Hubungan Inkontinensia Urin
Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Werdha Bethania Lembean.
Jurnal Keperawatan UNSRAT, 5(1), 107408.
Yenny, W. H. 2022. Skor Risiko Diabetes Mellitus Berkorelasi Dengan Kadar
Gula Darah Puasa: Skrining Diabetes Mellitus Tipe-2 Pada Masyarakat.
Jurnal Akal: Abdimas Dan Kearifan Lokal , 193-207.
Yuantari, Maria Goretti Catur. 2022. “Kajian Literatur: Hubungan Antara Pola
Makan Dengan Kejadian Diabetes Melitus.” JKM (Jurnal Kesehatan
Masyarakat) Cendekia Utama 9(2):255–66.
LAMPIRAN
Lampiran I

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara (i)


di-

Tempat

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir di Program Studi

Keperawatan Universitas Mandala Waluya, maka saya :

Nama : Angi Intan Lestari

Nim : P. 202102006

Status : Mahasiswa Universitas Mandala Waluya

Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Stres, Pola Makan

dan Aktivitas fisik Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II pada lansia Di

wilayah Kerja Puskesmas Wawotobi Kabupaten Konawe”. untuk kepentingan

tersebut, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berkenan menjadi subyek

penelitian (dijadikan sampel). Identitas dan informasi yang berkaitan dengan

Bapak/Ibu dirahasiakan oleh Peneliti.

Atas partisipasi dan dukungannya, saya ucapkan banyak terima kasih.

Kendari,.....................2023

Peneliti
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :

Umur :

Alamat:

Menyatakan menjadi subyek (responden) dalam penelitian dari :

Nama: Anggi Intan Lestari

Nim : P. 202102006

Status: Mahasiswa Universitas Mandala Waluya

Judul : Hubungan Stres, Pola Makan dan Aktivitas fisik Dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe II pada lansia Di wilayah Kerja Puskesmas
Wawotobi Kabupaten Konawe.

Informasi yang diberikan pada penelitian ini tidak akan memberikan dampak

dan risiko apapun pada subyek penelitian, karena semata-mata untuk kepentingan

Peneliti. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal- hal yang

belum di mengerti dan telah mendapatkan jawaban yang jelas.

Dengan demikian saya menyatakan dengan sukarela untuk ikut sebagai

subyek dalam penelitian ini.

Kendari, 2023

Responden

(................)
Lampiran 3
DATA KARAKTERISTIK RESPONDEN

Isi identitas berikut ini :


1. Nama : ......................................................

2. Alamat : ......................................................

3. Jenis Kelamin : .....................................................

4. Status Marital : .....................................................

5. Tempat, Tanggal Lahir :.......................................................

6. Pendidikan Terakhir : ......................................................

7. Pekerjaan : ......................................................

8. Indeks Massa Tubuh : ......................................................

BB/TB : ..................................... / .............

9. Lama menderita Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)

< 5 tahun b. 5-10 tahun c. > 10 tahun


Lampiran 4
KUESIONER

TINGKAT STRES (Depression Anxiety Stress Scales)

Petunjuk pengisian kuesioner


1. Isilah kuesioner dengan jujur sesuai apa yang anda palin rasakan saat ini.
Apapun jawaban anda akan dijamin kerahasiaan
2. Berilah tanda () pada salah satu kolom yang menurut anda cocok atau anda setuju
dengan pernyataan
No Pernyataan 0 1 2 3
1 Saya mudah menjadi marah karena hal- hal
kecil/sepele
2 Saya mudah cenderung bereaksi berlebihan pada
Situasi
3 Saya mengalami kesulitan untuk relaksasi/bersantai
4 Saya mudah merasa kesal
5 Saya menjadi merasa banyak menghabiskan energi
karena cemas
6 Saya mudah menjadi tidak sabaran
7 Saya mudah tersinggung
8 Saya mengalami sulit untuk beristirahat
9 Saya mudah menjadi marah
10 Saya mengalami kesulitan untuk tenang setelah
sesuatu yang mengganggu
11 Saya mengalami sulit untuk menoleransi gangguan-
ganggan terhadap hal yang sedang dilakukan
12 Saya berada pada keadaan tegang
13 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang
menghalangi anda untuk menyelesaikan hal yang
sedang anda lakukan
14 Saya mudah gelisah
(Nursalam, 2016)
Keterangan :
a. 0: Tidak pernah c. 2: Sering

b. 1: Kadang-kadang d. 3: Hampir setiap saat


Lampiran 5

KUESIONER POLA MAKAN

Beri tanda (X) pada jawaban yang tepat untuk memberikan skor pada

pilihan jawaban yang telah disediakan.

No Pertanyaan Jawaban (x)

1. Dalam sehari berapa kali mengonsumsi a. 1 kali/hari


makan pokok? b. 2 kali/hari
c. 3 kali/hari
d. >3 kali/hari
2. Apakah anda sarapan sebelum beraktivitas? a. Ya
b. Tidak
Jika menjawab Tidak di pertanyaan no.2 langsung jawab pertanyaan no. 4

3. Jika ya, seberapa sering anda sarapan per a. Tidak sering (˂3
minggu? kali/seminggu)
b. Sering (4-7

kali/minggu)
4. Apakah anda memiliki kebiasaan makan a. Ya

b. Tidak
siang?
Jika menjawab Tidak di pertanyaan no.4 langsung jawab pertanyaan no. 7

5. Pada pukul berapa kebiasaan makan siang anda a. Pukul 11.00 – 14.00
b. Pukul 14.00
dalam 1 bulan terakhir?
6. Seberapa sering kebiasaan makan siang anda pada a. Sering (4-7
kali/minggu)
waktu tersebut?
b. Tidak sering (˂3
kali/minggu)
7. Apakah anda memiliki kebiasaan makan malam? a. Ya
b. Tidak.

Jika menjawab Tidak di pertanyaan no.7 langsung jawab pertanyaan no.10


8. Pada pukul berapa kebiasaan makan malam a. Pukul 17.00 – 19.00
anda dalam 1 bulan terakhir? b. > pukul 19.00
9. Seberapa sering kebiasaan makan malam a. Sering (4-7
kali/minggu)
anda pada waktu tersebut?
b. Tidak sering
(˂3 kali/minggu)
10. Pada pukul berapa anda mengonsumsi a. < pukul 18.00
makanan terakhir pada malam hari selama 1 bulan b. > pukul 18.00
terakhir?
Jika menjawab > di pertanyaan no.10 langsung jawab pertanyaan no.12

11. Jika anda memiliki kebiasaan mengonsumsi a. Sering (4-7 kali/minggu)


makanan terakhir pada malam hari < pukul b. Tidak sering (˂3
18.00, seberapa sering? kali/minggu)
12. Jika anda memiliki kebiasaan mengonsumsi a. Sering (4-7 kali/minggu)
makanan terakhir pada malam hari > pukul b. Tidak sering (˂3
18.00, seberapa sering? kali/minggu)
13. Berapa jam jarak antara makan terakhir a.3 jam
dengan waktu tidur? b.< 3 jam

14. Seberapa sering anda menkonsumsi a. Sering (4-7 kali/minggu)


makanan ringan ? (kripik,snack,gorengan) b. Tidak sering (˂3
kali/minggu)
15. Seberapa sering anda mengonsumsi makan a. Sering (4-7 kali/minggu)
jadi/ jajanan / fast food? b. Tidak sering (˂3
kali/minggu)
(Melati Indah Mustika, 2018)

Ket :
a) Baik :23-30 b) Kurang : 15-22.
Lampiran 6

KUESIONER AKTIVITAS FISIK

PETUNJUK PENGISIAN

a. Isilah data Saudara/i dengan lengkap sesuai keadaan yang sebenarnya

sebelum menjawab.

b. Mohon dibaca dengan cermat semua pertanyaan sebelum menjawab.

c. Semua pertanyaan yang ada harus dijawab.

d. Berilah tanda (√) pada jawaban yang Saudara/i anggap paling tepat dan

sesuai dengan yang dirasakan saat ini

e. Apabila Saudara/i ingin memperbaiki atau mengganti jawaban semula,

cukup dengan mencoret jawaban semula (X) dan memberi tanda (√) pada

jawaban yang baru.

No Pertanyaan Respon Jawaban

A. Aktivitas Bekerja

1. Bagaimanakah aktivitas anda ? Aktivitas rendah

Aktivitas sedang

Aktivitas berat

2. Saat beraktivitas, seberapa Tidak pernah


banyak anda duduk?
Jarang

Kadang-kadang

Sering
Selalu

3. Saat beraktivitas seberapa Tidak pernah


banyak anda berdiri ?
Jarang

Kadan-kadang

Sering

Selalu

4. Saat beraktivitas, seberapa Tidak pernah


banyak anda berjalan?
Jarang

Kadang-kadang

Sering

Selalu

5. Saat beraktivitas, berapa kali Tidak pernah


anda mengangkat benda berat?
Jarang

Kadang-kadang

Sering

Selalu
6. Setelah bekerja, apakah anda Sangat lelah
merasa lelah?
Lelah

Kadang-kadang

Jarang

Tidak pernah
7. Saat beraktifitas, apakah anda Sangat sering
berkeringat?
Sering

Kadang-kadang

Jarang

Tidak pernah

8. Bila dibandingkan orang yg Sangat berat


sebaya dengan Anda, termasuk
Berat
pekerjaan manakah yang Anda
Sama berat
kerjakan?
Ringan

Sangat ringan

B. Aktivitas Olahraga

9. Bila dibandingkan dengan Sangat banyak


orang yang sebaya
dengan Banyak
Anda, berapa banyak aktivitas
Sama banyak
olahraga yang Anda lakukan
selama waktu senggang? Kurang

Sangat kurang

10. Selama waktu senggang, Sangat sering


apakah anda berkeringat?
Sering

Kadang-kadang

Jarang

Tidak pernah

11. Selama waktu senggang, Tidak pernah


apakah anda berolahraga? Jarang

Kadang-kadang

Sering

Selalu

12. Apakah anda berolahraga? Jika iya, hitung skor olahraga anda

Iya

Tidak

12a. Termasuk intensitas manakah, Intensitas rendah


olahraga yang sering Anda (Contoh: Berjalan
lakukan? di atas treadmill,
bersepeda,
berenang, senam
aerobik)
Intensitas sedang
(Contoh: jalan
cepat,berlari,lo
mpat
tali,tennis,ataup
un senam).
Intensitas tinggi
(Contohnya: push-
up,situp,panjat
tebing,angkat be
ban,sepak bola)
12b. Berapa jam anda berolahraga ˂1 jam
dalam seminggu?
1-2 jam

3-2 jam
˃4 jam

12c. Berapa bulan anda berolahraga ˂1 bulan


dalam setahun?
1-3bulan

4-6 bulan

7-9 bulan

˃9 bulan

C. Aktifitas di Waktu Senggang

13. Selama waktu senggang, Tidak pernah


apakah anda menonton
Jarang
televisi?
Kadang-kadang

Sering

Sangat sering

14. Selama waktu senggang, Tidak pernah


apakah anda berjalan-jalan?
Jarang

Kadang-kadang

Sering

Sangat sering

15. Selama waktu senggang, Tidak pernah


apakah anda bersepeda?
Jarang

Kadang-kadang

Sering

Sangat sering
16. 5 menit

5-15 menit

15-30 menit

30-45 menit

˃45 menit

(Melati Indah Mustika, 2018)

Keterangan:

a) Rendah, jika : Skor 19-44,


b) Sedang, jika : Skor 45- 70,
c) Berat, jika : Skor 71-95
DOKUMENTASI PENELITIAN

Responden Menandatangani Persetujuan Menjadi Responden


Responden Mengisi Kuesioner Penelitian

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Anggi Intan Lestari


2. Tempat / Tanggal Lahir : Ambekairi, 18 Juni 1999
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Kel. Ambekairi, Kec. Unaaha, Kab. Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara
6. Status : Belum Menikah
7. Pendidikan Formal :
a. SD : SD Negeri 1 Ambekairi
b. SMP : SMP Negeri 1 Unaaha
c. SMA : SMA Negeri 1 Unaaha
d. Diploma : DIII Akper Pemkab Konawe
e. Universitas Mandala Waluya
8. Nama Orang Tua :
a. Ayah : Deymal, S.Si
b. Ibu : Nurjaenah
9. Pekerjaan Orang Tua :
c. Ayah : PNS
d. Ibu : Wiraswasta
10. Jumlah Bersaudara : 3 orang
11. Anak ke : 2 (Kedua)

Anda mungkin juga menyukai