Hubungan Obesitas Soni BAB 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

DI PUSKESMAS GAYAMAN KABUPATEN MOJOKERTO PADA

BULAN SEPTEMBER 2022

Besty Eka Novianti 17710009

Krisna Yoga Erlangga 20710103

Ainanda Khilyatus S. 20710104

Putu Dea Prayascita A. 20710110

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA 2022
2

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS DI


PUSKESMAS GAYAMAN KABUPATEN MOJOKERTO PADA BULAN
SEPTEMBER 2022

Besty Eka Novianti 17710009


Krisna Yoga Erlangga 20710103
Ainanda Khilyatus S. 20710104
Putu Dea Prayascita A. 20710110

Menyetujui Untuk Diajukan Pada Sidang Presentasi Penelitian


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma SurabayA

Disetujui, Pada tanggal: 27 Oktober 2022

Kepala Puskesmas Gayaman Pembimbing

dr. Sandra Eka Ardhiany Prof. H Didik Sarudji, M. Sc


NIP : 197810292009012002 NIDK : 8809030016
PENGESAHAN PENELITIAN HUBUNGAN OBESITAS DENGAN
KEJADIAN DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS GAYAMAN
KABUPATEN MOJOKERTO PADA BULAN SEPTEMBER 2022
3

Tanda Pengesahan Penelitian


Telah disidang dalam sidang Presentasi Penelitian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Pada 27 Oktober 2022

Tim Penguji:
Pembimbing dan Penguji I
Prof. H Didik Sarudji, M. Sc : ________________
NIDK. 8809030016

Penguji II
Gembong Nuswanto, dr., M. Sc : ________________
NIDN. 0720054602

Penguji III
Dr. Atik Sri Wulandari., SKM., M.Kes : ________________
NIDN. 0731076901

Mengesahkan, Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas


Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Dr. Atik Sri Wulandari., SKM., M.Kes NIDN.


0731076901
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertandatangan dibawah ini:


Besty Eka Novianti 17710009

Krisna Yoga Erlangga 20710103

Ainanda Khilyatus S. 20710104

Putu Dea Prayascita A. 20710110


4

JUDUL PENELITIAN:
“HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS
DI PUSKESMAS GAYAMAN KABUPATEN MOJOKERTO PADA BULAN
SEPTEMBER 2022”

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil karya tulis
ilmiah sendiri dan bukanlah merupakan karya yang pernah diajukan oleh pihak lain.
Adapun karya atau pendapat pihak lain yang dikutip ditulis sesuai dengan kaidah
penulis ilmiah yang berlaku.
Pernyataan ini kami buat dengan penuh tanggung jawab dan kami bersedia
menerima konsekuensi apapun yang berlaku apabila dikemudian hari diketahui
bahwa pernyataan ini tidak benar.

Mojokerto, 27 Oktober 2022


An. Tim Peneliti
Ketua

Krisna Yoga Erlangga


NPM. 20710103
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berbagai kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian
dengan judul “Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Mellitus di
Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto Pada Bulan September 2022”
Tugas praktek kerja lapangan ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memenuhi tugas dalam kepaniteraan klinik di dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Penulis terdorong untuk meneliti topik ini oleh karena masalah prevalensi
Diabetes Melitus yang masih banyak dijumpai dikalangan masyarakat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara obesitas dengan kejadian Diabetes
Melitus.
5

Tidak lupa penulis pada kesempatan ini menyampaikan terimakasih yang tak
terhingga kepada :
1. Prof. Dr. H. Widodo Ario Kentjono, dr. Sp.THT-KL(K), FICS Rektor
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan
kepada penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
2. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. Dr. Atik Sri Wulandari, SKM., M. Kes selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
4. Hj. Andiani, dr., M.Kes selaku Koordinator Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
5. Prof. H Didik Sarudji, M. Sc sebagai pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan, serta dorongan dalam menyelesaikan laporan
penelitian ini.
6. dr. Sandra Eka Ardhiany sebagai pembimbing sekaligus Kepala UPT
Puskesmas Gayaman telah memberikan bimbingan, arahan, serta
dorongan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto beserta staf dan jajarannya
yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian
ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan
kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan penelitian ini.

Mojokerto, 27 Oktober 2022

Penulis
6

ABSTRAK

Novianti, B. E., Erlangga, K. Y., Sa’adah, A. K., Aisuarya, P. D. P. 2022. Hubungan


Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Mellitus di Puskesmas Gayaman
Kabupaten Mojokerto Pada Bulan September 2022. Laporan Kepaniteraan
Klinik IKM, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Pembimbing: Prof. H Didik Sarudji,
M. Sc.

Obesitas adalah faktor risiko yang paling berperan dalam peningkatan angka
kejadian Diabetes Mellitus. Obesitas menyebabkan peningkatan resistensi insulin
sehingga memicu kenaikan prevalensi DM. Delapan dari sepuluh penderita DM
adalah orang dengan berat badan berlebih (Sari, 2015). Wanita dengan indeks masa
tubuh (IMT) ≥31 kg/m2 mengalami peningkatan risiko lebih dari 40 kali lipat untuk
menderita diabetes dibanding wanita dengan IMT <23 kg/m2. Pada penderita
diabetes mellitus, pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa darah pada tingkat normal, namun insulin tersebut
tidak dapat bekerja maksimal membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa karena
terganggu oleh komplikasi-komplikasi obesitas, salah satunya adalah kadar lemak
darah yang tinggi (terutama kolesterol dan trigliserida). Penelitian ini bertujuan
untuk Menganalisis hubungan obesitas dengan kejadian Diabetes Mellitus di
Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto pada Bulan September 2022. Penelitian
ini merupakan penelitian asosiatif menggunakan desain penelitian “Case Control”.
Populasi pada penelitian ini adalah Seluruh pasien usia di atas 40 tahun yang
berkunjung ke Poli Umum dan Poli Lansia di puskesmas gayaman pada bulan
September 2022, Besar sampel yang diambil minimal sebanyak 35 orang.
Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil uji Chi square diperoleh nilai Sig. = 0,000 (<0,05).
Dapat dijabarkan bahwa terdapat Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes
Melitus Di Puskesmas Gayaman Pada Bulan September 2022.

Kata kunci: Obesitas, Diabetes Mellitus.


7

ABSTRACT
Novianti, B. E., Erlangga, K. Y., Sa’adah, A. K., Aisuarya, P. D. P. 2022.
Relationship of Obesity With The Incidence of Diabetes Mellitus in Gayaman
Puskesmas, Mojokerto Regency in September 2022. Final Assignment, Faculty
of Medicine, Wijaya Kusuma Surabaya University.
Supervisor: Prof. H Didik Sarudji, M. Sc.

Obesity is the most important risk factor in increasing the incidence of


Diabetes Mellitus (Sundaralingam, 2016). Obesity causes an increase in insulin
resistance, thus triggering an increase in the prevalence of DM. Eight out of ten
people with DM are overweight people. Women with a body mass index (BMI) 31
kg/m2 have a more than 40-fold increased risk of developing diabetes than women
with a BMI <23 kg/m2. In people with diabetes mellitus, the pancreas produces
insulin in sufficient quantities to maintain blood glucose levels at normal levels, but
the insulin cannot work optimally to help the body's cells absorb glucose because it
is disturbed by complications of obesity, one of which is high blood fat levels.
(especially cholesterol and triglycerides). This study aims to analyze the
relationship between obesity and the incidence of Diabetes Mellitus at the Gayaman
Health Center, Mojokerto Regency in September 2022. This study is an associative
study using a "Case Control" research design. The population in this study were all
patients aged over 40 years who visited the General Poly and Elderly Poly at the
Gayaman Health Center in September 2022. The minimum sample size was 35
people. Sampling using consecutive sampling technique. The results showed that the
results of the Chi square test obtained the value of Sig. = 0.000 (<0.05). It can be
explained that there is a relationship between obesity and the incidence of diabetes
mellitus at the Gayaman Health Center in September 2022.

Keywords: Obesity, Diabetes Mellitus.


8

DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................... i
Lembar Persetujuan ............................................................................................. ii
Tanda Pengesahan Penelitian.................................................................................iii
Pernyataan Keaslian Tulisan...................................................................................iv
Kata Pengantar.........................................................................................................v
Abstrak..................................................................................................................vii
Daftar Isi.................................................................................................................ix
Daftar Tabel............................................................................................................xi
Daftar Gambar.......................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Obesitas ............................................................................................. 7
1. Definisi ........................................................................................... 7
2. Klasifikasi ...................................................................................... 8
3. Pengukuran Obesitas ..................................................................... 11
4. Faktor Penyebab ............................................................................ 12
5. Dampak ......................................................................................... 16
B. Diabetes Mellitus ............................................................................... 18
1. Definisi .......................................................................................... 18
2. Klasifikasi ..................................................................................... 19
3. Etiologi ......................................................................................... 21
4. Faktor Risiko ................................................................................ 23
5. Patofisiologi ................................................................................. 23
6. Tanda dan Gejala .......................................................................... 26
7. Komplikasi ................................................................................... 29
8. Penatalaksanaan ........................................................................... 30
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep .............................................................................. 33
9

B. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 34


BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ....................................................................... 35
B. Lokasi penelitian dan Waktu penelitian ............................................ 35
C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 35
D. Variabel dan Definisi Operasional ................................................... 37
E. Pengumpulan Data ............................................................................ 38
F. Bahan Penelitian ................................................................................ 40
G. Metode analisis data .......................................................................... 40
H. Etika penelitian .................................................................................. 40
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .................................................. 42
B. Karakteristik Responden ................................................................... 42
C. Hasil Uji Statistik .............................................................................. 44
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................... 45
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 48
B. Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 50
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Klasifikasi Obesitas ............................................................................ 9


Tabel II.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks 11
Tabel IV.1 Definisi Operasional ........................................................................... 38
Tabel V.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 42
Tabel V.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia .......................... 43
Tabel V.3 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Obesitas ................... 43
Tabel V.4 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Diabetes Melitus ....... 43
Tabel V.5 Hubungan Obesitas Dengan Diabetes Melitus ................................... 44
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 33

BAB I
10

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan

diabetes pada tahun 2014, dibandingkan pada tahun 1980 hanya terdapat

108 juta penderita. Prevalensi diabetes secara umum meningkat dari 4,7%

menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa, hal ini mencerminkan

peningkatan faktor risiko seperti kelebihan berat badan atau obesitas selama

dekade terakhir, prevalensi diabetes telah meningkat lebih cepat di negara

berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-negara

berpenghasilan tinggi (1,3). Di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2016

perkembangan kasus diabetes mellitus telah mencapai 96 juta orang

penderita dan 90% di antaranya adalah diabetes melitus tipe 2 namun

setengah dari kasus tersebut menjadi sumber komplikasi yang berujung pada

kematian. IDF (International Diabetes Federation) mengungkap di Asia

Indonesia tercatat sebagai negara penyandang diabetes ke-7 dengan

prevalensi (8,5 Juta) dan diprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang

DM di Indonesia menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.1

Obesitas adalah berat badan yang berlebih minimal 20% dari BB

idaman atau indeks massa tubuh lebih dari 25 kg/m2. Obesitas

menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap peningkatan glukosa darah

berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel di seluruh tubuh termasuk di

otot berkurang jumlahnya dan kurang sensitive (Soegondo, 2009).2 Obesitas

juga dapat dikaitkan dengan pola makan dan pola hidup yang monoton.

1
Irwansyah, I., & Kasim, I. S. (2021). Indentifikasi keterkaitan lifestyle dengan risiko
diabetes melitus. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 62-69.
2
Masi, G., & Oroh, W. (2018). Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado. Jurnal Keperawatan, 6(1).
11

Resistensi insulin meningkat dengan adanya obesitas yang dapat

menghalangi ambilan glukosa ke dalam otot dan sel lemak sehingga glukosa

dalam darah meningkat.3

Klasifikasi saat ini untuk diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu

diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Selanjutnya, kriteria untuk diagnosis

biokimia yang dipakai yaitu pengukuran glukosa darah selama puasa dan tes

toleransi glukosa oral serta penggunaan hemoglobin A1c (HbA1c). Diabetes

adalah krisis global yang terutama didorong oleh urbanisasi yang cepat,

gaya hidup yang berubah, dan pola makan yang tidak merata. Sangat

penting untuk memprediksi prevalensi diabetes pada individu untuk

mengurangi risiko perkembangan diabetes melitus dan menyelamatkan

nyawa pasien.

Diabetes diperkirakan terjadi karena beberapa faktor risiko seperti

asam urat serum tingkat tinggi, kualitas/kuantitas tidur yang buruk,

merokok, depresi, penyakit kardiovaskular, dislipidemia, hipertensi,

penuaan, etnis, riwayat keluarga diabetes, ketidakaktifan fisik, dan obesitas.

Keseimbangan kalori yang tidak baik dari kebiasaan diet yang tidak sehat,

penurunan aktivitas fisik, dan peningkatan kegiatan yang menggunakan

energi yang sedikit menyebabkan peningkatan adipositas, yang pada

akhirnya menyebabkan pembentukan kembali jaringan adiposa dan obesitas.

Kelebihan adipositas ini, pada gilirannya, secara nyata meningkatkan risiko

penyakit kardiometabolik, terutama diabetes melitus tipe 2. Selain itu,

kebiasaan merokok juga berhubungan, perokok aktif dan pasif sangat terkait

dengan kejadian diabetes tipe 2.4

3
Sugiyarto, H., Putra, F. A., & Indriyati, I. (2022). Hubungan Aktivitas Fisik dan Keaktifan
Club dengan Kejadian Ulkus DM pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Sahid Surakarta).
4
Widiasari, K. R., Wijaya, I. M. K., & Suputra, P. A. (2021). Diabetes Melitus Tipe 2: Faktor
Risiko, Diagnosis, Dan Tatalaksana. Ganesha Medicina, 1(2), 114-120.
12

Pada penderita diabetes mellitus, pankreas menghasilkan insulin

dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah pada

tingkat normal, namun insulin tersebut tidak dapat bekerja maksimal

membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa karena terganggu oleh

komplikasi-komplikasi obesitas, salah satunya adalah kadar lemak darah

yang tinggi (terutama kolesterol dan trigliserida). Prevalensi penyakit

Diabetes Mellitus terus meningkat setiap tahunnya di dunia, salah satunya

Indonesia. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab kematian dan kejadian

disabilitas di beberapa negara (Rosyid et al., 2020).

Prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2 dalam tiga dekade terakhir ini,

terus meningkat secara drastis di negara-negara dengan tingkat pendapatan

yang rendah. Di seluruh dunia penderita diabetes sekitar 422 juta orang,

kematian diabetes setiap tahun sekitar 1,6 juta jiwa, dan mayoritas tinggal di

negara berpenghasilan rendah serta menengah. Pada tahun 2025 terdapat

sasaran yang disepakati secara global untuk menghentikan peningkatan

diabetes serta obesitas (World Health Organization, 2020). 5

Prevalensi penyakit diabetes melitus terus meningkat setiap tahunnya

di dunia, salah satunya Indonesia. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab
6
kematian dan kejadian disabilitas di beberapa negara (Rosyid et al., 2020).

Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018, proporsi diabetes melitus

di Indonesia dengan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) sekitar

26.3%, sedangkan dengan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) sekitar

30.8%. Prevalensi diabetes melitus di 2 perkotaan 1.9% lebih tinggi

daripada di perdesaan 1.0%. Peringkat tertinggi untuk prevalensi diabetes


5
Retta, E., Kusumajaya, H., & Arjuna, A. (2023). Faktor–faktor yang Berhubungan dengan
Pemilihan Pengobatan Herbal pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional, 5(4), 1541-1552.
6
Rachmahdani, F., & Rosyid, F. N. (2021). Hubungan Pelaksanaan Self Care dan
Dukungan Keluarga dengan Status Glikemik pada Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas
Banyuanyar (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
13

melitus penduduk semua umur menurut provinsi yaitu DKI Jakarta. Provinsi

Jawa Tengah menduduki urutan ke dua belas (Kementerian Kesehatan RI

Badan Penelitian dan Pengembangan, 2018). Data dari Dinas Kesehatan

Jawa Tengah tahun 2019, diabetes melitus menduduki urutan ke dua setelah

hipertensi. Pada tahun 2019 jumlah penderita diabetes melitus sebanyak

411.750 kasus dengan presentase 13,39% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah, 2019).7

Keadaan obesitas akan mempengaruhi sekresi leptin. Leptin

berfungsi mengatur massa jaringan adiposa dan berat badan dengan

menghambat asupan makanan dan merangsang pengeluaran energi.

Leptin mempengaruhi asupan makanan dengan mengontrol nafsu makan

di hipotalamus dan batang otak. Remaja obesitas mengalami peningkatan

kadar leptin karena leptin akan meningkat saat simpanan lemak

dalam tubuh meningkat. Kadar leptin yang berlebihan

menyebabkan sensitivitas otak terhadap leptin berkurang, sehingga

terjadi gangguan fungsi pengontrolan nafsu makan dan pengeluaran

energi yang disebut resistensi leptin (2).Resistensi leptin merupakan

salah satu dasar patologi pada kejadian obesitas, dimana

hiperleptinemia pada obesitas menjadi faktor risiko independen

terhadap penyakit kardiovaskular. Fungsi utama leptin adalah menyediakan

sinyal simpanan energi yang ada dalam tubuh pada sistem saraf pusat

sehingga otak dapat melakukan penyesuaian yang dibutuhkan untuk

menyeimbangkan asupan energi dan pengeluaran. Sebagai kontrol

terhadap keseimbangan energi pada manusia, leptin merupakan hormone

anti obesitas yang didasarkan pada hipotesis bahwa kadar leptin yang
7
Erti, E., & Anisa, N. R. (2023). Hubungan Self Care Dengan Quality Of Life Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II. JIMPK: Jurnal Ilmiah Mahasiswa & Penelitian
Keperawatan, 3(1), 22-30.
14

tinggi akan mencegah terjadinya obesitas, sayangnya hal ini tidak

terjadi, sebagian besar individu obesitas memiliki kadar leptin yang

tinggi, namun tidak merangsang hilangnya massa lemak yang

diharapkan. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa kadar leptin lebih

tinggi pada orang yang obesitas dibanding orang dengan berat badan

normal (3).8 Secara normal lemak yang berlebih akan disimpan

dilapisan subkutan, namun karena mengalami gangguan atau kerusakan

maka lemak terakumulasi dilapisan viseral Distribusi lemak pada

tempat yang berbeda memiliki implikasi terhadap morbiditas. Lemak

abdominal dan intraabdominal(lemak viseral)memiliki signifikansi yang

lebih besar dibanding lemak yang terdistribusi pada extremitas bawah

atau seluruh tubuh(massa lemak). Studi prospektif dengan menggunakan

pengukuran antropometri mendapati bahwa obesitas viseral memiliki

kaitan erat dengan hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler.9

Obesitas dibedakan menjadi obesitas abdominal atau viseral dan

obesitas periper atau non viseral yang membedakan keduanya adalah

bahwa lemak viseral memiliki reseptor glukokortikoid dan androgen

lebih banyak, metabolism yang lebih aktif, lebih sensitive terhadap

lipolisis dan lebih resisten insulin. Viseral Adipose Tissue (VAT)

memiliki kapasitas lebih besar menghasilkan Free Fatty Acid (FFA),

meningkatkan glukosa dan lebih sensitive terhadap stimulasi adrenergic.10

Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan massa adiposa yang

dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan mengakibatkan

8
Cahyaningrum, A. (2018). Leptin sebagai indikator obesitas. Jurnal Kesehatan
Prima, 9(1), 1364-1371.
9
Halim, R., & Suzan, R. (2020). Korelasi masa lemak dan lemak viseral dengan kadar
leptin serum pada remaja overweight dan obesitas. Jambi Medical Journal, 8(1), 102-110.
10
Hastuty Yd, Siregar Y, Silaban R. Analisis Kadar Leptin Pada Obesitas Viseral
Dan Non Viseral. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2011;9
15

terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa lemak. Pada obesitas

kemungkinan terkena Diabetes Mellitus 9 kali lebih sering bila

dibandingkan yang tidak obesitas. Obesitas merupakan penyebab utama

diabetes mellitus. Lemak berlebih menyebabkan resistensi insulin, dan

hiperglikemia berpengaruh negatif terhadap kesehatan. Hiperglikemi kronis

pada Diabetes Mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan

pembuluh darah.11

Penurunan masa tubuh dan peningkatan lemak tubuh menimbulkan

penurunan aksi insulin pada jaringan sasaran. reaksi inflamasi dapat

menimbulkan resistensi insulin pada kejadian obesitas. Resistensi insulin ini

menimbulkan penurunan aksi insulin dan mengakibatkan glukosa sulit

memasuki sel, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah.

Peningkatan kadar gula darah disertai dengan penurunan aksi insulin akan

mencetuskan gangguan metabolisme berupa diabetes Mellitus.12

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Obesitas Dengan

Kejadian Diabetes Mellitus Di Puskesmas Gayaman Kabupaten

Mojokerto Pada Bulan September 2022”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Adakah hubungan Obesitas Dengan Kejadian

Diabetes Mellitus Di Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto Pada


11
Darliana, D. (2011). Manajemen asuhan keperawatan pada pasien diabetes
melitus. Idea Nursing Journal, 2(2), 132-136.
12
Kristiyan Triani, S., Widyatmoko, S., PD, S., & Jatmiko, S. W. (2016). Perbedaan Nilai
Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Dewasa Obesitas Dan Non Obesitas Di Kecamatan
Jebres Kota Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
16

Bulan September 2022”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan obesitas dengan kejadian Diabetes

Mellitus di Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto pada Bulan

September 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kejadian obesitas pada pasien yang berada di

Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto.

b. Mengidentifikasi kejadian Diabetes Mellitus pada pasien yang

berada di Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto.

c. Menganalisis hubungan antara obesitas dengan kejadian Diabetes

Mellitus di Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Peneliti

a. Mengetahui apakah ada hubungan antara obesitas dengan kejadian

Diabetes Mellitus.

b. Sarana peningkatan pengetahuan dalam melakukan penelitian

ilmiah bagi dokter muda.

c. Menambah wawasan mengenai hubungan obesitas terhadap

terjadinya Diabetes Mellitus.

2. Manfaat bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi

mengenai program pengendalian Diabetes Mellitus yang aplikatif.


17

3. Manfaat bagi Masyarakat

a. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai hubungan antara

obesitas dengan terjadinya Diabetes Mellitus.

b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat

untuk hidup sehat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas
18

1. Definisi Obesitas

Obesitas berasal dari bahasa Latin: obesus, obedere, yang artinya

gemuk atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan

atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh

secara berlebihan. Pendapat lain mengatakan bahwa obesitas merupakan

gangguan medik kronik yang tidak dapat disembuhkan dan hanya diobati

(Nurcahyani, 2016).

Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan atau

abnormal yang dapat menggangu kesehatan (WHO,2017). Penyebab

utama terjadinya obesitas yaitu ketidakseimbangan antara asupan energi

dengan pengeluaran energi (Betty, 2015). Obesitas adalah kondisi yang

ditandai gangguan keseimbangan energi tubuh yaitu terjadi

keseimbangan energi positif yang akhirnya disimpan dalam bentuk

lemak di jaringan tubuh (Nelm, et, al 2015). Sehingga obesitas adalah

terjadinya penumpukan lemak dalam tubuh yang abnormal dalam kurun

waktu yang lama dan dikatakan obesitas bila nilai Z-scorenya >2SD

berdasarkan IMT/U umur 5-18 tahun (Kemenkes, 2020).

Dampak yang bisa ditimbulkan oleh seseorang yang mengalami

obesitas diantaranya adalah resistensi insulin sehingga akan

menyebabkan hyperinsulinemia, intoleransi glukosa atau diabetes

mellitus, dislipidemia, dan hipertensi. Obesitas adalah kelebihan lemak

dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah

kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam

jaringan organnya (Misnadierly, 2017). Menurut Myers (2017),

seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau

pembesaran sel lemak tubuh mereka. Obesitas merupakan keadaan yang


19

menunjukkan ketidak seimbangan antara tinggi dan berat badan akibat

jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang

melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2019).

Penderita obesitas yaitu orang yang mempunyai berat badan

sangat berlebihan, secara umum dapat didiagnosa hanya dengan melihat

secara fisik. Namun perlu diwaspadai bahwa masalah obesitas tidak

hanya mempengaruhi penampilan seseorang. Masalah obesitas biasanya

juga disertai masalah kesehatan lain seperti diabetes mellitus, penyakit

jantung koroner dan hipertensi, kanker, penyakit ginjal, dan penyakit hati

yang dapat menyebabkan kematian (Hadi, 2015).

2. Klasifikasi Obesitas

Obesitas bisa terjadi karena tidak seimbangnya antara asupan

energi dengan pengeluaran energi sehingga berlebihnya asupan tersebut

akanmenumpuk di jaringan adipose, penumpukan kelebihan energi

tersebut yang akan membuat anak menjadi obesitas. Terdapat dua

kemungkinan timbulnya kelebihan energi tersebut 8 yaitu berlebihnya

asupan energi atau kurangnya atau rendahnya pengeluaran energi. Akan

terjadi keseimbangan tubuh (homeostatis) terhadap energi ketika

seseorang menyantap makanan, keseimbangan tersebut terjadi karena

energi yang masuk (melalui makanan) akan dikeluarkan melalui panas

tubuh dan kegiatan lain yang membutuhkan energi (Sumanto, 2019).

Berlebihnya asupan energi karena masuknya makanan yang

terlalu berlebihan dan juga keluarnya energi lebih rendah yang

disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh dan kurangnya aktivitas

fisik. Gangguan sistem keseimbangan disebabkan oleh dua faktor yaitu

idiopatik ataupun kelainan pada sistem hormonal dan sindrom atau defek
20

genetik.Obesitas yang terjadi karena idiopatik disebut obesitas idiopatik,

sedangkan obesitas yang terjadi karena adanya sebab yang jelas disebut

obesitas endogen (Hadi, 2015).

Tabel II.1 Klasifikasi Obesitas


Obesitas Idiopatik Obesitas Endogen
>90% kasus <10% Kasus
Perawakan tinggi (umumnya >50th Perawakan pendek (umumnya <50th
persentil TB/U) Persentil TB/U)
Riwayat obesitas umumnya positif Riwayat Obesitas Umumnya Negative
Fungsi mental normal Fungsi mental seringkali retardasi
Usia tulang : normal atau advanced Usia Tulang : terlambat (Delayed)
Pemeriksaan fisik umumnya normal Terdapat Stigmata Pada Pemeriksaan
Sumber : World Health Organization (2020)

a. Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan Dalam

beberapa tipe yaitu :

1) Tipe Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah

sel yang lebih banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi

ukuran sel-selnya sesuai dengan ukuran sel normal terjadi pada

masa 16 anak-anak.Upaya menurunkan berat badan ke kondisi

normal pada masa anak-anak akan lebih sulit (Purwati, 2016).

2) Tipe Hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang

lebih besar dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini

terjadi pada usia dewasa dan upaya untuk menurunkan berat akan

lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe hiperplastik (Purwati,

2018).

3) Tipe Hiperplastik dan Hipertropik, kegemukan tipe ini terjadi

karena jumlah dan ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe

ini dimulai pada masa anak -anak dan terus berlangsung sampai

setelah dewasa. Upaya untuk menurunkan berat badan pada tipe

ini merupakan yang paling sulit, karena dapat beresiko terjadinya


21

komplikasi penyakit, seperti penyakit degenerative (Purwati,

2017).

b. Berdasarkan penyebaran lemak didalam tubuh, ada dua tipe obesitas

yaitu:

1) Tipe buah apel (Adroid), pada tipe ini ditandai dengan

pertumbuhanlemak yang berlebih dibagian tubuh sebelah atas

yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan muka. Tipe ini pada

umumnya dialami pria dan wanita yang sudah menopause.

Lemak yang menumpuk adalah lemak jenuh (Purwati, 2017).


2) Tipe buah pear (Genoid), tipe ini mempunyai timbunan lemak

pada bagian bawah, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat.

Tipe ini banyak diderita oleh perempuan. Jenis timbunan

lemaknya adalah lemak tidak jenuh (Purwati, 2017).

3. Pengukuran Obesitas

Menurut Supariasa dkk, 2012 pengukuran status gizi dapat

dilakukan dengan metode antropometri. Metode ini menggunakan

pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, dan tebal lapisan kulit.

Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan kebutuhan gizi, dan

dapat memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau.

Tabel II.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak


Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori Status Ambang Batas (Z-score)


Gizi
Gizi Buruk <-3SD
Berat Badan menurut umur Gizi Kurang -3 SD sampai dengan 2 SD
(BB/U) Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan menurut Sangat Pendek <-3SD
Umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -3 SD sampai dengan 2 SD
Badan menurt Umur Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/U) Tinggi >2 SD
22

Berat Badan menurut Sangat Kurus <-3 SD


Panjang Badan (BB/PB) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
atau Berat Badan menurut Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi Badan (BB/TB) Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus <-3 SD
menurut Umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Untuk anak umur 0-60 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Bulan Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus <-3 SD
menurut Umur (IMT/U) Kurus - 3 SD sampai dengan <-2 SD
Untuk anak umur 5-18 Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Bulan Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD

Sumber: Kemenkes RI, 2017.

Tingkat obesitas dapat dihitung menggunakan Indeks Massa

Tubuh (IMT) sebagai berikut:

IMT = ( )
( )

Jika nilai IMT telah diketahui, kemudian dihitung menggunakan

baku antropometri WHO 2017 nilaiz-score IMT/U dengan rumus

sebagai berikut:

𝑍 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 =

4. Faktor Penyebab Obesitas

a. Penyebab secara langsung

1) Genetik

Faktor gentik adalah keturunan yang berasal dari orang tua.

Pengaruh tersebut sebenarnya belum terlalu jelas sebagai

penyebab kegemukan. Hasil penelitian, anak-anak dari orang tua

yang mempunyai berat badan normal ternyata mempunyai 10%

resiko kegemukan, maka peluang itu meningkat menjadi 4050%


23

dan bila kedua orang tuanya menderita kegemukan maka

peluang faktor keturunan menjadi 70-80% (Purwati, 2017).

2) Hormonal

Wanita yang telah menopause, fungsi hormon tiroid di dalam

tubuhnya akan menurun, oleh karena itu kemampuan untuk

menggunakan energi akan berkurang terlebih lagi pada usia ini

juga terjadi penurunan metabolisme basal tubuh, sehingga

mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan berat badannya

(Wirakusumah, 2017). Hormon insulin juga dapat menyebabkan

kegemukan karena hormon insulin mempunyai peranan dalam

menyalurkan energi kedalam sel-sel tubuh. Orang yang

mengalami peningkatan hormon insulin, maka timbunan lemak

di dalam tubuhnya akan meningkat. Hormon lainnya yang

berpengaruh adalah hormon leptin yang dihasilkan oleh kelenjar

pituitary sebab hormon ini berfungsi sebagai pengatur

metabolisme dan nafsu makan serta fungsi hipotalamus yang

abnormal menyebabkan hiperfagia (Purwati, 2017).

3) Obat-obatan

Saat ini sudah terdapat obat yang dapat merangsang pusat lapar

di dalam tubuh sehingga orang yang mengkonsumsi obatobatan

tersebut maka nafsu makannya akan meningkat jika dikonsumsi

dalam waktu relatif lama, seperti dalam keadaan penyembuhan

suatu penyakit maka hal ini akan memicu terjadinya kegemukan

(Purwati, 2017).

4) Asupan Makanan
24

Asupan makan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi

sesorang. Asupan energi yang berlebih secara kronis akan

menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih, dan

obesitas. Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi yaitu

banyak mengandung lemak dan gula yang ditambahkan dan

kurang mengandung serat (Gibney, 2019). Ada tiga hal yang

mempengaruhi asupan makan, yaitu kebiasaan makan,

pengetahuan, dan ketersediaan makanan dalam keluarga.

Kebiasaan makan berkaitan dengan makanan menurut tradisi

setempat meliputi hal-hal bagaimana makanan diperoleh, apa

yang dipilih, bagaimana menyiapkan, siapa yang memakan, dan

seberapa banyak yang dimakan. Ketersediaan pangan juga

mempengaruhi asupan makan, semakin baik ketersediaan

pangan suatu keluarga memungkinkan terpenuhinya seluruh

kebutuhan zat gizi (Soekirman, 2020).

5) Aktivitas Fisik

Obesitas juga dapat terjadi bukan hanya karena makan yang

berlebihan tetapi juga dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang

sehingga terjadi kelebihan energi. Faktor yang mempengaruhi

berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas

yang memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan

aktivitas fisik menurun seperti kemajuan teknologi di berbagai

bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk

menempuh kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik berat,

ini menjadikan jumlah penduduk yang melakukan pekerjaan

fisik yang banyak sehingga obesitas menjadi masalah kesehatan


25

(Moehyi, 2017).
b. Penyebab secara tidak langsung

1) Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam

menggunakan pangan dengan baik sehingga dapat memenuhi

keadaan gizi yang cukup. Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan dengan pendidikan

yang cukup, seseorang akan lebih banyak memperoleh informasi

dalam menentukan pola makan bagi dirinya maupun keluarga.

Menurut Notoatmodjo (2018), pengetahuan merupakan hasil

tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari

pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain.

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai

hubungan yang erat dengan pendidikannya. Pengetahuan tidak

hanya dapat diperoleh melalui pendidikan formal, namun juga

dapat dari informasi media massa atau dari hasil pengalaman

orang lain (Wirakusumah, 2017).

2) Pengaturan Makan

Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat

gizi tenaga, zat pembangun, zat pengatur yang dikonsumsi

sesorang dalam waktu satu hari sesuai dengan kecukupan

tubuhnya (Departemen Kesehatan RI, 2017). Makanan sumber

karbohidrat kompleks merupakan sumber energi utama. Bahan

makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian

(beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, dan

kentang), serta bahan makanan lain yang mengandung banyak


26

karbohidrat seperti pisang dan sagu. Gula tidak mengenyangkan

tetapi cenderung dikonsumsi berlebih, konsumsi gula berlebih

menyebabkan kegemukan. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 4

sendok makan setiap harinya. Konsumsi zat tenaga yang

melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan,

bila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan obesitas yang

biasanya disertai dengan gangguan kesehatan lainnya. Berat

badan merupakan petunjuk utama apakah seseorang kekurangan

atau kelebihan energi dari makanan. Obesitas dapat terjadi jika

konsumsi makanan dalam tubuh melebihi kebutuhan dan

penggunaan energi yang rendah (Almatsier, 2015).

5. Dampak Obesitas

Obesitas yang terjadi pada masa remaja ini perlu mendapatkan

perhatian, sebab obesitas yang timbul pada waktu anak dan remaja bila

kemudian berlanjut hingga dewasa akan sulit di atasi. Beberapa dampak

yang terjadi dalam jangka panjang menurut Damayanti, 2018

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Sindrom Resistensi Insulin

Bagi anak yang mengalami kegemukan sekitar perut, terutama yang

bertipe buah apel, umumnya mengalami penurunan jumlah insulin

dalam darah. Akibatnya hal tersebut memicu anak terserang Diabetus

Millitus tipe 2. Penderita DM tipe 1 selain memiliki kadar glukosa

yang tinggi, juga memiliki kadar insulin yang tinggi atau normal.

Keadaan ini disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom X


27

(Damayanti, 2018).

b. Tekanan Darah Tinggi

Obesitas adalah salah satu penyebab utama yang mempengaruhi

tekanan darah. Sekitar 20-30% anak yang kegemukan mengalami

repository.unimus.ac.id hipertensi. Dikatakan hipertensi jika

mengalami tekanan darah tinggi yaitu systole lebih besar dari 140

mmHg, dan diastole lebih besar dari 90 mmHg (Damayanti, 2018).

c. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit yang terjadi akibat penyempitan pembuluh darah

koroner.Risiko terkena penyakit jantung koroner semakin meningkat

seiring dnegan perubahan terjadinya penambahan berat badan yang

berlebihan. Penyakit jantung koroner tidak selalu akibat kegemukan,

tetapi diperburuk oleh faktor risiko lain yang terjadi pada masa

kanakkanak seperti hipertensi, kolesterol tinggi dan diabetes

(Almatsier, 2015).

d. Gangguan Pernafasan

Seperti asma, nafas pendek, menggorok saat tidur dan apnue

(terhentinya pernafasan untuk sementara waktu ketika sedang tidur).

Hal ini disebabkan karena penimbunan lemak berlebihan di bawah

diafragma yang menekankan paru-paru (Damayanti, 2018).

e. Gangguan Tulang Persendian

Beban tubuh anak yang terlalu berat mengakibatkan gangguan

ortopedi dan gangguan lain yang sering dirasakan adalah nyeri

punggung bawah dan nyeri akibat radang sendi (Damayanti, 2018).

f. Efek Metabolik
28

Kelebihan berat badan dan obesitas dapat menyebabkan perubahan

pada tekanan darah, trigliserida, dan resistensi insulin. Beberapa

penelitian mengindikasikan meningkatnya risiko diabetes dengan

peningkatan BMI. Sebuah studi observasional yang dilakukan

selama 10 tahun yang diterbitkan baru-baru ini menunjukkan mereka

yang kelebihan berat badan (BMI 25-27,4) memiliki risiko tiga kali

lipat terkena diabetes tipe 2, sedangkan yang memiliki BMI 27,5

atau lebih empat kali lipat risikonya (Wirakusumah, 2017).

B. Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes merupakan suatu penyakit kronis karena pankreas tidak

dapat menghasilkan insulin yang lebih (hormone yang mengatur gula

darah) ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkannya

secara efektif. Diabetes Mellitus merupakan salah satu dari ke empat

penyakit tidak menular, dan menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat

yang sangat penting. Jumlah kasus penderita Diabetes Mellitus terus

meningkat (WHO 2016 dalam info DATIN 2018). Diabetes Mellitus atau

DM adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang dapat ditandai

dengan adanya kadar gula yang tinggi di dalam darah (hiperglikemia),

yang disebabkan dari gangguan sekresi insulin serta menurunnya insulin

(Anggeria, 2019).

Diabetes adalah penyakit kronis yang kompleks yang

membutuhkan perawatan medis yang berkelanjutan dengan strategi

pengurangan risiko multifaktorial di luar kotrol glikemik. Pasien yang

sedang mendapatkan dukungan edukasi manajemen mandiri sangat


29

penting untuk mencegah komplikasi akut. Pada Diabetes Mellitus tipe 1

penurunan sekresi itu disebabkan karena kerusakan sel beta akibat reaksi

otoimun sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe 2 penurunan sekresi

disebabkan karena berkurangnya sel beta yang progresif akibat

glukotoksisitas, lipotoksisitas, tumpukan amilod dan faktor-faktor lain

yang disebabkan oleh resistensi insulin (Purwati, 2017).

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Terdapat beberapa jenis dari DM dan berikut adalah penjelasan

klasifikasi DM menurut International Diabetes Federation (IDF), 2017.

a. DM Tipe 1

DM Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana sistem

kekebalan tubuh menyerang sel beta penghasil insulin dipankreas.

Akibatnya, tubuh menghasilkan insulin yang sangat sedikit dengan

defisiensi insulin relatif atau absolut. Kombinasi kerentanan genetik

dan pemicu lingkungan seperti infeksi virus, racun atau beberapa

faktor diet telah dikaitkan dengan DM tipe 1. Penyakit ini bisa

berkembang pada semua umur tapi DM tipe 1 paling sering terjadi

pada anak-anak dan remaja. Orang dengan DM tipe 1 memerlukan

suntikan insulin setiap hari untuk mempertahankan tingkat glukosa

dalam kisaran yang tepat dan tanpa insulin tidak akan mampu

bertahan (IDF, 2017).

b. DM Tipe 2

DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling umum, terhitung sekitar 90%

dari semua kasus DM. Pada DM tipe 2, hiperglikemia adalah hasil

dari produksi insulin yang tidak adekuat dan ketidakmampuan tubuh


30

untuk merespon insulin secara sepenuhnya, didefinisikan sebagai

resistensi insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak

bekerja secara efektif dan oleh karena itu pada awalnya mendorong

peningkatan produksi insulin untuk mengurangi kadar glukosa yang

meningkat namun seiring waktu, suatu keadaan produksi insulin

yang relatif tidak memadai dapat berkembang. DM tipe 2 paling

sering terlihat pada orang dewasa yang lebih tua, namun semakin

terlihat pada anak-anak, remaja dan orang dewasa muda. Penyebab

DM tipe 2 ada kaitan kuat dengan kelebihan berat badan dan

obesitas, bertambahnya usia serta riwayat keluarga. Di antara faktor

makanan, bukti terbaru juga menyarankan adanya hubungan antara

konsumsi tinggi minuman manis dan risiko DM tipe 2 (IDF,

2017).

c. DM Gestasional

DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu hamil

biasanya selama trimester kedua dan ketiga kehamilan meski bisa

terjadi kapan saja selama kehamilan. Pada beberapa wanita DM

dapat didiagnosis pada trimester pertama kehamilan namun pada

kebanyakan kasus, DM kemungkinan ada sebelum kehamilan,

namun tidak terdiagnosis. DM gestasional timbul karena aksi insulin

berkurang (resistensi insulin) akibat produksi hormon oleh plasenta

(IDF, 2017).

3. Etiologi Diabetes Mellitus

Wirnasari (2019), terdapat etiologi proses terjadinya diabetes

mellitus menurut tipenya diantaranya:


31

a. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus Tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pancreas. Kombinasi factor genetic, imuniologi dan mungkin pula

lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan

destruksi sel beta. Factor-faktor genetic penderita diabetes tidak

mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri: tetapi mewarisi sautu

presdiposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes

tipe 1. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang

memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA

merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab antigen

transplantasi dan proses imun lainnya. 95% pasien berkulit putih

dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR

3 atau DR 4). Risiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat tiga hingga

lima kali lipat individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA

ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 kali pada individu yng

memiliki tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan

populasi umum). Faktor lingkungan, penyelidikan juga sedang

dilakukan terhadap kemungkinan factor-faktor eksternal yang dapat

memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang

menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta (Wirnasari,

2019).

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui.

Factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses


32

terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat factor-faktor risiko tertentu yang

berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2, factor tersebut sebagai

berikut :

1) Usia (resistensi insulin meningkat pada usia diatas 65 tahun).

2) Obesitas.

3) Riwayat keluarga.

4) Kelompok etnik.

(Wirnasari, 2019).

4. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Secara garis besar faktor risiko DM Tipe 2 terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu genetik, umur ≥45

tahun, jenis kelamin, riwayat melahirkan dengan berat badan lahir

bayi >4000 gram atau riwayat menderita DM gestasional dengan

riwayat lahir berat badan rendah yaitu 2500 gram.

b. Faktor yang dapat diubah yaitu obesitas, kurangnya aktivitas fisik,

hipertensi, dislipidemia, dan diet tidak sehat.

c. Faktor risiko lainnya seperti merokok dan konsumsi alkohol

(PERKENI, 2015).

5. Patofisiologi Diabetes Mellitus

a. DM Tipe 1

Perjalanan DM tipe 1 dimulai pada gangguan katabolik dimana

insulin yang bersirkulasi sangat rendah atau tidak ada, glukagon

plasma meningkat, dan sel beta pankreas gagal untuk merespon

semua rangsangan sekresi insulin. Pankreas menunjukkan infiltrasi


33

limfositik dan penghancuran sel-sel yang mensekresi insulin dari

pulau Langerhans, menyebabkan kekurangan insulin (Coppieters et

al, 2011). Defisiensi insulin absolut memiliki banyak konsekuensi

fisiologis, termasuk gangguan ambilan glukosa ke dalam sel otot

dan adiposa dan tidak adanya efek penghambatan pada produksi

glukosa hepar, lipolisis, dan ketogenesis. Defisiensi insulin yang

ekstrim menyebabkan diuresis osmotik dan dehidrasi serta

peningkatan kadar asam lemak bebas dan diabetes ketoasidosis

(DKA), yang dapat mengancam jiwa (Jaberi et al, 2014). Ketika

massa sel beta menurun, sekresi insulin menurun sampai insulin

yang tersedia tidak lagi cukup untuk mempertahankan kadar

glukosa darah normal. Setelah 80-90% sel-sel beta dihancurkan,

hiperglikemia berkembang dan DM dapat didiagnosis. Saat ini,

autoimunitas dianggap sebagai faktor utama dalam patofisiologi

DM tipe 1. Pada individu yang rentan secara genetik, infeksi virus

dapat menstimulasi produksi antibodi terhadap protein virus yang

memicu respons autoimun terhadap molekul sel beta antigen yang

serupa (Khardori, 2018).

b. DM Tipe 2

Menurut Gale (2016) DM Tipe 2 adalah kondisi heterogen yang

dihasilkan dari kombinasi sekresi insulin yang berkurang dan

peningkatan kebutuhan insulin. Glukagon adalah hormon pasangan

insulin yang mengatur pelepasan glukosa hati, dan peningkatan

pelepasan glukagon memainkan peran penting dalam patofisiologi

DM Tipe 2. Kapasitas untuk regenerasi sel beta berkurang atau

hilang pada orang dewasa, dan penurunan massa sel beta terlihat
34

dengan bertambahnya usia secara paralel dengan meningkatnya

risiko DM. Penurunan ini mungkin dipengaruhi oleh gen terkait DM

yang memainkan peran dalam pemeliharaan dan fungsi sel beta.

Penyebab langsung hiperglikemia adalah kelebihan produksi

glukosa oleh hati dan mengurangi ambilan glukosa dalam jaringan

perifer karena resistensi insulin. Dalam pelepasan sitokin terjadi

inflamasi dimana inflamasi ini terjadi sebagai konsekuensi dari

obesitas, yang dapat juga menyebabkan peradangan jaringan. Juga

terdapat distribusi lemak tubuh dan penumpukan lemak

intramuskular yang juga berkaitan dengan tingkat resistensi insulin

dimana individu akan rentan mengakumulasi trigliserida (Gale,

2016).

c. DM Gestasional

Mayoritas wanita dengan DM gestasional kelebihan berat badan

atau obesitas, dan banyak yang memiliki sindrom metabolik laten,

predisposisi genetik untuk DM tipe 2, gaya hidup yang tidak aktif

secara fisik dan kebiasaan makan yang tidak sehat sebelum

kehamilan. Perubahan metabolik lainnya seperti peningkatan

pelepasan fraksional amylin dan proinsulin relatif terhadap sekresi

insulin dapat menjadi penyebab atau konsekuensi dari sekresi dan

aksi insulin yang disfungsional (Kautzky Willer, 2015).

6. Tanda dan Gejala

a. DM Tipe 1

Tanda dan gejala dari DM tipe 1 menurut IDF (2017) adalah:

1) Haus yang tidak normal dan mulut kering


35

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2019).

2) Sering buang air kecil

Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk

mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.

(PERKENI, 2015).

3) Kekurangan tenaga/kelelahan

Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga

glukosa tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta

adanya proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan

terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam

lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun (PERKENI,

2015).
4) Kelaparan yang konstan

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan

kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2015).

5) Penurunan berat badan tiba-tiba

Penyusutan BB pada kondisi DM tipe I menunjukkan rendahnya

trigliserida yang tersimpan dalam tubuh sebagai akibat adanya

gangguan metabolisme lipid. Trigliserida seharusnya digunakan

sebagai sumber energi untuk beraktivitas (Wang et al., 2014).

6) Penglihatan kabur

Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi) dapat

menyebabkan peningkatan tekanan osmotik pada mata dan


36

perubahan pada lensa sehingga akan terjadi penglihatan yang

tidak jelas atau kabur (Muruganandan et al., 2015; Rini, 2015).

b. DM Tipe 2

Tanda dan gejala dari DM tipe 2 menurut IDF (2017) adalah :

1) Haus yang berlebihan dan mulut kering

Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2019).

2) Sering buang air kecil dan berlimpah

Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk

mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.

(PERKENI, 2015).

3) Kurang energi, kelelahan ekstrim

Kelelahan terjadi karena penurunan proses glikogenesis sehingga

glukosa tidak dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta

adanya proses pemecahan lemak (lipolisis) yang menyebabkan

terjadinya pemecahan trigliserida (TG) menjadi gliserol dan asam

lemak bebas sehingga cadangan lemak menurun (Kles, 2016).

4) Kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki

Mati rasa merupakan hasil dari hiperglikemia yang menginduksi

perubahan resistensi pembuluh darah endotel dan mengurangi

aliran darah saraf. Orang dengan neuropati memiliki keterbatasan

dalam kegiatan fisik sehingga terjadi peningkatan gula darah

(Kles, 2016).

5) Infeksi jamur berulang di kulit


37

Kadar gula kulit merupakan 55% kadar gula darah pada orang

biasa. Pada pasien DM, rasio meningkat sampai 69-71% dari

glukosa darah yang sudah meninggi. Hal tersebut mempermudah

timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel), dan

infeksi jamur terutama kandidosis (Djuanda, 2018).

c. DM Gestasional

Tanda dan gejala dari DM gestasional sangatlah mirip dengan pasien

DM pada umumnya, yaitu:


1) Poliuria (banyak kencing)

2) Polidipsia (haus dan banyak minum) dan polifagia (banyak

makan)

3) Pusing, mual dan muntah

4) Obesitas, TFU > normal

5) Lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, dan pruritus

vulva

6) Ketonemia (kadar keton berlebihan dalam darah)

7) Glikosuria (ekskresi glikosa ke dalam urin)

(Muruganandan et al., 2015; Rini, 2015).

7. Komplikasi Diabetes Mellitus

Menurut WHO (2017) komplikasi yang timbul akibat DM yaitu

ketika DM tidak dikelola dengan baik, komplikasi berkembang yang

mengancam kesehatan dan membahayakan kehidupan. Komplikasi akut

adalah penyumbang signifikan terhadap kematian, biaya dan kualitas

hidup yang buruk. Gula darah tinggi yang tidak normal dapat memiliki

dampak yang mengancam jiwa jika memicu kondisi seperti diabetes

ketoasidosis (DKA) pada tipe 1 dan 2, dan koma hiperosmolar pada DM


38

tipe 2.

Gula darah yang rendah dapat terjadi pada semua tipe DM dan

dapat menyebabkan kejang atau kehilangan kesadaran. Ini mungkin

terjadi setelah melewatkan makan atau berolahraga lebih dari biasanya,

atau jika dosis obat anti-DM terlalu tinggi. Seiring waktu DM dapat

merusak jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf, dan

meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Kerusakan seperti itu

dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah, yang dikombinasikan

dengan kerusakan saraf (neuropati) di kaki sehingga meningkatkan

kemungkinan tukak kaki, infeksi dan kebutuhan amputasi kaki (Subekti,

2019).

Retinopatidiabetik merupakan penyebab kebutaan yang penting

dan terjadi sebagai akibat dari akumulasi kerusakan jangka panjang pada

pembuluh darah kecil di retina. DM adalah salah satu penyebab utama

gagal ginjal. Sebab utama gangguan ginjal pada pasien DM adalah

buruknya mikrosirkulasi. Gangguan ini sering muncul paralel dengan

gangguan pembuluh darah di mata. Penyebab lainnya adalah proses

kronis dari hipertensi yang akhirnya merusak ginjal. Kebanyakan pasien

sebelumnya tidak memiliki keluhan ginjal. DM yang tidak terkontrol

pada kehamilan dapat berdampak buruk pada ibu dan anak, secara

substansial meningkatkan risiko kehilangan janin, malformasi

kongenital, lahir mati, kematian perinatal, komplikasi obstetrik, dan

morbiditas dan mortalitas ibu (Subekti, 2019).


39

8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Menurut Wirnasari (2019) penatalaksanaan pasien diabetes

mellitus dikenal 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit

dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah edukasi, terapi nutrisi,

aktifitas fisik dan farmakologi.

a. Edukasi

Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan

penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul

dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa

darah, cara mengatasi hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang

teratur, dan cara mempergunakan fasilitas kesehatan. Mendidik

pasien bertujuan agar pasien dapat mengontrol gula darah,

mengurangi komplikasi dan meningkatkan kemampuan merawat diri

sendiri (Wirnasari, 2019).

b. Terapi Gizi

Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan

mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan

insulin mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini

melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan

keluarganya (Wirnasari, 2019).

c. Intervensi Gizi

Intervensi gizi yang bertujuan untuk menurunkan berat badan,

perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk

dengan Diabetes Mellitus mempunyai resiko yang lebih besar dari

pada mereka yang hanya kegemukan metode sehat untuk


40

mengendalikan berat badan, yaitu : makanlah lebih sedikit kalori

mengurangi makanan setiap 500 kalori setiap hari, akan menurunkan

berat badan satu pon satu pekan, atau lebih kurang 2 kg dalan

sebulan (Wirnasari, 2019).

d. Aktivitas Fisik

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu

pilar dalam pengelolaan Diabetes Mellitus. Kegiatan sehari-hari

seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

tetap dilakukan latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga

dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani

yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic seperti

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

Untuk mereka yang relative sehat, intensitas latihan jasmani bisa

ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi diabetes

mellitus dapat dikurangi (Wirnasari, 2019).

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

FAKTOR INTRINSIK:
DIABETES
Keturunan MELLITUS
Umur
Jenis Kelamin
41

FAKTOR PERILAKU:

Pola Makan
Aktivitas Fisik
Pola Tidur

FAKTOR
LINGKUNGAN:
O BESITAS
Lingkungan Fisik
Lingkungan Psikososial
Faktor Kesehatan

Keterangan: = Yang diteliti

= Yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

33
Kejadian Diabetes Mellitus dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Secara langsung Diabetes Mellitus dapat dipengaruhi tingkat obesitas

seseorang, di mana obesitas itu sendiri di pengaruhi oleh beberapa hal

seperti: faktor intrinsik (keturunan, umur, jenis kelamin), faktor prilaku

(pola makan, aktifitas fisik, pola tidur) dan juga faktor lingkungan

(lingkungan fisik, lingkungan psikososial, dan factor kesehatan).

Faktorfaktor inilah yang dapat mempengaruhi kejadian Obesitas sehingga


42

menyebabkan terjadinya penyakit Diabetes Mellitus. Diabetes Melitus

sangat erat kaitannya dengan obesitas. Pada penderita Diabetes Melitus,

pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup untuk

mempertahankan kadar glukosa darah pada tingkat normal, namun insulin

tersebut tidak dapat bekerja maksimal membantu sel-sel tubuh menyerap

glukosa karena terganggu oleh komplikasi-komplikasi obesitas, salah

satunya adalah kadar lemak darah yang tinggi terutama kolesterol dan

trigliserida (Olvista, 2011).

B. Hipotesis Penelitian

Berdasar uraian diatas maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai

berikut:

Terdapat hubungan obesitas dengan Diabetes Mellitus pada pasien di

puskesmas Gayaman Pada Bulan September 2022.

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian asosaiatif. Penelitian asosiatif

merupakan penelitian dengan tingkatan tertinggi dibanding dengan

penelitian deskriptif dan komparatif, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan penelitian

asosiatif dapat dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan,

meramalkan dan mengontrol suatu gejala (Sugiyono,2009).

Penelitian ini digunakan desain observasional dengan pengumpulan

data secara case control, yang bertujuan untuk mengamati hubungan antara

faktor risiko dengan akibat terjadi berupa penyakit atau keadaaan kesehatan
43

teretentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya akibat sekaligus

penyebabnya (Sugiyono, 2009).

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Gayaman, Kabupaten Mojokerto,

pada bulan September 2022.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien usia di atas 40

tahun yang berkunjung ke Poli Umum dan Poli Lansia di puskesmas

gayaman pada bulan September 2022.

35
2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien Diabetes Mellitus

dengan obesitas yang mengunjungi puskesmas Gayaman, Kabupaten

Mojokerto.

a. Besar Sampel

Besar sampel populasi pada penelitian ini belum diketahui,

maka besar sempel dihitung dengan rumus Lemesshow (Snedecor

GW & Cochran WG, 1967) Besar sampel ditentukan

menggunakan rumus sebagai berikut:

n=

Zα : deviat baku α (untuk α = 0,05 sebesar 1,96).

P : 0,10 Q :1–Pd :

presisi – ditentukan sebesar 0,10


44

𝑛=

n = 35

b. Teknik Pengambilan Sampel

Berdasarkan perhitungan di atas Besar sampel yang diambil

minimal sebanyak 35 orang. Pengambilan sampel menggunakan

teknik consecutive sampling yaitu menentukan pasien yang datang

lebih dulu dan telah memenuhi kriteria inklusi/eksklusi sebagai

anggota sampel sampai jumlah sampel terpenuhi. Alasan lain yaitu

teknik ini tidak memakan waktu dan tidak membutuhkan tenaga

kerja yang banyak dan sifatnya yang berulang, perubahan kecil dan

penyesuaian dapat dilakukan tepat di awal penelitian untuk

menghindari pertimbangan bias penelitian.

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Pasien usia diatas 40 tahun yang datang di Puskesmas

Gayaman pada bulan September 2022.

b) Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

c) Bersedia menjadi responden.

2) Kriteria Eksklusi

a) Rekam medis tidak terbaca jelas.

b) Data rekam medis tidak lengkap menurut data yang

dibutuhkan dalam penelitian.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


45

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karateristik objek yang dapat

diklasifikasikan kedalam sekurang-kurangnya dua klasifiakasi

(Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel,

yaitu:

a. Variabel bebas adalah obesitas

b. Variabel terikat adalah diabetes Mellitus


2. Definisi Operasional

Definsi Operasional merupakan sebuah perangkat intruksi yang

lengkap untuk menetapkan apa yang akan diukur dan bagaimana cara

mengukur variabel dan apa yang diukur dinyatakan dalam bentuk

indikator (Sugioyono, 2009).

Tabel IV.1 Definisi Operasional

NVariabel Definisi Operasional Kategori dan kriteria Alat ukur Skala o


kegemukan yang ditentukan nilai indeks massa data
Obesitas Obesitas
menurut IMT adala
WHO h tingkat 1. tubuh
Obesitas
≥ 25apabila Mengambil Nominal
tergolong
Western Pacific 2. Tidak obesitas Obesitas
Region tahun apabila nilai indeks dari Rekam
2000 dengan massa tubuh < 25Medis
kategori: 1. Obesitas (WHO, 2000)
2. Tidak Obesitas
Diabetes Diabetes Mellitus dalah 1. Diabetes Mellitus bila Mengambil Nominal
Mellitus kondisi pasien dimana kadar kadar gula acak darah data
gula darah lebih dari 200 ≥200 mg/dL terdiagnosis
mg/dl. 2. Tidak Diabetes DM dari
Dengan kategori: Mellitus bila kadar Rekam
1. Diabetes Mellitus acak gula darah <200 Medis
2. Tidak Diabetes Mellitus mg/dL
(IDF, 2017) (IDF, 2017)

Sumber : Penelitian, 2022

E. Pengumpulan Data

1. Langkah dan Teknik Pengumpulan Data

a. Melakukan studi observasi pendahuluan pada pasien rawat jalan di

Gayaman untuk mengetahui apakah sesuai dengan populasi dan

sampel penelitian.
46

b. Mempersiapkan penelitian berupa pengajuan surat persetujuan

melakukan penelitian yang ditujukan kepada Puskesmas Gayaman.

c. Mengidentifikasi pasien yang masuk dalam kriteria inklusi dan

eksklusi akan dijelaskan maksud dan tujuan penelitian ini.

d. Memberikan informed consent untuk menjadi responden pada

penelitian ini.

e. Melihat rekam medis pasien.

f. Peneliti mengumpulkan dan melakukan pengolahan data rekam

medis.

g. Menganalisis data.

h. Menyimpulkan hasil analisis data.

2. Jadwal Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian di lakukan pada bulan September 2022.

3. Teknik Pengolahan Data

a. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul

pada lembar kuesioner (checklist) dan lembar observasi.

b. Coding, yaitu memberikan code numerik (angka) terhadap data

yang terdiri dari beberapa kategori untuk memudahkan memasukan

data ke program komputer.

c. Saving, yaitu menyimpan data sebelum data diolah atau dianalisis.

d. Data entry, yaitu memasukan data yang telah disimpan kedalam

program komputer untuk dilakukan analisis lanjut.

e. Cleaning, yaitu pengetikan kembali data yang sudah di masukan

untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.


47

f. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk program komputer

kemudian di kumpulkan dan di susun dalam bentuk tabel supaya

memudahkan dalam membaca data.

F. Bahan/Alat/Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan laptop dan bolpoin.

G. Metode Analisis Data

Setelah diolah seperti diatas, data dianalisis menggunakan SPSS dengan

menggunakan uji chi-square (𝒙𝟐).

H. Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini menurut Prof. Dr. H. R Muschtan

Sujanto, dr., SpFK. (K) adalah:

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan persetujuan yang harus di peroleh dari

subjek. Untuk mendapatkan persetujuan dari subjek maka peneliti

memberikan lembar persetujuan (Informed consent) dan menjelaskan

maksud dan tujuannya. Tujuan informed consent adalah bukti

persetujuan subjek bersedia menjadi responden dan mengerti mengenai

penelitian yang akan di laksanakan, meliputi manfaat, resiko, dasar

penelitian ini. Apabila subjek tidak bersedia menandatangani Informed

consent maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Anomimity

Melindungi subjek penelitian dengan merahasiakan identitas subjek

dengan memberikan kuesioner tanpa mengungkapkan identitas mereka.

Responden juga memberikan informasi kepada kita tanpa

mengungkapkan hal-hal yang bisa mengidentifikasinya.

3. Confidentially
48

Peneliti yang telah mendapatkan informasi dari responden akan

menjaga kerahasiaan informasi tersebut. Kerahasiaannya akan di

junjung tinggi.
49

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Gayaman adalah sebuah desa yang terletak di wilayah Kecamatan

Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, dahulu merupakan

wilayah Kecamatan Puri, sejak berdirinya Kecamatan mojoanyar yang di

mekarkan dari sebagaian wilayah Kecamatan Bangsal, dan sebagaian

wilayah Kecamatan Puri.

B. Karasteristik Responden

Karasteristik mengenai responden penelitian dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:

1. Jenis Kelamin Responden

Tabel V.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin di Puskesmas


Gayaman pada Tahun 2022.
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki -Laki 14 40
Perempuan 21 60
Total 35 100.0
Sumber: Data Primer, 2022

Pada tabel V.1 diketahui bahwa komposisi responden laki-laki

sebanyak 40% sedangkan wanita sebanyak 60%

2. Usia Responden

Karakteristik responden berdasarkan usia ditunjukkan pada Tabel

V.2 berikut:

42
Tabel V.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan usia di
Puskesmas Gayaman Mojokerto pada september 2022.
Usia Frekuensi Presentase
50

40 – 50 tahun 11 31,4
51 - 60 tahun 13 37,1
61 - 70 tahun 7 20,1
> 71 tahun 4 11,4
Jumlah 35 100
Sumber: Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel V.2 hasil pengumpulan data primer pada 35

responden yang memenuhi kriteria inklusi maka dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah responden

berusia 51-60 tahun yaitu sebanyak 37,1% (13 responden).

3. Obesitas

Tabel V.3 Distribusi Frekuensi Obesitas Puskesmas Gayaman pada


Tahun 2022.
Obesitas Frekuensi Persentase (%)
Obesitas 20 57,1
Normal 15 42,9
Jumlah 35 100
Sumber: Data Primer, 2022

Tabel V.3 diketahui bahwa sebagian besar responden mengalami

obesitas yaitu sebanyak 57,1%. Sedangkan responden yang tidak

obesitas sebanyak 42,9%.

4. Diabetes Melitus

Tabel V.4 Distribusi Frekuensi Diabetes Melitus Puskesmas


Gayaman pada Tahun 2022.
Diabetes Melitus Frekuensi Persentase (%)
Diabetes Melitus 19 54,3
Normal 16 45,7
Jumlah 35 100
Sumber: Hasil Survei, 2022

Tabel V.4 diketahui bahwa responden mengalami diabetes melitus

yaitu sebanyak 54,3%. Sedangkan responden yang normal sebanyak

45,7%.
51

C. Hasil Uji Statistik

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel (univariat)

dapat diteruskan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar

variabel. Berikut ini akan disajikan hasil pengujian menggunakan uji

chisquare (X)

Tabel V.5 Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di


Puskesmas Gayaman Pada Bulan September 2022.
Obesitas Diabetes Melitus p- CC OR
Diabetes Normal Total value
Melitus
Obesitas 16 (80%) 4 (20%) 20 (100%) 0,000 0,001 6,81 Normal 3 (20%)
12 (80%) 15 (100%)
Total 19 (54,3%) 16 (45,7%) 35 (100%)
Sumber: Hasil Survei, 2022

Berdasarkan hasil uji Chi square diatas diperoleh nilai Sig. = 0,000

(<0,05). Maka dengan hasil tersebut dapat dijabarkan bahwa terdapat

Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Puskesmas

Gayaman Pada Bulan September 2022. Kemudian nilai OR menunjukkan

nilai 6,81, yang berarti pasien yang memiliki berat badan dalam kategori

obesitas, memiliki resiko 6,81 kali lebih besar menderita diabetes.

BAB VI PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada Hubungan Obesitas Dengan


52

Kejadian Diabetes Melitus Di Puskesmas Gayaman Pada Bulan September 2022.

Hal ini ditunjukan dengan hasil uji Chi square didapatkan nilai P = 0,000, (P

<0,05) yang berarti ada hubungan signifikan antara obesitas dengan kejadian

diabetes mellitus. Hasil uji odds ratio didapatkan nilai OR menunjukkan nilai

6,81, yang berarti responden yang memiliki berat badan dalam kategori obesitas,

memiliki resiko 6,81 kali lebih besar menderita diabetes.

Dari hasil uji statistik tabel V.5 menunjukkan bahwa dari 100% responden

yang Diabetes melitus, diketahui 80% responden memiliki obesitas dan 20%

lainnya tidak mengalami obesitas. Sedangkan dari 100% responden yang tidak

mengalami diabetes mellitus diketahui 20% responden mengalami mengalami

obesitas dan 80% tidak mengalami obesitas.

Dalam penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin responden lebih banyak

perempuan dengan persentase sebesar 60%. Hal ini disebabkan karena secara fisik

perempuan memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar.

Pasca menepouse (premenstrual syndrome) yang membuat distribusi lemak tubuh

menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita

beresiko menderita Diabetes Mellitus type 2 lebih besar (Sundaralingam, 2016).

Sebagian besar responden pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa usia

responden rata-rata 51-60 tahun yaitu sebanyak 37,1%. Pasien diabetes tipe 2

lebih banyak terjadi pada umur ≥45 tahun, karena pada usia tua fungsi tubuh

45
secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau

resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian

glukosa darah yang tinggi kurang optimal (Soegondo, 2011; Darsini et al., 2020).

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pratiwi (2018),

menunjukkan bahwa berat badan berlebih atau obesitas berhubungan dengan


53

kejadian diabetes mellitus. Begitupun juga dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sharah. K, (2016) bahwa seseorang yang obesitas mempunyai hubungan

signifikan dengan Diabetes Melitus yaitu 7,14 kali lebih besar dibandingkan

dengan kelompok IMT normal, demikian juga penelitian menurut Sanjaya, I

Nyoman, (2019) menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas

mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena Diabetes Melitus

dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami obesitas. Sejalan dengan

hasil penelitian ini yang dapat ditunjukkan bahwa hasil uji Chi square diperoleh

nilai Sig. = 0,000 (<0,05). Maka dengan hasil tersebut dapat dijabarkan bahwa

terdapat Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Puskesmas

Gayaman Pada Bulan September 2022.

IDF tahun 2012 menyebutkan bahwa faktor risiko untuk diabetes tipe 2

adalah kegemukan, diet dan aktivitas fisik, meningkatnya usia, resistensi insulin,

riwayat keluarga diabetes, dan etnis. Perubahan diet dan aktivitas fisik rendah

yang berkaitan dengan riwayat pola makan yang kurang baik juga menjadi faktor

resiko obesitas sebagai penyebab terjadinya diabetes melitus. Makanan yang

dikonsumsi diyakini menjadi penyebab meningkatnya gula darah seperti

mengonsumsi makanan tinggi lemak dan makanan yang manis. Pada orang yang

jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dikelola

melainkan ditimbun tubuh sebagai lemak dan gula menyebabkan terjadinya

peningkatan berat badan. Obesitas berhubungan dengan kejadian diabetes karena

obesitas pada penderita diabetes melitus menyebabkan gangguan metabolisme dan

resistensi insulin (Bramante, 2017).

Kelebihan asam lemak bebas pada obesitas akan mengganggu pengambilan

glukosa oleh otot sehingga dapat menyebabkan hiperglikemia. Selain itu

insufisiensi insulin dapat menghambat pengambilan glukosa ke dalam otot dan sel
54

lemak sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Jika tidak dilakukan

pengendalian terhadap obesitas pada penderita DM yaitu dengan menurunkan

IMT hingga mencapai normal (18,5-25,0 kg/m2) maka peningkatan glukosa dalam

darah akan terus terjadi dan menyebabkan dampak yang lebih merugikan

(Algoblan et,al 2016).

Penanganan DM yang optimal ditekankan melalui manajemen faktor yang

dapat dimodifikasi terutama melakukan pola hidup sehat yaitu mencakup upaya

untuk mencapai dan mempertahankan status gizi normal untuk mencegah obesitas,

menerapkan pola makan dengan prinsip gizi seimbang, serta melakukan aktifitas

fisik dengan berolahraga secara rutin sesuai usia. Kepatuhan penderita DM dalam

menerapkan pola hidup sehat dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan, serta

adanya dukungan dari lingkungan terutama keluarga (Menggala, 2011).


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab selanjutnya,

dapat dijabarkan beberapa kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Kejadian obesitas pada pasien yang berada di Puskesmas Gayaman

Kabupaten Mojokerto yaitu sebagian besar responden mengalami

obesitas yaitu sebanyak 57,1 %. Sedangkan responden yang tidak

obesitas sebanyak 42,9%.

2. Kejadian Diabetes Mellitus pada pasien yang berada di Puskesmas

Gayaman Kabupaten Mojokerto lebih dari setengahnya mengalami

diabetes melitus yaitu sebanyak 54,3%.

3. Terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian Diabetes Mellitus

di Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto.

B. Saran

1. Untuk Masyarakat

a. Masyarakat dianjurkan agar lebih memperhatikan berat badan

dengan menjaga pola makan dan mengurangi makan makanan yang

berlemak serta manis, untuk mencapai IMT yang normal.

b. Masyarakat diharapkan dapat melakukan kegiatan jasmani sehari

hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu, selama

49
kurang lebih 30 menit) untuk meningkatkan aktifitas fisik. Kegiatan

jasmani sehari hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan

tangga, atau pun berkebun, sedangkan latihan jasmani bersifat

aerobic seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

2. Untuk Puskesmas Gayaman

Pihak puskesmas diharapkan dapat lebih meningkatkan screening dan

melakukan penyuluhan bagi masyarakat yang memiliki risiko maupun

tidak agar mendapatkan edukasi tentang pencegahan Diabetes dan

faktor-faktor apa saja yang dapat memicu terjadinya Diabetes Melitus.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pengalaman dalam melakukan

penulisan ilmiah dan menambah wawasan sehingga dapat menambah

kemampuan dan pengetahuan. Serta dapat mengembangkan penelitian

dengan meneliti faktor lain yang mempengaruhi diabetes mellitus.

56
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, 2015. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anggeria, Elis, dkk. 2019. Efektivitas Perawatan Ulkus Diabetikum Terhadap


Penerimaan Diri Pasien Diabetes MellitusTipe 2. Diambil dari
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/article/view/5590 pada 29 April
2020.

Betty LL. 2014. Nutrition in Childhood. In: Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food,
Nutrition, & Diet Therapi 11 th. Ed. United States of America: Elsevier
2004. P 276.

Coppieters KT, Matthias GVH (2011). Type 1 diabetes: Etiology, immunology,


and therapeutic strategies. Physiol Rev, 91 : 79–118.

Damayanti, M. (2008). Komunikasi Teraupetik Dalam Praktik Keperawatan.


Bandung. PT refika Adama.

Dr. dr. Trihono, MSc. B. Penelitian and D. a N. Pengembangan, “Riset Kesehatan


Dasar,” 2016.

FAO/WHO/UNU. Human energy requirements; 2020.

Firmansyah, M. A., 2017. Clinical Apporach and Management of Chronic


Diarrhea. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 45 (2) : 157- 165.

Gale, E 2014, Epidemiology of type 1 diabetes, Retrieved: March 27, 2018, from
https://www.diapedia.org/2104085168/rev/39.

Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Hadi H. Gizi Lebih sebagai Tantangan Baru dan Implikasinya terhadap


Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. J Gizi Klin Indones.
2004;1(2):47.
IDF. (2017). International Diabetes Federation (IDF) Diabetes Atlas Eighth
edition : International Diabetes Federation.

Jaberi, T.N. Bonabi, M. Tashakori. (2018). Effect of selfacupressure onfasting


blood sugar (FBS) and insulin level in type 2 diabetes patients: a
randomized clinical trial. Electron. Physician 10 (8) (2018) 155–157.

Kautzky-Willer, A., Harreiter, J., & Pacini, G. (2016). Sex and gender differences
in risk, pathophysiology and complications of type 2 diabetes mellitus.
Endocrine Reviews, 37(3), 278–316. https://doi.org/10.1210/er.2015-1137.

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri.

Khardori, R. 2017. Type 2 Diabetes Mellitus. Practice Essentials.

Kussoy, M. And Wowiling, F. (2019) ‘Kebiasaan Makan Makanan Tinggi Purin


Dengan Kadar Asam Urat Di Puskesmas’, Jurnal Keperawatan,7(2), Pp.1-7.

Menggala, H., Putra, 2011, Gambaran Pengetahuan Mengenai Obesitas dan


Kejadian Obesitas pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Angkatan 2007 dan Angkatan 2010 di Medan tahun 2010.

Misnadierly. (2017). Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit. Jakarta :


Pustaka Obor Populer.

Moehyi, S. 2019. Pengaruh Makanan dan Diet Untuk Penyembuhan Penyakit.


Gramedia. Jakarta.

Muruganandan, S., Srinivasan, K., Gupta, S., Gupta, P.K. and Lal, J. 2005. Effect
of mangiferin on hyperglycemia and atherogenicity in streptozotocin
diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology. 97: 497–501.

Myers, David G. 2014. Social Psychology 10th Ed. Holand, Michigan: Mc Graw
Hill.

58
Nelm. M,. Kathryn S., Keren L., Sara Long R., 2015. Nutrition Therapy and
Pathophyysiology.2.nd Edition USA. Wadwordth.p.238-255.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurcahyani, Icha Dian. 2016. Pengaruh Edukasi terhadap Gaya Hidup (Pola
Makan dan Aktifitas Fisik) Remaja Gizi Lebih di SMA Islam Athirah
Makassar. Skripsi sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin, Makassar.

PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes MellitusTipe 2 di


Indonesia, PERKENI, Jakarta.

Purwati, 2016. Resiko obesitas. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk. Diakses


20/02/2017.

Rosyid, F. N., Supratman, Prasetyo, T. A., Astutik, D. D., Nurseto, K. B., &
Widyaningtyas, U. H. (2018). The Relationship Between Dietary
Knowledge and Glycemic Control in Patient with Diabetes Type 2: A
Comunity-Based, Cross-Sectional Study. Advanced Science Letters, 23(12),
12532–12535.

Sari 2015 Perawatan Luka Diabetes. Yogyakarta: Graha Ilmu PPNI 2016 Standar
Diagnosa Keperawatan Intervensi Edisi 1: Jakarta.

Silvano, H.K., Darmono, S.S & Anggraini, M.T. (2013). Hubungan Tingkat
Konsumsi dan Aktivitas Fisik Dengan IMT (Indeks Massa Tubuh). Jurnal
Kedokteran Muhammadiyah Vol. 1 (2). Universitas Muhammadiyah
Semarang.

Smeltzer, S.C. dan B.G Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Soekirman, Martianto D. 2001. Hubungan Pola Asuh Makan dan Kesehatan


dengan Status Gizi Anak Batita di Desa Mulya Harja. Jurnal. Media Gizi
dan Keluarga, Desember 2015 vol 29 (2) : 29.39.

59
Subekti I., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Neuropati Diabetik, Jilid III, Edisi
4, Jakarta: FK UI pp. 1948.

Sumanto A. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta: Argo Media
Pustaka, 2009.

Sundaralingam, T. M., 2016, Gambaran Risiko Penderita Diabetes Mellitus di


Puskesmas Padang Bulan, Medan, http://repository. Usu .ac.id/ handle/
123456789/58840, 22 Mei 2016.

Supariasa dkk. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Wang et al., 2014. A Study on Future Energy Consumption and Carbon Emissions
of China’s Transportation Sector. Low Carbon Economy 5(4): 133-138.

Wirakusumah ES. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta: PT.Pustaka


Pembangunan Swadaya Nusantara; 1999.

Wirnasari, A. Tumanggor. (2019). Hubungan Self Care dengan Kualitas Hidup


Pasien Diabetes Mellitusdi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Skripsi.
Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santa Elisabeth Medan.

Lampiran Hasil olah data SPSS

Case Processing Summary


Cases
Valid
Missing Total

N Percent N Percent N Percent

DM * Obesitas 35 100.0% 0 0.0% 35 100.0%

Obesitas * DM Crosstabulation
Count
DM Total

60
Tidak DM
DM (tidak
terkontrol) (terkontrol)
Obesitas obesitas 16 4 20

tidak obesitas 3 12 15

Total 19 16 35

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2sided) (2sided) (1sided)

Pearson Chi-Square 13.102a 1 .000

Continuity Correctionb 11.641 1 .001

Likelihood Ratio 13.421 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 12.962 1 .000

N of Valid Cases 93
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.29.
b. Computed only for a 2x2 table

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 6.813

ln(Estimate) 1.580

Standard Error of ln(Estimate) .448

Asymptotic Significance (2-sided) .000

Asymptotic 95% Confidence Common Odds Ratio Lower Bound 2.018

61
Interval
Upper Bound
11.691
ln(Common Odds Ratio) Lower Bound
.702
Upper Bound 2.459
The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under
the common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of the estimate.

62

Anda mungkin juga menyukai