Perp Ajak An

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

PERPAJAKAN

DISUSUN OLEH :

ANDRI CAHYONO

(2022 01 001)

JURUSAN AKUNTANSI KELAS C

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

WIRABHAKTI

MAKASSAR

2023
Pengertian PPh Pasal 22
PPh 22 merupakan pengenaan pajak pada badan usaha yang melakukan
perdagangan impor, ekspor, atau re-impor. Berlaku bagi badan usaha
pemerintah atau usaha swasta. PPh pasal 22 ini juga berlaku untuk wajib
pajak badan yang memperdagangkan barang mewah sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia (RI) Nomor 92/PMK.03/2019
tentang Perubahan Kedua atas PMK RI No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib
Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas
Penjualan Barang Tergolong Sangat Mewah.

Cara Menghitung PPh Pasal 22


Undang Undang Pajak Penghasilan (PPh) No.36 2008 pasal 22 menyatakan
bahwa adanya pajak yang dikenakan untuk kegiatan penyerahan barang,
kegiatan di bidang impor ekspor, dan penjualan barang mewah. Dalam
menghitungnya, cara yang dilakukan adalah:

Tarif pajak x nilai impor/harga jual lelang/DPP PPN/harga beli

Untuk badan yang melakukan pemungutan atau pemotongan adalah sebagai


berikut:

 Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)


 Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
 Bendahara pengeluaran
 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat yang menerbitkan
Surat Perintah Membayar
 Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
 Industri maupun eksportir yang berjalan di sektor kehutanan,
peternakan, perkebunan, pertanian, serta perikanan, dengan pembelian
bahan pedagang yang diperlukan industri usaha tersebut atau aktivitas
ekspor.
 Industri atau badan usaha yang membeli komoditas mineral logam,
tambang batubara maupun mineral yang bukan logam, dari badan atau
perorangan yang memegang perizinan usaha pertambangan.

Lalu untuk wajib pajaknya adalah:


 Badan usaha di bidang industri semen, kertas, baja, otomotif, dan
farmasi, dengan penjualan produknya kepada distributor dalam negeri;
 Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor.
 Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, atau pelumas.
 Badan usaha di bidang industri baja.
 Pedagang pengumpul yang merupakan badan atau perorangan yang
menyatukan hasil barang kehutanan, pertanian, perkebunan,
peternakan, dan perikanan.
 Penjual barang tergolong mewah yang termasuk dalam PPh Pasal 22.

Tarif PPh Pasal 22


Anda harus tahu tarif dari PPh pasal 22 ini. Tarifnya adalah:
1. Impor

 Yang memakai Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;


 Non-API = 7,5% x nilai impor;
 Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.

2. Pembelian barang DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x


harga pembelian (tak termasuk PPN & tidak final).
3. Penjualan produk yang ditentukan atas dasar Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yakni:

 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)


 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)

4. Penjualan produk atau pemberian produk oleh produsen atau importir


bahan bakar minyak, pelumas, serta gas. Pemungutan PPh Pasal 22 kepada
agen/penyalur, sifatnya final. Di luar agen/penyalur, sifatnya tidak final.
5. Pembelian bahan yang diperlukan industri atau ekspor dari pedagang,
maka ditentukan 0,25 % x harga beli (tak termasuk PPN).
6. Impor kedelai, tepung terigu serta gandum oleh importir yang memakai
API = 0,5% x nilai impor.
7. Penjualan (5% harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM).

 Pesawat udara seharga lebih dari Rp20.000.000.000


 Kapal pesiar serta sejenisnya seharga lebih dari Rp10.000.000.000
 Rumah dan tanahnya seharga atau pengalihan harganya lebih dari
Rp10.000.000.000 dengan luas bangunan lebih dari 500 m2.
 Apartemen, kondominium, serta sejenisnya seharga atau pengalihan
harganya lebih dari Rp10.000.000.000 dan/atau luas bangunan lebih
dari 400 m2.
 Kendaraan roda empat dengan pengangkutan kurang dari sepuluh
orang berupa seharga lebih dari Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Selain itu, juga kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

8. Bagi yang tidak mempunyai NPWP akan dilakukan pemotongan 100%


lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22 yang tercantum.

Contoh Perhitungan
Bendahara membeli 4 (empat) printer dari PT. ABCD dengan harga beli
Rp22.000.000 (harga termasuk PPN).
Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah:

 Harga pembelian = Rp22.000.000


 Dasar Pengenaan Pajak = Rp20.000.000 (100/110 X Rp22.000.000)
 PPh Pasal 22 (1,5% x Rp20.000.000) = Rp300.000

Pengertian PPh Pasal 26


PPh Pasal 26 mengatur kebijakan mengenai pajak yang berhubungan
dengan wajib pajak luar negeri. Badan usaha apapun di Indonesia yang
melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti, dan
sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri diwajibkan untuk membayar
PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Ketentuan Mengenai Individu atau Perusahaan
yang Dikategorikan Wajib Pajak Luar Negeri
Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa
disimpulkan bahwa yang menentukan seorang individu atau
perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu:

 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu


yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12
bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di
Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu
yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12
bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.

Kebijakan Tarif PPh Pasal 26


PPh Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif sebesar 20% (final)
atas jumlah bruto dari pendapatan yang diperoleh dari:

 Dividen.
 Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan
jaminan pembayaran pinjaman.
 Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan
aset.
 Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
 Hadiah dan penghargaan.
 Pensiun dan pembayaran berkala.
 Premi swap dan transaksi lindung lainnya.
 Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.
Selain pajak atas pendapatan (omzet), Wajib Pajak Luar Negeri yang
terkena PPh Pasal 26 juga terkena kebijakan tarif pajak dari laba
bersih. Tarif 20% (final) dari laba bersih dikenakan bagi yang
memiliki penghasilan dari:

 Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.


 Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun
melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Ketentuan tarif 20 % mengikuti kriteria sebagai berikut.

 Tarif 20% (final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau
pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat di
negara yang memberikan perlindungan pajak, termasuk dalam BUT
di Indonesia.
 Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah
dikurangi dengan pajak termasuk di dalamnya dalam BUT di
Indonesia. Tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang penghasilannya
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
 Tax Treaty atau P3B antara Indonesia dan negara-negara lain yang
berada dalam perjanjian bisa saja berbeda satu sama lain. Tarifnya
biasanya bisa untuk mengurangi tingkat dari tarif biasa yang
sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

Contoh Perhitungan Pph 26


pada mei 2021 PT ANC membayar royalti kepada alexando yang berkewarganegraan
amerika sebagai penulis buku sebesar Rp.85.000.000 pph pasal 26 yang dipotong adalah ?
20% x penghasilan bruto atau tax (P3B)
20% x Rp 85.000.000 = Rp 17.000.000
Pengertian PPh Pasal 24
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang
mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar
negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.

Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong


hutang pajak Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta


keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan
penggunaan harta-benda bergerak.
3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-
benda tidak bergerak.
4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan.
5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau
pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.
7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu
bentuk usaha tetap (BUT).

Jika nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai kredit pajak
di Indonesia, telah berkurang atau dikembalikan kepada Anda, sehingga
nilai kredit Anda kurang untuk menutup pajak terhutang Anda di sini, maka
Anda harus membayar jumlah terhutang tersebut ke kantor pelayanan pajak
Indonesia.

penghitungan PPh Pasal 24:


Katakanlah PT ABC tahun 2017 memperoleh pendapatan neto di dalam
negeri sebesar Rp 25.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp
10.000.000.000. Asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.

Total penghasilan yang tercatat adalah sebesar Rp 35.000.000.000


(Penghasilan dalam negeri + penghasilan luar negeri)

Total PPh Terutang:

25% × Rp 35.000.000.000=Rp 8.750.000.000

PPh Maksimum yang dapat dikreditkan:

(Penghasilan Luar Negeri/Total Penghasilan) ×Total PPh Terutang

(Rp 10.000.000.000/Rp 35.000.000.000) × Rp 8.750.000.000=Rp 2.500.0


00.000

Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp
2.500.000.000. Nah, nominal ini yang akhirnya digunakan sebagai
pengurang pajak dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai