Makalah Gender
Makalah Gender
Makalah Gender
DISUSUN OLEH :
NAMA: NIM:
BITRY KURNIATI 2110101018
ALGHINA DYANDRA PUTRI 2110101013
RISKI RAMADHON 2110101002
DOSEN PENGAMPU:
JERI ARIANSYAH, S.H, M.H
ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengasuh adalah kegiatan yang tidak dapat dilepaskan darikehidupan
masyarakat di seluruh dunia. Tidak hanya negara-negara dibelahan timur seperti
di Asia, tetapi juga negara-negara barat seperti di Eropa, dan juga negara-negara
di Amerika dan Afrika. Tiap negara memiliki cara mengasuh yang berbeda-beda.
Bahkan di negara kita sendiri (Indonesia, cara mengasuh ada bermacam-macam.
Antara suku Jawa dengan suku Batak cara mengasuh anak sangatlah berbeda.
Dapat disimpulkan bahwa cara mengasuh orang tua sangat dipengaruhi
kebudayaan di daerah tersebut.
Anak dibawah usia lima tahun adalah anak yang memiliki sesuatu hal
yang luar biasa pada otaknya, dan anak dengan mudah dapat merespon tiap
rangsang yang diberikan kepada mereka. Maria Montessori filsuf pendidikan
anak berpendapat jika pada kisaran usia 0-6 tahun adalah masa peka anak
(sensitive periods). Cara orang tua maupun orang-orang yang berperan dalam
pengasuhan sangatlah penting. Karena pola pengasuhan akan membentuk
karakteristik dasar anak dan akan dibawa sampai dewasa. Memberikan stimulus
atau rangsangan yang baik akan berdampak baik kedepannya dan sebaliknya,
fatal dampaknya jika kita sebagai pengasuh salah memberikan stimulus kepada
objek atau anak.
Pada tahapan ini anak juga mendapat pengaruh yang besar dari
lingkungan karena pada usia ini anak sudah memasuki jenjang pendidikan. Jadi
anak tidak akan menghabiskanwaktunya hanya dengan bermain di rumah saja.
Sekolah juga berperan dalam pengasuhan anak. Seringkali, terdapat perbedaan
yang mencolok antara model pengasuhan yang ada di keluarga (rumah) dengan
pengasuhan yang ada di lingkungan sekolah. Perbedaan inilah yang seringkali
membuat anak bingung. Terlebih jika di rumah anak mendapat pendidikan
agama yang kuat sedangkan di lingkungan sekolah yang umum, pengasuhan
tidak menekankan pada satu agama yang seperti dilakukan di rumah. Disinilah
peran orang tua yang notabene sebagai pengasuh utama di rumah dan guru atau
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gaya pengasuhan dan interaksi antara orang tua dan anak?
2. Bagaimana perilaku dan praktik pengasuhan?
3. Apa pentingnya sifat empati dan simpati dalam keluarga?
4. Apa upaya mewujudkan sifat empati dan simpati dalam anggota keluarga?
C. Tujuan
1. Memahami gaya pengasuhan dan interaksi antara orang tua dan anak
2. Memahami perilaku dan praktik pengasuhan
3. Memahami pentingnya sifat empati dan simpati dalam keluarga
3
atau kekerasan fisik atau penelantaran anak ketika mereka adalah anak-
anak.
Orang tua ini adalah orang tua yang “tidak melakukan apa-apa dan
tidak mengatakan apa-apa”. Orang tua mengizinkan anak-anak untuk
melakukan apa pun yang mereka ingin lakukan, kapan pun mereka ingin
melakukannya, tanpa imbalan atau konsekuensi apa pun atas perilaku
mereka. Dalam kasus ekstrim, Pola asuh ini dapat berkembang menjadi
pengabaian terhadap anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua
yang lalai:
1. Lebih impulsif.
2. Tidak bisa mengatur emosi sendiri.
3. Menghadapi lebih banyak masalah kenakalan dan kecanduan.
4. Memiliki lebih banyak masalah mental mis. kecenderungan perilaku
bunuh diri pada remaja. 1
2. Interaksi Antara Orang Tua dan Anak
Kehadiran keluarga sebagai komunitas masyarakat terkecil memiliki
arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang
lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun
di atas sistem interaksi yang kondusif. Namun dalam membangun interaksi,
sebenarnya kita belum mengetahui bentuk-bentuk interaksi dalam keluarga.
Bentuk interaksi antara ayah dan anak serta interaksi ibu dan anak menurut
Djamarah (2004: 49) adalah :
a. Interaksi antara Ayah dan Anak
Di Indonesia seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang
diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang mantap. Sebagai
seorang pemimpin di dalam rumah tangga, maka seorang ayah harus
mengerti serta memahami kepentingan-kepentingan dari keluarga yang
dipimpinnya. Seorang ayah dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya
1
Insan, “4 Jenis Gaya Pengasuhan Atau Pola Asuh Anak (Parenting Style), Pilih Yang
Mana ?,” INSAN-Q Home, last modified 2022, https://insanq.co.id/artikel/4-jenis-gaya-pengasuhan-
atau-pola-asuh-anak-parenting-style-pilih-yang-mana/.
8
perhatian bagi anak, seorang ayah akan membantu anak dalam mengalami
kesulitan belajar. Selain itu ayah juga dapat menjadi pendengar yang baik
ketika anak menceritakan berbagai pengalaman yang didapatkan di luar
rumah.
b. Interaksi antara ibu dan anak
Hubungan antara ibu dan anak tidak hanya terjadi pasca melahirkan
saja, namun sudah berlangsung semenjak anak ada pada kandungan ibu.
Hubungan ibu dan anak bersifat fisiologis. Secara fisiologis makanan yang
dimakan oleh ibu yang sedang hamil akan memengaruhi pertumbuhan
fisik anak, sehingga ketika ibu mengandung akan menjaga kondisi salah
satu cara dengan mengkonsumsi makanan sehat. Peranan ibu pada anak-
anaknya sangatlah besar. Sejak anak dilahirkan, peranan itu terlihat nyata.
Ibu membantu anak dalam proses bersosialisasi dengan diperkenalkan
pada kehidupan kelompok yang saling ketergantungan dalam jaringan
interaksi sosial.
Pemberian rasa aman juga berkaitan dengan pola hubungan
interaksi orang tua anak, dimana anak akan mendapatkan kepuasan akibat
terpenuhinya segala kebutuhan fisik dan emosional oleh orang tuanya
terutama ibu (Izzaty, 2005: 67). Hubungan darah antara ibu dan anak
melahirkan pendidikan yang bersifat kodrati. Karenanya secara naruli,
meskipun mendidik anak merupakan suatu kewajiban, tetapi setiap ibu
merasa terpanggil untuk mendidik anaknya dengan cara mereka sendiri.
Sebab mereka lebih mengetahui kondisi fisik dan psikologis anak mereka.
Di dalam keluarga, orang tua dapat mencurahkan perhatian untuk
mendidik anaknya agar anak tersebut dapat memperoleh dasar-dasar pola
pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga
membentuk kepribadian yang baik bagi anak. Oleh karena itu, orang tua
memiliki peran untuk:
1. Selalu dekat dengan anak-anaknya.
2. Memberi pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa
anak tidak merasa tertekan.
9
3. Mendorong agar anak dapat membedakan antara benar dan salah, baik
dan buruk, pantas dan tidak pantas, dan sebagainya.
Apabila terjadi sesuatu kondisi yang berlainan dengan hal di atas,
maka anak-anak akan mengalami kekecewaan. Kondisi tersebut
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
a. Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya dan terlalu sibuk
dengan kepentingan-kepentingannya, sehingga anak merasa diabaikan,
hubungan anak dengan orang tua menjadi jauh, padahal anak sangat
membutuhkan kasih sayangnya.
b. Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak
sehingga anak akan tertekan jiwanya.
2
Hilda Fauziah, Dwi Hastuti, and Lilik Noor Yuliati, “PRAKTIK PENGASUHAN,
KETERLIBATAN ORANG TUA DI SEKOLAH, KONSEP DIRI ANAK, DAN KESIAPAN
SEKOLAH,” Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen (2020).
12
3
Bebeclub, “4 Contoh Empati Anak Yang Perlu Ibu Ajarkan Setiap Hari,” Bebeclub.Co.Id,
last modified 2022, https://bebeclub.co.id/artikel/ibu-perlu-tahu/3-tahun-atas/contoh-empati-anak-
yang-perlu-diajarkan ; Bahasan Sosiologi, “7 Contoh Simpati Di Kaluarga Dalam Kehidupan
Sehari-Hari,” Dosensosiologi.Com, last modified 2023, https://dosensosiologi.com/contoh-simpati-
di-kaluarga/ ; Tria Mutiara Salma, “Pentingnya Menerapkan Rasa Simpati Dan Empati Dalam
Kehidupan Masyarakat,” Kompasiana.Com, last modified 2023,
https://www.kompasiana.com/triamutiara/63c43ebf4addee0bba363672/pentingnya-menerapkan-
rasa-simpati-dan-empati-dalam-kehidupan-masyarakat.
4
Amelia Riskita Putri, “8 Cara Menumbuhkan Empati Anak, Orang Tua Wajib Berikan
Contoh!,” Orami.Co.Id, last modified 2023, https://www.orami.co.id/magazine/empati-anak .
13
Agar bisa bersikap simpatik, kita harus bisa memahami masalah yang
dihadapi orang lain dari sudut pandang orang tersebut. Meskipun sulit, kita
tetap bisa mendukung orang terkasih dan teman-teman kita dengan belajar
mengungkapkan rasa simpati. Jangan ragu dan jangan bersikap negatif
terhadap diri sendiri agar kita bisa menumbuhkan rasa simpati yang tulus
lebih dari pada yang pernah yang dibayangkan. Cara mewujudkannya
diantaranya:
a. Biarkan orang lain menceritakan perasaannya.
b. Tunjukkan rasa simpati melalui bahasa tubuh.
c. Dengarkan dulu ia berbicara, jangan langsung memberikan tanggapan.
d. Tawarkan bantuan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.
e. Berikan dukungan rohani. 5
5
Evan Parks, “Cara Bersikap Simpatik,” Wikihow.Com, https://id.wikihow.com/Bersikap-
Simpatik .
PENUTUP
Kesimpulan
Keluarga merupakan tempat utama bagi anak menjalani proses tumbuh
kembang. Orangtua sangat berperan penting dalam mendampingi proses
perkembangan yang dijalani anak. Relasi orang tua-anak yang berkualitas berperan
penting dalam mencapai keberhasilan proses sosialisasi yang dijalankan orangtua.
Kualitas relasi orangtua-anak tersebut diketahui dari berapa hal berikut:
Pertama, kredibilitas orang tua, anak yang memandang orangtuanya sebagai
figur yang kredibel, artinya dapat dipercaya karena perkataannya sesuai dengan
tindakannya, dan memberikan keteladanan dalam berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari, membuat anak mau mendengarkan nasihat yang disampaikan orangtua.
Kedua, keterbukaan dalam komunikasi. Suasana komunAts yang terbuka antara
orangtua dan anak juga mendukuing keberhasilan proses sosialisasi, yang
diwujudkan dengan membangun pola komunikasi timbal balik (dua arah) dalam
keluarşa. Melalui komunikasi imbal balik, terjadnya kesalahpahaman antara
oranstua dan anak yang berujung konflk dapat diminimalkan. Kalaupun teriadi
konflik, komunikasi yang berkualitas dapat memudahkan pengelolaan konflik
secara konstruktf, dan meminimalkan konflik yang destruktif.
Ketiga, berorientasi pada kebutuhan dari pada kebutuhan orang tua. Orang
tua idealnya berupaya memahami keingiñan pribadi anak dan membenikan
kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan sendiri, sehingga dikemudian
hari anak dapat menemukan jati dirinya. Kempat, kepercayaan pada anak.
Memberikan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan merupakan salah
satu wujud dan kepercavaan orang tua pada anak, yang secara tidak langsung
berperan juga menghargai anak dan mengaku keberadaannya (eksistensinya).
Keluarga juga memiliki peran utama dalam menanamkan nilai-nilai pada
anak. Melalui interaksi dengan anak, orangtua melakukan sosialisasi nilai, sikap,
dan budaya yang dipandang penting untuk dimiliki oleh anak. Keberhasilan
penanaman nilai yang dilakukan orang tua terhadap anak ini ditentukan oleh
bagaimana kualitas relasi yang terbentuk antara orang tua dan anak. Penanaman
14
15
16