Acara Agama Hindu
Acara Agama Hindu
Acara Agama Hindu
Disusun Oleh :
Disusun oleh :
2023/2024
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu ,
Puja dan Puji Syukur Kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa , karena
dengan rahmat beliau , penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Kajian
Upacara Agama Hindu Dalam Lontar Sundarigama) “ dengan baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari pembahasan yang dimunculkan, setidaknya terdapat dua masalah
pokok dalam makalah ini, diantaranya adalah:
1 Apa saja makna yang terkandung dalam Lontar Sundarigama ?
2. Nilai Dewa Yadnya dalam Lontar Sundarigama ?
3. Bagaimana penjelasan mitos “ Dewa Berung dalam Lontar Sundarigama?
1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam Lontar Sundarigama.
2. Untuk menjabarkan hari raya yang termuat dalam Lontar Sundarigama.
3. Untuk menjelaskan mitos “ Dewa Berung “ yang dimuat dalam Lontar
Sundarigama Saat Hari Raya Kuningan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
wenang nilak sahan, tekaning wang same peraja mendale kabeh,
nemitaning”.
Terjemahannya :
Inilah Sundarigama namanya, yang merupakan perantara di dalam
ketentraman agama dari sabda suci Hyang Maha Suci kepada Rsi
semuanya, yang menjadi pemuka (manggala) dalam menenangkan
suasana dan yang wajar dilaksanakan oleh masyarakat wilayah itu
semuanya, agar tentramlah negara Sang Prabhu sampai kepada
kesejahteraannya, sebab pelaksanaan yang demikian adalah suci, yakni
sangat utamanya.
4
pasaran), wuku, dan sasih. Hari raya Galungan, misalnya, termuat dalam
Sundarigama sebagai hari raya yang wajib dilaksanakan menurut putaran wuku.
Ada pula hari raya kajeng kliwon, buda kliwon, tumpek, dan anggara kasih.
Dalam lontar ini juga termuat hari raya berdasarkan peredaran planet,
seperti purnama dan tilem. Lontar ini secara khusus membahas mengenai
Purnama Kapat, saat di mana Betara Parameswara melakukan yoga samadi.
Karena itulah, Purnama Kapat (Kartika) menjadi purnama yang spesial bagi umat
Hindu.
5
Bebanten disanggah: Tumpeng payas, wangi-wangi, sesucen.
Bebanten di balai-balai :Tumpeng pengambian, jrimpen pajegan, sodan, ikannya
jejatah babi gorengan.
Lain dari pada itu disemua bangun-bangunan, juga dilaksanakan penghayatan
dengan bebanten seperlunya.
6
3. Sugihan Bali; Jatuh pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang (sehari setelah
Sugihan Jawa). Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada dalam
diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri, sesuai
dengan lontar Sundarigama: “Kalinggania amrestista raga tawulan” (oleh
karenanya menyucikan badan jasmani-rohani masing-masing /mikrocosmos)
yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia tidak saja
terdiri dari badan phisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan
Antahkarana Sarira). Persiapan phisik dan rohani adalah modal awal yang
harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk
menghadapi musuh yang akan menggoda pertapaan kita.
4. Panyekeban – puasa I ; Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan.Panyekeban
artinya mengendalikan semua indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini
Sangkala Tiga Wisesa turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda
kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari Galungan. Dalam Lontar
Sunarigama disebutkan : “Anyekung Jnana” artinya mendiamkan pikiran agar
tidak dimasuki oleh Bhuta Galungan dan juga disebutkan “Nirmalakena”
(orang yang pikirannya yang selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Bhuta
Galungan.
Melihat pesan Panyekeban ini mewajibkan umat Hindu untuk mulai
melaksanakan Brata atau Upavasa sehingga pemenuhan akan kebutuhan
semua Indriya tidak jatuh kedalam kubangan dosa; pikirkan yang baik dan
benar, berbicara kebenaran, berprilaku bijak dan bajik, mendengar kebenaran,
menikmati makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap memiliki
kekuatan untuk menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak hanya nyekeb pisang
(biu) atau tape untuk bebantenan saja.
5. Penyajaan – puasa II ; jatuh pada hari Senin Pon Dungulan. Pada hari ini umat
mengadakan Tapa Brata Yoga Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata.
Penyajaan dalam lontar Sundarigama disebutkan : “Pangastawaning Sang
Ngamong Yoga Samadhi” upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon
Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat
7
memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah. Bukan semata-mata
membuat kue untuk upacara.
6. Penampahan – puasa III ; jatuh pada hari Selasa Wage Dungulan tepat sehari
sebelum hari Raya Galungan. Penampahan berasal dari kata tampah atau
sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan pertempuran
melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan
upacara pokok yakni Mabyakala yaitu memangkas dan mengeliminir sifat-
sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan
korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri (Sad Ripu, Sad Atatayi,
Sapta Timira, dll), dan bukan di luar diri kita termasuk sifat- sifat hewani
tersebut.
Ini sesuai dengan lontar Sundarigama yaitu ; “Pamyakala kala malaradan”.
Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua
bentuk Ahamkara – kegelapan yang bercokol dalam diri.
7. Galungan – lebar puasa ; Jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan, Hari
ini merupakan hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil
mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik
agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan
dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai
anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk
yang berwiweka.
8. Manis Galungan; Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan
nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara
mesima krama dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan
ajaran kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi pada hari
ini umat Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada
semua manusia inilah misi umat Hindu Dharma. Cara menyampaikan ajaran
kebenaran adalah dengan Satyam Vada yaitu mengatakan dengan
kesungguhan dan kejujuran.
9. Pemaridan Guru; Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknanya pada hari ini
dilambangkan dengan kembalinya Dewata-dewati, pitara-pitari, para leluhur
8
ke tempat payogannya masing-masing dan meninggalkan anugrah berupa
kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang, dan hari ini umat menikmati
waranugraha dari dewata. Di beberapa daerah dibali biasanya dilakukan
dengan sarana banten “tegen-tegenan” yang berisi hasil bumi berupa padi,
buah-buahan dan aneka rupa jajanan yang tujuannya diperuntukkan untuk
memberikan bekal kepada para leluhur yang akan mantuk kembali ke sunya
loka.
10. Pemacekan Agung; Jatuh pada hari Senen Kliwon wuku Kuningan. Tepat
pada hari ini merupakan hari pertengahan dari rangkaian panjang hari raya
Galungan. Hari ini tepat 30 hari dari sejak hari Tumpek Pengarah, dan 30 hari
menjelang hari Pegat Uwakan (Buda Kliwon Pahang). Pada hari ini umat
menancapkan dan meneguhkan tekadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dalam menghadapi dan mengarungi kehidupan selanjutnya dengan
senantiasa berjalan dalam koridor dharma. Pada hari ini dibeberapa wilayah
dibali dilakukan persembahyangan dengan sarana raka ajengan tipat pesor
sebagai rasa syukur dan sujud bakti kehadapanNya.
9
ilmu pengetahuan yang telah diberikan sehingga menjadi manusia yang beradab
dan berbudaya.
Pawedalan atau piodalan Hari Raya Saraswati itu setiap 6 bulan sekali
(210) menurut kalender Bali berdasarkan pawukon, tepatnya di hari Saniscara
(Sabtu) Umanis, wuku Watugunung. Seperti yang dikutip dari lontar Sundarigama
tentang hari Saraswati, maka pemujaan terhadap dewi Saraswati dilakukan pada
pagi hari atau siang hari.
Seperti yang dimuat dalam lontar Sundarigama :
Watugunung, saniscare Umanis, puje walin betare Saressuati widi-widanania,
nistania, suci peras daksine, penek ajuman sesayut sare suati, banten sare suati,
segare gunung, perangkat putih kuning, tansah wangi-wangi, daksine,
pengadegan abesik, kembang payas sekar cane, canang yase, sadulurania
sehananing pustake, makelingganing aksare pine hayu, puje walinin, sahe
aturaken puspe wangi, astawukene tirthe pakuluh ring Sang Hyang surye samane
tan wenang angereke, aksare, amace, anulis, Tuwi makidung muang kekawin,
tuwi arerasan saluwiring tatuwe aksaree sukseme, kewalia amuje-muje walinin
betara Saresuait juge wenang, apan sang pinuje sire amdalaning sarwe dewe,
kewale meneng juge sire ayoge, enjang-enjingnia mebanyu penaruh, asuci
laksane ring biji kewala perebate, ajejamas, dening kum-kuman, aturakene muah
labaan, ring betare sege peradnyan, muang jaja sarwa merik, nuli paridania bukti
nen.
Terjemahan:
Saniscara Umanis, adalah hari pujawali Bhatara Saraswati adapun upacaranya :
Suci, peras, daksina palinggih, kembang payas, kembang cane dan kembang
biasa, sesayut saraswati, prangkatan )rantasan) putih kuning, serta raka-raka tidak
terkecuali dengan runtutannya, Sang Hyang pustaka (Lontar-lontar keagamaan),
tempat menuliskan Aksara, itulah yang patut diatur yang sebaik-baiknya, dipuja,
dan diupacarai dengan puspa wangi : inilah yang disebut memuja Sang Hyang
Bayu (gerak, kata-kata dan pikiran).
Pada umumnya waktu keadaan yang demikian (dalam memuja dengan
bebanten), tidak wajar menulis surat, tak wajar membaca buku-buku weda, dan
10
kidung kekawin, melakukan kewajarannya ialah melakukan yoga. Brata yang
dilakukan adalah dari pagi sampai siang hari tersebut tidak diperkenankan
membaca ataupun menulis. Bagi mereka yang melakukan brata penuh mereka
melaksanakannya selama 24 jam penuh, bahkan pada malam harinya dilengkapi
dengan semadi.
11
lakukan di Purnama Kapat ini, pahala yang akan kita tuai akanlah sangat
maksimal. Sebab matahari tepat berada di garis khatulistiwa atau yang disebut
dengan Wiswayana. Apapun kegiatan ritual atau dana punia yang akan dilakukan,
itu selalu mendapatkan limpahan karunia kelipatan yang berlimpah daripada hari-
hari ketika kita melakukan yadnya tidak di musim kapat. Inilah sebenarnya makna
filosofis, makna astrologi di dalam kita melakukan pelaksanaan perayaan
Purnama Kapat..
Dalam Lontar Sundarigama dijelaskan tentang Purnama Kapat,ialah
sebagai berikut;
Nahane luwirnian ring peretiti mase, atare kartike purnama kunang, ayoge-yoge
betara perama-Suare, sire Sang Hyang Purusangkere, sadgane lawan betari,
iniring dening watek dewata kabeh, tekeng widia dari, tumutang resi gane, ate
samone wenang sang puroita ngarge puje, pasang lingge, separ keramania,
Muah de gelaraken keramaning candere sewane, nguniweh aturakene puje
tarpane ring Hyang kawitan, widi widane sarwa pawitre, saside, muang ring
Hyang ulan aturakene penek jenar, perayascita luwih, muang reresik, iwaknia,
sate putih siungan ring sor sege agung.
Terjemahannya :
Beginilah prihalnya menurut perhitungan masa yaitu pada masa sasih kapat
(oktober), pada saatnya bulan penuh(Purnama) maka beryogalah Bhatara
Paramecwara, Sag Hyang Purusangkara, (setahun untuk Hyang Widhi
sebagai Mahadewa dan Maha Purusa), manunggal dengan
Bhatari(mewujudkan wisesa Nya), diikuti oleh golongan Dewa semuanya,
serta golongan widyadara-widyadari dan Resing langit semuanya sejak
dahulu kala. Dalam halnya yang demikian, sepatutnyalah orang-orang suci
(Pandita dan pinandita), melakukan puja stuti dengan memakai
tanda/busana sebagaimana mestinya, dan bersiap-siap melakukan puja bakti
kehadapan Sang Hyang Candra. Demikian pula kepada Hyang Kawitan
mengaturkan bebanten serba suci.
12
Dalam lontar Sundarigama diatur pula banten yang dihaturkan kehadapan Hyang
Ratih, (sebutan terhadap Hyang Widhi sebagai Soma), ialah : Penek kuning,
prayascita luwih, pangreresik, serta daging dalam penek itu, ialah ayam putih
siyungan. Adapun banten yang di Sor (bawah), ialah :
Segehan agung 1 soroh.
Lain daripada itu, orang-orang (umat bersangkutan), hendaknya melakukan
bhakti dengan muspa dihadapan Sanggar dan Perhyangan, demikian juga pada
Pelinggih-pelinggih di pedarman, yang menjadi penyungsungnya. Akhirnya pada
malam hari itu usahakanlah melakukan renungan suci, dengan dyana dan
samadi. (Sundarigama 5.a)
13
itu, sang gama tirtha di mercapada menyambut kehadiran “Betara” dan “Pitara”
dengan persembahan pesucian, canang wangi, disertai “selangi”, “tebog”, haturan
sesaji, dan segehan, sebagai simbol tapa dan ketulusan memuja Hyang Maha Suci
untuk memohon amerta, kemakmuran, kepradnyanan / kebijaksanaan. Pada hari
Kuningan bangunan agar “mesawen” dipasangi “tamiang” (tameng / pelindung)
sebagai tanda kemeriahan dan keindahan menyambut kehadiran Betara dan Pitara
di mercapada.
Dalam perayaan ini, menurut Babad Bali, hari raya Kuningan merupakan
perayaan turunnya Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, para dewa dan
dewa pitara ke dunia yang bertujuan :
Untuk melimpahkan karuniaNya berupa kebutuhan pokok, sehingga pada hari itu
dibuat, nasi kuning sebagai lambang kemakmuran dan dihaturkan yadnya
sebagai tanda terimakasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia (umat)
menerima anugrah dari Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang, dan pangan
yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umatNya atas dasar cinta-
kasihnya.
Di dalam tebog atau selanggi yang berisi nasi kuning tersebut dipancangkan
sebuah wayang-wayangan (malaekat) yang melimpahkan anugrah kemakmuran
kepada kita semua.
Hari raya kuningan jatuh pada hari sabtu (Saniscara) Keliwon Wuku Kuningan
(hari raya atau Tumpek Kuningan) atau 10 hari setelah hari rayaGalungan.
Dalam merayakan Kuningan, Ida Bagus Gede Agastia yang ditulis pada artikel
“Sampian Tamiang” dalam Kuningan di halaman Hindu-Indonesia.com
mengatakan, bentuk ekspresi budaya masyarakat didominasi warna kuning.
Perayaan Kuningan mengambil waktu pagi hari, ketika matahari mulai terbit.
Memang, pancaran kesucian atau situasi keheningan didapat pada waktu
tersebut.
Pada saat itu dipasang hiasan ter atau panah (senjata). Panah itu sesungguhnya
simbol ketajaman pikiran (manah) atau tingkat kualitas pikiran.
Kata kunci dalam Kuningan adalah
• suddha jnana, atau
14
• kesucian pikiran.
Orang yang memiliki tingkat suddha jnana akan menemukan siddha
(keberhasilan) yang disebut siddhi. Dengan demikian umat tak akan memiliki
berantha jnana atau pikiran kotor alias diselimuti kebingungan.
Hal itu didapat ketika masyarakat memenangkan musuh yang ada dalam tubuh
yang disebut dasa indria yang pada intinya Hari Raya Kuningan ini memuja
Tuhan dalam keheningan. Dalam keheningan itu diharapkan muncul div atau
sinar suci Tuhan.
Selain panah, dalam Kuningan dipasang endongan yang merupakan simbol
perbekalan (logistik) dalam perang. Sementara dalam konteks keberagamaan,
endongan itu bermakna bekal dalam mengarungi kehidupan seterusnya. Bekal itu
tiada lain adalah karma atau hasil dari perbuatan, yakni,
• subha karma (perbuatan baik), atau
• asubha karma (perbuatan buruk). Jadi, hanya karma diri sendirilah sebagai
bekal utama untuk menuntun menuju perjalanan selanjutnya.
Adapun beberapa jenis sampian yang digunakan pada Hari Raya Kuningan :
• Endongan (simbol kebijaksanaan, etika dan peraturan dalam satu
wadah) sebagai persembahan kepada Hyang Widhi.
• Tamiang sebagai simbol penolak malabahaya.
• Kolem/Pidpid sebagai simbol linggih hyang Widhi, para Dewa dan leluhur
kita.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan, upacara menghaturkan sesaji pada hari ini
hendaknya dilaksanakan pada pagi hari dan hindari menghaturkan upacara lewat
tengah hari. Karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara “diceritakan”
kembali ke Swarga Loka (Dewa mur mwah maring Swarga).
Berikut ini kutipan dari lontar Sundarigama :
”Saniscare keliyon Kuningan, tumurun watek dewate kabeh, muang sang
dwe-pitare, asuci laksane, nehher mamukti be banten, sege selanggi, tebog,
sahe rake dene sangkep. Gegantungan, tamiang candige ring teretepaning
sarwe wewangunan, aje amujaning bebanten kelangkahaning jegjeg surye,
sewatek dewate kabeh, mantuke maring sunia taye, ane muah pengacining
15
janme manuse sesayut perascite luwih, penek kuning, iwa itik putih.
Pakenaning akene cite nirmale, tan pegating semadi, sehana segeh agung
abesik, ring natar sanggar.”
Terjemahan :
Pada hari saniscara kliwon kuningan, turunlah lagi para Dewata
sekalian, serta sang dewa pitara (leluhur) untuk melakukan pensucian,
lalu menikmati upacara bebanten, yakni :
Sege dan selanggi, tebog, serta raka-raka selengkapnya, pebersihan,
canang wangi-wangi dan runtutannya, dan menggantungkan sawen
tamiang dan gegantungan caniga, sampai pada tempat / kandang segala
binatang ternak. Janganlah menghaturkan bebanten setelah lewat tengah
hari, melainkan seyogyanyalah pada hari masih pagi-pagi, sebab kalau
pada tengah hari, Dewa-Dewa telah kembali ke sorga.
16
dinarasikan oleh para leluhur agar pemujaan Kuningan sesuai dengan ketentuan,
agar tidak sia-sia. Demikian leluhur mewariskan.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan Yadnya dalam Upacara Agama Hindu,berlandaskan pada
berbagai sumber seperti,nyanyian suci,tutur,palawakya,geguritan dan lain
sebagainya yang disajikan ke dalam bentuk lontar. Salah satu lontar yang memuat
tentang Upacara Agama Hindu ialah Lontar Sundarigama. Dalam lontar tersebut
dimuat tata cara pelaksanaan Upacara Agama Hindu yang ditentukan berdasarkan
perhitungan wewaran,wuku,sasih,purnama,tilem dan lain sebagainya. Serta dalam
lontar tersebut juga memuat tata laksana Umat Hindu dalam melaksanakan
Upacara dan banten apa saja yang digunakan atau disajenkan pada saat merayakan
masing-masing Upacara Agama tersebut.
Selain itu pula,lontar tersebut juga memuat keunikan dalam beberapa hari
Raya seperti halnya,pada saat Kuningan tidak boleh melaksakan eedan atau
runtutan Upacara melewati jam 12 siang. Ada pula hari raya Purnama Kapat yang
dipercayai sebagai hari baik untuk melaksanakan Piodalan dalam tempat suci
karena dipercayai sebagai hari Kartika(banyak bunga),bisa disebut juga musim
semi.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar pembaca atau masyarakat
Hindu dapat melestarikan budaya Hindu dari segi keunikan Hari Raya Hindu dan
menerapkan Upacara Agama beserta sarana yang pelaksanaannya diatur di dalam
Lontar Sundarigama.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata penulis,maka
kritik dan saran diperlukan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
------- Website
https://www.komangputra.com/tatacara-pelaksanaan-upacara-dalam-lontar-
sundarigama.html/5#top
https://w-wiratmadja.blogspot.com/2017/01/salinan-lontar-sundari-
gama.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/baliexpress.jawapos.com/balinese/amp/67118029
9/lontar-sundarigama-jadi-pegangan-melaksanakan-yadnya
---------Buku
https://www.scribd.com/document/448206924/Sundhari-Gama-pdf
19
LAMPIRAN
20