3
3
3
PENDAHULUAN
2.1 Metalografi
Metalografi merupakan suatu disiplin ilu yang mempelajari metode observasi
atau pemeriksaan atau pengamatan atau pengujian dengan tujuan untuk
menentukan atau mempelajari hubungan antar struktur dengan sifat atau
karakter yang pernah dialami oleh logam atau paduan. Kebanyakan sifat
makroskopik dari material berhubungan dengan mikrotruktur. Sifat mekanik
material seperti tensile strenght ,elongasi, sifat terhadap panas dan juga sifat
keistrikan berhubungan langsung dengan mikrostruktur. Sifat mekanik material
sendiri adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan suatu material dalam
menerima berbagai pembebanan, sifat mekanik material diantaranya meliputi:
kekerasan, tegangan terhadap gaya tarik (tegangan tarik), tegangan puntir,
tegangan geser, tegangan lengkung, kerapuhan, creep, fatique. Sifat-sifat seperti
ini yang dimiliki oleh material dalam penggunaannya, tetapi demikian
seberapa besar dan seberapa lama materialitu dapat bertahan dari sifat-sifat
yang dimiliki oleh material yang akan digunakan untuk bahan teknik ini, harus
diketahui terlebih dahulu supaya material yang dipilih dapat kualitas dan mutu
yang distandarkan (Budinski, 1999)
Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat penting untuk
dipelajari karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik dan
mekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan berbeda
pula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam meningkat.
Dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi
ulet atau kekerasannya menurun. Struktur mikro sendiri dipengaruhi oleh
komposisi kimia dari logam atau paduannya tersebut serta proses yang
dialaminya. Karena pada dasarnya tujuan dari pengujian ini adalah untuk
mendapatkan sifat mekanik dan sifat fisik dari suatu material logam, maka
sangat penting sekali kita harus mempertimbangkan design dari suatu struktur
atau mesin maka yang harus kita lakukan adalah melihat kekuatan dari mesin
yang akan kita coba, untuk menjalankan fungsinya secara aman dan baik.
Contoh sebuah crane harus medukung (support) beban tanpa terjadi perpatahan
atau tanpa pembengkokan (bending) sehingga tidak mempersulit operator
crane (Sawitri & Firdausi, 2020).
2.2 Tahapan Metalografi
a. Cutting (Pemotongan)
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik
merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan
pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan
komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu
volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus
direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai
dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu
(kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis
besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati
mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk
pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka
sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis
dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel
yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan
juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan
deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses
pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Ada beberapa sistem
pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu
meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan
abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge 19
Machining) (Juliaptini, 2010).
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan
pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat,
spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk
memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus
ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-
syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah:
1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
2. Sifat eksoterimis rendah
3. Viskositas rendah
4. Penyusutan linier rendah
5. Sifat adhesi baik
6. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
7. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk
ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
8. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting
harus kondusif
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
ragam etsa yang akan digunakan. Pada umum nya mounting menggunakan
material palstik dan sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin)
yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan castable resin
lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit,
karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castasble
resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik/lunak sehingga kurang
cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling
baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan
material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna
yang beragam (Juliaptini, 2010)
d. Grinding
Grinding yaitu pengetaman untuk meratakan permukaan sampel dengan
menggunakan kertas/bahan abrasif. Ukuran abrasif yang digunakan mulai
dari 40 sampai 1200 mesh. Untuk menghindari pengaruh temperatur
gesekan, maka Operasi perataan permukaan dilakukan dengan cara basah.
Bahan yang digunakan untuk grinding biasanya menggunakan kertas
amplas dimana Pada kertas amplas disisi belakangnya tertera nomor, nomor
tersebut berkisar dari angka 1 sampa 3000, untuk menandakan tingkat
kehalusan amplas terebut adalah, angka 1 merupakan amplas kasar, dan
amplas 3000 merupakan amplas super harus. semakin kecil nomor semakin
kasar, begitu juga kebalikannya. Amplas sendiri memiliki ukuran seperti
Grit 60, 80, 100, 120, 150, 180, 220, 240, 280, 320, 360, 400, 500, 600, 800,
1000, 1200, 1500, 2000, 2500 dan 3000 (ITERA, 2021).
e. Polishing
Setelah proses grinding selesai yang ditandai dengan berkurangnya goresan,
lalu lanjut ketahap berikutnya yaitu polishing. Polishing merupakan proses
terakhir dari proses grinding (Almadani & Siswanto, 2020).
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat proses grinding agar tidak
mengalami kesalahan atau kecacatan pada sampel yaitu kecepatan putaran
dimana jika kecepatan putaran semakin lambat maka akan menimbulkan
banyak goresan pada sampel, Sementara ketika kecepatan putaran semkin
kencang maka hasil permukaan yang didapatkan akan menjadi halus. Selain
itu posisi memegang sempel pada saat proses grinding harus rata dan tidak
miring agar hasil sampel menjadi rata (tidak bermuka dua).
e. Tahapan Polishing
Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari proses grinding yang dimana
proses ini bertujuan untuk mengurangi goresan pada spesimen dan
menghaluskan spesimen. Pada praktikum kali ini proses polishing
menggunakan Autosol yang dioleskan pada spesimen dan digosok pada
kain mikrofiber.
f. Tahapan Ethching
Tahap etching merupakan proses perusakan kembali permukaan sampel
menggunakan cairain kimia dan membentuk struktur mikro yang akan
diamati pada praktikum selanjutnya yaitu analisis struktur mikro. Proses
etching dilakukan dengan cara memasukan sampel kedalam larutan asam
nital sebanyak 5% yang dicampur dengan alkohol sebanyak 95% selama
beberapa detik lalu diangkat dan membersihkannya. Kegunaan dari
pengetsaan sendiri dimaksudkan untuk merusak permukaan agar dapat
dianalisis struktur mikro nya. Hal yang harus dihindari ketika melakukan
etsa adalah sampel yang telah dietsa tidak boleh menyentuh permukaan
apapun, jika hal itu terjadi, maka harus diulangi lagi dari proses poles.
Proses etching juga harus dilakukan secara hati-hati seperti pada saat
pencelupan zat etsa yang terlalu lama karena dapat menyebabkan korosi.
g. Tahapan Cleaning
Proses ini merupakan proses pembersihan spesimen dari kotoran dan cairan
kimia setelah dicelupkan pada larutan etching. Proses pembersihan pada
praktikum kali ini dilakukan dengan cara membersihkan spesimen
menggunakan air mengalir. Tujuan dari proses ini adalah supaya permukaan
struktur mikro yang telah terbentuk tidak rusak dan hilang.
h. Tahapan Drying
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari proses persiapan material,
disini material akan dikeringkan menggunakan hair dryer atau tisu. Proses
ini dilakukan agar sebelum pengecekan struktur mikro menggunakan
mikroskop alkohol pada spesimen tidak menguap dan merusak lensa
mikroskop, serta pengecekan saat keadaan spesimen basah dapat
memberikan interprestasi yang salah.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah
a. Persiapan material dilakukan untuk melakukan pengamatan atau observasi
pada struktur mikro sebuah material
b. Struktur mikro akan terlihat jika proses persiapan spesimen dilakukan
dengan sebagaimana mestinya.
c. Tahapan persiapan material jika gagal pada saat pengamatan struktur
mikronya dapat mengulangi proses dimulai dari tahap gringding.
d. Berbeda material spesimen akan memiiliki cara yang sedikit berbeda
dibandingkan dengan material baja AISI 1045
6.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah:
a. Praktikan dijelaskan lebih rinci dalam menggunakan alat praktikum dan
diberikan kesempatan untuk menggunakan alat praktikum.
b. Praktikan diberikan waktu berdiskusi secara berkelompok setelah
melakukan observasi.
c. Memberikan kebebasan terhadap praktikan memilih spesimen yang akan
diuji
d. Mementingkan faktor keselamatan pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA