Bab 2 Ok

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 UMUM
2.1.1 Bendung (weir)

Menurut ARS Group, 1982, Analisa Upah dan Bahan BOW (Burgerlijke
Openbare Werken), Bendung adalah bangunan air (beserta kelengkapannya)
yang dibangun melintang sungai atau pada sudetan untuk meninggikan taraf
muka air sehingga dapat dialirkan secara gravitasi ke tempat yang
membutuhkannya. Bendung sebagai pengatur tinggi muka air dapat dibedakan
menjadi bendung tetap dan bendung gerak juga terdapat beberapa jenis
bendung lainnya.
2.1.2 Jenis Jenis Bendung

1. Bendung tetap
Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap atau
permanen, sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi
ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang
dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam energi.
Bendung ini biasanya digunakan di sungai-sungai pada bagian hulu dan
tengah.

Gambar 2.1: Bendung Tetap


Sumber: Irigasi Dan Bangunan Air,Gunadarma
2. Bendung gerak
Bendung gerak adalah bendung yang terdiri dari ambang yang dapat
bergerak (pintu sorong, radial dan tipe lainnya), sehingga dapat mengatur
elevasi muka air banjir. Tipe ini mempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur
tinggi muka air di hulu bendung kaitannya dengan muka air banjir dan

II-1
meninggikan muka air sungai kaitannya dengan penyadapan air untuk
berbagai keperluan. Bendung ini biasa digunakan di sungai-sungai pada
bagian hilir di daerah yang datar.

Gambar 2.2: Bendung Gerak


Sumber: Irigasi Dan Bangunan Air,Gunadarma
3. Bendung Karet (Bendung Gerak Horisontal)
Bendung karet memiliki 2 (dua) bagian pokok, yaitu:
a) Tubuh bendung yang terbuat dari karet.
b) Pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet,
serta dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan
(mesin) untuk mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung
karet. Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara
mengembungkan tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan
cara mengempiskannya. Tubuh bendung yang terbuat dari tabung
karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau
air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol
udara atau air (manometer).
4. Bendung Saringan Bawah
Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan saluran
penangkap dan saringan. Bendung ini meloloskan air lewat saringan dengan
membuat bak penampung air berupa saluran penangkap melintang sungai
dan mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke jaringan irigasi.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia/SNI 03-2401-1991 tentang
Pedoman Perencanaan Hidrologi Dan Hidraulik Untuk Bangunan Di Sungai
adalah bangunan ini dapat didesain dan dibangunan sebagai bangunan tetap,
bendung gerak, atau kombinasinya, dan harus dapat berfungsi untuk
mengendalikan aliran dan angkutan muatan di sungai sedemikian sehingga
dengan menaikkan muka airnya, air dapat dimanfaatkan secara efisien sesuai
dengan kebutuhannya.

II-2
2.1.3 Bagian-Bagian Bendung

Secara fisisk bagian-bagian bendung meliputi:


1. Tubuh Bendung
Pemilihan lokasi:
a. Pilih bagian sungai lurus, tidak ada gerusan
b. Pilih lembah yang sempit (biaya murah)
c. Pondasi bendung kokoh
d. Keperluan elevasi muka air
e. Pelaksanaan mudah
f. Ketersediaan bahan bangunan.
Keperluan elevasi muka air tergantung luas sawah yang diairi.
Semakin naik ke hulu sawah terairi lebih luas, turun ke hilir luas areal
sawah terairi berkurang.
2. Bangunan Pengelak dan Peredam Energi
Dibangun melintang sungai atau tegak lurus aliran sungai. Berfungsi
untuk menaikkan permukaan air sungai, sehingga air sungai lebih tinggi
dari daerah yang akan diairi dan selanjutnya air sungai dapat dialirkan ke
daerah irigasi dengan menggunakan saluran irigasi. Berfungsi sebagai
peredam energi air yang jatuh, sehingga sisa energi air di hilir kolam olak
menjadi minimal sehingga gerusan dasar sungai tidak membahayakan.
Perencanaan kolam olak mengikuti standar yang ada sebenarnya sudah
memadai. Yang jadi masalah adalah kedalaman gerusan hilir bendung
seberapa jauh membahayakan. Bendung besar dan komplek perlu model,
tapi untuk bendung kecil dan sederhana tidak perlu dimodel.
3. Bangunan Pembilas/Penguras
Bagian ini terletak di depan pengambilan, sedikit ke hilir dan dilengkapi
dengan pintu penguras yang berfungsi untuk mengendapkan sedimen
kasar agar tidak masuk ke pengambilan dan secara berkala sedimen
tersebut dibuang ke hilir melalui pintu penguras. Persyaratan umum
kecepatan aliran di sekitar pintu pembilas adalah dirancang sekurang-
kurangnya sebesar 1,20 m/detik.

II-3
4. Ambang Pengambilan
Persyaratan umum (lokasi dan dimensi):
a. Lokasi dipilih pada bagian sungai yang tidak mudah terjadi sedi-
mentasi, biasanya di tikungan luar
b. Dimensi dirancang dengan kecepatan aliran di dekat ambang tidak
terlalu cepat sehingga terlalu banyak sedimen yang masuk, namun
juga tidak terlalu lambat sehingga menyebabkan sedimentasi yang
berlebihan di depan ambang pengambilan.
c. Persyaratan umum kecepatan aliran di atas ambang pengambilan
adalah dirancang sebesar 0,80 m/detik.
5. Pintu Pengambilan/Intake
Berfungsi untuk menyadap dan mengontrol air yang akan dialirkan ke
saluran irigasi melalui kantong lumpur. Bagian ini dilengkapi dengan pintu
yang dapat dibuka dan ditutup, sehingga besar kecilnya air yang disadap
dapat dikontrol. Persyaratan umum kecepatan aliran di sekitar pintu
pengambilan adalah dirancang antara 0,90 – 1,00 m/detik.
6. Bangunan Pengambilan dan Pembilas
Tata Letak:
a. Pengambilan: untuk mengelakkan air agar masuk ke saluran iri-
gasi. Diletakkan dekat bendung dan pada tikungan luar.
b. Pembilas: mengurangi benda terapung dan sedimen kasar masuk
ke saluran.
c. Pengambilan air pada dua sisi, sebaiknya salah satu sisi lewat
sipon pada tubuh bendung.
7. Kantong Lumpur
Bagian ini terletak di belakang pintu pengambilan, berfungsi untuk
mengendapkan sedimen halus yang masuk malului pintu intake. Sedimen
halus/lumpur yang mengendap secara berkala dibuang melaului pintu
pembilas, dibuang atau digelontorkan kembali ke sungai.

II-4
2.1.4 Aspek-Aspek Bendung

1. Saluran Irigasi

a. Jaringan Irigasi Utama

i. Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan


ke petakpetak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah
pada bangunan bagi yang terakhir, lihat juga Gambar 2-1. Saluran

ii. sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier


yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini
adalah pada bangunan sadap terakhir.

iii. Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan
sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan
irigasi primer.

iv. Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke
petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran
ini termasuk dalam wewenang Dinas Irigasi dan oleh sebab itu
pemeliharaannya menjadi tanggung jawabnya.

b. Jaringan Saluran Irigasi Tersier

i. Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan


utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung
saluran ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir.

ii. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangu-
nan sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.

iii. Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter
sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan
persetujuan petani setempat pula, karena banyak ditemukan di lapan-
gan jalan petani yang rusak sehingga akses petani dari dan ke sawah
menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang paling ujung.

iv. Pembangunan sanggar tani sebagai sarana untuk diskusi antar


petani sehingga partisipasi petani lebih meningkat, dan pembangu-
nannya disesuaikan dengan, kebutuhan dan kondisi petani setempat
serta diharapkan letaknya dapat mewakili wilayah P3A atau GP3A
setempat.

II-5
c. Garis Sempadan Saluran

Dalam rangka pengamanan saluran dan bangunan maka perlu dite-


tapkan garis sempadan saluran dan bangunan irigasi yang jauhnya diten-
tukan dalam peraturan perundangan sempadan saluran.

2. Geoteknik

Pada tahap studi proyek data geologi teknik dikumpulkan untuk mem-
peroleh petunjuk mengenai keadaan geologi teknik yang dijumpai di
proyek. Sebelum dilakukan penyelidikan lokasi, semua informasi menge-
nai geologi permukaan dan tanah di daerah proyek dan sekitarnya akan
dikumpulkan. Banyak informasi berharga yang dapat diperoleh dari:
a. Laporan-laporan dan peta-peta geologi daerah tersebut.
b. Hasil-hasil penyelidikan mekanika tanah untuk proyek-proyek
didekatnya.
c. Foto-foto udara.
d. Peta-peta topografi. Termasuk foto-foto lama.

Untuk pembuatan tata letak dan perencanaan saluran, adalah pent-


ing untukmengetahui hal-hal berikut:

a. Batu singkapan.
b. Lempung tidak stabil berplastisitas tinggi.
c. Pasir dan kerikil.
d. Bahan-bahan galian yang cocok.

Aspek-aspek geologi teknik dalam tahap studi pengenalan ditangani


oleh ahli irigasi yang berpengalaman. Hanya dalam pembuatan waduk
atau bangunan-bangunan utama yang besar yang melibatkan keadaan-
keadaan geologi teknik yang kompleks saja maka seorang ahli geologi di-
ikut sertakan. Ahli irigasi hendaknya cukup memiliki pengalaman yang
memadai di bidang geologi dan mekanika tanah untuk tujuan-tujuan
teknik. Konsultasi dengan seorang ahli geologi yang sudah berpengala-
man sangat dianjurkan, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan den-
gan keadaan-keadaan geologi.

Perumusan detail penyelidikan geologi teknik akan didasarkan pada hasil-


hasil studi pengenalan.

3. DAS (Daerah Aliras Sungai)

II-6
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut
akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan
melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS terma-
suk suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut se-
cara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan. (PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1).

Daerah aliran sungai ( Watershed) atau dalam skala luasan kecil


disebut Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh
punggung bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang berfungsi
menerima, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atas-
nya ke alur-alur sungai dan terus mengalir ke anak sungai dan ke sungai
utama, akhirnya bermuara ke danau/waduk atau ke laut.

2.1.5 Pemilihan Lokasi Bendung

Pemilihan lokasi bendung hendaknya memperhatikan syarat-syarat


topografi daerah yang diairi, topografi lokasi bendung, keadaan hidrolisis sungai,
tanah pondasi dan lain-lain.
1. Keadaan Topografi
a. Semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus dilihat el-
evasi sawah tertinggi yang akan diairi;
b. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka el-
evasi mercu bendung dapat ditetapkan;
c. Dari kedua hal di atas, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat
diseleksi.

2. Keadaan Hidrologi
Dalam menentukan lebar dan panjang bendung serta tinggi tergantung
debit rencana, sehingga faktor harus diperhatikan, yaitu masalah banjir

II-7
rencana, perhitungan debit rencana, curah hujan efektif, distribusi curah
hujan, unit hidrograf, dan banjir di site bendung.
3. Kondisi Topografi
Dilihat dari lokasi, bendung harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu:
a. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi
b. Trase saluran induk terletak di tempat yang baik
c. Penempatan lokasi intake yang tepat dari segi hidaulik dan angkutan
sedimen, sehingga aliran ke intake tidak mengalami gangguan.
4. Kondisi Hidaulik dan Morfologi
a. Pola aliran sungai meliputi kecepaatan dan arahnya pada waktu debit
banjir, sedang, dan kecil;
b. Kedalaman dan lebar muka air arahnya pada waktu debit banjir,
sedang, dan kecil;
c. Tinggi muka air pada debit banjir rencana;
d. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.
5. Kondisi Tanah Pondasi
Bendung harus ditempatkan di lokasi di mana tanahnya cukup stabil
untuk pondasi bangunan. Faktor lain yang harus dipertimbangakan yaitu
potensi gempa dan potensi gerusan karena arus.

2.2 PERENCANAAN PELIMPAH

Bangunan tubuh bendung (weir) terdiri dari : pelimpah (spilway), peredam


energi (energy dissipator), pondasi bendung dan lantai hulu bendung.
Pelimpah berfungsi untuk menaikkan elevasi muka air. Elevasi puncak
pelimpah direncanakan berdasarkan banyak hal antara lain: elevasi muka air
rencana di bangunan bagi paling hulu, kehilangan tinggi energi pada alat ukur,
kehilangan tinggi energi pada pengambilan saluran primer, kehilangan tinggi
energi pada pengambilan, faktor keamanan dan kemiringan saluran antara
bangunan intake dengan bangunan bagi paling hulu.
Ada beberapa pelimpah antara lain : pelimpah profil Bulat, pelimpah profil
Bazin, pelimpah profil Modified Creager, pelimpah menurut standar WES
(Waterways Experiment Station) serta banyak lagi bentuk profil lainnya.

2.2.1 Bentuk Bendung Pelimpah

II-8
Di Indonesia umumnya digunakan 2 tipe mercu untuk bendung pelimpah
yaitu mercu ogee dan mercu bulat.
1. Mercu Bulat
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisiensi debit yang jauh
lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan koefisiensi bendung ambang lebar.
Pada sungai, ini akan banyak memberikan keuntungan karena bangunan ini
akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir.
Tinggi energi di atas mercu dapat dihitung dengan persamaan tinggi
energi–debit, untuk ambang bulat dan pengontrol segi empat (Standar
Perencanaan Irigasi KP-02,1986), yaitu:
Q=C d 2/ 3 √ 2 /3 g bH 1, 5
1 ...................................................................(2.1)
Di mana:
Q = debit, m3/ dt
g = percepatan gravitasi, 9,8 m/dt2
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi air di atas mercu, m
Cd = koefisien debit (Cd = C0.C1.C2.)
C0 = fungsi (r = jari-jari mercu), gambar 2.3
C1 = fungsi (P = tinggi mercu), gambar 2.4
C2 = fungsi dan kemiringan muka hulu, gambar 2.5

Gambar 2.3: Koefisien C0


Sumber: Standart Perencanaan Irigasi KP-02,1986

II-9
Gambar 2.4: Koefisien C1
Sumber: Standart Perencanaan Irigasi KP-02,1986

Gambar 2.5: Koefisien C2


Sumber: Standart Perencanaan Irigasi KP-02,1986
Tinggi muka air banjir diatas mercu dapat dihitung dengan persamaan
(Standart Perencanaan Irigasi KP-02,1986) yaitu:
HD = H1 – K.............................................................................................(2.2)

v2
K=
2 g ....................................................................................................(2.3)
Q
v=
Be×H 1 ..............................................................................................(2.4)
Di mana:
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0.C1.C2.)
g = percepatan gravitasi, 9,8 m/dt2
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi air di atas mercu, m
2. Mercu Ogee
Mercu Ogee adalah sebuah mercu bendung yang memiliki bentuk tirai
luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini

II-10
tidak akan memberikan tekanan sub atmosfir pada permukaan mercu sewaktu
bendung mengalirkan air pada debit rencana.Untuk debit rendah , air akan
memberikan tekanan kebawah pada mercu (Standart Perencanaan Irigasi KP-
02,1986).

Y 1 X n
= [ ]
hd k hd ..........................................................................................(2.5)
Di mana:
X dan Y = koordinat-koordinat permukaan hilir bendung
Hd = tinggi air di atas mercu
K dan n = konstanta dari faktor kemiringan permukaan hulu.
Tabel 2.1: Harga-harga K dan n
Kemiringan Permukaan hilir K N
Vertikal 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02,1986

2.2.2 Mercu Bendung

Mercu bendung merupakan struktur utama yang berfungsi untuk


membendung laju aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari
elevasi awal. Bagian ini biasanya terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali,
dan bronjong atau beton. Tubuh bendung umumnya dibuat melintang pada aliran
sungai.
A. Tinggi Mercu Bendung Dipengaruhi Oleh Beberapa Faktor, yaitu:
1. Elevasi sawah bagian hilir tertinggi dan terjauh.
2. Elevasi kedalaman air di sawah.
3. Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah.
4. Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke saluran tersier.
5. Kehilangan tekanan dari saluran primer ke saluran sekunder.
6. Kehilangan tekanan karena kemiringan saluran.
7. Kehilangan tekanan di alat – alat ukur.
8. Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer.
9. Persediaan tekanan untuk eksploitasi.
10. Persediaan untuk bangunan lain.

II-11
Tinggi mercu bendung (p), yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik atau
dasar sungai di udik bendung dan elevasi mercu. Dalam menentukan tinggi
mercu bendung maka harus dipertimbangkan terhadap:
1. Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan.
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi.
4. Kesempurnaan aliran pada bendung.
5. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.
Tinggi mercu bendung, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan
minimum 0,5 H (H = tinggi energi di atas mercu).
B. Tinggi Air Diatas Mercu Bendung Dipengaruhi Oleh:
1. Lebar Bendung
Lebar bendung adalah jarak antara dua tembok pangkal bendung
(abutment), termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Ini
disebut lebar mercu bruto. Biasanya lebar bendung (B) < 6/5 lebar normal
(Bn). Dalam penentuan panjang mercu bendung, maka harus
diperhitungkan terhadap:
1) Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang
cukup;
2) Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada
debit desain.
Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan, yaitu:
a. Sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit
penuh alur (bank full discharge);
b. Umunya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada
ruas sungai yang telah stabil.
c. Pengambilan lebar mercu tidak boleh terlalu pendek dan tidak
pula terlalu lebar.
d. Bila desain panjang mercu bendung terlalu pendek, akan mem-
berikan tinggi muka air di atas mercu lebih tinggi. Akibatnya tang-
gul banjir di udik akan bertambah tinggi pula. Demikian pula
genangan banjir akan bertambah luas.
e. Sebaliknya bila terlalu lebar dapat mengakibatkan profil sungai
bertambah lebar pula sehingga akan terjadi pengendapan sedi-

II-12
men di udik bendung yang dapat menimbulkan gangguan
penyadapan aliran ke intake.
2. Lebar Efektif Bendung
Lebar bendung adalah panjang bagian bendung yang terlintas air
Sama dengan lebar sungai rata-rata sungai di daerah lokasi bendung,
dikurangi dengan fasilitas bangunan pembilas.
Be = B – 2(n.Kp + Ka)H1......................................................................(2.6)
Dengan:
Be = Lebar Efektif Bendung
B = Lebar Bendung
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi

2.2.3 Bangunan Intake

Bangunan Intake atau Pintu Pengambilan berfungsi mengatur banyaknya


air yang masuk saluran dan mencegah masuknya benda-benda padat dan kasar
ke dalam saluran. Ada 2 tempat pengambilan yaitu kanan dan kiri tergantung
letak daerah yang diairi. Terkadang bila salah satu pengambilan debitnya kecil,
maka pengambilannya lewat gorong-gorong yang dibuat pada tubuh bendung.
Dengan demikian tidak perlu dibuat 2 bangunan penguras dan cukup satu.

Gambar 2.6: Posisi Intake


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02,1986

II-13
Gambar 2.7: Tipe Pintu Pengambilan dan Pintu Sorong Kayu dan Baja
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02,1986

Gambar 2.8: Pintu Pengambilan Tipe Radial


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02,1986

2.3 PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMBILAN

Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang


berfungsisebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen
serta menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake.
1. Lebar dan Tinggi Lubang
Perencanaan pintu pada saluran intake menggunakan pintu aliran bawah
karena air yang mengalir melalui bagian bawah pintu. Ada duamacam aliran
yang dapat terjadi lewat bawah pintu, yaitu aliran bebas dan aliran tenggelam.
Persamaan yang digunakan (Ven Te Chow,1959) adalah:

Q=CLh √ 2 gy 1 ........................................................................................(2.7)

II-14
Di mana:
Q = debit desain (m3/det)
C = koefisien pelepasan,
g = percepatan gravitasi
L = Lebar pintu air (m)
h = tinggi bukaan pintu (m)
y1 = tinggi air didepat pintu (m)

Gambar 2.9: koefisien buang untuk pintu air gesek tegak vertical
Sumber: Ven Te Chow,1959
2. Tipe Intake
a. Intake samping
b. Jenis ini dari intake adalah yang paling umum digunakan. Intake jenis
ini sangat cocok digunakan pada sungai dimana konsentrasi endapan
pada arah vertikal.

Gambar 2.10: Intake samping


Sumber: Irigasi Dan Bangunan Air,Gunadarma

II-15
c. Drop intake (bottom intake)
Drop intake cocok dibangun pada sungai yang memiliki sedimen
berukuran besar seperti kerikil dan boulder karena tidak mempunyai
bagian penghalang aliran sungai dan bahan dasar kasar. Bendung tidak
mudah rusak akibat hempasan batu-batu bongkah yang diangkut aliran.
Batu-batu ini akan lolos begitu saja ke hilir sungai. Drop intake tidak cocok
untuk sungai yang fluktuasi bahan angkutannya besar. Sungai di daerah-
daerah gunung api muda dapat mempunyai agradasi dan degradasi yang
besar dalam jangka waktu singkat. Mengingat bendung ini cocok
dibangun disungai dengan kemiringan memanjang yang curam, maka
tubuh bendung harus kuat dan stabil mengatasi tekanan sedimen ukuran
besar seperti pasir, kerakal dan boulder.

Gambar 2.11: Drop intake


Sumber: Irigasi Dan Bangunan Air,Gunadarma
Rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan panjang saringan
adalah sebagai berikut (Tata cara desain hidraulik bangunan pengambil
pada bangunan Tyrol, Pd-T-01-2003):
q
L=2 , 561
λ √ hl .................................................................................(2.8)
Qi
q=
B pengambil ...............................................................................................(2.9)

hc=

3 q2
g ....................................................................................................(2.10)
H 1 =c×h ..........................................................................................(2.11)

λ=ψμ √ 2gcos α ......................................................................................(2.12)

II-16
ψ=n/m .....................................................................................................(2.13)

()
0 ,13
−0, 16 m
μ=0 ,66 ψ
h1
...............................................................................(2.14)
Di mana:
L = panjang saringan ke arah aliran (m)
q = debit per satuan lebar (m3/dt.m)
n = lebar celah saringan (m)
c = koefisisen kemiringan saringan
m = jarak antara sumbu saringan (m)
g = percepatan gravitasi m/dt (9,81)
α = kemiringan saringan (⁰)
h1 = kedalaman enegi di hulu saringan (m)
hc = kedalam aliran kritis (m)
ψ = koefisien saringan
λ = koefisien kemampuan sadap
Tabel 2.2: Harga-harga c yang bergantung kepada kemiringan saringan
θ c θ c
0o 1.000 14o 0.879
o o
2 0.980 16 0.865
o o
4 0.961 18 0.851
6o 0.944 20o 0.837
o o
8 0.927 22 0.825
o o
10 0.910 24 0.812
12o 0.894 26o 0.800
Sumber: Tata cara desain hidraulik bangunan pengambil pada bangunan Tyrol, Pd-T-01-2003
Perencanaan saluran pengumpul pada drop intake menggunakan
persamaan stricker (Standart Perencanaan Irigasi KP-04,1986) yaitu:
Q = A x V...........................................................................................(2.15)
V = k.R2/3.I0,5.......................................................................................(2.16)
A = b x h............................................................................................(2.17)
P = A/P..............................................................................................(2.18)
Di mana:
Q = debit rencana (m3/det)
V = kecepatan (m/dt)
A = luas penampang (m2)

II-17
P = keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolis (m)
I = kemiringan saluran
Kemiringan dasar saluran pengumpul menggunakan rumus (Tata
cara desain hidraulik bangunan pengambil pada bangunan Tyrol, Pd-T-
01-2003) yaitu:

D 9/7
I 0 min=0 , 20 6 /7
q ...............................................................................(2.19)
Di mana:
I0min = kemiringan dasar saluran pengumpul
D = diameter butir sedimen terbesar yang lolos saringan (m)
Q = debit yang disadap per unit panjang bentang saringan pengambil
(m3/dt/m)

2.4 PERENCANAAN BANGUNAN PEMBILAS


Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang
terletak dekat dan menjadi satu kesatuan dengan bangunan pengambilan
(intake). Berfungsi untuk menghindarkan angkutan muatan sedimen dasar dan
mengurangi angkutan muatan sedimen layang masuk ke intake. Pembilas
pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk
menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu
bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini
bergantung kepada ukuran butir bahan yang dapat diangkut.
Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan
pengambilan (dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan agar
dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.
Rumus di bawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud:

()
1 /3
2 h
v ≥32 d
d ............................................................................................(2.20)
Di mana:
v =kecepatan rata-rata, m/dt
h = kedalaman air, m
d = diameter butir, m
Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:

II-18
v≈10 d 0 , 5 ......................................................................................................(2.21)
Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dt yang merupakan besaran
perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01
sampai 0,04 m dapat masuk.
Q=μba.2gz .................................................................................................(2.22)
Di mana:
Q = debit, m3/dt
μ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan
kehilangan tinggi energi, μ = 0,80
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)
Lantai pembilas merupakan kantong tempat mengendapnya bahanbahan
kasar di depan pembilas pengambilan. Sedimen yang terkumpul dapat dibilas
dengan jalan membuka pintu pembilas secara berkala guna menciptakan aliran
terkonsentrasi tepat di depan pengambilan. Pengalaman yang diperoleh dari
banyak bendung dan pembilas yang sudah dibangun, telah menghasilkan
beberapa pedoman menentukan lebar pembilas:
a. Lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6
– 1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkalpangkalnya), untuk
sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 m.
b. Lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan ter-
masuk pilar-pilarnya. Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat
diberikan harga empiris. Dalam hal ini sudut a pada Gambar 2.10 se-
baiknya diambil sekitar 60⁰ sampai 70⁰.

Gambar 2.12: Geometri pembilas

II-19
Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02,1986
Pintu pada pembilas dapat direncana dengan bagian depan terbuka atau
tertutup. Pintu dengan bagian depan terbuka memiliki keuntungan-keuntungan
berikut:
a. Ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir melalui
pintu-pintu yang tertutup selama banjir.
b. Pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu
dibuat dalam dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan.
Kelemahan-kelemahannya:
a. Sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir; hal ini bisa menim-
bulkan masalah, apalagi kalau sungai mengangkut banyak bongkah.
Bongkah-bongkah ini dapat menumpuk di depan pembilas dan sulit dis-
ingkirkan.
b. Benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
c. Karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka
air akan mengalir melalui pintu pembilas; dengan demikian kecepatan
menjadi lebih tinggi dan membawa lebih banyak sedimen.

2.5 PERENCANAAN BANGUNAN PEREDAM ENERGI


Kolam olak adalah suatu bangunan berupa olak di hilir bendung yang
berfungsi untuk meredam energi yang timbul di dalam aliran air superkritis yang
melewati pelimpah.
Faktor pemilihan tipe kolam olak:
1. Tinggi bendung
2. Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan,
kekerasan tekan, diameter butir dan sebagainya.
3. Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai.
4. Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran
tidak sempurna/tenggelam, loncatan air lebih rendah atau lebih tinggi.
Tipe kolam olak:
1. Berdasarkan Bilangan Froude:
a) Untuk Fr ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak. Pada saluran tanah
bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi.

II-20
b) Bila 1,7 < Fr ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi
secara efektif. Kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja
dengan baik.
c) Jika 2,5 < Fr ≤ 4,5 maka loncatan air tidak terbentuk dan
menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Kolam
olak yang digunakan untuk menimbulkan turbulensi (olakan) yakni
tipe USBR tipe IV.
d) Untuk Fr ≥ 4,5 merupakan kolam olak yang paling ekonomis, karena
kolam ini pendek. Kolam olak yang sesuai adalah kolam USBR tipe
III.
2. Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam
Jika kedalaman konjungsi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding
kedalaman air normal hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan
pada lantai kolam yang panjang akibat batu-batu besar yang terangkut lewat
atas bendung, maka dapat dipakai peredam energi yang relatif pendek tetapi
dalam. Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan pada bendung-
bendung rendah dan untuk bilangan-bilangan Froude rendah. Bahan ini diolah
oleh Institut Teknik Hidrolika di Bandung untuk menghasilkan serangkaian
perencanaan untuk kolam dengan tinggi energi rendah ini. Dapat dihitung
dengan rumus:

hc=
q2

3
g .................................................................................................(2.23)
Di mana:
hc = kedalaman air kritis (m)
q = debit per lebar satuan (m3/dt.m)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt)

Gambar 2.13: Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02,1986

II-21
3. Kolam Vlughter
Kolam vlughter dikembangkan untuk bangunan terjun di saluran irigasi.
Batas-batas yang diberikan untuk Z/hc 0,5; 2,0; 15,0 dihubungkan dengan
bilangan Froude. Bilangan Froude itu diambil dalam Z di bawah tinggi energi
hulu. Kolam vlughter bisa dipakai sampai beda tinggi energi Z tidak lebih dari
4,50 m.

Gambar 2.14: Kolam Vlughter


Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02,1986

hc=

3 q2
g .................................................................................................(2.24)
Jika 0,5 < (z/hc)  2,0 maka t = 2,4 + 0,4z
Jika 2,0 < (z/hc)  15,0 maka t = 3,0 + 0,1z

a=0 , 28 hc
√ hc
z ........................................................................................(2.25)
D = R = L ( ukuran dalam m )
4. Kolam Schoklitsch
Armin Schoklitsch menemukan kolam olakan yang ukuran-ukurannya
tidak tergantung pada tinggi muka air hulu maupun hilir, melainkan tergantung
pada debit per satuan lebar.

II-22
Gambar 2.15: Kolam Schoklitsch
Sumber: Buku Pegangan Kuliah Bangunan Air
Panjang kolam olakan L = ( 0,5-1 ) w
1
w 14
Tinggi ambang hilir dari lantai S = β q 2 ( ) dengan harga minimum 0,1 w.
g
Untuk faktor β dapat diambil dari Gambar grafik di bawah, dan faktor ξ diambil
antara 0,003 dan 0,08. Harga ρ pada umumnya diambil 0,15.

Gambar 2.16: Grafik Faktor β


Sumber: Buku Pegangan Kuliah Bangunan Air

2.6 ANALISIS STABILITAS BENDUNG


Stabilitas bendung merupakan perhitungan kontruksi untuk menentukan
ukuran bendung agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang
bekerja padanya dalam segala keadaan, dalam hal ini termasuk terjadinya angin
kencang dan gempa bumi hebat dan banjir besar.
Konstruksi bendung harus kuat menahan gaya-gaya yang bekerja. Analisis
stabilitas bendung akan ditinjau pada kondisi air normal dan juga pada kondisi air
banjir. Gaya-gaya yang diperhitungkan dalam perencanaan bendung ini meliputi:
1. Berat sendiri bendung
2. Gaya gempa
3. Tekanan hidrostatis
4. Gaya angkat (uplift pressure)

II-23
5. Gaya akibat tekanan Lumpur
Dari gaya-gaya diatas kemudian dianalisis stabilitas bendung terhadap:
a. Stabilitas guling
b. Stabilitas geser
c. Stabilitas daya dukung tanah
Analisis Stabilitas bendung akan dilakukan pada beberapa macam
kombinasi dari tipe mercu, tipe intake dan tipe peredam energi seperti pada
Tabel 2.3.

Tabel 2.3: Kombinasi Tipe Mercu, Tipe Intake dan Tipe Peredam Energi
Mercu Bendung Tipe Intake Tipe Peredam Energi
Bak Tenggelam
USBR IV
Mercu Bulat Intake Samping
MDO
Bak Tenggelam
Intake Samping USBR IV
Mercu Ogee
Bak Tenggelam
Drop intake USBR IV
Sumber: Buku Pegangan Kuliah Bangunan Air
Stabilitas bendung dianalisis pada tiga macam kondisi yaitu pada saat
sungai kosong, normal dan pada saat sungai banjir.

Gambar 2.17: Gaya-gaya Yang Bekerja pada Tubuh Bendung


Sumber: Buku Pegangan Kuliah Bangunan Air
Keterangan:
W : Gaya Hidrostatis
Pa : Tekanan Tanah Aktif
G : Gaya Akibat Berat Sendiri

II-24
Up : Gaya Angkat (Uplift Pressure)
Pp : Tekanan Tanah Pasif
Tinjauan stabilitas yang diperhitungkan dalam perencanaan suatu bendung
meliputi:

2.6.1 Analisis Gaya-gaya Vertikal


2.6.1.1 Akibat Berat Sendiri Bendung
Gaya akibat berat sendiri bendung adalah :
G = V * ........................................................................................................(2.26)

Di mana:
V = Volume (m3)
 = berat jenis bahan, beton = 2,4 T/m3

2.6.1.2 Gaya Angkat (Uplift Pressure)


Rumus yang dipakai:
Px = Hx – H...................................................................................................(2.27)
Px =Hx – (Lx*ΔH/L).......................................................................................(2.28)
(Irigasi dan Bangunana Air, Gunadarma Hal 131)
Di mana:
Px = Uplift Pressure (akibat tekanan air) pada titik X (T/m2)
Lx = jarak jalur rembesan pada titik x (m)
L = panjang total jalur rembesan (m)
ΔH = beda tinggi energi (m)
Hx = tinggi energi di hulu bendung

2.6.2 Analisis Gaya-gaya Horisontal


2.6.2.1 Gaya Akibat Tekanan Lumpur
Rumus yang dipakai:

II-25
Ps=
2 [
γ s xh 2 1−sin θ
]
1+sin θ ..................................................................................(2.29)
(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma, hal 132)
Di mana:
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang
bekerja secara horisontal (kg)
θ = sudut geser dalam
s = berat jenis lumpur (kg/m3) = 1600 kg/m3 = 1,6 T/m3
h = kedalaman lumpur (m)

2.6.2.2 Gaya Hidrostatis


Rumus yang dipakai:
Wu = c.γ w[h2 + ½ ζ (h1-h2)]A......................................................................(2.30)
(Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma, hal 131)
Di mana:
C = proposan luas dimana tekanan hidrostatis bekerja (c = 1 untuk semua tipe
pondasi)
w = berat jenis air (kg/m3) = 1000 kg/m3 = 1 T/m3
h2 = kedalaman air hilir (m)
h1 = kedalaman air hulu (m)
ζ = proporsi tekanan, diberikan pada Tabel 2.4 (m)
A = luas dasar (m2)
Wu = gaya tekanan ke atas resultante (Ton)
Tabel 2.4: Harga-harga ζ
Tipe Pondasi Batuan Proporsi Tekanan

Berlapis horizontal 1,00

Sedang, pejal(massive) 0,67

Baik Pejal 0,50

Sumber: Irigasi Dan Bangunan Air,Gunadarma

2.6.2.3 Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif


a. Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut:
1 2 2 ∅
Pa γ sat ¿ Ka∗h Ka=tan ( 45 ¿ ¿ o− )¿......................................................(2.31)
2 2
γ ¿ =γ sat −γ w ....................................................................................................(2.32)

II-26
[
γ ¿= γ w
Gs+ e
1+e ]
− γ w dimana γ w =1 T /m3

[
γ ¿= γ w
Gs−1
1+ e ]
..............................................................................................(2.33)

b. Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut:


1 2
Pp= γ sat ¿ Kp∗h .........................................................................................(2.34)
2
1 ∅
( )
Kp tan2 450 ...........................................................................................(2.35)
2 2
γ ¿ =γ sat −γ w ....................................................................................................(2.36)

[
γ ¿= γ w
Gs+ e
1+e ]
− γ w dimana γ w =1 T /m3

[
γ ¿= γ w
Gs−1
1+ e ]
..............................................................................................(2.37)

Keterangan:
Pa = tekanan tanah aktif (T/m2)
Pp = tekanan tanah pasif (T/m2)
φ = sudut geser dalam (⁰)
g = gravitasi bumi = 9,81 m/detik2
h = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)
γsub = berat jenis submerged / tanah dalam keadaan terendam (T/m3)
γsat = berat jenis saturated / tanah dalam keadaan jenuh (T/m3)
γw = berat jenis air = 1,0 T/m3
Gs = Spesifik Gravity
e = Void Ratio

2.6.2.4 Gaya Gempa


Untuk menghitung gaya gempa dipakai rumus sebagai berikut:
a d n ¿ ¿............................................................................................................(2.38)
ad
E ...............................................................................................................(2.39)
g
Di mana:
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)
n, m = koefisien untuk masing-masing jenis tanah
aC = percepatan kejut dasar (cm/dt2)

II-27
z = faktor yang tergantung dari letak geografis (dapat dilihat pada “Peta
Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunana Air Tahan Gempa”)
E = koefisien gempa
G = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2.
Dari koefisien gempa di atas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan
momen akibat gaya gempa dengan rumus:
K = E x G......................................................................................................(2.40)
Di mana:
E = koefisien gempa
K = gaya gempa
G = berat bangunan (Ton)
Momen: → M = K x Jarak (m)
Setelah menganalisis gaya-gaya tersebut, kemudian diperiksa stabilitas
bendung terhadap guling, geser, pecahnya struktur, erosi bawah tanah (piping)
dan daya dukung tanah.

2.6.3 Analisis Stabilitas Bendung


2.6.3.1 Terhadap Guling
Rumus yang digunakan untuk cek terhadap guling adalah sebagai
berikut:
ΣMT
SF= > 1.5.............................................................................................(2.41)
ΣMG
Di mana:
SF = faktor keamanan
Σ MT = jumlah momen tahan (Ton meter)
Σ MG = jumlah momen guling (Ton meter)

2.6.3.2 Terhadap Geser


Rumus yang digunakan untuk cek terhadap geser adalah sebagai
berikut:
ΣRV
SF=f >1.5 ...........................................................................................(2.42)
ΣRH
Di mana :
SF = faktor keamanan
Σ RV = total gaya vertikal (Ton)
Σ RH = total gaya horisontal (Ton)

II-28
f = koefisien gesekan = (0,6 – 0,75)

2.6.3.3 Terhadap Daya Dukung Tanah


Dari data tanah pada lokasi bendung Sapon, diketahui:
γ = berat jenis tanah (T/m3)
c = kohesi
φ = sudut geser dalam
Df = kedalaman pondasi (m)
Nc, Nq, Nγ didapat dari grafik Terzaghi
Rumus daya dukung tanah Terzaghi:
qult = c . Nc + γ . Nq . Df + 0,5 .γ. B . N........................................................(2.43)
qult
σ= ...........................................................................................................(2.44)
SF
Kontrol:

σ maks=
RV
B
1+ (B)
6. e

σ min=
RV
B ( 1−
B )
6. e
>0

Di mana:
SF = faktor keamanan
RV = gaya vertikal (Ton)
B = panjang tubuh bendung (m)
σ = tegangan yang timbul (T/m2)
σ = tegangan ijin (T/m2)

2.6.3.4 Terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping)


Keamanan bendung terhadap erosi bawah bendung dihitung dengan
rumus:
a
S (1+ )
s ................................................................................................(2.45)
SF=
hs
Di mana:
SF = faktor keamanan
s = kedalaman tanah (m)
a = tebal lapisan pelindung (m)

II-29
hs = tekanan air pada kedalaman s (kg/m2)
Rumus di atas mengasumsikan bahwa berat volume tanah di bawah air
dapat diambil 1 (γw = γs = 1 T/m3). Faktor keamanan, SF sekurang-kurangnya 2.

II-30

Anda mungkin juga menyukai