MINI CEX Hernia Inguinalis - Donny Hiskia Turnip 2265050012

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

MINI CEX

HERNIA INGUINALIS

Disusun oleh:
Donny Hiskia Turnip
2265050012

Pembimbing:
dr. E. Surya Andi Pohan, Sp.B-KBD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RUMAH SAKIT PELABHUHAN JAKARTA
PERIODE 6 MARET 2024 – 6 APRIL 2024
JAKARTA
STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : Tn. C K I

Usia : 49 Tahun

Pendidikan Terakhir : S1

Pekerjaan : PNS

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Jl. S Brantas 53 RT 06 RW 01 Semper Barat,


Cilincing

Jakarta Utara

Tanggal Masuk RS : 7 Maret 2024

Asal Pasien : Melati

II.2 Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Benjolan pada lipat paha kanan yang hilang timbul

Keluhan tambahan :-

Kronologi keluhan/penyakit sekarang

Pasien datang ke Poli Bedah RS Pelabuhan Jakarta dengan keluhan benjolan yang
hilang timbul pada lipatan paha sebelah kanan. Benjolan dirasakan sejak 2 tahun yang lalu
dan tidak nyeri. Pasien mengatakan benjolan akan keluar ketika pasien berdiri dan benjolan
akan masuk kembali kedalam ketika pasien dalam posisi duduk atau tidur. Pasien juga
mengatakan benjolan muncul secara tiba tiba dan dirasa tidak bertambah besar maupun tidak
bertambah kecil. Pasien merasa tidak nyaman saat benjolan timbul. Riwayat benjolan pada
lipatan paha disangkal oleh pasien dan belum pernah operasi sebelumnya. Pasien tidak
meiliki riwayat batuk lama(-), sering menggangkat beban berat (-)rasa mual (-), muntah (-),
demam (-), BAB dan BAK dalam batas normal, Flatus (+).

II.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Kelainan Berdasarkan Sistem Keterangan

Sistem Saraf Pusat Disangkal

Kardiovaskuler Disangkal

Traktus Respiratorius Disangkal

Traktus Gastrointestinal Disangkal

Traktus Urogenital Disangkal

Hematologi Disangkal

Imunologi/ Metabolik Disangkal

Lainnya -

II.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Kelainan Berdasarkan Sistem Keterangan

Sistem Saraf Pusat Disangkal

Kardiovaskuler Disangkal

Traktus Respiratorius Disangkal

Traktus Gastrointestinal Disangkal

Traktus Urogenital Disangkal

Hematologi Disangkal

Imunologi/ Metabolik Disangkal

Lainnya -
II.5 Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi

Merokok (+), Minum Alkohol (-)

II.6 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

1. Kesadaran Umum : Tampak sakit sedang


2. Kesadaran : Composmentis
3. Tekanan darah : 123/81 mmHg
4. Nadi : 81 x/menit
5. Pernafasan : 20 x/menit
6. Suhu : 36,5 oC
7. Saturasi Oksigen : 99 %
8. Tinggi Badan : 168 cm
9. Berat Badan : 74 kg
10. BMI : 26,21 kg/m2

A. Kepala

Bentuk : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Cekung -/-
Mulut : Mukosa bibir kering -/-
Gigi : Gigi lubang (-), Karies (-)
THT : (Telinga) Liang telinga lapang, korpus alienum (-/-), serumen (-/-),
Hiperemis (-/-).
(Hidung) Septum deviasi (-), sekret (-/-) benda asing (-/-), pernapasan cuping
hidung (-).
(Tenggorokan) T1-T1, arkus faring simetris, hiperemis (-), detritus (-)
Leher : KGB tidak membesar
B. Jantung

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
Auskaltasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

C. Paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, Retraksi iga (-/-)


Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : BND vesikuler, Ronki -/-, Wheezing -/-

D. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak mendatar, distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) 5x/menit
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-) pada regio epigastrium dan hipocondria dextra
 Hepar tidak teraba membesar
 Murphy sign (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-) pada regio epigastrium dan hipocondria dextra

E. Ektremitas
Superior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-
Inferior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-

Pemeriksaan Tambahan
 Tes Valsava
 Finger Test
 Thumb Test
 Ziemann’s Test
Status Lokalis :
 Regio Inguinal Dextra
 I : Tampak benjolan massa berukuran ± 5 cm x 3 cm, berwarna sama seperti kulit sekitar
 P : Teraba massa berukuran ± 5 cm x 3 cm, lunak, nyeri tekan (-), suhu sama seperti
disekitarnya, dapat digerakan dan dimasukkan kedalam perut, teraba annulus ingunalis
eksterna dan saat tes valsava teraba tekanan pada ujung jari.
 A : Terdengar bising usus pada benjolan

II.7 Diagnosis
a. Diagnosis Kerja
 Hernia Inguinalis Medialis Reponibel Dextra
b. Diagnosis Banding
 Hidrokel
 Limfadenopati inguinal
 Testis ektopik
 Tumor atau Keganasan

II.8 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

II. 9 Tatalaksana
Rencana Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium Darah
 USG (Ultrasonography)
Non Medikamentosa
 Observasi KU
 Konsul Spesialis Bedah untuk Pro Herniotomi dan Hernioplasti
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hernia didefinisikan sebagai penonjolan sebagian dari organ atau isi perut melalui
lubang perut, dengan kantung hernia menutupi isi perut. Hernia yang timbul dalam regio
inguinalis biasa disebut dengan hernia inguinalis. Hernia area inguinal diklasifikasikan
menurut anatomi menjadi hernia inguinalis dan hernia femoralis, di mana hernia inguinalis
lebih jauh dibagi menjadi hernia inguinalis indirect (juga dikenal sebagai hernia inguinalis
lateralis) dan hernia inguinalis direct (juga dikenal sebagai hernia inguinalis medialis)
menurut hubungan anatomis dengan pembuluh darah epigastrium inferior.1
Hernia inguinalis adalah masalah umum yang mempengaruhi banyak orang di seluruh
dunia. Hernia inguinalis lebih sering terjadi pada pria dan dengan insiden yang meningkat
pada usia lanjut. Meskipun 50% pasien dengan hernia inguinalis tidak menyadari hal ini,
tatalaksana operatif hernia inguinalis adalah salah satu prosedur bedah yang paling umum
dilakukan di seluruh dunia. Sekitar 20 juta perbaikan hernia inguinalis diselesaikan setiap
tahun di seluruh dunia, dan di Amerika Serikat lebih dari 800.000 diselesaikan oleh 18.000
ahli bedah. Keberhasilan perbaikan hernia inguinalis ditentukan oleh operasi dengan
komplikasi paling sedikit, biaya minimal, dan memungkinkan pasien untuk kembali
2,3
beraktivitas lebih awal. Oleh karena itu, tingginya kasus hernia dilapangan mewajibkan
tenaga kesehatan untuk dapat memahami hermia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.2. Definisi 4
Kata hernia berarti penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
Hernia inguinalis adalah kondisi protrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke
rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi
yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak
atau omentum.

1.3. Anatomi Regio Inguinalis 2,4


Kanalis inguinalis adalah saluran yang berjalan oblik (miring) dengan panjang 4cm
dan terletak 2-4cm diatas ligamentum inguinale, Ligamentum Inguinale merupakan
penebalan bagian bawah aponeurosis muskulus oblikus eksternus. Terletak mulai dari SIAS
sampai ke ramus superior tulang pubis. Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah :
a. Anterior: dibatasi oleh aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan 1/3 lateralnya
muskulus oblikus internus.
b. Posterior: dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus abdominis yang bersatu dengan
fasia transversalis dan membentuk dinding posterior di bagian lateral. Bagian medial
dibentuk oleh fasia transversa dan konjoin tendon, dinding posterior berkembang dari
aponeurosis muskulus transversus abdominis dan fasia transversal.
c. Superior: dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus oblikus internus dan muskulus
transversus abdomnis dan aponeurosis.
d. Inferior: dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare bagian ujung atas dari kanalis
inguinalis adalah internal inguinal ring. Ini merupakan defek normal dan fasia
transversalis dan berbentuk huruf “U” dan “V” dan terletak di bagian lateral dan superior.
Batas cincin interna adalah pada bagian atas muskulus transversus abdominis, iliopubik
tract dan interfoveolar (Hasselbach) ligament dan pembuluh darah epigastrik inferior di
bagian medial.
Gambar 2.1. Dinding Abdomen

Kanalis inguinalis pria terdapat duktus deferens, tiga arteri yaitu: arteri spermatika
interna, arteri diferential dan arteri spermatika eksterna, lalu plexus vena pampiniformis, juga
terdapat tiga nervus yaitu: cabang genital dari nervus genitofemoral, nervus ilioinguinalis dan
serabut simpatis dari plexus hipogastrik dan tiga lapisan fasia yaitu: fasia spermatika eksterna
yang merupakan lanjutan dari fasia innominate, lapisan kremaster berlanjut dengan serabut-
serabut muskulus oblikus internus, dan fasia otot lalu fasia spermatika interna yang
merupakan perluasan dari fasia transversal.

Gambar 2.2. Letak Anatomi Inguinalis

Lalu aponeurosis muskulus oblikus eksternus di bawah linea arkuata (douglas),


bergabung dengan aponeurosis muskulus oblikus internus dan transversus abdominis yang
membentuk lapisan anterior rektus. Aponeurosis ini membentuk tiga struktur anatomi di
dalam kanalis inguinalis berupa ligamentum inguinale, lakunare dan refleksi ligamentum
inguinale (Colles).

Gambar 2.3. Anterior and posterior myopectineal orifice

Ligamentum lakunare terletak paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk
dari serabut tendon oblikus eksternus yang berasal dari daerah sias. Ligamentum ini
membentuk sudut <45º sebelum melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini
membentuk pinggir medial kanalis femoralis.
Ligamentum pektinea (Cooper), ligamentum ini tebal dan kuat yang terbentuk dari
ligamentum lakunare dan aponeurosis muskulus obliqus internus, transversus abdominis dan
muskulus pektineus. Ligamentum ini terfiksir ke periosteum dari ramus superior pubis dan ke
bagian lateral periosteum tulang ilium.
Konjoin tendon merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis
oblikus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang berinsersi pada tuberkulum
pubikum dan ramus superior tulang pubis.
Ligamentum Henle, terletak di bagian lateral, vertikal dari sarung rektus, berinsersi
pada tulang pubis bergabung bergabung dengan aponeurosis transversus abdominis dan fasia
transversalis. Ligamentum Hasselbach sebenarnya bukan merupakan ligamentum, tetapi
penebalan dari fasia transversalis pada sisi medial cincin interna yang letaknya inferior.
Refleksi ligamentum inguinale (Colles), ligamentum ini dibentuk dari serabut aponeurosis
yang berasal dari crus inferior cincin externa yang meluas ke linea alba.
Traktus iliopubika merupakan perluasan dari arkus iliopektinea ke ramus superior
pubis, membentuk bagian dalam lapisan muskulo aponeurotik bersama muskulus
transversusu abdominis dan fasia transversalis. Traktus ini berjalan di bagian medial, ke arah
pinggIr inferior cincin dalam dan menyilang pembuluh darah femoral dan membentuk
pinggir anterior selubung femoralis.
Fasia transversalis tipis dan melekat serta menutupi muskulus transversus abdominis.
Segitiga Hasselbach, merupakan dasar dari segitiga yang dibentuk oleh pekten pubis dan
ligamentum pektinea. Segitiga ini dibatasi oleh:
a. Supero-lateral: pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial: bagian lateral rektus abdominis
c. Inferior: ligamentum inguinale

Gambar 2.4. Gambar Laparoskopi

1.4. Klasifikasi Hernia


a. Berdasarkan tempat terjadinya5 :
1. Hernia femoralis. Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya,
isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan
vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis.
2. Hernia umbilikalis. Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus
yang hanya tertutup peritoneum dan kulit akibat penutupan yang inkomplet dan tidak
adanya fasia umbilikalis.
3. Hernia paraumbilikus. Hernia paraumbilikus merupakan hernia melalui suatu celah di
garis tengah di tepi kranial umbilikus, jarang terjadi di tepi kaudalnya. Penutupan
secara spontan jarang terjadi sehingga umumnya diperlukan tindakan operasi untuk
dikoreksi.
4. Hernia epigastrika. Hernia epigastrika atau hernia linea alba adalah hernia yang keluar
melalui defek di linea alba antara umbilikus dan prosessus xifoideus.
5. Hernia ventralis. Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding
perut bagian anterolateral; nama lainnya adalah hernia insisional dan hernia sikatriks.
6. Hernia lumbalis. Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka, ada dua trigonum
masing-masing trigonum kostolumbalis superior (ruang Grijinfelt/lesshaft) berbentuk
segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior atau trigonum iliolumbalis
berbentuk segitiga.
7. Hernia littre. Hernia yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia berisi
divertikulum Meckle. Sampai dikenalnya divertikulum Meckle, hernia littre dianggap
sebagai hernia sebagian dinding usus.
8. Hernia spiegheli. Hernia spieghell ialah hernia ventralis dapatan yang menonjol di
linea semilunaris dengan atau tanpa isinya melalui fasia spieghel.
9. Hernia obturatoria. Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatorium.
10. Hernia Perinealis. Hernia perinealis merupakan tonjolan hernia pada perineum melalui
otot dan fasia, lewat defek dasar panggul yang dapat terjadi secara primer pada
perempuan multipara atau sekunder pascaoperasi pada perineum, seperti
prostatektomi, reseksi rektum secara abdominoperineal, dan eksenterasi pelvis. Hernia
keluar melalui dasar panggul yang terdiri atas otot levator anus dan otot
sakrokoksigeus beserta fasianya dan dapat terjadi pada semua daerah dasar panggul.
11. Hernia pantalon. Hernia pantalon merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan
medialis pada satu sisi.

b. Menurut sifatnya4 :
1. Hernia reponibel. Hernia reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar
ketika berdiri atau mengejan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong
masuk ke dalam perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau
obstruksi usus.
2. Hernia Ireponibel. Hernia ireponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi kembali
ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada
peritoneum kantong hernia.
3. Hernia Inkarserata atau Strangulata. Hernia inkaserata apabila isi hernia terjepit oleh
cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam
rongga perut. Akibatnya terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia inkaserata
lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang di sertai gangguan pasase, sedangkan
hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai
gangguan vaskularisasi.
Gambar 2.5. Klasifikasi Hernia Menurut Sifat. (1) Kulit dan jaringan subkutan (2) Lapisan otot (3) Jaringan
praperitoneal (4) Kantong hernia dengan usus. (A) Hernia reponibel tanpa inkaserasi dan strangulasi, (B) Hernia
ireponibel, (C) Hernia inkaserata dengan ileus obstruksi usus, (D) Hernia strangulata.

4. Hernia richter. Hernia Richter apabila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding
usus. Komplikasi dari hernia richter adalah strangulasi sampai terjadi perforasi usus.

Gambar 2.6. Gambaran hernia Richter. (A) Hernia Richter tanpa ileus obstruksi, (B) Hernia Richter dengan
ileus obstruksi.

5. Hernia interparietalis. Hernia yang kantongnya menjorok ke dalam celah antara


lapisan dinding perut.
6. Hernia eksterna. Hernia eksterna apabila hernia menonjol keluar melalui dinding
perut, pinggang atau perineum.
7. Hernia interna. Hernia interna apabila tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui
suatu lubang dalam rongga perut, seperti foramen winslow, resesus retrosekalis atau
defek dapatan pada mesenterium setelah operasi anastomosis usus.
8. Hernia insipiens. Hernia yang membalut merupakan hernia indirect pada kanalis
inguinalis yang ujungnya tidak keluar dari anulus eksternus.
9. Hernia sliding. Hernia yang isi kantongnya berasal dari organ yang letaknya
ekstraperitoneal.
10. Hernia bilateral. Defek terjadi pada dua sisi.

c. Klasifikasi Hernia Inguinalis4 :


1. Hernia Inguinalis Indirek. Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis
lateralis, diduga mempunyai penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa
prosesus vaginalis peritonei sebuah kantong peritoneum yang menonjol keluar, yang
pada janin berperan dalam pembentukan kanalis inguinalis. Oleh karena itu kantong
hernia masuk kedalam kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis internus yang
terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis nguinalis dan
keluar ke rongga perut melalui anulis inguinalis eksternus. lateral dari arteria dan vena
epigastrika inferior. Hernia ini lebih sering dijumpai pada sisi kanan. Hernia
inguinalis indirek dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Merupakan sisa prosessus vaginalis dan oleh karena itu bersifat kongenital.
b. Angka kejadian hernia indirek lebih banyak dibandingkan hernia inguinalis direk.
c. Hernia indirek lebih sering pada pria daripada wanita.
d. Hernia indirek lebih sering pada sisi kanan.
e. Sering di temukan pada anak-anak dan dewasa muda.
f. Kantong hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis
profundus dan lateral terhadap arteria dan vena epigastrika inferior.
g. Kantong hernia dapat meluas melalui anulus inguinalis superficialis, terletak di atas
dan medial terhadap tuberkulum pubikum.
h. Kantong hernia dapat meluas ke arah bawah ke dalam kantong skrotum atau
labium majus.
2. Hernia Inguinalis Direk
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis. Hernia ini melalui
dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi
segitiga Hasselbach. Hernia inguinalis direk jarang pada perempuan, dan sebagian
bersifat bilateral. Hernia ini merupakan penyakit pada laki-laki lanjut usia dengan
kelemahan otot dinding abdomen.
1.5. Epidemiologi
Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal direk, indirek
serta hernia femoralis; hernia insisional 10%, hernia ventralis 10%, hernia umbilikus 3% dan
hernia lainnya sekitar 3%. Pada hernia inguinalis lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan.5 Hernia inguinalis merupakan hernia yang mempunyai angka kejadian yang
paling tinggi. Sekitar 75% hernia terjadi di regio inguinalis, 50% merupakan hernia inguinalis
indirek dan 25% adalah hernia inguinal direk.4

1.6. Faktor Resiko Hernia Inguinalis 4


a. Usia. Usia adalah salah satu penentu seseorang mengalami hernia inguinalis, sebagaimana
pada hernia inguinalis direk lebih sering pada laki-laki usia tua yang telah mengalami
kelemahan pada otot dinding abdomen. Sebaliknya pada dewasa muda yang berkisar
antara 20-40 tahun yang merupakan usia produktif. Pada usia ini bisa terjadi peningkatan
tekanan intraabdominal apabila pada usia ini melakukan kerja fisik yang berlangsung
terus-menerus yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis indirek.

Gambar 2.7. Hernia

b. Pekerjaan. Pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terjadinya hernia inguinalis ialah
pekerjaan fisik yang dilakukan secara terus-menerus sehingga dapat meningkatan tekanan
intraabdominal dan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia inguinalis.
Aktivitas (khususnya pekerjaan) yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
memberikan predisposisi besar terjadinya hernia inguinalis pada pria. Dan apabila terjadi
pengejanan pada aktivitas fisik maka proses pernapasan terhenti sementara menyebabkan
diafragma berkontraksi sehingga meningkatkan kedalaman rongga torak, pada saat
bersamaan juga diafragma dan otot-otot dinding perut dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen sehingga terjadi dorongan isi perut dinding abdomen ke kanalis inguinalis.
Pekerjaan dikategorikan atas kerja fisik dan kerja mental. Kerja fisik adalah kerja yang
memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya, contohnya buruh, supir
antar kota, atlet dan supir. Kerja mental adalah kerja yang memerlukan energi lebih sedikit
dan cukup sulit mengukur kelelahannya, contohnya pegawai kantor dan guru.
c. Batuk Kronis. Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,
peningkatan tekanan intratoraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara eksplosif untuk
mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk
mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan
intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan volume
paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi kontraksi otot ekspirasi
karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan intratorakal yang meninggi,
intraabdomen pun ikut tinggi. Apabila batuk berlangsung kronis maka terjadilah
peningkatan tekanan intraabdominal yang dapat menyebabkan terbuka kembali kanalis
inguinalis dan menimbulkan defek pada kanalis inguinalis sehingga timbulnya hernia
inguinalis.
d. Obesitas. Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi
kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Pada orang yang obesitas
terjadi kelemahan pada dinding abdomen yang disebabkan dorongan dari lemak pada
jaringan adiposa di dinding rongga perut sehingga menimbulkan kelemahan jaringan
rongga dinding perut dan terjadi defek pada kanalis inguinalis. Pada obesitas faktor risiko
lebih besar apabila sering terjadi peningkatan intraabdomen, misalnya: mengejan, batuk
kronis, dan kerja fisik. mak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi
dengan jumlah simpanan

1.7. Etiologi 5
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Lebih banyak terjadi pada lelaki daripada perempuan. Berbagai faktor penyebab
berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan faktor yang dapat
mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar. Pada orang sehat ada
tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis
yang berjalan miring, adanya struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus
inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia transversa yang kuat sehingga
menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot.
Proses mekanisme ini meliputi saat otot abdomen berkontraksi terjadi peningkatan
intraabdomen lalu m. oblikus internus dan m. tranversus berkontraksi, serabut otot yang
paling bawah membentuk atap mioaponeurotik pada kanalis inguinalis. Konjoin tendon yang
melengkung meliputi spermatic cord yang berkontraksi mendekati ligamentum inguinale
sehingga melindungi fasia transversalis. Kontraksi ini terus bekerja hingga ke depan cincin
interna dan berfungsi menahan tekanan intraabdomen.
Kontraksi m.transversus abdominis menarik dan meregang crura anulus internus,
iliopubic tract, dan fasia transversalis menebal sehingga cincin menutup seperti spincter
(Shutter Mechanism). Pada saat yang sama m. oblikus eksternus berkontraksi sehingga
aponeurosisnya yang membentuk dinding anterior kanalis inguinalis menjadi teregang dan
menekan cincin interna pada dinding posterior yang lemah. Gangguan pada mekanisme ini
dapat menyebabkan terjadinya hernia.

1.8. Patofisiologi
Hernia inguinal dapat terjadi secara kongenital maupun didapat. Kanalis inguinalis
adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 dari kehamilan, terjadinya desensus
testikulorum melalui kanalis inguinalis. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke
daerah skrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis
peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi
rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum
menutup, karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis
inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini
akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel.
Bila kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka terjadi patent processus
vaginalis (PPV), sehingga akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.6,7
Hernia pada orang dewasa biasanya terjadi karena lanjut usia, karena pada umur yang
tua otot dinding rongga perut dapat melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan
jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup,
namun karena daerah ini merupakan lokus minoris resistansi, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti, batuk kronik, bersin yang kuat dan
mengangkat barang-barang berat dan mengejan, maka kanal yang sudah tertutup dapat
terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan
tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah
melemas akibat trauma, hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas, dan kelainan
kongenital.6

1.9. Gambaran Klinis 4


Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau
suatu kantong setinggi annulus inguinalis profundus.
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha yang timbul
pada waktu mengedan. Batuk atau mengangkat benda berat, dan menghilang waktu istirahat
baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya
diketahui oleh orang tua. Jika hernia terjadi pada anak atau bayi, gejalanya terlihat anak
sering gelisah, banyak menangis, dan kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan
kemungkinan terjadi hernia strangulata. Pada inspeksi diperhatikan keadaan asimetri pada
kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta
mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat. Palpasi
dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, di raba konsistensinya dan dicoba mendorong
apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari
kelingking pada anak-anak. Cincin hernia dapat diraba, dan berupa anulus inguinalis yang
melebar.
Gambaran klinis yang penting dalam penilaian hernia inguinalis meliputi tipe,
penyebab, dan gambaran. Hernia inguinais direct, isi hernia tidak terkontrol oleh tekanan
pada cincin internal, secara khas menyebabkan benjolan ke depan pada lipat paha, tidak turun
ke dalam skrotum. Hernia inguinalis indirect, isi hernia dikontrol oleh tekanan yang melewati
cincin internal, seringkali turun ke dalam skrotum.

1.10. Diagnosis 7
Umumnya pasien datang pada keadaan darurat bedah, yaitu dimana sudah mengalami
inkarserata dan strangulate isi kantung hernia. Pasien dengan gejala hernia, tampak kesakitan,
perubahan kebiasaan berkemih, nyeri saat berkemih, nyeri pada area inguinal terutama pada
sore atau malam hari atau setelah aktivitas berkepanjangan. Karakteristik nyeri umumnya
yang terjadi adalah nyeri tajam. Pertanyaan harus diarahkan untuk mengkarakterisasi apakah
hernia dapat direduksi sebelumnya, serta durasi dan waktu gejala.
Pada pemeriksaan fisik, idealnya pasien harus diperiksa dalam posisi berdiri untuk
meningkatkan tekanan intra-abdominal. Pada inspeksi, mengidentifikasi tonjolan yang tidak
normal sepanjang selangkangan atau di dalam skrotum. Jika tonjolan yang jelas tidak
terdeteksi, maka lakukan palpasi. Palpasi dilakukan dengan memajukan jari telunjuk melalui
skrotum menuju cincin inguinalis eksternal. Hal ini memungkinkan kanal inguinalis untuk
dieksplorasi. Pasien kemudian diminta untuk melakukan manuver Valsava untuk
menonjolkan isi hernia. Manuver ini akan mengungkapkan tonjolan abnormal dan
memungkinkan dokter untuk menentukan apakah hernia dapat direduksi atau tidak.
Pemeriksaan sisi kontralateral memberi dokter kesempatan untuk membandingkan
kehadirannya dan luasnya herniasi antar sisi.

Gambar 2.8. Pemeriksaan Digital canalis inguinal

Teknik-teknik tertentu dari pemeriksaan fisik telah digunakan untuk membedakan


antara langsung dan tidak langsung hernia. Tes oklusi inguinal mengharuskan pemeriksa
memblokir cincin inguinalis internal dengan jari saat pasien diinstruksikan untuk batuk.
Dorongan yang terkontrol menunjukkan hernia tidak langsung, sedangkan herniasi persisten
menunjukkan hernia langsung. Transmisi impuls batuk ke ujung jari menyiratkan hernia tidak
langsung, sedangkan impuls teraba pada dorsum jari menyiratkan hernia langsung.
Dalam kasus diagnosis yang ambigu, pemeriksaan radiologis dapat digunakan sebagai
tambahan untuk anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pencitraan dalam kasus yang jelas tidak
perlu dan mahal. Yang paling modalitas radiologis umum termasuk ultrasonografi (USG),
computed tomography (CT), dan pencitraan resonansi magnetic (MRI).
Ultrasonografi (US) adalah teknik yang paling tidak invasif dan tidak memberikan
radiasi pada pasien. Struktur anatomi bisa lebih mudah diidentifikasi dengan adanya tanda-
tanda tulang di kanalis inguinalis dan struktur lain seperti pembuluh epigastrika inferior
digunakan untuk menentukan anatomi selangkangan. Tekanan intra-abdomen positif
digunakan untuk herniasi isi perut. Pergerakan konten ini melalui kanal sangat penting untuk
membuat diagnosis dengan US, dan kurangnya gerakan ini dapat menyebabkan hasil negatif
palsu. Pergerakan normal korda spermatika dan posterior dinding perut terhadap dinding
perut anterior dapat menyebabkan diagnosis positif palsu dari hernia. US mendeteksi inguinal
hernia dengan sensitivitas 86% dan spesifisitas 77%.
CT dan MRI memberikan gambar statis yang mampu menggambarkan anatomi
dengan sangat baik dan untuk mengecualikan diagnosis banding. CT standar mendeteksi
hernia inguinalis dengan sensitivitas 80% dan spesifisitas 65%. MRI sangat jarang dilakukan,
sensitivitas 95% dan spesifisitas 96%.

Gambar 2.9. Hasil CT-Scan pada hernia inguinal dextra (panah)

1.11. Diagnosis Banding


Diagnosis banding hernia inguinal terdiri dari8 :
a. Limfadenopati
b. Limpoma
c. Hidrokel
d. Testis ektopik
e. Abses

1.12. Tatalaksana
Prinsip pengobatan operative pada hernia inguinalis adalah Sebelum tindakan operasi
pada pasien hernia, terlebih dahulu juga harus memperbaiki faktor yang memperburuk hernia
(batuk kronis, obstruksi prostat, tumor kolon, ascites). Tujuan dari semua perbaikan hernia
adalah untuk menghilangkan kantong peritoneal (pada hernia inguinalis indirek) dan untuk
menutupi defek pada fasia di dinding inguinal. Perbaikan tradisional didekati jaringan asli
menggunakan jahitan permanen. Jenis-jenis operasi pada hernia inguinalis adalah4 :
a. Herniotomi. Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan kembali
isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong kantong hernia.
Herniotomi dilakukan pada anak-anak dikarenakan penyebabnya adalah proses kongenital
dimana prossesus vaginalis tidak menutup.
b. Herniorafi. Herniorafi adalah membuang kantong hernia di sertai tindakan bedah plastik
untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis. Herniorafi
dilakukan pada orang dewasa karena adanya kelemahan otot atau fasia dinding belakang
abdomen.
c. Hernioplasti. Hernioplasti adalah tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.

Penelitian menunjukkan bahwa hernia inguinalis dengan sedikit atau tanpa gejala
dapat menunda operasi dengan aman (watchful waiting). Namun, pasien yang menunda
operasi harus memperhatikan gejala dan menemui dokter secara teratur. Sekitar 70 % pasien
yang menunda operasi dapat mengalami gejala baru atau perburukan gejala. Umumnya,
pasien membutuhkan pembedahan dalam waktu 5 tahun.9

1.13. Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia, isi hernia
dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia reponibel. Hal ini dapat terjadi kalau isi
hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal. Di sini tidak
timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Isi hernia dapat pula terjepit oleh cincin hernia
sehingga terjadi hernia inkaserata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.
Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan
hernia obturatoria, maka lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkaserasi
retrograd, yaitu dua segmen usus terjepit didalam kantong hernia dan satu segmen lainnya
berada dalam rongga peritoneum seperti huruf “W”. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan
gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga
terjadi edema organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia.
Timbulnya edema yang menyebabkan jepitan cincin hernia makin bertambah sehingga
akhirnya peredaran darah jaringan terganggu (strangulasi). Isi hernia menjadi nekrosis dan
kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Apabila isi hernia terdiri
atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.5

1.14. Prognosis
Sekitar 25% pria berisiko seumur hidup terkena hernia inguinalis, hal ini dikaitkan
dengan beberapa faktor yang dominan diturunkan, seperti indeks massa tubuh yang rendah,
konstipasi kronis, sindrom Ehlers-Danlos, dan prostatektomi merupakan faktor risiko
tambahan, serta pekerjaan tertentu juga mempengaruhi pembentukan hernia inguinalis.
Tingkat kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis adalah 3-8%. Faktor terkait pasien
yang meningkatkan risiko kekambuhan hernia inguinalis adalah obesitas dan merokok.3
BAB 3
KESIMPULAN

Hernia inguinalis adalah kondisi protrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke


rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis. Materi
yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak
atau omentum. Hernia inguinalis dapat terjadi dipengaruhi oleh faktor resiko usia, pekerjaan,
batuk kronis dan obesitas. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau
karena sebab yang didapat, dengan perjalanan penyakit yang berbeda. Diagnosis umumnya
dapat diberikan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan untuk menghilangkan diagnosis banding. Tatalaksana dapat berupa watchful
waiting, dan operasi yang meliputi herniotomy, herniorafi, atau hernioplasty.
DAFTAR PUSTAKA

1. Burcharth J. The epidemiology and risk factors for recurrence after inguinal hernia
surgery. Dan Med J. 2014;61(5).
2. Miller HJ. Inguinal Hernia Mastering the Anatomy. Surg Clin N Am [Internet].
2018;98:607–12. Available from:
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/56778533/inguina_hernia_mastery_the_anatomy
-with-cover-page-v2.pdf?
Expires=1635603314&Signature=FCoaxDJO3iBVIwtDtLJvU6LnJeadCxT5HrWRJ83
MC6Oeb~MxGAeiV7N8b8~WSSaeXfCclm1XnxqSpNVYu9KSUCa2GtrjUHDd4a0
DjVvemkL5AWGZlqvt5ALja
3. Jensen KK, Henriksen NA, Jorgensen LN. Inguinal Hernia Epidemiology. In:
Textbook of Hernia [Internet]. 2017. Available from:
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-319-43045-4_4#citeas
4. Amrizal. Hernia Inguinalis : Tinjauan Pustaka. Syifa’MEDIKA. 2015;6(1).
5. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC`; 2011.
6. Liwang F, Yuswar PW, Wijaya E, Sanjaya NP. Kapita Selekta Kedokteran. 5th ed.
Jakarta: FK UI; 2020.
7. Brunicardi FC. Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed. Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, Pollock RE, editors. New York: Mc Graw Hill;
2015. 1495 p.
8. Hammoud M, Gerken J. Inguinal Hernia [Internet]. StatPearls. 2021 [cited 2021 Oct
31]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513332/
9. National Institute of Diabetes Digestive and Kidney Diseases. Inguinal Hernia
[Internet]. NIDDK. 2019 [cited 2021 Oct 29]. Available from:
https://www.niddk.nih.gov/health-information/digestive-diseases/inguinal-hernia

Anda mungkin juga menyukai