MAKALAH Akuntansi Musyarakah
MAKALAH Akuntansi Musyarakah
MAKALAH Akuntansi Musyarakah
AKUNTANSI SYARIAH
AKUNTANSI MUSYARAKAH
2023/2024
KATA PENANTAR
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi
Syariah. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih serta maaf kepada semua
pihak, terutama kepada BapakRusman Azizoma M.AK. Karena telah mengajar dan
membimbing penulis. Semoga makalah ini bisa menambah wawasan kita baik
kepada penulis dan pembaca sehingga kita selalu di jalan kebenaran.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari pengetahuan dan
pengalaman penulis masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran terutama dari Bapak Rusman Azizoma
M.AK.
Akhir kata penulis ucapkan semoga Allah SWT selalu meridhoi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musyarakah adalah akad kerjasama yang didasarkan atas dasar bagi hasil.
Berbeda dengan akad Mudharabah, dimana pemilik dana menyerahkan modal
sebesar 100% dan pengelola dana berkontribusi dalam bekerja. Sedangkan
dalam akad Musyarakah, para mitra berkontribusi dalam modal maupun kerja.
Keuntungan dari usaha Syariah akan dibagikan kepada para mitra ketika akad.
Sedangkan kerugian akan ditanggung para mitra sesuai dengan nisbah yang
telah disepakati para mitra ketika akad, sedangkan kerugian akan ditangung para
mitra sesuai dengan proporsi modal. Para mitra melakukan akad Musyarakah
dilandasi dengan keinginan kuat untuk meningkatkan harta kekayaan yang
dimilikinya melalui kerjasama diantar mereka.
B. Rumusan Masalah
Latar belakang persoalan yang telah dipaparkan diatas menjadi dasar disusunya
rumusan masalah. Adapun, secara lebih spesifik persoalan-persoalan yang
hendak dibahas dalam makalah ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Akad Musyarakah?
2. Sebutkan apa saja dasar-dasar Syariah?
3. Jelaskan bagaimana Akad Musyarakah berakhir?
4. Jelaskan bagaimana Penetapan Nisbah dalam Akad Musyarakah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akad Musyarakah!
2. Untuk mengetahui dasar-dasar Syariah!
3. Untuk mengetahui bagaimana akad Musyarakah itu berakhir!
4. Untuk mengetahui Penetapan Nisbah dalam Akad Musyarakah!
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Imron Rosyadi, Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah, (Depok: Kencana,
2017), 57-58.
2
Skema Musyarakah
Keterangan:
1) Mitra 1 dan Mitra 2 menyepakati akad musyarakah
2) Proyek usaha sesuai akad musyarakah dikelola bersama
3) Proyek usaha menghasilkan laba atau rugi
4) Jika untung dibagi sesuai nisbah, tapi jika rugi akan dibagi sesuai
proporsi modal.
Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut,
hasilnya harus dibagi sesuai dengan porsi masing-masing sampai mereka
memutuskan untuk membagi atau menjualnya. Syirkah Al-Milk kadang
bersifat ikhtiariyyah (sukarela) atau jabariyyah (tidak sukarela).
Misalnya harta bersama dan dapat dibagi, namun para mitra memutuskan
untuk tetap memilikinya bersama, maka Syirkah Al-Milk tersebut bersifat
ikhtiari (sukarela).
Namun apabila barang tersebut tidak dapat dibagi dan mereka
terpaksa harus memilikinya bersama, maka Syirkah Al-Milk tersebut
bersifat Jabari (tidak sukarela/ terpaksa). Misalnya, Syirkah diantara ahli
waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
b) Syirkah Al-‘Uqud (kontrak), yaitukemitraan yang tercipta dengan
kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan modal/ dana atau
dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini
3
dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak
yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
kerja sama investasi, berbagi untung dan resiko.2 Berbeda dengan syirkah
al-milk, syirkah al-‘uqud dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
1) Syirkah abdan (syirkah fisik) disebut juga syirkah a’mal (syirkah kerja)
atau syirkah shanaa’I (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul
(syirkah penerimaan). Syirkah abdan adalah bentuk kerja sama antara
dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/ professional, dimana
mereka sepakat untuk bekerja sama mengerjakan suatu peerjaan dan
berbagi penghasilan yang diterima dan hasil dari upah atau pekerjaan
tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka.
2) Syirkah wujuh adalah kerja sama antara dua pihak dimana masing-
masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka
menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing-
masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit wrothines
tanpa menyetorkan modal. Contoh: ketika dua orang atau lebih
membeli membeli suatu barang tanpa tanpa modal atau secara kredit,
yang ada hanyalah nama baik mereka dan kepercayaan para pedagang
terhadap mereka dan keuntungan yang diperoleh adalah untuk mereka.
Setiap mitra menjadi penanggung dan agen bagi mitra yang lainnya,
dengan kata lain pembelian barang tersebut ditanggung bersama dan
keuntungan dibagi kepada para mitra berdasarkan kesepakatan
bersama.
3) Syirkah’inan (negosiasi) adalah bentuk kerja sama dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama,
baik dalam hal modal maupun pekerjaan. Tanggung jawab mitra dapat
berbeda dalam pengelolaan usaha, stiap mitra bertindak sebagai kuasa
(agen) dari kemitraan itu, tetapi bukan merupakan penjamin bagi mitra
usaha lainny. Namun demikian, kewajiban terhadap pihak ketiga adalah
2
Mardani, Hukum Bisnis Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 143.
4
sendiri-sendiri, tudak ditanggung secara bersama-sama. Dalam artian
hanya mitra yang melakukan transaksi yang bersangkutan saja yang
dapat mengajukan gugatan kepada pihak lain yang telah melakukan
hubungan perjanjian dengannya, dan pihak ketiga tersebut hanya dapat
melakukan tindakan hukum terhadap mitra yang melakukan hubungan
perjanjian dengannya saja.
Hal ini disebabkan karena kemitraan ‘inan di antara para mitra
hanya saling memberikan kuasa, tetapi tidak saling memberikan
penjaminan. Sebagai konsekuensinya, seorang mitra tidak bertanggung
jawab terhadap kewajiban yang dibuat oleh mitra lainnya, keuntungan
yang diperoleh akan dibagi pada para mitra sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal.
4) Syirkah mufawwadhah adalah bentuk kerja sama dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik
dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko
kerugian. Masing-masing mitra memiliki kewenangan penuh untuk
bertindak bagi dan atas nama pihak yang lain. Konsekuensinya, setiap
mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan-tindakan hukum
dan komitmen-komitmendari para mitra lainnya dalam segala hal yang
menyangkut kemitraan ini.
Dengan demikian, tuntutan pihak pihak ketiga dapat diajukan
kepada setiap mitra, dan secara bersama-sama bertanggung jawab atas
liabilitas (liabilities) yang ada memang timbul dari operasi bisnis
syirkah tersebut. Sebaliknya, setiap mitra dapat mengajukan tuntutan
terhadap pihak ketiga tanpa perlu memperhatikan apakah mitra yang
bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang menimbulkan
tuntutan itu.
5
2. Adapun kontribusi dana investasi yaitu sebagai berikut:
a) Musyarakah Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dari
setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa
akad (PSAK No. 106 par 04). Contohnya, antara mitra A dan mitra P yang
melakukan syirkah menanamkan modal yang jumlah awal masing-masing
Rp. 20.000.000, maka sampai akhir masa akad syrikah modal mereka
masing-masing tetap Rp. 20.000.000.
b) Musyarakah Menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana
salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya,
sehinga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra
lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.
(PSAK No. 106 par 04) contohnya, antara mitra A dan mitra P yang
melakukan syirkah, mitra P menanamkan Rp. 10.000.000 dan mitra A
menanamkan Rp. 20.000.000. Seiring berjalannya kerja sama syirkah
tersebut, modal mitra P Rp. 10.000.000 tersebut akan beralih kepada mitra
A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.
B. Dasar Syariah
1. Sumber Hukum Akad Musyarakah
a) Al-Qur’an
Terdapat dalam QS. Shaad:24 yang artinya: “Sesungguhnya dia
telah berbuat zalim kepdamu dengan meminta kambingmu itu untuk
ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada
sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” Dan Daud mengetahui
bahwa Kami mengujinya; makai ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertobat.
b) As-Sunnah
Hadis Qudsi dari Abu Hurairah: “Aku (Allah) adalah pihak ketiga
dari orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak
berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap
6
lainnya maka Aku keluar dari keduanya”. (HR.Abu Dawud dan Al-Hakim
dari Abu Hurairah).3
Dalam hadis ini Rasulullah bersabda: “Pertolongan Allah tercurah
atas dua pihak yang berserikat, sepanjang keduanya tidak saling
berkhianat”. (HR. Muslim).
Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan Hadis diatas, seluruh fuqaha
sepakat menetapkan bahwa hukum Syirkah adalah mubah, meskipun
mereka masih memperselisihkan keabsahan hukum beberapa jenis
syirkah.
2. Rukun dan Ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah
a. Rukun Musyarakah ada 4 yaitu:
1) Pelaku terdiri atas para mitra
2) Objek Musyarakah berupa modal dan kerja
3) Ijab kabul/ serah terima
4) Nisbah keuntungan
b. Ketentuan Syariah
1) Pelaku, para mitra harus cakap hukum dan balig
2) Objek Musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya
akad musyarakah yaitu harus ada modal dan kerja
3) Ijab dan Kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho/ rela
diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis,
melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi
modern.
4) Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati
leh para mitra di awal akad, sehingga resiko perselisihan di antara para
mitra dapat dihilangkan.
3
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015), 229-230.
7
C. Berakhirnya Akad Musyarakah
1. Salah seorang mitra menghentikan akad
2. Salah seorang mitra meninggal atau hilang akal. Dalam hal ini mitra yang
meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya
yang cakap hokum (baligh dan berakal sehat), apabila disetujui oleh semua
ahli waris lain dan mitra lainnya.
3. Modal musyarakah hilang atau habis
Apabila salah satu mitra keluar dari kemitraan baik dengan mengundurkan
diri, meninggal atau hilang akal, maka kemitraan tersebut dikatakan bubar.
Karena musyarakah berawal dari kesepakatan untuk bekerja sama dan dalam
kegiatan operasional setiap mitra mewakili mitra lainnya. Dengan salah
seorang mitra tidak ada lagi berarti hubungan perwakilan itu sudah tidak ada.
D. Penetapan Nisbah dalam Akad Musyarakah
Nisbah dapat ditentukan melalui 2 cara yaitu:
1. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara
proporsional sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah jumlah
pekerjaan yang dilaksanakan oleh para mitra sama ataupun tidak sama.
Apabila salah satu pihak menyetorkan modal lebih besar, maka pihak tersebut
akan mendapatkan proporsi laba yang lebih besar.
Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi di antara kita”,
berarti keuntungan akan dialokasikan menurut porsi modal masing-masing
mitra.
2. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan
hanya modal yang disetorkan tapi juga tanggung jawab, pengalaman,
kompetensi atau waktu kerja yang lebih panjang.
Ibni Qudamah mengatakan “Pilihan dalam keuntungan dibolehkan
dengan adanya kerja, karena seorang dari mereka mungkin lebih ahli dalam
bisnis dari yang lain dan ia mungkin lebih kuat ketimbang yang lainnya
8
dalam melaksanakan pekerjaan. Karenanya ia diizinkan untuk menuntut
lebih bagian keuntungannya”.
Mazhab Hanafi dan Hambali berargumentasi bahwa keuntungan
bukan hanya modal, melainkan hasil interaksi antara modal dan kerja. Bila
salah satu mitra lebih berpengalaman, ahli dan teliti dari lainnya, dibolehkan
baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya sendiri suatu bagian tambahan dari
keuntungan sebagai ganti dari sumbangan kerja yang lebih banyak. Mereka
merujuk pada perkataan Ali bin Abi Thalib r.a. “keuntungan harus sesuai
dengan yang mereka tentuan, sedangkan kerugian harus proporsional
dengan modal mereka.”4
4
Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta Selatan: Salemba
Empat, 2023), 107-113.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Investasi musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk menjalankan suatu usaha tertentu dengan tujuan mencari keuntungan,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal. Hal ini yang
membedakan antara musyarakah dengan mudharabah, dimana dalam
mudharabah hanya salah satu pihak saja sebagai penyandang dana.
Setiap mantra hanya harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan ia
menjadi wakil mitra lain yaitu sebagai agen bagi usaha kemitraan. Oleh karena
itu, seorang mitra tidak dapat lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra
lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal. Apabila usaha tersebut
untung maka keuntungan akan dibagikan kepada kepada para mitra sesuai
dengan nisbah yang disepakati (baik berdasarkan modal maupun cara lain yang
disepakati), sedanglan bila rugi akan di distribusikan pada para mitra sesuai
dengan porsi modal dari setiap mitra.
Ada beberapa jenis musyarakah yaitu musyarakah permanen dimana di
mana bagian dana setiap mitra jumlahnya selalu tetap hingga akhir masa akad
dan musyarakah menurun di mana bagian dana salah satu mitra akan berkurang
secara bertahap karena diambil alih oleh mitra lainnya. Sedangkan dari sisi
tujuan/ formalisasi akad, ada yang dilakukan secara formal perjanjiannya
(syirkah al-‘uqud) dan tidak secara formal bentuk perjanjiannya (syirkah al-
milk). Namun dari dua jenis musyarakah tersebut, tercermin karakteristik dari
definisi musyarakah.
Musyarakah adalah transaksi halal, karena disandarkan atas sumber hokum
yang kuat, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah, tentu saja jika seluruh rukun dan
ketentuan syariahnya terpenuhi. Untuk pencatatan akuntansi musyarakah telah
diatur pada PSAK No. 106. Tanggung jawab pencatatan berada di pihak mitra
aktif sebagai pengelola, namun mitra aktif dapat melakukannya sendiri atau
menunjuk pihak lain untuk melakukannya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Imron Rosyadi, 2017. Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah, Depok: Kencana.
Sri Nurhayati, Wasilah, 2023 Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta Selatan: Salemba Empat.
Mardani, 2015, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, Jakarta: Prenadamedia
Group.
Mardani, 2014. Hukum Bisnis Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group.
11