Akad Musyarakah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

AKAD MUSYARAKAH

Dosen Pengampu:
Anita Dwi Utami, S.E.,M.Ak.

Disusun Oleh :

Aditya Banyu Pamungkas 220330221029


Dilah Aina Kasturi 220330221088
Indriyani Dwi Lestari 220330221089
Mita Karmila 220330221006
Sindi Melinda 220330221096
Yuliani Sri Rahayu 220330221005

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT.karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Akad Musyarakah”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Akuntansi
Syariah. Dalam proses pembuatan penulisan ini penulis banyak menghadapi banyak
kenadala, tetapi itu semua bisa diatasi dengan dukungan dan motivasi dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan
demikian, penulis berharap kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini.Semoga penulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca
dikemudian hari.

Sumedang, 17 Mei 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan


kegiatan-kegiatan bisnis.Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu dengan
sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada
seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen.Suatu usaha, walaupun
direncanakan dengan sebaik-baiknya, tetap mempunyai resiko untuk gagal.Faktor
ketidakpastian adalah faktor yang sudah menjadi sunnatullah.

Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip
yang sangat mendasar dari ekonomi Islam yang dianggap dapat mendukung aspek
keadilan.Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam. Penetapan suatu
hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat
memberatkan salah satu pihak yang berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi akad musyarakah?
2. Bagaimana jenis-jenis akad musyarakah?
3. Bagaimana karakteristik dan jenis akad musyarakah?
4. Bagaimana dasar syariah tentang akad musyarakah?
5. Bagaimana berakhirnya akad musyarakah?
6. Bagaimana penetapan nisbah dalam akad musyarakah?
7. Bagaimana perlakuan akuntansi dalam akad musyarakah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mendeskripsikan definisi akad musyarakah
2. Mendeskripsikan jenis-jenis akad musyarakah
3. Mendeskripsikan karakteristik dan jenis akad musyarakah
4. Mendeskripsikan dasar syariah tentang akad musyarakah
5. Mendeskripsikan berakhirnya akad musyarakah
6. Mendeskripsikan penetapan nisbah dalam akad musyarakah
7. Mendeskripsikan perlakuan akuntansi dalam akad musyarakah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Akad Musyarakah


Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah. Menurut bahasa
Arab, syirkah berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyruku (fi’ilmudhari’),
syarikan / syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); yang artinya menjadi sekutu
atau syarikat (kamus al munawar) menurut arti asli bahasa Arab, syirkah berarti
mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian
dengan bagian lainnya. Sedangkan pengertian syirkah secara istilah, dikemukakan
oleh beberapa ulama sebagai berikut:
1. Definisi syirkah menurut Sayyid Sabiq, ialah: Akad antara dua orang dalam
(penanaman) modal dan (pembagian) keuntungan.
2. Definisi syirkah menurut Taqiyuddin Abi Bakr Muhammad Al Husaini, ialah:
Ungkapan tentang penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang
atau lebih menurut cara yang telah diketahui.
3. Definisi syirkah menurut Wahbah Az Zuhaili, ialah: Kesepakatan dalam
pembagian hak dan usaha.

PSAK 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Para mitra
bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu dalam
masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, selanjutnya salah satu
mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati
nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain. Investasi musyarakah
dapat dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan


bahwa musyarokah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal
(mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal.
B. Jenis-Jenis Akad Musyarakah
Berdasarkan eksistensinya, Musyarakah dapat dibagi menjadi akad Syarikah Amlak
dan Syarikah Uqud.
1. Syirkah Al-Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang
keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan
bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang atau
lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau
perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi. Bentuk Syirkah
al-milkini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Syirkah al-milk kadang bersifat ikhtiariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau
jabariyyah (jabari/tidak sukarela/involuntary). Misalnya harta bersama
(warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk
tetap memilikinya bersama, maka syirkah al-milk tersebut bersifat ikhtiari
(sukarela/voluntary). Contoh: kepemilikan suatu jenis barang misalnya rumah
yang dibeli secara bersama.
b. Syirkah al-milk bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary atau terpaksa) yaitu
apabila suatu barang tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa harus
memilikinya bersama. Contoh: syirkah di antara ahli waris terhadap harta
warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
2. Syirkah al-‘uqud (kontrak), yaitu kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan
dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap
mitra dapat berkontribusi dengan modal/dana dan atau dengan bekerja, serta
berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai
kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara
sukarela berkeinginan untuk membuat suatu kerja sama investasi dan berbagai
untung dan risiko. Berbeda dengan syirkah al-milk, dalam kerja sama jenis ini
setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari pihak lainnya. Syirkah al-‘uqud
dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Syirkah Abdan
Syirkah Abdan (syirkah fisik), disebut juga syirkah a’mal (syirkah kerja)
atau syirkah shanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah
penerima). Syirkah Abdan adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau
lebih dari kalangan pekerja profesional di mana mereka sepakat untuk bekerja
sama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagai penghasilan yang diterima.
Para mitra mengkontribusikan keahlian dan tenaganya untuk mengelola
bisnis tanpa menyetorkan modal. Hasil atau upah dari pekerjaan tersebut
dibagi sesuai dengan kesepakatan mereka. Contohnya: kerja sama antara para
akuntan, dokter, ahli hukum, tukang jahit, tukang bangunan dan lainnya.
b. Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh merupakan bentuk kerja sama antara dua pihak dimana
masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Mereka
menjalankan usahanya atas kepercayaan pihak ketiga.masing-masing mitra
menyumbangkan nama baik, reputasi, credit worthiness, tanpa menyetorkan
modal. Contohnya: ketika dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa
modal atau secara kredit, yang ada hanyalah nama baik mereka dan
kepercayaan para pedagang terhadap mereka, dan keuntungan yang diperoleh
adalah untuk mereka. Setiap mitra menjadi penanggung dua agen bagi mitra
yang lainnya, dengan kata lain pembelian barang tersebut ditanggung bersama.
Keuntungan dibagi kepada siapa pun mitra berdasarkan kesepakatan bersama.
c. Syirkah ‘Inan (negosiasi)
Syirkah ‘Inan merupakan bentuk kerja sama dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik
dalam hal modal atau pekerjaan. Tanggungjawab para mitra dapat berbeda
dalam pengelolaan usaha. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa (agen) dan
kemitraan itu, tetapi bukan merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya.
Namun demikian, kewajiban terhadap pihak ketiga adalah sendiri-sendiri,
tidak ditanggung secara bersama-sama. Keuntungan yang diperoleh akan
dibagi pada para mitra sesuai kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi
secara propesional sesuai dengan kontribusi modal.
d. Syirkah Mufawwadhah
Syirkah Mufawwadhah merupakan bentuk kerja sama dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal
modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Masing-
masing mitra memiliki kewenangan penuh untuk bertindak bagi dan atas nama
pihak yang lain. Konsekuensinya, setiap mitra sepenuhnya bertanggung jawab
atas tindakan-tindakan hukum dan komitmen-komitmen dari para mitra
lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan ini.
C. Karakteristik dan Jenis Akad Musyarakah
1. Karakteristik Akad Musyarakah
Beberapa karakteristik yang terdapat pada akad musyarakah adalah sebagai
berikut:
1) Penyajian ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2) Pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap hukum.
3) Biaya operasional dibebankan pada modal bersama, jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
4) Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha.
5) Investasi dapat berbentuk kas atau setara kas maupun aset non kas.
6) Setiap mitra dapat meminta jaminan kepada mitra lainnya, karena dalam
musyawarah para pihak tidak dapat saling menjamin dana mitra lainnya.
7) Pendapatan dapat dibagikan secara proporsional sesuai dana disetor maupun
sesuai nisbah, sedangkan kerugian dibagikan secara proporsional sesuai modal
disetor.
8) Para jumlah bagi hasil untuk mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang
disepakati.
9) Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait
dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
2. Jenis dan Alur Transaksi Akad Musyarakah
a. Jenis Akad Musyarakah
1) Musyarakah Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana
setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa
akad. (PSAK No. 106 par 04). Contohnya: antara mitra A dan mitra P yang
melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal
masing-masing Rp 20.000.000, maka sampai akhir masa
akad syirkah modal mereka masing-masing tetap Rp 20.000.000.
2) Musyarakah Menurun/ Musyarakah
Mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu
mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian
dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan
menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.(PSAK No. 106 par 04).
Contohnya: antara mitra A dan mitra P melakukan akad musyarakah, mitra
P menanamkan Rp 10.000.000 dan menanamkan Rp 20.000.000 .seiring
berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P Rp
10.000.000 tersebut akan beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara
bertahap yang dilakukan oleh mitra A.
b. Alur transaksi musyarakah dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut :

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


1) Dalam suatu proyek, sesuai kesepakatan LKS anugrah gusti (mitra) akan
menyerahkan modal sebesar 70% dari nilai proyeknya dan
amirullah/nasabah (mitra) memberikan kontribusi modal sebesar 30% dari
nilai proyek. Pada prinsipnya dalam usaha ini, masing-masing pemodal ,
baik LKS Anugrah Gusti maupun nasabah melakukan pengelolaan usaha
secara bersama-sama. Apakah haknya di pergunakan atau tidak , hal
tersebut merupakan haknya masing-masing pemodal. Jika pemodal
(misalnya LKS Anugrah Gusti ) tidak mempergunakan haknya untuk ikut
mengelola usaha (hanya setor modal saja)-ini yang di sebut dengan mitra
pasif. Sedangkan pemodal lain (misalnya amirullah) selain memberikan
kontribusi modal juga mengelola usaha, disebut dengan mitra pasif. Dapat
juga terjadi LKS Anugrah Gusti dan Amirullah keduanya hanya setor
modal saja sedangkan pengelola usaha diserahkan kepada pihak lain. Dalam
hal demikian LKS Anugrah Gusti dan Amirullah dikategorikan sebagai
mitra pasif dan pihak lain pengelola di sebut sebagai mitra aktif. Namun
demikian jika mitra yang hanya menyetor modal saja, tidak mengelola
usaha tapi memiliki hak utama atau dapat mempengaruhi kepelaksanaan
usaha dapat di kategorikan sebagai mitra aktif.
2) Pembagian hasil usaha dilakukan sesuai nisbah yang di sepakati diawal
akad. Besarnya nisbah tidak harus sama dengan besarnya kontribusi modal
yang diberikan pada usaha tersebut, karna kemungkinan pemodal/mitra
yang satu memiliki keahlian lebih dibandingkan yang lain. Sedangkan
kerugiaan yang dialami dalam usaha tersebut dibagi kepada masing-masing
mitra/pemodal sesuai dengan besarnya sssskontribusi modal yang
diserahkan dalam usaha tersebut. Dalam contoh di atas kerugian di
tanggung oleh LKS Augrah Gusti sebesar 70% dan di tanggung oleh
Amirullah/nasabah sebesar 30%.
3) Pengembalian modal musyarakah dilakukan sesuai kesepakatan. Jika salah
satu mitra/pemodal melakukan sebagian modal musyarakah kepada
mitra/pemodal yang lain secara bertahap sehingga pada akhir akad seluruh
kepemilikan modal musyarakah menjadi milik salah satu mitra,disebut
dengan musyarakah menurun. Jika porsi modal tetap sampai berakhirnya
akad musyarakah disebut dengan musyarakah permanen.

D. Dasar Syariah Tentang Akad Musyarakah


1. Al-Quran
Ayat-ayat al-Quran yang dapat dijadikan rujukan dasar akad musyarakah, adalah:
…‫ث‬ ِ ُ‫… فَإ ِ ْن كَانُوا أ َ ْكث َ َر م ِْن َٰذَلِكَ فَ ُه ْم ش َُركَا ُء فِي الثُّل‬

“Jikaulah saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu.” (QS. An-Nisa’: 12)

…‫ت‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫ض إِ ََّّل الَّذِينَ آ َمنُوا َو‬
َّ ‫ع ِملُوا ال‬ ٍ ‫علَ َٰى بَ ْع‬ َ َ‫ِيرا مِنَ ْال ُخل‬
ُ ‫طاءِ لَيَ ْبغِي بَ ْع‬
َ ‫ض ُه ْم‬ ً ‫… َوإِ َّن َكث‬

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu sebgaian


mereka berbuat zalim kepada sebagian lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang shaleh.” (QS. Ash-Shad: 24)

2. Hadist
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad musyarakah, adalah:

‫ فاذا خانه خرجت من بينهما‬,‫ مالم يخن أحدهما صاحبه‬,‫ أ نا ثالث الشركين‬: ‫عن أبي هريرة رفعه قال ان هللا يقول‬
‫(رواه أبوا داود والحاكم عن أبي هريرة‬

“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW, bahwa Nabi SAW
bersabda, sesungguhnya Allah SWT berfirman: “aku adalah pihak ketiga antara
dua orang yng bersrikat selama salah satu pihak tidak menghianati pihak yang
lain. jika salah satu pihak telah berkhianat, aku keluar dari mereka”. (HR. Abu
Daud dari Abu Hurairah).

Hadits ini merupakan hadits qudsi dan kedudukannya shahih menurut hakim.
Dalam hadits ini Allah memberikan pernyataan bahwa Dia akan bersama dua
orang yang saling bersekutu dalam suatu usaha perniagaan, dalam arti, Allah akan
menjaga, memberikan pertolongan dan berkah-Nya atas usaha perniagaan yang
dilakukan, usaha yang dijalankan akan semakin berkembang sepanjang tidak ada
pihak yang berkhianat.

3. Ijma’
Berdasarkan sumber hukum di atas maka secara ‘Ijma para ulama sepakat
bahwa hukum musyarakah yaitu boleh. Hanya saja, mereka berbeda pendapat
tentang jenisnya. Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni telah berkata:
Muslimin telah berkonsensus akan legitimasi syarikah/musyarakah secara global,
walaupun perbedaan pendapat terdapat dalam beberapa elemen dari padanya.

E. Berakhirnya Akad Musyarakah


Akad musyarakah akan berakhir, jika:
1. Salah seorang mitra menghentikan akad.
2. Salah seorang mitra meninggal atau hilang akal
Dalam hal ini mitra yang meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah
seorang ahli warisnya yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat) apabila
disetujui oleh semua ahli waris lain dan mitra lainnya.
3. Modal musyarakah hilang/habis
Apabila salah satu mitra keluar dari kemitraan baik dengan mengundurkan diri,
meninggal atau hilang akal maka kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena
musyarakah berawal dari kesepakatan untuk bekerja sama dan dalam kegiatan
operasional setiap mitra mewakili mitra lainnya. Dengan salah seorang mitra
tidak ada lagi berarti hubungan perwakilan itu sudah tidak ada.

F. Penetapan Nisbah dalam Akad Musyarakah


Penetapan nisbah dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu:
1. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi di antara mitra secara proporsional
sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah jumlah pekerjaan yang
dilaksanakan oleh para mitra sama atau pun tidak sama. Apabila salah satu pihak
menyetorkan modal lebih besar, maka pihak tersebut akan mendapatkan proporsi
laba yang lebih besar. Jika para mitra mengatakan “keuntungan akan dibagi di
antara kita”, berarti keuntungan akan dialokasikan menurut porsi modal masing-
masing mitra.
2. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang dipertimbangkan bukan hanya
modal yang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau
waktu kerja yang lebih panjang. Nisbah bisa ditentukan sama untuk setiap mitra
(misalnya 50:50), atau sedikit (misalnya 70:30), atau proporsional dengan modal
masing-masing mitra.

G. Perlakuan Akuntansi (PSAK 106) dalam Akad Musyarakah


Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku
yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang
mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain
untuk mengelola atas namanya; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut
mengelola usaha (biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan
melakukan pencatatan akuntansi.
1. Akuntansi untuk mitra aktif
a. Pada saat akad
1) Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas
untuk usaha musyarakah.
2) Pengukuran investasi musyarakah:
a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih
tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas.
Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa
akad musyarakah.
c) Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar
disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan:
 Penyusutan yang dihitung dengan model biaya histroris, ditambah
dengan;
 Penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat
penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah.
d) Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset,
maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas
musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan
nilai wajar yang baru.
e) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi
kelayakan) tidak dapat diakui sebagai investasi musyarakah kecuali ada
persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
 Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank
syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai
dana syirkah temporer sebesar:
 Dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
 Dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan
disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset
tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
b. Selama akad
1) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana
mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
a) Jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
b) Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
2) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun dinilai sebesar
jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah
temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi
kerugian (jika ada).
c. Akhir akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan
kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.
d. Pengakuan hasil usaha
1) Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar
haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha, pendapatan
usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil
dan kewajiban.
2) Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-
masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.
3) Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif, maka kerugian
tersebut ditanggung oleh mitra aktif.
4) Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi
mitra aktif yang dilakukan secara terpisah.
2. Akuntansi untuk mitra pasif
a. Pada saat akad
1) Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan
aset nonkas kepada mitra aktif.
2) Pengukuran investasi musyarakah:
a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih
tersebut diakui sebagai:
 Keuntungan tanggungan dan diamortisasi selama masa akad, atau
 Kerugian pada saat terjadinya.
3) Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang
diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset
yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika
ada).
4) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi
kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali
ada persetujuan dari seluruh mitra.
b. Selama akad
1) Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana
mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
a) Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi dengan kerugian (jika ada)
b) Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
2) Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun dinilai sebesar
jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika ada).
c. Akhir akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh
mitra aktif diakui sebagai piutang.
d. Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif
sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai
dengan porsi dana.

Ilustrasi Akuntansi dalam Akad Musyarakah


Berikut kasus untuk menggambarkan pencatatan atas transaksi musyarakah:
1. Pembiayaan Musyarakah Kas (permanen)
Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau
aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berujud. Pembiayaan dalam bentuk kas
dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan.
Transaksi 1 (pembayaran pembiayaan musyarakah)
01/04/2010 Disepakati pembiayaan musyarakah antara Bank Muslim Syariah dengan
PT Prayoga, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Muslim Syariah sebesar
Rp. 100.000.000,00 untuk pembangunan proyek rumah tipe 120. Dana yang dimiliki
oleh PT Prayoga sebesar Rp. 150.000.000,00. Proyek dilaksanakan selama 3 bulan,
sama dengan jangka waktu akad musyarakah. Nisbah bagi hasil yang disepakati
adalah 40:60 masing-masing untuk Bank Muslim Syariah dan PT Prayoga dengan
kesepakatan profile sharing.
Analisis:
Terjadi kesepakatan musyarakah dan penyaluran dana dari Bank Muslim Syariah
kepada PT Prayoga. Pada saat ada pembayaran pembiayaan musyarakah maka bank
mencatat dalam pembiayaan musyarakah.

Tgl Keterangan Debit Kredit


(Rp) (Rp)
01/04/20 Pembiayaan musyar 100.000.0
10 akah 00 100.000.0
Kas 00
(Pembayaran kepada PT Prayoga untuk musyarakah)

Transaksi 2 (Pembayaran biaya akad)


01/04/2010 Atas kesepakatan musyarakah tersebut Bank Muslim Syariah meminta
jasa notaris untuk menyaksikan akad musyarakah sehingga menguatkan akad tersebut,
biaya akad dan notaris sebesar Rp. 200.000,00. Belum disepakati apakah biaya notaris
ini akan menambah pembiayaan atau tidak.
Analisis:
Pengakuan biaya akad musyarakah dicatat dalam uang muka, dalam rangka
akad musyarakah.
Tgl Keterangan Debit Kredit
(Rp) (Rp)
01/04/2010 Uang 200.000
muka musyara 200.000
kah
Kas
(Biaya akad pembiayaan mudharabah ditangguh Bank Muslim Syariah)
Apabila disepakati biaya akad musyarakah menambah pembiayaan musyarakah,
maka jurnal yang perlu dilakukan adalah:
Tgl Keterangan Debit Kredit
(R (R
p) p)
01/04/201 Pembiayaan musyaraka 200.00
0 h 0 200.00
Uang muka 0
akad musyarakah
(Biaya akad musyarakah diakui menambah pembiayaan)

Apabila biaya akad tidak disepakati menambah pembiayaan musyarakah, maka biaya
akad (jasa notaris) akan menambah biaya, sehingga jumlahnya adalah:
Tgl Keterangan Debit Kredit
(Rp) (Rp
)
01/04/2010 Biaya 200.000
akad musyaraka 200.000
h
Uang
muka musyarak
ah
(Biaya akad musyarakah tidak diakui menambah pembiayaan)

Transaksi 3 (Keuntungan pembiayaan musyarakah)


01/07/2010 PT Prayoga melaporkan bahwa rumah tipe 120 dapat terjual dengan
keuntungan Rp. 40.000.000,00, maka dilakukan pembayaran porsi keuntungan untuk
Bank Muslim Syariah.
Analisis:
Porsi keuntungan yang disepakati untuk Bank Muslim Syariah 40%, kesepakatan
pembagian keuntungannya adalah profit sharing, sehingga perhitungan bagi hasilnya
tidak memperhitungkan biaya-biaya produksi. Dengan demikian keuntungan yang
menjadi bagian Bank Muslim Syariah adalah sebesar Rp. 16.000.000,00 atau 40% x
Rp. 40.000.000,00.

Transaksi 4 (Pelunasan pembiayaan musyarakah)


02/07/2010 PT Prayoga melunasi atau mengembalikan pembiayaan musyarakah.
Analisis:
Pelunasan pembiayaan musyarakah dilakukan tepat waktu.
Tgl Keterangan Debit Kredit
(Rp) (Rp)
01/07/20 Kas 100.000.0
10 Pembiayaan musyar 00 100.000.0
akah 00
(Pelunasan pembiayaan musyarakah dengan PT Prayoga)

2. Kerugian musyarakah
Apabila dalam melaksanakan pekerjaan (masa penyelesaian proyek)
mengalami kerugian, maka ada dua kemungkinan penyebab terjadinya kerugian,
pertama; kerugian yang terjadi karena ketidak sengajaan atau kejadian luar biasa
(force majour), kedua; kerugian yang terjadi karena kelalaian mitra usaha.

Transaksi 1 (Sebab ketidak sengajaan (force majour))

01/07/2010 PT Prayoga melaporkan bahwa proyeknya mengalami kerugian Rp.

50.000.000,00 karena terjadi kebakaran yang disebabkan oleh arus pendek listrik

(ketidak sengajaan).

Analisis:
Terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian partner, maka akan mengurangi
pembiayaan musyarakah, yang berarti menambah kerugian Bank Muslim Syariah
sesuai porsinya. Porsi Bank Muslim Syariah adalah 40%, maka kerugian yang
ditanggung Bank Muslim Syariah adalah Rp. 20.000.000,00 (40% x Rp.
50.000.000,00).
Tgl Keterangan Debit Kredit
(Rp) (Rp)
01/07/20 Kerugian musyaraka 20.000.0
10 h 00 20.000.0
Pembayaran musyara 00
kah
(Kerugian akibat kebakaran pembiayaan musyarakah dengan PT. Prayoga)

Transaksi 2 (Sebab kelalaian mitra)


01/07/2010 PT Prayoga melaporkan bahwa disalah satu bagian bangunan proyeknya
roboh sehingga mengalami kerugian sebesar sebesar Rp. 40.000.000,00. Setelah
diselidiki ternyata kerugian itu terjadi karena PT Prayoga telah melakukan kesalahan
dalam melaksanakan proyek pembangunan tersebut. Untuk itu PT Prayoga bersedia
bersedia mengganti kerugian.
Analisis:
Kerugian yang disebabkan oleh kelalaian mitra maka sepenuhnya ditanggung oleh
mitra. Penggantian kerugian oleh PT Prayoga merupakan pertanggung jawaban mitra
atas kelalaiannya. Kejadian ini tidak perlu dicatat dalam catatan akuntansi Bank dan
tidak merubah proporsi modal mitra.

Transaksi 3 (Pelunasan pembiayaan musyarakah) sebab kelalaian mitra


02/07/2010 PT Prayoga melunasi atau mengembalikan pembiayaan musyarakah.
Analisis:
Pelunasan pembiayaan musyarakah dilakukan tepat waktu.
Tgl Keterangan Debit Kredit
(Rp) (Rp)
02/07/20 Kas 100.000.0
10 Pembiayaan musyar 00 100.000.0
akah 00
(Pelunasan pembiayaan musyarakah dengan PT Prayoga)

3. Pembiayaan musyarakah aktiva non kas


Pembiayaan musyarakah dalam bentuk aktiva non kas, berimplikasi pada
kemungkinan adanya perbedaan antara nilai buku dan nilai wajar aktiva. PSAK
59 paragraf 42, mengatur bahwa pembiayaan aktiva non kas dinilai sebesar nilai
wajar dan nilai buku maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan dan
kerugian Bank pada saat penyerahan aktiva.

Transaksi 1 (Pemberian tunai dan aktiva non kas bertahap)


Pada pembahasan sebelumnya pemberian kas dilakukan hanya satu kali,
dimungkinkan untuk mneyerahkan uang tunai atau aktiva non kas
pembiayaan musyarakah secara bertahap. Apabila hal ini dilakukan maka
pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva
non kas.
Contoh:
05/04/2011 Bank Muslim Syariah meyepakati pemberian \
pembiayaan musyarakah kepada Bapak Yoga. Keseluruhan modal syirkah adalah Rp.
100.000.000,00. Bank Muslim Syariah memberikan porsi modal Rp. 40.000.000,00
dan Rp.60.000.000,00 adalah modal Bapak Yoga. Nisbah keuntungan yang disepakati
adalah 35:65, masing-masing untuk Bank Muslim Syariah dan Bapak Yoga.
Modal syirkah Bank Muslim Syariah diberikan dalam tiga tahap. Tahap pertama
diberikan Rp. 10.000.000,00 dalam bentuk uang tunai.
Analisis:
Pembayaran uang secara tunai akan diakui sebagai pembiayaan musyarakah pada saat
terjadinya.
Tgl Keterangan Debit Kredit
(Rp) (Rp)
05/04/20 Pembiayaan musyara 10.000.0
11 kah 00 10.000.0
Kas/Rekening Bpk. 00
Yoga
(Pembayaran uang tunai pembiayaan musyarakah pada Bpk. Yoga)

Transaksi 2 (Penyerahan aktiva non kas dan selisih lebih nilai aktiva)
05/05/2011 Bank Muslim Syariah menyerahkan seperangkat peralatan bengkel yang
sudah dimiliki Bank sebagai pembiayaan musyarakah pada tahap kedua dengan nilai
wajar Rp. 15.000.000,00. Peralatan bengkel ini dahulu dibeli dengan harga Rp.
14.000.000,00.
Analisis:
Bank Muslim Syariah menyerahkan pembiayaan musyarakah tahap kedua dalam
bnetuk aktiva non kas (peralatan bengkel). Terjadi perbedaan nilai wajar aktiva
dengan nilai bukunya. Peralatan bengkel dibeli dengan harga Rp. 14.000.000,00,
sedang nilai wajarnya Rp. 15.000.000,00. Pembiayaan musyarakah diakui sebesar Rp.
15.000.000,00 (sebesar nilai wajar), selisihnya Rp. 1.000.000,00 diakui sebagai
keuntungan Bank.
Tgl Keterangan Debit Kredit
(Rp) (Rp)
05/06/20 Pembiayaan musyara 15.000.0
11 kah 00 14.000.0
Persediaan perl. 00
Bengkel 1.000.00
Keunt. Penyerahan 0
aktiva
(Penyerahan perlengkapan bengkel pembiayaan musyarakah pada Bpk. Yoga)
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

1. Musyarokah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal
(mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal.
2. Berdasarkan eksistensinya, Musyarakah dapat dibagi menjadi akad Syarikah Amlak
(Amlak Jabr dan Amlak Ikhtiar) dan Syarikah Uqud (Inan, Mufawadhah, Wujuh, dan
A’mal). Sedangkan berdasarkan kontribusi dana investasi, jenis akad musyarokah ada
dua yaitu musyarokah permanen dan musyarokah menurun.
3. Dasar syariah tentang akad musyarokah dijelaskan di dalam QS. An-Nisa: 12, QS.
Ash-Shad: 24, HR. Abu Daud dari Abu Hurairah serta Ijma’ Ulama’.
4. Penetapan nisbah dalam akad musyarokah dapat ditentukan melalui dua cara yaitu:
Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal dan Pembagian keuntungan tidak
proporsional dengan modal.
5. Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku
yaitu mitra aktif dan mitra pasif.
6. Ilustrasi akuntansi dalam akad musyarokah dapat digambarkan melalui beberapa
kasus yaitu pembiayaan musyarokah kas (permanen), kerugian musyarokah, dan
pembiayaan musyarokah aktiva non kas.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, S. dan Wasilah. (2019). Akuntansi Syariah di Indonesia. Akad


Musyarakah, edisi 5, hlm. 105-127

Ikatan Akuntan Indonesia. (2020). Akuntansi Keuangan Syariah. Tersedia


di:https://web.iaiglobal.or.id/assets/materi/Sertifikasi/CA/modul/usas/AKS/mobile/index.html
. [9 Mei 2023]. Hlm. 127-143.

Wiroso. (2011). Akuntansi Transaksi Syariah. BAB : Akuntansi Musyarakah, revisi


November 2010, hlm. 405-460.

Anda mungkin juga menyukai