Bahan Telaah Skripsi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 58

TEKNIK PENGEMASAN BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.

) UNTUK
MEMPERTAHANKAN VIABILITAS SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Disusun Oleh :
CADY NURCAHYADI PAKUKU UNO
1300854211001

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BATANGHARI
JAMBI
2018
TEKNIK PENGEMASAN BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.) UNTUK
MEMPERTAHANKAN VIABILITAS SELAMA PENYIMPANAN

Oleh:
CADY NURCAHYADI PAKUKU UNO
1300854211001

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Tingkat Sarjana


Pada Prodi Agroteknologi Universitas Batanghari Jambi

Diketahui oleh : Disetujui oleh :


Ketua Program Studi Agroteknologi Dosen Pembimbing I

Ir. Nasamsir, MP Ir. Nasamsir, MP


NIDN : 0002046401 NIDN : 0002046401

Dosen Pembimbing II

Yulistiati Nengsih, SP., MP.


NIDN : 1029046901
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Pertanian Universitas Batanghari Jambi pada tanggal 20 September 2018

TIM PENGUJI

No. Nama Jabatan Tanda Tangan

1. Ir. Nasamsir, MP Ketua 1.

2. Yulistiati Nengsih, SP., MP. Sekretaris 2.

3. Dr. Rudi Hartawan Anggota 3.

4. Drs. H. Hayata, MP Anggota 4.

5. Ir. Yuza Defitri, MP Anggota 5.

Jambi, 20 September 2018

Ketua Tim Penguji,

Ir. Nasamsir, MP
PERSEMBAHAN

Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan semesta alam
yang menciptakanku dengan sempurna serta telah memberikanku ilmu
pengetahuan serta cinta, kasih sayang, kesehatan, dan kekuatan sehingga saya
dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam selalu ku
limpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dengan bangga ku persembahkan karya kecil ini untuk mereka yang


berpengaruh terhadap penyusunan skripsi ini:

1. Bapak dan Ibu tercinta, penyemangat terbesar dalam hidupku yang tak
pernah jemu mendo’akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan
dan kesabaran mengantarku hingga kini. Tak lupa permohonan maaf
yang sebesar-besarnya, sedalam-dalamnya atas segala tingkah laku
yang tak selayaknya diperlihatkan yang membuat hati dan perasaan
Ibu dan Bapak terluka.
2. Saudariku, terima kasih atas motivasi yang tela diberikan serta do’a
yang selalu mengiringiku, maafkan kakakmu yang masih kurang
dalam hal memperhatikanmu.
3. Teruntuk Civitas Akademika Fakultas Pertanian Universitas
Batanghari, terima kasih atas segala bantuan selama ini dari awal
hingga akhir masa pendidikan di kampus.
4. Teruntuk rekan Agroteknologi, Agribisnis, dan Perikanan 2013, terima
kasih telah membantu serta memberikan semangat dalam menyusun
Skripsi ini.
5. Pak Agus, selaku pemilik kebun kakao yang telah memberikan
bantuan untuk menggunakan buah kakaonya dalam penelitian.
6. Para Sahabat dan semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian hingga ujian.

Penulis menyadari skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik.
INTISARI
CADY. Teknik Pengemasan Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Untuk
Mempertahankan Viabilitas Selama Penyimpanan Dibimbing oleh Bapak Ir.
Nasamsir, MP dan Ibu Yulistiati Nengsih, SP., MP.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknik pengemasan yang
tepat dalam mempertahankan viabilitas benih kakao (Theobroma cacao. L)
selama penyimpanan. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri satu faktor dengan perlakuan pengemasan kardus
berbagai ventilasi yang diberi cocopeat yaitu sebagai berikut: P0 pengemasan
kardus tanpa ventilasi, P1 pengemasan kardus dengan ventilasi 2%, P2
pengemasan kardus dengan ventilasi 4%, P3 pengemasan kardus dengan ventilasi
6%, dan P4 pengemasan kardus dengan ventilasi 8%. Setiap perlakuan diulang
sebanyak 3 kali sehingga terdapat 15 lot percobaan dan masing-masing lot berisi
40 butir benih kakao.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih kakao yang dikemas dengan
menggunakan kardus berbagai ventilasi yang berbeda memberikan pengaruh yang
nyata terhadap persentase daya kecambah dalam penyimpanan, persentase daya
kecambah setelah penyimpanan, benih berjamur dan kecepatan berkecambah
setelah penyimpanan.
Perlakuan dengan pengemasan kardus tanpa ventilasi ternyata
menunjukkan hasil yang paling rendah pada parameter daya kecambah benih
dalam penyimpanan dan banyaknya jamur pada saat benih disimpan, dan ternyata
cocopeat yang tidak dapat digunakan sebagai media tanam untuk penyimpanan
benih kakao.

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga pelaksanaan penulisan Skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik dengan judul Skripsi Teknik Pengemasan Benih Kakao

(Theobroma cacao. L) Untuk Mempertahankan Viabilitas Selama Penyimpanan

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ir.

Nasamsir, MP. sebagai Pembimbing I dan kepada Ibu Yulistiati Nengsih, SP.,

MP. sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritik,

dan saran yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penyusunan Skripsi

ini. Semoga Skripsi ini dapat membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

Jambi, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

INTISARI .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.3 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 5
1.4 Hipotesis .............................................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Klarifikasi Tanaman Kakao ................................................................. 6
2.2 Syarat Tumbuh..................................................................................... 7
2.2.1 Iklim ........................................................................................... 7
2.2.2 Tanah .......................................................................................... 8
2.3 Benih Kakao ........................................................................................ 9
2.4 Kadar Air Benih ................................................................................... 10
2.5 Perkecambahan Benih ......................................................................... 10
2.6 Penyimpanan Benih ............................................................................. 11
2.7 Viabilitas Benih ................................................................................... 13
2.8 Kemasan .............................................................................................. 13
2.9 Cocopeat .............................................................................................. 14
III. METODE PENELITIAN........................................................................ 16
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................... 16
3.2 Bahan dan Alat .................................................................................... 16
3.3 Rancangan Percobaan .......................................................................... 16
3.4 Pelaksanaan Percobaan ........................................................................ 17
3.4.1 Persiapan Benih .......................................................................... 17
3.4.2 Persiapan Media Simpan ............................................................ 18
3.4.3 Persiapan Penyimpanan Benih ................................................... 18
3.4.4 Persiapan Perkecambahan .......................................................... 19
3.5 Parameter yang diamati ....................................................................... 19
3.5.1 Kadar Air Benih Awal dan Akhir .............................................. 19
3.5.2 Persentase Kadar Air .................................................................. 19
3.5.3 Persentase Daya Berkecambah dalam Penyimpanan ................. 20
3.5.4 Persentase Daya Berkecambah Setelah Penyimpanan ............... 20
3.5.5 Kecepatan Tumbuh Setelah Penyimpanan ................................. 20
3.5.6 Persentase Benih Berjamur dalam Penyimpanan ....................... 21
3.5.7 Identifikasi Jamur ....................................................................... 21
3.5.8 Pengamatan Sekunder ................................................................ 21
3.6 Analisis Data........................................................................................ 21

iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 22
4.1 Suhu dan Kelembaban Ruang .............................................................. 22
4.2 Persentase Kadar Air Benih ................................................................. 22
4.3 Daya Kecambah Dalam Penyimpanan ................................................ 23
4.4 Daya Berkecambah Setelah Penyimpanan .......................................... 24
4.5 Kecepatan Tumbuh Setelah Penyimpanan .......................................... 26
4.6 Benih Berjamur Dalam Penyimpanan ................................................. 27
4.7 Identifikasi Jamur ................................................................................ 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 31


5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 31
5.2 Saran ................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32

LAMPIRAN ....................................................................................................... 36

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1. Denah Percobaan ................................................................................ 36

2. Perhitungan luas ventilasi pada bahan pengemas .............................. 37

3. Hasil Pengamatan Persentase Benih Berjamur Dalam Penimpanan


Selama 12 Hari ................................................................................... 39

4. Hasil Pengamatan Persentase Daya Kecambah Benih Dalam


Penyimpanan Selama 12 Hari ............................................................ 41

5. Hasil Pengamatan Persentase Daya Kecambah Benih Setelah


Penyimpanan Selama 14 Hari. ........................................................... 43

6. Hasil Pengamatan Persentase Kecepatan Berkecambah Setelah


Penyimpanan Selama 14 Hari ............................................................ 45

v
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1. Jumlah Luas, Produksi dan Petani di Provinsi Jambi Tahun 2015-
2017 .................................................................................................... 1

2. Rata-rata suhu dan kelembaban ruang tempat penelitian ................... 22

3. Rata-rata Kadar Air Benih Setelah Disimpan Selama 12 Hari Pada


Kardus dengan Berbagai Ventilasi ..................................................... 22

4. Rata-rata Persentase Daya Kecambah Dalam Penyimpanan Selama


12 Hari ................................................................................................ 23

5. Rata-rata Persentase Daya Kecambah Setelah 14 Hari ...................... 25

6. Rata-rata Kecepatan Berkecambah Setelah Penyimpanan Selama


14 Hari ................................................................................................ 26

7. Rata-rata Persentase Benih Berjamur Selama 12 Hari Pada Kardus


Berbagai Ventilasi dalam Penyimpanan ............................................ 27

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1. Jamur Asepergillus. Spp yang teridentifikasi dalam percobaan
menggunakan mikroskop pembesaran 40x ........................................ 29

2. Jamur Asepergillus. Spp yang teridentifikasi dalam percobaan


menggunakan kamera mini ................................................................ 29

vii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan tanaman kakao (Theobroma cacao. L) di Indonesia sudah

dilakukan sejak awal tahun 1980-an. Keadaan iklim dan kondisi alam yang sesuai

untuk pertumbuhan kakao mendorong berkembangnya budidaya kakao.

Pengusahaan tanaman kakao dilakukan oleh perkebunan besar negara dan swasta

maupun perkebunan rakyat. Sentra budidaya kakao yang diusahakan oleh

perusahaan perkebunan besar umumnya terletak di beberapa provinsi seperti

Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan untuk perkebunan

rakyat terutama terdapat di Indonesia bagian timur seperti di Provinsi Sulawesi

Utara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Pada tahun 2016 luas perkebunan

kakao yang dikelola oleh rakyat sebesar 1.659.598 hektar, sedangkan luas

perkebunan besar negara dan swasta masing-masing sebesar 15.101 hektar dan

26.652 hektar (Ditjenbun, 2016)

Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah penghasil kakao di Indonesia

yang banyak diusahakan oleh perkebunan rakyat. Tabel 1 menunjukan luas,

produksi, dan jumlah petani yang melakukan budidaya di Provinsi Jambi.

Tabel 1. Jumlah luas, produksi, dan petani di Provinsi Jambi tahun 2015-2017

Tahun Luas (Ha) Produksi (Ton) Petani (KK)


2015 2.270 493 5.839
2016 2.256 526 5.842
2017 2.181 516 5.854
Sumber: Badan Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kakao 2015-2017

Terjadinya penurunan luas area tidak berdampak pada hasil produksi

kakao, namun pada tahun 2017 terjadi penurunan. Jumlah petani yang

1
mengusahakan tanaman kakao juga meningkat setiap tahun walaupun tidak

signifikan. Kondisi ini menandakan bahwa minat petani masih tinggi untuk

mengembalikan angka produksi budidaya kakao (Ditjenbun, 2016).

Benih kakao termasuk kedalam benih rekalsitran. Benih rekalsitran akan

mengalami penuaan dan kemunduran benih selama penyimpanan (Aminah 2011).

Benih rekalsitran adalah benih yang cepat rusak (viabilitas menurun) apabila

diturunkan kadar airnya (12-31%) dan tidak tahan disimpan pada suhu dan

kelembaban rendah (Roberts 1973). Kadar air pada benih rekalsitran cukup tinggi,

yaitu berkisar 30-70% (benih segar).

Kakao tidak memiliki masa istirahat, daya simpan tertinggi hanya 20 hari

bila biji tetap dalam pod. Pada kondisi ini proses perkecambahan dihambat oleh

daging buah (pulp) akan tetapi cara ini membutuhkan volume yang besar, (80%

bagian dari buah kakao adalah pod) dan rentan terhadap serangan hama dan

penyakit. Apabila dikeluarkan dari pod, dalam waktu 3-4 hari benih akan segera

berkecambah dan mati setelah 7-10 hari (Rahadjo, 1985).

Untuk peremajaan tanaman, umumnya petani menggunakan benih dari

hasil tanamannya sendiri dengan identitas genetik yang tidak jelas. Pengadaan

benih dari jenis unggul dianggap membutuhkan dana yang cukup besar karena

harus memesan dari tempat lain yang sangat jauh. Selain itu, harus menerima

resiko penurunan viabilitas benih atau penurunan mutu fisiologis benih setelah

tiba ditangan petani/pemesan. Viabilitas benih rekalsitran hanya dapat

dipertahankan sampai beberapa minggu atau beberapa bulan saja, meskipun

disimpan pada kondisi optimum (Bewley dan Black, 1994). Salah satu cara untuk

mengatasinya adalah pengadaan benih berkualitas yang didukung dengan

2
dikuasainya teknologi penanganan benih secara tepat, yaitu teknik penanganan

benih pada semua tahap kegiatan penanganan mulai dari benih dipanen sampai

dengan penyimpanan benih (Suita 2013; Yuniarti, Syamsuwida, dan Baeni 2013).

Pada penyimpanan benih kakao terjadi beberapa permasalahan yang

berkaitan dengan kondisi benih. Benih kakao termasuk benih yang tidak memiliki

masa dormansi sehingga diperlukannya perlakuan yang dapat menghambat

terjadinya perkecambahan dini. Kendala utama dalam penyimpanan benih kakao

adalah banyaknya benih berkecambah karena tidak memiliki masa dormansi.

Berkaitan dengan hal itu berbagai usaha untuk mencegah perkecambahan dalam

penyimpanan telah dilakukan oleh peneliti untuk mempertahankan daya

kecambah selama penyimpanan. Ashiru (1970) mempelajari pengaruh aerasi

selama penyimpanan terhadap daya tumbuh benih, hasilnya benih kakao yang

disimpan di dalam kantong plastik yang diberi lubang aerasi, daya tumbuhnya

lebih tinggi daripada benih yang disimpan didalam wadah tertutup.

Penyimpanan benih yang baik untuk saat ini masih mengandalkan abu

sekam sebagai media simpan. Penurunan mutu benih dapat diperlambat melalui

metode penyimpanan yang tepat (Suita 2013).

Dalam penentuan metode penyimpanan, yang menjadi pertimbangan

utama adalah daya simpan benih (Yuniarti, Syamsuwida, dan Aminah 2013).

Media simpan yang digunakan pada umunya adalah abu sekam dan serbuk sabut

kelapa. Salah satu yang dapat digunakan dalam penyimpanan benih adalah serbuk

sabut kelapa (cocopeat). Serbuk sabut kelapa yang memiliki kemampuan untuk

menyerap air 6 sampai 8 kali bobot keringnya. Serbuk sabut kelapa di dalamnya

terkandung unsur-unsur hara dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman, berupa

3
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium (Na), dan Fospor (P)

mampu menyerap air (Pawennari dalam Usmawati, 2014).

Menurut hasil penelitian Handayani (2003) Kusmana, Kalingga dan

Syamsuwida (2011) menunjukkan bahwa penyimpanan propagul Bruguiera

gymnorrhiza tanaman bakau pada ruang AC dengan media sabut kelapa mampu

mempertahankan viabilitas benih sampai 4 minggu penyimpanan dengan daya

berkecambah benih masih 100%.

Untuk mendapatkan tempat penyimpanan bagi benih rekalsitran, maka

dibutuhkan media yang dapat menahan kadar air agar keadaan benih dapat

bertahan lebih lama. Manfaatnya, jika dibawa ke area yang susah mendapatkan

jalur transportasi diharapkan benih tersebut dapat tumbuh dengan baik. Salah satu

solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan kotak kardus dan

didalamnya diberi cocopeat. Dalam hasil penelitian Yuniarti dan Djaman (2015),

wadah pengemasan yang terbaik untuk benih bakau adalah kotak kardus yang di

dalamnya diberi cocopeat.

Menurut Klimchuk dan Krasovec (2006) kardus bisa menjadi kemasan

yang fungsional, murah, dan dapat didaur ulang. Selain tahan guncangan,

memungkinkan kondisi benih tetap aman. Pengemasan juga dapat berguna untuk

menampung benih dan menekan penguapan, namun cukup untuk menekan

kelembaban.

Menurut Toruan (1985), untuk menjaga atau mempertahankan daya hidup

benih kakao secara maksimal selama disimpan, diperlukan aerasi yang baik di

sekitar benih. Menyimpan benih kakao dalam tempat yang tertutup rapat tanpa

aerasi akan sangat merugikan terhadap viabilitas benih.

4
Menurut hasil penelitian Supriati (2013) Cabai merah yang dikemas

menggunakan kardus berventilasi 1% pada suhu ruang mampu mempertahankan

warna merah dengan baik hingga penyimpanan hari ke-10. Sehingga dengan

menggunakan kardus yang berventilasi diharapkan dapat mempertahankan daya

hidup benih.

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul “TEKNIK PENGEMASAN BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.)

UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITAS SELAMA PENYIMPANAN”.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengemasan yang tepat

dalam mempertahankan viabilitas benih kakao (Theobroma cacao. L) selama

penyimpanan.

1.3 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Batanghari. Selanjutnya,

diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah sumbangan pemikiran atau

informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya bagi petani kakao.

1.4 Hipotesis

Pengemasan dengan menggunakan kardus yang diberi cocopeat dengan

ventilasi berbeda diduga dapat mempertahankan viabilitas benih kakao setelah

penyimpanan.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Tanaman Kakao

Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku

Sterculiaceae yang diusahakan secara komersil. Menurut Tjitrosoepomo (1998)

sistematika tanaman ini sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Division:

Spermatophyta, Sub-division: Angiospermae, Class: Dicotyledoneae, Sub-class:

Dialypetalae, Order: Malvales, Family: Sterculiaceae, Genus: Theobroma, dan

Species: Theobroma cacao.

Menurut Cheesman (1974) dalam Wood dan Lass (1985) kakao dibagi tiga

kelompok besar, yaitu criollo, forastero dan trinitario. Salah satu sifat criollo

adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasilnya lebih rendah dari forastero,

relatif gampang terserang hama dan penyakit. Permukaan kulit criollo kasar,

berbenjol-benjol, dan alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal tapi lunak sehingga mudah

dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada forastero tetapi ukuran

bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Lama fermentasi

bijinnya lebih singkat daripada tipe forastero. Dalam tata niaga kakao criollo

termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu kakao forastero

termasuk kelompok kakao lindak (bulk). Kelompok kakao trinitario merupakan

hibrida criollo dengan forastero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam,

demikian juga daya dan mutu hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok trinitario

dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, bergantung pada mutu bijinya.

6
2.2. Syarat Tumbuh

2.2.1 Iklim

Tempat pembibitan mutlak mendapat naungan yang cukup. Naungan yang

baik dengan fungsi utama menahan sebagian sinar matahari dan angin kencang.

Naungan tambahan berupa atap dengan fungsi mengurangi intensitas penyinaran

dan tetesan air hujan (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Pada tanaman kakao muda dalam melakukan proses fotosintesis

menghendaki intensitas cahaya yang rendah, setelah itu berangsur-angsur

memerlukan intensitas cahaya yang lebih tinggi sejalan dengan bertambahnya

umur tanaman. Intensitas cahaya matahari bagi tanaman kakao yang berumur

antara 12-18 bulan sekitar 30-60% dari sinar penuh, sedangkan untuk tanaman

yang menghasilkan menghendaki intensitas cahaya matahari sekitar 50-75% dari

sinar matahari penuh (Syamsulbahri, 1996).

Kakao tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl.

Kebutuhan curah hujan sekitar 1100-3000 mm per tahun. Tanaman ini tidak

memerlukan penyinaran matahari secara langsung (Pursglove, 1997). Suhu

mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan daun flush, pembungaan

dan kerusakan daun. Suhu yang ideal bagi pertanaman kakao, untuk suhu

maksimum berkisar antara 30-32oC dan suhu minimum berkisar antara 18-21oC.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan daun adalah kelembaban

nisbi. Tanaman kakao yang tumbuh pada areal yang mempunyai kelembaban

nisbi antara 50-60% mempunyai daun yang lebat dan berukuran besar,

dibandingkan dengan pertanaman kakao yang tumbuh pada areal yang

mempunyai kelembaban nisbi 70-80%. Pada areal yang mempunyai kelembaban

7
nisbi yang tinggi, daun cenderung keriting dan menyempit pada ujung daun. Di

samping itu pula dengan kelembaban nisbi yang tinggi, dapat menimbulkan

penyakit akibat jamur (Syamsulbahri, 1996).

2.2.2. Tanah

Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang bila musim hujan

drainase baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat

terpenuhi bila tanah memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar 50 %,

fraksi debu sekitar 10-20% dan fraksi lempung sekitar 30-40%. Jadi tekstur tanah

yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat

berpasir (Susanto, 1994).

Kakao memerlukan pH tanah yang netral atau berkisar 5,6-6,8 agar dapat

tumbuh dengan baik. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil),

sedangkan tanah bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam

atau agak basa. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik

tinggi, yaitu diatas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki

struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya

simpan lengas tanah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Tanaman kakao menghendaki tanah yang mudah diterobos oleh air tanah

dan tanah harus dapat menyimpan air tanah terutama pada musim kemarau. Aerasi

dan drainase yang baik sehingga tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao

adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir (Wood and Lass, 1987).

Kakao pada umumnya ditanam pada ketinggian 0-800 m dpl. Tekstur

tanah yang diperlukan adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40%

fraksi liat, 50% pasir dan 10-20% debu. Tanah yang banyak mengandung humus

8
dan bahan organik dengan pH antara 6,0-7,0, kedalaman air + 3 meter dan

berdrainase baik, cocok bagi pertumbuhan kakao (Poedjiwidodo, 1996).

2.3. Benih Kakao

Pada umur 143-170 hari buah telah mencapai ukuran maksimal dan mulai

masak yang ditandai dengan perubahan warna kulit buah yang semula berwarna

hijau muda dan hijau akan berubah menjadi kuning sedang buah yang berwarna

merah atau merah muda berubah menjadi jingga. Lamanya pemasakan buah

tergantung jenis kakao dan ketinggian tempat tumbuhnya (Poedjiwidodo, 1996).

Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran, sehingga memerlukan

penanganan yang khusus. Benih rekalsitran sangat rentan terhadap suhu dan

pengeringan ekstrim. Benih rekalsitran dapat berasal dari buah kering dan buah

berdaging. Pengeringan berlebihan tidak diperkenankan dan benih tidak boleh

dikenakan di bawah sinar matahari langsung. Di sisi lain kalau benih tidak

mengalami dormansi, kandungan lembab yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

benih berkecambah. Keseimbangan umumnya sangat sulit dicapai, khususnya

dibawah kondisi lapangan. Solusi terbaik adalah mengurangi periode transit

semaksimal mungkin atau jika perkecambahan tidak dapat dihindarkan, untuk

mempertahankannya, benih dapat dipindahkan ke persemaian secara langsung

(Utomo, 2006).

Untuk budidaya kakao perbanyakan tanaman kakao secara generatif

dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji tidak dibenarkan.

Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi, baik dari pertanaman

kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao yang baik untuk benih adalah

9
berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama penyakit dan biji tidak

kadaluarsa (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

2.4. Kadar Air Benih

Kadar air selama penyimpanan merupakan faktor yang paling

mempengaruhi masa hidupnya. Oleh karena itu benih yang sudah masak dan

cukup kering penting untuk segera dipanen atau benihnya masih berkadar air

tinggi yang juga harus segera dipanen (Justice dan Bass, 1990).

Kondisi benih rekalsitran bergantung pada kondisi akhir kadar air benih

setelah penyimpanan, makin tingginya kadar air benih setelah disimpan akan

semakin tinggi pula viabilitas benih tersebut (Hereri, 1993). Tanaman kakao

memerlukan kadar air tertentu untuk dapat disimpan lama dan tetap mempunyai

presentase perkecambahan yang tinggi.

2.5. Perkecambahan Benih

Kakao memiliki tipe perkecambahan epigeal yakni perkecambahan yang

menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah.

Dalam proses perkecambahan, setelah radikula menembus kulit benih, hipokotil

memanjang melengkung menembus ke atas permukaan tanah. Setelah hipokotil

menembus permukaan tanah, kemudian hipokotil meluruskan diri dan dengan cara

demikian kotiledon yang masih tertangkup tertarik ke atas permukaan tanah juga.

Kulit benih akan tertinggal di permukaan tanah, dan selanjutnya kotiledon

membuka dan daun pertama (plumula) muncul ke udara. Beberapa saat

kemudian, kotiledon meluruh dan jatuh ke tanah (Pramono, 2009).

Rendah dan lambatnya perkecambahan dapat disebabkan oleh

ketidakcocokan suhu perkecambahan, kadar air biji yang tidak memadai, umur

10
fisiologis biji belum cukup, kemunduran viabilitas biji atau biji dalam keadaan

dorman (Sutarno dan Utami, 2007).

Proses perkecambahan tergantung pada tiga faktor yaitu komposisi kimia

benih, permeabilitas kulit benih dan air yang terdapat di sekitar benih baik dalam

betuk cairan maupun dalam bentuk uap (Sadjad, 1983), hal ini sesuai yang

dikemukan Wilkins dalam Rahmawati (2001), bahwa faktor yang mempengaruhi

perkecambahan adalah aerasi, temperatur, cahaya, sifat-sifat penyerapan oleh biji

yang berasal dari materi-materi koloid yang dikandung terutama protein dan pati.

2.6. Penyimpanan benih

Untuk mendapatkan benih yang baik, sebelum disimpan biji harus benar-

benar masak di pohon dan sudah mencapai kematangan fisiologis. Buah matang

dicirikan oleh perubahan warna kulit dan buah yang lepas dari kulit bagian dalam.

Karena selama masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari

viabilitas awal tersebut, yang tidak dapat dihentikan lajunya (Sutopo, 1985).

Kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup biji.

Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, tetapi

beberapa biji dapat hidup lama bila terendam dalam air (misalnya juncus sp.

terbenam selama tujuh tahun atau lebih). Berbagai biji lokal seperti biji kapri dan

kedelai, tetap mapu tumbuh lebih lama bila kandungan airnya diturunkan dan biji

disimpan pada suhu rendah. Penyimpanan dalam botol pada suhu sedang sampai

tinggi biasanya menyebabkan biji kehilangan air, dan sel akan pecah bila biji

diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan

bahan yang baik bagi pertumbuhan patogen (Salisbury and Ross, 1995) .

11
Kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor yang paling

mempengaruhi masa hidupnya. Oleh karena itu benih yang sudah masak dan

cukup kering penting untuk segera dipanen, atau benihnya masih berkadar air

tinggi yang juga harus segera dipanen. Benih berkadar air 54% disimpan pada

suhu 30°C selama 45 jam kehilangan daya kecambah sebanyak 20%. Tetapi benih

berkadar air 44% akan tahan pada suhu 45°C selama 36 jam tanpa kehilangan

viabilitasnya. Benih berkadar air 22% dan 11% tidak menunjukkan kehilangan

viabilitas pada suhu 50°C selama 45 jam (Justice dan Bass, 1994).

Pengiriman benih yang banyak dilakukan adalah dengan menghilangkan

daging buah (pulp) dan menyucihamakan, kemudian dimasukkan ke dalam

kantong plastik yang diberi lubang aerasi. Dengan cara seperti ini, ternyata masih

banyak benih yang berkecambah selama penyimpanan atau pengiriman.

Penyebabnya adalah faktor lingkungan seperti air dan oksigen masih

berpengaruh (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Benih sebagai organisme hidup, penyimpangan-penyimpangannya sangat

ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta

temperatur penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup

yang melakukan respirasi), dimana respirasi ini menghasilkan panas dan air dalam

benih maka makin tinggi kadar airnya respirasi dapat berlangsung dengan cepat

yang dapat berakibat berlangsungnya perkecambahan, karena didukung oleh

kelembaban lingkungan yang besar/tinggi. Kelembaban lingkungan yang tinggi

merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya jamur,

dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003).

12
Penurunan kadar air benih kakao setelah penyimpanan dua minggu belum

diiringi dengan penurunan viabilitas maupun vigor benih, tetapi setelah

penyimpanan benih empat minggu viabilitas maupun vigor benih telah mengalami

penurunan. Oleh karena itu benih kakao apabila tidak disimpan dengan baik

dengan perlakuan khusus dapat cepat berkecambah selama 3-4 hari serta dalam

keadaan normal kehilangan daya tumbuhnya setelah 10-15 hari penyimpanan

(Prawoto, 2008).

2.7. Viabilitas Benih

Sadjad, (1994) mengatakan Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang

ditunjukan melalui gejala metabolisme benih atau gejala pertumbuhan. Pengujian

daya kecambah akan memberikan informasi tentang kemungkinan tanaman

berproduksi normal pada kondisi lingkungan optimum.

Menurut Copeland dan McDonald (2001), viabilitas benih dapat diukur

dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity). Perkecambahan

benih adalah muncul dan berkembangnya struktur terpenting dari embrio benih

serta kecambah tersebut menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi

tanaman normal pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Viabilitas benih

menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolik dan memiliki enzim yang

dapat mengkatalis reaksi metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan dan

pertumbuhan kecambah.

2.8. Kemasan

Menurut Klimchuk dan Krasovec (2006) terdapat berbagai jenis material

kemasan yang bisa digunakan, seperti kardus, plastik, dan styrofoam. Kardus atau

paperboard adalah istilah umum dalam industri kertas untuk lembaran yang

13
terbuat dari serat kayu murni atau kertas daur ulang. Berat material kertas diukur

dengan lapisan, kerapatan, atau dengan ketebalan dalam perseribu inci

menggunakan instrument pengukur ketebalan atau caliper gauge. Kardus

dibedakan dari kertas berdasarkan ketebalannya. Material yang ketebalannya

kurang dari 0,010 inci disebut kertas; sementara semua yang lebih tebal dari

0,010 inci disebut kardus. Umumnya kardus dibuat dalam ukuran ketebalan

antara 0,010 dan 0,040 inci.

Terdapat material plastik yang menawarkan kualitas dan properti yang

berbeda-beda yang melayani serangkaian kebutuhan penyimpanan. Variasi

plastik tersebut bisa kaku atau fleksibel, bening, putih atau berwarna, transparan

dan dapat dicetak kedalam berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda

(Klimchuk dan Krasovec, 2006).

2.9. Cocopeat

Serbuk sabut kelapa (cocopeat) adalah produk sampingan dari proses

penguraian sabut kelapa. Proses pengolahan serbuk kelapa terdiri atas penguraian

sabut kelapa, pengayakan dengan mesin pengayak, pengeringn di lahan terbuka

dan pengepakan kedalam kemasan karung. Proses pengeringan cocopeat di lahan

terbuka memiliki hambatan, karena proses pengeringan bergantung terhadap

kondisi cuaca. Sabut kelapa banyak mengandung unsur hara, dengan K dan Cl

merupakan unsur dominan. Sifat fisik sabut kelapa antara lain memiliki porositas

95% dan densitas kamba atau bulk density± 0,25 gram/ml (Manzeen dan Van

Holm, 1993).

Salah satu kekurangan dari cocopeat adalah banyak mengandung zat tanin.

Zat tanin diketahui merupakan zat yang dapat menghambat pertumbuhan

14
tanaman. Untuk menghilangkan zat tanin yang berlebihan maka dapat dilakukan

dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih. Proses perendaman yang

kurang sempurna dapat menyebabkan zat tanin belum hilang seluruhnya, sehingga

dapat mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman (Irawan dan Hidayah, 2014).

Menurut Fahmi (2013), untuk menghilangkan zat tanin yang berlebihan

maka bisa dilakukan dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih selama

beberapa jam, lalu diaduk sampai air berbusa putih. Selanjutnya buang air

rendaman dan diganti dengan air bersih yang baru, hal ini dilakukan beberapa kali

sampai busa tidak keluar lagi.

15
III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Fakultas Pertanian

Universitas Batanghari dan di Laboratorium PT.Wirakarya Sakti Camp Sei Tapa

untuk pengamatan benih berjamur. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari

2018 sampai bulan Februari 2018.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kakao lindak yang

telah masak fisiologis yang diambil dari perkebunan rakyat Desa Betung Kumpeh

sesuai dengan keperluan, flute kardus dengan ukuran 27 cm x 16 cm x 15 cm,

media cocopeat, pasir, plastik bening 2 kg, abu gosok, bak perkecambahan (tray),

air, fungisida Dithane M-45, aquadest, kapur barus, wajan, dan kompor gas.

Peralatan yang digunakan adalah beaker gelas, hand sprayer, timbangan

analitik, Thermohigrometer, oven listrik, termometer, mikroskop Olympus CX22,

kamera mini, pelobang kertas, pipa diameter 2,5 cm dan peralatan alat tulis.

3.3. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan perlakuan penggunaan kardus sebagai kemasan.

Perlakuan kemasan yang dicobakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

P0 : Menggunakan kardus tanpa ventilasi

P1 : Menggunakan kardus dengan ventilasi 2%

P2 : Menggunakan kardus dengan ventilasi 4%

P3 : Menggunakan kardus dengan ventilasi 6%

P4 : Menggunakan kardus dengan ventilasi 8%

16
Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 15 lot percobaan yang

mana masing-masing lot berisi 40 butir benih kakao dengan total benih kakao 600

butir. Lot benih kakao tersebut disimpan dalam ruang penyimpanan, disusun

sesuai dengan denah penelitian (Lampiran 1).

Menurut Steel dan Torrie (1993), persamaan matematisnya adalah :

Yij = µ + Fi + ∑ ij

Keterangan :
Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
Fi = Pengaruh perlakuan ventilasi ke-i
∑ ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.4. Pelaksanaan Percobaan

3.4.1. Persiapan Benih

Buah kakao yang diambil adalah buah kakao yang telah masak fisiologis

dari pohon yang berumur lebih dari 6 tahun. Buah masak yang diambil 2/3 bagian,

setelah buah dibelah menggunakan pemukul kayu maka calon benih diambil dan

segera dilepaskan dari pulpnya dengan bantuan abu gosok. Pelepasan pulp

dilakukan perlahan (gently) dengan tujuan agar embrio tidak tergores.

Setelah pulp lepas, benih direndam sebentar untuk melihat benih yang

baik. Benih yang diambil adalah benih yang tenggelam di air, sedangkan benih

yang melayang tidak digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya benih ditiris dan

disortir, hal ini untuk mendapatkan benih yang seragam, dan beberapa benih

diambil untuk uji kadar air awal.

17
Sebelum dilakukan pengemasan, benih terlebih dahulu direndam dengan

larutan Dithane M-45 2 gram/liter selama 15 menit setelah itu benih dikering

anginkan.

3.4.2. Persiapan Media Simpan

Media simpan yang akan digunakan adalah serbuk sabut kelapa (cocopeat)

yang diletakan di kardus. Cocopeat kemudian direndam selama satu jam, lalu

diaduk sampai air berbusa putih. Selanjutnya buang air rendaman dan diganti

dengan air bersih yang baru, hal ini dilakukan beberapa kali sampai tidak

mengeluarkan busa. Lalu cocopeat disterilkan mengunakan oven dengan suhu

80°C sekitar dua jam. Setelah itu cocopeat ditakar 200 gram untuk masing-masing

perlakuan, kemudian ditambahkan air aquades 50 ml untuk menjaga

kelembabannya.

3.4.3. Persiapan Penyimpanan Benih

Benih disimpan menggunakan flute kardus dengan ukuran 27 cm x 16 cm

x 15 cm yang telah diberi ventilasi sesuai perlakuan. Untuk kardus berventilasi

2% terdiri dari 9 lubang, ventilasi 4% terdiri dari 18 lubang, ventilasi 6% terdiri

dari 26 lubang, dan ventilasi 8% terdiri dari 35 lubang yang masing-masing

lubang berukuran diameter 2,5 cm. Setelah itu cocopeat yang sudah disterilkan

dimasukan kedalam kardus lalu disimpan 40 butir benih diatas cocopeat tersebut

dan diletakan di ruangan penyimpanan menggunakan suhu kamar dengan

kelembaban sekitar 70%-80%, lama penyimpanan benih 12 hari, dan pengamatan

dilaksanakan setiap hari. Kemudian untuk mengantisipasi dari hama semut maka

diberikan kapur barus di sekitar kardus tersebut.

18
3.4.4. Persiapan Perkecambahan

Benih yang tidak berjamur dan tidak berkecambah setelah disimpan

dipersiapkan untuk perkecambahan. Setelah selesai tahap penyimpanan maka

kemudian mempersiapkan bak tray untuk mengecambahkan benih. Sebelumnya

pasir disangrai menggunakan kompor gas selama 1 jam untuk sterilisasi dan

didinginkan, kemudian pasir diletakan di dalam bak tray agar benih dapat

langsung di kecambahkan. Untuk menghindari adanya jamur maka pasir di

semprot dengan fungisida. Benih yang dikecambahkan adalah semua benih yang

belum berkecambah, tanpa jamur, dan masih bagus.

3.5. Parameter yang Diamati

3.5.1. Kadar Air Benih Awal dan Akhir

Kadar air benih diukur sebelum dan setelah benih disimpan dengan

mengunakan oven dengan suhu 80°C selama 2 x 24 jam selanjutnya dilakukan

penimbangan benih seberat kurang lebih 5 gram.

KA = 100%

Keterangan :
KA= Kadar air benih
M1= berat cawan + tutup kosong
M2= berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan
M3= berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan

3.5.2. Persentase Kadar Air

Persentase kadar air diukur setelah mengetahui hasil dari kadar air awal

dan kadar akhir benih.


₁ ₂
ℎ= 100%

Keterangan:
B1 = Kadar air benih awal
B₂ = Kadar air benih akhir

19
3.5.3. Persentase Daya Berkecambah dalam Penyimpanan

Dihitung berdasarkan metode yang dijelaskan oleh Rahardjo dan Winarsih

(1993) dengan cara menghitung benih yang berkecambah setiap tiga hari sampai

hari ke 12, benih yang berkecambah tidak dikeluarkan dari lot.

3.5.4. Persentase Daya Berkecambah Setelah Penyimpanan

Parameter ini dihitung setelah benih disimpan selama 12 hari dan setelah

fase penyimpanan berakhir, benih dikecambahkan pada media pasir sampai

jangka waktu 7 hari. Selanjutnya dihitung nilai presentase daya kecambah

berdasarkan rumus ISTA (1996) sebagai berikut :

%Perkecambahan = x 100

3.5.5. Kecepatan Tumbuh Setelah Penyimpanan

Parameter yang diamati sejalan dengan parameter % perkecambahan

setelah penyimpanan, jumlah kecambah normal yang tumbuh setiap hari mulai

hari ke 4 sampai hari ke 7. Perhitungan dengan menggunakan rumus seperti

berikut :
"#

= (% )=!
$

Keterangan :
N : Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
t : waktu pengamatan ke-i
tn : waktu akhir pengamatan
1etmal : 1 hari

20
3.5.6. Persentase Benih Berjamur dalam Penyimpanan

Dengan cara menghitung benih yang terserang jamur pada lot

penyimpanan mulai hari ke-1 sampai hari ke-12, dan benih yang berjamur

dikeluarkan dari lot.

3.5.7. Identifikasi Jamur

Jamur yang menyerang benih diidentifikasi setiap hari dengan mengamati

jamur yang menempel pada benih dengan menggunakan mikroskop Olympus

CX22Led, jenis jamur yang diketahui dari mikroskop disesuaikan dengan gambar

pada buku indentifikasi jamur Imperfect Barnett et. al.

3.5.8. Pengamatan Sekunder

Pengamatan sekunder terdiri dari suhu dan kelembaban. Dengan

menggunakan alat pengukur suhu dan kelembaban sehingga dapat diketahui

seberapa besar pengaruhnya terhadap kondisi benih didalam penyimpanan.

Pengamatan dilakukan setiap hari.

3.6. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis statistik menggunakan analisis anova.

Untuk melihat pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap parameter dilanjutkan

dengan uji DNMRT pada taraf α 5%

21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Suhu dan Kelembaban Ruang

Suhu dan kelembaban ruang tempat penelitian disajikan pada Tabel 2

berikut ini :

Tabel 2. Rata-rata suhu dan kelembaban ruang tempat penelitian.


No Parameter Alat Ukur Hasil Pengukuran
o
1 Suhu Ruangan ( C) Thermometer 26 oC – 29 oC
2 Kelembaban Ruangan (%) Higrometer 64% - 80%

Parameter-parameter tersebut diukur selama digunakan sebagai tempat penelitian,

bila dilihat suhu ruangan dan kelembaban ruangan maka penyimpanan benih

tersebut sangatlah memungkinkan terjadinya perkecambahan dan terserangnya

benih kakao oleh jamur selama fase penyimpanan.

4.2 Kadar Air Benih

Hasil pengukuran kadar air menunjukkan benih kakao yang dikemas dengan

kardus berbagai ventilasi terhadap persentase kadar air dalam penyimpanan

selama 12 hari dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Kadar Air Benih Setelah Disimpan Selama 12 Hari Pada
Kardus dengan berbagai ventilasi

Perlakuan Rata-rata Kadar Air (%)


P0 63,69
P2 79,96
P4 81,78
P3 82,97
P1 83,03
Pada perlakuan P0, nilai kadar air mencapai 63,69% paling rendah

diantara perlakuan lain diduga karena tidak adanya pertukaran O2 dan CO2

menyebabkan proses respirasi dapat ditahan dengan maksimal. Efek dari tidak

22
adanya pertukaran udara mengakibatkan suhu didalam kardus menjadi tidak

teratur sehingga membuat benih berkecambah dan juga disebabkan karena etilen

tidak banyak yang dilepas sehingga memicu benih bereaksi.

Pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 menujukkan bahwa kadar air tetap

tinggi diduga karena suhu diluar kardus berventilasi terlalu rendah sehingga

mengakibatkan terjadinya penekanan kadar air pada benih dan dapat berakibat

penekanan perkecambahan. Lakitan (2004) menyebutkan bahwa hal ini

disebabkan karena penyimpanan pada suhu rendah aktifitas metabolisme didalam

benih terhambat.

4.3 Daya Kecambah Dalam Penyimpanan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan kardus

yang memiliki berbagai ventilasi memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap

persentase benih berkecambah dalam penyimpanan selama 12 hari. Untuk melihat

perbedaanantar perlakuan, dilakukan uji lanjut DNMRT 5% yang disajikan dalam

Tabel 4

Tabel 4. Rata-rata Persentase Daya Kecambah Dalam Penyimpanan Selama 12


Hari. Data ditrasnformasi menggunakan rumus arcsin
Perlakuan Data Asli Data Trasnformasi Notasi
P3 5,83 13,62 a
P4 5,83 13,62 a
P2 7,50 14,47 a
P1 10,83 18,69 a
P0 54,17 49,11 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
menurut uji DNMRT 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan P3, P4, P2 dan P1 berbeda tidak

nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan P0. Perlakuan P0 memberikan

23
persentase benih berkecambah yang paling besar sedangkan perlakuan P1, P2, P3

dan P4 memberikan persentase berkecambah yang lebih rendah.

Pada perlakuan P0 daya kecambah dalam penyimpanan tidak dapat

ditahan dan menunjukkan nilai tinggi (54,17), hal ini disebabkan tidak adanya

bahan yang dapat membatasi ketersediaan air dan O2 pada benih serta didukung

pula dengan keadaan kadar air awal yang tinggi. Air yang terdapat disekitar benih

diserap oleh benih sehingga aktifitas dari enzim amylase menjadi aktif dalam

mencerna pati dan lemak yang terdapat pada cadangan makanan guna

menghasilkan energi dan bahan intermediet lainnya yang diperlukan embrionik

aksis untuk tumbuh. Syamsu et al., (2003) dalam Suryato (2013) menyebutkan

bahwa ada dua faktor yang memengaruhi daya berkecambah benih selama

penyimpanan yaitu kelembaban relatif dan temperatur.

Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya benih berkecambah adalah

cocopeat yang menyerap air, pada awalnya diharapkan cocopeat dapat menjaga

suhu didalam kardus namun malah sebaliknya, dengan adanya air yang tersimpan

dalam cocopeat memungkinkan benih dapat cepat tumbuh.

4.4 Daya Berkecambah Setelah Penyimpanan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa benih kakao yang dikemas

kardus dengan berbagai ventilasi memberikan pengaruh signifikan terhadap daya

kecambah setelah disimpan 14 hari. Hasil uji lanjut DNMRT 5% dapat dilihat

pada Tabel 5.

24
Tabel 5. Rata-rata Persentase Daya Kecambah Setelah penyimpanan selama 14
Hari. Data ditransformasikan menggunakan rumus =SQRT(data asli+0,5)
Perlakuan Data Asli Data Trasnformasi Notasi
P0 8,33 2,16 a
P2 16,48 4,11 ab
P1 19,40 4,42 ab
P3 24,36 4,98 b
P4 28,68 5,39 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
menurut uji DNMRT 5%

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan P0 berbeda tidak nyata dengan P2

dan P1, namun menujukkan beda nyata dengan perlakuan P3 dan P4. Perlakuan

P2, P1, P3 dan P4 juga memberikan perbedaan yang tidak nyata antara

sesamanya. Secara teoritis benih yang diberi perlakuan dengan menggunakan

kardus berventilasi mempunyai daya kecambah lebih tinggi daripada yang

menggunakan kardus tanpa ventilasi setelah penyimpanan. Hal ini diduga kardus

yang berventilasi dapat menurunkan O2 serta menghindari terjadinya penumpukan

CO2 sehingga laju respirasi berlangsung minimal dan benih terhindar dari

respirasi aerobic. Hasil percobaan oleh Toruan (1985) dalam Lodong O, Tambing

dan Adrianton (2015), bahwa penyimpanan benih kakao dalam kondisi anaerobik

memperlihatkan laju penurunan daya berkecambah benih lebih cepat dari pada

kondisi aerobik.

Penurunan daya kecambah benih kakao yang menggunakan kardus

berventilasi maupun tidak berventilasi setelah melewati fase penyimpanan 12 hari,

kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor internal seperti meningkatnya

permeabilitas kulit benih, terurainya lemak sehingga kandungan asam lemak

25
meningkat yang diduga oleh faktor eksternal, peningkatan suhu sekitar benih,

kelembaban dan aktifitas mikro organisme.

Penurunan daya kecambah dari kardus tanpa ventilasi juga disebabkan

karena banyaknya jumlah benih yang telah berkecambah dan berjamur saat

penyimpanan, sehingga pembagian atau pengukuran benih menjadi terbatas.

4.5 Kecepatan Tumbuh Setelah Penyimpanan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa disimpan dalam kardus berbagai

ventilasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan berkecambah

setelah disimpan 14 hari. Uji lanjut DNMRT 5% dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Kecepatan Berkecambah Setelah Penyimpanan Selama 14 Hari


Rata-rata Kecepatan Berkecambah
Perlakuan
(% etmal -1)
P0 0,07a
P1 1,17 b
P2 1,40 bc
P3 1,84 bc
P4 2,04b c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
menurut uji DNMRT 5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa benih kakao yang diberi perlakuan P0

berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, dan P4. Perlakuan P1 berbeda tidak

nyata dengan perlakuan P2 dan P3, tetapi berbeda nyata dengan P4. Perlakuan P1,

P2, P3, dan P4 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata sesamanya.

Tabel 6 menunjukkan bahwa benih yang disimpan selama 12 hari masih

dapat berkecambah dengan baik, dengan kecepatan berkecambah benih yang

dikemas dengan kardus tidak berventilasi 0,07 % sedangkan benih kakao yang

dikemas dengan kardus berventilasi rata-rata berkecambah 1.61 %. Dari keadaan

26
ini terdapat penurunan kecepatan berkecambah setelah benih disimpan 12 hari.

Hal ini karena cadangan makanan sudah mulai berkurang dan aktifitas enzim

amilase kegiatannya tidak seaktif sebelum disimpan.

4.6 Benih Berjamur Dalam Penyimpanan

Hasil analisis ragam menunjukkan benih kakao yang dikemas dengan

kardus berbagai ventilasi berbeda nyata terhadap persentase benih berjamur dalam

penyimpanan selama 12 hari uji lanjut DNMRT taraf 5% terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata Persentase Benih Berjamur Selama 12 Hari Pada Kardus


Berbagai Ventilasi dalam Penyimpanan

Perlakuan Rata-rata Benih Berjamur (%)


P2 21,67a
P4 21,67a
P1 22,50a
P3 22,50a
P0 36,67 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
menurut uji DNMRT 5%
Pada tabel 7 terlihat bahwa benih kakao yang dikemas dengan kardus

berbagai ventilasi menunjukkan bahwa antara perlakuan P0 berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya, tetapi antara perlakuan P4, P1, P3, dan P2 menunjukkan

pengaruh yang berbeda tidak nyata sesamanya.

Menurut Mukkun dan Henuk (2017) Penyimpanan diidentifikasikan

sebagai tempat utama terjadinya kontaminasi dan Ventilasi yang kurang sesuai

dapat meningkatkan temperatur yang menyebabkan terjadinya migrasi air

sehingga jamur berkembang dengan baik, bila diperhatikan perlakuan antar

jumlah ventilasi, ternyata tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam menahan

serangan jamur dalam penyimpanan. Pada perlakuan P0 benih berjamur dalam

27
penyimpanan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan

ventiasi diduga karena tidak adanya pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan

kelembaban tinggi dalam kardus tidak berventilasi. Dalam percobaan ini setiap

benih berjamur dikeluarkan dari lot, akan tetapi dalam pengeluaran benih yang

terserang jamur memungkinkan tinggalnya benang-benang hifa yang nantinya

akan menyerang benih kakao dalam penyimpanan

Pada saat pengamatan dan pengambilan benih yang berjamur harus

membuka sisi kardus bagian atas, di duga perlakuan pembukaan kardus

memungkinkan spora-spora jamur yang ada di udara bebas masuk ke dalam

kardus. Dan juga kodisi kardus tanpa sterilisasi ditambah dengan kondisi didalam

kardus tanpa ventilasi masih lembab karena cocopeat menyebabkan pertumbuhan

jamur terutama pada kardus tanpa ventilasi meningkat

Selain perlakuan P0 atau yang memiliki ventilasi baik 2%, 4%, 6% dan

8% ternyata benih dapat diserang jamur juga tetapi jumlahnya dapat ditekan hal

ini disebabkan oleh adanya pertukaran O2 dan CO2 dalam kardus yang

menyebabkan sirkulasi udara sekitar benih tidak menjadi lembab dan tidak

memungkinkan spora jamur untuk tumbuh dan berkembang biak. Jamur

menghasilkan banyak jenis metabolit sekunder yang secara biokemikal berbeda.

Metabolit sekunder tersebut termasuk antibiotik (penicillin dan griseofulvin),

hormon tumbuhan (gibberellin, cytokinin dan ethylene), toksin, ergot alkaloid,

asam lisergat, aflatoksin dan pigmen (Mukkun dan Henuk, 2017)

28
4.7 Identifikasi Jamur
Pengamatan secara Makroskopis pada benih yang terserang jamur

menunjukkan adanya individu benih yang di kelilingi oleh hipa-hipa jamur yang

berwarna putih, yang lama kelamaan menjadi hitam. Bagian benih yang banyak

terserang jamur adalah hipokotil. Identifikasi secara mikroskopis jamur tersebut

adalah jenis Aspergilus. Spp (Hartawan dan Hayata, 2006) seperti pada gambar 1

dan 2.

Gambar 1. Jamur Aspergilus. spp yang teridentifikasi dalam percobaan menggunakan


Mikroskop Pembesaran 40x

Gambar 2. Jamur Aspergilus. spp yang teridentifikasi dalam percobaan menggunakan


Kamera mini
Dalam penyimpanan, persentase benih berjamur semakin

Dalam penyimpanan, persentase benih berjamur semakin meningkat

dengan semakin lamanya penyimpanan. Apabila didukung oleh kondisi yang

menguntungkan, infeksi jamur cepat sekali berkembang, sehingga makin lama

disimpan semakin tinggi persentase benih berjamur. Jamur yang teridentifikasi

29
tersebut tergolong jenis jamur yang menyerang benih kakao dalam penyimpanan

dengan kadar air tinggi.

Menurut Kusuma (2004) dalam Pujianti (2018) bahwa tepung terigu yang

menjadi bahan pangan mengandung pati dalam jumlah yang relatif tinggi, yang

mana pati dapat dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana oleh mikroorganisme

khususnya jamur karena gula-gula sederhana merupakan sumber nutrisi bagi

mikroorganisme, dari pendapat tersebut diketahui bahwa jamur juga dapat tumbuh

jika benih mempunyai kadar gula yang tinggi karena pada awalnya benih kakao di

selimuti oleh pulp yang memiliki glukosa.

30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:

1. Pengemasan benih kakao dengan kardus yang diberi cocopeat dengan

berbagai ventilasi berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap

persentase daya kecambah dalam penyimpanan, persentase daya kecambah

setelah penyimpanan, benih berjamur dan kecepatan berkecambah setelah

penyimpanan.

2. Pengemasan tanpa ventilasi yag diberi cocopeat tidak dapat menekan

perkecambahan benih selama penyimpanan.

3. Dalam penelitian ini, jamur yang teridentifikasi selama penyimpanan yaitu

jamur simpan jenis Aspergilus. spp

5.2 Saran
Untuk dapat mengetahui pengaruh pengemasan kardus dengan berbagai

ventilasi terhadap viabilitas benih kakao, diharapkan adanya penelitian lanjutan

dengan menggunakan kondisi lingkungan yang sesuai dengan penyimpanan

benih, dan untuk media simpan cocopeat tidak dianjurkan dipakai karena tidak

dapat menekan kadar air sehingga berpengaruh terhadap kondisi benih kakao

selama proses penyimpanan. Serta agar lebih menekan perkembangan jamur

dengan metode selain perendaman benih menggunakan fungisida.

31
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia : Kakao


Aminah A. 2011. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Perubahan Fisiologis,
Biokimia Dan Kandungan Minyak Benih Kranji (Pongamia pinnata
Merr.). Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian “Teknologi Perbenihan
Untuk Meningkatkan Produktivitas Hutan Rakyat Di Propinsi Jawa
Tengah.” Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor.
Semarang, 20 Juli 2011.
Ashiru, G. A. 1970. Viability of stored cacao (Theobroma cacao L.) seed.
Turialba. 12(4) : 7-9
Banzon, J. A. dan Velasco J.R. 1982. Coconut Production and Utilization. PCRDF
Manila.
Bewley, J. D. dan M. Black. 1994. Seeds Physiology of Development and
Germination. Plenum Press, London.
Cheesman, E.E. 1974. Cocoa Notes on Nomenclature Classification and Possible
Relationship of Cocoa Populations. Trop. Agr. Trinidad. 12:144-150

Copeland, L.O and McDonald, M.B. 2001. Principles of Seed Science and
Technology. Kluwer Academic Publishers, London.

Fahmi ZI. Media tanam sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi


pertumbuhan tanaman. Balai besar pembenihan dan proteksi tanaman
perkebunan Surabaya, 2013.
Hartawan, R. dan Hayata. Studi Penggunaan Fungisida Sistemik, Sistemik Lokal,
dan Non Sistemik Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kakao Setelah
Penyimpanan. Jurnal Dinamika Pertanian Volume XXI Nomor 1 April
2006 Hal(49-55)
Hereri, A. I. 1993. Pengaruh Perporasi pada Plastik Kemasan dan Periode
Simpan Terhadap Kandungan Air dan Viabilitas Benih Kakao (Theobroma
cacao. L). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh. 82 hlm.
Irawan, A. dan Hidayah, H., N. 2014. Kesesuaian Penggunaan Cocopeat Sebagai
Media Sapih pada Politube dalam Pembibitan Cempaka (Magnollia
elegans (Blume,) H.Keng). Balai Penelitian Kehutanan Manado 1(2) :
73-76.
Justice, O.L. dan Bass, L.N. 1994. Prinsip dan praktek penyimpanan benih.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kartasapoetra, Ance, G., Ir., 2003, Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan
Tuntunan Praktikum, Rineka Cipta, Jakarta.

32
Klimchuk, M.R. dan Krasovec, S.A., (2006). Desain Kemasan Perencanaan
Merek Produk yang berhasil Mulai dari konsep sampai Penjualan. New
York: Erlangga.

Kusmana, C., F.M. Kalingga dan D. Syamsuwida. 2011. Pengaruh media simpan,
ruang simpan dan lama penyimpanan terhadap viabilitas benih Rhizophora
stylosa Griff. Jurnal Silvilkultur Tropika, 3(1):82-87

Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Lodong, O., Tambing Y,. dan Adrianton. 2015. Peranan Kemasan Dan Media
Simpan Terhadap Ketahanan Viabilitas dan Vigo Benih Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk) Kultivar Tulo-5 Selama Penyimpanan.
e-J. Agrotekbis 3(3): 303-315, Juni 2015.
Manzeen dan Van Holm, 1993 dalam Sekar Insani Sumunaringtyas, (2000). Studi
Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (Cocopeat) Sebagai Media
Tanam. Fakultas Teknologi Pertanian, Institute Pertanian Bogor.

Mukkun, L. Dan Henuk, J, B.D. 2017. Mikotoksin Pada Bahan Pangan. Kupang
Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jawa
Tengah
Pramono, E. 2009. Perkecambahan Benih, Bahan Kuliah Dasar Dasar Teknologi
Benih. Lampung: Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Pujiati, W. 2018. Identifikasi Jamur Aspergillus sp Pada Tepung Terigu Yang
Dijual Secara Terbuka (Studi di Pasar Legi Jombang). Karya Tulis Ilmiah

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004, Paduan Lengkap Budidaya
Kakao, 13, Jakarta, Agromedia Pustaka.
Pursglove, J. W., 1997. Tropical Crops Dicotyledones. John Willey and son Inc.
New York.
Rahadjo, 1985. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Daya Hidup Benih Coklat.
BPP. Jember
Rahardjo, P. 2012. Pengaruh Pemberian Sekam Padi Sebagai Bahan Desikan Pada
Penyimpanan Biji TerhadapDaya Tumbuh Dan Pertumbuhan Bibit Kakao.
Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia. Jember.
Rahardjo. P dapn Winarsih, 1993. Penguruh Kalsium Hipoklorit Terhadap Daya
Tumbuh Benih Kakao. Pelita Perkebunan. Vol. 9. No: 1. Yogyakarta.
Rahmawati, 2001. Pengaruh Subtat Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih
Kakao. Skripsi Universitas Jambi
Roberts EH. 1973. Predicting the srorage life of seed. Seed Science and
Technology 1:499-541

33
Sadjad, 1983. Parameter Pengujian Vigor Benih Dari Komperatif Simulatif.
Gasindo. Jakarta.

Sadjad, S. 1994. Metode Uji Langsung Viabilitas Benih. Bogor. IPB


Salisbury, F.B. dan Ross, C.V. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung: ITB
Press
Suita E. 2013. Pengaruh Pengusangan Terhadap Viabilitas Benih Weru (Acacia
procera Benth.). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan 1 (1): 37-42.
Suita E. 2013. Pengaruh Sortasi Benih Terhadap Viabilitas dan Pertumbuhan
Bibit Akor (Acacia auriculiformis). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan
Vol.1 No.2: 83-91
Supriati, E. 2013. Kajian Penggunaan Bahan Pengemas Kardus dan Plastik
Berventilasi Pada Penyimpanan Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
Segar. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Suryanto, H. 2013. Pengaruh Beberapa Perlakuan Penyimpanan Terhadap


Perkecambahan Benih Suren (Toona sureni). Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea Vol. 2 No 1, April 2013: 26-40

Susanto, F. X,. 2004. Tanaman Kakao Budidaya Pengolahan Hasilnya. Kanisusu.


Yogyakarta
Sutopo, 1985. Teknologi Benih Fakultas Pertanian Unibraw, Rajawali Jakarta.
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadja
Mada Press, Yogyakartya.

Syamsu, W., Yubiarti N., Kurniaty R., dan Abidin, Z. (2003). Teknik penanganan
benih orthodok. (buku 1). Bogor: Badan Penelitian dan pengembangan
Kehutanan; Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan.
Tjitrosoepomo, G. 1998. Taksonomi Umum: Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 150-154.
Toruan, N. 1985. Pengaruh Kondisi Penyimpanan terhadap Kandungan Metabolik
dan Viabilitas Benih Coklat. Penyimpanan dalam berbagai tingkatan
kelembaban nisbi udara. BPP, Bogor. Menara Perkebunan 54 (3): 68-75
Usmawati N. 2014. Uji Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao. L) Pada
Berbagai Media Simpan dan Lama Penyimpanan. Skripsi Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Utomo B., 2006. Karya Ilmiah: Ekologi Benih. USU Repository 2006
Wood, G.A.R. dan R.A. Lass. 1985. Cocoa. 4th Edition. Longman, New York.

34
Yuniarti N dan Djaman D.F. 2015. Teknik pengemasan yang tepat untuk
mempertahankan viabilitas benih bakau (Rhizophora apiculata) selama
penyimpanan. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon Vol.1 No.6: 1438-1441
Yuniarti N, Syamsuwida D, Aminah A. 2013. Dampak Perubahan Fisiologi dan
Biokimia Benih Eboni (Dyospiros celebica. Bakh.). Jurnal Penelitian
Hutan Tanaman Vol.10 No.2: 65-71.
Yuniarti N, Syamsuwida D, Baeni E. 2013. Mempertahankan Mutu Benih
Tanaman Hutan Melalui Metoda Penyimpanan Yang Tepat. Gelar
Teknologi Perbenihan. Kerjasama Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan dengan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Bandung.
12 Agustus 2013.

35
Lampiran 1. Denah Percobaan

V0.1 V1.2 V4.2

V1.1 V0.2 V2.1

V2.2 V3.1 V0.3

V3.3 V1.3 V4.3

V4.1 V2.3 V3.2

Keterangan:

V0, V1, V2, V3, V4 : Perlakuan

1, 2, 3 : Ulangan

1 Lot : 40 butir
36
Lampiran 2. Perhitungan luas ventilasi pada bahan pengemas.

Kemasan Kardus

Ukuran kardus (p= 27 cm, l= 16 cm, t= 15 cm)

Luas Permukaan Kardus = 2 (pl + pt + lt)

= 2((27x16)+(27x15)+(16x15))

= 2(432 + 405 + 240)

= 2 x 1077 = 2154 cm2

Ventilasi 2%

Luas ventilasi yang digunakan = 2% x Luas Permukaan Kardus

= 2% x 2154 cm2

= 43.08 cm2

Diameter lubang ventilasi = 2,5 cm

Luas lubang ventilasi = ¼ πd2 = 4,9 cm2

Banyak Lubang Ventilasi = = = 8.78 lubang

Ventilasi 4%

Luas ventilasi yang digunakan = 4% x Luas Permukaan Kardus

= 4% x 2154 cm2

= 86.16 cm2

Diameter lubang ventilasi = 2,5 cm

Luas lubang ventilasi = ¼ πd2 = 4,9 cm2

Banyak Lubang Ventilasi = = = 17.56 lubang

37
Ventilasi 6%

Luas ventilasi yang digunakan = 6% x Luas Permukaan Kardus

= 6% x 2154 cm2

= 129.24 cm2

Diameter lubang ventilasi = 2,5 cm

Luas lubang ventilasi = ¼ πd2 = 4,9 cm2

Banyak Lubang Ventilasi = = = 26.34 lubang

Ventilasi 8%

Luas ventilasi yang digunakan = 8% x Luas Permukaan Kardus

= 8% x 2154 cm2
= 172.32 cm2

Diameter lubang ventilasi = 2,5 cm

Luas lubang ventilasi = ¼ πd2 = 4,9 cm2

Banyak Lubang Ventilasi = = = 35.12 lubang

38
Lampiran 3. Hasil Pengamatan Persentase Benih Berjamur Dalam Penyimpanan

Selama 12 Hari.

Ulangan
Kode Perlakuan Total Rerata
1 2 3
P0 37.50 37.50 45.00 120.00 40.00
P1 27.50 25.00 15.00 67.50 22.50
P2 20.00 25.00 25.00 70.00 23.33
P3 22.50 22.50 22.50 67.50 22.50
P4 22.50 22.50 20.00 65.00 21.67
Grand Total 390.00
Rerata Umum 26.00

FK = Tij2 : rxt

= 3902 : 3x5

= 10.140

JKT = T(Yij2) - FK

= 37.52 + 37.52 + . . . + 202 - FK

= 885.00

JKP = (TA2 : r) - FK

= (1202 + 67.52 + . . . + 652 : 3) - FK

= 739.167

JKE = JKT - JKP

= 885.00 – 739.167

= 145.833

Anova

SK DB JK KT Fhit Ftab 5%
Perlakuan 4 739.167 187.792 12.671 .001
Error 10 145.833 14.583
Total 14 885.00

39
KK = √KTG : y x 100%

= √14.583 : 26 x 100%

= 14.69%

Hasil Uji DNMRT Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Benih Berjamur Dalam

Penyimpanan Selama 12 Hari.

Sy = √(KTG : r)

= √(14.583 : 3)

= 2.20

Subset α = 0.05
Kode Perlakuan Notasi
1 2
P4 21.6667 a
P1 22.5000 a
P3 22.5000 a
P2 23.3333 a
P0 40.0000 b

40
Lampiran 4. Hasil Pengamatan Persentase Daya Kecambah Benih Dalam

Penyimpanan Selama 12 Hari.

Ulangan
Kode Perlakuan Total Rerata
1 2 3
P0 57.00 60.00 55.00 172.00 57.33
P1 10.00 17.50 5.00 32.50 10.83
P2 2.50 10.00 7.50 20.00 6.67
P3 7.50 7.50 2.50 17.50 5.83
P4 2.50 7.50 7.50 17.50 5.83
Grand Total 259.50
Rerata Umum 17.298

Transformasi

Ulangan
Kode Perlakuan Total Rerata
1 2 3
P0 49.00 50.75 47.85 147.33 49.11
P1 18.43 24.72 12.92 56.07 18.69
P2 9.09 18.43 15.89 43.41 14.47
P3 15.89 15.89 9.09 40.87 13.62
P4 9.09 15.89 15.89 40.87 13.62
Grand Total 328.55
Rerata Umum 21.90

FK = Tij2 : rxt

= 328.552 : 3x5

= 7196.340

JKT = T(Yij2) - FK

= 492 + 50.752 + . . . + 15.892 - FK

= 3011.758

JKP = (TA2 : r) - FK

= (147.332 + 56.072 + . . . + 40.872 : 3) - FK

= 2828.698

41
JKE = JKT - JKP

= 3011.758 – 2828.698

= 183.060

Anova

SK DB JK KT Fhit Ftab 5%
Perlakuan 4 2828.698 707.175 38.631 .000
Error 10 183.060 18.306
Total 14 3011.758

KK = √KTG : y x 100%

= √18.306 : 21.90 x 100%

= 19.54%

Hasil Uji DNMRT Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Kecambah Benih Dalam

Penyimpanan Selama 12 Hari.

Sy = √(KTG : r)

= √(18.306 : 3)

= 2.47

Subset α = 0.05
Kode Perlakuan Notasi
1 2
P3 13.6233 a
P4 13.6233 a
P2 14.4700 a
P1 18.6900 a
P0 49.1100 b

42
Lampiran 5. Hasil Pengamatan Persentase Daya Kecambah Benih Setelah

Penyimpanan Selama 14 Hari.

Ulangan
Kode Perlakuan Total Rerata
1 2 3
P0 0 0 25.00 25.00 8.33
P1 24.00 21.70 12.50 58.20 19.40
P2 19.35 13.88 16.20 49.43 16.48
P3 21.40 25.00 26.67 73.07 24.36
P4 33.33 28.57 24.14 86.04 28.68
Grand Total 291.74
Rerata Umum 19.45

Transformasi:

Ulangan
Kode Perlakuan Total Rerata
1 2 3
P0 0.71 0.71 5.05 6.47 2.16
P1 4.95 4.71 3.61 13.27 4.42
P2 4.46 3.79 4.09 12.34 4.11
P3 4.68 5.05 5.21 14.94 4.98
P4 5.82 5.39 4.96 16.17 5.39
Grand Total 63.19
Rerata Umum 4.21

FK = Tij2 : rxt

= 63.192 : 3x5

= 266.198

JKT = T(Yij2) - FK

= 0.712 + 0.712 + . . . + 4.962 - FK

= 33.090

JKP = (TA2 : r) - FK

= (6.472 + 13.272 + . . . + 16.172 : 3) - FK

= 18.769

43
JKE = JKT - JKP

= 33.090 – 18.769

= 14.321

Anova

SK DB JK KT Fhit Ftab 5%
Perlakuan 4 18.769 4.692 3.276 .058
Error 10 14.321 1.432
Total 14 33.090

KK = √KTG : y x 100%

= √1.432 : 4.21 x 100%

= 28.42%

Hasil Uji DNMRT Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Kecambah Benih Setelah

Penyimpanan Selama 14 Hari.

Sy = √(KTG : r)

= √(1.432 : 3)

= 0.69

Subset α = 0.05
Kode Perlakuan Notasi
1 2
P0 2.1567 a
P2 4.1133 4.1133 ab
P1 4.4233 4.4233 ab
P3 4.9800 b
P4 5.3900 b

44
Lampiran 6. Hasil Pengamatan Persentase Kecepatan Berkecambah Setelah

Penyimpanan Selama 14 Hari.

Ulangan
Kode Perlakuan Total Rerata
1 2 3
P0 0 0 0.20 0.20 0.07
P1 1.57 1.37 0.61 3.55 1.18
P2 1.51 1.22 1.48 4.21 1.40
P3 1.74 1.70 2.09 5.53 1.84
P4 2.70 1.79 1.62 6.11 2.04
Grand Total 19.60
Rerata Umum 1.306

FK = Tij2 : rxt

= 19.602 : 3x5

= 25.61067

JKT = T(Yij2) - FK

= 02 + 02 + . . . + 1.622 - FK

= 8.506

JKP = (TA2 : r) - FK

= (0.202 + 3.552 + . . . + 6.112 : 3) - FK

= 7.149

JKE = JKT - JKP

= 8.506 – 7.149

= 1.357

Anova

SK DB JK KT Fhit Ftab 5%
Perlakuan 4 7.149 1.787 13.170 .001
Error 10 1.357 0.136
Total 14 8.506

45
KK = √KTG : y x 100%

= √0.136 : 1.306 x 100%

= 28.24%

Hasil Uji DNMRT Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecepatan Berkecambah

Setelah Penyimpanan Selama 14 Hari.

Sy = √(KTG : r)

= √(0.136 : 3)

= 0.21

Kode Subset α = 0.05


Notasi
Perlakuan 1 2 3
P0 0.0667 a
P1 1.1833 b
P2 1.4033 1.4033 bc
P3 1.8433 1.8433 bc
P4 2.0367 c

46
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama CADY NURCAHYADI PAKUKU UNO,

dilahirkan di Jakarta 25 tahun yang lalu tepatnya tanggal 14

Mei 1993. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan

Bapak Sumarianto Pakuku dan Ibu Soepri Ami.

Penulis pernah bersekolah di 3 SD, MI Ratatotok di Minahasa,

SD Negeri Pandak 2, dan SD Negeri 3 Beji pada tahun 2004 karena kondisi

keluarga yang berpindah tempat tinggal. Kemudian penulis melanjutkan Sekolah

Menengah Pertama dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2007 di SMP

Negeri 3 Purwokerto. Setelah lulus penulis melanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Kejuruan dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2010 di SMK

Bina Teknologi Purwokerto. Setelah lulus dari sekolah penulis sempat berhenti

untuk melanjutkan pendidikan dan pada tahun 2013 mendaftarkan diri dan

diterima sebagai Mahasiswa Baru di Universitas Batanghari Jambi dan dinyatakan

lulus pada tanggal 20 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai