Safa'Atul Iman Agro 1-3
Safa'Atul Iman Agro 1-3
Safa'Atul Iman Agro 1-3
SKRIPSI
SAFA’ATUL IMAN
1222409
i
HALAMAN PSENGESAHAN
SKRIPSI
Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh :
Direktur
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI
Disahkan Oleh :
Tim Penguji
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Yang Menyatakan
iv
ABSTRACT
SAFA 'ATU IMAN , NIM 12 22 409. Results Flour Quality Analysis calamari –
squid (Teuthida) With Temperature Variation Different Mother Taught By Lutfiah
And Tasir, . Squid are molluscs with a body cylindrical fin-shaped fins trianguler
or radars into one at the end. On his head around the mouth hole 10 tentacles are
equipped with suction device (sucker). Flour calamari - squid is a low moisture
content and products derived from drying and milling calamari - squid any
additional material , The aim of research to determine the nutrient content in flour
calamari - squid and utilization of starch as a food additive and feed ,Based on the
research that has been done can be concluded that the best treatment there in T3
(with variations in temperature of 90 ° C). with the content of the water content of
2.5%, amounting to 58.75% protein content, fat content 1,30% and organoleptic
test research results obtained the best results in the judgment of the panel there on
treatment T1 with 70 °C temperature variations with an average yield - average
aroma test 3.46%, 3.8% of test colors and textures of 3.66%.
v
RINGKASAN
SAFA’ ATUL IMAN, NIM 12 22 409. Hasil Analisa Mutu Tepung Cumi –
Cumi (Teuthida) Dengan Variasi Suhu Yang Berbeda Dibimbing Oleh Ibu Lutfiah
dan Tasir
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan
berkat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “hasil analisis mutu tepung cumi – cumi ( teuthida ) dengan variasi suhu
yang berbeda ” tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
persyaratan unutuk memperoleh gelar Sarjana Terapan di program studi
Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
vii
Penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
ilmu dan informasi kepada segenap pembaca, oleh sebab itu dengan adanya
skripsi ini diharapkan dapat memberikan hal-hal yang bermanfaat kepada
masyarakat.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACK ............................................................................................. v
RINGKASAN ........................................................................................... vi
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3.Tujuan penelitian ................................................................... 2
1.4. Manfaat penelitian ................................................................. 2
II TINJAUN PUSTAKA
2.1.Pengertian cumi – cumi ......................................................... 3
2.2.klasifikasi cumi – cumi ........................................................... 3
2.3.krakteristik cumi - cum .......................................................... 4
2.4.struktur anatomi cumi – cumi ................................................ 5
2.5. Habitat penyebaran cumi – cumi............................................... 7
2.6. Kadungam nutrisi pada cumi – cumi..........................................8
2.7. Pengertian Tepung Secara Umum .................................. ..........9
2.8. Karakteristik Tepung Terigu ................................................... 10
2.9. pengertian tepung cumi – cumi ............................................... 10
ix
2.10. pengertian tepung ikan ......................................................... 10
2.11. Konsep Dasar Pengeringan ................................................... 10
2.12. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ................... 11
2.13. Pengaruh Suhu pada Proses Pengeringan ............................. 12
III METODOLOGI
3.1.Waktu dan Tempat ................................................................ 14
3.2.Alat dan Bahan .................................................................... 14
3.3. Metode pelaksanaan .............................................................. 14
3.4. Prosedur Kerja Pembuatan Tepung Cumi ............................... 14
3.5. Alur Proses Pembuatan Tepung Cumi.................................... 15
3.6. Metode Analisa ...................................................................... 16
3.7. Parameter Penelitian ............................................................... 18
3.8. Pengujian Organoleptik........................................................... 19
3.9. PerlakuanPenelitian ................................................................ 19
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa kadar air .................................................................... 20
4.2. Analisa kadar protein ............................................................ 21
4.3. Analisa kadar lemak ............................................................... 23
4.4. Randemen tepung cumi – cumi ............................................... 24
4.5. Uji Organoleptik tepung cumi- cumi ...................................... 25
4.5.1. Uji Oraganoleptik Aroma ...................................................... 26
4.5.2. Uji Organoleptikwarna ......................................................... 27
4.5.3. Uji Organoleptik Tekstur ...................................................... 28
VI . KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................. 30
5.2. Saran ....................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 31
LAMPIRAN ............................................................................................. 34
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 41
x
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
7. Gambar grafik rata – rata aroma pada tepung cumi – cumi ..................... 27
8. Gambar grafik rata – rata warna pada tepung cumi – cumi ..................... 28
9. Gambar grafik rata – rata tekstur pada tepung cumi – cumi .................... 29
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
xiii
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki wilayah pesisir dan lautan yang cukup luas dan
berpotensi besar dalam menunjang kualitas hidup rakyat Indonesia maupun
peningkatan perekonomian nasional. Salah satu hasil laut Indonesia yang
memiliki nilai ekonomis tinggi setelah ikan ,udang adalah cumi-cumi. Cumi-
cumi merupakan salah jenis dari kelas Cephalopoda, yaitu salah satu kelompok
binatang lunak yang tidak bertulang belakang (avertebrata) (Sarwojo, 2012).
Semua jenis cumi-cumi mempunyai nilai ekonimis penting. Cumi-cumi
yang ditemukan di seluruh perairan laut Indonesia dan seluruh produksinya
merupakan hasil tangkapan. Agar potensi tetap terjaga maka perlu dilakukan
suatu upaya penangkapan yang selektif dan kegiatan budidaya. Tentunya kedua
upaya yang akan dilakukan tersebut perlu didukung oleh studi mengenai ekologi
maupun biologi reproduksi dari cumi-cumi tersebut (Sarwojo, 2012).
Cumi – cumi yang hidup di perairan laut Indonesia dan teridentifikasi
berjumlah sekitar 100 jenis, namun yang memiliki nilai komersial berjumlah
sekitar 24 jenis (Djajasasmita et al., 1993). Salah satu jenis cumi-cumi
yang tersebar di seluruh pesisir laut Indonesia dan memilki potensi yang cukup
besar adalah Sepioteuthis lessoniana. Cumi-cumi jantan dapat mencapai ukuran
panjang mantel 36 cm dengan bobot tubuh 1,8 kg, sedangkan yang betina
mampu mencapai ukuran mantel 8-20 cm (Roper et al., 1984).
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki perairan laut dengan panjang pantai
sekitar 2.500 km dengan potensi sumberdaya perikanan tangkap yang besar
dengan potensi berbagai jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Potensi perikanan Sulawesi Selatan untuk daerah penangkapan 12 mil dari pantai
sebesar 620.480 ton/tahun dan 80.072 ton/tahun untuk zona ekonomi eksklusif
(ZEE), daerah penangkapan 12-200 mil dari pantai. Potensi perikanan laut ini baru
termanfaatkan sekitar 56% yaitu 14.468 ton setiap tahunnya (Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, 2007).
Studi mengenai morfometrik dari cumi-cumi sangat diperlukan guna
selektivitas ukuran bagi kegiatan penangkapan. Selektifitas ini sangat penting
1
dilakukan untuk menghindari terjadinya penangkapan yang berlebihan
(overfishing). Studi mengenai pencemaran perairan juga sangat penting
dilakukan, karena pencemaran bukan hanya berakibat pada biota tetapi juga
terhadap biota lainnya dan yang paling dikhawatirkan adalah dampaknya
terhadap manusia (Rekamunandar, 2012).
1. Apakah variasi suhu berprnagruh pada mutu tepung cumi - cumi yang
dihasilkan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
2.3. Karakteristik Cumi-cumi
Karakteristik yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya kantong tinta yang
terletak di atas usus besar. Bila kantung ini dibuka, maka akan mengeluarkan tinta
berwarna
coklat atau hitam yang diakibatkan oleh pigmen melanin. Cumicumi akan mengel
uarkan tintanya melalui siphon untuk menghindari predator
(Buchsbaumet.al. 1987).
Berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan, dapat di ketahui ciri-ciri
dari cumi-cumi (Loligo Sp) yang termasuk dari kelas cephalopoda, yang mana
cumi-cumi memiliki ukuran badan dengan panjang 15 cm yang berdiameter 5 cm,
untuk siripnya 7 cm, panjang tangan 6 cm, dan panjang tentakel 20 cm. pada
cumi-cumi tersebut juga memiliki kepala yang berwarna putih dengan bintik-
bintik hitam, 2 tentakel yang warnanya putih keunguan dan berfungsi untuk
mencari makanan, 8 tangan yang yang berfungsi untuk kemudi pada saat cumi-
cumi bergerak kebelakang, beberapa bintik hisap yang terdapat di permukaan
tangan dan kedua tentakel yang berfungsi mengeluarkan racun sebagai pelekat
mangsa, 2 mata yang besar, mulut, leher yang pendek, dan juga memiliki 2 sirip
yang penting untuk keseimbangan tubuh. (Buchsbaumet.al. 1987).
Ciri-ciri dari pengamatan yang di lakukan sesuai dengan yang di paparkan
oleh kastawi (2003) dalam bukunya zoology avertebrata bahwa cumi-cumi
(Loligo Sp) pada umumnya memiliki panjang 6-70 cm termasuk tangan dan
tentakel. Cumi-cumi (Loligo Sp) pada tubuhnya terdiri atas kepala yang terletak di
bagian ventral antara tangan dan collar serta memiliki dua mata yang besar, leher
pendek, badan berbentuk tabung dengan sirip pada setiap sisinya. Pada kepala
terdapat mulut yang di kelilingi oleh empat pasang tangan dan sepasang tentakel.
4
2.4. Struktur Anatomi Cumi-cumi
5
Hewan ini memiliki dua ginjal atau nefridia berbentuk segitiga berwarna putih
yang berfungsi menapis cairan dari ruang pericardium dan membuangnya ke
dalam rongga mantel melalui lubang yang terletak di sisi usus (Kastawi, 2003).
a. Sistem Pencernaan
Organ pencernaan di mulai dari mulut yang mengandung radula dan dua
rahang yang terbuat dari zat khitin dan berbentuk seperti paruh burung betet.
Gerak kedua rahang tersebut di karenakan kontraksi otot. Terdapat dua kelenjar
ludah yang terletak di masa bukal. Kelenjar ludah ke tiga terletak ujung anterior
hati dan mensekresi racun yang akan bermuara ke daerah rahang. Kelenjar
pencernaan terdiri atas dua bagian yaitu hati yang terdapat di anterior dan
pancreas terletak di posterior. Lambung bersifat muscular dan berfungsi
mencampurkan makanan dari hasil sekresi dari kelenjar pencernaan. Zat-zat
makanan akan menuju ke dalam usus atau ke dalam sektum, organ pencernaan
berikutnya adalah rektum dan anus yang bermuara dalam rongga
mantel (Kastawi, 2003).
b. Sistem saraf
Sistem syaraf terdiri atas tujuh buah ganglion yang terletak di dalam
kepala, dan saraf ganglion serebral, pedal, viseral, suprabukal, infrabukal, dan
optik. Organ sensoriik sangat berkembang dan terdiri atas mata, dua statosis dan
organ pembau. Statosis terletak di masing-masing lateral kepala dan berperan
sebagai organ keseimbangan. Terdapat pula mata, di mana mata tersebut sudah
sama dengan mata pada vertebrata (Kastawi, 2003).
c. Sistem Ekskresi
Alat ekskresi berupa nephridia yang berbentuk segitiga, berwarna putih
terletak di sebelah jantung branchialis.
d. Sistem Reproduksi
Suatu organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak serta menjaga
kelangsungan hidupnya hanya dalam batas-batas kisaran toleransi, dengan kondisi
faktor-faktor abiotik dan ketersediaan sumberdaya tertentu saja (Kramadibrata,
1996).
Beberapa cumi-cumi melakukan reproduksi dengan sexsual. Reproduksi
pada cumi-cumi secara seksual. Sistem reproduksi seksual pada cumi-cumi terdiri
6
atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur.
Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan
penis (Kramadibrata, 1996).
Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai sistem reproduksi yang terpisah
(dioecious), dimana gonadnya terletak pada bagian posterior tubuhnya.
Spermatophora (sel kelamin jantan) yang sudah matang gonad akan disimpan
pada nedhem sac (Pelu 1988).
Cumi-cumi (Loligo sp). memiliki tulang di bagian dalam dari badan,
warna putih dengan bintik-bintik merah kehitam-hitaman sehingga kelihatan
berwarna kemerah-merahan. Saluran pencernaan terdiri atas rongga mulut
(Cavum oris) dengan kelenjar ludah, kemudian pharynx, esofagus,
lambung, caecum, intestinum, rectum, dan anus. Pada alat pencernaan terdapat
kelenjar hati dan pankreas. (Voss dan Roper, 1963).
7
laut di dunia ini , mulai dari pantai sampai laut lepas dan mulai permukaan sampai
kedalaman beberapa ribu meter (Hamabe, M et al. 1982).
Selain itu, penyebaran cumi-cumi sering juga ditemukan mulai dari
perairan pantai yang dangkal sampai perairan yang agak dalam yaitu perairan
Atlantik, sepanjang pantai Eropa, pantai Barat lautan Pasifik dan lautan
Indonesia (Bakrie 1985). Penyebaran cumi-cumi di Indonesia ditemukan pada
semua perairan, seperti laut Jawa, selat Makassar,laut Maluku, laut Seram, laut
Flores, perairan Morowali Sulawesi Tengah dan laut Arafuru (Hamsiah, 1990).
8
Mineral penting pada cumi-cumi adalah natrium, kalium, fosfor, kalsium,
magnesium, dan selenium. Fosfor dan kalsium berguna untuk pertumbuhan
kerangka tulang, sehingga penting untuk pertumbuhan anak-anak dan mencegah
osteoporosis di masa tua (Almatsier, 2001).
Cumi–cumi juga mengandung TMAO (Trimetil Amin Oksida) yang
cukup tinggi. TMAO yang tinggi ini memberikan rasa yang khas terhadap daging
cumi- cumi. Daging cumi-cumi juga banyak mengandung monoamino nitrogen
yang menyebabkan cumi-cumi mempunyai rasa manis. Kandungan sulfur yang
cukup tinggi pada cumi–cumi juga menyebabkan cumi-cumi berbau amis ketika
direbus (Winarno, 1991).
Selain itu juga sebagai sumber vitamin yang baik, seperti vitamin
B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B12, niasin, asam folat, serta vitamin larut lemak
(A, D, E, K). Adapun mineral yang terkandung di dalam cumi-cumi adalah:
natrium, kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan selenium. Cumi-cumi juga
mengandung semua asam esensialyang diperlukan tubuh. Asam amino esensial
yang dominan adalah leusin, lisin, dan fenilanin. Sedangkan asam amino
nonesensial yang dominan adalah asam glutamat dan asam aspartat. Kedua
asam amino ini berkontribusi terhadap citarasa sedap dan gurih (Karmila, 2011).
Kadar lemak pada daging cumi relatif rendah, yaitu 7,5 g/100 g bahan,
masing-masing terdiri 1,9 g asam lemak jenuh; 2,7 g asam lemak tidak jenuh
tunggal; serta 2,1 g asam lemak tidak jenuh ganda. Termasuk ke dalam
asam lemak tidak jenuh ganda adalah omega 3 yang dapat menurunkan
kandungan kolesterol dalam darah (Hajeb et al. 2009). walaupun demikian,
konsumsi cumi-cumi berlebih harus dihindari karena kadar kolesterolnya
lumayan tinggi, yaitu mencapai 260 mg/100 g bahan. Di dalam kelompok
ikan laut, kadar kolesterol pada cumi, udang, lobster, dan kepiting, memang
tergolong tinggi. Namun, kadar kolesterol pada produk perikanan tersebut masih
relatif lebih rendah dibandingkan dengan kuning telur dan hati hewan ternak
(Hajebet al. 2009).
2.7. Pengertian Tepung Secara Umum
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat
halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya digunakan untuk keperluan
9
penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan
nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari
jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan.
2.8. Karakteristik Tepung Terigu
Menurut Kent (1975), tepung ialah bahan baku utama untuk membuat
biskuit. Tepung terigu mempengaruhi tekstur setelah pemanggangan, kekerasan
dan bentuk dari biskuit (Widianto dkk., 2002). Tepung juga memegang peranan
penting dalam pembentukan citarasa. Ada dua macam tepung terigu yaitu terigu
kuat dan lemah. Istilah kuat dan lemah menunjukkan kadar protein (gluten)
gandumnya.
2.9. Pengertian Tepung Cumi – Cumi
Tepung cumi - cumi merupakan salah satu sumber bahan baku protein
yang dibutuhkan dalam komposisi makanan atau pakan. Tepung cumi – cumi
adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari pengeringan dan
penggilingan cumi – cumi tanpah penambahan material apapun.
2.10. Pengertian Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani
yang dibutuhkan dalam komposisi makanan ternak dan ikan. Protein hewani
tersebut disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks diantaranya, asam
amino lisin dan methionin. Disamping itu, juga mengandung mineral, kalsium dan
phospor serta vitamin B kompleks khususnya vitamin B12 (Murtidjo, 2003).
Tepung ikan yang dipasarkan memiliki protein 65%, tetapi dapat
bervariasi dari 57-77% tergantung pada spesies ikan yang digunakan (
Maigualema dan Gernet 2003 dalam Litaay dan Santoso, 2013). Menurut
Sutisna (198l), ada dua cara dalam pembuatan tepung ikan yang modern, yaitu:
cara kering dan cara basah. Cara kering dilakukan untuk mengolah ikan yang
berkadar lemak tinggi (> 5% ), sedangkan cara basah digunakan untuk
mengolah ikan yang berkadar lemak rendah (< 5%).
2.11. Konsep Dasar Pengeringan
Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air suatu bahan
hingga mencapai kadar air tertentu. Dasar proses pengeringan adalah
terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air
10
antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat
menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban
yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan (Trayball E.Robert, 1981).
Definisi lain dari proses pengeringan yaitu pemisahan sejumlah kecil
air atau zat cair lain dari suatu bahan, sehingga mengurangi kandungan zat
cair tersebut. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dari sederetan
operasi dan hasil pengeringan biasanya siap untuk dikemas (Mc Cabe, 1993).
2.12. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan
Buckle, et al., (1987). Menyatakan bahwa kecepatan pengeringan
suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain : (1) sifat fisik
bahan, (2) pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat
atau media perantara pemindahan panas, (3) sifat-sifat dari lingkungan alat
pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara, serta (4) karakteristik alat
pengering (efisiensi perpindahan panas).
Menurut Brooker, (1974), beberapa parameter yang mempengaruhi
waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan, antara lain :
a. Suhu Udara Pengering
Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering
berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil
pengeringan. Makin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan
makin singkat. Biaya pengeringan dapat ditekan pada kapasitas yang
besar jika digunakan pada suhu tinggi, selama suhu tersebut sampai
tidak merusak bahan.
b. Kelembaban Relatif Udara Pengering
Kelembaban udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan dari dalam
ke permukaan bahan. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat
kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di permukaan
bahan. Semakin rendah RH udara pengering, maka makin cepat pula
proses pengeringan yang terjadi, karena mampu menyerap dan
menampung uap air lebih banyak dari pada udara dengan RH yang tinggi. Laju
11
penguapan air dapat ditentukan berdasarkan perbedaan tekanan uap air pada
udara yang mengalir dengan tekanan uap air pada permukaan bahan yang
dikeringkan. Tekanan uap jenuh ini ditentukan oleh besarnya suhu dan
kelembaban relatif udara. Semakin tinggi suhu, kelembaban relatifnya
akan turun sehingga tekanan uap jenuhnya akan naik dan sebaliknya.
c. Kecepatan Aliran Udara Pengering
Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas untuk
menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air
tersebut. Air dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus
secepatnya dipindahkan dari bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air
akan menjenuhkan atmosfer pada permukaan bahan, sehingga akan
memperlambat pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan
membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi
jenuh di permukaan bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir,
maka semakin besar pula kemampuannya dalam membawa dan menampung air
di permukaan bahan.
d. Kadar Air Bahan
Pada proses pengeringan sering dijumpai adanya variasi kadar air bahan.
Variasi ini dapat dipengaruhi oleh tebalnya tumpukan bahan, RH udara
pengering serta kadar air awal bahan.
2.13. Pengaruh Suhu pada Proses Pengeringan
Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu.Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan
bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam
bahan pangan, sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat.
(Taib, G. Et al., 1988) Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara
pengering makin cepat pulaproses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu
udara pengering makin besarenergi panas yang dibawa udara sehingga makin
banyak jumlah massa cairan yangdiuapkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan. Jika kecepatan aliran udarapengering makin tinggi maka makin
cepat pula massa uap air yang dipindahkan daribahan ke atmosfir.
Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengeringan, makin tinggi
12
energy yang disuplai dan makin cepat laju pengeringan. Akan tetapi pengeringan
yang terlalu cepat dapat merusak bahan, yakni permukaan bahan terlalu
cepat kering, sehingga tidak sebanding dengan kecepatan pergerakan air bahan ke
permukaan. Hal ini menyebabkan pengerasan permukaan bahan. Selanjutnya
air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhalang. Disamping itu
penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak daya fisiologik biji-bijian/
benih (Taib, G. et al., 1988).
Pengeringan bahan hasil pertanian menggunakan aliran udara
pengering yang baik adalah antara 45oC sampai 75oC. Pengeringan pada
suhu dibawah 45oC mikroba dan jamur yang merusak produkmasih hidup,
sehingga daya awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu
13
III. METODOLOGI.
3. 3. 1. Alat:
3. 3. 2. Bahan:
Bahan yang digunakan adalah cumi loligo sp dan tambahan kimia lainya
14
telah ditimbang kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu yang
ditentukan yaitu 70 C ˚, 80 C˚, 90 C, cumi yang telah kering kemudian dilakukan
penepungan dengan cara diblender hingga halus kemudian dilakukan pengayakan
untuk mendapatkan tepung cumi
Persiapan
Bahan
Pencucian
Pengukusan
penirisan
Penghalusan
Pengepresan
penimbangan
Pengeringan
A.Suhu 70˚ C
B. Suhu 80 ˚ C
C. Suhu 90 ˚ C
penepungan
pengayakan
Tepung cumi-
cumi
15
3.6. Metode Analisa
Produk tepung cumi telah jadi, dilakukan pengujian, di Laboraturium Kimi
a/biokimia, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan,Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep. Adapun parameter pengujian yang dilakukan yaitu uji proksimat.
3. 6 . 1 . Uji Kimia
Tahap destruksi
Tahap destilasi
Tahap titrasi
a. Titrasi dengan HCl 0,2 N sampai berubah warna dari hijau menjadi abu-
abu netral
b. Lakukan pengerjaan blanko
16
Perhitungan :
( ) , , %
Kadar protein =
Dimana :
VA = Mililiter HCl titrasi contoh
VB = Mililiter HCl titrasi blanko
N = Konsentrasi HCl yang digunakan
14,007 = Berat atom nitrogen
6,25 = Faktor konversi protein pada ikan
W = Berat contoh
17
3.3.3. Kadar Lemak
a. Sampel dihaluskan,kemudian ditimbang sebanyak 2 gr
b. Sampel di masukkan ke dalam kertas saring,yang menyerupai tabung yang
sebelumnya diisi kapas dan pada kedua ujungnya diikat hingga rapat,
sampai benar-benar tidak terjadi kebocoran pada kertas saring
c. Labu lemak ditimbang beratnya (A)
d. Masukkan tabung kertas tadi ke dalam selongsong soxhlet lalu diisi
dengan larutan dietil eter sebanyak 200 ml
e. Tunggu selama 1 jam dengan 7 kali putaran pada alat soxhlet
f. Dinginkan dalam desikator,timbang kembali dan catat beratnya (B)
Rumus
B − A
= × 100 %
gr contoh
18
3.8. Perlakuan Penelitian
Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah perlakuan terhadap
konsentrasi suhu pada pembuatan tepung cumi. sehingga dilakukan penelitian
yaitu
T1 = suhu 70 ˚C
T2 = suhu 80 ˚C
T3 = suhu 90 ˚C
3.9. Metode Penelitian
19