Pengkajian Fisik Sistem Respirasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

PENGKAJIAN FISIK SISTEM RESPIRASI

Oleh:

Ns. Lilis Widianah, S.Kep., M. Kep.


Deskripsi Singkat

Mata pelatihan ini membahas tentang pengkajian fisik sistem respirasi.

Perubahan fungsi pernapasan merupakan salah satu indikator yang


sensitive yang menunjukkan perubahan perburukan pasien. Perawat sebagai
tenaga kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan membutuhkan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara terus menerus. Pengkajian
fisik sistem respirasi merupakan salah satu kompetensi yang sangat penting bagi
perawat untuk dapat mengenali dan menilai gejala disfungsi pernapasan
sehingga mampu menentukan perencanaan intervensi dan melakukan asuhan
secara tepat sesuai kondisi klinis pasien.

Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pelatihan ini, peserta mampu melakukan pengkajian


fisik sistem respirasi

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pelatihan ini, peserta mampu:

1) Menjelaskan pengkajian fisik sistem respirasi


2) Melakukan pengkajian fisik respirasi

Materi Pokok

Pengkajian fisik sistem respirasi

A. Kegiatan Belajar

Materi Pokok 1. Pengkajian Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi

Pendahuluan

Pengkajian merupakan salah satu proses keperawatan yang pertama


yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan menurut Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012).
Pengkajian sistem respirasi merupakan penilaian yang membutuhkan
pendekatan logika dan objektif. Hal Ini akan memastikan bahwa temuan klinis
dapat dengan jelas dikaitkan dengan diagnostik dan rencana perawatan pasien.
Kesalahan umum dalam pemeriksaan sistem saluran pernapasan adalah
terburu-buru untuk mendengarkan suara nafas sebelum memeriksa pasien
secara sistematis. Penilaian atau pengkajian keperawatan sangat penting
dilakukan dengan terstruktur dan menggunakan pendekatan logis. Jarvis dalam
Massey (2016) menediakan metode penilaian sistem perapasan yang sitematis
bagi praktisi dan dikenal dengan model Jarvis. Model Jarvis merekomendasikan
empat langkah pendekatan yang komprehensif untuk penilaian pasien. Keempat
langkah tersebut meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

1. Definisi Pengkajian fisik sistem respirasi

Merupakan pemeriksaan pada sistem pernapasan pasien yang meliputi


inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Menurut Bickley (2014), penilaian respirasi melalui palpasi dan perkusi thorak
membutuhan keahlian dan pengalaman. Palpasi dan perkusi melibatkan
penggunaan tangan dan jari untuk mendapatkan informasi melalui sensasi
raba dan pendengaran. Auskultasi dada juga merupakan keahlian yang
diperoleh dari pengalaman; namun keahlian ini secara umum digunakan oleh
banyak tenaga kesehatan dan harus dipertimbangkan secara lebih terinci.
Auskultasi (mendengarkan melalui alat bantu , biasanya stetoskop) ke dada
dapat memberikan informasi akurat dan diagnostik mengenai kondisi jantung ,
paru, dan pleura. Pasien harus diinformasikan secara penuh mengenai
prosedurnya dan persetujuan serta privasi mereka dipastikan. Pasien harus
berada dalam posisi duduk jika mungkin untuk mendapat akses ke daerah
anterior, posterior, dan lateral toraks. Hal ini dilakukan dengan menempatkan
diafragma atau sungkup stetoskop ke kulit pasien dan mendengarkan inspirasi
maupun ekspirasi. Perbandingan harus dibuat antara sisi kanan dan kiri,
dengan stetoskop ditempatkan pada lokasi yang serupa.

2. Tujuan Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi

Pengkajian fisik sistem respirasi memiliki beberapa tujuan diantarnya yaitu:

a) Mengetahui bentuk, kesimetrisan,ekspansi, keadaan kulit dinding dada.


b) Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernapasan.
c) Mengetahui adanya nyeri tekan, masa,peradangan,taktil frektus.
d) Mengetahui keadaan paru, rongga pleura.
e) Mengetahui batas paru-paru dengan organ lain di sekitarnya.
f) Mengkaji aliran udara melalui batang trachea bronkial
g) Mengetahui adanya sumbatan aliran udara.

3. Cara Pengkajian

Perawat dalam melakukan pengkajian penting untuk menentukan waktu dan


frekuensi pelaksanaan dan jenis pengkajian apa yang digunakan sesuai
dengan kondisi pasien. Pengkajian sistem respirasi dapat dilakukan melalui
wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik.

3.1. Wawancara

Merupakan teknik pengumpulan data yang bersumber dari ungkapan


subyektif pasien terkait dengan keluhan yang dirasakan. Perawat dalam
melakukan wawancara pengumpulan data sistem respirasi meliputi:

a. Keluhan Utama.
Menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan pasien
sehingga membutuhkan pertolongan. Keluhan tersebut antara lain:
sesak napas, batuk, dan lain-lain.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan tentang perjalanan sejak timbulnya keluhan sampai
dengan meminta pertolongan.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya oleh pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh anggota
keluarga pasien seperti asma, tuberculosis.
e. Riwayat Pekerjaan
Menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya
f. Riwayat Geografi
Menanyakan lingkungan tempat tinggalnya.
g. Riwayat Alergi
Menanyakan kemungkinan adanya alergi terhadap cuaca, makanan,
debu dan obat.
h. Kebiasaan Sosial
Menanyakan kebiasaan pola hidup.
i. Kebiasaan Merokok
Menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa
batang konsumsi per hari dan jenis rokok.

Selain pertanyaan diatas, perawat juga perlu mengetahui data biografi


pasien yang meliputi: nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, suku dan
agama pasien. Perawat dalam melakukan wawancara juga harus
memperhatikan kondisi pasien seperti pasien yang dalam kondisi kritis
perawat dapat mengajukan pertanyaan tertutup atau dengan
memperhatikan gerak tubuh sehingga tidak memerlukan energy yang
besar. Namun jika pasien dalam kondisi stabil maka pertanyaan yang
digunakan menggunakan pertanyaan terbuka untuk memperoleh data yang
akurat.

3.2 . Pemeriksaan Fisik

Penilaian sistem pernapasan adalah paling baik dilakukan di lingkungan


yang tenang dan terang. Ini mungkin tidak selalu mudah untuk dicapai
dalam pengaturan klinis yang sibuk. Posisi pasien yang benar sangat
penting untuk penilaian pernapasan. Jika memungkinkan pasien harus
dalam posisi duduk yang memungkinkan visualisasi dan akses ke thorax
posterior dan anterior. Penting juga untuk diingat untuk memastikan dan
mempromosikan privasi pasien selama penilaian. Itu pasien idealnya harus
menanggalkan pakaian pinggang dan dalam posisi duduk di tepi tempat
tidur atau di kursi. Jika pasien terlalu tidak sehat untuk duduk tegak maka
penilaian harus dilakukan pada posisi tersebut pasien merasa paling
nyaman. Untuk contoh, pasien dengan intrapulmonary pirau kiri-ke-kanan
seperti arteriovenosa malformasi mungkin merasa lebih mudah untuk
bernafas ketika mereka berbaring datar.

Melakukan pengkajian dada dan paru serta jantung, perawat perlu


mengetahui batasbatas anatomi dengan bantuan garis imaginer pada area
dada yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk memastikan lokasi
struktur organ serta dapat membantu dalam membuat kesimpulan.

Pemeriksaan paru :
Secara umum garis imajiner yang di pakai dalam pengkajian dada adalah:

1. Garis mid sternalis

2. Garis mid clavicularis

3. Garis axilaris anterior

4. Garis axilaris posterior

5. Garis mid axilaris

6. Garis mid spinalis

7. Garis mid skapularis

8. Garis intra skapularis

9. Garis inter skapularis

Berikut pengkajian dalam pemeriksaan fisik pada paru sebagai berikut :

1. Inspeksi

Tahapan yang bertujuan melihat bagian tubuh dan menentukan apakah


seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal. Inspeksi dilakukan
secara langsung (seperti penglihatan, pendengaran, dan penciuman) dan tidak
langsung (dengan alat bantu). Pada pemeriksaan sistem respirasi ,hal-hal yang
perlu diamati yaitu: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis,
mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir,
dan penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Dada dikaji tentang postur
bentuk, kesimetrisan serta warna kulit, perbandingan bentuk dada anterior,
posterior, dan transversal pada bayi 1 : 1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada
kondisi tertentu. posisi yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis, mulut
terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir, dan
penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Amati pola bicara klien. Berapa
banyak kata atau kalimat yang dapat diucapkan sebelum mengambil napas
berikutnya? Klien yang sesak napas mungkin hanya mampu mengucapkan tiga
atau empat kata sebelum mengambil napas berikutnya. Kunci dari setiap teknik
pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang sistematik.
Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian
bawah.
Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk
mengetahui setiap kelainan utama yang dapat mengganggu pernapasan.
Perhatikan bau napas dan apakah ada sputum. Perhatikan pengembangan
cuping hidung, napas bibir dimonyong-kan, atau sianosis membrane mukosa.
Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti fleksi otot
sternokleidomastoid. Amati penampilan umum klien, frekuensi serta pola
pernapasan, dan konfigurasi torak. Luangkan waktu yang cukup untuk
mengamati pasien secara menyuluruh sebelum beralih pada pemeriksaan
lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi dan pola
pernapasan,adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum, perawat
dapat menentukan komponen pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk
mengkaji status pernapasan pasien saat ini.
Tabel 2-1 menyajikan temuan yang lazim pada pemeriksaan inspeksi sistem
respirasi
INSPEKSI NORMAL ABNORMAL
Penampilan Pernapasan Tenang Bibir monyong ketika
Umum menghirup napas
Duduk atau bangun, bersandar Tampak resah dan gelisah
tanpa kesulitan
Kulit Tranlusen, tampak kering Kulit berkeringat, sedikit
pucat atau agak kemerahan
Bidang kuku merah muda Kuku tabuh: perbesaran
phalang terminal tanpa nyeri
yang berkaitan dengan
hipoksia jaringan kronis
Membran mukosa merah kulit atau membrane mukosa
muda dan lembab tampak kebiruan
Siaanosis atau pucat dikaji Sianosis sentral: akibat
dengan membandingkan penurunan oksigen darah
dengan kondisi dasar individu Sianosis perifer: akibat
sebelumnya vasokonstriksi setempat atau
penurunan curah jantung.
Trachea Posisi pada bagian tengah Deviasi trachea
leher Distensi vena jugularis
Batuk: kuat/lemah, kering
atau basah, produktif atau
non produktif, pembentukan
sputum : jumlah, warna, baud
an konsistensi.
Frekuensi Eupneau= 12-20 kali per menit Tachipnea, bradipnea
Pola Upaya inspirasi minimal pasif, Hiperpnea: peningkatan
pernapasan ekspirasi tenang kedalaman pernapasan.
Rasio Inspirasi : Ekspirasi: 1:2 Pernapasan menggunakan
Pria = pernapasan diafragma otot-otot aksesoris
Perempuan = Pernapasan pernapasan
Perut Apnea: tidak ada pernapsan
Biot: Irama pernapasan tidak
teratur dan terdapat periodic
apnea.
Cheyne=stokes: pernapasan
dalam dan dangkal bersiklus,
diikuti dengan periode apnea
Kussmaul: Pernapsan cepat
da dalam secara teratur
Paradoks: Bagian dinding
dada bergerak kedalam
selama inhalasi dan keluar
selama ekshalasi
Stridor: Bunyi yang terdengar
jelas, keras, tidak nyaring
selama inhalasi dan
ekshalasi.
Konfigurasi Tampak Simetris Ekspansi dada tidak sama,
Thorak perkembangan muskuler
asimetris
Diameter anteroposterior (AP) Dada Tong: Diameter AP
lebih kecil dari diameter meningkat dalam hubungan
tranversal dengan diameter transversal
Tulang belakang lurus Kifosis, skoliosis
Scapula pada bidang Letak scapula asimetris
horizontal yang sama

Tabel2-1 menyajikan temuan yang lazim pada pemeriksaan inspeksi pulmonal

Inspirasi dilakukan lebih lama. Pola pernapasan wanita dan pria berbeda:
 Pola pernapasan wanita adalah pernapasan dada, dimana otot antar iga
lebih berperan
 Pola pria adalah pernapasan perut, dimana diafragma lebih berperan

2. Palpasi

Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba


struktur di atas atau di bawah permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk
mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasidada dan medula spinalis adalah
teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas
seperti inflamasi. Perlahan letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi
pada satu sisi trakhea dan jari-jari lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan
trakhea dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya sepanjang trakhea sambil
mempalpasi terhadap adanya massa krepitus, atau deviasi dari garistengah.
Trakhea biasanya agak mudah digerakkan dan dengan cepat kembali ke
posisi garistengah setelah digeser. Masa dada, goiter, atau cedera dada akut
dapat mengubah letak trachea. Palpasi dinding dada menggunakan bagian
tumit atau ulnar tangan. Abnormalitas yangditemukan saat inspeksi lebih
lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi dengan
inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi
toraks selama inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama.
Selama palpasi kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek
atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau
vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.
(Fremitus taktil adalah getaran yang dihantarkan melalui bronchopulmonary
tree ke dinding dada saat pasien berbicara.)

Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak


(jika memungkinkan), dan tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada
posterior klien (bagian punggung). Ibu jari tangan pemeriksa saling
berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang belakang, dan jari-jari
lainnya menghadap ke atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat klien
menghirup napas tangan pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara
simetri. Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses penyakit pada
region tersebut.
Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang
menghasilkan vibrasi yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh). Vibrasi
ditransmisikan dari laring melalui jalan napas dan dapat dipalpasi pada
dinding dada.
Intensitas vibrasi pada kedua sisi dibandingkanterhadap simetrisnya. Vibrasi
terkuat teraba di atas area yang terdapat konsolidasi paru (mis. pneumonia).
Penurunan fremitus taktil biasanya berkaitan dengan abnormalitas yang
menggerakkan paru lebih jauh dari dinding dada, seperti efusi pleural dan
pneumotoraks
Tabel 2-2. Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru
PALPASI NORMAL ABNORMAL
Kulit dan Kulit tidak ada nyeri tekan, Kulit terlalu lembab atau
dinding dada lembut, hangat, dan kering terlalu kering, krepitasi,
nyeri tekan
Tulang belakang dan iga tidak Adanya nyeri tekan
nyeri tekan setempat
Fremitus Simetris, vibrasi ringan teraba Penurunan fremitus:
pada dinding dada selama pneumothoraks atau
bersuara obesitas. Fremitus asimetris
menunjukkan suatu kondisi
abnormal
Ekspansi Ekspansi simetris 3-8 cm Ekspansi kurang dari 3 cm,
dada lateral nyeri atau asimetris

3. PERKUSI

Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan


mengetuk dindingdada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga
menghasilkan berbagai bunyi yangdigambarkan sesuai dengan sifat
akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau timpanik. Bunyi resonan
terdengar di atas jaringan paru normal. Bunyi hiperesonan terdengar pada
adanya peningkatan udara dalam paru-paru atau spasium pleural. Bunyi akan
ditemukan pada klien dengan emfisema dan pneumotoraks. Bunyi pekak
terjadi di atas jaringan paru yang padat,seperti pada tumor atau konsolidasi
jaringan paru. Bunyi ini biasanya terdengar di atas jantung dan hepar. Bunyi
datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada jaringan yang tidak
mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas lambung, usus
besar. Perkusidimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar, beralih
dari area posterior ke area lateral dankemudian ke area anterior. Dada
posterior paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri tegak dan tangan
disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.Perkusi juga dilakukan
untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup napas
dalam dan menahannya ketika memperkusi ke arah bawah bidang paru
posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke
pekak. Tandai area ini dengan pena. Proses ini diulang setelah
klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini. Kaji kedua sisi kanan dan
kiri. Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih pendek
ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada pria. Tanda pada sebelah kiri
akan sedikit lebih tinggi karenaadanya hepar. Klien dengan kenaikan
diafragma yang berhubungan dengan proses patologis akan mempunyai
Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien mempunyai penyakit pada lobus
bawah (mis. konsolidasi atau cairan pleural), akan terdengar bunyi perkusi
pekak. Bila ditemukan abnormalitas lain, pemeriksaan diagnostik lain harus
dilakukan untuk mengkaji masalah secara menyeluruh.

Tabel 2-3 menyajikan temuan normal dan abnormal saat dilakukan


perkusi.

PERKUSI NORMAL ABNORMAL


Bidang Paru Bunyi Resonan, tingkat Hiperesonan: pneupothoraks
kenyaringan rendah, Pekak/datar: penurunan udara
menggaung, mudah didalam paru (tumor, cairan)
terdengar, kualitas sama
pada kedua sisi
Gerakan dan Letak diafragma pada Posisi tinggi : distensi
posisi vertebra thoracic ke X, lambung/kerusakan saraf
diafragma setiap hemidiafragma phrenicus.
bergerak 3-6 cm Penurunan gerakan pada
kedua hemodiafragma.

4. AUSKULTASI

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop.


Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa
mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan
karakter suara yang diucapkan atau dibisikan. Dengarkan semua area paru dan
dengarkan pada keadaan tanpa pakaian; jangan dengarkan bunyi paru dengan
klien mengenakan pakaian, selimut, gaun, atau kaus. Karena bunyi yang
terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian di bawah stetoskop.
Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas
dan bunyi suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat
mendengarkan bunyi napas diseluruh bidang paru, perawat harus meminta
klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui mulut. Bunyi
napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi dan ekspirasi,
intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas tidak
terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus
mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Beberapa bunyi napas
normal yaitu:
a. Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang
normal, bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspiasi.
b. Brancho vesikuler: tedrdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea
sekitar sternum dari regio inter scapula maupun ICS 1: 2. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi.
c. Brochial : terdengar di daerah trachea dan suprasternal notch bersifat kasar,
nada tinggi, inspirasi lebih pendek, atau ekspirasi

Perubahan dalam bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan patologi


termasuk penurunan atau tidak terdengar bunyi napas, peningkatan bunyi
napas, dan bunyi napas saling mendahului atau yang dikenal dengan bunyi
adventiosa. Peningkatan bunyi napas akan terdengar bila kondisi seperti
atelektasis dan pneumonia meningkatkan densitas (ketebalan) jaringan paru.
Penurunan atau tidak terdengarnya bunyi napas terjadi bila transmisi gelombang
bunyi yangmelewati jaringan paru atau dinding dada berkurang. Berikut
beberapa suara napas tambahan yang memberikan indikasi adanya kelainan
yaitu:
a. Rales/Krakles Bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran halus
pernapasan mengembang dan tidak hilang, suruh pasien batuk, sering
ditemui pada pasien dengan peradangan paru seperti TBC maupun
pneumonia.
b. Ronchi Bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar baik inspirasi
maupun ekspirasi akibat terkumpulnya secret dalam trachea atau bronchus
sering ditemui pada pasien oedema paru, bronchitis.
c. Wheezing Bunyi musical terdengar “ngii...” yang bisa ditemukan pada fase
ekspirasi maupun ekspirasi akibat udara terjebak pada celah yang sempit
seperti oedema pada brochus.
d. Fleural Friction Rub Suatu bunyi terdengar kering akibat gesekan pleura
yang meradang, bunyi ini biasanya terdengar pada akhir inspirasi atau awal
ekspirasi, suara seperti gosokan amplas.
e. Vocal resonansi Pemeriksaan mendengarkan dengan stethoscope secara
sistematik disemua lapang paru, membandingkan kanan dan kiri pasien
diminta mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang.
 Vokal resonan normal terdengar intensitas dan kualitas sama
antara kanan dan kiri.
 Bronchophoni : terdengar jelas dan lebih keras dibandingkan sisi
yang lain umumnya akibat adanya konsolidasi.
 Pectorilequy : suara terdengar jauh dan tidak jelas biasanya pada
pasien effusion atau atelektasis.
 Egopony : suara terdengar bergema seperti hidungnya tersumbat.
DAFTAR PUSTAKA

Bickley, L. S. 2014. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.


Jakarta: EGC.

Eviana. 2013. Panduan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Sagung Seto

Lawry, George V. 2015. Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta : Erlangga

Manalu, Novita Verayanti. 2016. Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Oleh Perawat


Rumah Sakit Advent Bandar Lampung. Jurnal Skolastik Keperawatan, Vol.
2, No.1 Hlm. 13

Massey, Meredith. 2016. Respiratory Asessment 1: Why Do It and How To Do


It?. British Journal Of Cardiac Nursing.

Moore, Tina. 2013. Respiratory Asessment in Adults: Nursing Standard: Healt&


Medical Collection Page 48.

Sudarta, I. W. 2012. Pengkajian Fisik Keperawatan . Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Tambunan, E. S. 2011. Panduan Pemeriksaan Fisik bagi Mahasiswa


Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai