Makalah Kelompok 5 BAM.
Makalah Kelompok 5 BAM.
Makalah Kelompok 5 BAM.
Disusun Oleh :
Kelompok 5
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya dan Adat
Minangkabau Pada Ruang Lingkup Kesenian” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Budaya Alam Minangkabau. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dra. Hamimah, M.Pd yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan. Kami juga mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan dari pihak yang telah bekerja sama dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun sangat
dibutuhkan guna kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kebudayaan yang identik di Nusantara ini ialah kebudayaan
Minangkabau. Minangkabau memiliki berbagai macam bentuk kesenian sebagai unsur
pelahiran kebudayaan masyarakatnya. Sebagai anggota masyarakat, tidak ada seorang
pun manusia di dunia ini yang hanya menghabiskan waktunya untuk memenuhi
kebutuhan pokok saja. Ada kekuatan naluriah lain yang seringkali dilupakan oleh
pengamatan masyarakat, yakni kebutuhan rasa keindahan dan hiburan yang mewujudkan
lahirnya berbagai bentuk kesenian. Kesenian-kesenian yang hidup dan berkembang pada
masyarakat Minangkabau dari dahulu hingga saat ini merupakan kesenian yang mampu
bertahan dan memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Kehidupan seni adalah sebuah wacana tentang segala sesuatu yang dapat
menunjukkan bahwa apa yang disebut seni dapat dan berkembang jika di dalamnya
terdapat seniman / pelaku seni, karya seni dan masyarakat seni, sehingga seni merupakan
produk sosial (Wolff, 1993, p. 26-27). Pelaku seni merupakan subjek utama yang
menentukan hidup dan berkembangnya sebuah kesenian, yang kedua yaitu masyarakat
seni.
Masyarakat seni seperti halnya masyarakat pendukung kesenian itu sendiri diluar
pelaku seni, baik itu masyarakat pemilik, penikmat, pengamat, peneliti maupun praktisi
seni atau partisipan yang mampu memberi daya kehidupan dan berkembangnya kesenian.
Yang ketiga yaitu karya seni sebagai objek dalam bentuk material bunyi/ musik yang
dapat dikembangkan dalam berbagai pendekatan untuk melakukan kreativitas seni.
Mengenai bentuk-bentuk kesenian yang ada pada masyarakat Minangkabau dari dahulu
hingga sekarang, merupakan perjalanan kebudayaan masyarakat yang terus berulang
sebagai kreativitas yang berkelanjutan dan yang utama pada perjalanan tersebut adalah
mengenai tradisi dalam menjaga dan mewariskan jiwa, semangat serta nilai-nilai. Maka
untuk penelitian ini perlu dilakukan studi literatur serta penafsiran terhadap subjek yaitu
kesenian melalui pengamatan terhadap gejala-gejala yang berkembang dalam kebudayaan
masyarakat Minangkabau sebagai fenomena dalam seni tradisi.
4
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan macam-macam kesenian tradisional di ranah minangkabau!
2. Apa kesenian yang digunakan dalam upacara-upacara ada di berbagai daerah
minangkabau?
3. Bagaimana perkembangan budaya dan adat minangkabau pada ruang lingkup
kesenian?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam kesenian tradisional di ranah minangkabau
2. Untuk mengetahui apa kesenian yang digunakan dalam upacara-upacara ada di
berbagai daerah minangkabau
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan budaya dan adat minangkabau pada
ruang lingkup kesenian
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
sebagai sebuah warisan kebudayaan (Prayogi & Endang Danial, 2016: 63). Dengan
adanya muatan beragam nilai tersebut, seni pertunjukan tradisional berfungsi sebagai
penuntun dan pembawa pesan moral untuk masyarakat pemiliknya (Seha, et al, 2014:
112).
Dilihat dari sudut pandang estetika dan etika, seni tradisi turut menjadi alat
pengucapan komunikasi emosi estetis antarmanusia terkait dengan pengalaman dan
perasaan yang memiliki nilai seni untuk keselarasan hubungan sosial berlandaskan
keyakinan bersama (Murniati, 2015:26; Sedyawati, 2006:124). Seni tradisi etnis
Minangkabau, contohnya, memiliki keberagaman unsur estetika dan etika kultural yang
mencerminkan komunikasi manusia dengan alam yang bersifat normatif (Rustiyanti, at.
all, 2013; Hasanuddin, 2015). Permasalahannya saat ini, perkembangan teknologi global
mulai mengikis nilai-nilai kearifan budaya lokal. Memang tidak dapat dipungkiri,
kemajuan teknologi berpengaruh positif pada terbentuknya trend budaya berbasis
teknologi digital, tetapi fenomena tersebut memembawa dampak pada berkurangnya
apresiasi masyarakat terhadap seni tradisional (Ngafifi, 2014; Rustiyanti, 2014) Seni
tradisional sangat identik dengan kearifan budaya lokal. Melalui eksistensi
pertunjukannya, seni tradisi merepresentasikan kehidupan masyarakat lokal yang
ditopang oleh keluhuran budi yang arif, bijaksana, keteladanan, dan cendekia.
7
tidak ada karena kedua bagian itu melekat dalam sebuah pertunjukan. Unsur magis
menjadi ciri khas dalam pertunjukan kesenian tradisional Kuda Kepang sementara unsur
yang lain sangat mendukung secara performan karena mengandung nilai estetika dan
nilai hiburan untuk sebuah pertunjukan yang layak ditonton. Kedua bagian itu menjadi
satu kesatuan dalam sebuah pertunjukan sehingga menimbulkan daya tarik tersendiri dari
masyarakat penontonnya.
8
struktur yang esensial, yaitu (a) adanya unsur tarian atau improvisasi yang berfungsi
sebagai pemenggal adegan selanjutnya yang disebut galombang atau gelombang; (b)
dendang yang berfungsi untuk menyampaikan cerita yang tidak sempat dilakonkan di
arena, disebut gurindam; (c) cerita sebagai rangkaian batang tubuh peristiwa yang
dilakonkan. Jika dilihat dari segi fugsinya, randai berfungsi sebagai (a) alat
pendidikan moral bagi masyarakat; (b) alat untuk membina dan mengembangkan rasa
solidaritas antarmasyarakat pemiliknya, (c) wadah produktif untuk menciptakan
kesegaran kondisi mentalitas anggota masyarakat, dan (d) wadah untuk
mengungkapkan problema perasaan.
Navis (2015: 276) menyatakan bahwa randai dengan lakon dan cerita, pertama
kali muncul dimulai di daerah Payakumbuh, bertepatan setelah kemunculan
pementasan randai Cindur Mato. Pendapat lain, Zulkifli (2013; Wendy 2014)
menyatakan, secara etnodramaturgi randai terdiri dari dua aspek pagelaran, yaitu a)
teks pergelaran randai; dan b) teks lakon randai. Seturut dengan itu, menurut Wendy
(2014: 42—44) dilihat dari teks pergelaran randai terdapat tiga aspek fundamental,
yakni a) aspek galombang; b) aspek dendang; dan c) aspek carito-buah kato. Aspek
galombang, yaitu komposisi gerak berkeliling dalam format lingkaran yang disebut
pamain galombang. Aspek dendang (gurindam), yaitu komposisi vokal yang
dilakukan oleh 2 sampai 3 orang yang disebut Tukang Dendang, sebagai wujud
menarasikan setiap bagian transisi sambungan (legaran tagak) dalam penceritaan
randai. Aspek carito-buah kato, yaitu tatanan pemeranan oleh sejumlah pamain carito
(sebutan untuk laki-laki) dan biduan (sebutan untuk perempuan). Buah kato adalah
daya tutur dalam format pantun dan gurindam sebagai upaya mewujudkan penceritaan
(carito) yang telah disusun menjadi bagian-bagian cerita (legaran duduak) tertentu.
9
Gambar 1 dan 2 : Pemain Teater Randai dalam Komposisi Galombang
10
membangkitkan kesenian tradisional dan menjauhkan para generasi muda dari
kegiatan negatif, melainkan mendekatkan ke kegiatan yang positif (Yuliantori,
2012).
11
Gambar Tari Piring
12
Peralatan hanya menggunakan benang emas dan ram sulaman
Corak sulaman lebih kepada bentuk bunga-bungaan
2. Silat
13
3. Seni Bina Rumah
Sifat reka bentuk atap yang beringkat yang dialas daun rumbia
Ada serambi hadapan dan anjung yang meneduhkan angga utama kemasukan
ke rumah ibu melalui serambi
Serambi dihiasi ukiran kerawang yang bercorak silang-menyilang
Rumah dihiasi ukiran kayu yang banyak di sekeliling rumah
Memaparkan seni kraf kayu yang menyeluruh hingga sampai ke rumah dapur
14
darek, lebih banyak mengangkat gerakan yang mengandung arti atau mengandung suatu
kisah. Gambar contoh kesenian tradisional di daerah darek:
Kesenian yang berkembang di daerah pasisia (pesisir) lebih beragam. Hal ini
disebabkan pengaruh kebudayaan luar yang sangat kuat di wilayah tersebut. Selain yang
bersifat Minangkabau, kesenian yang berasal dari pengaruh Islam Syiah cukup dominan
seperti: tabut, indang, debus, salawat dulang dan lain sebagainya. Tari-tarian yang
bekembang di daerah pesisir lebih bersifat tari pergaulan yang gerakannya tidak
mengandung arti. Beberapa bentuk permainan rakyat juga diperankan oleh wanita (Navis,
1984:264). Gambar contoh kesenian tradisional di daerah pasisia:
15
Barat, masyarakat perkotaan di daerah rantau juga telah mengurus perkembangan Tari
Piring sebagai bagian dari warisan dan identitas budaya mereka. Hal ini dapat kita
temukan di beberapa kota Besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogja, Medan,
Surabaya, Makasar, Batam, Pekanbaru, Palembang.
Perkembangan Tari Piring dari aspek nilai telah bergeser masa kini, baik yang
digunakan oleh masyarakat dari daerah asal maupun di daerah rantau. Pergeseran atau
perubahan nilai tersebut seperti dari nilai pelengkap upacara adat, dan nilai identitas
secara kolektif serta nilai pendidikan kultural dari masyarakat nagari, kemudian masa
kini berkembang kepada nilai industri, dan ekonomi serta nilai kebanggaan pribadi
(status sosial). Sedangkan nilai-nilai lama masih saja tetap bertahan, hal ini banyak
terdapat di daerah asal tempat tumbuh dan berkembangnya Tari Piring tersebut.
Bagi kalangan masyarakat perkotaan baik di daerah rantau dan daerah asal di
Sumatera Barat, aktivitas Tari Piring telah banyak beorientasi pada seni sebagai
komoditi industri hiburan dan kepariwisataan. Aktivitas pertunjukan Tari Piring ini
banyak diurus oleh agen-agen dari pengelola bisnis hiburan dan pertunjukan tontonan.
Sehingga terdapat kerjasama yang baik antara sanggar tari dengan agen-agen (event
organizer) yang mengurus masalah entertainment. Perkembangan ini tidak mematikan
peranan Tari Piring sebagai identitas budaya masyarakat Minangkabau, Tari Piring
tetap saja menjadi hak dan milik masyarakat Minangkabau. Meskipun masa kini ide
16
garapan dan corak dari bentuknya lahir dari pemikiran seorang koreografer
individual, namuan secara esensi baik masyarakat di rantau maupun di Sumatera
Barat tetap menyatakan bahwa Tari Piring yang telah berkembang secara kualitas
tersebut disebut Tari Piring Minangkabau.
Selain Tari Piring yang telah dikembangkan secara kualitas yang bergeser
nilainya, Tari Piring tradisional juga dimanfaatkan oleh para agen industri hiburan
dan kepar wisataan untuk digunakan dalam komoditi industri hiburan. Fungsi Tari
Piring di daerah rantau masa kini selain sebagai identitas budaya dan hiburan juga
berkembang sebagai kebanggan dan harga diri kesukuan (Ke-Minangkabuan).
Tari Piring yang berkembang di daerah rantau pada umumnya adalah Tari Piring
yang telah diubah atau dikontruksi ulang oleh seniman akademik atau seniman
individual, sehingga tarian tersebut tidak lagi mewakili salah satu wilayah atau nagari,
tetapi tarian tersebut telah mewakili kehidupan budaya masyarakat Minangkabau
kekinian yang universal. Apalagi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Surabaya, dan Makasar, bahkan di Negeri Sembilan dan Kuala Lumpur, nilai
ketradisian yang mengungkapkan ideologi satu nagari atau wilayah secara kolektif
tidak lagi dapat diinterpretasikan dalam tari tersebut masa kini. Karena kebanyakan
Tari Piring tersebut merupakan ciptaan atau gubahan kembali dari tari yang telah ada
menjadi tari baru oleh pemikiran individu. Meskipun Tari Piring kreasi tersebut
dicetuskan melalui pemikiran individu, akan tetapi tetap mengandung unsur atau
elemen-elemen Tari Piring tradisioanl, baik bentuk, gaya dan karakteristiknya, serta
ekspresi dari penarinya.
Oleh sebab itu, keberadaan Tari Piring kreasi diterima oleh masyarakat
Minangkabau yang kekinian, karena kemasan dari tari tersebut sesuai dengan
perkembangan zaman masa kini. Dalam adat Minangkabau hal tersebut tidak
dilarang, karena sesuai dengan adat istiadatnya masarakat zaman sekarang. Karena
secara esensi namanya tetap Tari Piring Minangkabau, dan tetap juga menggunakan
properti piring serta geraknya tetap juga berakar pada Tari Piring yang tradisional.
Itulah budaya ma syarakat Minangkabau masa kini. Karena dalam adat Minangkabau
juga disebut adat dipakai baru, sebab itu agar Tari Piring dapa terus dipakai dia perlu
dikembangkan sesuai dengan zaman yang menaungi keberadaannya.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesenian tradisional di ranah Minangkabau meliputi berbagai macam kegiatan
adat yang digunakan dalam upacara-upacara adat di berbagai daerah. Kesenian ini
merupakan warisan budaya yang diwariskan secara turun temurun, bertujuan untuk
menghormati pemberian dari nenek moyang serta sebagai simbol jati diri suatu daerah.
Perkembangan budaya dan adat Minangkabau pada ruang lingkup kesenian menunjukkan
banyak kekurangan perihal detail kegiatan yang dilakukan secara terperinci karena
keterbatasan ruang dan waktu. Sehingga perlu pengembangan lebih lanjut mengenai
gambaran secara keseluruhan, serta kurangnya narasumber mengenai pelaku atau
pasangan menikah yang pernah mempraktekan kegiatan upacara adat tersebut supaya
informasi yang akan disampaikan kembali kepada masyarakat lebih mendalam
berdasarkan sudut pandang pelaku.
B. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat agar bermanfaat untuk semua. Diharapkan
setelah membaca makalah ini pembaca dapat memahami mengenai materi ini. Namun
dalam penulisan makalah ini ternyata banyak terdapat kekurangan yang dikarenakan
penulis masih dalam tahap belajar. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19