Makalah Kelompok 5 BAM.

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

BUDAYA ALAM MINANGKABAU


“Budaya dan Adat Minangkabau Pada Ruang Lingkup Kesenian”

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Hiskia Sitorus (21129046)


2. Riza Kasmayulia (21129111)
3. Salsabila Idha Putri Sasa (21129305)

Dosen Pengampu : Dra. Hamimah, M.Pd

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya dan Adat
Minangkabau Pada Ruang Lingkup Kesenian” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Budaya Alam Minangkabau. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dra. Hamimah, M.Pd yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan. Kami juga mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan dari pihak yang telah bekerja sama dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun sangat
dibutuhkan guna kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 20 Maret 2024

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 5
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6
A. Macam-macam kesenian tradisional di ranah Minangkabau ............................................................ 6
B. Kesenian yang digunakan dalam upacara-upacara adat diberbagai daerah di Minangkabau ......... 12
C. Perkembangan Budaya dan Adat Minangkabau Pada Ruang Lingkup Kesenian ........................... 14
BAB III ....................................................................................................................................................... 18
PENUTUP .................................................................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kebudayaan yang identik di Nusantara ini ialah kebudayaan
Minangkabau. Minangkabau memiliki berbagai macam bentuk kesenian sebagai unsur
pelahiran kebudayaan masyarakatnya. Sebagai anggota masyarakat, tidak ada seorang
pun manusia di dunia ini yang hanya menghabiskan waktunya untuk memenuhi
kebutuhan pokok saja. Ada kekuatan naluriah lain yang seringkali dilupakan oleh
pengamatan masyarakat, yakni kebutuhan rasa keindahan dan hiburan yang mewujudkan
lahirnya berbagai bentuk kesenian. Kesenian-kesenian yang hidup dan berkembang pada
masyarakat Minangkabau dari dahulu hingga saat ini merupakan kesenian yang mampu
bertahan dan memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Kehidupan seni adalah sebuah wacana tentang segala sesuatu yang dapat
menunjukkan bahwa apa yang disebut seni dapat dan berkembang jika di dalamnya
terdapat seniman / pelaku seni, karya seni dan masyarakat seni, sehingga seni merupakan
produk sosial (Wolff, 1993, p. 26-27). Pelaku seni merupakan subjek utama yang
menentukan hidup dan berkembangnya sebuah kesenian, yang kedua yaitu masyarakat
seni.
Masyarakat seni seperti halnya masyarakat pendukung kesenian itu sendiri diluar
pelaku seni, baik itu masyarakat pemilik, penikmat, pengamat, peneliti maupun praktisi
seni atau partisipan yang mampu memberi daya kehidupan dan berkembangnya kesenian.
Yang ketiga yaitu karya seni sebagai objek dalam bentuk material bunyi/ musik yang
dapat dikembangkan dalam berbagai pendekatan untuk melakukan kreativitas seni.
Mengenai bentuk-bentuk kesenian yang ada pada masyarakat Minangkabau dari dahulu
hingga sekarang, merupakan perjalanan kebudayaan masyarakat yang terus berulang
sebagai kreativitas yang berkelanjutan dan yang utama pada perjalanan tersebut adalah
mengenai tradisi dalam menjaga dan mewariskan jiwa, semangat serta nilai-nilai. Maka
untuk penelitian ini perlu dilakukan studi literatur serta penafsiran terhadap subjek yaitu
kesenian melalui pengamatan terhadap gejala-gejala yang berkembang dalam kebudayaan
masyarakat Minangkabau sebagai fenomena dalam seni tradisi.

4
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan macam-macam kesenian tradisional di ranah minangkabau!
2. Apa kesenian yang digunakan dalam upacara-upacara ada di berbagai daerah
minangkabau?
3. Bagaimana perkembangan budaya dan adat minangkabau pada ruang lingkup
kesenian?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam kesenian tradisional di ranah minangkabau
2. Untuk mengetahui apa kesenian yang digunakan dalam upacara-upacara ada di
berbagai daerah minangkabau
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan budaya dan adat minangkabau pada
ruang lingkup kesenian

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam-macam kesenian tradisional di ranah Minangkabau


Kebudayaan dikatakan sebagai suatu hal yang mencakup kepercayaan,
pengetahuan, adat istiadat, kesenian serta kemampuan yang didapat manusia dalam
peranannya sebagai anggota masyarakat. Dalam kehidupan sehari- hari masyarakat
memahami kebudayaan sebagai salah satu peninggalan sejarah yang sifatnya
tradisional seperti alat musik daerah, tarian daerah, bahasa daerah serta senjata
tradisional. Di Indonesia, hampir setiap provinsi memiliki kebudayaan tradisional
tersendiri. Oleh karena itu Indonesia
dijuluki sebagai negara yang kaya akan kebudayaan (Andri, 2016).
Kesenian tradisional merupakan salah satu kebudayaan tradisional. Kesenian
tradisional dapat diartikan sebagai sarana yang digunakan oleh masyarakat untuk
mengekspresikan rasa keindahan dari dalam diri masyarakat tersebut. Dalam karya
seni tradisional terdapat pesan dari masyarakat berupa gagasan, pengetahuan, nilai
norma serta kepercayaan. Penciptaan kesenian tradisionl selalu berdasarkan pada
filosofi sebuah aktifitas dalam suatu kebudayaan, bisa berupa religius maupun
seremonial
(Andri, 2016).
Minangkabau mempunyai beragam jenis kesenian tradisonal yang dijadikan
sebagai salah satu unsur kebudayaan dalam masyarakat. Masyarakat seringkali
melupakan kekuatan naluri seperti, kebutuhan akan rasa keindahan terhadap
sesuatu dan hiburan dalam kehidupan yang akan membangun lahirnya macam-
macam kesenian tradisional yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang berkembang dari
zaman dahulu sampai saat sekarang ini, yang merupakan kesenian yang dapat
bertahan ditengah-tengah masyarakat dan mampu melengkapi kebutuhan masyarakat
(Hidayat et al., 2019). Minangkabau memiliki kesenian yang unik yaitu kesenian
tontoang kayu yang hanya ada di Jorong Guguak Nagari Pariangan.
Seni pertunjukan tradisional merupakan bagian dari budaya lokal yang memuat
beragam unsur kearifan budaya lokal. Di dalamnya terhimpun ilmu pengetahuan, baik
nilai-nilai ajaran moral, religi, pendidikan, maupun unsur-unsur yang bersifat kebendaan

6
sebagai sebuah warisan kebudayaan (Prayogi & Endang Danial, 2016: 63). Dengan
adanya muatan beragam nilai tersebut, seni pertunjukan tradisional berfungsi sebagai
penuntun dan pembawa pesan moral untuk masyarakat pemiliknya (Seha, et al, 2014:
112).
Dilihat dari sudut pandang estetika dan etika, seni tradisi turut menjadi alat
pengucapan komunikasi emosi estetis antarmanusia terkait dengan pengalaman dan
perasaan yang memiliki nilai seni untuk keselarasan hubungan sosial berlandaskan
keyakinan bersama (Murniati, 2015:26; Sedyawati, 2006:124). Seni tradisi etnis
Minangkabau, contohnya, memiliki keberagaman unsur estetika dan etika kultural yang
mencerminkan komunikasi manusia dengan alam yang bersifat normatif (Rustiyanti, at.
all, 2013; Hasanuddin, 2015). Permasalahannya saat ini, perkembangan teknologi global
mulai mengikis nilai-nilai kearifan budaya lokal. Memang tidak dapat dipungkiri,
kemajuan teknologi berpengaruh positif pada terbentuknya trend budaya berbasis
teknologi digital, tetapi fenomena tersebut memembawa dampak pada berkurangnya
apresiasi masyarakat terhadap seni tradisional (Ngafifi, 2014; Rustiyanti, 2014) Seni
tradisional sangat identik dengan kearifan budaya lokal. Melalui eksistensi
pertunjukannya, seni tradisi merepresentasikan kehidupan masyarakat lokal yang
ditopang oleh keluhuran budi yang arif, bijaksana, keteladanan, dan cendekia.

1. Kesenian Kuda Kepang di Sawahlunto Minangkabau


Kesenian tradisional Kuda Kepang yang tumbuh dan berkembang di Kota
Sawahlunto merupakan suatu kesenian tradisional hasil akulturasi dari etnis yang berbeda
yang keberadaannya diterima serta diakui dalam masyarakat mendukungnya. Kesenian
ini memiliki semua unsur sehingga bisa mewakili sebuah pertunjukan yang utuh. Secara
garis besar dan kalau diamati secara global, maka dalam pertunjukan kesenian tadisional
Kuda Kepang di Sawahlunto dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar; (1)
pertunjukan kesenian tradisional Kuda Kepang, dan (2) nilai magis yang terdapat dalam
kesenian tradisional Kuda Kepang. Dalam pementasannya kedua kelompok ini tidak bisa
dipisahkan karena dia menjadi satu kesatuan dalam sebuah pertunjukan yang utuh dimana
satu dan lainnya saling melengkapi dan terkait sehingga tidak bisa berdiri sendiri-sendiri.
Maksudnya dalam pertunjukan kesenian tadisional Kuda Kepang tidak boleh salah satu

7
tidak ada karena kedua bagian itu melekat dalam sebuah pertunjukan. Unsur magis
menjadi ciri khas dalam pertunjukan kesenian tradisional Kuda Kepang sementara unsur
yang lain sangat mendukung secara performan karena mengandung nilai estetika dan
nilai hiburan untuk sebuah pertunjukan yang layak ditonton. Kedua bagian itu menjadi
satu kesatuan dalam sebuah pertunjukan sehingga menimbulkan daya tarik tersendiri dari
masyarakat penontonnya.

Kesenian tradisional Kuda Kepang merefleksikan semangat heroisme dan aspek


kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan
ritmis, dinamis, dan agresifmelalui kibasan anyaman bambu yang menirukan gerakan-
gerakan Kuda Kepang layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Sebagai sebuah
atraksi penuh mistis dan berbahaya, pertunjukan kesenian tradisional Kuda Kepang di
bawah pengawasan seorang pimpinan supranatural (pawang). Biasanya pimpinan ini
adalah seorang yang memiliki ilrnu gaib yang tinggi yang dapat mengembalikan pemain
yang trance kekesadaran seperti semula. Dia juga bertanggungjawab terhadap jalannya
ataksi, serta menyembuhkan bila sipemain mengalami sakit atau jika terjadi sesuatu hal
yang tidak diinginkan. Walaupun dianggap sebagai permainan rakyat, kesenian tadisional
Kuda Kepang tidak dapat dimainkan oleh sembarangan orang, tetapi harus di bawah
petunjuk dan pengawasan sang pimpinannya (pawang).

2. Seni Pertunjukan Tradisonal Randai


Esten (dalam Sedyawati, 1983) menjelaskan randai adalah salah satu bentuk seni
pertunjukan tradisional masyarakat Minangkabau yang sering dipertunjukan dalam
acara profan seperti pesta panen, pesta perkawinan, pesta perhelatan penghulu, serta
acara serupa lainnya. Selanjutnya, menurut Esten, randai memiliki unsur-unsur

8
struktur yang esensial, yaitu (a) adanya unsur tarian atau improvisasi yang berfungsi
sebagai pemenggal adegan selanjutnya yang disebut galombang atau gelombang; (b)
dendang yang berfungsi untuk menyampaikan cerita yang tidak sempat dilakonkan di
arena, disebut gurindam; (c) cerita sebagai rangkaian batang tubuh peristiwa yang
dilakonkan. Jika dilihat dari segi fugsinya, randai berfungsi sebagai (a) alat
pendidikan moral bagi masyarakat; (b) alat untuk membina dan mengembangkan rasa
solidaritas antarmasyarakat pemiliknya, (c) wadah produktif untuk menciptakan
kesegaran kondisi mentalitas anggota masyarakat, dan (d) wadah untuk
mengungkapkan problema perasaan.
Navis (2015: 276) menyatakan bahwa randai dengan lakon dan cerita, pertama
kali muncul dimulai di daerah Payakumbuh, bertepatan setelah kemunculan
pementasan randai Cindur Mato. Pendapat lain, Zulkifli (2013; Wendy 2014)
menyatakan, secara etnodramaturgi randai terdiri dari dua aspek pagelaran, yaitu a)
teks pergelaran randai; dan b) teks lakon randai. Seturut dengan itu, menurut Wendy
(2014: 42—44) dilihat dari teks pergelaran randai terdapat tiga aspek fundamental,
yakni a) aspek galombang; b) aspek dendang; dan c) aspek carito-buah kato. Aspek
galombang, yaitu komposisi gerak berkeliling dalam format lingkaran yang disebut
pamain galombang. Aspek dendang (gurindam), yaitu komposisi vokal yang
dilakukan oleh 2 sampai 3 orang yang disebut Tukang Dendang, sebagai wujud
menarasikan setiap bagian transisi sambungan (legaran tagak) dalam penceritaan
randai. Aspek carito-buah kato, yaitu tatanan pemeranan oleh sejumlah pamain carito
(sebutan untuk laki-laki) dan biduan (sebutan untuk perempuan). Buah kato adalah
daya tutur dalam format pantun dan gurindam sebagai upaya mewujudkan penceritaan
(carito) yang telah disusun menjadi bagian-bagian cerita (legaran duduak) tertentu.

9
Gambar 1 dan 2 : Pemain Teater Randai dalam Komposisi Galombang

3. Kesenian Tontoang Kayu Tradisional Minangkabau


Tontoang kayu, alat musik tradisional yang berasal dari Jorong Guguk
Nagari Pariangan, yang terbuat dari kayu nangka, yang berbentuk memanjang
dan berlubang di tengah, tontoang kayu ini adalah jenis alat musik pukul,
dimainkan sambil berdiri, karena tontoangkayu ini digantung dengan kayu yang
kuat dan dipukul dengan pemukul seperti talempong biasanya. Tontoang kayu ini
biasanya terdiri dari: (1) Satu set kayu terdiri dari 6 buah kayu nangka (2). Satu set
bambu yang terdiri dari 4 potongan bambu (3) satu buah pupuik dari bambu talang
(serunai tanduk) (4) pupuik gadangyang terbuat dari daun kelapa dan anaknya
dari batang padi. Pukulan masing-masing pasangan tontoang kayu dan bambu akan
menghasilkan bunyi yang berbeda-beda dan pada akhirnya akan menghasilkan
bunyi untuk iringan tari piring dan sebagainya. Tontoang kayu ini dimainkan
dengan teknik memukul badan alat yang dipukul dengan pemukul dan sistemnya
sama degan tontoang biasa, yaitu dimainkan secara bersama-sama, saling menjalin
kekompakan satu sama lain, kedisiplinan serta saling memahami sesama pemain.

Gambar : Tontoang kayu


(Sumber : Dokumentasi Rani Sagita Putri)
Dalam revival kesenian tradisonal tontoang kayu, masyarakat membuat sebuah
organisasi untuk membangkitkan kembali kesenian tradisional karena belum
adanya perhatian pemerintah terhadap kesenian yang ada di tengah-tengah
masyarakat sampai saat sekarang ini, sehingga perkumpulan yang dijadikan
tempat mewariskan kesenian tradisional secara turun temurun bagi generasi
muda yang ingin berlatih dan ingin melestarikan kesenian tradisional tersebut.
Sasaran kegiatan kesenian ini adalah generasi muda yang ingin berlatih dan
melestarikan serta membangkitkan kesenian tradisional yang ada di Jorong
Guguk. Tujuan masyarakat untuk membangkitkan kesenian tradisional ini secara
turun temurun adalah menumbuh kembangkan dan melestarikan serta

10
membangkitkan kesenian tradisional dan menjauhkan para generasi muda dari
kegiatan negatif, melainkan mendekatkan ke kegiatan yang positif (Yuliantori,
2012).

4. Tari Piring di Minangkabau


Dari berbagai banyak tari tradisional yang terdapat di Minangkabau, Tari Piring
merupakan icon dan identitas budaya masyarakat Minangabau secara umum. Dapat
dipastikan setiap nagari (negeri) di Minangkabau membudayakan Tari Piring dalam
kehidupannya. Tari Piring adalah tarian masyarakat Minangkabau secara universal.
Oleh sebab itu, di nagari manapun akan dapat dij umpai pertunjukan Tari Piring yang
dilakukan oleh masyarakat setempat
Tari Piring sebagai bagian dari tari tradisional masyarakat Minangkabau
merupakan warisan dan identitas budaya masyarakat Minangkabau. Semenjak zaman
kolonial menjajah Minangkabau Tari Piring telah dibudayakan oleh masyarakat
Minangkabau dalam kehidupannya, baik dalam acara ritual adat maupun dalam acara
kegiatan sosial dan hiburan masyarakat. Sebagai bagian dari kesenian, Tari Piring
juga telah berkembang baik dari segi fungsi, nilai dan kegunaannya masa kini dalam
kehidupan masyarakat Minangkabau yang tinggal di rantau maupun bagi masyarakat
yang tinggal di daerah asal (Sumatera Barat). Meskipun begitu, fungsi dan kegunaan
secara tradisi tidak pula tertindas oleh perubahan tersebut. Oleh sebab itu, Tari Piring
selalu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Inilah salah satu yang menyebabkan
keberadaan Tari Piring masih tetap bertahan menjadi identitas masyarakat
Minangkabau, baik bagi masyarakat Minangkabau yang berada di tanah asal maupun
bagi suku Minangkabau yang berada di daerah rantau. Tari Piring telah menjadi
identitas kesukuan bagi masyarakat Minangkabau perantauan, sehingga mereka
merasa memiliki peradaban dan jati diri yang dapat mereka banggakan. Oleh karena
itu, mereka berusaha memelihara Tari Piring dalam kehidupannya di perantauan.
Selain sebagai jati diri, Tari Piring juga berperanan dalam menjalin hubungan
silaturahim masyarakat Minangkabau perantauan, sehingga kerinduan akan kampung
halaman dapat diwujudkan melalui pertunjukan Tari Piring.

11
Gambar Tari Piring

B. Kesenian yang digunakan dalam upacara-upacara adat diberbagai daerah di


Minangkabau
1. Kerajinan Tangan
a. Songket

 Jenis pakaian yang tinggi nilainya


 Kegunaan hanya untuk peristiwa atau acara tertentu
 Songket yang dihasilkan ada makna tersendiri
b. Sulaman
Bordir atau sulaman adalah hiasan yang dibuat di aas kain atau bahan-
bahan lain dengan jarum jahi dan benang. Selain benang, hiasan untuk sulaman
atau border dapat menggunakan bahan-bahan seperi potongan logam, mutiara,
manik-manik, bulu burung dan payet.

12
 Peralatan hanya menggunakan benang emas dan ram sulaman
 Corak sulaman lebih kepada bentuk bunga-bungaan

2. Silat

 Pencak silat biasa digunakan untuk tari-tarian perunjukan. Pemainnya disebut


anak silek. Pencak silat dilakukan dua orang
 Bertujuan untuk membelah diri
 Pesilat disebut pandeka

13
3. Seni Bina Rumah

 Sifat reka bentuk atap yang beringkat yang dialas daun rumbia
 Ada serambi hadapan dan anjung yang meneduhkan angga utama kemasukan
ke rumah ibu melalui serambi
 Serambi dihiasi ukiran kerawang yang bercorak silang-menyilang
 Rumah dihiasi ukiran kayu yang banyak di sekeliling rumah
 Memaparkan seni kraf kayu yang menyeluruh hingga sampai ke rumah dapur

C. Perkembangan Budaya dan Adat Minangkabau Pada Ruang Lingkup Kesenian


Secara geohistoris, kesenian tradisional yang berkembang di Minangkabau dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kesenian yang berkembang di daerah
darek (daratan) dan kesenian yang berkembang di daerah pasisia (pesisir). Perbedaan
letak geo-historis tersebut, juga menimbulkan perbedaan pada bentuk-bentuk kesenian
tradisonal yang tumbuh dan berkembang pada masing-masing daerah. Timbulnya
perbedaan tersebut, selaras dengan mamangan mereka luhak bapangulu, rantau barajo
(luhak berpenghulu, rantau beraja). Artinya adalah, pemerintahan tertinggi di wilayah
luhak berada ditangan seorang penghulu, sedangkan pemerintahan tertinggi di daerah
rantau berada ditangan seorang raja.
Kesenian tradisional yang berkembang di daerah darek lebih bersifat
Minangkabau, seperti musik dan nyanyian, tarian dan bela diri. Bersifat Minangkabau
dapat diartikan bentuk dan temanya yang sederhana. Pelakunya kebanyakan laki-laki;
jarang yang dilakukan oleh wanita. Begitupun tari-tarian yang berkembang di daerah

14
darek, lebih banyak mengangkat gerakan yang mengandung arti atau mengandung suatu
kisah. Gambar contoh kesenian tradisional di daerah darek:

1) Randai 2) Tari Rantak

Kesenian yang berkembang di daerah pasisia (pesisir) lebih beragam. Hal ini
disebabkan pengaruh kebudayaan luar yang sangat kuat di wilayah tersebut. Selain yang
bersifat Minangkabau, kesenian yang berasal dari pengaruh Islam Syiah cukup dominan
seperti: tabut, indang, debus, salawat dulang dan lain sebagainya. Tari-tarian yang
bekembang di daerah pesisir lebih bersifat tari pergaulan yang gerakannya tidak
mengandung arti. Beberapa bentuk permainan rakyat juga diperankan oleh wanita (Navis,
1984:264). Gambar contoh kesenian tradisional di daerah pasisia:

1) Tabut 2) Tari Indang

1. Perkembangan Tari Piring di Minangkabau dan di Perantauan


Perkembangan budaya Tari Piring dalam masyarakat Minangkabau masa kini
baik di derah asal (Sumatera Barat) dan rantau telah mengalami pergeseran nilai dan
fungsi serta telah terjadi perluasan lokasi pusat pengembangan dan pertumbuhannya.
Masa kini Tari Piring tidak saja dikendalikan oleh masyarakat tradisi yang hidup di
daerah pedesaan (nagari) tetapi juga telah diurus dan dikendalikan oleh masyarakat
perkotaan. Selain masyarakat Minangkabau yang hidup diperkotaan di Sumatera

15
Barat, masyarakat perkotaan di daerah rantau juga telah mengurus perkembangan Tari
Piring sebagai bagian dari warisan dan identitas budaya mereka. Hal ini dapat kita
temukan di beberapa kota Besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogja, Medan,
Surabaya, Makasar, Batam, Pekanbaru, Palembang.

Perkembangan Tari Piring dari aspek nilai telah bergeser masa kini, baik yang
digunakan oleh masyarakat dari daerah asal maupun di daerah rantau. Pergeseran atau
perubahan nilai tersebut seperti dari nilai pelengkap upacara adat, dan nilai identitas
secara kolektif serta nilai pendidikan kultural dari masyarakat nagari, kemudian masa
kini berkembang kepada nilai industri, dan ekonomi serta nilai kebanggaan pribadi
(status sosial). Sedangkan nilai-nilai lama masih saja tetap bertahan, hal ini banyak
terdapat di daerah asal tempat tumbuh dan berkembangnya Tari Piring tersebut.
Bagi kalangan masyarakat perkotaan baik di daerah rantau dan daerah asal di
Sumatera Barat, aktivitas Tari Piring telah banyak beorientasi pada seni sebagai
komoditi industri hiburan dan kepariwisataan. Aktivitas pertunjukan Tari Piring ini
banyak diurus oleh agen-agen dari pengelola bisnis hiburan dan pertunjukan tontonan.
Sehingga terdapat kerjasama yang baik antara sanggar tari dengan agen-agen (event
organizer) yang mengurus masalah entertainment. Perkembangan ini tidak mematikan
peranan Tari Piring sebagai identitas budaya masyarakat Minangkabau, Tari Piring
tetap saja menjadi hak dan milik masyarakat Minangkabau. Meskipun masa kini ide

16
garapan dan corak dari bentuknya lahir dari pemikiran seorang koreografer
individual, namuan secara esensi baik masyarakat di rantau maupun di Sumatera
Barat tetap menyatakan bahwa Tari Piring yang telah berkembang secara kualitas
tersebut disebut Tari Piring Minangkabau.
Selain Tari Piring yang telah dikembangkan secara kualitas yang bergeser
nilainya, Tari Piring tradisional juga dimanfaatkan oleh para agen industri hiburan
dan kepar wisataan untuk digunakan dalam komoditi industri hiburan. Fungsi Tari
Piring di daerah rantau masa kini selain sebagai identitas budaya dan hiburan juga
berkembang sebagai kebanggan dan harga diri kesukuan (Ke-Minangkabuan).
Tari Piring yang berkembang di daerah rantau pada umumnya adalah Tari Piring
yang telah diubah atau dikontruksi ulang oleh seniman akademik atau seniman
individual, sehingga tarian tersebut tidak lagi mewakili salah satu wilayah atau nagari,
tetapi tarian tersebut telah mewakili kehidupan budaya masyarakat Minangkabau
kekinian yang universal. Apalagi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Surabaya, dan Makasar, bahkan di Negeri Sembilan dan Kuala Lumpur, nilai
ketradisian yang mengungkapkan ideologi satu nagari atau wilayah secara kolektif
tidak lagi dapat diinterpretasikan dalam tari tersebut masa kini. Karena kebanyakan
Tari Piring tersebut merupakan ciptaan atau gubahan kembali dari tari yang telah ada
menjadi tari baru oleh pemikiran individu. Meskipun Tari Piring kreasi tersebut
dicetuskan melalui pemikiran individu, akan tetapi tetap mengandung unsur atau
elemen-elemen Tari Piring tradisioanl, baik bentuk, gaya dan karakteristiknya, serta
ekspresi dari penarinya.
Oleh sebab itu, keberadaan Tari Piring kreasi diterima oleh masyarakat
Minangkabau yang kekinian, karena kemasan dari tari tersebut sesuai dengan
perkembangan zaman masa kini. Dalam adat Minangkabau hal tersebut tidak
dilarang, karena sesuai dengan adat istiadatnya masarakat zaman sekarang. Karena
secara esensi namanya tetap Tari Piring Minangkabau, dan tetap juga menggunakan
properti piring serta geraknya tetap juga berakar pada Tari Piring yang tradisional.
Itulah budaya ma syarakat Minangkabau masa kini. Karena dalam adat Minangkabau
juga disebut adat dipakai baru, sebab itu agar Tari Piring dapa terus dipakai dia perlu
dikembangkan sesuai dengan zaman yang menaungi keberadaannya.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesenian tradisional di ranah Minangkabau meliputi berbagai macam kegiatan
adat yang digunakan dalam upacara-upacara adat di berbagai daerah. Kesenian ini
merupakan warisan budaya yang diwariskan secara turun temurun, bertujuan untuk
menghormati pemberian dari nenek moyang serta sebagai simbol jati diri suatu daerah.
Perkembangan budaya dan adat Minangkabau pada ruang lingkup kesenian menunjukkan
banyak kekurangan perihal detail kegiatan yang dilakukan secara terperinci karena
keterbatasan ruang dan waktu. Sehingga perlu pengembangan lebih lanjut mengenai
gambaran secara keseluruhan, serta kurangnya narasumber mengenai pelaku atau
pasangan menikah yang pernah mempraktekan kegiatan upacara adat tersebut supaya
informasi yang akan disampaikan kembali kepada masyarakat lebih mendalam
berdasarkan sudut pandang pelaku.

B. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat agar bermanfaat untuk semua. Diharapkan
setelah membaca makalah ini pembaca dapat memahami mengenai materi ini. Namun
dalam penulisan makalah ini ternyata banyak terdapat kekurangan yang dikarenakan
penulis masih dalam tahap belajar. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budiwirman, B. (2013). Fungsi Tenun Songket dalam Perubahan Sosial-Budaya


Masyarakat Minangkabau. Ranah seni: Jurnal Seni dan Desain, 6(02), 1171
1185.
Daerah Perkembangan Kesenian Tradisional Minangkabau I. (2010, September 6).
Retrieved Maret 17, 2024, from ISI Denpasar: https://isi-dps.ac.id/daerah-
perkembangan-kesenian-tradisional-minangkabau-i/
Indrayuda, I. (2013). Popularitas Tari Piring sebagai Identitas Budaya
Minangkabau. Panggung: Jurnal Seni dan Budaya, 23(3), 270-280.
Iswandi, I. (2012). Perkembangan Kesenian Kuda Kepang di Sawahlunto
Minangkabau. Ekspresi Seni: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni, 14(2).
Putri, R. S., Fitriani, E., & Amelia, L. (2022). Tontoang Kayu: Revival Kesenian
Tradisional Minangkabau. Culture & Society: Journal Of Anthropological
Research, 4(2), 71-81.
Ria, S. P. (2016). Dinamika Perkembangan Tari Rantak Kudo di Painan Timur
Kabupaten Pesisir Selatan (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Padang).

19

Anda mungkin juga menyukai