Dakwah Multikultural Book Chapter
Dakwah Multikultural Book Chapter
Dakwah Multikultural Book Chapter
Dunia
Melisa Putri 2141913005
Machmud Hidayat Tullah 2141913029
Jika ditilik dari segi bahasa (etimologi), maka dakwah dapat berarti memanggil,
mengundang, mengajak, menyeru, mendorong ataupun memohon. Dalam ilmu tata
bahasa Arab, kata dakwah merupakan bentuk mashdar dari kata kerja da’a, yad’u,
da’watan, yang berarti memanggil, menyeru, atau mengajak. Istilah dakwah dalam
Al-Qur’an diungkapkan dalam bentuk fi’il maupun mashdar sebanyak lebih dari
seratus kata. Al-Qur’an menggunakan kata dakwah untuk mengajak kepada kebaikan
yang disertai dengan risiko masing-masing pilihan. Dalam Al-Qur’an, dakwah dalam
arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam
1
dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Di samping itu, banyak
sekali ayat-ayat yang menjelaskan istilah dakwah dalam konteks yang berbeda.
Sedangkan secara istilah, para ahli memiliki tafsiran yang berbeda-beda sesuai dengan
sudut pandang mereka di dalam memberikan pengertian dakwah. Berikut ini dikutip
beberapa pendapat, di antaranya:
1. Ibnu Taimiyah; Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang
beriman kepada Allah, percaya dan menaati apa yang telah diberitakan oleh Rasul
serta mengajak agar dalam menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya.
2. Syekh Ali Mahfudz; Dakwah adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan
petunjuk, dan menyeru berbuat baik dan mencegah berbuat munkar untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Dari beberapa definisi di atas, terdapat tiga gagasan pokok berkenaan dengan
hakikat dakwah Islam yaitu: Pertama, dakwah merupakan bentuk proses kegiatan
mengajak kepada jalan Allah. Aktivitas mengajak tersebut bisa berbentuk tabligh
(menyampaikan), taghyir (perubahan, internalisasi dan pengembangan), dan uswah
(keteladanan). Kedua, dakwah merupakan proses persuasi (memengaruhi). Berbeda
dengan hakikat yang pertama, memengaruhi tidak hanya sekedar mengajak,
melainkan membujuk agar objek yang dipengaruhi itu mau ikut dengan orang yang
memengaruhi. Dalam hal ini, dakwah tidak diartikan sebagai proses memaksa,
karena bertentangan dengan ajaran Al-Qu’an “Tidak ada paksaan dalam beragama”
(QS. Al-Baqarah 2: 256).
2
Perspektif Agama-Agama Dunia Tentang Pendidikan Multikultural
3
2. Pandangan Kristen tentang Multikulturalisme Kemampuan Iman Kristen
berinteraksi, adaptasi bahkan mengadopsi unsur-unsur dari kebudayaan berasal
dari inti Ajaran Kristen itu sendiri tentang Pribadi Yesus Kristus. Ajaran yang
menjadi dasar interaksi ini adalah Inkarnasi. Maka koneksitas iman Kristiani
dan kultur setempat (sekarang dan di sini) atau multikultural bersifat kekal-
abadi bukan strategi politik atau rekayasa sosial yang bersifat kasuistis dan
temporal. Inkarnasi merupakan istilah fundamental dalam agama Kristen (baik
Kristen Katolik, Kristen Protestan, maupun Kristen lainnya ). Secara
etimologis, inkarnasi berasal dari kata: “in” (masuk Ke dalam) dan carnes
(daging), bahasa Latin. Secara harafiah etimologis, inkarnasi masuk ke dalam
daging atau tubuh.(Situmorang, 1998) Inkarnasi ini adalah Yesus Kristus.
Yesus kristus adalah Roh Allah (Dimensi Ilahi) yang menerima kemanusiaan
(dimensi humanis) demi keselamatan umat manusia. Dan ini merupakan
rencana-insiatis Allah sendiri.(Lukas 1:35, 1989) Dengan kata lain, Sabda
Allah (Logos) menjadi manusia di dalam segala hal kecuali dalam hal
dosa.(Filipi 2:10-11, 1989) Tentang inkarnasi diungkapkan secara jelas dalam
bab I Injil Yohanes : sabda menjadi daging. Tetapi sabda Allah tetap sabda
Allah sejak kekal sehingga orang beriman mengakui bahwa Sabda atau Putera
Allah sejak kelahiran-Nya di Betlehem untuk selamanya adalah manusia
juga.(Yohanes 1:12,13, 1:1-3, 1989) Karena inkarnasi inilah, Kristen mengenal
Allah Tritunggal Mahakudus.
Peristiwa inkarnasi adalah peristiwa yang mengungkapkan keluhuran
martabat manusia. Tuhan memilih sosok manusia untuk menyelamatkan
manusia lainnya dan mendatangkan rahmat bagi semesta alam. Dalam
inkarnasi, kemanusiaan kita memulai membuka diri kepada ilahi, dan akhirnya
dimensi ilahi itu sendiri yakni Roh Allah mendiami manusia, dan itulah yang
terjadi dengan Pentakosta. Kalau dalam inkarnasi Allah menjadi manusia
dalam Yesus Kristus, maka dalam Pentakosta adalah pernyataan bahwa barang
siapa beriman kepada Yesus Putera Allah, mereka (komunio) diangkat ke
dalam kodrat ilahi dengan pencurahan Roh. Dalam agama Kristen, khususnya
Gereja Katolik, Kitab Wahyu (melalui Inkarnasi) melambangkan penerimaan
akan Tuhan dan hubungan bersama dengan umat manusia. Agar wahyu ini
masuk akal/bermakna bagi manusia, Tuhan menggunakan bahasa manusia dan
manusia menyikapinya dengan bahasa dan budayanya sendiri. Pribumi
4
(Dalam, artinya masuk, kebudayaan, artinya kebudayaan) adalah seseorang
atau sekelompok orang dari lingkungan budaya mana pun yang turut menerima
salam Firman Tuhan (Wahyu Ilahl) sesuai dengan budaya lokal tempat ia
tinggal.
Proses ini hanya dapat dibenarkan jika iman sudah matang, memberi liturgi
cita rasa lokal dan membawa orang lebih dekat kepada Yesus. Sehingga perlu
dipilah unsur budayanya. Gunakan di mana pun itu konsisten dengan
keyakinan dan ajaran Kristen. Seperti halnya pakaian liturgi, rumah adat juga
digunakan sebagai dekorasi di gereja Katolik setempat. Keyakinan ada di
beberapa budaya dan terus-menerus muncul dalam bentukbentuk
baru.(Halidin, 2018) Kebudayaan dengan segala unsurnya telah menjadi alat
atau sarana untuk menghayati iman, dan mengamalkan Injil, merayakan
liturginya. Pada tempat yang sama Konsili VatikanII berkata: "Gereja di
sepanjang zaman dan dalam berbagai situasi, telah memanfaatkan
sumbersumber aneka kebudayaan, untuk menyebarluaskan dan menguraikan
pewartaan Kristus kepada semua bangsa, untuk menggali dan makin
menyelaminya, serta untuk mengungkapkan secara lebih baik dalam perayaan
liturgy dan dalam kehidupan jemaat beriman yang beraneka ragam"(Bertens,
2008). Teologi Inkarnasi dan konsekuensi-konsekuensi mendasarnya
menjadikan Gereja bersifat dialogis dan aman terhadap budaya. Dan agama apa
pun. Gereja Katolik, menurut kami semua umat Kristiani, tidak
mempermasalahkan budaya lokal, berbagai budaya, bahkan tren modern. Di
sini prinsip-prinsip yang sangat populer dalam Gereja Katolik diterapkan:
dalam Principiis Unitas (dalam hal prinsip kesatuan kita), misalnya dalam
dubiis Libertas (dalam hal kebebasan) keterbukaan terhadap ajaran Yesus,
Inkarnasi, dogma-dogma iman, Kita bebas untuk membuat pilihan). Dalam
Caritas Sintetis (Semuanya pasti ada cinta).(Elkana, 2021)
5
menyelenggarakan program pendidikan multikultural agar generasi muda
Indonesia memiliki identitas nasional. Nilai-nilai pendidikan multikultural
seperti sikap toleransi, menghargai perbedaan pendapat dan budaya orang lain,
menghormati hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi harus
diimplementasikan dalam hubungan di dunia sekolah dan masyarakat umum.
Dengan demikian, generasi muda menjadi titik tolak strategis untuk
menemukan toleransi pendidikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.(Mudana, 2019) Menurut ajaran Hindu yang diuraikan dalam kitab
suci Veda, membangun kehidupan dalam keluarga umat beragama dapat
dijelaskan secara gamblang dengan melaksanakan ajaran Tattwam Asi, Karma
Phala dan Ahimsa. Tattwam Asi adalah merupakan ajaran sosial tanpa batas,
yang menyatakan bahwa saya adalah kamu dan kamu adalah saya, serta segala
makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri
sendiri dan menyakiti orang lain berarti juga menyakiti diri sendiri. Hakikat
atman yang menjadikan hidup diantara saya dan kamu berasal dari satu sumber
yaitu Tuhan. Atman yang menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan
percikan terkecil dari Tuhan, sehingga antara saya dan kamu sesungguhnya
bersaudara.(Sari, 2021) Dalam Upanisad dikatakan 'Brahman atma aikhyam’
yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman adalah sama/tunggal sesungguhnya
filsafat tatwam asi ini mengandung makna yang sangat dalam. Tatwam asi
mengajarkan agar kita senntiasa mengasihi orang lain atau menyayangi
makhluk lain bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa bedanya
dengan orang lain, maka dari itu janganlah sekali kali menyakiti hati orang lain,
bila dihayati dan diamalkan dengan baik, maka akan terwujud suatu
keharmonisan hidup (kerukunan hidup). (Depag RI, 1995) Karma Phala
merupakan hukum sebab akibat (causalitas) yang diyakini oleh Umat Hindu.
Apa pun yang dilakukan, baik disengaja maupun tidak, akan menimbulkan
dampak yang harus dipertanggungjawabkan. Setiap tindakan akan membawa
akibat, dan hasil dari perbuatan tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan
keyakinan tersebut, untuk membangun kerukunan hidup beragama, selalu
berbuat baik berdasarkan Dharma yang dipuji. Kebaikan yang sebenarnya yang
membuat seseorang menjadi baik adalah perbuatan yang baik, dan sebaliknya,
yang membuat seseorang menjadi buruk adalah perbuatan yang buruk.
Seseorang hanya akan menjadi baik dengan berbuat kebaikan. Seseorang
menjadi terhina karena perbuatannya yang jahat. Subha asubha prawirtii, yaitu
6
baik buruknya ataupun amal dosa dari suatu perbuatan, berasal dari Karma
Phala. Dharma yang baik akan menghasilkan kebahagiaan lahir batin,
sedangkan karma yang jahat akan menghasilkan hina dan adharma serta
kesengsaraan lahir batin (Depag RI, 1995) Ahimsa juga menjadi landasan
dalam mencapai kerukunan hidup beragama, ahimsa artinya pantang
kekerasan, secara etimologis ahimsa artinya tidak membunuh atau merugikan
makhluk hidup lain, setiap perjuangan kebenaran tidak boleh melibatkan
kehancuran karena pemangsaan, pemaksaan, ancaman, sifat intimidasi yang
merusak. , pembakaran, dan sebagainya sangat bertentangan dengan ajaran
ahimsyah: Ahimsyah Paramo dharma; yang artinya ahimsyah adalah
keutamaan tertinggi, kebenaran (dharma) tertinggi, pengendalian diri ahimsyah
adalah keutamaan tertinggi (dharma) tertinggi.(Depag RI, 1995) Berdasarkan
ajaran dan konsep agama Hindu klasik, pendidikan multikultural agama yang
hidup mempunyai visi dan misi yang sangat luhur. Visi tersebut sebenarnya
tidak jauh dari tujuan pendidikan karakter, yaitu mengantarkan anak pada
kedewasaan. Kata “dewasa” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
mempunyai cahaya (devasya) dan hak untuk mengetahui kebenaran.
Kesimpulan
7
sehingga akan terjadi kreativitas dan peningkatan kualitas kehidupan umat manusia
dalam berbagai aspeknya demi kemaslahatan hidup bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Muzaki, I. A., & Tafsir, A. (2018). Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Islamic
Worldview. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 6(1), 57.
Soroush, A. (2000). Reason, Freedom, and Democracy in Islam: Essential Writings of
Abdolkarim Soroush. Oxford University Press.
Situmorang, J. M. (1998). Inkarnasi-Inkulturasi; Pergulatan Kristus dan Budaya. St.
Louis Press
Halidin, A. (2018). Membangun Harmonisasi Dengan Beda Agama. Komunida :
Media Komunikasi Dan Dakwah, 8(1), 1–20.
Bertens, K. (2008). Ekumenisme dan Multikulturalisme. Suara Pembaharuan
Elkana, S. (2021). Pengabdian kepada Allah dan Mamon dalam Kekristenan menurut
Matius 6:19-24. REDOMINATE: Jurnal Teologi Dan Pendidikan
Kristiani, 2(1), Article 1
Mudana, I. W. (2019). Pengembangan Model Pendidikan Agama Hindu Berbasis
Multikultur Pada Sekolah Menengah Atas Di Provinsi Bali. 3(1).
Sari, N. K. P. (2021). Nilai–Nilai Dan Konsep Pendidikanmultikultural Dalam
Pendidikan Agama Hindu Menurut Kitab Canakya Niti Sastra. Guna Widya:
Jurnal Pendidikan Hindu, 8(2), Article 2.
Depag RI. (1995). Terjemahan Kitab Upanisad. Balai Pustaka
Munir. M., & Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Group, 2006 Amin,
Samsul Munir, Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009.
Suparta, Munzier, & Harijani Hefni (ed). Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2006.
An-Nabiry, Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah. Jakarta: Amzah, 2008.
8
PROFIL PENULIS
Lahir di Samarinda, Kalimantan timur pada tanggal 10 Oktober 2001. Alamat penulis
di Jln. Biawan Gg 2 Rt 16 Kel. Sidomulyo Kec. Samarinda ilir. Penulis memulai
pendidikanya dari TK Lukman Alhakim dan dilanjukan di SDN 023 Samarinda,
kemudian menempuh pendidikan di SMP Nuri Samarinda, dan jenjang selanjutnya di
SMA Islam Samarinda. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan S1 jurusan
Manajemen Dakwah di UINSI Samarinda angkatan 2021.
Email penulis :
9
PROFIL PENULIS
Melisa putri
Lahir di muara Kaman pada tanggal 11 mei 2002 ,alamat penulis Di desa muara Kaman
Ilir, RT 2 kecamatan Muara Kaman . Penulis memulai pendidikan nya Dari SD 027
muara Kaman , kemudian menempuh pendidikan di Mts Nurul iman muara Kaman,
dan jenjang selanjutnya Di SMA IT Al hidayah Tenggarong,.Saat ini penulis sedang
menempuh pendidikan S1 jurusan Manajemen dakwah di UINSI Samarinda angkatan
2021.
10