KASUS KEMATIAN ARIE ANGGARA Rindu
KASUS KEMATIAN ARIE ANGGARA Rindu
KASUS KEMATIAN ARIE ANGGARA Rindu
Arie Hanggara terlahir sebagai anak kedua dari pasangan Machtino Eddiwan dan Dahlia
Nasution. Namun saat rumah tangga mereka menjadi kacau, Arie bersama dua orang saudaranya
dibawa sang ayah untuk hidup bersama perempuan selingkuhannya bernama Santi.
Santi sering dikabarkan sebagai ibu tiri Arie dan saudara-saudaranya, meskipun Machtino dan
Santi belum resmi sebagai pasangan suami istri pada Tempo edisi 13 April 1985. Masyarakat
yang menganggap Santi sebagai ibu tirinya kelak akan menjadikan status “ibu tiri” sebagai
mimpi buruk bagi anak-anak.
Arie bersekolah di Perguruan Cikini, Jakarta Pusat. Ayahnya menganggur setelah usahanya
bangkrut dan Santi bekerja di kantoran. Arie dikenal suka bergaul dan periang pada teman-
temannya di sekolah menurut gurunya, Khadidjah.
Awalnya mereka hidup baik-baik saja. Tapi Tino yang memang tak memiliki pekerjaan tetap itu
mulai sering uring-uringan. Apalagi istri barunya juga suka cerewet menghadapi kebengalan
ketiga anak tirinya seiring perkembangan usianya. Anehnya, Tino dan Santi sering
melampiaskan kemarahan kepada Arie, tidak kepada kakak dan adiknya.Kemarahan yang
mereka lampiaskan kepada Arie Hanggara membuat anak malang yang tak berdaya ini babak
belur oleh kedua orang tuanya.Arie Hanggara sering mendapatkan tindakan kekerasan secara
fisik berupa pukulan,tendanga,cubitan dan kekerasan fisik lainnya hanya karena hal-hal yang
sangat sepele.Bukan hanya kekerasan fisik yang diberikan tetapi juga hukuman yang tidak wajar
juga diberikan kepada Arie seperti membersihkan kamar mandi selama berjam-jam.kekerasan
demi kekerasan yang diterima Arie membuat dia menjadi ketakutan kepada orang tuanya.
Arie yang jago matematika dan dikenal sebagai anak lucu mulai sering disiksa ayahnya, yang
merupakan jebolan sekolan penerbang Curug, Tangerang. Arie mulai menerima siksaan secara
beruntun sejak tanggal 3 November 1984. Bocah periang itu dituduh telah mencuri uang
Rp1.500. Arie menjerit kesakitan ketika dihujani pukulan oleh kedua orangtuanya karena tak
mengaku mencuri.
Pukulan Tino mengenai wajah, kaki, tangan dan punggung Arie. Tak sampai di situ, Tino juga
mengikat tangan dan kaki Arie. Bak pencuri yang tertangkap, Arie disuruh jongkok di kamar
mandi. “Ayo minta maaf dan mengaku!?” teriak Santi malam itu.
Karena merasa tak melakukan pencurian, Arie yang bertubuh kurus itu hanya diam seribu
bahasa. Penasaran, Tino dan Santi melepas ikatan tangan Arie dan menyiram air dingin ke tubuh
mungil bocah itu. Santi menambah hukuman dengan meminta Arie jongkok sambil memegang
kupingnya. Anak tak berdosa itu melakukan perintah sang ibu tiri sambil mengerang kesakitan.
Pihak sekolah saat itu mengetahui Arie tak masuk sekolah. Pihak sekolah pun mengaku tak ada
di antara muridnya yang kehilangan uang atau dicuri. Entah, dari mana Arie mendapatkan uang
Rp 1.500 itu. Alasan kedua orangtuanya, Arie sering kedapatan memiliki uang.
Pihak sekolah hanya mengakui bahwa Arie memang sempat absen masuk sekolah selama 10 hari
di bulan Agustus 1984. Malah salah seorang gurunya bernama Khadijah pada bulan Agustus,
mengatakan Arie sempat 10 hari absen masuk sekolah. Ketika masuk sekolah, wajah Arie
tampak memar dan bengkak. "Ketika saya tanya, Arie mengaku dipukul papanya," kata Khadijah
seperti dikutip Tempo edisi 24 November 1984.
Sejak tanggal 3 November 1984, Arie juga tak masuk sekolah. Bahkan hari-hari penyiksaan
dilakukan Tino dan Santi pada terus berlanjut. Puncaknya pada 7 November 1984, Arie kembali
dituduh telah mencuri uang Rp 8.000. Bocah berlulit putih itu kembali tak mengakuinya. Santi
begitu gemas. Ia menampari wajah Arie.
Masih juga tak mengaku, Tino lalu memukuli sekujur tubuh anak keduanya itu dengan gagang
sapu. Jerit dan tangisan Arie sayup-sayup terdengar sampai ke telinga para tetangga pada pukul
23.00 WIB. Mereka tak mau ikut campur, karena dianggap persoalan rumah tangga.
"Menghadap tembok!" teriak Santi yang juga terdengar para tetangga.
Tak puas, Santi mengambil sebilah pisau bekas mengupas mangga. Pisau itu diacung-acungkan
kepada Arie agar mau mengakui pencurian itu. Tapi, bocah mungil itu tak mau juga buka mulut
atau meminta maaf. Santi lalu menyerah. Giliran Tino kembali memukuli anaknya. “Berdiri terus
disitu!” perintah sang ayah.
Sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, Tino mendapati anaknya sudah tak berdiri di tempatnya.
Gelas air minum yang dilarang untuk diminum pun sudah bergeser letaknya. Bukannya merasa
iba, Tino malah emosi kembali. Ia kembali memukuli sekujur tubuh Arie dengan gagang sapu
sekuatnya. Arie pun tumbang dan jatuh. Tino langsung tidur kembali.
Pukul 03.00 WIB, Tino bangun dan mulai panik ketika melihat tubuh Arie terbujur kaku. Ia dan
istrinya lalu membawa Arie ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Kepada petugas
rumah sakit, Tino mengatakan anaknya mengalami kecelakaan lalu-lintas. Saat diperiksa dokter,
nyawa Arie sudah tak tertolong. Ia meninggal dunia tepat pada Kamis, 8 November 1984.
Saat itu tim medis di RSCM curiga melihat luka-luka disekujur tubuh Arie. Luka-luka akibat
kecelakaan lalu lintas, tapi akibat penganiyaan yang beruntun melewati batas kemanusiaan.
Setidaknya ada 40 luka yang terdapat di punggung, pinggang, pantat, dada, tengkuk serta luka
serius di lengan dan lainnya.
Siang harinya, Tino yang hendak membawa pulang jasad anaknya itu diringkus polisi dari Polsek
Mampang Prapatan. Begitu pun dengan Santi yang ditangkap ketika pulang bekerja. Keduanya
lalu diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim mengganjar hukuman 5 tahun
penjara kepada Tino. Sedangkan, Santi diganjar hukuman 2 tahun penjara.
Jasad Arie lalu dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta
Selatan. Di samping kanan dan kiri nisannya terdapat tulisan “Maafkan Papa” dan ‘Maafkan
Mama”. Kedua tulisan itu disebutkan merupakan bikinan Tino dan Santi setelah bebas. Kematian
Arie membuat luka mendalam, tak hanya keluarga Arie, tapi juga masyarakat Indonesia.
Analisis kasus
Kasus kematian Arie Hanggara ini adalah contoh bagaimana kekerasan masih sangat rentan
diterima oleh anak-anak.Bahkan setelah kematian Arie Hanggara pun masih banyak anak-anak
yang menjadi korban kekerasan oleh orang-orang disekitarnya bahkan orang tua dari anak itu
sendiri.Terkadang orang tua lupa bahwa masa kecil adalah masa yang paling indah dimana
anak-anak aktif untuk melakukan yang menurut mereka disenangi seperti bermain
berteman,selain anak-anak juga memeliki rasa penasaran yang tinggi terhadap suatu hal yang
baru seiring berkembangnya pertumbuhanSeharusnya orang tua harus tau bagaimana memberi
pengarahan yang tepat jika anak-anak tersebut melakukan kesalahan.Dalam kasus Arie Hanggara
ini penyiksaan yang dilakukan oleh orang tuanya dikarenakan Arie dituduh mencuri
uang.Padahal dalam beberapa kesaksian dari guru,teman-teman dan juga orang tua dari teman
Arie,Arie sering diberi uang oleh guru,teman dan juga orang tua teman Arie karena mereka
kasihan melihat Arie yang tidak diberi uang saku saat pergi sekolah.Arie tidak mendapatkan
uang saku karena itu adalah salah satu bentuk hukuman dari orang tuanya.Orang tua Arie yang
sangat disiplin dan tidak suka jika Arie melakukan kesalahan akan memberi hukuman seperti
yang tertera pada kronologi diatas.
Sebenarnya apa yang dilakukan orang tua Arie sangat sederhana,mereka ingin anaknya menjadi
orang disiplin dan jujur namun cara yang mereka lakukan untuk menerapkan hal tersebut tidak
benar.Jika ingin menjadikan Arie sebagai anak yang disiplin dan jujur mereka harus
mengajarkan dengan cara yang baik bukan dengan tindakan kekerasan.Bisa dimulai dengan hal-
hal kecil yang mudah dilakukan anak-anak membiasakan dengan bangun pagi,merapikan tempat
tidur dan yang lainnya.Merka juga melatih kejujuran dengan memberi tau dengan baik dan
bahasa yang mudah dimengerti anak bahwa mencuri adalah hal yang tidak baik dilakukan.Kalau
memang orang tua dari Arie mencurigai dia mencuri uang mereka seharusnya bertanya dengan
lemah lembut bukan dengan menuduh tanpa bukti lalu memberikan hukuman yang tidak
sepantasnya di terima anak kecil seperti Arie.Mereka melupakan anak kecil memiliki kejujuran
yang lebih tinggi dari pada orang dewasa karena mereka masih lugu dan polos.Namun banyak
orang tua yang lupa dengan hal ini dan lupa bahwa anak adalah karunia tuhan yang sangat luar
biasa untuk diberikan kasih sayang dan pengertian yang cukup bukan untuk dihukum dan
dianiaya sampai anak tersebut terdampak kejiwaannya bahkan kehilangan nyawanya.