Octaviana Dewi W.

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 152

HALAMAN SAMPUL

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN.M DENGAN DEMENSIA PADA NY.K
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAGELANG SELATAN
KOTA MAGELANG
KTI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Tugas Akhir
Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh :
Octaviana Dewi Wulandari
NIM. P1337420514017

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG
2017

i
HALAMAN JUDUL
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN.M DENGAN DEMENSIA PADA NY.K
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAGELANG SELATAN
KOTA MAGELANG
KTI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Tugas Akhir
Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh :
Octaviana Dewi Wulandari
NIM. P1337420514017

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG
2017

ii
PERNYATAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Octaviana Dewi Wulandari

NIM : P.1337420514017

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah yang

saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri; bukan

merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai

hasil tulisan atau pikiran saya.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Laporan Kasus Karya

Tulis llmiah ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Magelang, 10 Maret 2017

Yang Membuat Pernyataan,

Octaviana Dewi Wulandari

iii
iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan seluruh nikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Kasus Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga Tn.M

dengan Demensia Pada Ny. K di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang

Selatan Kota Magelang”.

Penyusunan Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah ini dalam rangka Tugas

Akhir untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang Program Studi Diploma III Keperawatan

Magelang.

Dalam penyusunan Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah ini, penulis

menemui banyak hambatan dan kesulitan. Tetapi karena bantuan dan pengarahan

dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Sugiyanto, S.Pd., M.App.Sc, Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang.

2. Putrono, S.Kep, Ns, M.Kes., Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang.

3. Hermani Tri Redjeki, S.Kep, Ns.,M.Kes., Ketua Program Studi Diploma III

Keperawatan Magelang.

4. Siti Arifah, SKM, M. Kes. sebagai pembimbing dan penguji Karya Tulis

Ilmiah.

vi
5. Moh.Ridwan, SKM, M.PH dan Adi Isworo, SKM, M.PH tim penguji Karya

Tulis Ilmiah.

6. Dosen dan staf karyawan Program Sudi Diploma III Keperawatan Magelang

Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

7. Ayahanda Daryun dan Ibunda Saripah tercinta, terimakasih yang tak terhingga

atas doa, kasih sayang, pengorbanan dan ketulusannya dalam mendampingi

penulis. Serta Zhahwa Dwi Larasati, adik tercinta yang senantiasa memberikan

dukungan semangat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

8. Rekan-rekan mahasiswa Prodi Diploma III Keperawatan Magelang yang selalu

memberikan motivasi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

9. Teman-teman Kelas Sadewa dan teman sekelompok keluarga yang telah

membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu penulisan Karya Tulis Ilmiah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah

ini masih banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan selanjutnya. Semoga

Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Magelang, 10 Maret 2017

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i

HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii

PERNYATAN KEASLIAN TULISAN ................................................................ iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........ Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7

A. Konsep Dasar Penyakit Demensia .......................................................................... 7


B. Konsep Dasar Keluarga ........................................................................................ 19
C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga................................................................ 25
D. Konsep Dasar Lansia ............................................................................................ 45
E. Konsep Asuhan Keperawatan Lansia ................................................................... 55
F. Pathway Demensia Dengan Tugas Keluarga ........................................................ 68
BAB III METODE PENULISAN ......................................................................... 69

A. Jenis Penulisan ...................................................................................................... 69


B. Pengumpulan Data ................................................................................................ 69
C. Populasi, Sampel dan Penetapan Sampel .............................................................. 70

viii
D. Lokasi Dan Waktu ................................................................................................ 71
E. Teknik Analisa Data ............................................................................................. 71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 109

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 112

LAMPIRAN ........................................................................................................ 115

ix
DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga...........................................34

2.2 Barthel Indeks..................................................................................................58

2.3 Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)..................................59

2.4 Mini-Mental State Exam (MMSE)...................................................................61

2.5 Hasil Pengkajian Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)


Ny. K ..............................................................................................................79

2.6 Pemeriksaan Fisik Keluarga Tn. M..................................................................80

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Otak Normal dengan Otak yang Mengalami Alzheimer’s.................................7

2.2 Genogram.........................................................................................................26

2.3 Keterangan Genogram.....................................................................................27

2.4 Pathway Keluraga dengan Demensia...............................................................68

2.5 Genogram Keluarga Tn. M..............................................................................73

2.6 Denah Rumah Tn. M........................................................................................76

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampran 1: Lembar Konsultasi Bimbingan

Lampiran 2: Satuan Acara Penyuluhan Penyakit Demensia

Lampiran 3: Satuan Acara Penyuluhan Senam Otak

Lampiran 4: Leaflet Demensia

Lampiran 5: Leaflet Senam Otak

Lampiran 6: Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 7: Berita Acara Sidang Proposal

Lampiran 8: Berita Acara Sidang Hasil

xii
BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

World Health Organization (WHO) memperkirakan tahun 2025

jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan

terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data WHO juga

memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di

negara berkembang (Werdhana, 2015). Dengan semakin bertambahnya

jumlah lansia semakin banyak pula permasalah yang muncul, salah satunya

yang sering terjadi pada lansia adalah demensia atau “pikun”.

Berdasarkan World Alzheimer Report (2016), hingga September 2016

terdapat 47 juta jiwa yang menderita demensia di seluruh dunia dan

diperkirakan akan meningkat lebih dari 131 juta jiwa pada tahun 2050

(Prince, Herrera, Knapp, Guerchet, & Karagiannidou, 2016).

World Alzheimer Report 2015 melaporkan Asia merupakan benua

dengan penderita demensia terbanyak di dunia pada tahun 2015 yaitu

sebanyak 23 juta jiwa. Pada tahun 2050 demensia di Benua Asia diperkirakan

akan meningkat menjadi 67 juta jiwa (Prince, et al., 2015).

Menurut World Alzheimer Report 2015 di Indonesia, jumlah Orang

Dengan Demensia (ODD) pada tahun 2015 sekitar 556 ribu jiwa dan akan

meningkat pada tahun 2030 sekitar 2,3 juta jiwa (Prince, Herrera, Knapp,

Guerchet, & Karagiannidou, 2016).

1
2

Puskesmas Magelang Selatan tidak melakukan pendataan lansia

dengan gangguan demensia. Setelah penulis melakukan pengkajian demensia

dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

pada tanggal 16 November 2016 di Posyandu Lansia Karang-Kidul RW.07

dari 28 lansia terkaji 2 lansia yang diduga mengalami demensia.

Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan

kemanpuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut

menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari yang

disebabkan karena obat-obatan, gangguan metabolik, tumor dan trauma, serta

infeksi (Aspiani, 2014). Namun masyarakat beranggapan bahwa demensia

umum terjadi pada lansia akibat proses dari penuaan. Mereka beranggapan

bahwa lansia yang mengalami demensia tidak memerlukan perawatan yang

khusus. Pemahaman tersebut muncul akibat ketidakmampuan keluarga

mengenal masalah secara menyeluruh. Ketika masalah tersebut tidak teratasi

maka tugas keluarga yang lain tidak terpenuhi. Demensia yang tidak

mendapatkan perawatan yang baik akan menimbulkan dampak seperti nutrisi

pada penderita demensia tidak memadai dikarenakan penderita lupa untuk

makan dan berfikir bahwa mereka sudah makan, penurunan daya ingat,

kebersihan diri menurun dikarenakan kehilangan kemampuan untuk

melakukan perawatan diri secara mandiri, kesulitan dalam komunikasi

dengan orang lain, mengalami kesulitan tidur, dan keharmonisan antar

anggota keluarga terganggu.


3

Dalam mengatasi masalah demensia, keluarga mempunyai tugas

dalam pemeliharaan kesehatan yaitu mengenal masalah demensia, mengambil

keputusan dalam keluarga, merawat anggota keluarga dengan masalah

demensia, memelihara/memodifikasi lingkungan yang ada dan perlu

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka proses keperawatan keluarga pada

kasus demensia perlu dioptimalkan. Tingginya prevalensi demensia serta

ketidaktahuan keluarga mengenali demensia yang benar dapat menimbulkan

prognosis yang buruk. Mengelola kasus demensia menjadi tugas keluarga

untuk menciptakan salah satu anggota keluarganya mencapai umur harapan

hidup (UHH) yang merupakan salah satu indikator pembangunan kesehatan

di Indonesia. Oleh karena itu hal mendasar bagi semua penderita demensia

maupun anggota keluarga untuk dapat mengenal masalah demensia ini guna

tercapainya suatu pencegahan, pengobatan, dan perawatan yang benar

terhadap penderita demensia. Hal itulah yang mendasari penulis tertarik

menyusun proposal karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan

Keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K di Wilayah Kerja Puskesmas

Magelang Selatan Kota Magelang” dengan harapan karya tulis ini dapat

digunakan untuk menangani masalah demensia.


4

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu menggambarkan pengelolaan Asuhan keperawatan

Keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K di Wilayah Kerja

Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang

2. Tujuan Khusus

Penulis mampu mendiskripsikan pengelolaan Asuhan keperawatan

Keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K di Wilayah Kerja

Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang, meliputi:

a. Melakukan pengkajian keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K

di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang,

meliputi biodata pasien dan keluarga, mencakup riwayat kesehatan

pasien dan keluarga, review sistem terkait, data umum: hasil

pemeriksaan, pengkajian 5 fungsi keluarga dalam kesehatan dan

pengkajian fokus demensia.

b. Menganalisa data dan mengidentifikasi masalah keperawatan

yang terdapat pada keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K di

Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang

c. Menentukan rencana keperawatan untuk memecahkan masalah

yang ditemukan pada keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K di

Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang


5

d. Melakukan tindakan keperawatan yang tepat pada keluarga

Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K di Wilayah Kerja Puskesmas

Magelang Selatan Kota Magelang

e. Melakukan evaluasi perkembangan terhadap asuhan keperawatan

yang telah diberikan pada keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny.

K di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang

f. Mendokumentasikan hasil perkembangan terhadap asuhan

keperawatan yang telah diberikan pada keluarga Tn. M dengan

Demensia Pada Ny. K di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan

Kota Magelang

g. Membahas kesenjangan yang ditemukan pada pengelolaan asuhan

keperawatan keluarga Tn. M dengan Demensia Pada Ny. K di Wilayah

Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang

C. Manfaat Penulisan

1. Teoritis

Menambah pemahaman, menambah jumlah referensi dan sebagai bahan

pembelajaran mengenai asuhan keperawatan keluarga, khususnya asuhan

keperawatan keluarga dengan demensia.

2. Praktis

a. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Hasil laporan kasus ini dapat dijadikan bahan masukan bagi institusi

pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, terutama perawat dalam


6

upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan keluarga dengan

masalah demensia.

b. Bagi keluarga

Setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu

anggota keluarga yang mengalami masalah demensia, diharapkan

keluarga mampu mengenal masalah dan mampu melakukan tindakan

perawatan pada anggota yang mengalami masalah demensia.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Demensia

1. Pengertian Demensia

Menurut Grayson (dalam Aspiani, 2014) menyebutkan bahwa

demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala

yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi

perubahan kepribadian dan tingkah laku .

Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan

kemanpuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan

tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari

(Aspiani, 2014).

2. Anatomi Otak

Gambar 2.1: Otak normal dengan otak yang mengalami Alzheimer’s

(Sumber: Irmawati, 2012)

7
8

3. Etiologi Demensia

Etiologi Demensia menurut Tomb (2000), yaitu:

a. Demensia yang dapat disembuhkan, meliputi:

1) Demensia menetap yang diinduks:

a) Drugs (obat), yaitu obat sedatif, obat penenang minor atau

mayor, obat anti konvulsan, obat anti aritmia dan obat anti

hipertensi.

b) Gangguan metabolik dan elektrolit, seperti gangguan triroid

(hipotiroidisme dan hepertiroidisme), hipo atau hipernatremia,

hiperkalsemia.

c) Gangguan jantung, paru-paru, hati, dan ginjal, seperti gagal

jantung kronis, aritmia, endokarditis bacterial subakut,

hipoksia kronis, emfisema, ensefalopati hepatic, uremia, dan

demensia dialisis.

d) Nutrisi, seperti kekurangan vitamin B6, vitamin B1, vitamin

B12 dan kekurangan asam folat.

e) Tumor dan trauma, seperti tumor metastatik

f) Infeksi, seperti Ensefalitis, Pnemonia, TBC, abses otak, sifilis

g) Komplikasi penyakit arterosklerosis, diantaranya: infark

miokard dan gagal jantung)

2) Demensia Vaskular, yaitu Hidrosefalus Tekanan Normal

b. Demensia berat yang tidak dapat disembuhkan, meliputi:

1) Penyakit Alzheimer
9

2) Khorea Huntington

3) Penyakit Parkinson

4) Penyebab lain, seperti demensia kompleks Guam, Penyakit

Crautzfeldt-Jacob, ensefalitis herpes simpleks, HIV, dan trauma

kepala.

4. Patofisiologi Demensia

Menurut Boedhi-Darmojo (dalam Sakala, 2013), proses menua

tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan

menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan

saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada

penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang

telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat

mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada

otak, gangguan vaskular, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas

secara langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan inflamasi dan

deposisi protein abnormal yang mengakibatkan sel neuron mengalami

kerusakan melalui mekanisme iskemia dan infark sehingga jumlah neuron

menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.

Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk

proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan

gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan

sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood.

Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena


10

(kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat

berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan

konfusio akut demensia .

5. Tanda dan Gejala Demensia

10 tanda dan gejala demensia menurut Depkes (2013):

a. Gangguan daya ingat. Gejalanya diakibatkan karena sering lupa akan

kejadian yang baru saja terjadi, seperti lupa janji, menanyakan dan

menceritakan hal yang sama berulang kali.

b. Sulit fokus yaitu sulit melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari,

seperti lupa cara memasak, mengoperasikan telepon, tidak dapat

melakukan perhitungan sederhana, bekerja dengan waktu yang lebih

lama dari biasanya.

c. Sulit melakukan kegiatan familiar, yaitu seringkali sulit merencanakan

atau menyelesaikan tugas sehari-hari, seperti bingung cara mengemudi,

sulit mengatur keuangan.

d. Disorientasi, seperti bingung akan waktu (tanggal, hari-hari penting),

bingung dimana mereka berada dan bagaimana mereka sampai disana,

tidak tahu jalan kembali ke rumah.

e. Kesulitan memahami visuospasial, seperti sulitnya membaca,

mengukur jarak, membedakan warna, membedakan sendok/garpu,

tidak mengenali wajah sendiri dicermin, menabrak cermin,

menuangkan air digelas namun tumpah/tidak tepat penuangannya.


11

f. Gangguan berkomunikasi, yaitu kesulitan berbicara dan mencari kata

yang tepat untuk menjelaskan suatu benda, seringkali berhenti di

tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkannya.

g. Menaruh barang tidak pada tempatnya dan kadang curiga ada yang

mencuri atau menyembunyikan barang tersebut.

h. Salah membuat keputusan, seperti berpakaian tidak serasi, tidak dapat

memperhitungkan pembayaran.

i. Menarik diri dari pergaulan, tidak memiliki semangat ataupun inisiatif

untuk melakukan aktivitas atau hobi yang biasa dinikmati, tidak terlalu

semangat untuk pergi bersosialisasi.

j. Perubahan perilaku dan kepribadian, emosi berubah secara drastis,

menjadi bingung, curiga, depresi, takut atau tergantung yang

berlebihan pada anggota keluarga, mudah kecewa, marah dan putus asa

baik di rumah maupun dalam pekerjaan.

6. Klasifikasi Demensia

Klasifikasi Demensia menurut Aspiani (2014), yaitu:

a. Demensia Senilis

Kekurangan peredaran darah ke otak serta pengurangan metabolisme

dan O2 yang menyertainya merupakan penyebab kelainan anatomis di

otak. Kadang-kadang ada kelainan otak yang jelas, tetapi orang itu

tidak psikotik, sebaliknya pada orang yang sudah jelas demensia

kadang-kadang ada sedikit kelainan pada otak.


12

b. Demensia Prenilis

1) Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer biasanya timbul antara usia 50-60 tahun.

Yang disebabkan oleh adanya degenerasi kortek yang difus pada

otak dilapisan luar, terutama didaerah frontal dan temporal.

Penyakit ini dimulai pelan sekali, tidak ada ciri yang khas pada

gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat

disorientasi, gangguan ingatan, emosi yang lebih, kekeliruan

dalam berhitung, dan pembicaraan sehari-hari dapat terjadi afasia,

perseverasi (mengulang-ulang perkataan; perbuatan tanpa guna),

pembicaraan logoklonia (pengulangan tiap suku kata akhir secara

tidak teratur), dan bila sudah berat maka penderita tidak dapat

dimengerti lagi. Ada yang jadi gelisah dan hiperkatif. Kadang-

kadang timbul aproksia (kehilangan kecakapan yang diperoleh

sebelumnya untuk melakukan pekerjaan atau gerakan yang

memerlukan keterampilan), hemiplegia atau paraplegi, parese

pada muka dan spasme pada ekstremitas juga sering terjadi

sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur. Biasanya penyakit

ini berlangsung 5-10 tahun.

2) Penyakit Pick

Secara patologis penyakit ini adalah atrofi dan gliosis di daerah-

daerah asosiatif, daerah motorik, sensorik, dan daerah proyeksi

secara relatif dan banyak berubah. Yang terganggu adalah daerah


13

kortek sehingga pembicaraan dan proses berfikir mengalami

gangguan.

7. Penatalaksanaan Demensia

a. Farmakoterapi

Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.

1) Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan

antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,

Memantine.

2) Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,

tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan

dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang

berhubungan dengan stroke.

3) Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat

anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.

4) Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak,

yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan

obat anti-psikotik (misalnya Haloperidol, Quetiapine dan

Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek

samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada

penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.

(Setiati, Alwi, Sudoyo, K, Setiyohadi, & Syam, 2014)


14

b. Terapi Suportif

1) Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus,

kacamata, alat bantu dengar, alat proteksi (untuk anak tangga,

kompor, obat-obatan). Sewaktu-waktu mungkin perlu pembatasan

secara fisik.

2) Pertahankan pasien dalam lingkungan yang sudah dikenalnya

dengan baik, jika memungkinkan. Usahakan agar pasien

dikelilingi oleh teman-teman lamanya dan benda-benda yang biasa

ada didekatnya. Tingkatkan daya pengertian dan partisipasi

anggota keluarga.

3) Pertahankan keterlibatan pasien melalui kontak personal, orientasi

yang sering (mengingatkan nama, hari, jam). Diskusikan berita

aktual bersama pasien. Gunakan kalender, radio, televisi. Aktivitas

harian dibuat terstruktur dan terencana.

4) Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien.

Perlakukan mereka sebagai orang dewasa. Rencana diarahkan

kepada kekuatan/kelebihan pasien. Bersikaplah menerima dan

menghargai pasien.

5) Hindari kegelapan dan lingkungan yang terisolasi; juga hindari

stimulasi yang berlebihan.

(Tomb, 2000)
15

8. Diagnosis dan Intervensi

Diagnosis dan Intervensi keperawatan pada demensia menurut Aspiani

(2014), yaitu:

a. Kebingungan akut berhubungan dengan demensia ditandai dengan

klien kurang motivasi untuk berinisiatif, persepsi yang salah,

peningkatan agitasi atau kelelahan dan pola tidur yang fluktuatif.

NOC:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam klien

menunjukkan kemampuan kognitif yang adekuat dengan kriteria:

1) Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi yang baik

2) Klien mampu membuat keputusan

3) Klien mampu berkomunikasi yang jelas sesuai dengan

kemampuan

4) Klien menunjukkan penurunan kegelisahan

5) Klien mampu memproses informasi secara logis

6) Klien dapat memahami pernyataan yang pendek dan tertulis

7) Klien mengikuti perintah verbal

8) Klien tidak mengalami kehilangan identitas

NIC: Managemen Demensia:

1) Libatkan anggota keluarga dalam perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi keperawatan

2) Identifikasi pola perilaku yang biasanya seperti: tidur, penggunaan

obat, eliminasi, intake makanan dan perawatan diri.


16

3) Kaji riwayat fisik, sosial dan psikologi, pola kebiasaan dan

rutinitas klien

4) Kaji tipe dan tingkat defisit kognitif klien menggunakan instrumen

pengkajian standar

5) Pantau fungsi kognitif klien menggunakan alat pengkajian standar

6) Identifikasi dan pindahkan lingkungan fisik dan aktvitas harian

yang konsisten

7) Berikan lingkungan fisik dan aktivitas harian yang konsisten

8) Berikan periode istirahat untuk mencegah kelelahan dan

mengurangi stres

9) Hindari situasi yang tidak familier jika mungkin (seperti:

perubahan ruangan dan perlengkapan ruangan yang tidak famlier

bagi klien)

10) Tempatkan nama klien dengan huruf warna hitam yang besar di

ruangannya dan dibajunya sesuai kebutuhan

11) Gunakan simbol atau tanda tertulis untuk membantu klien

menemukan lokasi kamarnya, kamar mandi atau area yang lain

12) Pantau penyebab psikologis yang dapat meningkatkan

kebingungan akut pada klien

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu

lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan

kemampuan fungsi yang ditandai dengan penuaan perubahan pola

tidur dan cemas.


17

NOC:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam

diharapkan klien menunjukkan tidur yang adekuat dengan kriteria:

1) Klien menunjukkan jam tidur tidak terganggu

2) Klien melaporkan tidak ada masalah dengan pola, kualitas dan

rutinitas tidur atau istirahat

3) Klien menunjukkan perasaan segar setelah tidur atau istirahat

4) Klien melaporkan terjaga dengan waktu yang sesuai

5) Klien dapat mengidentifikasi tindakan yang dapat meningkatkan

tidur/istirahat

6) Klien menunjukkan kenyamanan fisik dan psikologis

NIC: Peningkatan Tidur (sleep enhancement):

1) Tentukan aktivitas dan pola tidur klien

2) Pantau dan catat pola tidur dan jumlah jam tidur klien

3) Pantau pola tidur dan catat adanya gangguan fisik dan psikologis

yang dapat mengganggu tidur

4) Ajarkan klien untuk memonitor pola tidurnya

5) Atur lingkungan yang dapat meningkatkan tidur (seperti:

pencahayaan, suhu, matras dan tempat tidur)

6) Bantu klien untuk mengurangi waktu tidur di siang hari dengan

meningkatkan aktivitas sesuai kebutuhan

7) Ajarkan klien/orang terdekat tentang faktor-faktor yang

berkontribusi dalam gangguan pola tidur seperti: perubahan fisik,


18

psikologis, gaya hidup, dan bekerja dalam waktu yang lama dan

faktor lingkungan.

c. Risiko jatuh berhubungan dengan demensia, usia >65 tahun

NOC:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien melakukan

tindakan pengamanan: Pencegahan jatuh dengan kriteria:

1) Klien dapat menggunakan alat bantu dengan benar

2) Klien dapat menempatkan penompang untuk mencegah jatuh

3) Klien dapat menempatkan susunan pegangan tangan sesuai

kebutuhan

NIC: mencegah jatuh (fall prevention):

1) Identifikasi kebutuhan keamanan klien berdasarkan tingkat fungsi

fisik, kognitif dan riwayat perilaku sebelumnya

2) Identifikasi perilaku dan faktor yang berpengaruh terhadap risiko

jatuh

3) Kaji riwayat jatuh klien dan keluarga

4) Identifikasi karakteristik lingkungan yang mungkin meningkatkan

potensial untuk jatuh

5) Pantau gaya berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan selama

ambulasi

6) Diskusikan dengan klien tentang gaya berjalan dan pergerakan

7) Ajarkan pada klien/keluarga tindakan keamanan pada area yang

spesifik
19

8) Pantau kemampuan klien untuk berpindah dari tempat tidur ke

kursi

9) Gunakan teknik yang tepat untuk memindahkan klien dari dan ke

kursi roda, tempat tidur, kamar mandi.

d. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau

gangguan memori sekunder

NOC: Memori

1) Mengingat dengan segera informasi yang tepat.

2) Mengingat informasi yang baru saja disampaikan.

3) Mengingat informasi yang sudah lalu.

NIC: Latih Daya Ingat

1) Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai beberapa

masalah ingatan.

2) Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin

dengan cepat.

3) Mengenangkan tentang pengalaman di masa lalu dengan pasien.

B. Konsep Dasar Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut Friedman (dalam Muhlisin, 2012) keluarga adalah

kumpulan dua orang atau lebih, yang satu sama lain saling terikat secara

emosional, serta bertempat tinggal yang sama dalam satu daerah yang

berdekatan.
20

Menurut UU No.10 Tahun 1992 (dalam Suprajitno, 2004) keluarga

adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau

suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga adalah kumpulan dua individu atau lebih yang terikat

oleh darah, perkawinan atau adopsi yang tinggal dalam satu rumah atau

jika terpisah tetap memperhatikan satu sama yang lain (Muhlisin, 2012).

2. Tipe Keluarga

Tipe keluarga menurut Mubarak, Santoso, Rozikin, & Patonah (2006),

yaitu:

a. Keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami

istri dan anak (kandung atau anak angkat).

b. Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah

keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek,

nenek, paman, bibi atau keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang

hidup bersama dalam satu rumah.

c. Keluarga “Dyad” (the dyad family) yaitu rumah tangga yang terdiri

dari suami istri tanpa anak.

d. Orang tua tunggal (Singgle parent) yaitu keluarga yang terdiri dari

satu orang tua dengan anak kandung atau anak angkat, yang

disebabkan karena perceraian atau kematian.

e. Commuter family yaitu keluarga yang terdiri dari kedua orang tua

bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai
21

tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul

pada saat “weekend”.

f. The Singgle adult living alone/single adult family yaitu rumah tangga

yang hanya terdiri dari seorang dewasa saja.

g. Multigeneration family yaitu keluarga yang terdiri dari keluarga

dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal dalam

satu rumah

h. The unmarried teenage mother yaitu keluarga yang terdiri dari orang

tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

i. Cohabiting couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama diluar

ikatan pernikahan karena beberapa alasan tertentu.

j. Group-marriage family yaitu beberapa orang dewasa yang

mengunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa telah

menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual

dan membesarkan anak.

3. Fungsi Keluarga

Terdapat beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (dalam Ali, 2010),

yaitu:

a. Fungsi Afektif

Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan

dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial. Anggota keluarga mengembangkan gambaran


22

diri yang pisitif, peran dijalankan dengan baik, dan pemenuhan rasa

kasih sayang.

b. Fungsi Sosialisasi

Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu

menghasilkan interaksi sosial, dan individu tersebut melaksanakan

perannya dalam lingkungan sosial. Keluarga merupakan tempat

individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota keluarga dan

belajar disiplin, norma budaya, dan perilaku melalui nteraksi dalam

keluarga, sehingga individu mampu berperan did lam masyarakat.

c. Fungsi Reproduksi

Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

menambah sumber daya manusia.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan,

pakaian, dan perumahan.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan

asuhan kesehatan/keperawatan.

4. Struktur Keluarga

Menurut Friedman (dalam Muhlisin, 2012) menggambarkan sebagai

berikut:

a. Struktur komunikasi

Pola interaksi keluarga yang berfungsi :


23

1) Bersifat terbuka dan jujur

2) Selalu menyelesaikan konflik keluarga

3) Berfikir positif

4) Tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri

b. Struktur peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan

sesuai posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau

status adalah posisi individu dalam masyarakat.

c. Struktur kekuatan

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk

mengontrol atau mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain.

Hak (legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (expert

power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affektif

power.

d. Struktur nilai dan norma

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang

secara sadar atau tidak mempersatukan keluarga dalam satu budaya.

Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman

bagi perkembangan norma peraturan.

Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat

sistem nilai dalam keluarga, budaya adalah kumpulan dari pola

perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan

untuk menyelesaikan masalah.


24

5. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Tugas keluarga dibidang kesehatan menurut Achjar (2010), yaitu:

a. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga, termasuk bagaimana persepsi

keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan

gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang

dialami keluarga.

b. Mengambil Keputusan Tindakan Kesehatan yang Tepat, termasuk

sejauhmana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah,

bagaimana masalah dirasakan oleh keluarga, keluarga menyerah atau

tidak terhadap masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap

akibat atau adakah sikap negatif dari keluarga terhadap masalah

kesehatan, bagaimana sistem pengambilan keputusan yang dilakukan

keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.

c. Merawat Keluarga yang Mengalami Gangguan Kesehatan, seperti

bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat dan

perkembangan perawatan yang diperlukan, u-sumber yang ada dalam

keluarga serta sikap keluarga terhadap yang sakit.

d. Memodifikasi Lingkungan Keluarga untuk Menjamin Kesehatan

Keluarga, seperti pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya

pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota

keluarga dalam menata lingkungan dalam dan luar rumah yang

berdampak terhadap kesehatan keluarga.


25

e. Memanfaatkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Di Sekitarnya Bagi

Keluarga, seperti kepercayaan terhadap petugas kesehatan dan

fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada,

keuntungan keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah

pelayanan kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman

yang kurang baik yang dipersepsikan keluarga.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengertian

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan

yang diberikan melalui praktik keperawatan dengan sasaraan keluarga

(Suprajitno, 2004).

Asuhan keperawatan merupakan proses yang kompleks dengan

menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga

dan individu sebagai anggota keluarga (Muhlisin, 2012).

2. Tahap Pengkajian Asuhan Keperawatan Keluarga

Pengkajian adalah tahapan dimana seorang perawat mengambil

informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya.

Pada tahap ini hal-hal yang dikaji dalam keluarga menurut Muhlisin

(2012), Suprajitno (2004), dan Ali (2010), adalah:

a. Data umum

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:

1) Nama kepala keluarga


26

2) Alamat dan telfon

3) Pekerjaan kepala keluarga

4) Pendidikan kepala keluarga

5) Komposisi keluarga (nama anggota keluarga, jenis kelamin,

hubunga dengan kepala keluarga, umur, pendidikan, dan status

imunisasi) kemudian dibuat genogram (minimal 3 generasi).

Gambar 2.2 Genogram


27

Laki-laki Perempuan Identifikasi klien

yang sakit

Meninggal Menikah Pisah

Cerai Anak kandung Anak angkat

Tinggal dalam

Aborsi Kembar satu rumah

Gambar 2.3: Keterangan Genogram


Sumber: Suprajitno (2004)

6) Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau

masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

7) Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji asal suku

bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku

bangsa terkait dengan kesehatan.

8) Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta

kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.


28

9) Status sosial ekonomi keluarga, status sosial ekonomi keluarga

ditentukan oleh pendapatan, baik dari kepala keluarga maupun

anggota keluarga lainnya. Selain itu, status sosial ekonomi keluarga

ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh

keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

10) Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga

tidak hanya dilihat kapan keluarga pergi bersama-sama untuk

mengunjungi tempat rekreasi, namun dengan menonton TV dan

mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini, ditentukan oleh anak tertua

dari keluarga inti.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan

bagaimana tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh

keluarga serta kendalanya mengapa tugas perkembangan tersebut

belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan pada

keluarga inti, meliputi: riwayat penyakit keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing anggota, dan sumber pelayanan yang

digunakan keluarga seperti perceraian, kematian, dan keluarga

yang hilang.

4) Riwayat keluarga sebelumnya, dijelaskan mengenai riwayat

kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.


29

c. Pengkajian Lingkungan

1) Karakteristik Rumah

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe

rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan,

peletakan perabotan rumah tangga, jenis septik tank, jarak septik

tank, jarak septik tank dengan sumber air, sumber air minum yang

digunakan serta denah rumah.

2) Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas

setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau

kesepakatan, dan budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.

3) Mobilitas Geografis Keluarga

Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan kebiasaan

keluarga berpindah-pindah tempat.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul

serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga

berinteraksi dengan masyarakat.

5) Sistem Pendukung Keluarga

Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah

anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki

keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencangkup


30

fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan anggota keluarga

dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.

d. Struktur Keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota keluarga.

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi

orang lain untuk mengubah perilaku.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran diri masing-masing anggota keluarga baik

secara formal maupun informal.

4) Struktur nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga dengan

kelompok atau komunitas, yang berhubungan dengan kesehatan.

e. Fungsi Keluarga

1) Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga

terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta

pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan

sikap saling menghargai.


31

2) Fungsi sosialisasi

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam

keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma,

budaya dan perilaku.

3) Fungsi perawatan kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit.

Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit.

Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan perawatan kesehatan

dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas

kesehatan keluarga.

4) Fungsi reproduksi

Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota

keluarga, serta metode apa yang digunakan keluarga dalam

mengendalikan jumlah anggota keluarga.

5) Fungsi ekonomi

Mengkaji sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,

pangan, dan papan dan bagaimana keluarga memanfaatkan sumber

yang ada di masyarakat guna meningkatkan status kesehatan

keluarga.
32

f. Stres dan Koping Keluarga

1) Stresor Jangka Pendek

Yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian

dalam waktu ± 6 bulan.

2) Stresor jangka panjang

Yaitu yang memerlukan penyesuaian lebih dari 6 bulan.

3) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stresor,

mengkaji sejauhmana keluarga berespon terhadap situasi atau

stresor.

4) Strategi koping yang digunakan, strategi koping apa yang

digunakan keluarga bila menghadapi masalah.

5) Strategi adaptasi disfungsional, menjelaskan adaptasi disfungsional

yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

g. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada semua anggota keluarga..

h. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga

terhadap petugas kesehatan yang ada.

3. Diagnosis Asuhan Keperawatan Keluarga

a. Perumusan Diagnosis Keperawatan

Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang

telah disepakati menurut Suprajitno (2004), Ali (2010), dan Muhlisin

(2012), terdiri dari :


33

1) Masalah (P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota

(individu) keluarga.

2) Penyebab (E) adalah suatu penyataan yang dapat menyebabkan

masalah dengan mengacu pada kelima tugas keluarga.

3) Tanda (S) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang

diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau tidak yang

mendukung masalah dan penyebab.

Tipologi diagnosis keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga

kelompok (Suprajitno, 2004), yaitu :

1) Diagnosis aktual adalah masalah keperawatan yang sedang

dialami oleh keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat

dengan cepat.

2) Diagnosis risiko/risiko tinggi adalah masalah keperawatan yang

belum terjadi, tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan

aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat

bantuan perawat.

3) Diagnosis potensial adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga

ketika keluarga mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan

mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan

dapat ditingkatkan.

b. Diagnosis Keperawatan Keluarga:

Diagnosis keperawatan keluarga, meliputi:


34

1) ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

2) ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan.

3) ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

4) ketidakmampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan.

5) ketidakmampuan keluaraga memanfaatkan fasilitas kesehatan.

4. Proses Skoring

Skoring diagnosis keperawatan menurut Bailon dan Maglaya (dalam

Suprajitno, 2004).

Tabel 2.1
Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga
No Kriteria Skor Bobot
1. Sifat masalah 1
Skala : Tidak/kurang sehat sehat 3
Ancaman kesehatan 2
Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala : Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3. Potensial masalah untuk dicegah 1
Skala : Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolkan masalah 1
Skala : masalah berat, harus segera ditangani 2
Masalah, tetapi tidak perlu ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0

a. Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan:

1) Tentukan skor sesuai diagnosis yang dibuat perawat

2) Selanjutnya skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan

dengan bobot
35

Skor yang diperoleh x Bobot


Skor tertinggi

b. Penentuan prioritas sesuai dengan kriteria:

1) Kriteria pertama, kriteria pertama diberikan kepada tidak atau

kurang sehat karena perlu tindakan segera dan biasanya didasari

keluarga.

2) Kriteria kedua, perlu diperhatiakan:

a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi, dan tindakan

untuk menangani masalah.

b) Sumber daya keluarga: fisik, keuangan, tenaga.

c) Sumber daya perawat: pengetahuan, ketrampilan, waktu.

d) Sumber daya lingkungan: fasilitas, organisasi, dukungan.

3) Kriteria ketiga, perlu diperhatikan:

a) Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit

atau masalah.

b) Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu.

c) Tindakan yang sedang dijalankan atau yang tepat untuk

mengatasi masalah.

d) Adanya kelompok yang berisiko untuk dicegah agar tidak

aktual dan menjadi parah.

4) Kriteria keempat, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana

keluarga menilai masalah keperawatan tersebut.


36

5. Intervensi Asuhan Keperawatan Keluarga

Menurut Suprajitno (2004), rencana tindakan keperawatan keluarga

berdasarkan masalah keperawatan yang mungkin timbul menurut, yaitu:

a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah:

1) Berikan informasi

2) Identifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

3) Dorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan:

1) Identifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

2) Identifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

3) Diskusikan tentang konsekuensi tipe tindakan

c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga:

1) Demonstrasikan cara perawatan

2) Gunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

3) Awasi keluarga melakukan perawatan

d. Ketidakmampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan:

1) Temukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

2) Lakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin

e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan:

1) Gunakan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga

2) Bantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada


37

6. Evaluasi Asuhan Keperawatan Keluarga

Menurut Achjar (2010), evaluasi merupakan tahap akhir dari

proses keperatan. Evaluasi merupakan sekumpulan program yang

sistematik berkenaan dengan program kerja dan efektivitas dari yang

digunakan terkait program kegiatan, karekteristik dan hasil yang telah

dicapai.

Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif, menghasilkan informasi

untuk umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi

sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi

tentang efekitivitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan

keluarga, didokumentasikan dalam SOAP (subjektif, objektif, analisis,

dan planning).

7. Diagnosis dan Intervensi keperawatan Keluarga dengan Demensia

Diagnosis dan intervensi keperawatan keluarga dengan demensia

menurut NANDA (dalam Herdman & Kamitsuru, 2015), Standar

Diagnosis Keperawatan (dalam PPNI, 2016), NIC (Nursing Interventions

Classification) (Bulechek, Howard, Dochterman, & Wagner, 2016), NOC

(Nursing Outcomes Classification) (Moorhead, Johnson, Maas, &

Swanson, 2016), Suprajitno (2004), dan Muhlisin (2012), yaitu:

a. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah.

NOC: Pengetahuan: Manajemen penyakit akut

1) Faktor-faktor penyebab dan faktor yang berkontribusi.


38

2) Perjalanan penyakit biasanya.

3) Manfaat manajemen penyakit.

4) Tanda dan gejala penyakit.

NIC: Pengajaran: Proses Penyakit

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga terkait dengan

demensia.

2) Jelaskan patofisiologi penyakit demensia dan bagaimana

hubungannya dengan anatomi dan fisiologi

3) Review pengetahuan pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien.

4) Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit demensia.

5) Jelaskan mengenai proses penyakit demensia.

6) Identifikasi kemungkinan penyebab terjadinya demensia.

7) Edukasi pasien dan keluarga mengenai tindakan untuk

mengkontrol/meminimalkan gejala demensia.

b. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengambil keputusan.

NOC: Koping

1) Mengidentifikasi pola koping yang efektif.

2) Menyatakan penerimaan terhadap situasi.

3) Mencari informasi terpercaya tentang diagnosis.

4) Mencari informasi terpercaya tentang pengobatan.

5) Mengidentifikasi beberapa strategi koping.

6) Menggunakan strategi koping yang efektif.


39

7) Menghindari situasi stres yang terlalu banyak.

NIC:

1) Peningkatan Koping:

a) Bantu pasien dan keluarga dalam memeriksa sumber-sumber

yang tersedia untuk memenuhi tujuan-tujuannya.

b) Evaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam membuat

keputusan.

c) Kenali latar belakang budaya/spiritual pasien dan keluarga.

d) Dukung penggunaan sumber spiritual, jika diinginkan.

e) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi sistem

dukungan yang tersedia.

2) Dukungan pengambilan keputusan:

a) Bantu pasien dan keluarga untuk mengklarifikasi nilai dan

harapan yang mungkin akan membantu dalam membuat

pilihan yang penting dalam hidup.

b) Informasikan pada pasien dan keluarga mengenai pandangan-

pandangan atau solusi alternatif dengan cara yang jelas dan

mendukung.

c) Bantu pasien dan keluarga mengidentifikasi keuntungan dan

kerugian dari setiap alternatif pilihan.

d) Berikan informasi sesuai dengan permintaan pasien dan

keluarga.
40

c. Gangguan memori berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga yang sakit.

NOC:Orientasi Kognitif

1) Mengidentifikasi diri sendiri.

2) Mengidentifikasi orang-orang yang signifikan.

3) Mengidentifikasi tempat saat ini.

4) Mengidentifikasi hari, bulan, tahun dan musim dengan benar.

5) Mengidentifikasi peristiwa saat ini yang signifikan.

NIC: Latihan Memori

1) Diskusikan dengan pasien/keluarga yang mengalami masalah

ingatan.

2) Stimulasi ingatan dengan cara mengulangi pemikiran pasien yang

terakhir diekspresikan, dengan cara yang tepat.

3) Kenangkan kembali mengenai pengalaman pasien, dengan cara

yang tepat.

4) Implementasikan teknik mengingat yang tepat, misalnya visual

imagery, alat yang membantu ingatan, permainan ingatan, tanda-

tanda ingatan, teknik asosiasi, membuat daftar, menggunakan

computer, menggunakan papan nama, atau (berlatih) mengulang

informasi.

5) Bantu dalam tugas-tugas yang bisa dibantu, misalnya

mempraktikan pembelajaran dan mengulangi secara verbal dan

memberikan informasi dengan gambar, dengan cara yang tepat.


41

6) Beri latihan orientasi, misalnya pasien berlatih mengenai informasi

pribadi dan tanggal, dengan cara yang tepat.

7) Berikan kesempatan untuk berkonsentrasi, misalnya bermain kartu

dengan berpasangan, dengan cara tepat.

8) Berikan kesempatan untuk menggunakan ingatan kejadian yang

baru saja terjadi.

9) Sediakan pengingat dengan menggunakan gambar, dengan cara

yang tepat.

10) Identifikasi dan koreksi kesalahan orientasi pasien.

11) Monitor perubahan-perubahan dalam melatih mengingat.

d. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan.

NOC: Ketahanan Keluarga

1) Mendukung anggota keluarga

2) Bekerja sama untuk mencapai tantangan

3) Memelihara anggota keluarga

4) Melindungi anggota keluarga

5) Berkomunikasi dengan jelas antara anggota keluarga

6) Berbagi canda

NIC: Peningkatan Keterlibatan Keluarga

1) Bangun hubungan pribadi dengan pasien dan anggota keluarga

yang terlibat
42

2) Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam

perawatan pasien

3) Tentukan sumber daya fisik, emosional, dan edukasi dari pemberi

perawatan utama

4) Identifikasi defisit perawatan diri pasien

5) Identifikasi harapan anggota keluarga untuk pasien

6) Monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien

7) Identifikasi persepsi anggota keluarga mengenai situasi, peristiwa

yang tidak diinginkan, perasaan dan perilaku pasien

8) Identifikasi stresor situasional lainnya untuk anggota keluarga

9) Identifikasi kesulitan koping pasien dengan anggota keluarga

10) Dorong anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan

hubungan keluarga, yang sesuai

e. Risiko komplikasi (ketergantungan perawatan diri secara total,

kehilangan kemampuan berinteraksi) berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.

NOC:

1) Tidak terjadi komplikasi.

2) Dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

NIC:

1) Jelaskan komplikasi dari penyakit demensia.

2) Kaji sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas

kesehatan.
43

3) Kaji tingkat kepercayaan keluarga pada pelayanan kesehatan.

4) Beritahu keluarga macam-macam dari fasilitas kesehatan yang ada.

5) Jelaskan pada keluarga fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau.

6) Jelaskan pada keluarga manfaat fasilitas kesehatan yang ada

(puskesmas dan rumah sakit).

7) Jelaskan pada keluarga macam-macam jaminan kesehatan yang

diberikan oleh pemerintah yang bisa keluarga gunakan (BPJS).

8. Rencana Tindakan Keperawatan Keluarga Tn. X dengan Demensia

a. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga mengenal masalah.

Rencana tindakan yang akan diberikan:

1) Menjelaskan tentang tanda dan gejala demensia

2) Menjelaskan tentang patofisiologi demensia

3) Menjelaskan tentang proses penyakit demensia

4) Menjelaskan tentang tindakan untuk meminimalkan gejala

demensia

5) Melakukan evaluasi setelah diberikan pendidikan kesehatab

b. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengambil keputusan.

Rencana tindakan yang akan diberikan:

1) Membantu pasien dan keluarga dalam menentukan sumber-

sumber yang dimiliki (fisik, pendidikan, ekonomi)


44

2) membantu pasien dan keluarga mengidentifikasi keuntungan

dan kerugian dari setiap alternatif pilihan.

c. Gangguan memori berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga yang sakit.

Rencana tindakan yang akan diberikan:

1) Menstimulasi ingatan dengan cara mengulangi kejadian secara

berturut-turut, dimulai dari satu hari kebelakang kemudian 1 jam

yang lalu.

2) Melatih orientasi, yaitu dengan cara melatih pasien mengenai

informasi peribadi yang meliputi nama, umur, alamat,

pendidikan terakhir, dan melatih pasien tentang orientasi waktu

yang meliputi jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun

3) Menyediakan pengingat dengan menggunakan gambar

4) Melatih ingatan pasien dengan cara mengulang informasi/kata

yang baru saja disebutkan

d. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan.

Rencana tindakan yang akan diberikan:

1) Mengidentifikasi harapan anggota keluarga untuk pasien

2) Memonitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan

pasien

3) Mengidentifikasi kesulitan koping pasien dengan anggota

keluarga
45

4) Mendorong keluarga untuk menjaga atau mempertahankan

hubungan keluarga

e. Risiko komplikasi (ketergantungan perawatan diri secara total,

kehilangan kemampuan berinteraksi) berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.

Rencana tindakan yang akan diberikan:

1) Mengkaji sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas

kesehatan

2) Menjelaskan pada keluarga macam-macam jaminan kesehatan

yang diberikan oleh pemerintah yang bisa keluarga gunakan,

salah satunya yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

3) Menjelaskan pada keluarga macam-macam dari fasilitas

kesehatan yang ada, seperti Posyandu Lansia, Puskesmas, RS

D. Konsep Dasar Lansia

1. Pengertian Lansia

Menurut Hardywinoto dan Setiabudhi (dalam Sunaryo, et al.,

2016) lansia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun keatas.

2. Pembagian Lansia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Sunaryo, et al. (2016), batasan

umur yang mencangkup batasan umur lansia sebagai berikut:


46

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam BAB 1

Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas”.

b. Menurut WHO (World Health Organization), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut:

1) Usia pertengahan (middle age) ialah usia 45-59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatric age): >65 tahun atau 70 tahun, masa lanjut usia itu

sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu:

1) Young old (70-75 tahun)

2) Old (75-80 tahun)

3) Very old (>80 tahun)

3. Teori Proses Penuaan

Ada beberapa teori tentang penuaan menurut Stanley & Beare (2007),

yaitu:

a. Teori Biologis

Terori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik

penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan,

panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh

termasuk perubahan molecular dan seluler dalam sistem organ


47

utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan

melawan penyakit.

b. Teori Genetika

Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang

secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu

untuk mengubah sel atau struktur jaringan.

Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiribonuklear

(DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori

glikogen. Teori-teori ini menyatakan bahwa prosess replikasi pada

tingkatan seluler menjadi tidak sesuai yang diberikan dari sel inti.

c. Teori Wear-And-Tear

Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan

bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak

sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molecular dan

akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya

bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.

f. Teori Imunitas

Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam

sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang

bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing

mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk

menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.


48

d. Teori Psikososiologi

Teori Psikososial memusatkan perhatian pada perubahan

sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan

dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Untuk tujuan

pembahasan ini perubahan sosiologis atau nonfisik dikombinasikan

dengan perubahan psikologis.

e. Teoria Kepribadian

Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan

psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik

lansia. Jung mengembangkan suatu teori pengembangan

kepribadian orang dewasa yang memandang kepribadian sebagai

ekstrovert dan introvert. Ia berteori bahwa kesinambungan antara

kedua hal tersebut adalah penting bagi kesehatan.

f. Teori Tugas Perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang

harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam

hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erickson

menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan

seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas.

g. Teori Disengagement

Teori Disengagement (teori pemutusan hubungan),

dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an,

menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran


49

bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini,

proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat

dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat untuk masyarakat

yang sedang tumbuh.

h. Teori Aktivitas

Teori aktivitas berpendapat bahwa jalan menuju penuaan

yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.

i. Teori Kontinuitas

Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori

perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari dua teori

sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian

pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar

mencapai kebahagian dan terpenuhinya kebutuhan diusia tua. Teori

ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan

kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana

seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat

penuaan.

4. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Penuaan

Menurut Nugroho Wahyudi 2000 (dalam Efendi & Makhfudli, 2013),

yaitu:
50

a. Perubahan Fisik

1) Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan

ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan

intraseluler akan berkurang, proporsi protein di otak, otot,

ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak

akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan

otak menjadi atrofi.

2) Sistem Persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per

detik, hubungan persarafan cepat menurun, lambat dalam

merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya

dengan stres, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi

kurang sensitif terhadap sentuhan.

3) Sistem Pendengaran

Gangguan pada pendengaran, membrane timpani

mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan

serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun

pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.

4) Sistem Penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon

terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis),

lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak,


51

miningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi

terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk

melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,

menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk

membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala

pemeriksaan.

5) Sistem Kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal

dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah

menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi

postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah.

6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±

35oc, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun,

keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi

panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7) Sistem Pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan


52

elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas

lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan

kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari

normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun

menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan

punurunan kekuatan otot pernapasan.

8) Sistem Gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami

penurunan, esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar

menurun, produksi asam lambung dan waktu pengosongan

lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul

konstipasi, fungsi absorbs menurun, hati semakin mengecil dan

menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai

aliran darah.

9) Sistem Genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke

ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang

(berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk

mengonsentrasikan urin, berat jenis urin menurun,proteinuria

biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga

21 mg/dl, nilai ambang ginjal terhadap glulosa meningkat.

Otot-otot kandung kemih melemah, kapasitasnya menurun

hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil


53

meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sihingga

meningkatkan retensi urin. Pria dengan usia 60 tahun keatas

sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga ±75%

dari besar normalnya.

10) Sistem Endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH,

aktivitas tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran

gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormone kelamin seperti

progesteron, estrogen, dan testosteron.

11) Sistem Integumen

Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon

terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit

kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut

dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas

akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan

kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku

kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar

keringat berkurang jumlahna dan fungsinya, kuku menjadi

pudar dan kurang bercahaya.

12) Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya dan semakin rapuh,

kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon


54

mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga

gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi

tremor.

b. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan mental adalah

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan

(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (intelligence quotient-

I.Q.), dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu

kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang

lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek

atau seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.

c. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang

mengalami pensuin. Berikut ini adalah hal-hal yang terjadi pada

masa pension.

1) Kehilangan sumber financial atau pemasukan berkurang

2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya

3) Kehilangan teman atau relasi

4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan

5) Merasakan atau kesadaran akan kematian


55

E. Konsep Asuhan Keperawatan Lansia

Menurut Sunaryo, et al. (2016) asuhan keperawatan lansia sebagai individu

yaitu:

1. Pengkajian pada Lansia

Lingkup pengkajian keperawatan pada lansia

a. Anamnesis

1) Identitas klien

Pastikan bahwa identitas klien sesuai dengan catatan medis,

guna menghindari kesalahan yang berakibat fatal karena

melakukan tindakan kepada orang yang salah.

2) Privasi

Pastikan anamnesis dilakukan di tempat yang tertutup dan

kerahasiaan klien terjaga. Terlebih ketika perawat melakukan

pemeriksaan fisik pada bagian tertentu.

3) Pendampingan

Hal ini dibutuhkan untuk menghindari hal-hal yang mungkin

kurang baik untuk klien dan juga perawat ketika klien berlainan

jenis kelamin. Selain itu, pendampingan klien juga bisa

membantu memperjelas informasi yang dibutuhkan, terutama

klien lansia yang susah diajak berkomunikasi.

4) Aseptik dan disinfeksi

Tangan perawat adalah perantara penularan kuman dari satu

klien ke klien yang lain. Untuk itu, sebaikanya perawat


56

mencuci tangan sebelum atau sesudah memeriksa seorang klien

agar tidak terjadi infeksi silang.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

a) Tingkat kesadaran :

b) GCS (Glassglow Coma Scale) :

c) TTV (Tanda-Tanda Vital) :

d) BB dan TB :

e) Postur tulang belakang :

f) Keluhan :

2) Penilaian Tingkat Kesadaran

a) Compos mentis

b) Apatis

c) Somnolen

d) Sopor

e) Koma

2)Penilaian Kuantitatif

Diukur melalui GCS

3) Indeks Masa Tubuh

Normal: Pria (20,1-25,0)

Wanita (18,7-23,8)
57

Klasifikasi nilai:

a) Kurang : <18,5

b) Normal : 18,5-24,9

c) Berlebihan : 25-29,9

d) Obesitas : >30

4) Head to Toe

a) Kepala

b) Mata

c) Hidung

d) Mulut, tenggorokan dan telinga

e) Leher

f) Dada

g) Abdomen

h) Genetalia

i) Ekstremitas

j) Integument

c. Pengkajian Status Fungsional

Pengkajian status fungsional ini meliputi pengukuran

kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-

hari, penentuan kemandirian, mengidentifikasi kemampuan dan

keterbatasan klien, serta menciptakan pemilihan intervensi yang tepat.


58

1) Indeks Katz

a) Kemandirian dalam hal makan, berpindah, ke kamar

kecil, berpakaian dan mandi.

b) Kemandirian dalam semua hal, kecuali satu fungsi dari

fungsi tersebut.

c) Kemandirian dalam semua hal , kecuali mandi dan satu

fungsi tambahan.

d) Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian

dan satu fungsi tambahan.

e) Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,

berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.

f) Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,

berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi

tambahan.

g) Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut.

2) Barthel Indeks

Tabel 2.2
Barthel Indeks
No Kriteria Dengan Mandiri
Bantuan
1. Makan 5 10
2. Aktivitas ke toilet 5 10
3. Berpindah dari kursi 5-10 15
roda atau sebaliknya,
termasuk duduk di
tempat tidur
4. Kebersihan diri 0 5
mencuci muka,
menyisir rambut dan
menggosok gigi
59

Tabel 2.2 (lanjutan)


5. Mandi 0 5
6. Berjalan dipermukaan 10 25
datar
7. Naik turun tangga 5 10
8. Berpakaian 5 10
9. Mengontrol defekasi 5 10
10. Mengontrol berkemih 5 10
Total 100
Penilaian :

0-20 : ketergantungan

21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung

62-90 : ketergantungan berat

91-99 : ketergantungan ringan

100 : mandiri

d. Pengkajian Status Kognitif/ Afektif

Pengkajian status kognitif/afektif merupakan pemeriksaan

status mental sehingga dapat memberikan gambaran perilaku dan

kemampuan mental dan fungsi intelektual.

1) Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat

kerusakan intelektual.

Tabel 2.3
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
No Pertanyaan Benar Salah
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Di mana alamat Anda?
5. Berapa anak Anda?
6. Kapan Anda lahir?
7. Siapa presiden saat ini
60

Tabel 2.3 (lanjutan)


8. Siapakah presiden
Indonesia sebelumnya?
9. Siapakah nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan
tetap pengurangan 3 dari
setia angka baru semua
secara menurun
Jumlah

Interpretasi :

Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh

Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat

2) Mini-Mental State Exam (MMSE)

Mini-Mental State Exam (MMSE) digunakan untuk menguji aspek

kognitif dari fungsi mental : orientasi, registrasi, perhatian,

kalkulasi, mengingat kembali, dan bahasa.


61

Tabel 2.4
Mini-Mental State Exam (MMSE)
No Aspek Kriteria Nilai Nilai
Kognitif maksimal klien
1. Orientasi Menyebutkan : tahun, 5
musim, tanggal, hari, bulan
2. Orientasi Dimana sekarang kita 5
berada? Negara, provinsi,
kabupaten.
Registrasi Sebutkan 3 nama objek 3
(kursi, meja, kertas),
kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab:
1. Kursi
2. Meja
3. kertas
4.
3. Perhatian Meminta klien berhitung 5
dan mulai dari 100, kemudian
kalkulasi dikurangi 7 sampai 5 tingkat.
4. Mengingat Meminta klien untuk 3
menyebutkan objek pada
point 3.
1. Kursi
2. Meja
3. ….
5. Bahasa Menanyakan kepada klien 9
tentang benda (sambil
menunjuk benda tersebut).

Meminta klien untuk


mengulang kata berikut
“tanpa, jika, dan, atau,
tetapi”.

Meminta klien untuk


mengikuti perintah berikut
yang terdiri dari 3 langkah .
Ambil pulpen di tangan
anda, ambil kertas, menulis
“saya mau tidur”
62

Tabel 2.4 (lanjutan)


No Aspek Kriteria Nilai Nilai
Kognitif maksimal klien
Perintahkan pada klien untuk
hal berikut (bila aktivitas
sesui perintah nilai 1 poin):
“tutup mata Anda”.
Klien menutup mata.

Perintahkan pada klien untuk


menulis satu kalimat dan
menyalin gambar (2 buah
segi 5)
Total 30
Skor :

24-30 : normal

17-23 : probable gangguan kognitif

0-16 : definitive gangguan kognitif

e. Pengkajian Aspek Spiritual

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan

Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang

percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.

Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan

Tuhannya dengan menggunakan instrument (medium) salat, puasa,

zakat, haji, doa dan sebagainya

Dimensi spiritual berupaya mempertahankan keharmonisan

atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau

mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional,

penyakit fisik atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat

menumbuhkan kekuatan yang timbul di luar kekuatan manusia.


63

Pengkajian yang perlu dilakukan:

1) Pengkajian Data Subjektif

Mencakup ketuhanan, sumber kekuatan dan harapan, praktik

agama dan ritual serta hubungan antara keyakinan spiritual dan

kondisi kesehatan.

2) Pengkajian Data Objektif

Meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi,

hubungan interpersonal dan lingkungan.

f. Pengkajian Fungsi Sosial

Pengkajian fungsi sosial ini lebih ditekankan pada hubungan

lansia dengan keluarga sebagai peran sentralnya dan informasi

tentang jaringan pendukung.

Pengkajian fungsi sosial dapat dilakukan dengan

menggunakan alat skrining singkat untuk mengkaji fungsi sosial

lanjut usia, yaitu APGAR keluarga (Adaptation, Partnership, Growth,

Affection, Resolve). Instrument APGAR adalah:

1) Saya puas bisa kembali pada keluarga saya yang ada untuk

membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya (adaptasi)

2) Saya puas dengan cara keluarga saya membicarakan sesuatu dan

mengungkapkan masalah dengan saya (hubungan)

3) Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan mendukung

keinginan saya untuk melakukan aktivitas (pertumbuhan)


64

4) Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan afek dan

berespons terhadap emosi saya, seperti marah, sedih atau

mencintai (afek)

5) Saya puas dengan cara teman saya dan saya menyediakan waktu

bersama-sama.

Penilaian : pertanyaan yang dijawab : selalu (poin 2), kadang-

kadang (poin 1), hamper tidak pernah (poin 0).

3. Diagnosis Asuhan Keperawatan Lansia

Salah satu cara menentukan diagnosis keperawatan dan intervensi

sebagaimana dikemukakan oleh Wilkinson (2000), yaitu menggunakan

NIC (Nursing Intervention Classification) dan NOC (Nursing Outcome

Classification) dalam Sunaryo, et al (2016).

a. Aspek Fisik atau Biologis

1) Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu

lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan

kemampuan fungsi yang ditandai dengan penuaan perubahan pola

tidur dan cemas.

2) Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau

gangguan memori sekunder.

3) Gangguan memori berhubungan dengan gangguan neurologis yang

ditandai dengan tidak mempu mengingat informasi actual, tidak

mempu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa

lampau, lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman


65

dan tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau

informasi baru.

4. Intervensi Keperawatan Lansia

Berikut beberapa rencana intervensi pada diagnosis keperawatan

yang biasa terjadi pada klien lansia menurut Herdman T.H., 2012 dan

Wilkinson J.M., 2007 (dalam Sunaryo, et al., 2016).

a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama,

terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan

kemampuan fungsi yang ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur

dan cemas.

NOC: Pola Tidur

1) Mengatur jumlah jam tidur.

2) Tidur secara teratur.

3) Meningkatkan pola tidur.

4) Meningkatkan kuatilas tidur.

5) Tidak ada gangguan tidur.

NIC: Peningkatan tidur

1) Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien.

2) Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidur.

3) Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stres fisik.

4) Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stres sebelum jam

tidurnya
66

b. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau

gangguan memori sekunder

NOC: Memori

1) Mengingat dengan segera informasi yang tepat.

2) Mengingat informasi yang baru saja disampaikan.

3) Mengingat informasi yang sudah lalu.

NIC: Latih Daya Ingat

1) Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai beberapa

masalah ingatan.

2) Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin

dengan cepat.

3) Mengenangkan tentang pengalaman di masa lalu dengan pasien.

c. Gangguan memori berhubungan dengan gangguan neurologis yang

ditandai dengan tidak mempu mengingat informasi aktual, tidak

mempu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau,

lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman dan tidak

mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru.

NOC: Orientasi kognitif

1) Mengenal diri sendiri.

2) Mengenal orang lain atau hal penting.

3) Mengenal tempatnya sekarang.

4) Mengenal hari, bulan dan tahun dengan benar.


67

NIC: Pelatihan Memori (memory training)

1) Stimulasi memori dengan mengulangi pembicaraan secara jelas

diakhir pertemuan dengan pasien.

2) Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.

3) Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali.

4) Monitor perilaku pasien selama terapi.


68

F. Pathway Demensia Dengan Tugas Keluarga


Gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas, penyakit degeneratif dan
gangguan vaskuler

inflamasi dan deposisi protein abnormal

Iskemik dan infark sel neuron

Jumlah neuron berkurang, kadar


neurotransmitter berkurang dan fungsi area
kortikal dan subkortikal terganggu

Perubahan Gangguan fungsi kognitif,


DEMENSIA
situasional gangguan sensoranium,
persepsi, isi pikir, emosi
dan mood

Kurang Krisis situasional


informansi Gangguan memori
berhubungan dengan
Metode ketidakmampuan keluarga
Defisiensi
koping merawat anggota keluarga
pengetahuan
tidak efektif yang sakit
berhubungan
dengan
ketidakmampuan Koping tidak efektif Risiko komplikasi (
keluarga mengenal berhubungan dengan ketergantungan
masalah ketidakmampuan total dalam
keluarga mengambil perawatan
keputusan. diri)berhubungan
dengan
ketidakmampuan
Gangguan Proses Keluarga keluarga
berhubungan dengan memanfaatkan
ketidakmampuan keluarga fasilitas kesehatan
memelihara/memodifikasi
lingkungan

Gambar 2.4
Pathway keluarga dengan demensia dikembangkan dari NANDA (dalam
Herdman & Kamitsuru, 2015), Muhlisin (2012), Suprajitno (2004), Sakala (2013).
BAB III METODE PENULISAN

METODE PENULISAN

A. Jenis Penulisan

Jenis penulisan Karya Tulis Ilmiah ini yang digunakan oleh penulis

adalah studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. M

dengan Demensia Pada Ny. K di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan

Kota Magelang”.

B. Pengumpulan Data

1. Alat pengumpul data

Alat pengumpul data yang digunakan adalah lembar/format asuhan

keperawatan keluarga dan pengkajian Short Portable Mental Status

Questionnaire (SPMSQ).

2. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam jurnal T. Pujiati (2011) dilakukan

dengan wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan partisispasi aktif.

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan pengkajian terhadap klien dan

keluarga untuk memperoleh data subjektif. Pada studi kasus ini penulis

melakukan wawancara terhadap Ny. K (klien) dan keluarga Tn. M.

b. Observasi

Observasi dilakukan dengan pengamatan terhadap klien dan

keluarga sehingga mendapatkan data objektif. Penulis melakukan

69
70

observasi secara langsung berupa pemeriksaan fisik pada klien dan

keluarga, serta melakukan observasi tak langsung berupa pengamatan

terkait tingkat aktivitas klien.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk mencari data-data yang

sudah ada pada catatan status kesehatan klien dan keluarga di

Puskesmas.

d. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif dari keluarga dapat membatu dalam

mengumpulkan data-data yang dibutuhkan selama proses Asuhan

Keperawatan.

C. Populasi, Sampel dan Penetapan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau

subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian diberikan kesimpulannya

(Sugiyono, 2006). Populasi pada studi kasus ini adalah lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota Magelang.

2. Sampel

Sampel pada studi kasus ini adalah salah satu anggota keluarga yang

memiliki masalah penyakit demensia di Wilayah Kerja Puskesmas

Magelang Selatan Kota Magelang.


71

3. Penetapan Sampel

Penetapan sampel dilakukan dengan cara convenience sampling

method (non-probability sampling technique) yaitu subjek dipilih karena

kemudahan atau keinginan penulis (Sugiyono, 2006).

D. Lokasi Dan Waktu

Lokasi pengambilan kasus adalah Wilayah Kerja Puskesmas Magelang

Selatan Kota Magelang pada tanggal 12 - 17 Desember 2016.

E. Teknik Analisa Data

Dalam teknik analisa data penulis menggunakan proses keperawatan

agar lebih memudahkan dalam melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga.

Tahap-tahap proses keperawatan keluarga menurut Ali Z. (2001), meliputi:

1. Pengumpulan Data

Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang

ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil

untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental,

sosial dan spiritual serta faktor yang mempengaruhinya. Data tersebut

dapat berupa data subjektif yang diperoleh melalui wawancara, dan data

objektif yang diperoleh melalui observasi dan pemeriksaan. Pada

pengumpulan data penulis menggunakan format pengkajian keperawatan

keluarga dan pengkajian Short Portable Mental Status Questionnaire

(SMPSQ), dan melakukan pemeriksaan fisik terhadap seluruh anggota

keluarga Tn. M serta mengobservasi tingkat aktivitas Ny. K sebagai klien.


72

2. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan

kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu

pengetahuan dengan mengelompokkan data-data. Penulis dalam

mengelompokkan memilih data yang menyimpang dalam keluarga yang

meliputi 5 tugas keluarga dalam kesehatan.

3. Perumusan Masalah

Dari analisa yang telah dilakukan, dapat dirumuskan beberapa

masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat

diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada

juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya

disusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas. Penulis dalam

menentukan masalah keperawatan menrujuk pada buku NANDA dan

Standar Diagnosis Keperawatan.

4. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan adalah perumusan tindakan yang

harus dilaksanakan berdasarkan diagnosis pasien. Penulis merujuk pada

NIC (Nursing Intervention Classification) dalam merencanakan tindakan

keperawatan dan menggunakan NOC (Nursing Outcomes Classification)

dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil yang akan di capai.

5. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah

dibuat sesuai dengan keadaan dan kondisi yang mendukung.


73

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan

tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan

membandingkan antara proses degan pedoman/rencana proses tersebut.

Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan

antara tingkat kemandirian pasien dan keluarga dalam kehidupan sehari-

hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah

dirumuskan sebelumnya. Penulis melakukan evaluasi formatif berdasarkan

tindakan yang telah dilakukan kepada Ny. K (klien) dan keluarga Tn. M.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Hasil

A. Pengkajian

Asuhan keperawatan keluarga Tn. M dengan demensia pada Ny. K

dilakukan selama 4 hari yaitu tanggal 13, 14, 15, dan 17 Desember 2016.

Pengkajian pertama dilakukan pada tanggal 13 Desember 2016 pukul 14.30

sampai pukul 15.30 WIB di rumah Tn. M. Keluarga Tn. M merupakan tipe

extended family, dengan anggota keluarga berjumlah 6 orang, yang terdiri

dari Ny. K (klien), Tn. M (Kepala Keluarga), Ny. I, Tn. E, Ny. F, Sdr. A dan

tinggal dalam satu rumah.

Hasil pengkajian didapatkan data, usia Ny. K 93 tahun, pendidikan

terakhir tidak sekolah dan tidak bekerja. Tn. M berusia 46 tahun, pendidikan

terakhir SD dan bekerja sebagai buruh. Ny I berusia 45 tahun, pendidikan

terakhir SMP dan bekerjan sebagai pedagang. Tn. E berusia 24 tahun,

pendidikan terakhir STM dan berkera swasta. Ny. F berusia 24 tahun,

pendidikan terakhir SMA dan tidak bekerja. Sdr. A berusia 14 tahun,

pendidikan terakhir SMP dan belum bekerja.

74
75

Keterangan:

: Laki laki : perempuan : menikah

: Klien : meninggal

: tingggal dalam satu rumah

Gambar 2.5 Genogram Keluarga Tn. M

Keluarga Tn. M bersuku Jawa, bahasa yang digunakan sehari hari

Bahasa Jawa, dan anggota keluarga beragama Islam kecuali Ny. K yang

beragama Kristen, tidak ada kepercayaan atau adat istiadat yang berhubungan

dengan kesehatan.

Sumber pendapatan keluarga diperoleh dari penghasilan Tn. M sebesar

Rp 1.000.000/bulan, Ny. I sebesar Rp 1.500.000/bulan dan Tn. E sebesar

Rp 800.000/bulan. Maka penghasilan keluarga Tn. M selama sebulan yaitu

Rp 3.300.000.

Keluarga Tn. M tidak mempunyai waktu khusus untuk rekreasi ke

tempat wisata, hiburan yang biasa dilakukan adalah menonton televisi dan

bersosialisasi dengan tetangga.

Tahap perkembangan keluarga Tn. M saat ini berada dalam tahap

keluarga melepas anak usia dewasa muda yaitu memperluas jaringan keluarga

dari keluarga inti menjadi keluarga besar, mempertahankan keintiman

pasangan, membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di


76

masyarakat. Tahap perkembangan yang belum terpenuhi adalah membantu

anak pertama untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.

Riwayat kesehatan pada keluarga Tn. M tidak ada yang menderita

penyakit menular namun Ny. K mempunyai riwayat Hipertensi dan sudah

lama tidak pernah mengkonsumsi obat anti hipertensi.

Dari hasil pengkajian lingkungan, keluarga Tn. M menempati rumah

milik sendiri dengan luas 9x10 m2, lantai keramik dan atap genteng. Terdapat

beberapa ruangan yang terdiri dari 1 teras depan, 1 ruang tamu, 4 kamar tidur,

1 dapur, 1 kamar mandi beserta jamban, dan 1 gudang. Pencahayaan rumah

sudah cukup baik dan ventilasi baik dengan sering membuka jendela. Kondisi

rumah dalam keadaan cukup bersih, terdapat jendela di ruang tamu dan setiap

kamar. Sumber air menggunakan PDAM, kondisi air tidak berbau, tidak

berwarna, tidak berbusa, dan tidak berasa. Untuk pembuangan tinja keluarga

menggunakan septic tank, dan untuk pembuangan sampah ada petugas yang

berkeliling untuk mengambil sampah rumah tangga setiap pagi hari. Keluarga

membersihkan rumah 2x sehari.


77
3 3 2 1

4
5
S

3 3

6 7

Gambar 2.6 Denah Rumah Tn. M

Keterangan:

1. Teras Rumah

2. Ruang Tamu

3. Kamar Tidur

4. Dapur

5. Ruang Makan

6. Kamar Mandi

7. Gudang

Keluarga Tn. M tinggal di daerah dengan pemukiman yang padat.

Hubungan dengan masyarakat sekitar baik. Tetangga sekitar sangat ramah.

Tn. M dan Ny. I selalu mengikuti kegiatan yang diselenggarakan di

masyarakat seperti perkumpulan RT, PKK, arisan ibu-ibu, dan pengajian.

Dalam berkomunikasi keluarga Tn. M menggunakan bahasa Jawa.

Sistem komunikasi yang digunakan menggunakan sistem terbuka dan secara

langsung namun frekuensi untuk berkomunikasi antar anggota tidak sering

dikarenakan kesibukan masing-masing anggota keluarga, pengambilan


78

keputusan dilakukan dengan musyawarah walaupun dalam menentukan

keputusan tetap Tn. M yang memutuskan karena sebagai kepala keluarga.

Hubungan antar anggota keluarga baik, saling menghormati dan menghargai

satu sama lain, hubungan dengan masyarakat baik namun Ny. K yang sudah

lansia jarang untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar

dan sering didalam rumah.

Pada pengkajian kedua dilakukan pada tanggal 14 Desember 2016

pukul 15.00 sampai pukul 16.00 WIB. Dari Pengkajian fungsi perawatan

kesehatan diperoleh data bahwa keluarga mampu mengenal masalah

demensia, Tn. M mengetahui jika Ny. K mengalami kepikunan namun tidak

mengetahui jika itu merupakan sebuah penyakit. Ketika ditanya mengenai

pikun itu apa keluarga menjawab bahwa pikun adalah penurunan daya ingat

dengan tanda sering lupa. Namun saat ditanya penyebab, tanda dan gejala

selain yang sudah disebutkan, serta bagaimana cara merawat lansia dengan

demensia keluarga tidak mampu untuk menjawab.

Dalam mengambil keputusan, ketika ada salah satu keluarga yang

sakit akan dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat atau membeli obat di

apotek. Keluarga mengatakan jika kepikunan yang dialami Ny. K bukan suatu

masalah yang mengganggu anggota keluarga yang lain, keluarga Tn. M

mengatakan menerima dengan kondisi Ny. K yang mengalami kepikunan

tersebut.

Dalam merawat anggota keluarga yang sakit, keluarga mengatakan

klien sering salah menaruh barang, sering lupa, dan susah memahami kata.
79

Saat ditanya bagaimana mengatasi masalah tersebut, keluarga menjawab jika

tidak ada cara yang khusus untuk mengatasi masalah tersebut. Keluarga

menganggap bahwa hal tersebut lazim terjadi pada lansia maka tidak ada

perawatan khusus yang mereka lakukan.

Dalam memelihara/memodifikasi lingkungan, Tn. M dan keluarga

mengatakan bahwa hubungan antar keluarga baik, tidak ada permasalahan,

hanya saja komunikasi dalam keluarga jarang dikarenakan kesibukan masing-

masing anggota keluarga yang menyebabkan Ny. K sering di rumah

sendirian.

Dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan, ketika anggota keluarga ada

yang sakit akan di bawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Jarak antara rumah

dengan Puskesma cukup dekat dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau naik

sepeda motor, namun apabila ke Rumah sakit jaraknya cukup jauh dan harus

menggunakan kendaraan. Seluruh anggota keluarga Tn. M memiliki Kartu

Jaminan Kesehatan berupa JAMKESMAS namun Ny. I menggunakan BPJS.

Harapan keluarga terhadap petugas kesehatan mengenai masalah

demensia adalah mendapat pengetahuan mengenai bagaimana merawat

lansia dengan demensia dan bagaimana cara mencegahnya.

Dari hasil pengkajian status fungsional dengan menggunakan Indeks

Katz didapatkan data bahwa klien mendapat skor A yaitu mandiri dalam hal

makan, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian, dan mandi.

Dari hasil pengkajian fungsi kognitif pada lansia dengan

menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)


80

didapatkan hasil bahwa Ny. K mendapat skor 7 dikarenakan tidak mampu

menjawab 7 pertanyaan. Interpretasi dari skor 7 adalah fungsi intelektual

kerusakan sedang.

Tabel 2.5
Hasil Pengkajian Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Ny.K

No Pertanyaan Jawaban keterangan Pembenaran


1. Tanggal berapa hari “saya tidak Salah Pengkajian dilakukan
ini? tahu sekarang tanggal 14 Desember
tanggal 2016
berapa”
2. Hari apa sekarang? “Saya tidak Salah Pengkajian dilakukan
tahu” hari rabu
3. Apa nama tempat “ruang tamu” Benar Pengkajian dilakukan di
ini? ruang tamu
4. Dimana alamat “tidak tahu” Salah Alamat klien Kiringan
Anda? RT 02/RW 03
5. Berapa anak Anda? “saya punya Benar Klien mempunyai anak 3
anak 3”
6. Kapan Anda lahir? “saya tidak Salah Didalam KK klien lahir
ingat, mbak” tanggal 8 Agustus 1923

7. Siapa Presiden saat “tidak tahu” Salah Presiden saat ini Joko
ini? Widodo
8. Siapakah Presiden “Soekarno” Salah Presiden sebelumnya
Indonesia SBY
sebelumnya?
9. Siapakah nama Ibu “Ibu Benar Tn. M mengatakan jika
Anda? Jumiyem” ibu dari klien bernama
Ibu Jumiyem

10. 20-3=..? “saya tidak Salah 20-3= 17


17-3=..? bisa 17-3= 14
14-3=..? berhitung” 14-3= 11
11-3=..? 11-3= 8
81

Tabel 2.6
Pemeriksaan Fisik Keluarga Tn. M

Pemeriks Anggota keluarga


aan Ny. K Tn. M Ny. I Tn. E Ny. F Sdr. A
KU Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Kesadara Compos- Compos- Compos Compos - Compos Compos
n menstis menstis –menstis menstis –menstis –menstis
TTV TD: TD: TD: TD: TD: TD:
180/80 120/80 130/90 120/90 110/70 120/90
mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg
N: 78x/ N: 82x/ N: 80x/ N: 84x/ N: 80x/ N: 78x/
menit menit menit menit menit menit
RR: 18x/ RR: 20x/ RR: 18x/ RR: 22x/ RR: 20x/ RR: 22x/
menit menit menit menit menit menit
S: 36,4oc S: 36,2oc S: 36,6oc S: 36,2oc S: 36,3oc S: 36,5oc
Kepala Agak Bersih, Bersih, Bersih, Bersih, Bersih,
kotor, sedikit rambut rambut rambut rambut
beruban, beruban, hitam, hitam, hitam, hitam,
tidak tidak tidak tidak tidak tidak
terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat
luka luka luka luka luka luka
Mata Simetris, Simetris, Simetris, Simetris, Simetris, Simetris,
konjung konjung konjung konjung konjung konjung
tifa tak tifa tak tifa tak tifa tak tifa tak tifa tak
anemis, anemis, anemis, anemis, anemis, anemis,
sklera tak sklera tak sklera tak sklera tak sklera tak sklera tak
ikterik ikterik ikterik ikterik ikterik ikterik
Hidung Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ada ada ada ada ada ada
penyumb penyumb penyumb penyumb penyumb penyumb
atan atan atan atan atan atan
Mulut Mukosa Mukosa Mukosa Mukosa Mukosa Mukosa
bibir bibir bibir bibir bibir bibir
lembab lembab lembab lembab lembab lembab
Telinga Simetris, Simetris, Simetris, Simetris, Simetris, Simetris,
pendenga pendenga pendenga pendenga pendenga pendenga
ran ran baik ran baik ran baik ran baik ran baik
menurun
Leher Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ada ada ada ada ada ada
pembesar pembesar pembesar pembesar pembesar pembesar
an an an an an an
kelenjar kelenjar kelenjar kelenjar kelenjar kelenjar
tiroid tiroid tiroid tiroid tiroid tiroid
82

Tabel 2.6 (lanjutan)


Pemerik Anggota keluarga
saan Ny. K Tn. M Ny. I Tn. E Ny. F Sdr. A
Paru- I: I: I: I: I: I:
paru pengemb pengemb pengemb pengemb pengemb pengemb
angan angan angan angan angan angan
dada dada dada dada dada dada
simetris simetris simetris simetris simetris simetris
P: vokal P: vokal P: vokal P: vokal P: vokal P: vokal
fremitus fremitus fremitus fremitus fremitus fremitus
teraba teraba teraba teraba teraba teraba
sama sama sama sama sama sama
P : Sonor P : Sonor P : Sonor P : Sonor P : Sonor P : Sonor
A : tidak A : tidak A : tidak A : tidak A : tidak A : tidak
ada suara ada suara ada suara ada suara ada suara ada suara
paru paru paru paru paru paru
tambahan tambahan tambahan tambahan tambahan tambahan
Jantung I: ictus I: ictus I: ictus I: ictus I: ictus I: ictus
cordis tak cordis tak cordis cordis cordis tak cordis
tampak tampak tampak tampak tampak tampak
P : ictus P : ictus P : ictus P : ictus P : ictus P : ictus
cordis cordis cordis cordis cordis cordis
teraba teraba teraba teraba teraba teraba
P : pekak P : pekak P : pekak P : pekak P : pekak P : pekak
A : tidak A : tidak A : tidak A : tidak A : tidak A : tidak
ada suara ada suara ada suara ada suara ada suara ada suara
jantung jantung jantung jantung jantung jantung
tambahan tambahan tambahan tambahan tambahan tambahan
Abdome I : tidak I : tidak I : tidak I : tidak I : tidak I : tidak
n terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat
lesi lesi lesi lesi lesi lesi
A: BU A: BU A: BU A: BU A: BU A: BU
14x/meni 16x/meni 12x/meni 16x/meni 12x/meni 14x/meni
t t t t t t
P: tidak P: tidak P: tidak P: tidak P: tidak P: tidak
ada nyeri ada nyeri ada nyeri ada nyeri ada nyeri ada nyeri
tekan tekan tekan tekan tekan tekan
P: P: P: P: P: P:
timpani timpani timpani timpani timpani timpani

Ekstremi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
tas oedem, oedem, oedem, oedem, oedem, oedem,
akral akral akral akral akral akral
hangat, hangat, hangat, hangat, hangat, hangat,
83

Tabel 2.6 (lanjutan)


Pemeriksaan Anggota keluarga
Ny. K Tn. M Ny. I Tn. E Ny. F Sdr. A
Kulit Kulit Turgor Turgor Turgor Turgor Turgor
sudah kulit kulit kulit kulit kulit
keriput, baik baik baik baik baik
turgor
kulit
baik

B. Analisa Data

Dari hasil pengkajian didapatkan data bahwa keluarga Ny. K tidak

mengetahui jika pikun merupakan suatu penyakit, hanya mengetahui jika

pikun adalah penurunan daya ingat dengan tanda sering lupa. Keluarga tidak

mampu menjawab saat ditanya mengenai tanda dan gejala selain yang telah

disebutkan, penyebab serta perawatan yang dapat dilakukan. Dari data

tersebut dapat diambil diagnosis keperawatan defisiensi pengetahuan keluarga

Tn. M berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

demensia.

Keluarga mengatakan ketika ada salah satu anggota yang sakit akan

dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat atau membeli obat di apotek.

Keluarga mengatakan jika kepikunan yang dialami Ny. K bukan suatu yang

mengganggu anggota keluarga yang lain, dan keluarga menerima kondisi Ny.

K. Dari data tersebut tidak ada masalah dalam pengambilan keputusan di

dalam keluarga Tn. M.

Keluarga belum mampu merawat Ny. K dengan demensia dikarenakan

kurang informasi mengenai perawatan lansia dengan demensia. Keluarga

mengatakan Ny. K sering salah menaruh barang, sering lupa, dan susah
84

memahami kata. Namun keluarga mengatakan tidak melakukan tidakan untuk

mengatasi masalah tersebut, dan tidak ada perawatan yang dilakukan keluarga

terhadap Ny. K. Hasil dari pengkajian SPMSQ menunjukkan Ny. K

mengalami fungsi intelektual kerusakan sedang. Dari data tersebut dapat

diambil diagnosis keperawatan gangguan memori Ny. K berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit demensia.

Keluarga belum mampu memelihara/memodifikasi lingkungan terkait

dengan interaksi antar anggota keluarga dikarenakan kesibukan masing-

masing. Akibat dari hal tersebut Ny. K sering sendirian di rumah. Dari data

tersebut dapat diambil diagnosis keperawatan gangguan proses keluarga

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga Tn. M memelihara/

memodifikasi lingkungan (interaksi antar anggota keluarga).

Keluarga sudah mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan, ketika salah

satu anggota keluarga sakit akan dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit,

dengan jarak yang dapat terjangkau. Keluarga juga memiliki kartu jaminan

kesehatan berupa Jamkesmas dan BPJS. Dari data tersebut tidak terdapat

masalah dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan didalam keluarga Tn. M.

Dari data yang diperoleh dapat dirumuskan masalah keperawatan

sebagai berikut:

1. Defisiensi pengetahuan keluarga Tn. M tentang demensia berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

2. Gangguan memori Ny. K berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga yang mengalami demensia


85

3. Gangguan proses keluarga Tn. M berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga memodifikasi/memelihara lingkungan (interaksi antar anggota

keluarga)

C. Masalah Keperawatan

Dari hasil proses skoring yang dilakukan kepada Keluarga Tn. M,

defisiensi pengetahuan keluarga Tn. M tentang demensia berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah. Sifat masalah ancaman


2
kesehatan dengan skor , pembenaran masalah sudah terjadi. Kemungkinan
3

masalah dapat diubah sebagian dengan skor 1, pembenaran masalah tingkat

pendidikan keluarga Tn. M tergolong rendah. Potensial masalah dapat


2
dicegah cukup dengan skor , pembenaran defisiensi pengetahuan dapat
3

dicegah dengan penyuluhan atau pemberian informasi kesehatan.

Menonjolnya masalah harus segara ditangani dengan skor 1, pembenaran saat

dikaji mengenai penyebab, tanda dan gejala, perawatan lansia dengan

demensia keluarga tidak mampu untuk menjawab. Sehingga didapatkan skor


1
3 3.

Gangguan memori Ny. K berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami demensia. Sifat masalah

tidak/kurang sehat dengan skor 1, pembenaran klien terkaji demensia sedang

dengan pengkajian Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

yang menunjukkan kerusakan fungsi kognitif sedang. Kemungkinan masalah

dapat diubah tidak dapat dengan skor 0, pembenaran klien sudah lansia.
86

1
Potensial masalah dapat dicegah rendah dengan skor , pembenaran Ny. K
3

berusia lanjut usia. Menonjolnya masalah harus segera di tangani degan skor

1, pembenaran mengakibatkan kerusakan kognitif lebih lanjut. Sehingga


1
didapatkan skor 2 3.

Gangguan proses keluarga Tn. M berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan (interaksi


1
antar anggota keluarga). Sifat masalah keadaan sejahtera , pembenaran
3

Keluarga tidak merasa teganggu dengan kondisi Ny. K. Kemungkinan

masalah dapat diubah sebagian degan skor 1, pembenaran keluarga dapat

meluangkan waktu untuk berkomunikasi dan menemani Ny. K. Potensial


2
masalah untuk dicegah cukup dengan skor 3 , pembenaran dapat dicegah

dengan memotivasi untuk meluangkan waktu bersama Ny. K. menonjolkan

masalah tidak dirasakan dengan skor 0, pembenaran Keluarga dalam keadaan

yang harmonis. Sehingga didapatkan skor 2.

D. Pengelolaan Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. M

1. Defisiensi pengetahuan keluarga Tn. M tentang demensia berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, dengan total skor


1
berjumlah 3 3
87

a. Intervensi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x kunjungan

diharapkan masalah keperawatan defisiensi pengetahuan dapat

teratasi dengan kriteria hasil:

NOC: Pengetahuan: Manajemen Penyakit Akut

1) Mengetahui faktor penyebab dan faktor yang berkontribusi

terhadap penyakit demensia

2) Mengetahui perjalanan penyakit demensia

3) Mengetahui pengertian demensia

4) Mengetahui tanda dan gejala penyakit demensia

5) Mengetahui perawatan yang dapat dilakukan

6) Mengetahui macam-macam latihan otak

NIC: Pengajaran : Proses Penyakit

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga terkait dengan

demensia

2) Jelaskan pengertian demensia

3) Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari demensia

4) Jelaskan mengenai proses penyakit demensia

5) Identifikasi kemungkinan penyebab terjadinya demensia

6) Edukasi klien dan keluarga mengenai tindakan untuk

mengkontrol atau meminimalkan gejala demensia.


88

b. Implementasi

Implementasi dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016

meliputi mengkaji tingkat pengetahuan keluarga terkait demensia,

keluarga mengatakan pikun merupakan penurunan daya ingat yang

ditandai sering lupa. Memberikan pendidikan kesehatan tentang

pengertian demensia, penyebab, tanda dan gejala, perawatan yang

dapat dilakukan di rumah, dan macam-macam latihan otak untuk

lansia seperti membaca, bermain puzzle atau catur, dan latihan fisik.

Media yang digunakan untuk pedidikan kesehata adalah leaflet

dengan metode ceramah dan tanya jawab. Keluarga mengatakan

sekarang mengerti mengenai demensia. Keluarga tampak mengerti.

Keluarga mendengarkan dengan seksama dan antusias, serta

bertanya terkait hal yang belum paham mengenai perawatan yang

dapat dilakukan keluarga di rumah, keluarga mampu menjawab

pertanyaan yang diajukan setelah materi diberikan walau harus

dengan pancingan. Memberikan reinforcement positif terkait

keluarga sudah mengikuti pendidikan kesehatan.

c. Evaluasi

Evaluasi tindakan keperawatan pada tanggal 15 Desember 2016,

meliputi:

S: keluarga klien mengatakan pikun adalah penurunan daya ingat

yang ditandai dengan sering lupa. Keluarga mengatakan sekarang

mengerti mengenai demensia.


89

O: Keluarga tampak mengerti. Keluarga mendengarkan dengan

seksama dan antusias, serta bertanya terkait hal yang belum paham

mengenai perawatan yang dapat dilakukan keluarga. Keluarga

mampu menjawab pertanyaan yang diajukan setelah materi diberikan

walau harus dengan pancingan

A: Masalah keperawatan defisiensi pengetahuan teratasi

P: Pertahankan pengetahuan keluarga tentang demensia

2. Gangguan memori Ny. K berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami demensia, dengan


1
total skor berjumlah 2 3

a. Intervensi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x kunjungan

diharapkan masalah gangguan memori dapat teratasi dengan kriteria

hasil:

NOC: Orientasi Kognitif

1) Mengidentifikasi diri sendiri

2) Mengidentifikasi orang-orang yang signifikan

3) Mengidentifikasi tempat saat ini

4) Mengidentifikasi hari, bulan dan tahun

5) Mampu mengulang dan mengingat informasi yang baru

diberikan
90

NIC: Latihan Memori

1) Kenang kembali pengalaman pasien

2) Implementasikan teknik mengingat yang tepat

3) Beri latihan orientasi, misalnya berlatih mengenai informasi

pribadi dan tanggal

4) Sediakan pengingat dengan menggunakan gambar atau jadwal

5) Identifikasi dan koreksi kesalahan orientasi

b. Implementasi

Implementasi dilakukan selama 2 hari, yaitu implementasi

pertama dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016 meliputi

mengenang kembali pengalaman pasien, klien menceritakan

mengenai anak-anaknya dari kecil hingga dewasa, keluarga

mengatakan klien senang untuk menceritakan tentang masa lalunya.

Melakukan teknik mengingat dengan cara berlatih mengulang

informasi berupa kata “meja, kursi, pintu”, klien kesulitan untuk

mengulang kata “meja, kursi, pintu”. Memberikan latihan orientasi

mengenai informasi pribadi berupa nama, tanggal lahir/umur, dan

alamat, klien dapat mengingat nama namun kesulitan dalam

mengingat tanggal lahir/umur dan alamat rumah. Menyediakan

pengingat dengan media gambar yang di letakkan di tempat-tempat

yang biasa digunakan klien. Keluarga mengatakan akan mengamati

apakah penggunaan gambar tersebut efektif terhadap perilaku klien

untuk menaruh barang dengan benar atau tidak. Mengidentifikasi


91

dan mengkoreksi kesalahan orientasi pasien, klien tampak kesulitan

dalam mengingat hal yang baru saja terjadi dan informasi yang baru

diberikan. Memberikan reinforcement positif kepada klien dan

keluarga.

Implementasi kedua dilakukan pada tanggal 17 Desember 2016

meliputi Implementasi yang dilakukan adalah melatih teknik

mengingat yang tepat dengan cara mengulang informasi yang baru

saja disampaikan berupa kata “gelas, sendok, piring”, klien kesulitan

dalam mengingat kata “gelas, sendok, piring”. Melatih orientasi

pasien tentang data pribadi meliputi nama, umur dan alamat, klien

mengingat namanya namun umur dan alamat klien lupa.

Mengajarkan teknik senam otak dengan metode demonstrasi yang

dapat meningkatkan konsentrasi dan meningkatkan daya ingat, klien

kesulitan dalam mengikuti gerakan senam otak, keluarga mampu

mengikuti gerakan senam otak. Mengevaluasi keefektifan

penggunaan gambar pengingat yang ditempatkan di tempat-tempat

yang sering di gunakan, keluarga klien mengatakan klien tetap

menaruh benda-benda tidak pada tempatnya. Memberikan

reinforcement positif kepada klien dan keluarga.

c. Evaluasi

Evaluasi tindakan keperawatan pada tanggal 15 Desember 2016,

meliputi:
92

S: keluarga klien mengatakan klien senang untuk menceritakan

tentang masa lalunya. Keluarga mengatakan akan mengamati apakah

penggunaan gambar efektif terhadap perilaku klien untuk menaruh

barang pada tempatnya atau tidak.

O: klien mampu menceritakan masa lalunya mengenai anak-anaknya

dari kecil hingga dewasa. Klien tampak kesulitan untuk mengingat

dan mengulang kata “meja, kursi, pintu”. Klien dapat mengingat

nama diri namun tidak ingat tanggal lahir/umur serta alamat rumah.

Klien tampak kesulitan dalam mengingat hal yang baru saja terjadi

dan informasi yang baru diberikan.

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

- Evaluasi kefektifan penggunaan gambar pengingat

- Latih teknik mengingat dengan cara mengulang informasi

- Latih orientasi tentang data pribadi

- Latih senam otak

Evaluasi tindakan keperawatan pada tanggal 17 Desember 2016,

meliputi:

S: keluarga klien mengatakan klien tetap menaruh barang tidak pada

tempatnya

O: Klien tampak kesulitan untuk mengingat dan mengulang kata

“gelas, sendok, piring”. Klien hanya mengingat namanya namun


93

umur dan alamat klien lupa. Klien tampak kesulitan dalam mengikuti

gerakan senam otak, keluarga mampu mengikuti gerakan senam

otak.

A: Masalah keperawatan gangguan memori belum teratasi

P: motivasi keluarga untuk melatih Ny. K senam otak.

3. Gangguan proses keluarga Tn. M berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga memodifikasi/memelihara lingkungan (interaksi antar anggota

keluarga), dengan total skor berjumlah 2.

a. Intervensi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x kunjungan

diharapkan masalah gangguan proses keluarga dapat teratasi dengan

kriteria hasil:

NOC : Ketahanan Keluarga

1) Memelihara anggota keluarga

2) Melindungi anggota keluarga

3) Berkomunikasi dengan jelas antara anggota keluarga

4) Berbagi canda

NIC: Peningkatan Keterlibatan Keluarga

1) Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam

perawatan pasien

2) Tentukan sumber daya fisik, emosional, dan edukasi dari

pemberi perawatan utama


94

3) Identifikasi defisit perawatan diri pasien

4) Dorong anggota keluarga untuk menjaga atau mempertahankan

hubungan keluarga.

5) Memotivasi keluarga untuk mendampingi klien

b. Implementasi

Implementasi dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016

meliputi mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk

terlibat dalam perawatan klien, keluarga mengatakan seluruh anggota

keluarga terlibat dalam perawatan Ny. K. Menentukan sumber daya

fisik, emosional, dan edukasi dari keluarga. Keluarga mengatakan

tidak ada kekurangan atau gangguan dalam sumber daya fisik,

seluruh anggota tidak mengeluh tentang kesehatan. Keluarga

mengatakan tidak terdapat masalah didalam keluarga, hubungan

dalam keluarga baik-baik saja. Keluarga mengatakan tidak terlalu

mengetahui tentang demensia sebelum diberikan pendidikan

kesehatan. Respon objektif: keluarga dalam kondisi sehat, keluarga

sudah mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai demensia.

Mengidentifikasi defisit perawatan diri klien dengan metode diskusi

bersama kerluarga, keluarga klien mengatakan bahwa klien mampu

melakukan aktivitas secara mandiri. Mendorong anggota keluarga

untuk menjaga atau mempertahankan hubungan keluarga, keluarga

klien mengatakan sudah menjaga dan mempertahankan hubungan

keluarga walau komunikasi dan rekreasi diantara anggota keluarga


95

jarang dilakukan. Memotivasi anggota keluarga untuk selalu

mendampingi Ny. K dan tidak meninggalkannya sendirian di rumah,

keluarga mengatakan akan berusaha agar ada salah satu anggota

keluarga yang menemani klien di rumah namun keluarga tampak

terpaksa saat mengatakan hal tersebut. Memberikan reinforcement

positif kepada keluarga.

c. Evaluasi

Evaluasi tindakan dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016,

meliputi:

S: - keluarga mengatakan seluruh anggota keluarga ikut terlibat

dalam perawatan klien.

- Keluarga mengatakan tidak terdapat masalah didalam

keluarga, hubungan dalam keluarga baik-baik saja. Keluarga

mengatakan tidak terlalu mengetahui tentang demensia

sebelum diberikan pendidikan kesehatan.

- Keluarga mengatakan klien mampu dalam melakukan aktivitas

sehari-hari secara mandiri.

- Keluarga mengatakan akan mengusahakan agar salah satu

anggota keluarga ada yang menemani Ny. K

O: - Keluarga tampak dalam kondisi sehat

- Keluarga telah mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai

demensia dan mampu menjawab pertanyaan yang diberikan


96

- Keluarga tampak terpaksa saat mengatakan akan

mengusahakan salah satu anggota keluarga menemani Ny. K

A: masalah keperawatan gangguan proses keluarga teratasi

sebagian

P: motivasi keluarga untuk meningkatkan komunikasi dalam

keluarga dan luangkan waktu untuk berkumpul bersama, serta

mendampingi klien di rumah.

II. Pembahasan

Penulis membahas mengenai asuhan keperawatan keluarga Tn. M

dengan demensia pada Ny. K di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan

Kota Magelang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, alasan diagnosis

ditegakkan, prioritas diagnosis keperawatan, rencana tindakan, tindakan

keperawatan, evaluasi, faktor pendukung dan penghambat, serta rencana

tindak lanjut.

Langkah awal yang dilakukan penulis meliputi data umum keluarga,

riwayat dan tahap perkembangan keluarga, pengkajian lingkungan, struktur

keluarga, fungsi keluarga, stres dan koping keluarga, harapan keluarga, data

tambahan, pengkajian fungsi kognitif menggunakan SPMSQ, pengkajian

status fungsional menggunakan Indeks Katz, serta pemeriksaan fisik. Penulis

dalam mengumpulkan informasi dengan cara wawancara, observasi dan

pemeriksaan fisik terhadap keluarga.


97

Hasil pengkajian ditemukan tipe keluarga Tn. M adalah extendeed

family karena dalam satu rumah terdiri dari nenek, ayah, ibu, anak, dan

menantu. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Friedman dalam

Muhlisin (2012).

Hasil pemeriksaan fisik pada Ny. K ditemukan bahwa klien mengalami

Hipertensi dengan tekanan darah 180/80 mmHg. Menurut Pandean &

Surachmanto (2016), beberapa peneliti sebelumnya mengungkapkan bahwa

hipertensi jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem saraf

pusat berupa penurunan fungsi kognitif. Salah satu fungsi kognitif yang

terganggu dapat berupa penurunan fungsi memori yang bila dibiarkan secara

kronis dapat menyebabkan demensia.

Dari hasil pengkajian, penulis menemukan tiga masalah keperawatan

pada keluarga Tn. M, yaitu:

1. Defisiensi pengetahuan keluarga Tn. M tentang demensia berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

Alasan penulis mengambil diagnosis keperawatan ini dikarenakan saat

dilakukan pengkajian mengenai kemampuan keluarga mengenal masalah

demensia, keluarga mampu menjawab pertanyaan mengenai pengertian

demensia yaitu penurunan daya ingat yang ditandai dengan sering lupa.

Namun saat ditanya mengenai penyebab, tanda dan gejala selain yang

disebutkan, serta bagaimana merawat lansia dengan demensia keluarga tidak

mampu untuk menjawab. Menurut penulis dari hasil tersebut dapat


98

dikatakan bahwa keluarga belum mampu dalam mengenal masalah

kesehatan.

Hal ini sesuai dengan teori menurut NANDA (dalam Herdman &

Kamitsuru, 2015), Carpenito & Moyet (2013) dan Achjar (2010), yaitu

ketika seorang individu atau kelompok mengalami keadaan atau defisiensi

informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu yang disebabkan

oleh ketidaktahuan atau kurangnya informasi.

Rencana tindakan keperawatan yang penulis susun untuk mengatasi

masalah defisiensi pengetahuan pada keluarga Tn. M tentang demensia

mengacu pada NIC (dalam Bulechek, Howard, Dochterman, & Wagner,

2016). Terdapat beberapa intervensi dalam tinjauan pustakan yang tidak

dikutsertakan meliputi mereview pengetahuan klien dan keluarga mengenai

kondisi klien karena menurut penulis hal tersebut sudah dilakukan saat

pengkajian.

Penulis melakukan implementasi sesuai yang telah direncanakan

berupa pendidikan kesehatan mengenai demensia. Informasi yang diberikan

kepada keluarga Tn. M mengenai demensia meliputi pengertian, penyebab,

tanda dan gejala, cara merawat, serta latihan otak untuk lansia dapat berupa

bermain puzzle, catur, monopolo, dan membaca.

Tindakan pendidikan kesehatan dipilih sesuai dengan teori menurut

Notoatmodjo (2010), yaitu suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan

kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan adanya pesan

tersebut diharapkan mereka dapat memperoleh pengetahuan tentang


99

kesehatan yang lebih baik, mampu meningkatkan dan merubah perilaku

kesehatan sesuai yang diharapkan. Menurut Rojers (dalam Notoatmodjo,

2010) sebelum seseorang mengadopsi perilaku yang baru, didalam diri orang

tersebut terjadi proses berurutan yakni awarness, interest, evaluation, trial,

dan adaption. Menurut penulis dilakukannya pendidikan kesehatan

diharapakan keluarga Tn. M dan klien terjadi proses awarness yaitu

menyadari dan mengetahui mengenai informasi demensia yang telah

diberikan.

Pendidikan kesehatan ini menggunakan metode penyuluhan yang mana

sasaran pendidikan yaitu keluarga Tn. M dengan cara ceramah dan tanya

jawab yang mempunyai keuntungan kontak antara keluarga dengan penyuluh

lebih efektif dan intensif. Media yang digunakan yaitu leafet karena memiliki

manfaat yaitu mempermudah keluarga untuk mengingat pesan yang

disampaikan dan dapat dibaca kembali (Notoatmodjo, 2010).

Penulis melakukan evaluasi atas tindakan yang dilakukan. Hasil yang

didapat adalah keluarga mengatakan sekarang sudah mengerti mengenai

demensia. Keluarga tampak mengerti, keluarga mendengarkan dengan

seksama dan antusias, serta bertanya terkait hal yang belum paham. Keluarga

mampu menjawab pertanyaan yang diajukan setelah materi diberikan

mengenai yang dapat dilakukan keluarga. Keluarga mampu menjawab

pertanyaan yang diberikan walau harus dengan pancingan. Masalah

keperawatan defisiensi pengetahuan keluarga Tn. M tentang demensia

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah teratasi.


100

2. Gangguan merori Ny. K berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang mengalami demensia

Alasan penulis mengangkat diagnosis keperawatan tersebut adalah saat

dilakukan pengkajian status kognitif /afektif dengan menggunakan Short

Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) didapatkan hasil bahwa

Ny. K tidak mampu menjawab 7 pertanyaan yang meliputi tanggal, hari,

alamat, tanggal lahir, presiden saat ini, presiden sebelumnya, dan kalkulasi.

Menurut Sunaryo, dkk (2016) interpretasi skor meliputi salah 0-3 yaitu

fungsi intelektual utuh, salah 4-5 yaitu fungsi intelektual kerusakan ringan,

salah 6-8 yaitu fungsi intelektual kerusakan sedang, dan salah 9-10 yaitu

fungsi intelektual kerusakan berat. Dari teori tersebut penulis menyimpulkan

bahwa klien mengalami fungsi intelektual kerusakan sedang.

Selain pengkajian SPMSQ, keluarga juga mengatakan bahwa klien

sering salah menaruh barang, sering lupa, susah memahami kata, dan jarang

berinteraksi dengan tetangga sekitar. Dari data tersebut didapatkan bahwa

tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh Ny. K sesuai dengan tanda dan

gejala demensia yang dikemukakan oleh Depkes (2013) walau tidak

semuanya dialami oleh klien. Tanda dan gejala menurut Depkes (2013)

yang tidak dialami oleh klie meliputi kesulitan dalam melakukan tugas yang

familier, kesulitan dalam memahami visuospasial, salah membuat keputusan

serta perubahan perilaku dan kepribadian.


101

Didapatkan data pula bahwa keluarga belum mampu merawat Ny. K

yang mengalami demensia karena kurangnya informasi mengenai cara

merawat lansia dengan demensia.

Gangguan memori menurut Standar Diagnosis Keperawatan (dalam

PPNI, 2016) adalah ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau

keterampilan sikap. Batasan karakteristik meliputi melaporkan pernah

mengalami pengalaman lupa, tidak mampu mempelajari keterampilan baru,

tidak mampu mengingat informasi faktual, tidak mampu mengingat perilaku

tertentu yang pernah dilakukan, tidak mampu mengingat peristiwa, tidak

mampu melakukan kemampuan yang dipelajari sebelumnya, dan merasa

mudah lupa. Menurut penulis tanda dan gejala yang klien tunjukkan masuk

dalam batasan karakteristik tersebut.

Rencana tindakan keperawatan yang penulis susun untuk mengatasi

masalah gangguan memori pada Ny. K mengacu pada NIC (dalam

Bulechek, Howard, Dochterman, & Wagner, 2016). Terdapat beberapa

intervensi dalam tinjauan pustakan yang tidak dikutsertakan meliputi

mendiskusikan dengan pasien/keluarga yang mengalami masalah demensia,

menstimulasi ingatan dengan cara mengulangi pemikiran klien, membantu

dalam tugas-tugas yang bisa dibantu, memberikan kesempatan untuk

berkonsentrasi (misal bermain kartu), memberikan kesempataan untuk

menggunakan ingatan yang baru saja terjadi, dan memonitor perubahan

dalam melatih ingatan. Alasan penulis tidak melakukan intervensi tersebut


102

karena cara yang dipakai hampir sama dengan tindakan yang akan

dilakukan.

Implementasi pertama yang dilakukan oleh penulis sesuai dengan yang

direncanakan yaitu latihan mengingat. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Kushariyadi (2013), solusi untuk meningkatkan fungsi

kognitif (memori) lansia adalah dengan memberikan intervensi keperawatan

untuk mencapai hasil kesehatan dan peningkatan kualitas hidup lansia salah

satunya dengan promosi perawatan daya ingat (stimulus memori). Cara yang

dapat dilakukan untuk melakukan stimulus memori yaitu ingatan sensori

(menggunakan isyarat indera penglihatan, mengamati dengan aktif,

mengenali nama benda yang dilihat), ingatan jangka pendek (menentukan

waktu dan tempat, menghitung angka, menggambar, mengikuti perintah,

menggabung huruf, mengatur kata yang cocok, menggabung kalimat dan

mengulanginya, menggabung nama dan kata), ingatan jangka panjang

(bercerita dan mengingatnya).

Hasil evaluasi dari tindakan pertama adalah keluarga mengatakan klien

senang untuk menceritakan masa lalunya, klien mampu menceritakan masa

lalunya mengenai anak-anaknya dari kecil hingga dewasa. Klien tampak

kesulitan untuk mengingat dan mengulang kata “meja, kursi, pintu”. Klien

dapat mengingat nama diri namun tidak ingat tanggal lahir/umur serta

alamat rumah. Keluarga mengatakan akan mengamati apakah penggunaan

gambar efektif terhadap perilaku klien untuk menaruh barang dengan benar

atau tidak. Klien tampak kesulitas dalam mengingat hal yang baru saja
103

terjadi dan informasi yang baru disampaikan. Masalah keperawatan

gangguan memori Ny. K berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota yang mengalami demensia belum teratasi. Planning

tindakan berikutnya meliputi evaluasi keefektifan penggunaan gambar

pengingat, latih teknik mengingat dengan cara mengulang informasi, latih

orientasi tentang data diri, dan latih senam otak.

Implementasi kedua yang dilakukan oleh penulis selain yang sesuai

dengan yang direncanakan, penulis juga melatih senam otak kepada Ny. K

dan keluarga. Menurut Denisson (2009 dalam Setiawan, 2014) senam otak

adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Gerakan itu

dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan, meringankan atau merelaksasi

belakang otak dan bagian depan otak, merangsang sistem yang terkait

dengan perasaan/emosional. Terapi senam otak yang dilakukan selama 2x

sehari dalam 15 menit selama 3 minggu, secara teratur dapat mengurangi

terjadinya penurunan fungsi kognitif.

Metode yang digunakan untuk mengajarkan senam otak adalah dengan

demonstrasi. Menurut Machfoedz, Suryani, Sutrisno, & Santosa (2005)

demonstrasi adalah memperagakan materi pendidikan secara visual.

Keuntungan dilakukannya demonstrasi adalah pemberian keterangan bisa

lebih jelas.

Senam otak yang diajarkan adalah gerakan 8 tidur (lazzy 8). Menurut

Dennison (2009 dalam Setiawan, 2014) gerakan 8 tidur memiliki manfaat

yaitu meningkatkan integrasi belahan otak kiri dan kanan,


104

sehingga keseimbangan dan koordinasi antar bagian menjadi lebih baik,

meningkatkan memori, dan meningkatkan konsentrasi. Prosedur yang dapat

dilakukan adalah luruskan satu lengan ke depan, dengan ibu jari mengarah

ke depan. Di udara, dengan perlahan-lahan dan halus buat gambar angka 8

berukuran besar yang rebah di sisinya. Ketika bergerak mengikuti gambar 8

tidur, fokuskan mata di ibu jari. Jaga leher tetap relaks dan kepala lurus,

wajah ke depan, agar kepala agak diam atau hanya sedikit bergerak

mengikuti gerakan 8 tidur.

Hasil evaluasi dari tindakan kedua adalah keluarga klien mengatakan

bahwa klien tetap menaruh barang tidak pada tempatnya walaupun sudah di

beri gambar . Klien tampak kesulitan dalam mengulang kata yang baru di

berikan berupa “gelas, sendok, piring”. Klien tampak kesulitan mengingat

tanggal lahir/umur dan alamat. Keluarga mampu mengikuti gerakan senam

otak yang diajarkan namun klien tampak kesulitan dalam mengikutinya.

Masalah keperawatan gangguan memori Ny. K berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami

demensiabelum teratasi. Rencana tindak lanjutnya yaitu memotivasi

keluarga untuk melatih Ny. K senam otak.

3. Gangguan proses keluarga Tn. M berhubungan dengan ketidakmampuan

keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan (interaksi antar anggota

keluarga)

Alasan penulis mengangkat diagnosis keperawatan ini karena didapat

data bahwa keluarga belum mampu memelihara/memodifikasi lingkungan


105

terkait dengan interaksi antar anggota keluarga. Keluarga mengatakan

bahwa interaksi antar anggota keluarga jarang dilakukan, perkumpulan

dikeluarga pun tidak ada dikarenakan setiap anggota keluarga memiliki

kesibukan masing-masing.

Hal ini sesuai dengan pengertian gangguan proses keluarga yang

dikemukakan oleh NANDA (dalam Herdman & Kamitsuru, 2015), yaitu

perubahan dalam hubungan atau fungsi keluarga. Batasan karakteristiknya

meliputi penurunan dukungan mutual, penurunan ketersediaan dukungan

emosi, perubahan dalam keintiman, perubahan dalam partisipasi didalam

pembuatan keputusan, perubahan dalam persatuan kesatuan, perubahan

dalam pola hubungan, perubahan dalam pola komunikasi, serta perubahan

ketersediaan untuk menunjukkan respon kasih sayang.

Rencana tindakan keperawatan yang penulis susun untuk mengatasi

masalah gangguan proses keluarga Tn. M mengacu pada NIC (dalam

Bulechek, Howard, Dochterman, & Wagner, 2016). Terdapat beberapa

intervensi dalam tinjauan pustakan yang tidak dikutsertakan meliputi

membangun hubungan pribadi dengan pasien dan anggota keluarga yang

terlibat, mengidentifikasi harapan anggota keluarga untuk klien,

mengidentifikasi persepsi anggota keluarga mengenai situasi,

mengidentifikasi stresor situasional lainnya, mengidentifikasi kesulitan

koping klien dan anggota keluarga. Menurut penulis hal tersebut sudah

dilakukan saat pengkajian.


106

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan

namun penulis menambahkan intervensi yaitu memotivasi anggota keluarga

untuk mendampingi Ny. K. Hal ini dikarenakan keluarga memiliki peran

yang sangat penting dalam perawatan lansia demensia di rumah. Perlu

persiapan khusus untuk hidup bersama dengan lansia yang mengalami

demensia. Persiapan yang dapat dilakukan berupa mental dan lingkungan.

Secara mental keluarga harus dapat beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi pada lansia demensia dan keluarga diharapkan dapat menyediakan

lingkungan yang mendukung bagi lansia, yaitu lingkungan yang membuat

lansia merasa nyaman. Sehingga keluarga khususnya caregiver dapat

memberikan perawatan yang optimal bagi lansia (Widyastuti, Sahar, &

Permatasari, 2011). Sedangkan peran keluarga dalam mengatasi masalah

demensia menurut Wahyuningtiyas, Suhadi, & Supriyono (2013) yaitu

keluarga sebagai pendorong dan penyemangat bagi lansia, contohnya

keluarga selalu mendorong lansia lebih aktif dalam kegiatan sehari-hari agar

lansia selalu ingat bahwa lansia masih diperlukan.

Evaluasi dari tindakan yang telah diberikan yaitu keluarga mengatakan

seluruh anggota keluarga ikut terlibat dalam perawatan Ny. K. Keluarga

mengatakan tidak ada kekurangan atau ganggua dalam sumber daya fisik,

seluruh keluarga tidak mengeluh tentang kesehatan, hubungan antar anggota

keluarga baik, mengatakan tidak terlalu mengetahui mengenai demensia

sebelum diberi pendidikan kesehatan. Keluarga mengatakan klien masih

mampu dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Keluarga mengatakan akan


107

mengusahakan agar salah satu anggota keluarga ada yang menemani Ny. K,

namun ekspresi keluarga tampak terpaksa saat mengatakan hal tersebut.

Masalah keperawatan gangguan proses keluarga Tn. M berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan (interaksi

antar anggota keluarga) teratasi sebagian. Rencana tindak lanjutnya yaitu

memotivasi keluarga untuk meningkatkan komunikasi dalam keluarga dan

luangkan waktu untuk berkumpul bersama serta mendampingi Ny. K.

Terdapat dua diagnosis keperawatan yang tidak muncul yang pertama

adalah koping tidak efektif berhubungan dengan ketidak-mampuan keluarga

mengambil keputusan, menurut penulis dalam pengambilan keputusan. Hal

ini dibuktikan dengan ketika ada salah satu anggota yang sakit akan dibawa

ke pelayanan kesehatan terdekat atau membeli obat di apotek. Diagnosis

yang kedua adalah risiko komplikasi (ketergantungan total dalam perawatan

diri) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas

kesehatan. Hal ini sesuai dengan aspek kemampuan keluarga memanfaatkan

fasilitas kesehatan menurut Ali (2010) yang ada antara lain tahu atau sadar

bahwa fasilitas kesehatan tersedia, memahami keuntungan dari fasilitas

kesehatan, percaya terhadap petugas kesehatan, fasilitas kesehatan dapat

dijangkau, serta penggunaan kartu jaminan kesehatan.

Pada tahap pelaksanaan penulis menemukan faktor pendukung dan

penghambat. Faktor pendukung yang ditemukan yaitu keluarga kooperatif

dan dapat bekerja selama dilakukannya asuhan keperawatan pada keluarga

Tn. M. Saat dilakukan tindakan keperawatan keluarga antusias dan dapat


108

memberikan timbal balik berupa pertanyaan serta ikut melakukan senam

otak.

Faktor penghambat yang ditemukan yaitu saat dilakukan tindakan

keperawatan berupa pendidikan kesehatan tidak semua anggota keluarga

mengikuti dan klien tidak mampu berperan aktif dalam proses asuhan

keperawatan.

Rencana tindak lanjut terhadap pengelolaan asuhan keperawatan pada

keluarga Tn. M yaitu penulis motivasi keluarga untuk meningkatkan

komunikasi dalam keluarga dan meluangkan waktu untuk berkumpul

bersama, serta mendampingi klien di rumah, dan memotivasi keluarga untuk

melatih Ny. K senam otak.


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan keluarga Tn. M dengan

demensia pada Ny. K di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan Kota

Magelang tanggal 13-17 Desember 2016, dapat diambil kesimpulan:

1. Penulis telah melaksanakan pengkajian pada keluarga Tn. M dengan

demensia pada Ny. K pada tanggal 13 dan 14 Desember 2016. Data yang

terkumpul meliputi identitas klien dan keluarga, riwayat kesehatan klien

dan keluarga, hasil pemeriksaan fisik, 5 fungsi keluarga, pengkajian

fokus demensia (SPMSQ). Pengkajian ini dilakukan melalui wawancara

dan observasi klien selama di rumah, dan , mengambil data dari keluarga.

2. Dari kumpulan data-data yang diperoleh ditemukan masalah keperawatan

keluarga, yaitu defisiensi pengetahuan keluarga Tn. M berhubungan

dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah demensia,

gangguan memori Ny. K berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

merawat anggota keluarga yang mengalami demensia, gangguan proses

keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga Tn. M

memelihara/memodifikasi lingkungan (interaksi antar anggota keluarga).

109
110

3. Intervensi yang disusun, tujuanya dapat menambah pengetahuan penyakit

demensia, penyebab, tanda dan gejala, perawatan yang dapat dilakukan di

rumah, dan macam-macam latihan otak untuk lansia. Mengetahui cara

untuk meminimalisir kerusakan daya ingat lebih lanjut. Bersedia

mendampingi klien. Dilakukan dengan menggunakan metode ceramah,

tanya jawab, demonstrasi dan menggunakan media cetak yaitu leaflet.

4. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 15 dan 17 Desember 2016

yaitu memberikan latihan memori kepada Ny. K, memberikan pendidikan

kesehatan tentang demensia, memotivasi keluarga agar menemani atau

mendampingi klien, serta mengajarkan terapi senam otak kepada klien

dan keluarga.

5. Evaluasi terhadap implementasi keperawatan pada tanggal 15 dan 17

Desember 2016 yang telah dilaksanakan terhadap klien dan keluarga

adalah keluarga mampu menjelaskan kembali tentang demensia meliputi

pengertian, tanda-dan gejala, penyebab, perawatan yang dapat dilakukan

di rumah, dan macam-macam latihan otak untuk lansia. Klien masih

kesulitan dalam mengulang informasi yang baru saja disampaikan.

Keluarga klien mengatakan akan berusaha salah satu anggota keluarga

menemani klien di rumah.

6. Kesenjangan yang muncul dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada

keluarga Tn. M berdasarkan hasil pengkajian, tidak semua tanda dan

gejala demensia dalam teori muncul pada Ny. K, tidak semua diagnosis
111

keperawatan muncul dalam kasus, serta tidak semua intervensi dalam

teori dilakukan.

7. Hambatan yang ditemukan dalam melakukan asuhan keperawatan adalah

saat melakukan tindakan keperawatan tidak semua anggota keluarga hadir

dan klien tidak berperan aktif selama proses asuhan keperawatan

dilakukan.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah:

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah jumlah referensi dan

sebagai bahan pembelajaran mengenai asuhan keperawatan keluarga,

khususnya asuhan keperawatan keluarga dengan demensia.

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan bahan masukan bagi

pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, terutama perawat dalam

upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan keluarga dengan

masalah demensia.

3. Bagi Keluarga

Diharapkan keluarga mampu mengenal dan mampu melakukan

tindakan perawatan pada anggota yang mengalami masalah demensia.


DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K. A. (2010). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta:


CV Sagung Seto.

Ali, H. Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Ali, Z. (2001). Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.

Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

Bulechek, G., Howard, B., Dochterman, J., & Wagner, C. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapura: Elsevier.

Carpenito, L. J., & Moyet. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13.
Jakarta: EGC.

DEPKES. (2013, September 19). Kenali 10 Gejala Umum Demensia Alzheimer


dari Sekarang - See more at:
http://www.depkes.go.id/article/view/2408/kenali-10-gejala-umum-
demensia-alzheimer-dari-sekarang.html#sthash.jnPbtr63.dpuf. Dipetik
November 18, 2016, dari www.depkes.id:
http://www.depkes.go.id/article/view/2408/kenali-10-gejala-umum-
demensia-alzheimer-dari-sekarang.html

Efendi, F., & Makhfudli. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Irmawati. (2012, April 7). Alzheimer. Dipetik November 28, 2016, dari Blogspot:
http://kingdombiologyirmawati.blogspot.co.id/2012/04/alzheimer_07.html

Kushariyadi. (2013). Intervensi (Stimulasi Memori) Meningkatkan Fungsi


Kognitif Lansia. Jurnal Ners Vol. 8, 317-329.

Machfoedz, I., Suryani, E., Sutrisno, & Santosa, S. (2005). Pendidikan Kesehatan
Bagian Dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Fitrimaya.

Martin Prince, Anders Wimo, Maëlenn Guerchet, Gemma-Claire Ali, Yu-Tzu


Wu, Matthew Prina, Alzheimer's Disease International. (2015, September).

112
The Global Impact of Dementia An Analysis of prevalence, Incidence,
Cost And Trends. Dipetik Oktober 26, 2016, dari Alzheimer’s Disease
International (ADI):
https://www.alz.co.uk/research/WorldAlzheimerReport2015.pdf,

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcomes Classification. Singapur: Elsevier.

Mubarak, W. I., Santoso, B. A., Rozikin, K., & Patonah, S. (2006). Ilmu
Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Muhlisin, A. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Goysen.

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan: Teori & Aplikasi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Pandean, G. V., & Surachmanto, E. E. (2016). Hubungan hipertensi dengan fungsi


kognitif di Poliklinik SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal e-Clinic.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.

Prince, M., Herrera, A. C., Knapp, M., Guerchet, M., & Karagiannidou, M. (2016,
September). World Alzheimer Report 2016: Improving healthcare for
people . Dipetik November 28, 2016, dari World Alzheimer Report:
https://www.alz.co.uk/research/WorldAlzheimerReport2016.pdf

Prince, M., Wimo, A., Guerchet, M., Ali, G.-C., Wu, Y.-T., Prina, M., et al.
(2015, September). The Global Impact of Dementia An Analysis of
prevalence, Incidence, Cost And Trends. Dipetik Oktober 26, 2016, dari
Alzheimer’s Disease International (ADI):
https://www.alz.co.uk/research/WorldAlzheimerReport2015.pdf

Pujiati, T. (2011). Metode Penelitian. Jurnal UIN Surabaya, 5-6.

Sakala, H. (2013, Maret 29). Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Dengan
Demensia. Dipetik November 8, 2016, dari google:
http://hanifsakala.blogspot.co.id/2013/03/asuhan-keperawatan-gerontik-
pada-lansia.html

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., K, M. S., Setiyohadi, B., & Syam, A. F.
(2014, Januari 17). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

113
Setiawan, A. (2012, Mei 24). Prevalensi Demensia Akan Meningkat Drastis.
Dipetik Oktober 24 , 2016, dari dw: http://www.dw.com/id/prevalensi-
demensia-akan-meningkat-drastis/a-15974243

Setiawan, R. A. (2014). Pengaruh Senam Otak Dengan Fungsi Kognitif Lansia


Demensia di Panti Wredha Darma Bakti Kasih Surakarta. Portal Garuda.

Stanley, M., & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.

Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M. M., Sumedi, T., Widayanti, E. D., Sukrillah, U.
A., et al. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI.

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik.


Jakarta: EGC.

Sutarjo, U. S. (2015). Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia


lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat Dan Produktif. Dipetik November 10,
2016, dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.neurona.web.id/paper/Rencana%20Aksi%20Nasional%20Dem
ensia%202015.pdf

Tomb, D. A. (2000). Buku Saku: Psikiatri. Jakarta: EGC.

Wahyuningtyas, M. M., Suhadi, & Supriyono, M. (2013). Peran Keluarga Secara


Informal Dalam Melakukan Perawatan Pada Lanjut Usia Dengan
Demensia. Jurnal Keperawatan & Kebidanan.

Werdhana, H. (2015, Juni 23). Mereka Lansia, Mereka Berdaya. Dipetik October
24, 2016, dari KOMPASIANA:
http://www.kompasiana.com/wardhanahendra/mereka-lansia-mereka-
berdaya_54f72ff1a33311b06d8b4693

Widyastuti, R. H., Sahar, J., & Permatasari, H. (2011). PENGALAMAN


KELUARGA MERAWAT LANSIA DENGAN DEMENSIA. Jurnal Ners
Indonesia, Vol.1.

114
LAMPIRAN

115
Lampiran 1

116
117
Lampiran 2

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Demensia

Sub pokok bahasan : 1.Pengertian Demensia

2. Penyebab Demensia

3. Tanda dan Gejala Demensia

4. Perawatan Demensia Oleh Keluarga

5. Macam-Macam Latihan Otak Untuk Lansia

Penyuluh : Octaviana Dewi Wulandari

Sasaran : Keluarga Tn. M

Tanggal : Kamis, 15 Desember 2016

Tempat : Rumah keluarga Tn.M

Waktu : 14.30 WIB

A. Tujuan Umum

Setelah diberikan penyuluhan keluarga mengerti tentang penyakit demensia

B. TujuanKhusus

Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 25 menit, diharapkan

keluarga Tn. M dapat:

a. Menjelaskan pengertian demensia dengan bahasa sendiri dan benar.

b. Menyebutkan penyebab demensia

c. Menyebutkan tanda dan gejala demensia

118
d. Menyebutkan perawatan demensia oleh keluaga.

e. Menyebutkan mecam-macam latihan otak untuk lansia

C. MATERI

Terlampir

D. METODE

Penjelasan materi ceramah dan tanya jawab

E. MEDIA

Leaflet

F. KEGIATAN

No. Tahap Waktu Kegiatan Media


1. Pembukaan 4 menit a. Salam perkenalan
b. Menjelaskan tujuan pertemuan
dan kontrak waktu
2. Pelaksanaan 12 menit Menjelaskan tentang: Leaflet
a. Pengertian dmenisa
b. Penyebab demensia
c. Tanda dan gejala demensia
d. Perawatan demensia oleh
keluarga
e. Macam-macam latihan otak
untuk lansia

3. Penutup 9 menit a. Mengajukan pertanyaan pada


anggota keluarga
b. Memberikan reinforcement
positif atas jawaban yang telah
diberikan
c. Menutup pembelajaran
dengan salam

G. Evaluasi

1. Keluarga mengetahui tentang pengertian demensia

119
2. Keluarga mengetahui tentang penyebab demensia

3. Keluarga mengetahui tentang tanda dan gejala demensia

4. Keluarga mengetahui tentang perawatan demensia oleh keluarga

5. Keluarga mengetahui tentang macam-macam latihan otak untuk lansia

LAMPIRAN MATERI

A. Pengertian Demensia

Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan

kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut

menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari (Aspiani,

2014).

Menurut Grayson (dalam Aspiani, 2014) menyebutkan bahwa

demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang

disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi

perubahan kepribadian dan tingkah laku .

B. Penyebab Demensia

Penyebab Demensia menurut Tomb (2000), yaitu:

c. Demensia yang dapat disembuhkan, meliputi:

3) Demensia menetap yang diinduks:

h) Drugs (obat), yaitu obat sedatif, obat penenang minor atau

mayor, obat anti konvulsan, obat anti aritmia dan obat anti

hipertensi.

120
i) Gangguan metabolik dan elektrolit, seperti gangguan triroid

(hipotiroidisme dan hepertiroidisme), hipo atau hipernatremia,

hiperkalsemia.

j) Gangguan jantung, paru-paru, hati, dan ginjal, seperti gagal

jantung kronis, aritmia, endokarditis bacterial subakut,

hipoksia kronis, emfisema, ensefalopati hepatic, uremia, dan

demensia dialisis.

k) Nutrisi, seperti kekurangan vitamin B6, vitamin B1, vitamin

B12 dan kekurangan asam folat.

l) Tumor dan trauma, seperti tumor metastatik

m) Infeksi, seperti Ensefalitis, Pnemonia, TBC, abses otak, sifilis

n) Arterosklerosis (komplikasi penyakit aterosklerosis, misal:

infark miokard dan gagal jantung)

4) Demensia Vaskular, yaitu Hidrosefalus Tekanan Normal

d. Demensia berat yang tidak dapat disembuhkan, meliputi:

5) Penyakit Alzheimer

6) Khorea Huntington

7) Penyakit Parkinson

8) Penyebab lain, seperti demensia kompleks Guam, Penyakit

Crautzfeldt-Jacob, ensefalitis herpes simpleks, HIV, dan trauma

kepala.

C. Tanda dan Gejala Demensia

10 anda dan gejala demensia menurut Depkes (2013):

121
k. Gangguan daya ingat. Gejalanya diakibatkan karena sering lupa akan

kejadian yang baru saja terjadi, seperti lupa janji, menanyakan dan

menceritakan hal yang sama berulang kali.

l. Sulit fokus yaitu sulit melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari,

seperti lupa cara memasak, mengoperasikan telepon, tidak dapat

melakukan perhitungan sederhana, bekerja dengan waktu yang lebih

lama dari biasanya.

m. Sulit melakukan kegiatan familiar, yaitu seringkali sulit merencanakan

atau menyelesaikan tugas sehari-hari, seperti bingung cara mengemudi,

sulit mengatur keuangan.

n. Disorientasi, seperti bingung akan waktu (tanggal, hari-hari penting),

bingung dimana mereka berada dan bagaimana mereka sampai disana,

tidak tahu jalan kembali ke rumah.

o. Kesulitan memahami visuospasial, seperti sulitnya membaca,

mengukur jarak, membedakan warna, membedakan sendok/garpu,

tidak mengenali wajah sendiri dicermin, menabrak cermin,

menuangkan air digelas namun tumpah/tidak tepat penuangannya.

p. Gangguan berkomunikasi, yaitu kesulitan berbicara dan mencari kata

yang tepat untuk menjelaskan suatu benda, seringkali berhenti di

tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkannya.

q. Menaruh barang tidak pada tempatnya dan kadang curiga ada yang

mencuri atau menyembunyikan barang tersebut.

122
r. Salah membuat keputusan, seperti berpakaian tidak serasi, tidak dapat

memperhitungkan pembayaran.

s. Menarik diri dari pergaulan, tidak memiliki semangat ataupun inisiatif

untuk melakukan aktivitas atau hobi yang biasa dinikmati, tidak terlalu

semangat untuk pergi bersosialisasi.

t. Perubahan perilaku dan kepribadian, emosi berubah secara drastis,

menjadi bingung, curiga, depresi, takut atau tergantung yang

berlebihan pada anggota keluarga, mudah kecewa, marah dan putus asa

baik di rumah maupun dalam pekerjaan.

D. Perawatan Demensia Oleh Keluarga

1. Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang bagus,

kacamata, alat bantu dengar, alat proteksi (untuk anak tangga, kompor,

obat-obatan). Sewaktu-waktu mungkin perlu pembatasan secara fisik.

2. Pertahankan pasien dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan

baik, jika memungkinkan. Usahakan agar pasien dikelilingi oleh teman-

teman lamanya dan benda-benda yang biasa ada didekatnya.

Tingkatkan daya pengertian dan partisipasi anggota keluarga.

3. Pertahankan keterlibatan pasienmelalui kontak personal, orientasi

yang sering (mengingatkan nama, hari, jam). Diskusikan berita aktual

bersama pasien. Gunakan kalender, radio, televisi. Aktivitas harian

dibuat terstruktur dan terencana.

4. Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien. Perlakukan

mereka sebagai orang dewasa. Rencana diarahkan kepada

123
kekuatan/kelebihan pasien. Bersikaplah menerima dan menghargai

pasien.

5. Hindari kegelapan dan lingkungan yang terisolasi; juga hindari

stimulasi yang berlebihan.

(Tomb, 2000)

E. Macam-Macam Latihan Otak

1. Membiasakan aktif menjadi kidal (aktif tangan kiri) dan juga kanan

Lakukan tugas dengan tangan non-dominan, jika biasanya dominan

tangan kanan maka gunakan tangan kiri (kidal) dan sebaliknya.

Contohnya saat menggunakan mouse komputer, menyikat gigi dan

mengikat sepatu dengan arah yang berlawanan. Menurut Franklin

Institute, jenis latihan ini dapat memperkuat hubungan saraf yang ada dan

bahkan membentuk saraf baru.

2. Membaca

Membaca dapat melenturkan otot-otot otak, baik bacaan ringan

(seperti komik atau majalah) maupun bacaan untuk informasi. Dan

menurut studi Dr Nikolaos Scarmeas padaa tahun 2001, membaca dapat

membantu membangun 'cadangan kognitif' untuk menunda timbulnya

demensia.

3. Bermain puzzle atau teka-teki silang

Teka-teki silang, puzzle, Sudoku dan jenis puzzle lainnya, dapat

melatih otak khususnya otak kiri, menurut pusat pelatihan kognitif

124
LearningRx. Tambahkan strategi baru untuk mengefektifkan latihan otak,

misalnya memecahkan teka-teki silang dengan tema yang tidak biasa.

4. Bermain permainan strategi

Permainan strategi seperti catur, monopoli atau game komputer

lainnya, akan menggunakan otak kanan yang dapat membantu orang

untuk lebih berpikir kreatif.

5. Ubah rutinitas

Menurut Lawrence Katz, profesor Neurobiologi di Duke

University Medical Center, mengubah rutinitas dan cara-cara hidup baru

dapat mengaktifkan koneksi otak yang sebelumnya tidak aktif. Latihan

yang bisa dilakukan misalnya, mandi dengan mata tertutup atau mengatur

ulang kantor atau meja.

6. Belajar bahasa asing

Dengan belajar bahasa asing akan mengaktifkan bagian otak yang

belum digunakan sejak Anda mulai berbicara. Sebuah studi tahun 2007 di

York University di Toronto, menemukan bahwa penggunaan beberapa

bahasa dapat meningkatkan suplai darah ke otak untuk menjaga kesehatan

koneksi saraf.

7. Menikmati musik

Selain mendengarkan musik, belajar juga untuk memainkan

instrumen musik. Para ahli juga merekomendasikan untuk mengaktifkan

dua indera sekaligus, seperti mendengarkan musik dan mencium bunga.

8. Latihan fisik

125
Latihan fisik juga dapat meningkatkan kesehatan otak, karena

dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Menurut Stanford Center on

Longevity and the Max Planck Institute for Human Development, latihan

fisik dapat meningkatkan perhatian, penalaran dan memori.

9. Hidup sosial

Otak dapat dilatih dengan menjalani kehidupan sosial Anda,

misalnya dengan mengunjungi teman. Sebuah studi 2006 oleh Dr David

Bennett dari Rush University Medical Center menemukan bahwa

memiliki jaringan sosial dapat memberikan perlindungan terhadap gejala

klinis penyakit Alzheimer.

10. Mencari hobi baru

Tantang otak untuk belajar keterampilan baru atau hal-hal yang

belum pernah Anda lakukan sebelumnya. Jika Anda bukan seniman,

cobalah untuk belajar melukis atau memahat. Jika Anda bisa bermain

piano, belajarlah memainkan gitar. Temukan sesuatu yang baru dan

menarik untuk dapat menjaga otak tetap aktif.

(Wahyuningsih, 2010)

126
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

DEPKES. (2013, September 19). Kenali 10 Gejala Umum Demensia Alzheimer


dari Sekarang - See more at:
http://www.depkes.go.id/article/view/2408/kenali-10-gejala-umum-
demensia-alzheimer-dari-sekarang.html#sthash.jnPbtr63.dpuf. Dipetik
November 18, 2016, dari www.depkes.id:
http://www.depkes.go.id/article/view/2408/kenali-10-gejala-umum-
demensia-alzheimer-dari-sekarang.html

Tomb, D. A. (2000). Buku Saku: Psikiatri. Jakarta: EGC.

Wahyuningsih, M. (2010, Oktober 2). 10 Cara Olahraga Otak. Dipetik Desember


16, 2016, dari detikHealt.com:
https://health.detik.com/read/2010/10/02/080444/1453664/766/10-cara-
olahraga-otak

127
Lampiran 3

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Demensia

Sub pokok bahasan : Senam Otak

Penyuluh : Octaviana Dewi Wulandari

Sasaran : Klien dan Keluarga Tn. M

Tanggal : Sabtu, 17 Desember 2016

Tempat : Rumah keluarga Tn.M

Waktu : 15.00 WIB

H. Tujuan Umum

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 25 menit, Ny. K dan keluarga

dapat mempraktikkan senam otak secara mandiri.

I. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 25 menit, diharapkan Ny. K

dan keluarga dapat:

1. Memahami gerakan-gerakan senam otak secara mandiri

2. Mampu mendemonstrasikan senam otak dengan benar.

J. MATERI

Terlampir

K. METODE

Ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi

128
L. MEDIA

Leaflet

M. KEGIATAN

No. Tahap Waktu Kegiatan Media

1. Pembukaan 4 menit c. Salam perkenalan

d. Menjelaskan tujuan pertemuan

dan kontrak waktu

2. Pelaksanaan 12 menit a. Menjelaskan tentang langkah Leaflet

untuk melakukan senam otak

b. Mendemonstrasikan langkah

senam otak

3. Penutup 9 menit d. Meminta klien dan keluarga

untuk melakukan senam otak

secara mandiri

e. Memberikan reinforcement

positif

f. Menutup pembelajaran

dengan salam

N. Evaluasi

6. Klien dan keluarga mampu mendemonstrasikan senam otak secara mandiri

129
LAMPIRAN MATERI

F. Pengertian Senam Otak

Senam otak terkenal di Amerika Serikat, dengan tokoh yang

menemukannya yaitu Paul E. Dennison seorang ahli pelopor dalam penerapa

penelitian otak, bersama istrinya Gail E. Dennison seorang mantan penari.

Senam otak atau Brain Gym adalah serangkaian latihan berbasis gerakan

tubuh sederhana. Gerakan tersebut dibuat untuk merangsang otak kanan dan

otak kiri, dimensi pemfokusan dan dimensi pemusatan (Dennison, 2009

dalam Setiawan, 2014).

G. Prosedur Senam Otak

Menurut Dennison (2009 dalam Setiawan, 2014) gerakan senam otak

dapat merangsang seluruh bagian otak untuk bekerja sehingga dapat untuk

meningkatkan kemampuan kognitif. Gerakan senam otak juga mempunyai

fungsi meningkatkan kewaspadaan, konsentrasi dan memori misalnya dengan

gerakan 8 tidur (lazy 8). Gerakan senam otak 8 tidur mempunyai manfaat

yaitu meningkatkan integrasi belahan otak kiri dan kanan,

sehingga keseimbangan dan koordinasi antar bagian menjadi lebih baik,

meningkatkan memori, dan meningkatkan konsentrasi.

Langkah-langkah gerak 8 tidur, yaitu:

1. Luruskan satu lengan ke depan Anda, dengan ibu jari mengarah ke

depan. Di udara, dengan perlahan-lahan dan halus buat gambar angka

8 berukuran besar yang rebah di sisinya. Ketika Anda bergerak

130
mengikuti gambar 8 tidur, fokuskan mata Anda di ibu jari. Jaga leher

Anda tetap relaks dan kepala lurus, wajah ke depan, agar kepala agak

diam atau hanya sedikit bergerak mengikuti gerakan 8 tidur.

2. Gerakkan tangan menuju arah panah 1 ( Ke kiri), agak atas dari mata.

namun jangan terlalu lebar. Batasannya, dengan lirikan, ibu jari itu

masih bisa terlihat. Terus bergeraklah ke kiri, turun ke bawah pada

langkah 2 dan 3, lalu kembali ke posisi semula di langkah ke-4.

3. Ikuti gerakan arah panah 5 (Ke kanan), agak ke atas dari mata,

sebagaimana langkah 1 tadi. lalu ikuti langkah ke6 dan 7, sebelum

kembali ke posisi semula di 8.

4. Ulangi langkah 1 hingga langkah 8, delapan kali sehari. lama

kelamaan, anda akan semakin lancar menggerakkan mata anda

mengikuti ibu jari tersebut. Bila sudah demikian lancar, anda boleh

melakukan senam otak di atas, tanpa menggunakan penunjuk ibu jari.

131
( (Gerakan 8 Tidur , 2008)

132
DAFTAR PUSTAKA

Gerakan 8 Tidur . (2008, Maret 14). Dipetik Desember 15, 2016, dari
https://supersuga.wordpress.com/2008/03/14/senam-otak-
menyeimbangkan-otak-kiri-dan-kanan/

Setiawan, R. A. (2014). Hubungan hipertensi dengan fungsi kognitif di Poliklinik


SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Tomb, D. A. (2000). Buku Saku: Psikiatri. Jakarta: EGC.

133
134
135
136
137
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Octaviana Dewi Wulandari


2. NIM : P 1337420514017
3. Tanggal Lahir : 18 Oktober 1996
4. Tempat Lahir : Cilacap
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah
a. Alamat : Ngentak
b. Kelurahan : Sawitan
c. Kecamatan : Mungkid
d. Kab/ kota : Magelang
e. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telepon
a. HP : 085641673986
b. Email : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negri Sawitan, Lulus Tahun 2008


2. SMP Muhammadiyah Borodubur, Lulus Tahun 2011
3. SMA Negeri 1 Kota Mungkid, Lulus Tahun 2014

Penulis,

Octaviana Dewi Wulandari

138
Lampiran 7

139
Lampiran 8

140

Anda mungkin juga menyukai