Peranan Filsafat Dalam Membentuk Visi Dan Misi Pendidikan Indonesia
Peranan Filsafat Dalam Membentuk Visi Dan Misi Pendidikan Indonesia
Peranan Filsafat Dalam Membentuk Visi Dan Misi Pendidikan Indonesia
PENDIDIKAN INDONESIA
MPI 2A
Email: [email protected]
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,
Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Indonesia
Abstrak: Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun peradaban dan kemajuan suatu
bangsa. Visi dan misi pendidikan yang jelas dan komprehensif menjadi pedoman penting dalam
mengarahkan proses pendidikan yang tepat sasaran. Dalam konteks Indonesia, filsafat memiliki
peranan signifikan dalam membentuk visi dan misi pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
bangsa dan kebutuhan masyarakat modern. jurnal ini mengeksplorasi bagaimana filsafat, baik dari
perspektif Barat maupun Timur, dapat memberikan landasan kokoh bagi visi dan misi pendidikan
Indonesia. Aspek-aspek seperti ontologi, epistemologi, dan aksiologi pendidikan dikaji secara
mendalam dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dan kearifan lokal Indonesia. Selain itu,
jurnal ini juga menelaah bagaimana filsafat pendidikan dapat berkontribusi dalam membangun karakter
dan jati diri bangsa Indonesia yang kuat di era globalisasi. Dengan menggali potensi filsafat sebagai
landasan pendidikan, diharapkan Indonesia dapat memiliki sistem pendidikan yang modern, relevan,
dan berakar pada nilai-nilai luhur bangsa. Pada akhirnya, hal ini akan memperkuat peran pendidikan
dalam menciptakan sumber daya manusia berkualitas dan membawa kemajuan bagi Indonesia di masa
depan.
Kata kunci : visi dan misi pendidikan, filsafat, landasan, dan pendidikan
Abstract: Education is the main pillar in building civilization and progress of a nation. A clear and
comprehensive educational vision and mission is an important guideline in directing an education
process that is right on target. In the Indonesian context, philosophy has a significant role in shaping
the vision and mission of education in accordance with the nation's noble values and the needs of
modern society. This journal explores how philosophy, from both Western and Eastern perspectives,
can provide a solid foundation for the vision and mission of Indonesian education. Aspects such as
ontology, epistemology and educational axiology are studied in depth by integrating Pancasila values
and local Indonesian wisdom. Apart from that, this journal also examines how educational
philosophy can contribute to building strong character and identity of the Indonesian nation in the era
of globalization. By exploring the potential of philosophy as a foundation for education, it is hoped
that Indonesia can have an education system that is modern, relevant and rooted in the nation's noble
values. Ultimately, this will strengthen the role of education in creating quality human resources and
bringing progress to Indonesia in the future.
Key words: educational vision and mission, philosophy, foundation, and education
PENDAHULUAN
Filsafat, yang berasal dari kata Yunani "philosophia" yang berarti "cinta
kebijaksanaan," merupakan disiplin ilmu yang mencoba memahami dan menjelajahi
pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi, pengetahuan, nilai, realitas,
moralitas, dan berbagai aspek kehidupan manusia. Filsafat melibatkan pemikiran
kritis, refleksi filosofis, dan analisis konseptual untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih dalam tentang dunia dan manusia. Filsafat adalah disiplin ilmu yang
mempelajari pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi, pengetahuan, nilai,
etika, dan berbagai aspek fundamental kehidupan manusia. Sebagai cabang filsafat,
ia mencari pemahaman yang lebih dalam tentang dunia, manusia, dan hakikat
keberadaan melalui refleksi, analisis, dan pemikiran kritis. Filsafat berusaha untuk
mencapai pemahaman yang abstrak dan konseptual melalui pemikiran rasional dan
argumen logis. Ia melibatkan pemanfaatan metode pemikiran filosofis seperti
pemikiran deduktif, induktif, dan reflektif untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
mendasar dan merumuskan argumen-argumen yang mendalam. Tujuan filsafat
meliputi merumuskan teori-teori, mempertanyakan keyakinan, mencari kebenaran
dan pengetahuan, mengembangkan sistem nilai dan etika, serta memahami berbagai
fenomena dan masalah dalam dunia ini. Melalui filsafat, kita dapat mencoba
memahami alam semesta, tempat kita di dalamnya, hubungan kita dengan dunia, dan
tujuan hidup kita. Filsafat telah ada sejak zaman kuno dan telah memberikan
kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, dan pemikiran
manusia. Ia berfungsi sebagai pondasi bagi berbagai disiplin ilmu dan bidang
kehidupan lainnya, seperti ilmu pengetahuan, etika, politik, seni, agama, dan
pendidikan. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan populasi yang
besar dan keragaman budaya yang kaya. Dalam konteks pendidikan, filsafat memiliki
peran penting dalam membentuk sistem pendidikan yang berkualitas dan relevan
dengan kebutuhan negara ini. Pendidikan di Indonesia menghadapi berbagai
tantangan, termasuk akses yang merata ke pendidikan, kualitas pengajaran dan
kurikulum yang bervariasi, serta keberagaman budaya dan agama yang perlu
diakomodasi. Dalam menghadapi tantangan ini, filsafat dapat berperan sebagai
panduan untuk merumuskan tujuan pendidikan yang jelas dan nilai-nilai yang
diinginkan dalam sistem pendidikan Indonesia. Filsafat pendidikan membantu dalam
mengembangkan visi yang kokoh untuk pendidikan di Indonesia. Melalui pemikiran
filosofis, negara dapat menentukan tujuan pendidikan yang mencakup aspek-aspek
seperti pengembangan manusia yang holistik, pemberdayaan individu, penghargaan
terhadap budaya lokal, dan persiapan siswa untuk menghadapi tantangan global.
Selain itu, filsafat pendidikan juga membantu dalam memantapkan nilai-nilai moral
dan etika dalam pendidikan Indonesia. Dalam negara dengan keragaman budaya dan
agama seperti Indonesia, penting untuk menemukan kesepakatan tentang nilai-nilai
yang mendasari pendidikan, seperti keadilan, etika, persatuan, dan saling
menghormati. Filsafat pendidikan memberikan landasan untuk merumuskan dan
mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam kurikulum dan praktik pendidikan.
Selanjutnya, filsafat pendidikan berkontribusi pada pengembangan metode
pengajaran yang efektif di Indonesia. Melalui pemikiran filosofis, pendidik dapat
merancang metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa
Indonesia. Filsafat juga mendorong pendidik untuk mempertimbangkan pendekatan
pembelajaran aktif, kolaboratif, dan kritis, yang dapat membantu siswa
mengembangkan pemahaman yang mendalam dan keterampilan berpikir yang baik.
Dalam rangka meningkatkan pendidikan di Indonesia, pemahaman yang kritis dan
analitis sangat penting. Filsafat pendidikan dapat membantu siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis, menganalisis informasi, dan
mempertanyakan pemikiran mereka sendiri. Hal ini dapat membantu mereka dalam
menghadapi tantangan kompleks dalam kehidupan pribadi, sosial, dan profesional
mereka. Mempelajari filsafat sebagai bagian dari pendidikan berarti mempelajari cara
terbaik orang dalam belajar, fondasi pemikiran dalam masyarakat kita dan masyarakat
yang datang sebelum kita. Dengan mempelajari cara berpikir orang dan masyarakat
sebelumnya, kita bisa melihat bagaimana masyarakat, norma, dan struktur dunia kita
terbentuk dan bekerja. Beberapa orang percaya bahwa filsafat pendidikan adalah
bagian terpenting dari pelatihan guru dan yang lain percaya bahwa itu sudah
ketinggalan zaman dan tidak memiliki peran penting dalam praktik pendidikan.
Filsafat memiliki peran yang signifikan dalam membentuk landasan teoretis dan
praktis dalam pendidikan. Melalui filsafat pendidikan, negara dapat mengembangkan
visi dan misi pendidikan yang jelas, serta mempertimbangkan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang ingin ditekankan dalam sistem pendidikan. Hal ini sangat penting dalam
konteks Indonesia, yang memiliki keragaman budaya, agama, dan sosial yang unik.
Filsafat juga membantu dalam memantapkan nilai-nilai moral dan etika dalam
pendidikan di Indonesia.
METODE
1
Binti Maunah, “Landasan Pendidikan”, Yogyakarta, Kalimedia, 2022, hlm. 31-35
Perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini perlu
kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini. Perenialisme sendiri
merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua
puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan
progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang
situasi dunia sekarang ini penuh kekacauan, ketidakpastian dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio
kultual.
Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan
tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau
prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh,
kuat dan teruji.
Berikut beberapa rincian mengenai aliran perenialisme :
a) Dasar Filsafat : Realisme.
b) Tujuan Pembelajaran : Mendidik anak rasional dan intelektual.
c) Pengetahuan : Pengetahuan permanen.
d) Peran Guru : Membantu siswa berpikir rasional.
e) Metode Pembelajaran : Ekpositori. Ekpositori adalah metode
pembelajaran
yang langkah-langkahnya sudah ditata secara jelas.
Beberapa tokoh pendukung aliran ini adalah Robert Maynard Hutchins
dan Ortimer Alder.
2. Essensialisme
Dasar filsafat : Idelialisme dan realism. Tujuan pembelajarannya
adalah anak berkembang intelektualnya dan kompeten. Pengetahuan guna
meningkatkan keterampilan esensial dan pengetahuan dasar. Peran guru
adalah Otoriter, sedangkan metode pembelajarannya adalah tradisional.
Idealisme merupakan apa yang ada dipikiran, sedangkan realisme adalah
apa-apa yang nyata. Jadi dalam filsafat esensialisme antara yang
dibayangkan dan kenyataannya itu sama, bukan hanya kata-kata tetapi
benar-benar dibuktikan.
Hal tersebut melandasi tujuan pembelajaran dalam filsafat ini
sehingga anak berkembang intelektualnya dan juga menjadikan anak lebih
kompeten. Pengetahuan dalam filsafat esensialisme berupa keterampilan
esensial dan pengetahuan dasar. Maksudnya seseorang tidak di tuntut
untuk menguasai pengetahuan secara detail, melainkan pokoknya saja.
Sedang untuk pengembangannya tergantung reaksi setiap yang
bersangkutan. Dari sini dapat terlihat bahwa guru memiliki kekuasaan
penuh untuk mengatur atau membimbing peserta didik, sehingga peran
guru dalam filsafat esensialisme sangat otoriter. Metode yang digunakan
juga merupakan metode yang sering digunakan di pesantren-pesantren
yaitu metode yang tradisional.
3. Progresivisme
Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan
perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat
bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya
memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Berikut beberapa rincian mengenai aliran progresivisme
a) Dasar Filsafat : Pragmatisme.
b) Tujuan Pembelajaran : Anak hidup demokratis.
c) Pengetahuan : Pengetahuan hidup demokratis.
d) Peran Guru : Pembimbing.
e) Metode Pembelajaran : Problem solving.
Beberapa tokoh dalam aliran ini adalah George Axtelle, William O.
Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
4. Rekonstruktivisme
Dasar filsafat pragmatisme mempunyai tujuan pembelajaran yaitu
Rekonstruksivisme masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan masyarakat. Sedangkan peran guru adalah memotivasi untuk
berubah. Sedangkan metode pembelajaran. 2
2
Almuzani, S. Urgensi Filsafat Pendidikan dan Hubungannya terhadap Pengembangan Kurikulum 2013. Vol 3
No 1 , hal 46-66.
Problem solving Filsafat rekonstruksionisme memiliki beberapa
kesamaan dengan filsafat progresifisme. Yang mendasari filfsafat
rekonstruksionisme juga pragmatisme yaitu sesuatu yang hanya di ambil
manfaatnya saja. Sedang tujuan pembelajarannya utuk merekonstruksi
masyarakat maksudnya menata kembali kehidupan masyarakat untuk
menjadi lebih mapan. Sehingga pengetahuan yang di berikan disesuaikan
dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
Guru diberikan peran untuk menjadi “agent of change”, karena
kepentingannya membentuk dan membangun masyarakat baru yang
diharapkan menjadi lebih baik. Metode pembelajaran yang digunakan juga
sama dengan filsafat progresifisme yaitu problem solving atau pemecahan
masalah.3
C. Nilai-Nilai Filosofis Landasan Misi Pendidikan Indonesia
Misi pendidikan Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
2. Meningkatkan akhlak mulia;
3. Meningkatkan kecerdasan dan keterampilan;
4. Memperkuat kepribadian dan membangun budi pekerti luhur;
5. Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani;
6. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan;
7. Mengembangkan kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan
perkembangan teknologi;
8. Menumbuhkan sikap demokratis dan tanggung jawab sosial;
9. Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.4
Nilai-nilai filosofis yang menjadi landasan misi pendidikan
Indonesia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
3
Ibid, hal 50
4
Syahrial, Sarbini. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Jakarta. Ghalia, 2010
1. Ketuhanan
Pendidikan di Indonesia haruslah berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan
dan keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat
mengembangkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta memiliki akhlak mulia yang sesuai dengan ajaran agama masing-
masing.
2. Kemanusiaan
Pendidikan di Indonesia haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat
mengembangkan potensi diri secara optimal, serta memiliki rasa cinta dan
kasih sayang terhadap sesama manusia.
3. Kebangsaan
Pendidikan di Indonesia haruslah menumbuhkan rasa cinta tanah air dan
nasionalisme. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat menjadi warga
negara yang baik dan bertanggung jawab, serta mampu menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Kerakyatan
Pendidikan di Indonesia haruslah dilandaskan pada nilai-nilai kerakyatan
dan demokrasi. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat
mengembangkan sikap kritis, kreatif, dan mandiri, serta mampu bekerja
sama dengan orang lain.
5. Keadilan sosial
Pendidikan di Indonesia haruslah mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat
memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang, tanpa
terkecuali.
Nilai-nilai filosofis tersebut di atas merupakan landasan yang penting bagi
pendidikan Indonesia dalam mencapai tujuannya untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai tersebut
diharapkan dapat menghasilkan generasi muda yang beriman, berakhlak
mulia, cerdas, kreatif, dan bertanggung jawab, serta mampu membangun
bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera.
D. Pentingnya Filsafat Pendidikan
Berdasarkan Almuzani (2021) Dalam dunia pendidikan filsafat
berperan penting sebagai latihan berpikir kritis, karena banyak yang bisa
dipelajari dari mengenal filsafat, sehingga menjadi penunjang untuk
dipakai sebagai bahan dalam dunia pendidikan. Seperti diskusi atau
pertukaran, kegiatan ini membutuhkan penalaran kritis untuk
menghidupkan forum.(Anwar, 2017)
Tujuan filsafat pendidikan mengatakan:
1. Menginspirasi
Menginspirasi guru untuk mengimplementasikan konsep pendidikan
tertentu. Filsafat pendidikan
adalah sarana yang digunakan para filsuf untuk mengungkapkan
pemikiran mereka tentang apa itu
pendidikan. Apa arah sekolah ini? Siapa yang butuh pendidikan? dan apa
fungsi pendidik?
2. Menganalisa
Analisis dalam filsafat pendidikan adalah studi yang cermat terhadap
bagian-bagian pendidikan
untuk memahami dengan validitas yang tidak dapat disangkal. Hal ini
diperlukan untuk mencegah
gagasan pendidikan secara umum menjadi tidak jelas, tumpang tindih,
membingungkan.
3. Resolusi
Uraian pendidikan dalam filsafat pendidikan mengacu pada upaya
memperjelas atau mengarahkan pendidik melalui filsafat pendidikan.
4. Menyelidiki
Untuk menyelidiki berarti untuk menguji atau memverifikasi kebenaran
teori pedagogis. Pendidik tidak diperkenankan mempraktekkan konsep
atau teori pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan dan
pendidikan sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan, karena
tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat yaitu kebijaksanaan (wisdom),
dan alat filsafat adalah sarana pendidikan yaitu pencarian. (inquiry) yang
akan mengantarkan manusia kepada kebijaksanaan.
Untuk memperjelas hubungan antara komponen utama pendidikan
dan memberikan mereka yang mempelajarinya rekomendasi praktis
untuk praktik pendidikan, filsafat pendidikan bertujuan untuk
menjelaskan situasi pendidikan. Menawarkan pedoman dan konsep dasar
untuk upaya perbaikan, mempercepat kemajuan, dan memberikan
landasan yang kuat untuk mendukung sistem pendidikan, filsafat
pendidikan memainkan peran penting dalam sistem pendidikan. Menurut
sudut pandang yang berbeda, upaya memecahkan masalah pendidikan
tanpa pengetahuan dan kekuatan filsafat cenderung gagal. Masalah
pendidikan adalah masalah filosofis (Sholikhah, 2020).
Meskipun disiplin filsafat pendidikan dapat dibedakan dari filsafat
dan pendidikan, ia tidak dapat eksis secara independen dari yang pertama
karena filsafat memberinya pupuk. Dia mendapatkan masalahnya dari
akademisi dan solusinya dari filsafat. Memahami filsafat pendidikan
memerlukan pengetahuan baik tentang filsafat itu sendiri maupun
tentang pendidikan dan permasalahannya. 5
E. Ruang lingkup filsafat pendidikan
Filsafat adalah teknik untuk memeriksa secara kritis masalah yang
dihadapi orang setiap hari dan untuk mengembangkan solusi yang efektif
untuk semua masalah yang muncul. Tujuan filsafat secara keseluruhan
adalah untuk menyampaikan kepada orang-orang pemahaman tentang
ide-ide ideal dan esensial yang dapat mereka terima tentang konsep-
konsep ideal dan mendasar tentang kehidupan yang memungkinkan
manusia untuk menemukan kebahagiaan. Filsafat pedagogis ruang
lingkup filsafat pedagogis:
1. Guru Guru yakni subjek yang melaksanakan pendidikan
2. Pelajar Pelajar merupakan objek pendidik ketika melakukan kegiatan
pendidikan.
3. Materi Pendidikan Sumber belajar atau pengalaman disusun (secara
umum dan logis) untuk dipresentasikan atau dikomunikasikan dengan
siswa.
5
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Ed. 1, ( Jakarta: Rajawali Pers,
2011), hlm. 153-154.
4. Tindakan Pendidikan
Saat bekerja dengan atau merawat siswanya, pendidik terlibat dalam
berbagai perilaku yang secara kolektif disebut sebagai tahdhib.
5. Metode Pendidikan Metode pendidikan adalah suatu cara untuk
menyebarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik yang berkaitan
dengan bidang pendidikan. Tujuan metode ini adalah untuk mengolah,
memproses, dan menyampaikan isi instruksional dengan cara yang
memudahkan siswa untuk merasakan dan menginternalisasi.
6. Penilaian dan Tujuan Pendidikan Penilaian adalah sistem yang
digunakan dengan siswa untuk menilai seberapa baik mereka telah
belajar. Penilaian pendidikan sangat tergantung pada tujuan pendidikan.
Jika tujuannya untuk membentuk murid-murid yang kreatif, cerdas,
beriman, dan bertakwa, maka sistem evaluasi yang ada saat ini harus
mengarah pada tujuan yang dimaksud.
7. Alat pendidikan dan lingkungan pendidikan Sarana yang membantu
penerapan pendidikan adalah lembaga pendidikan dan lingkungan
pendidikan. Segala sesuatu yang melingkupi dan menunjang
terselenggaranya pendidikan dianggap sebagai bagian dari lingkungan
pendidikan.
6
Harold H. Titus, dkk. Persoalan-Persoalan Filsafat, Terj. H.M. Rasjidi (Bulan Bintang: Jakarta, 1984), hlm.
187
F. Tantangan Dan Kendala Dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai
Terdapat beberapa tantangan dan kendala dalam
mengimplementasikan nilai-nilai filosofis dalam pendidikan di
Indonesia, antara lain:
a. Keberagaman Budaya dan Nilai-nilai Lokal Indonesia memiliki
keragaman budaya, suku, dan nilai-nilai lokal yang beragam.
Tantangannya adalah bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai
filosofis nasional dengan nilai-nilai lokal agar tidak terjadi benturan
dan dapat diterima oleh masyarakat.
b. Perbedaan Latar Belakang Sosial-Ekonomi Kondisi sosial-ekonomi
masyarakat Indonesia yang beragam menjadi kendala dalam
penyediaan akses dan kualitas pendidikan yang merata. Implementasi
nilai-nilai filosofis pendidikan menjadi sulit dilakukan di daerah-
daerah dengan keterbatasan sumber daya.
c. Kurangnya Pemahaman dan Komitmen Stakeholder Kurangnya
pemahaman dan komitmen dari pemerintah, lembaga pendidikan,
guru, dan masyarakat terhadap nilai-nilai filosofis pendidikan dapat
menjadi kendala dalam implementasi.
d. Keterbatasan Sarana dan Prasarana Pendidikan Sarana dan prasarana
pendidikan yang kurang memadai, seperti fasilitas sekolah, buku
pelajaran, dan media pembelajaran, dapat menghambat upaya
mewujudkan nilai-nilai filosofis dalam proses belajar-mengajar.
e. Masalah Kualitas dan Profesionalisme Guru Kualitas dan
profesionalisme guru yang masih perlu ditingkatkan menjadi kendala
dalam mentransformasikan nilai-nilai filosofis pendidikan kepada
peserta didik.
f. Dinamika Sosial dan Perkembangan Teknologi Perkembangan sosial
dan teknologi yang pesat menuntut pendidikan untuk selalu
menyesuaikan diri, sehingga implementasi nilai-nilai filosofis perlu
diselaraskan dengan perubahan zaman.
g. Kurangnya Evaluasi dan Pengawasan Kurangnya evaluasi dan
pengawasan terhadap implementasi nilai-nilai filosofis dalam
pendidikan dapat menyebabkan penyimpangan atau tidak tercapainya
tujuan yang diharapkan.
KESIMPULAN
Filsafat berarti cinta atau gemar akan kebajikan. Cinta berarti
keinginan yang besar, penuh gairah atau serius. Kebijaksanaan berarti
kebenaran sejati atau kebenaran sejati. Filsafat sangat erat dengan
pendidikan. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang mendasar dan,
terlebih lagi, memiliki karakter konstruktif dalam kehidupan manusia.
Masalah pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, baik dalam
kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan berbangsa atau bernegara.
Untuk itulah, dalam pendidikan, filsafat memiliki peran penting dalam
merumuskan tujuan pendidikan, mengembangkan landasan teoritis,
membangun etika dan moralitas, serta mengembangkan keterampilan
berpikir kritis. Melalui filsafat, pendidikan dapat menjadi lebih bermakna,
relevan, menentukan tujuan pendidikan untuk pengembangan potensi
individu secara holistic, pembentukan karakter yang berkualitas dan
mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan dan
kompleksitas dunia yang berkembang pesat.
Filsafat pendidikan dan pendidikan memiliki hubungan yang sangat
erat dan tidak dapat dipisahkan. Pendidikan dan filsafat tidak dapat
dipisahkan. Kebijaksanaa juga merupakan tujuan filsafat, dan alat filsafat
penelitian yang akan mengantarkan seseorang kepada kebijaksanaan,
adalah alat pendidikan.
Ruang lingkup filsafat pendidikan adalah segala aspek yang
berkaitan dengan upaya manusia untuk memahami dan memahami hakekat
pendidikan itu sendiri, yang berkaitan dengan bagaimana
menyelenggarakan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan
yang diupayakannya dapat dicapai. Filsafat mempersoalkan konsep hukum,
maka terbentuklah filsafat hukum, dan bidang filsafat ini tercipta ketika
filsafat mendalami masalah pendidikan. Tiga pilar filosofi pendidikan
ontologis, epistemologis, dan berbasis nilai. Filsafat menantang gagasan
hukum, yang mengarah pada pengembangan filsafat hukum, dan subbidang
filsafat ini lahir ketika filsafat menyelidiki masalah pendidikan. Landasan
ontologis, epistemologis, dan aksiologis membentuk tiga pilar filsafat
pendidikan.
UCAPAN TERIMAKASIH
W. Eka Wahyudi, d. (2018). Diskursus Filsafat Pendidikan Barat dan Islam. Jawa Timur:
Mitra Karya.