02 Pendekatan Dan Metodologi
02 Pendekatan Dan Metodologi
02 Pendekatan Dan Metodologi
WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management
BAB II
2.1 Pendahuluan
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam Pekerjaan Pendataan Rumah Korban
Bencana Kejadian Sebelumnya Yang Belum Tertangani Di Kabupaten Barito Kuala Dan
Tanah Laut, maka terlebih dahulu dilakukan pendekatan perencanaan yang menjadi
dasar dalam penyusunan rencana. Pendekatan perencanaan kota tersebut meliputi 3
aspek, yaitu :
1) Aspek strategis.
2) Aspek teknis.
3) Aspek Pengelolaan.
Ketiga aspek tersebut selanjutnya dijabarkan dalam kerangka Pekerjaan Pendataan
Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten
Banjar Provinsi Kalimantan Selatan , adalah sebagai berikut :
A. Aspek Strategis
Aspek strategis ini akan menyangkut penentuan fungsi kota, pengembangan
kegiatan kota dan pengembangan tata ruang kota. Pendataan Rumah Korban
Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kab. Banjar adalah
kebijaksanaan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan
dibudidayakan serta kawasan yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam
jangka waktu perencanaan.
B. Aspek Teknis
Aspek teknis ini akan menyangkut upaya mengoptimalkan pemanfaatan ruang
kota. Seperti yang telah dijelaskan dalam Permendagri No. 2 Tahun 1987 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota maupun Kep. Menteri Kimpraswil No.
32/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan, Keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang merupakan revisi terhadap Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan, pada prinsipnya sangat
mendorong meningkatnya perhatian terhadap penanganan perumahan kumuh
dan permukiman kumuh .
C. Aspek Pengelolaan
Aspek pengelolaan akan menyangkut administrasi, keuangan, hukum dan
perundangan agar rencana dapat dilaksanakan melalui koordinasi, penelitian,
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian rencana
2.2 Pendekatan
Ruang adalah wadah secara keseluruhan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan,
dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, dengan interaksi sistem sosial (yang
meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi dan budaya) dengan
ekosistem (sumber daya alam dan sumber daya buatan) berlangsung. Tata Ruang
adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak.
Penataan Ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang. Yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan
unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan
buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya
membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota,
lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal dan sebagainya.
Sementara pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang
menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan
alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, dan
pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan.
termasuk rencana tata ruang akan melibatkan setiap pelakunya sebagai subjek
dan harus menjamin adanya mekanisme partisipasi masyarakat, swasta dan
pemerintah dalam mendukung program-program pembangunan. Upaya untuk
mendeseminasikan serta mensosialisasikan rencana perlu dilakukan untuk
menghindari rencana tata ruang menjadi produk yang tidak dapat/tidak mungkin
direalisasikan karena masyarakat tidak tahu, menganggap tidak perlu atau
kepentingannya tidak terakomodasi atau dianggap merugikan kepentingannya.
6) Pemahaman terhadap aspek kelembagaan, aspek hukum dan manajemen
pembangunan untuk mendukung realisasi wujud ruang yang diharapkan. Upaya
untuk menata ruang kota tidak akan terlepas dari persoalan kelembagaan dan
manajemen pembangunan yang terkait dengan upaya mengkonsolidasikan serta
mengintegrasikan berbagai perencanaan yang telah dibuat. Dalam hal lain, upaya
mengelola sumber daya dana, tenaga dan waktu juga menjadi faktor mendukung
penataan ruang kota.
7) Pemahaman terhadap aspek eksternal regional/konstelasi geografis perwilayahan
sebagai faktor pengaruh terhadap eksistensi kota. Perkembangan lingkungan
eksternal dapat mempengaruhi eksistensi baik bersifat positif maupun negatif.
Pertumbuhan kota sekitar yang pesat dengan fungsi berbeda, serta pengaruh
perkembangan transportasi regional harus dijadikan landasan makro untuk
mengembangkan fungsi mikro/lokal kota secara saling mendukung.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu konsep tentang perumahan
dan permukiman yang lebih sistemik dan mampu mengakomodasikan perkembangan
aspirasi yang ada. Kesamaan persepsi tersebut diperlukan agar dapat menjadi titik
tolak bagi penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang lebih komprehensif dan
sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing lembaga penyelenggaranya.
Upaya untuk merangkum pandangan-pandangan di atas telah dirumuskan secara
konseptual dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, yang menyatakan bahwa :
Permukiman adalah : Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
2.1 Bencana
Bencana merupakan peristiwa yang sering terjadi di beberapa tahun terakhir dan
bencana bukan lagi menjadi kata yang asing bagi kita. Hampir setiap musim, bahkan
setiap bulan selalu saja terjadi bencana. Musim penghujan misalnya, bagi sebagian
orang musim ini merupakan musim yang membawa berkah, tetapi sebagian orang lagi
musim ini akan membawa musibah. Bagi petani, musim hujan merupakan awal tanam
dimana air akan mudah diperoleh dan tanaman dapat tumbuh. Hujan yang terhenti
beberapa waktu lalu dan dengan suhu yang cukup tinggi, membuat para petani dan
pemerintah khawatir akan kekurangan persediaan pangan. Kekhawatiran ini tidak
bertahan lama, setelah beberapa minggu hujan pun turun. Ketika hujan turun ternyata
munculah berbagai bencana yang banyak menelan korban. Bencana banjir dan tanah
longsor merupakan sebagian bencana yang datang pada musim hujan.
3. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
6. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
7. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
8. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan
bencana.
9. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
10. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
11. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
dan gangguan kegiatan masyarakat.
12. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.
13. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang
diberi tugas untuk menanggulangi bencana.
Tabel
Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebabnya
Jenis Penyebab Bencana
Beberapa Contoh Kejadiannya
Alam
Gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,
Bencana alam geologis
longsor/gerakan tanah, amblesan atau abrasi
Banjir, banjir bandang, angin puttingbeliung,
Bencana alam klimatologis
kekeringan, hutan (bukan oleh manusia)
Bencana alam ekstra-
Impact atau hantaman benda dari luar angkasa
terestrial
Sumber : Kamadhis UGM, 2007
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, jumlah 17.504 pulau yang tersebar pada
33 propinsi (berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri yang dipublikasikan BPS
2017). Jumlah pulau yang telah dilaporkan ke PBB dalam sidang ke XI The United
Nation Conference on Standardization of Geographical Names di New York tahun 2017
sebanyak 16.056 pulau. Potensi alam yang dimiliki Indonesia meliputi potensi laut,
perikanan laut, perairan darat, pegunungan, daratan, dan banyak lainnya. Selain kaya
akan potensi alam, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki potensi bencana,
bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah Tsunami, Gempa Bumi, Tanah
Longsor, Banjir, Angin Puting Beliung, dan letusan/ erupsi Gunung berapi.
Gambar 2.1
Tren Kejadian Bencana Tahun 2009 sampai 2018 (BNPB, 2017)
Gambar 2.2
Jumlah kejadian bencana dan persebaran bencana Tahun 2018
Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar
(Gambar 3) yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia.
Pertemuan tiga lempeng ini menghasilkan lempeng tektonik (garis merah) yang
merupakan gempa bumi dan deretan gunung api. Terdapat 129 gunung api aktif yang
ada di Indonesia, yang saat ini dimonitor oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (ESDM). Untuk lempeng tektonik dimonitor oleh Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang secepatnya akan memberikan informasi
mengenai gempa bumi dan tsunami. Kekayaan Indonesia dengan beragam gunung
berapi sekaligus dapat menjadi ancaman bencana gunung meletus. Posisi tersebut
membuat Indonesia menjadi rentan terhadap perubahan geologi, terutama
menyebabkan bencana alam gempa bumi, tsunami, letusan gunungapi, dan jenis-jenis
bencana geologi yang lain. Wilayah yang rawan bencana gempa bumi di Indonesia
tersebar mulai dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Nusa Tenggara, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Maluku Utara dan wilayah Papua
(Setyowati, 2017).
tektonik Yogyakarta (2006), Tasikmalaya (2009), Sumatra Barat (2010), gempa dan
tsunami Mentawai (2010), tanah longsor Wassior di Papua Barat (2010) dan letusan
Gunung Merapi Yogyakarta (2010), gempa bumi di Lombok NTB (29 Juli 2018), gempa
tsunami dan likuifaksi di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah (28 September 2018),
tsunami di Selat Sunda (22 Desember 2018). Kejadian bencana telah membawa
korban ratusan jiwa dan ratusan triliun rupiah dalam nilai ekonomi, bahkan beberapa
desa tertelan bumi dan desa hilang tersapu oleh bencana. Letusan Gunung Merapi
yang tak kunjung reda, makin mempertegas predikat NKRI sebagai negara sabuk api.
1. Bahaya aspek Geologi, antara lain: Gempa Bumi, Tsunami, Gunung meletus,
Landslide (tanah longsor). Daerah rawan gempa bumi yang ada di Indonesia
tersebar pada wilayah dekat dengan zona penunjaman lempeng tektonik dan sesar
aktif. Gempa yang berpengaruh memicu terjadinya tsunami yakni gempa yang
memiliki kekuatan skala di atas 6 SR, dan memiliki kedalaman kurang dari lima
puluh kilometer.
3. Bahaya aspek Lingkungan antara lain kebakaran hujan, kerusakan lingkungan, dan
pencemaran limbah.
4. Bahaya beraspek Biologi, antara lain wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman,
hewan/ternak. Beberapa indikasi awal terjadinya endemik misalnya, Avian
Influenza/flu burung, antraks, serta beberapa penyakit hewan lainnya yang
mengakibatkan kerugian bahkan kematian.
longsor di Wasior, kebakaran hutan yang terjadi belum lama ini, semburan lumpur
panas dan lainnya. (Indiyanto, 2012).
Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Bencana alam Geologis, bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang
berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Atau biasa disebut bencana alam yang
terjadi akibat bergeraknya lempeng bumi, yang termasuk dalam bencana alam
geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami. Bencana yang
diakibatkan oleh faktor geologis biasanya banyak menelan korban dan kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan kerugian baik secara material maupun kerugian
non material. Bencana alam geologis merupakan bencana alam yang paling
banyak menelan korban jiwa di Indonesia.
Secara teoritis terdapat lima model pengelolaan bencana (Maguire &Hagan, 2007;
Setyowati,2017). Implementasi atau penerapan model pengelolaan bencana
tergantung pada kondisi dan kerentanan bencana suatu wilayah.
c. Contract-expand model, model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada
pada pengelolaan bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction,
mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada
daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana
adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan
relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan
mitigation kurang ditekankan.
d. The crunch and release model, model pengelolaan bencana ini menekankan
upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak
rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap
terjadi.
Oleh karena itu bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan, dan akan
membuat komunitas semakin rentan. Kerentanan komunitas diawali oleh kondisi
lingkungan fisik, sosial dan ekonomi yang tidak aman yang melekat padanya. Kondisi
tidak aman tersebut terjadi oleh tekanan dinamis internal maupun eksternal, misalnya
di komunitas institusi lokal berkembang dan ketrampilan tepat guna tidak dimiliki.
Tekanan dinamis terjadi karena terdapat akar permasalahan yang menyertainya. Akar
permasalahan internal umumnya karena komunitas tidak mempunyai akses
sumberdaya, struktur dan kekuasaan, sedang secara eksternal karena sistem politik
dan ekonomi yang tidak tepat. Karenanya pengelolaan bencana perlu dilakukan secara
menyeluruh dengan meningkatkan kapasitas dan menangani akar permasalahan untuk
mereduksi risiko secara total.
Upaya pengelolaan bencana dari beberapa jenis bencana yang sering terjadi di
Indonesia diuraikan sebagai berikut.
1. Bencana Banjir
Banjir merupakan proses alam dan bencana yang sangat mengkhawatirkan bagi
penduduk yang tinggal di sekitar sungai-sungai besar. Jenis banjir meliputi:
genangan, banjir lokal, banjir kiriman, banjir pasang surut air laut (Rob), banjir
bandang. Faktor- faktor penyebab banjir disamping curah hujan sebagai sumber
utama penyebab banjir, kondisi biofisik wilayah juga ikut menentukan. Curah hujan
yang sangat tinggi atau salju yang meleleh secara cepat di daerah-daerah
tangkapan air, membawa air lebih banyak lagi ke dalam sistem hidrologi.
Sedimentasi dasar-dasar sungai akibat kerusakan lahan pada hulu DAS dapat
memperburuk kejadian banjir. Air pasang tinggi bisa membanjiri kawasan pantai,
atau laut-laut terdorong masuk ke dalam daratan oleh badai angin.
Mekanisme kerusakan akibat banjir adalah genangan dan aliran air dengan
tekanan mekanis air mengalir secara cepat. Arus yang bergerak atau bergejolak
dapat meruntuhkan dan menghanyutkan orang-orang dan binatang di kedalaman
air yang relatif dangkal saja. Puing-puing yang terbawa oleh air juga merusak dan
melukai. Bangunan-bangunan rusak arena pondasi-pondasi yang tergerogoti oleh
air dan tiang-tiang penyangga. Lumpur, minyak dan polutan-polutan lain yang
terbawa oleh air menjadi tertimbun dan merusak tanaman pangan dan isi-isi
bangunan. Banjir dapat merusak sistem-sistem pembuangan kotoran,
mengakibatkan polusi terhadap tempat-tempat persediaan air dan bisa
menyebarkan penyakit. Kejenuhan tanah bisa menyebabkan tanah longsor atau
rusaknya tanah (Coburn, et al. 1994)
Strategi-strategi mitigasi utama terhadap banjir adalah, mengatur tata guna tanah
dan perencanaan lokasi untuk menghindari dataran berpotensi banjir menjadi
tempat dari elemen-elemen yang rentan. Rekayasa bangunan di dataran banjir
untuk menahan kekuatan banjir dan rancangan lantai yang ditinggikan.
Infrastruktur yang tahan rembesan. Partisipasi masyarakat, dapat digiatkan dalam
bentuk pembersihan sedimentasi, konstruksi parit. Kesadaran akan adanya denah
banjir. Rumah-rumah yang dibangun tahan terhadap banjir (material tahan banjir,
pondasi-pondasi yang kuat) Praktek-praktek pertanian yang cocok dengan banjir.
Kesadaran akan penebangan hutan. Praktek-praktek yang ada merefleksikan
kesadaran: daerah-daerah penyimpanan dan ruang tidur yang berada tinggi dari
permukaan tanah. Kesiapan evakuasi banjir, perahu-perahu dan peralatan
penyelamatan.
2. Bencana Longsor
Bencana longsor atau tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang
umumnya berskala kecil dan kejadiannya tidak sedramatis kejadian gempa bumi
maupun gunung meletus, sehingga perhatian pada masalah ini umumnya tidak
besar, begitu juga dengan bahayanya kurang diperhatikan dalam perencanaan
pembangunan. Tanah longsor dapat menghancurkan bangunan-bangunan, jalan-
jalan, pipa-pipa dan kabel-kabel baik oleh gerakan tanah yang berasal dari bawah
atau dengan cara menguburnya. Longsornya lereng yang terjadi secara tiba-tiba
dapat menjebolkan tanah yang berada di bawah tempat-tempat hunian dan
menghempaskan bangunan-bangunan tersebut ke lereng bukit. Runtuhan batu
mengakibatkan kerusakan dari pecahan batu yang terbuka menghadap batu-batu
besar yang berguling dan menabrak tempat-tempat hunian dan bangunan-
bangunan. Aliran puing- puing di tanah yang lembek, bergerak mengisi lembah-
lembah mengubur tempat-tempat hunian, menutup sungai-sungai maupun jalan.
menyebabkan air masuk ke tanah dan membawa partikel tanah bergerak secara
grafitasi sehingga terjadi tanah longsor.
3. Kekeringan
Kekeringan berkaitan dengan ketersediaan air atau suplai air pada suatu wilayah,
ketersediaan air berkurang maka akan terjadi bencana kekeringan. Kekeringan
merupakan fenomena hidrologi yang paling kompleks, mewujudkan dan
menambahkan isu-isu yang berkaitan dengan iklim, tata guna lahan, norma
pemakaian air serta manajemen seperti persiapan, antisipasi dsb. Bencana
kekeringan prosesnya berjalan lambat sehingga dikatakan sebagai bencana
merangkak.
Elemen yang paling beresiko terhadap tanaman pangan dan hutan, kesehatan
manusia dan hewan, semua aktivitas ekonomi tergantung pada suplai air yang
terus-menerus; keseluruhan tempat-tempat hunian manusia jika terjadi kekeringan
berkepanjangan. Strategi mitigasi bencana kekeringan meliputi pembagian air,
pelindungan atau penggantian tempat cadangan air yang rusak dengan
manajemen dataran tinggi di mana sungai mengalir, konstruksi bendungan, pipa-
pipa atau terowongan air; perlindungan tanah dan pengurangan tingkat erosi
dengan menggunakan bendungan- bendungan pengontrol, menyeragamkan
penanaman, manajemen ternak; pengurangan penebangan kayu dengan tungku-
tungku bahan bakar yang diperbaiki, pengenalan pertanian dan pola-pola tanam
yang fleksibel; pengendalian penduduk; program-program pelatihan dan
pendidikan.
4. Gempa Bumi
Mekanisme kerusakan dari gempa bumi, energi getaran yang dikirimkan lewat
permukaan bumi berdasarkan kedalaman. Getaran menyebabkan kerusakan dan
menghancurkan bangunan-bangunan, yang pada gilirannya bisa membunuh dan
melukai orang-orang yang bertempat tinggal di situ. Getaran juga mengakibatkan
tanah longsor, pencairan, runtuhnya bebatuan dan kegagalan-kegagalan daratan
yang lain, yang merusak tempat-tempat hunian di dekatnya. Getaran juga memicu
kebakaran berganda, kecelakaan industri atau transportasi dapat memicu banjir
melalui jebolnya bendungan dan tanggul penahan banjir.
Gempa bumi terjadi secara tiba-tiba dan seketika, sehingga upaya peringatan dini
sulit dilakukan. Sampai sekarang tidak memungkinkan untuk meramalkan
munculnya gempa bumi dalam jangka pendek dengan tepat. Elemen-elemen yang
paling beresiko terhadap gempa bumi adalah kumpulan-kumpulan bangunan yang
lemah dengan tingkat hunian yang tinggi. Bangunan yang didirikan tanpa
perhitungan teknik sipil akan menyebabkan bangunan mudah runtuh. Kejadian
gempa akan meruntuhkan bangunan dengan atap yang berat, bangunan tua
dengan kekuatan samping yang kecil, bangunan-bangunan yang berkualitas
rendah atau bangunan-bangunan dengan konstruksi-konstruksi yang cacat.
Letusan eksplosif atau bertahap, yang mengeluarkan abu panas, aliran pyroklastik,
gas dan debu. Kekuatan-kekuatan letusan bisa menghancurkan bangunan-
bangunan, hutan- hutan dan infrastruktur yang dekat dengan gunung berapi dan
gas-gas beracun bisa mematikan. Abu panas jatuh sejauh berkilo-kilo meter di
sekitar gunung, membakar dan mengubur tempat-tempat hunian. Debu bisa
terbawa angin dalam jarak yang jauh, dan jatuh sebagai polutan di tempat-tempat
hunian yang jauh sekali jaraknya. Lava cair yang dilepas dari kawah vulkanis dan
bisa mengalir berkilo-kilo meter jauhnya sebelum akhirnya membeku. Panas lava
akan membakar sebagian besar barang-barang yang berada pada jalur aliran lava.
Gunung-gunung berapi bersalju menderita karena cairnya es yang menyebabkan
aliran-aliran puing-puing dan tanah longsor yang bisa mengubur bangunan--
bangunan. Letusan gunung berapi bisa mengubah pola-pola cuaca setempat, dan
menghancurkan ekologi setempat. Gunung berapi juga menyebabkan gerakan
kuat ke atas dari daratan selama proses pembentukannya (Coburn, et al., 1994).
Penyebab letusan gunung api berasal dari keluarnya magma dari kedalaman bumi,
terkait dengan penutupan arus-arus konveksi. Parameter kedahsyatan diukur dari
volume materi yang dikeluarkan. Daya letusan dan lamanya letusan, radius
jatuhnya, dan dalamnya endapan debu. Penilaian bahaya dan teknik pemetaan,
dilakukan melalui identifikasi dari gunung berapi aktif. Gunung berapi secara cepat
dapat diidentifikasi dengan karakteristik geologi dan topografi. Aktivitas dari
catatan-catatan historis dan analisa-analisa geologis. Observasi seismik dapat
menentukan apakah satu gunung berapi masih aktif atau tidak. Upaya untuk
mengurangi bencana ini dengan membuat aliran lava dan aliran puing-puing yang
bisa disalurkan, dibendung dan dibelokkan menjauh dari tempat-tempat hunian
sampai pada satu tingkat, dengan pekerjaan-pekerjaan teknik sipil.
Letusan gunung api mungkin terjadi bertahap atau eksplosif. Monitoring seismik
dan geokimia, alat pengukur kemiringan, dan detektor-detektor aliran lumpur
mungkin bisa mendeteksi penghimpunan tekanan dalam waktu beberapa jam dan
beberapa hari sebelum terjadi letusan. Deteksi aliran lumpur, monitor-monitor
geoteknis dan alat pengukur kemiringan adalah beberapa strategi-strategi
monitoring yang ada. Evakuasi penduduk jauh dari lingkungan-lingkungan gunung
berapi sering memungkinkan.
Elemen-elemen yang paling beresiko berupa apapun yang berada dekat dengan
gunung berapi. Atap-atap rumah atau bangunanbangunan yang mudah terbakar.
Persediaan air yang rentan kejatuhan debu. Bangunan yang lemah bisa runtuh di
bawah tekanan-tekanan abu. Tanaman pangan dan ternak menjadi beresiko.
Gambar
Lingkaran Kegiatan Pengelolaan Bencana
Mitigasi adalah sebuah upaya untuk melakukan perencanaan yang tepat untuk
meminimalkan dampak bencana. Mitigasi bukanlah sebuah strategi akhir, namun
diperlukan agar resiko-resiko yang ada dapat diminimalisir. Untuk itu diperlukan
berbagai bentuk pendekatan dalam menetapkan strategi mitigasi yang diperlukan.
Upaya pencegahan (prevention) terhadap munculnya dampak adalah perlakuan
utama. Menurut Paripurno (2008), untuk mencegah banjir maka perlu mendorong
usaha masyarakat membuat sumur resapan, dan sebaliknya mencegah
penebangan hutan. Agar tidak terjadi kebocoran limbah, maka perlu disusun save
procedure dan kontrol terhadap kepatuhan perlakuan. Walaupun pencegahan
sudah dilakukan, sementara peluang adanya kejadian masih ada, maka perlu
dilakukan upaya-upaya mitigasi (mitigation), yaitu upaya-upaya untuk
meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi
bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan
oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan
tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang
dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan resiko jangka panjang. Terdapat dua (2) bentuk mitigasi, yaitu
mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural dilakukan untuk
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti
membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta
memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor,
penahan dinding pantai, dan lain-lain. Mitigasi non struktural berupa penyusunan
peraturan, pengelolaan tata ruang, pelatihan perencanaan tata ruang wilayah, serta
upaya memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Gambar 2.1
Bagan Alir Metode Pelaksanaan Pekerjaan
PERSIAPAN SURVEY DAN KOMPILASI DATA LAPORAN AKHIR
Sekunder Primer
Penyusunan Draft
Laporan Akhir
Pendataan
(Verifikasi Lapangan)
SELESAI
Laporan Kompilasi Analisa Data
Pendahuluan Primer dan Sekunder
Data Base
Rumah Korban Bencana Kejadian
Sebelumnya Yang Belum
Tertangani Di Kabupaten Banjar
( Exel )
✓ Keberadaan ventilasi
✓ Kepemilikan kamar mandi dan jamban
✓ Jarak sumber air minum ke TPA tinja
✓ Sumber air minum
✓ Sumber listrik
c) Aspek persyaratan luas dan kebutuhan ruang
✓ Luas rumah
✓ Jumlah penghuni
d) Aspek komponen bahan bangunan dengan konteks lokal
✓ Bahan material atap terluas
✓ Kondisi atap
✓ Bahan material dinding terluas
✓ Kondisi dinding
✓ Bahan material lantai terluas
✓ Kondisi lantai
Untuk data kondisi fisik rumah, mengapa di perlukan karena, dalam pendataan
RUTENA ini sangat memungkinkan dilakukannya relokasi penduduk, maka kondisi fisik
rumah sangat di perlukan, untuk menyesuaikan kebutuhan ruang dan kebutuhan luas
tanah yang di perlukan bagi masyarakat yang kemungkinan akan di relokasi ke tempat
yang cukup aman dari bahaya bencana.
B. Pendataan
Metode pendataan ini digunakan untuk pengumpulan data mikro, yaitu data
RUTENA. Pendataan ini dilakukan pada unit-unit rumah yang diduga menjadi
Rumah Terdampak Bencana (RUTENA), berdasarkan informasi awal RUTENA baik
dari hasil observasi lapang, maupun informasi yang diperoleh dari tingkat
desa/kelurahan. Data awal tersebut selanjutnya diverifikasi lapang oleh tim dengan
cara mengisi kusioner pendataan dan dilengkapi dengan dokumentasi unit-unit
bangunan rumah. Data kuisioner yang telah terisi tersebut selanjutnya akan
direkapitulasi dan kemudian dimasukkan database dalam format excel. Bagan alir
proses pendataan untuk pekerjaan ini secara terstruktur dapat dilihat pada
Gambar 2.2 berikut.
Survey
Sekunder Primer
Pendataan
(Verifikasi Lapangan)
Isian Kuitsioner
Dokumentasi
Pendataan
Database RUTENA
Format Exel
B. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif ini sifatnya memberikan deskripsi/uraian dari hasil data yang
dikumpulkan, sehingga memberikan arti dan pemahaman yang lebih mendalam
dari data yang telah dikumpulkan. Analisis deskriptif ini dilakukan pada data aspek
makro. Output yang dihasilkan dari analisis deskriptif ini antara lain :
1. Persentase APBD untuk urusan Perumahan dan Permukiman
2. Bentuk dan pola permukiman
3. Gambaran perkembangan pembangunan perumahan
4. Gambaran isu dan permasalahan pembangunan perumahan
5. Kondisi backlog perumahan
6. Gambaran kondisi kependudukan
diatas kami selaku penyedia layanan jasa konsultansi yang sangat berminat dalam
dalam melaksanakan Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian
Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan,
berharap dapat menyajikan atau mengahasilkan suatu pekerjaan yang baik dan
bermanfaat bagi penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Tanah Laut. Untuk
Jadwal pelaksanaan dapat di lihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2
Jadwal Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan
Waktu Pelaksanaan
No Uraian BULAN Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
I Tahap Persiapan
1 Sosialisasi Penyusunan Pendataan Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
2 Konsolidasi dengan PEMKAB Banjar Provinsi Kalimantan Selatan
3 Persiapan dan Pemantapan Rencana Kerja
4 Penyusunan Desain Survey dan Format Kegiatan
5 Penyiapan Data Profile Permukiman Terdampak Bencana
6 Overview Kebijakan Daerah
7 Pembahasan Laporan Pendahuluan
II Tahap Verifikasi Lokasi Serta Perumusan Konsep dan Strategi
1 Verifikasi Lokasi Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
2 Survey dan Pengolahan data Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
3 Verifikasi dan Pemutahiran data Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
III Tahap Perumusan Rencana Rancangan Penanganan
1 Analisis Penilaian berdasarkan Indikator dan Parameter Kekumuhan
2 Analisis Kebutuhan dan Penigkatan Kualitas Permukiman Kumuh
3 Analisis penanganan
4 Data Base Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
5 Penentuan Prioritas Penanganan Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
6 Pembahasan Laporan Akhir
IV Pelaporan
1 Laporan pendahuluan
2 Laporan Akhir
KOMPOSISI TIM
Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup Orang
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/ Asing Kegiatan Bulan/
OB
Rudi Ginanjar, ST CV. WIMA Tenaga Ahli Teknik Sipil Team Leader 1. Mengkoordinasi dan mengarahkan seluruh 2,0
Lokal Tim dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing dari tahap persiapan
sampai selesainya seluruh pekerjaan
2. Mendiskusikan penjadwalan, pelaksanaan
pekerjaan serta penyelesaian masalah
yang timbul selama proses pelaksanaan
pekerjaan.
3. Mengkoordinir semua anggota tim dalam
penyelesaian pekerjaan serta
menghubungi instansi lain yang terkait
dengan pekerjaan tersebut.
4. Mempunyai inisiatif, inovatif, tanggung
jawab dan profesionalisme dalam
menyelesaikan hasil rancangan team.
5. Mempunyai tanggung jawab langsung atas
penyusunan dan terjaminnya
penyampaian seluruh laporan.
6. Bekerjasama dengan personil engineer
lainnya baik dalam penentuan suatu hasil
analisis yang membutuhkan multi-disiplin
maupun yang membuat pertimbangan
TENAGA AHLI
Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup Orang
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/ Asing Kegiatan Bulan/
OB
bidang highway engineering.
7. Memberikan petunjuk teknis kepada team
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaan jalan.
TENAGA PENDUKUNG
Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup Orang
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/ Asing Kegiatan Bulan/
OB
1. Aulia CV. WIMA Tenaga Ahli STM Surveyor 1. Melaksanakan survei Primer. 2,0
2. Fauzi Lokal 2. Melaksanakan survei Sekunder.
3. Jayadi 3. Kompilasi data hasil survey
4. Junaidi
5. Nadhia
6. Norhikmah CV. WIMA Tenaga Ahli SMA Op. Membantu team leader dan tenaga ahli dalam 2,0
Lokal Komputer/Administras administrasi perencanaan / Detail Engineering
i PSU Permukiman
Sebagai mana telah disusun pada bagian sebelumnya mengenai tenaga ahli yang akan
dilibatkan dalam Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya
yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan yaitu 1 (dua)
orang tenaga ahli dan 6 (delapan) orang tenaga pendukung, untuk menunjang
pelaksanaan pekerjaan tersebut perlu adanya suatu singkronisasi antara tenaga ahli
dan tenaga pendukung, tugas dan tanggung jawab serta jadwal penugasan tenaga ahli
dan tenaga pendukung, sehingga akan menghasilkan suatu susunan pelaksanaan
pekerjaan yang lebih terorganisasi. Untuk melaksanakan kegitan ini diperlukan jumlah
man month staf atau orang perbulan dari tenaga ahli sebanyak 2 (Dua) OB (Orang
Bulan) dengan rincian sebagai berikut :
Untuk mendukung tugas dan tanggung jawab tenaga ahli dalam melaksanakan
kegiatan ini, konsultan juga akan dibantu oleh tenaga pendukung yang berpengalaman
pada pekerjaan dimaksud, dengan demikian hasil pekerjaan akan menjadi lebih
optimal.
jelasnya mengenai rencana jadwal penugasan tenaga ahli dalam pelaksanaan Jasa
Konsultansi Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang
Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, dapat dilihat pada
dibawah, dimana pada jadwal penugasan tenaga ahli disertakan nama serta posisi
yang diusulkan.
Orang/
No Posisi Penugasan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 2 Minggu 3 Ket
Bulan
A Tenaga Ahli
1 Rudi Ginanjar, ST Team Leader
B Tenaga Pendukung
1 Aulia Surveyor
2 Fauzi Surveyor
3 Jayadi Surveyor
4 Junaidi Surveyor
5 Nadhia Surveyor
6 Norhikmah Operator Komputer