PPK Edit
PPK Edit
PPK Edit
25
parasitologi, keputusan memberikan pengobatan
malaria harus didasarkan kemungkinan penyakit
tersebut menjadi malaria
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pada malaria ringan dijumpai demam, anemia,
muntah atau diare, ikterus dan hepatosplenomegali.
2. Malaria berat adalah malaria yang disebabkan
P.falciparum,dapat berupa penurunan kesadaran,
demam tinggi, konjungtiva pucat dan telapak tangan
pucat serta ikterik, dapat disertai satu atau lebih
kelainan sebagai berikut,
o Hiperparasetemia, bila >5% eritrosit dihinggapi
parasit.
o Malaria serebral dengan kesadaran menurun.
o Anemia berat, kadar hemoglobin <7,1 g/dL
o Perdarahan atau koagulasi diseminata
o Ikterus, kadar bilirubin serum > 50 mg/dL
o Hipoglikemia, kadang-kadang akibat terapi kuinin
o Gagal ginjal, kadar kreatinin serum > 3 g/dL dan
diuresis
<400 ml/24 jam.
o Hiperpireksia
o Edema paru
o Syok, hipotensi, gangguan asam basa
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai dengan anamnesis
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
3. Sesuai dengan pemeriksaan penunjang
26
5. Diagnosis Kerja Malaria Plasmodium falciparum ( ICD 10 : B 50 )
Malaria Plasmodium vivax ( ICD 10 : B 51 )
Malaria Plasmodium malariae ( ICD 10 : B 52 )
Malaria Plasmodium ovale ( ICD 10 : B 53.0 )
Malaria Berat ( ICD 10 : B 50.0)
6. Diagnosis Banding 1. Demam tifoid
2. Meningitis
3. Apendisitis
4. Gastroenteritis
5. Hepatitis
6. Influenza dan infeksi virus lainnya
7. Pemeriksaan Laboratorium :
Penunjang 1. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis,
menentukan :
a Ada tidaknya parasit malaria
b Spesies dan stadium plasmodium
c Kepadatan parasit
- Malaria Falsiparum
o Lini Pertama
- Menggunakan Artemisinin-based Combination Therapy
(ACT) + Primakuin
Tabel pengobatan malaria falsiparum menurut BB dg
Dihydroartemisinin + Piperakuin (DHP) dan Primakuin
Ha Jenis Jumlah tablet perhari menurut berat badan
ri obat ≤5kg 6- 11- 18- 31- 41- ≥60k
10kg 17kg 30kg 40kg 59kg g
0-1bl 2- 1-4th 5-9th 10- ≥15th ≥15t
11bl 14th h
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1 Primak - - ¾ 1½ 2 2 3
uin
o Lini Kedua
Menggunakan Kina + Doksisiklin / Tetrasiklin +
Primakuin
27
28
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI
29
1. Pengertian (Definisi) Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
yang terjadi dalam waktu ≥ 3 bulan dan pada akhirnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi penggantian ginjal
yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
30
3. Pemeriksaan Fisik 1. KU : dapat terjadi penurunan kesadaran sampai
koma, pucat, sesak nafas.
2. Mata : penurunan visus, red eye, nistagmus,
pupil asimetri.
3. Paru : Gerakan nafas tertinggal, retraksi (+), SN
melemah, pekak rhonki (+).
4. KV : pembesaran jantung (didapatkan
pergeseran dari batas jantung, khususnya
pergeseran batas jantung kiri ke arah lateral.),
gangguan irama jantung (aritmia), peningkatan
tekanan darah.
5. Abdomen : nyeri epigastrium, asites.
6. Muskuloskeletal : nyeri sendi, tulang dan fraktur.
7. Ekstremitas : neuropati perifer, pitting oedem.
8. Kulit : kering, bersisik, scratch mark, urea frost
4. Kriteria Diagnosis 1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa disertai penurunan GFR
2. GFR ≤ 60 ml/men/1,73m2 ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
3. Edema tungkai
4. Peningkatan berat badan
5. Acites
5. Diagnosis Kerja CKD (Chronik Kidney Disease)
6. Diagnosis Banding 1. AKI (Acute Kidney Injury)
2. Sindroma Nefrotik
7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium :
Penunjang 1. Faal ginjal
31
2. Darah lengkap ( termasuk kimia darah)
3. Urinalisa
4. Elektrolit (Na, K, Cl, Ca, Mg, Fosfor)
5. CCT
6. Profil lemak
Pemeriksaan penunjang lain :
1. EKG
2. USG Abdomen
3. Foto Thorax (atas indikasi)
8. Terapi Prinsip terapi
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Terapi Intervensi
Hemodialisa atas indikasi.
Terapi Konservatif
Pembatasan cairan (balance cairan) dan
elektrolit, Jumlah air yang keluar dari tubuh
yaitu dari insensible water loss adalah sekitar
500-800 ml/hari, sehingga jumlah air yang
32
masuk adalah 500-800 ml/hari ditambah jumlah
urin. Asupan cairan 1-2 L per hari dapat menjaga
keseimbangan cairan. Pembatasan elektrolit,
yaitu dengan mengawasi asupan kalium dan
natrium. Kalium dibatasi karena hyperkalemia
dapat menyebabkan aritmia jantung, sehingga
obat-obatan dan makanan yang tinggi kalium
harus dibatasi.(2)Jika GFR menurun <10-20
ml/menit maka asupan harus kurang dari 50-60
meq/dl.
33
Pembatasan asupan protein, dimulai ketika
LFG ≤60 ml/menit. Jumlah asupan protein yang
dianjurkan 0,6-0,8 gr/kgBB/hari,yang 0,35-0,5 gr
di antaranya merupakan protein dengan nilai
biologi tinggi. Pada pasien yang sudah
mendekati stadium akhir, asupan protein
ditingkatkan menjadi 0,9 g/kgBB/hari yang terdiri
dari protein dengan nilai biologi tinggi.
34
Mengurangi proteinuria. Dalam hal ini ACE
inhibitor atau ARB biasanya digunakan. Dapat
juga kombinasi dari ACE Inhibitor dan ARB. Jika
ditemukan peningkatan efek samping maka obat
bisa diganti dengan lini kedua seperti CCB,
diltiazem, verapamil.
35
bikarbonat serum kurang dari 15 mEq/l, dapat
diberikan natrium bikarbonat maupun sitrat pada
dosis 1 mEq/kg/hari secara oral. Asidosis berat
dikoreksi dengan NaHCO3 parenteral.
• Hiperkalemia, dapat diberikan :Kalsium
glukonas 10% 10 ml dalam 10 menit IV,
Bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30
menit, Insulin dan glukosa 6U insulin dan
glukosa 50g dalam waktu 1 jam, Kayexalate
(resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal.
• Hiperurisemia, Alopurinol sebaiknya diberikan
100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10 mg/dl
atau apabila terdapat riwayat gout.
• Infeksi, Penderita gagal ginjal kronik memiliki
kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi,
terutama infeksi saluran kemih. Dapat diberikan
antibiotik cefalosporin generasi ke -3, seperti
ceftriaxon, dan cefoperazon, yang memerlukan
penyesuaian dosis.
36
pengganti ginjal, termasuk komplikasi.
3. Konsultasi Gizi.
4. Modifikasi gaya hidup : berhenti merokok, batasi
asupan cairan, kurangi asupan garam dan lemak.
Tambah asupan protein. Olah raga teratur.
5. Kontrol teratur.
37
15. Kepustakaan 1. Prodjosudjadi W, Susalit E, Suwitra K,et al.
Penatalaksanaan Penyakit ginjal Kronik dan
Hipertensi. PERNEFRI. 2009.
38
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI
Kriteria Laboratorium
1. Thrombositopenia < 100,000/dL
2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit >20%
dibandingkan data awal atau sesuai dengan umur
KRISIS HIPERTENSI
1
3. Pemeriksaan Fisik 1. Antropometri: postur, Berat badan, tinggi badan.
2. Tanda Vital : tekanan darah, TD sistolik > 180
mmHg TD diastolic > 120mmHg. frekuensi nadi,
denyut jelas membesar dekompensasi. Tekanan
darah diukur pada kedua ekstremitas
3. Mata : visus funduscopy : perdarahan eksudat
edema papila
4. Palpasi kelenjar thyroid
5. Pemeriksaan jantung: Heart rate, gallop, suara
jantung kedua mengeras, pembesaran ventrikel kiri
6. Pemeriksaan abdomen : bruit (+) 7. Pulsasi arteri
ekstremitas bawah.
8. Edema pada ekstremitas
9. Status neurologis
2
5. CVD
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin
2. Gula darah (atas indikasi)
3. Urin
4. Tes fungsi ginjal : ureum, Kreatinin, BUN
5. Elektrolit (atas indikasi)
6. Profil lipid: Kolesterol; Total, LDL, HDL,
Trigliserida
7. X foto Thorak
8. EKG
3
8. Terapi Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis
reseptor All : evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila
terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan.
4
(Hospital Health Promotion) pengobatan :
1. Edukasi jenispeyakit da perjalanannya
2. Edukasi pengobatan
3. Edukasi nutrisi/pola hidup
10. Prognosis Ad vitam : malam
Ad sanationam : malam
Ad fungsionam : malam
11. Penelaah Kritis SMF Non Bedah
12. Indikator Medis 80% Pasien dirawat mencapai target MAP 25-30%
dengan menggunakan anti hipertensi intravena
13. Kepustakaan 1. Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, PB PAPDI,
2005
2. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit
kardiovaskular, perhimpunan dokter spesialis
kardiovaskular Indonesia, 2015
5
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI
3. Fasia
4. Otot
5. Jaringan ikat
6. Bursa/sinovium
7. Pembuluh darah
3. Mobile / terfiksasi
5. Diagnosis Kerja Soft Tissue tumor (Detail diagnosis merujuk pada lampiran PPK Soft
tissue tumor)
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan
2. Ureum kreatinin
3. GDS
4. HbsAg
5. Foto thorax
6. EKG (atas indikasi)
8. Tatalaksana A. Pembedahan:
1
1. Neoplasma Jinak
a. Eksisi sederhana, kecuali untuk desmoid dikerjakan eksisi luas.
b. Bila eksisi sukar untuk :
i. Hemangioma
1. Radioterapi
ii. Neurofibromatosis
a. Eksisi hanya tumor yang mengganggu saja.
b. Eksisi luas bila ada keganasan.
2. Tumor non neoplasma
a. Ganglion : eksisi
b. Tofi urika : Eksisi tofi dan terapi Allopurinol sesuai klinis pasien
B. Pembiusan dengan regional anesthesia / general anesthesia C.
Lama perawatan 3 hari
D. Terapi: antibiotic profilaksis, antibiotic post operatif dan analgetik
1988,pp.99116.
2
LAMPIRAN DESKRIPSI JENIS SOFT TISSUE TUMOR
3
3. NEUROFI- Semua Subkutan Tumor polipoid multipel dengan
umur bermaca-macam ukuran biasanya ≤ 5
BROMATOSIS cm, dengan “café au lit”, konsistensi
lunak. Merupakan lesi pra-ganas dan
herediter. Bila ada tumor yang besar
dan tumbuh progresif mungkin terjadi
degenerasi maligna.
± 1 cm s.d. 15 cm
4
yang tidak dapat mengalami involusi.
kapiler.
mengadakan individu :
mengadakan involusi.
normal.
2. L. Kavernosum : berupa
5
3. L. Kistikum : berbentuk tumor kistik,
umumnya di leher atau aksila.
6
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI
5. Diagnosis Kerja
Hernia Inguinalis
a. Hidrokel
b. Limfadenopati Inguinal
6. Diagnosis Banding c. Testis Ektopik
d. Lipoma
e. Orkitis
7. Pemeriksaan USG Skrotal dan Inguinal
Penunjang
Pembedahan Herniotomi dan
Herniorafi Pembiusan dengan
8. Tatalaksana Regional anastesi Lama perawatan
2 hari
Antibiotik Profilaksis, Analgetik
Lama perawatan 3 hari
9. Edukasi (Hospital a. Edukasi Komplikasi Hernia Inguinalis
Health Promotion) b. Edukasi Tindakan Herniotomi dan Herniorafi
c. Edukasi Perawatan Luka pasca tindakan
Ad vitam : Bonam
10. Prognosis Ad sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
SMF Bedah
13. Penelaah Kritis
APENDISITIS AKUT
Penyumbatan dan peradangan akut pada
1. Pengertian ( Definisi) usus buntu dengan jangka waktu kurang
dari 2 hari.
1. Nyeri perut kanan bawah
2. Mual
2. Anamnesis
3. Anoreksi
4. Bisa disertai dengan demam
1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign (+)
3. Psoas sign (+)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11
1. Memenuhi kriteria anamnesis (No 1)
4. Kriteria Diagnosis 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik No
1
5. Diagnosis Kerja Apendisitis akut
1. Urolitiasis dekstra
2. UTI dekstra
6. Diagnosis Banding
3. Adneksitis
4. Kista ovarium terpuntir
1. Darah rutin, masa perdarahan, masa
pembekuan
2. Ureum kreatinin
7. Pemeriksaan Penunjang 3. GDS
4. HbsAg
5. Tes kehamilan (kalau perlu)
6. USG abdomen
8. Tata Laksana : 1. Open appendektomi
a. Tindakan operatif open app 2. Hanya kalau ada kontra indikasi mutlak /
b. Terapi Konservatif Ragu terhadap gejala (+) pemeriksaan
c. Lama perawatan dalam
3. 3 hari
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding, pemeriksaan penunjang
9. Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan,
(Hospital Health Promotion) lama tindakan, resiko dan
komplikasi
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad
Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens I untuk Tindakan no 1 & no 2
12. Tingkat Rekomendasi B
SMF Bedah
13. Penelaah Kritis
1. Keluhan berkurang
2. Lama hari rawat : 3 hari
14. Indikator Medis
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
9
5. HbSAG dan HIV Skrining
6. USG
7. CTG
8. EKG (Bila akan dilakukan SC)
8. Tatalaksana 1. IV Line RL
a. Terapi Konservatif 2. < 37 minggu, Dexamethason inj 2x1 gr (selama 2 hari)
3. Antibiotik :
- Ceftriaxon 2x1gr
Terminasi kehamilan jika ≥ 37minggu, terminasi
kehamilan:
b. Terminasi
- Induksi persalinan, partus pervaginam
Kehamilan
- SC
a. < 37 minggu : 3 hari
c. Lama Perawatan
b. ≥ 37 minggu : 3 hari per vaginam, 4 – 5 hari : per
abdominal
5 hari
9. Penyulit Servisitis, DM dan Hipertensi
10. Edukasi 1. Penjelasan diagnose dan pemeriksaan penunjang
(Hospital Health 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko
Promotion) dan komplikasi
3. Penjelasan alternative tindakan
11. Prognosis Ad vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
12. Tingkat Evidens -
13. Tingkat Rekomendasi -
10
14. Indikator ( Outcome ) Konservatif ( Ibu ) :
• Pengeluaran pervaginam terhenti
• Tidak ada tanda-tanda inpartu
• DJJ dalam batas normal
• Tidak ada tanda infeksi Konservatif ( Janin ) :
Tidak terjadi gawat janin
11
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI
Abortus septic
Abortus yang disertai demam > 38 ‘ C, takikardia,
lekositosis, dan fluor berbau. Biasanya menyertai
1
abortus provokatus (unsafe abortion)
2. Anamnesis Hamil, Perdarahan per vaginam
3. Pemeriksaan Fisik Adanya darah atau jaringan yang keluar pervaginam
2
4. Kriteria Diagnosis 1. Terlambat haid kurang dari 20 minggu.
2. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai
jaringan hasil konsepsi.
3. Rasa sakit (kram perut) di daerah atas simfisis.
Abortus komplet
Keluarnya semua hasil konsepsi, Diagnosis dapat
dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa
dan dapat dinyatakan bahwa semuanya dapat ke luar
dengan lengkap.
Abortus inkomplet
• Kanalis servikalis terbuka, jaringan dapat diraba
dalam kavum uteri (kadang - kadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum).
• Perdarahan dapat banyak sekali sehingga
menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan
berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
Abortus insipiens
Dilatasi serviks uteri yang meningkat, hasil konsepsi
masih dalam uterus, mules biasanya lebih sering dan
kuat.
Abortus iminens
Perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai
mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar usia kehamilan, serviks belum
membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa
wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada
saat haid yang semestinya datang jika terjadi
pembuahan. Hal ini disebabkan oleh
3
penembusan villi koriales ke dalam
desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan
implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan
cepat berhenti, tidak disertai mulas
Missed abortion
Biasanya didiagnosis tidak hanya dengan satu kali
pemeriksaan, memerlukan waktu pengamatan untuk
menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya atau bahkan
mengecilnya uterus. Biasanya didahului oleh tanda
abortus iminens yang kemudian menghilang secara
spontan atau setelah pengobatan.
Abortus inkomplet
Disertai syok karena perdarahan, segera infus
intravena cairan NaCI fisiologis atau cairan ringer
yang selekas mungkin ditransfusi dengan darah.
Setelah syok diatasi atau berbarengan dengan
penanganan syok, dilakukan kerokan. Disuntikkan
4
5
intramuskuler ergometrin untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus (setelah kuretase).
Obat pulang :
- Hematinik
- Ergometrin
- Antibiotik
- Analgetik
Abortus insipiens
Dengan kehamilan kurang dari 12 minggu, disertai
dengan perdarahan, pengosongan uterus dengan
segera (pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam
ovum, disusul dengan kerokan). Obat pulang: sama
dengan abortus inkomplitus
Abortus iminens
• Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur
penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
• Progesteron tablet / ovula / parenteral
• Antiprostaglandin
• Trombolitik (bila diduga ada kelainan pembekuan
darah)
• Antibiotic oral, ovula, atau parenteral
Missed abortion
Penanganan sama dengan abortus inkomplit, tapi
umumnya harus dilakukan dilatase serviks terlebih
dahulu.
Peringatan : tindakan kuretase pada missed abortion
tidak jarang menghadapi kesulitan karena plasenta
melekat erat pada dinding uterus. Untuk itu perlu hati-
6
hati.
Obat pulang: sama dengan abortus inkomplit.
Abortus septik
• Rawat
• Pemberian cairan cukup / rehidrasi secara
parenteral
• Antibiotik spectrum luas (triple drugs): penisilin/
amoksisilin - metronidazole -
gentamisin, ceftriaxone - gentamisin.
• Antibiotika diberikan minimal s/d 24 jam bebas
demam.
• Kuretase dilakukan setelah mendapat antibiotika,
paling tidak 6 jam, kecuali perdarahan banyak.
• Kultur pus.
• Pencucian uterus dengan saline dan atau H2O2 2%
• ATS / TT (bila diperlukan)
• Uterotonik
• Bila diperkirakan uterus menjadi sumber kuman
utama maka
• dapat dipertimbangkan dilakukan histerektomi
7
P.C.MD, Garet N.F.MD, Abortion, William
Obstetric 18ed, Applenton & Large Connecticut
p.489-509
2. Jones, G.C. Jones H.W. Infertility recurret dan
spontaneous abortion, In: Novak’s Textbook of
Gynaecology, tenth edition, p.659-730 William &
Wilkins, Baltimore/London 1961
3. Pritchard Abortion, In: William Obstetrics (ed by
Prichard and Mac Donald 16th ed.537-618, Apleton
Century Crofs, New York 1980
4. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Kelainan dalam lamanya kehamilan In: Ilmu
Kebidanan, Edisi II, hal 258-277, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 1981
5. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSUdr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan
terapi Edisi III 2008