PPK Edit

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

PANGKALAN UTAMA TNI AL X

RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


DEMAM TIFOID
1. Pengertian (Definisi) Demam Tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi
2. Anamnesis 1. prolonged fever
2. sakit kepala
3. menggigil
4. batuk
5. berkeringat
6. myalgia
7. malaise
8. arthralgia
9. gejala gastrointestinal : anoreksia, nyeri
abdomen, mual, muntah, diare, konstipasi
3. Pemeriksaan Fisik 1. suhu badan meningkat
2. brakardi relatif
3. lidah yang berselaput
4. hepatomegali
5. splenomegali
6. meteorismus
7. gangguan mental : somnolen, stupor, koma,
delirium atau psikosis
4. Kriteria Diagnosis 1. suhu badan meningkat
2. gejala gastrointestinal : anoreksi, nyeri
abdomen, mual, muntah, diare, konstipasi
3. bradikardi relatif
4. lidah yang berselaput
5. uji widal

kriteria rawat inap


1. pasien dengan muntah yang persisten
2. diare hebat hingga muncul tanda-tanda
dehidrasi
3. distensi dan/atau nyeri abdomen hebat
4. hiperpireksia (suhu > 39,5) setelah pemberian
obat penurun panas 5. syok hipovolemia
6. gangguan kesadaran

5. Diagnosis Kerja Demam tifoid


6. Diagnosis Banding 1. demam dengue
2. malaria
3. enteritis bakteri
7. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang 1. Darah perifer lengkap (sering : leukopenia)
2. Uji Widal : titer S typhii O > 1/320
8. Tatalaksana

Trilogi penatalaksanaan demam tifoid


1. diet (pemberian makanan padat dini, menghindari
sementara sayuran yang berserat)
2. terapi penunjang (simtomatik)
3. pemberian antimikroba

Pilihan utama antimikroba :


Kloramfenikol 4x500mg (50-70mg/kgBB/hari) 14 - 21
hari atau sampai dengan 7 hari bebas demam

Alternatif antimikroba lainnya :


1. tiamfenikol 4x500mg
2. kotrimoksazol 2x960mg selama 2 minggu
3. ampisilin dan amoksisilin 50-150mg/kgBB/hari 4.
sefalosporin generasi III (seftriakson 1x3-4gram
selama 3-5 hari ATAU sefotaksim 2-3x1gram ATAU
sefoperazon 2x1gram) 5. fluorokuinolon :
- siprofloksasin 2x500mg selama 5 - 7 hari
- levofloksasin 1x500mg 5 - 7 hari
9. Edukasi 1. kebersihan air, makanan dan sanitasi (hand wash/rub)
2. vaksinasi
10. Prognosis Jika tidak diobati, angka mortalitasnya 10-20%
Pada kasus yang diobati, angka mortalitasnya 2%
Prognosis lebih buruk pada kasus :
- malnutrisi
- balita
- lansia
Relapse terjadi pada 25% kasus
11. Tingkat Evidens* IV
12. Tingkat
Rekomendasi* A
13. Penelaah Kritis* SMF Non-Bedah

14. Indikator Medis 1. Keluhan berkurang atau menghilang


2. Asupan oral baik
15. Kepustakaan 1. Sulistyo, HR., DR. Dr. SpOG(K). MM. Pedoman
Penyusunan Panduan Praktik Klinis dan Clinical
Pathyway Dalam Asuhan Terintegrasi Sesuai Standar
Akreditasi Rumah Sakit 2012. (2015)
2. Butler T. Treatment of typhoid fever in the 21st
century; promises and shortcomings. Clin Microbiol
Infect. 2011 Jul; 17(7); 959-63. [PMID: 21722249]
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


MALARIA
1. Pengertian (Definisi) Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronik yang
disebabkan oleh Plasmodium, ditandai dengan demam
rekurens, anemia dan hepatosplenomegali
2. Anamnesis 1. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri
otot atau pegal- pegal.
2. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria
satu bulan terakhir.
3. Pasien berasal dari daerah endemis malaria, atau
riwayat bepergian ke daerah endemis malaria dalam 1-
4 minggu yang lalu.
4. Malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri
atas beberapa serangan demam dengan interval
tertentu (paroksisme), diselingi periode bebas demam.
Sebelum demam pasien merasa lemah, nyeri kepala,
tidak ada nafsu makan, mual atau muntah.
5. Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran (lebih
dari satu jenis Plasmodium atau infeksi berulang dari
satu jenis plasmodium), demam terus-menerus (tanpa
interval),
6. Periode paroksisme terdiri atas stadium dingin
(cold stage), stadium panas (hot stage), dan stadium
berkeringat (sweating stage). Paroksisme jarang
dijumpai pada anak, stadium dingin seringkali
bermanifestasi sebagai kejang.
7. Daerah dengan risiko malaria yang rendah, diagnosa
malaria tanpa komplikasi harus didasarkan
kemungkinan paparan malaria dan riwayat demam
dalam 3 hari terakhir tanpa gambaran penyakit berat
lain.
8. Daerah dengan risiko malaria tinggi, diagnosis klinis
harus didasarkan pada riwayat demam dalam 24 jam
terakhir dan/atau adanya anemia yg ditandai dengan
pucat pada telapak tangan.
9. Pada semua daerah klinis malaria harus dikonfirmasi
dengan diagnosis parasitologi.
10. Pada daerah yang tidak dapat melakukan peneriksaan

25
parasitologi, keputusan memberikan pengobatan
malaria harus didasarkan kemungkinan penyakit
tersebut menjadi malaria
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pada malaria ringan dijumpai demam, anemia,
muntah atau diare, ikterus dan hepatosplenomegali.
2. Malaria berat adalah malaria yang disebabkan
P.falciparum,dapat berupa penurunan kesadaran,
demam tinggi, konjungtiva pucat dan telapak tangan
pucat serta ikterik, dapat disertai satu atau lebih
kelainan sebagai berikut,
o Hiperparasetemia, bila >5% eritrosit dihinggapi
parasit.
o Malaria serebral dengan kesadaran menurun.
o Anemia berat, kadar hemoglobin <7,1 g/dL
o Perdarahan atau koagulasi diseminata
o Ikterus, kadar bilirubin serum > 50 mg/dL
o Hipoglikemia, kadang-kadang akibat terapi kuinin
o Gagal ginjal, kadar kreatinin serum > 3 g/dL dan
diuresis
<400 ml/24 jam.
o Hiperpireksia
o Edema paru
o Syok, hipotensi, gangguan asam basa
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai dengan anamnesis
2. Sesuai dengan pemeriksaan fisik
3. Sesuai dengan pemeriksaan penunjang

26
5. Diagnosis Kerja Malaria Plasmodium falciparum ( ICD 10 : B 50 )
Malaria Plasmodium vivax ( ICD 10 : B 51 )
Malaria Plasmodium malariae ( ICD 10 : B 52 )
Malaria Plasmodium ovale ( ICD 10 : B 53.0 )
Malaria Berat ( ICD 10 : B 50.0)
6. Diagnosis Banding 1. Demam tifoid
2. Meningitis
3. Apendisitis
4. Gastroenteritis
5. Hepatitis
6. Influenza dan infeksi virus lainnya
7. Pemeriksaan Laboratorium :
Penunjang 1. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis,
menentukan :
a Ada tidaknya parasit malaria
b Spesies dan stadium plasmodium
c Kepadatan parasit

2. Tes diagnostik cepat ( Rapid Diagnostic Test )


3. Pemeriksaan penunjang lain sesuai dengan komplikasi
yang terjadi.
8. Tatalaksana Medikamentosa

- Malaria Falsiparum
o Lini Pertama
- Menggunakan Artemisinin-based Combination Therapy
(ACT) + Primakuin
Tabel pengobatan malaria falsiparum menurut BB dg
Dihydroartemisinin + Piperakuin (DHP) dan Primakuin
Ha Jenis Jumlah tablet perhari menurut berat badan
ri obat ≤5kg 6- 11- 18- 31- 41- ≥60k
10kg 17kg 30kg 40kg 59kg g
0-1bl 2- 1-4th 5-9th 10- ≥15th ≥15t
11bl 14th h
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1 Primak - - ¾ 1½ 2 2 3
uin

o Lini Kedua
Menggunakan Kina + Doksisiklin / Tetrasiklin +
Primakuin

27
28
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIK


CHRONIK KIDNEY DISEASE

29
1. Pengertian (Definisi) Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
yang terjadi dalam waktu ≥ 3 bulan dan pada akhirnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi penggantian ginjal
yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

Definisi CKD menurut NKF-K/DOQI adalah:


1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan

Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila


dijumpai kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan
atau tanpa penurunan GFR, dengan salah satu
manifestasi:
- Kelainan patologi

- Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan


komposisi darah atau urine, atau kelainan
radiologi.

2. GFR ≤ 60 ml/men/1,73m2 ≥ 3 bulan dengan atau


tanpa kerusakan ginjal.

2. Anamnesis 1. Keluhan pada CKD : lemah, letargi, anoreksia, mual


muntah, nokturia, gatal, sakit kepala,

gangguan tidur, sesak nafas, nyeri dada, fatigue,


pandangan kabur, disfungsi ereksi, hipertensi,
perdarahan, kejang, nyeri sendi, tulang dan
fraktur, gangguan mental.

30
3. Pemeriksaan Fisik 1. KU : dapat terjadi penurunan kesadaran sampai
koma, pucat, sesak nafas.
2. Mata : penurunan visus, red eye, nistagmus,
pupil asimetri.
3. Paru : Gerakan nafas tertinggal, retraksi (+), SN
melemah, pekak rhonki (+).
4. KV : pembesaran jantung (didapatkan
pergeseran dari batas jantung, khususnya
pergeseran batas jantung kiri ke arah lateral.),
gangguan irama jantung (aritmia), peningkatan
tekanan darah.
5. Abdomen : nyeri epigastrium, asites.
6. Muskuloskeletal : nyeri sendi, tulang dan fraktur.
7. Ekstremitas : neuropati perifer, pitting oedem.
8. Kulit : kering, bersisik, scratch mark, urea frost
4. Kriteria Diagnosis 1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa disertai penurunan GFR
2. GFR ≤ 60 ml/men/1,73m2 ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
3. Edema tungkai
4. Peningkatan berat badan
5. Acites
5. Diagnosis Kerja CKD (Chronik Kidney Disease)
6. Diagnosis Banding 1. AKI (Acute Kidney Injury)
2. Sindroma Nefrotik
7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium :
Penunjang 1. Faal ginjal

31
2. Darah lengkap ( termasuk kimia darah)
3. Urinalisa
4. Elektrolit (Na, K, Cl, Ca, Mg, Fosfor)
5. CCT
6. Profil lemak
Pemeriksaan penunjang lain :
1. EKG
2. USG Abdomen
3. Foto Thorax (atas indikasi)
8. Terapi Prinsip terapi
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi


komorbid

3. Memperlambat perburukan (progression) fungsi


ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit


kardiovaskular

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau


transplantasi ginjal

Terapi Intervensi
Hemodialisa atas indikasi.

Terapi Konservatif
 Pembatasan cairan (balance cairan) dan
elektrolit, Jumlah air yang keluar dari tubuh
yaitu dari insensible water loss adalah sekitar
500-800 ml/hari, sehingga jumlah air yang

32
masuk adalah 500-800 ml/hari ditambah jumlah
urin. Asupan cairan 1-2 L per hari dapat menjaga
keseimbangan cairan. Pembatasan elektrolit,
yaitu dengan mengawasi asupan kalium dan
natrium. Kalium dibatasi karena hyperkalemia
dapat menyebabkan aritmia jantung, sehingga
obat-obatan dan makanan yang tinggi kalium
harus dibatasi.(2)Jika GFR menurun <10-20
ml/menit maka asupan harus kurang dari 50-60
meq/dl.

33
 Pembatasan asupan protein, dimulai ketika
LFG ≤60 ml/menit. Jumlah asupan protein yang
dianjurkan 0,6-0,8 gr/kgBB/hari,yang 0,35-0,5 gr
di antaranya merupakan protein dengan nilai
biologi tinggi. Pada pasien yang sudah
mendekati stadium akhir, asupan protein
ditingkatkan menjadi 0,9 g/kgBB/hari yang terdiri
dari protein dengan nilai biologi tinggi.

 Retriksi fosfor, diatasi dengan membatasi diet


fosfat, yaitu sebanyak 600-800 mg/hari.
Memberi pengikat fosfat. Yang banyak dipakai
adalah CaCO3 dan Calcium asetat.

 Pengobatan hipertensi. Target penurunan


tekanan darah yang dianjurkan < 140/90 mmHg.
Dapat diberikan ACE Inhibitor dan ARB.

34
 Mengurangi proteinuria. Dalam hal ini ACE
inhibitor atau ARB biasanya digunakan. Dapat
juga kombinasi dari ACE Inhibitor dan ARB. Jika
ditemukan peningkatan efek samping maka obat
bisa diganti dengan lini kedua seperti CCB,
diltiazem, verapamil.

 Mengendalikan hiperlipidemia. Diet yang


diberikan sebaiknya mengandung kurang dari
7% kalori lemak jenuh/satured fat (SAFA),
polyunsatured fat (PUFA) hingga 10%,
monounsatured fat (MUFA) hingga 20% dan
total lemak 25-35% dari kalori total. Diet juga
harus mengandung karbohidrat
kompleks(5060% dari kalori total) dan serat (20-
30 g/hari). Kolesterol diet harus kurang dari 200
mg/hari. Terapi farmakologis dapat diberikan
obat golongan Statin dan fibrat.

 Anemia, EPO biasanya diberikan sebagai


injeksi subkutan (25 hingga 125 U/kgBB) tiga
kali seminggu. Indikasi terapi dengan eritropoetin
adalah kadar Hb < 10 gr % dengan penyebab
lain sudah diatasi.

 Asidosis, Penurunan asupan protein dapat


memperbaiki keadaan asidosis, tetapi bila kadar

35
bikarbonat serum kurang dari 15 mEq/l, dapat
diberikan natrium bikarbonat maupun sitrat pada
dosis 1 mEq/kg/hari secara oral. Asidosis berat
dikoreksi dengan NaHCO3 parenteral.
• Hiperkalemia, dapat diberikan :Kalsium
glukonas 10% 10 ml dalam 10 menit IV,
Bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30
menit, Insulin dan glukosa 6U insulin dan
glukosa 50g dalam waktu 1 jam, Kayexalate
(resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal.
• Hiperurisemia, Alopurinol sebaiknya diberikan
100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10 mg/dl
atau apabila terdapat riwayat gout.
• Infeksi, Penderita gagal ginjal kronik memiliki
kerentanan yang lebih tinggi terhadap infeksi,
terutama infeksi saluran kemih. Dapat diberikan
antibiotik cefalosporin generasi ke -3, seperti
ceftriaxon, dan cefoperazon, yang memerlukan
penyesuaian dosis.

Modifikasi penyesuaian obat


• Menghindari obat-obatan yan deliminasi
terutama melalui ginjal. Seperti Metformin,
meperidin, dan OHO lain yang dieliminasi di
ginjal. OAINS juga harus dihindari karena dapat
memperburuk fungsi ginjal. Dan banyak
antibiotik, antiaritmia , dan antihipertensi yang
memerlukan penyesuaian dosis.

9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit, komplikasi,


(Hospital Health Promotion) rencana perawatan dan tindakan.
2. Penjelasan tindakan terapi intervensi, terapi

36
pengganti ginjal, termasuk komplikasi.
3. Konsultasi Gizi.
4. Modifikasi gaya hidup : berhenti merokok, batasi
asupan cairan, kurangi asupan garam dan lemak.
Tambah asupan protein. Olah raga teratur.
5. Kontrol teratur.

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis SMF Non Bedah
14. Indikator Medis 1. Hemodinamik stabil

2. keluhan sesak nafas berkurang

3. bengkak/ edema perifer berkurang


4. gejala uremikum berkurang

37
15. Kepustakaan 1. Prodjosudjadi W, Susalit E, Suwitra K,et al.
Penatalaksanaan Penyakit ginjal Kronik dan
Hipertensi. PERNEFRI. 2009.

2. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic


Renal failure in Ofxord Handbook of Clinical
Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University;
2010. 294-97

3. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison’s


Principles of Internal Medicine 17th Ed,Vol.II. Mc
Graw Hill. 2008

4. Sudoyo W, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Interna Pubishing.
Jakarta; 2009.

5. Price S, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-proses Penyakit,Vol.2. ECG. Jakarta; 2011.

38
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


GASTROENTERITIS AKUT
1. Pengertian (Definisi) peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24
jam
2. Anamnesis 1. BAB lembek/cair dengan frekuensi > 3x dalam 24 jam
2. Mual dan/atau muntah
3. Tenesmus
4. Demam bila ada infeksi atau dehidrasi pada bayi & anak
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta
tekanan darah.
2. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa
haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya:
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada
atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau
basah.
3. Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis
metabolik. 4. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila
terdapat hipokalemia.
5. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary
refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
6. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan kriteria WHO 1995.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis gastroenteritis akut terbagi berdasarkan kriteria
dehidrasi :
1. tanpa dehidrasi : KU baik, mata normal, ada air mata,
mukosa mulut dan lidah basah, minum biasa tanpa rasa
haus, turgor kulit baik, BAK normal
2. dehidrasi ringan - sedang : pasien gelisah/rewel, mata
cekung, tidak ada air mata, mukosa mulut dan lidah kering,
rasa haus
(ingin minum terus), turgor menurun, BAK menurun
3. dehidrasi berat : KU lemah/penurunan kesadaran, mata
sangat cekung dan kering, mukosa mulut dan lidah sangat
kering, pasien cenderung tidak mau minum, turgor kulit
sangat menurun, BAK sangat menurun/tidak ada produksi
5. Diagnosis Kerja Gastroenteritis akut tanpa/dengan dehidrasi
6. Diagnosis Banding 1. Demam tifoid
2. Kolitis
7. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang 1. DPL
2. Feses Lengkap
3. Elektrolit
8. Tatalaksana Sesuai dengan tingkat dehidrasi
9. Edukasi 1. kebersihan air, makanan dan sanitasi (hand wash/rub)
10. Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya, sehingga
umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat
datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad
malam.
11. Tingkat Evidens* IV
12. Tingkat
A
Rekomendasi*
13. Penelaah Kritis* SMF Non Bedah
14. Indikator Medis 1. Keluhan berkurang atau menghilang
2. Balance cairan tercapai
3. TTV dan PF baik
15. Kepustakaan 1. Depkes RI. 2009. Pedoman pemberantasan penyakit diare.
Jakarta: Ditjen PPM dan PL. (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2009)
2. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Panduan sosialisasi
tatalaksana diare pada balita. Jakarta: Ditjen PP dan PL
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
3. Simadibrata, M. D. Diare akut. In: Sudoyo, A.W.
Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M.D. Setiati, S. Eds. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed. Vol. I. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009: p.
548-556.
4. Makmun, D. Simadibrata, M.D. Abdullah, M. Syam, A.F.
Fauzi, A. Konsensus Penatalaksanaan Diare Akut pada
Dewasa di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi
Indonesia.
2009.
5. Setiawan, B. Diare akut karena Infeksi. In: Sudoyo, A.W.
Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: p.
1794-1798.
6. Sansonetti, P. Bergounioux, J. Shigellosis. In: Kasper.
Braunwald. Fauci. et al. Harrison’s Principles of Internal
Medicine.Vol II. 17thEd. McGraw-Hill. 2009: p. 962-964.
(Braunwald, et al., 2009)
7. Reed, S.L. Amoebiasis dan Infection with Free Living
Amoebas. In: Kasper. Braunwald. Fauci. et al. Harrison’s
Principles of Internal Medicine.Vol I. 17thEd. McGraw-Hill. 2009:
p. 1275-1280.
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Pengertian (Definisi) Suatu penyakit inefksi akut yang disebabkan oleh virus
Dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN2,
DEN-3, dan DEN-4. di Indonesia DEN-3 merupakan
serotipe dominan dan berhubungan dengan kasus berat

2. Anamnesis 1. Demam mendadak tinggi 2 - 7 hari


2. Lesu, tidak mau makan dan muntah
3. Sakit kepala, nyeri otot dan nyeri sendi 4.
Perdarahan yang sering ditemukan adalah
perdarahan kulit dan epistaksis
5. Dijumpai adanya kasus DHF di lingkungan
sekolah/kantor/rumah

3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam mendadak tinggi secara terus menerus


disertai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot
dan sendi serta nyeri retroorbital
2. Hepatomegali
3. Perembesan plasma pada rongga pleura dan
peritoneal
4. Perdarahan dapat berupa petekiae, ekimosis,
purpura, epistaksis, hematemesis, melena maupun
hematuria.
5. Fase kritis sekitar hari ke-3 sampai hari ke-5 dari
perjalanan penyakit. Penurunan suhu tubuh dapat
merupakan tanda awal penyembuhan tetapi dapat
pula merupakan awal syok pada DBD
4. Kriteria Diagnosis Kriteria Klinis
1. Demam 2 - 7 hari, mendadak tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan : uji torniquet (tidak selalu
positif), petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa
gusi dan epistaksis, hematemesis dan/atau melena
3. Pembesaran hati
4. Perembesan plasma ditandai dengan
hipoalbuminemia, peningkatan Ht > 20% dibanding
pemeriksaan awal atau data Ht sesuai umur, efusi
pleura dan/atau ascites
5. Tanda-tanda syok : gelisah, nadi cepat lemah,
hipotensi, akral dingin, kulit lembab, CRT > 2 detik

Kriteria Laboratorium
1. Thrombositopenia < 100,000/dL
2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit >20%
dibandingkan data awal atau sesuai dengan umur

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi


klinis, ditambah bukti perembesan plasma dan
thrombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis
DHF
5. Diagnosis Kerja Dengue Hemorrhagic Fever dibagi menjadi 4 derajat
1. DHF derajat 1 (perembesan plasma dengan uji
torniquet)
2. DHF derajat 2 (tanda-tanda perdarahan
spontan)
3. DHF derajat 3 (didapatkan kegagalan sirkulasi)
4. DHF derajat 4 (syok berat dimana nadi tidak
dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur)
6. Diagnosis Banding 1. Demam Dengue
2. Chikungunya
3. Demam Tifoid
7. Pemeriksaan 1. Darah rutin : Hb, Ht, leukosit, trombosit
Penunjang 2. Serologi : IgG dan IgM Anti Dengue (setelah hari
ke-4 demam, IgM muncul lebih cepat dari IgG)
3. Widal
4. SGOT/SGPT (sesuai indikasi)
5. Albumin darah (sesuai indikasi)
6. Rontgen Thorax (sesuai indikasi)
8. Tatalaksana Tatalaksana DHF dibagi menjadi kelompok :
1. DHF derajat 1 dan 2
2. DHF derajat 3 dan 4/DSS
9. Edukasi 1. Edukasi tentang dasar diagnosa terapi dan
perjalanan penyakit
2. Hygiene lingkungan, mencegah berkembang
biaknya Aedes aegypti dalam genangan air di
lingkungan rumah, sekolah maupun tempat
berkumpul manusia lainnya 3. Edukasi mengenali
tanda dini dan komplikasi demam dengue atau DHF
dan kapan merujuk ke fasilitas kesehatan

10. Prognosis Baik pada DHF derajat 1 dan 2


Buruk pada DHF derajat 3 dan 4 apabila terlambat
ditangani

11. Tingkat Evidens* IV


12. Tingkat A
Rekomendasi*

13. Penelaah Kritis* SMF Non-Bedah


14. Indikator 1. keluhan berkurang
2. TTV dan PF baik
3. laboratorium
15. Kepustakaan 1. Sulistyo, HR., DR. Dr. SpOG(K). MM. Pedoman
Penyusunan Panduan Praktik Klinis dan Clinical
Pathyway Dalam Asuhan Terintegrasi Sesuai Standar
Akreditasi Rumah Sakit 2012. (2015)
2. Hospital Care for Children [Internet]. [Place unknown]:
Hospital Care for Children; 2009 [cited 2018 May 5].
available from : http://www.ichrc.org/622-
demamberdarah-dengue-diagnosis-dan-tatalaksana
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


DISPEPSIA SINDROM
1. Pengertian (Definisi) Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom
yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung,
muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa

2. Anamnesis Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut


diatas :

3. Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan ulu hati


4. Kriteria Diagnosis Mual muntah
5. Diagnosis Kerja Dispepsia
6. Diagnosis Banding 1. Penyakit refluks gastroesofageal
2. Irritable Bowel Syndrome
3. Karsinoma saluran cerna bagian ata
4. Kelainan pankreas dan kelainan hati

7. Pemeriksaan Darah rutin, elektrolit (sesuai indikasi)


Penunjang EKG (untuk pasien diatas 40th)
SGOT/SGPT, Ureum/Creatinin (sesuai indikasi)
8. Tatalaksana 1. Suportif; nutrisi
2. Pada fase akut diberi makanan yang lunak dan Tidak
merangsang pemberian antasida,prokinetik Antagonis
H2 reseptor bila klinis ada hiperasiditis penilaian dalam
4 minggu bila tidak ada perbaikan Pengobatan
berdasarkan etiologic

3. Indikasi rawat inap,KU lemah muntah berlebihan +


dehidrasi nyeri perut dalam + demam perdarahan

9. Edukasi 1. Makan teratur


(Hospital Health Promotion) 2. Istirahat cukup
10. Prognosis Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Penelah Kritis SMF Non Bedah

12. Indikator Medis Gejala berkurang


3

Nafsu makan baik


Keluhan berkurang
13. Kepustakaan 1. American Academy of Pediatric. Samonella
infections. Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long
SS, McMillan JA, penyunting, Red Book: 2006
report of the comittee in infectiuos diseases.
Edisi ke-27.Elk Grove Village, IL.American
Academy of pediatric;2006, h. 579-84.
2. Cleary TG. Salmonella spicies. Dalam: Long SS,
Pickering LK, Prober CG, penyunting.Principles
and Practice of Pediatric Infectious
Diseases.Edisi ke-2.Philadelphia, PA:Elsevier
science; 2003. h.830-5.
3. Cleary TG. Salmonella.Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson
textbook of pediatric.Edisi ke-
17.Philadelphia:Saunders; 2004, h.912-9.
4. Pickering LK dan Cleary TG.Infections of
gastrointestinal tract. Dalam:Anne AG, Peter JH,
Samuel LK, penyunting.Krugman’s infectious
disease of children.Edisi ke11.Philadelphia;2004,
h.212-3.
4
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

KRISIS HIPERTENSI

1. Pengertian (Definisi) Sindroma klinis yang ditandai dengan peningkatan


tekanan darah mendadak pada penderita hipertensi,
dimana tekanan darah sistolik (TDS) > 180mmHg dan
tekanan darah diastolik (TDD) > 120mmHg dengan
komplikasi disfungsi dari target organ, baik yang
sedang dalam proses (impending) maupun sudah
dalam tahap akut progresif. Yang termasuk target
organ adalah jantung, otak, ginjal, mata (retina), dan
arteri perifer.

2. Anamnesis 1. Keluhan umum:


• Sakit kepala, kepala berat
• penurunan kesadaran
• kejang
• Sesak nafas
• Mual, muntah
• Gangguan penglihatan
• Kelemahan atau kelumpuhan sebagian atau
seluruh anggota tubuh
• Bengkak pada ekstremitas
• Nyeri dada
• Kencing sedikit/berbusa
• Nyeri seperti disayat pada daerah perut
2. Riwayat keluarga hipertensi, riwayat keluarga sakit
jantung
3. Riwayat merokok, inaktivitas

1
3. Pemeriksaan Fisik 1. Antropometri: postur, Berat badan, tinggi badan.
2. Tanda Vital : tekanan darah, TD sistolik > 180
mmHg TD diastolic > 120mmHg. frekuensi nadi,
denyut jelas membesar dekompensasi. Tekanan
darah diukur pada kedua ekstremitas
3. Mata : visus funduscopy : perdarahan eksudat

edema papila
4. Palpasi kelenjar thyroid
5. Pemeriksaan jantung: Heart rate, gallop, suara
jantung kedua mengeras, pembesaran ventrikel kiri
6. Pemeriksaan abdomen : bruit (+) 7. Pulsasi arteri
ekstremitas bawah.
8. Edema pada ekstremitas
9. Status neurologis

Hipertensi Urgency Hipertensi


(>180/110mmHg) Emergency
Asimptomatik Simptomatik (>220/140mmHg)
1.Nyeri kepala, 1. nyeri 1. nafas
cemas, sering kepala berat, pendek, nyeri
asimptomatik 2. nafas pendek dada, nokturia,
Kerusakan 2. kerusakan disatria,
target organ (-), target organ lemah,
temuan klinis (+), temuan penurunan
kardiovaskular(-) klinis kesadaran
kardiovaskular 2. ensefalopati,
(+), stabil edema paru,
insufisiensi renal,
gangguan
Serebrovaskular,
iskemik jantung
4. Kriteria Diagnosis 1. sesuai kriteria anamnesis
2. sesuai kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja 1. Hipertensi Urgency
2. Hipertensi Emergency
6. Diagnosis Banding 1. Cephalgia
2. Anxietas
3. CKD
4. Sindrom coroner akut

2
5. CVD
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin
2. Gula darah (atas indikasi)
3. Urin
4. Tes fungsi ginjal : ureum, Kreatinin, BUN
5. Elektrolit (atas indikasi)
6. Profil lipid: Kolesterol; Total, LDL, HDL,
Trigliserida
7. X foto Thorak

8. EKG

3
8. Terapi Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis
reseptor All : evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila
terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan.

Obesitas dan sindrom metabolik (tedapat 3 atau


lebih keadan berikut : lingkar pinggang laki – laki > 102
cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa
terganggu dengan gula darah puasa 110 mg/dl, tekanan
darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi ³150
mg/dl, kolesterol HDL rendah < 40 mg/dl pada laki –
modifikasi gaya
hidup yang intensif dengan pilihan terapi utama
golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah
antagonis reseptor All, penghambat kalsium, dan
penghambat α a
tekanan darah
yang agresif termasuk penurunan berat badan,
retriksi asupan natrium dan terapi dengan semua
kelas antihipertensi kecuali vasodilator langsung,
hidralazin dan minoksidil

tatalaksana faktor risiko lain, dan pemberian aspirin.

terisolasi : diuretika (tiazid) sebagai lini pertama,


dimulai dengan dosis rendah 12.5 mg/ari.
Penggunaan obat antihipertensi lain dengan
mempertimbangkan penyakit penyerta
- Diuretik
Furosemid 20-40 mg dapat diulang hanya
diberikan bila terdapat retensi cairan
- Vasodilator
Nitrogliserin infus 5-100 mgc/mnt dengan dosis
awal 5 mcg/mnt dapat ditingkatkan 5 mcg/mnt tiap
4-5 menit
Diltiazem bolus 10 mg IV (0,25mg/kgbb) dilanjutkan
infus 5-10 mg/jam

9. Edukasi Penjelasan mengenai perjalanan penyakit dan rencana

4
(Hospital Health Promotion) pengobatan :
1. Edukasi jenispeyakit da perjalanannya
2. Edukasi pengobatan
3. Edukasi nutrisi/pola hidup
10. Prognosis Ad vitam : malam
Ad sanationam : malam
Ad fungsionam : malam
11. Penelaah Kritis SMF Non Bedah

12. Indikator Medis 80% Pasien dirawat mencapai target MAP 25-30%
dengan menggunakan anti hipertensi intravena
13. Kepustakaan 1. Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, PB PAPDI,
2005
2. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit
kardiovaskular, perhimpunan dokter spesialis
kardiovaskular Indonesia, 2015

5
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

SOFT TISSUE TUMOR


1. Pengertian (Definisi) Tumor jinak jaringan lunak ialah tumor jinak mesenkimal yang tmbul
pada kerangka atau dinding tubuh. Termasuk tumor jinak dari :
1. Lemak
2. Tendon

3. Fasia

4. Otot

5. Jaringan ikat

6. Bursa/sinovium

7. Pembuluh darah

8. Pembuluh kelenjar getah bening

2. Anamnesis 1. teraba benjolan di permukaan tubuh


2. terfiksasi / dapat digerakkan

3. ukuran bervariasi, makin lama makin membesar

4. terasa nyeri / tidak nyeri

5. mengganggu fungsi tubuh / kualitas hidup

3. Pemeriksaan Fisik 1. Benjolan (+)


2. Batas tegas / tidak tegas

3. Mobile / terfiksasi

4. Permukaan hiperemi / sama dengan warna kulit

5. Ukuran bervariasi (± 1,5 cm s.d. 10 cm)

4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria anamnesis


2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Soft Tissue tumor (Detail diagnosis merujuk pada lampiran PPK Soft
tissue tumor)
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan
2. Ureum kreatinin
3. GDS
4. HbsAg
5. Foto thorax
6. EKG (atas indikasi)
8. Tatalaksana A. Pembedahan:
1
1. Neoplasma Jinak
a. Eksisi sederhana, kecuali untuk desmoid dikerjakan eksisi luas.
b. Bila eksisi sukar untuk :
i. Hemangioma
1. Radioterapi

2. Kortikosteroid dengan harapan dapat involusi.

ii. Neurofibromatosis
a. Eksisi hanya tumor yang mengganggu saja.
b. Eksisi luas bila ada keganasan.
2. Tumor non neoplasma
a. Ganglion : eksisi
b. Tofi urika : Eksisi tofi dan terapi Allopurinol sesuai klinis pasien
B. Pembiusan dengan regional anesthesia / general anesthesia C.
Lama perawatan 3 hari
D. Terapi: antibiotic profilaksis, antibiotic post operatif dan analgetik

9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan


penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi
3. Penjelasan perkiraan lama rawat
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens III
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis SMF Bedah
14. Indikator Medis Keluhan membaik, bisa intake per oral dan mobilisasi
15. Kepustakaan 1. Sterna, E.E. : Skin. Connective tissue, and bone. In : Clinical

Thinking in Surgery, Appleton & Lange, California,

1988,pp.99116.

2. Wray, R.Ch.Jr. : Skin and subcutaneous tissue. In : Principle of

surgery, 5th.ed., Swartz, S.I. et al. (eds) Mc Graw-Hill Book Co.,

New York, 1989, pp. 527-547.

3. Strens, E.E: Skin, Connective Tissue and Bone.Inn: Clinical

Thinking in Surgery, A Lange Medical Book, Appleton & Lange,

Norwalk, 1998, pp.99-116.

4. Burkitt, H.G, Quick, C.R.G. and Gatt, D : Disorders of the skin.

In : Essential Surgery-Problems,Diagnosis and Management,

Longman Singapore Publ., Singapore, 1990, pp.563-593.

2
LAMPIRAN DESKRIPSI JENIS SOFT TISSUE TUMOR

No Jenis Tumor Umur Lokasi Gambaran Klinis

1. FIBROMA Dewasa Subkutan Tumor kecil, ≤ 2 cm, sering bercampur


dengan jaringan lain. Konsistensi ada
Fasia yang lunak (fibroma molle), ada yang
keras (fibroma durum).

2. DESMOID Dewasa Dinding Bentuk bulat, konsistensi keras, klinik


abdomen ganas tetapi patologis jinak, sehingga
dianggap sebagai suatu fibrosarkoma
keganasan rendah.

3
3. NEUROFI- Semua Subkutan Tumor polipoid multipel dengan
umur bermaca-macam ukuran biasanya ≤ 5
BROMATOSIS cm, dengan “café au lit”, konsistensi
lunak. Merupakan lesi pra-ganas dan
herediter. Bila ada tumor yang besar
dan tumbuh progresif mungkin terjadi
degenerasi maligna.

4. LIPOMA Dewasa Subkutan Tumor berbatas tegas yang kecil

berebntuk bulat, yang besar lobuler,

konsistensi lunak/pseudokista, dapat

singel atau multiple; ukuran bervariasi

± 1 cm s.d. 15 cm

5. HEMANGIOMA Bayi Kulit subkutan Tumor berwarna merah atau merah


otot
kebiruan 75% telah ada sejak lahir dan

80% timbul sebelum umur 1 tahun.

Ada 4 bentuk : 1. Arteriale, 2. Kapilare,

3. Kavernosum, dan 4. Resemosum.

Hemangioma ada yang dapat dan

4
yang tidak dapat mengalami involusi.

Yang paling sering ditemukan tipe

kapiler.

1. Hemangioma yang dapat

mengadakan individu :

1) Tumor berwarna merah.

2) Cepat membesar dalam 4-6

bulan pertama lalu berhenti.

3) Involusi pelan-pelan dalam

waktu 5-7 tahun.

4) Umumnya tumor superfisial.

2. Hemangiona yang tidak

mengadakan involusi.

1) Tumor membesar sesuai

dengan pertumbuhan anak.

2) Tidak mengalami pertumbuhan


cepat.

6. LIMFANGIOMA Bayi Subkutan Kurang lebih 60% limfangioma ada


anak
Leher Aksilia sejak lahir. Ada 3 bentuk utama :

1. L. Kapilare : berbentuk vesikulae

kecil-kecil di kulit dengan penebalan

subkutan, sedang kulit berwarna

normal.

2. L. Kavernosum : berupa

pembesaran ata penebalan organ,


seperti “macro-cheill, macroglosi”.
Konsistensi lunak atau seperti
spons.

5
3. L. Kistikum : berbentuk tumor kistik,
umumnya di leher atau aksila.

4. GANGLION Dewasa Subfasial Tumor kistus, berisi cairan seperti gudir,

Tangan berasal dari bungkus tendon.

1. Ganglion karpi/tarsi : tumor kistus

kecil ≤ 2 cm, subfasial.

2. Ganglion polpitea : tumor kistus


umumnya ≥ 5 cm, subfasial.

5. TOFI URIKA Dewasa Kaki atau Tumor dengan permukaan

Tangan berbenjolbenjol. Subkutan di sekitar

sendi, terutama di jarikaki/tangan,

mengandung pasta putih dari kristal

urat, dapat singel atau multipel. Kadar

asam urat dis erum meningkat.

6
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


HERNIA INGUINALIS

Penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui


1. Pengertian (Definisi) anulus inguinalis internus yang terletak disebelah
lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus.

a. Adanya penonjolan diselangkangan atau kemaluan


sering dikatakan turun bero/burut/kelingsir
b. Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada
2. Anamnesis waktu tidur dan dapat timbul kembali jika
menangis, mengejan, mengangkat beban berat
atau bila posisi berdiri

c. Bila terjadi komplikasi tidak ditemukan nyeri.

a. Pemeriksaan fisik abdomen dan inguinalis, terlihat


adanya benjolan di area
inguinalis/kemaluan/skrotum.
3. Pemeriksaan Fisik b. Jika tidak ditemukan pada keadaan berdiri pasien
diminta mengejan maka akan tampak benjolan dan
bila sudah tampak diperiksa apakah benjolan dapat
dimasukan kembali

c. Pada auskultasi benjolan kadang didengarkan bunyi


usus

d. Pada palpasi kadang muncul nyeri tekan

4. Kriteria Diagnosis Adanya benjolan di area inguinal atau kemaluan

5. Diagnosis Kerja
Hernia Inguinalis
a. Hidrokel
b. Limfadenopati Inguinal
6. Diagnosis Banding c. Testis Ektopik
d. Lipoma
e. Orkitis
7. Pemeriksaan USG Skrotal dan Inguinal
Penunjang
Pembedahan Herniotomi dan
Herniorafi Pembiusan dengan
8. Tatalaksana Regional anastesi Lama perawatan
2 hari
Antibiotik Profilaksis, Analgetik
Lama perawatan 3 hari
9. Edukasi (Hospital a. Edukasi Komplikasi Hernia Inguinalis
Health Promotion) b. Edukasi Tindakan Herniotomi dan Herniorafi
c. Edukasi Perawatan Luka pasca tindakan
Ad vitam : Bonam
10. Prognosis Ad sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B

SMF Bedah
13. Penelaah Kritis

1. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi 3 Editor : Arif


M, Suporaita, Wahyu IW, Wiwiek S . 2000; 313-7
14. Kepustakaan 2. Nyhus LM, Bombeck CT, Klein MS. Hernia IN:
Sabiston DC. Texbook Of Surgery 14th ed.
Philadelphia: WB Sauders Company; 1991:958-65
3. Buku Ajar Ilmu Bedah, Syamsuhidayat
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

APENDISITIS AKUT
Penyumbatan dan peradangan akut pada
1. Pengertian ( Definisi) usus buntu dengan jangka waktu kurang
dari 2 hari.
1. Nyeri perut kanan bawah
2. Mual
2. Anamnesis
3. Anoreksi
4. Bisa disertai dengan demam
1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign (+)
3. Psoas sign (+)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11
1. Memenuhi kriteria anamnesis (No 1)
4. Kriteria Diagnosis 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik No
1
5. Diagnosis Kerja Apendisitis akut
1. Urolitiasis dekstra
2. UTI dekstra
6. Diagnosis Banding
3. Adneksitis
4. Kista ovarium terpuntir
1. Darah rutin, masa perdarahan, masa
pembekuan
2. Ureum kreatinin
7. Pemeriksaan Penunjang 3. GDS
4. HbsAg
5. Tes kehamilan (kalau perlu)
6. USG abdomen
8. Tata Laksana : 1. Open appendektomi
a. Tindakan operatif open app 2. Hanya kalau ada kontra indikasi mutlak /
b. Terapi Konservatif Ragu terhadap gejala (+) pemeriksaan
c. Lama perawatan dalam
3. 3 hari
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa
banding, pemeriksaan penunjang
9. Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan,
(Hospital Health Promotion) lama tindakan, resiko dan
komplikasi
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad
Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat Evidens I untuk Tindakan no 1 & no 2
12. Tingkat Rekomendasi B
SMF Bedah
13. Penelaah Kritis

1. Keluhan berkurang
2. Lama hari rawat : 3 hari
14. Indikator Medis
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)

1. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidayat


15. Kepustakaan 2. Principal of Surgery, Schwartz‟s
3. Konsensus Nasional Ikabi
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


KETUBAN PECAH DINI
1. Pengertian (Definisi) Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan
37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur.

2. Anamnesis Keluhan dan gejala utama adanya riwayat keluarnya air


ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang
tidak disertai tanda-tanda lain dari persalinan.

3. Pemeriksaan Fisik 1. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan


adanya cairan ketuban di vagina. Pastikan bahwa
cairan tersebut adalah cairan amnion dengan
memperhatikan bau cairan ketuban yang khas, atau
menggunakan kertas lakmus.
2. Pemeriksaan Inspekulo
3. Tanda-tanda inpartu
4. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai adanya
tanda-tanda infeksi pada ibu dengan mengukur suhu
tubuh (suhu ≥ 380C).

4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan Inspekulo


2. Tanda-tanda Inpartu
3. USG
5. Diagnosis Kerja Ketuban Pecah Dini
6. Diagnosis Banding Oligohidramnion
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan pH vagina (cairan ketuban) dengan kertas
Penunjang lakmus (Nitrazin test) dari merah menjadi biru.
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Urine Lengkap
4. Gol Darah, Faktor bekuan

9
5. HbSAG dan HIV Skrining
6. USG
7. CTG
8. EKG (Bila akan dilakukan SC)
8. Tatalaksana 1. IV Line RL
a. Terapi Konservatif 2. < 37 minggu, Dexamethason inj 2x1 gr (selama 2 hari)
3. Antibiotik :

- Ceftriaxon 2x1gr
Terminasi kehamilan jika ≥ 37minggu, terminasi
kehamilan:
b. Terminasi
- Induksi persalinan, partus pervaginam
Kehamilan
- SC
a. < 37 minggu : 3 hari
c. Lama Perawatan
b. ≥ 37 minggu : 3 hari per vaginam, 4 – 5 hari : per
abdominal
5 hari
9. Penyulit Servisitis, DM dan Hipertensi
10. Edukasi 1. Penjelasan diagnose dan pemeriksaan penunjang
(Hospital Health 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko
Promotion) dan komplikasi
3. Penjelasan alternative tindakan
11. Prognosis Ad vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
12. Tingkat Evidens -
13. Tingkat Rekomendasi -

10
14. Indikator ( Outcome ) Konservatif ( Ibu ) :
• Pengeluaran pervaginam terhenti
• Tidak ada tanda-tanda inpartu
• DJJ dalam batas normal
• Tidak ada tanda infeksi Konservatif ( Janin ) :
Tidak terjadi gawat janin

15. Penelaah Kritis SMF Non Bedah

16. Kepustakaan 1. Cuningham F.G.MD, Mac Donald P.C.MD, Garet


N.F.MD, Abortion, William Obstetric 18ed, Applenton
& Large Connecticut p.489-509
2. Jones, G.C. Jones H.W. Infertility recurret dan
spontaneous abortion, In: Novak’s Textbook of
Gynaecology, tenth edition, p.659-730 William &
Wilkins, Baltimore/London 1961
3. Pritchard Abortion, In: William Obstetrics (ed by
Prichard and Mac Donald 16th ed.537-618, Apleton
Century Crofs, New York 1980
4. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Kelainan dalam lamanya kehamilan In: Ilmu
Kebidanan, Edisi II, hal 258-277, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 1981
5. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSUdr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan
terapi Edisi III 2008

11
PANGKALAN UTAMA TNI AL X
RUMKITAL Dr. SOEDIBJO SARDADI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


ABORTUS
1. Pengertian (Definisi) Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan
Sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus komplit
Seluruh hasil konsepsi telah ke luar dari kavum uteri
Abortus inkomplit
Sebagian hasil konsepsi telah ke luar dari kavum uteri
dan masih ada yang tertinggal.
Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri
telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri.
Abortus iminens
Abortus tingkat permulaan, ditandai perdarahan per
vaginam ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan, dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Abortus habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-turut
atau lebih.

Abortus septic
Abortus yang disertai demam > 38 ‘ C, takikardia,
lekositosis, dan fluor berbau. Biasanya menyertai

1
abortus provokatus (unsafe abortion)
2. Anamnesis Hamil, Perdarahan per vaginam
3. Pemeriksaan Fisik Adanya darah atau jaringan yang keluar pervaginam

2
4. Kriteria Diagnosis 1. Terlambat haid kurang dari 20 minggu.
2. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai
jaringan hasil konsepsi.
3. Rasa sakit (kram perut) di daerah atas simfisis.
Abortus komplet
Keluarnya semua hasil konsepsi, Diagnosis dapat
dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa
dan dapat dinyatakan bahwa semuanya dapat ke luar
dengan lengkap.

Abortus inkomplet
• Kanalis servikalis terbuka, jaringan dapat diraba
dalam kavum uteri (kadang - kadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum).
• Perdarahan dapat banyak sekali sehingga
menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan
berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

Abortus insipiens
Dilatasi serviks uteri yang meningkat, hasil konsepsi
masih dalam uterus, mules biasanya lebih sering dan
kuat.

Abortus iminens
Perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai
mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar usia kehamilan, serviks belum
membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa
wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada
saat haid yang semestinya datang jika terjadi
pembuahan. Hal ini disebabkan oleh

3
penembusan villi koriales ke dalam
desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan
implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan
cepat berhenti, tidak disertai mulas

Missed abortion
Biasanya didiagnosis tidak hanya dengan satu kali
pemeriksaan, memerlukan waktu pengamatan untuk
menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya atau bahkan
mengecilnya uterus. Biasanya didahului oleh tanda
abortus iminens yang kemudian menghilang secara
spontan atau setelah pengobatan.

5. Diagnosis Kerja Abortus


6. Diagnosis Banding 1. Missed abortion
2. Kehamilan ektopik terganggu
3. Mola hidatidosa
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan
Penunjang apakah janin masih hidup, menentukan prognosis.
2. Pemeriksaan CBC, Trombosit, CT/BT
3. Bila diperlukan diperiksa kadar fibrinogen pada
missed abortion

8. Tatalaksana Abortus komplet


Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila
menderita anemia ringan perlu diberikan sulfas ferosus
dan dianjurkan supaya makan makanan yang
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.

Abortus inkomplet
Disertai syok karena perdarahan, segera infus
intravena cairan NaCI fisiologis atau cairan ringer
yang selekas mungkin ditransfusi dengan darah.
Setelah syok diatasi atau berbarengan dengan
penanganan syok, dilakukan kerokan. Disuntikkan

4
5
intramuskuler ergometrin untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus (setelah kuretase).
Obat pulang :
- Hematinik
- Ergometrin
- Antibiotik
- Analgetik

Abortus insipiens
Dengan kehamilan kurang dari 12 minggu, disertai
dengan perdarahan, pengosongan uterus dengan
segera (pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam
ovum, disusul dengan kerokan). Obat pulang: sama
dengan abortus inkomplitus

Abortus iminens
• Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur
penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
• Progesteron tablet / ovula / parenteral
• Antiprostaglandin
• Trombolitik (bila diduga ada kelainan pembekuan
darah)
• Antibiotic oral, ovula, atau parenteral

Missed abortion
Penanganan sama dengan abortus inkomplit, tapi
umumnya harus dilakukan dilatase serviks terlebih
dahulu.
Peringatan : tindakan kuretase pada missed abortion
tidak jarang menghadapi kesulitan karena plasenta
melekat erat pada dinding uterus. Untuk itu perlu hati-

6
hati.
Obat pulang: sama dengan abortus inkomplit.

Abortus septik
• Rawat
• Pemberian cairan cukup / rehidrasi secara
parenteral
• Antibiotik spectrum luas (triple drugs): penisilin/
amoksisilin - metronidazole -
gentamisin, ceftriaxone - gentamisin.
• Antibiotika diberikan minimal s/d 24 jam bebas
demam.
• Kuretase dilakukan setelah mendapat antibiotika,
paling tidak 6 jam, kecuali perdarahan banyak.
• Kultur pus.
• Pencucian uterus dengan saline dan atau H2O2 2%
• ATS / TT (bila diperlukan)
• Uterotonik
• Bila diperkirakan uterus menjadi sumber kuman
utama maka
• dapat dipertimbangkan dilakukan histerektomi

9. Edukasi Istirahat cukup


(Hospital Health Promotion) Minum obat teratur
10. Prognosis Advitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam

11. Penelaah Kritis SMF Non Bedah

12. Indikator Medis Keluhan berkurang


13. Kepustakaan 1. Cuningham F.G.MD, Mac Donald

7
P.C.MD, Garet N.F.MD, Abortion, William
Obstetric 18ed, Applenton & Large Connecticut
p.489-509
2. Jones, G.C. Jones H.W. Infertility recurret dan
spontaneous abortion, In: Novak’s Textbook of
Gynaecology, tenth edition, p.659-730 William &
Wilkins, Baltimore/London 1961
3. Pritchard Abortion, In: William Obstetrics (ed by
Prichard and Mac Donald 16th ed.537-618, Apleton
Century Crofs, New York 1980
4. Wiknjosastro H. Sumapraja S, Prawirohardjo S.
Kelainan dalam lamanya kehamilan In: Ilmu
Kebidanan, Edisi II, hal 258-277, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta 1981
5. lab/bag ilmu kebidanan dan penyakit kandungan
RSUdr Soetomo Surabaya.Pedoman diagnosis dan
terapi Edisi III 2008

Anda mungkin juga menyukai