FITRIA DWI R - Studi Kebijakan Pendidikan Pesantren Di Indonesia (PMA NOMER 31 TAHUN 2020)
FITRIA DWI R - Studi Kebijakan Pendidikan Pesantren Di Indonesia (PMA NOMER 31 TAHUN 2020)
FITRIA DWI R - Studi Kebijakan Pendidikan Pesantren Di Indonesia (PMA NOMER 31 TAHUN 2020)
PENDAHULUAN
1
Kafrawi, Pembaharuan Sistim Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai Usaha Peningkatan
Prestasi Kerja dan Pembinaan Kesatuan Bangsa, (Jakarta: Cemara Indah).
Dengannya, awalmula pendidikan pesantren diatur pada masa orde baru sesuai
dengan UU tentang pendidikan nasional. Dalam hal ini maka tersusunlah PMA Nomor
18 tahun 2014 tentang satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren serta
keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 5839 Tahun 2014 tentang pedoman pendirian
pendidikan diniyah formal menandakan babak baru pesantren sebagai warisan leluhur
untuk muncul sebagai warisan bangsa yang tetap eksis hingga hari ini dalam membangun
bangsa melalui pendidikan keagamaan Islam.2
PEMBAHASAN
2
Suryadi Nasution, dkk, Dinamika Pesantren: Studi Futuristic Transformasi Transmisi
Sistem Pesantren di Mandailing Natal, Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, Hal. 322
3
Peraturan menurut KBBI, dikutip dari https://jagokata.com/arti-kata/peraturan.html, di
akses pada tanggal 19 Mei 2023
Setelah ditetapkannya PMA dan keputusan Dirjen Tahun 2014, kehadiran
pesantren kemudian diperkuat dengan ditetapkannya Hari Santri pada tanggal 22
Oktober 2015 melalui Kepres No. 22 Tahun 2015. Peristiwa ini menjadi tolak
ukur bersejarah diakuinya eksistensi pesantren dalam perjuangan membangun
bangsa. Tidak hanya itu, sekaligus membuka jalan pesantren untuk diakui secara
utuh dalam bentuk rekognisi yang lebih komprehensip.
Pasca melaksanakan beberapa kajian, RUU pesantren akhirnya resmi
dipisahkan menjadi UU pada Rapat Pleno DPR tanggal 24 September 2019. Pada
tanggal 15 Oktober 2019 UU Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 ditandatangani
Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku setelah disahkan pada 16 Oktober 2019
oleh Djahjo Kumonlo yang saat itu menjabat sebagai Plt. Menkumham. Dalam
mengawal UU Pesantren No. 18 Tahun 2019 ini, berbagai peraturan kemudian
diterbitkan oleh Kementerian Agama. Menteri Agama Fakhrurrazi sebelum di
reshuffle pada akhir Tahun 2020 sempat menerbitkan 3 (tiga) Peraturan Menteri
Agama (PMA) tentang pesantren yaitu PMA Nomor 30 tahun 2020 tentang
Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren yang disahkan pada 3 Desember 2020,
PMA Nomor 31 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren yang disahkan pada 30
November 2020, dan PMA Nomor 32 tahun 2020 tentang Ma’had Aly yang
disahkan pada 3 Desember 2020.4
Dengan adanya PMA Nomor 31 Tahun 2020 maka kementerian agama
memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk
membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Hal ini
dilakukan untuk menjalankan fungsi kementerian agama dimana salah satunya
berbunyi “Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang
bimbingan masyarakat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu,
penyelenggaraan haji dan umrah, dan pendidikan agama dan keagamaan”.5
4
Suryadi Nasution, dkk, Dinamika Pesantren: Studi Futuristic Transformasi Transmisi
Sistem Pesantren di Mandailing Natal, Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, Hal. 322
5
Kementerian Agama Republik Indonesia, Tugas dan Fungsi, dikutip dari
https://kemenag.go.id/artikel/tugas-dan-fungsi diakses pada tanggal 19 Mei 2023
B. Analisis PMA Nomor 31 Tahun 2020
Peraturan menteri agama Nomor 31 Tahun 2020 ini menjelaskan dan
menekankan tentang pendidikan pesantren dengan tujuan membentuk santri yang
unggul dalam mengisi kemerdekaan dimana akan mampu menghadapi
perkembangan zaman. hal ini selaras dengan isi dari undang-undang Nomor 18
Tahun 2019 yang menjelaskan tentang manusia yang memegang teguh ajaran
Islam yaitu Rahmatan lil Alamiin.6
Dalam PMA ini dijelaskan mengenai kebijakan pendidikan yang ada
didalam pesantren, diantaranya pendidikan formal dan non formal. Dengan
adanya PMA tersebut pendidikan pesantren formal maupun non formal telah
diakui dan setara dengan pendidikan yang ada diluar pesantren. Adapun
pendidikan yang ada didalam pesantren berupa pendidikan Muadalah, pendidikan
diniyah formal dan pendidikan Ma’had Aly. Pendidikan Muadalah merupakan
pendidikan formal yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dengan
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan pesantren dengan berbasis
kitab kuning atau Dirasah Islamiah dengan pola pendidikan Muallimin secara
berjenjang dan terstruktur. Adapun bentuk dari pendidikan Muadalah yaitu
pendidikan muadalah salafiyah dan pendidikan muadalah muallimin.
Selain pendidikan muadalah, pendidikan yang ada di pesantren juga
berupa pendidikan diniyah formal. pendidikan diniyah formal disini dibagi
menjadi 3 bentuk pendidikan Ula, Wustha, dan Ulya. Status dari pendidikan
diniyah formal ditetapkan setara dengan madrasah/sekolah baik itu berupa MI,
MTS, MA. Selanjutnya yaitu Ma’had aly sebagai pendidikan tertinggi dalam
suatu pesantren. Bentuk tingkatan Ma’had Aly tertuang pada PMA No. 31 tahun
2020 BAB V Pasal 55 berupa:7
1. Sarjana (marhalah ula)
2. Magister (marhalah tsaniyah)
3. Doktor (marhalah tsalisah)
6
PMA No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren, Pasal 1, Hal. 2
7
Ibid, hal. 26
Dalam PMA No. 31 Tahun 2020 juga dijelaskan tentang pendidikan non
formal diantaranya yaitu pengkajian kitab kuning dan integrasi pendidikan Islam
dengan pendidikan umum. Selain itu juga ada pembahasan mengenai kurikulum,
dimana pesantren menggunakan dua kurikulum yaitu, kurikulum pesantren dan
kurikulum pendidikan umum. Sebagaimana yang dimaksud dengan kurikulum
pesantren yaitu dengan berbasis kitab kuning. Adapun kurikulum pendidikan
umum yaitu:
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2. Bahasa Indonesia
3. Matematika
4. Ilmu pengetahuan alam atau ilmu pengetahuan sosial8
Jika membahas pendidikan maka PMA No. 31 Tahun 2020 juga
menjelaskan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam PMA tersebut
terdapat kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik yang profesional,
diantaranya yaitu:
1. Latar belakang pendidikan
2. Kemampuan penguasaan ilmu agama Islam sesuai dengan bidang yang
diampu
3. Sertifikat pendidik
Namun, pada kenyataannya tenaga pendidik di pesantren salafy tidak
memiliki kriteria dari kualifikasi dan kompetensi sebagai pendidik yang
profesional yang tercantum dalam PMA, hal ini dibuktikan dengan adanya tenaga
pendidik di pondok pesantren salafy yang kebanyakan merekrut tenaga
kependidikan dari santri itu sendiri tanpa melihat kuantitas dari santri tersebut.9
Dalam PMA ini juga membahas tentang penilaian dan kelulusan. Penilaian
dan kelulusan ini dijadikan untuk melihat kemampuan pencapaian siswa pada
semua mata pelajaran. Sebagaimana pada pendidikan luar, pendidikan pesantren
juga mengadakan penilaian tengah semester dan akhir semester. Penilain oleh
menteri dilakukan dalam bentuk ujian akhir pendidikan diniyah formal berstandar
8
PMA No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren, Pasal 38, Hal. 18
9
Ibid, hal. 19
nasional (imtihan wathani). Sebagai nilai tambah dari PMA ini adalah kesetaraan
ijazah antara pendidikan yang ada dalam pesantren dan di luar.10
Tidak hanya itu, PMA No. 31 tahun 2020 juga mengatur mengenai sarana
prasarana yang harus ada dalam lingkungkan pesantren maupun pendidikan
pesantren. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang sangat vital dan
hal yang sangat penting dalam menunjang kelancaran atau kemudahan dalam
proses pembelajaran, dalam kaitannya dengan pendidikan yang membutuhkan
sarana dan prasarana dan juga pemanfaatannya baik dari segi intensitas maupun
kreatifitas dalam penggunaannya baik oleh guru maupun oleh siswa dalam
kegiatan belajar mengajar.11 Adapun sarana prasarana sebagaimana dimaksud
yaitu:
1. Ruang kelas
2. Ruang pimpinan satuan pendidikan
3. Ruang pendidik
4. Ruang tata usaha
5. Ruang perpustakaan
6. Ruang laboratorium
Sarana prasarana tersebut telah maksimal di pondok pesantren modern.
Namun, berbanding terbalik dengan sarana prasarana yang berada di pondok
pesantren salafy. Hal ini bukan berarti pondok pesantren salafy tidak memiliki
sarana prasarana tersebut, akan tetapi karena jumlah kuota santri yang terlalu
banyak sehingga sarana prasarana tidak berfungsi secara maksimal.12
Dalam paragraf 3 PMA No. 31 tahun 2020 tentang penetapan izin pendirian
pada pasal 53, bahwasannya pendirian pesantren harus didaftarkan dan pesantren
harus memiliki izin dari Menteri. Penetapan izin pendirian sebagaimana dimaksud
yaitu:
1. Nama dan alamat satuan pendidikan
2. Nama dan alamat pesantren
10
PMA No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren, Pasal 21, Hal. 11
11
Rosnaeni, Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan, Balai Diklat Keagamaan
Makassar, Vol. VIII No. 1, 2019, hal. 33
12
PMA No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren, Pasal 48, Hal. 23
3. Nomor statistik satuan pendidikan13
Tetapi pada kenyataannya, banyak pesantren yang latar belakang bedirinya
tidak mendaftarkan yayasannya kepada pemerintah. Sehingga PMA ini
berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Namun, terdapat
kelebihan dari PMA ini, dengan mendaftarkan pondok pesantren kepada
pemerintah maka akan mendapatkan tunjangan jika sewaktu-waktu dianggarkan
oleh pemerintah.
Pemerintah melalui PMA No. 31 Tahun 2020 menyelenggarakan sistem
penjaminan mutu terhadap seluruh jenis pesantren yang berkaitan dengan standar
kurikulum, lembaga, pendidik dan tenaga kependidikan, dan lulusan (output).
Penjaminan mutu pendidikan adalah suatu mekanisme yang sistematis,
terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh proses
penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu, seperti yang
tertera dalam Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk menjamin mutu pendidikan perlu
juga ada pengawasan untuk memastikan proses pendidikan berjalan sesuai
tujuan.14
Mutu pendidikan dalam pesantren dilaksanakan oleh majelis Masyayikh
diantaranya pendiri pesantren, pemangku wilayah, asatid dan asatidah, dan santri.
Sebagaimana yang dimaksud dengan sistem pennjaminan mutu pendidikan
pesantren yaitu lebih dititikberatkan pada aspek:
1. Peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya pesantren
2. Penguatan pengelolaan pesantren
3. Peningkatan dukungan sarana dan prasarana pesantren
Hal ini memberikan peluang untuk seluruh jenis pesantren memiliki kualitas
yang lebih baik bagi alumninya (output) dan membuka peluang bagi seluruh
lulusannya untuk bisa bersaing dengan lulusan lembaga pendidikan formal
13
PMA No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren, Pasal 53, Hal. 25
14
Budi Raharjo, Sabar, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, 2019, (Jakarta : Pusat
Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), hal. 20-21
umumnya pada lapangan kerja. Adapun fungsi dari sistem penjaminan mutu
pendidikan pesantren yaitu:
1. Melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan pesantren
2. Mewujudukan pendidikan yang bermutu
3. Memajukan penyelenggaran pendidikan pesantren15
REFLEKSI
Peraturan menteri agama merupakan suatu kebijakan dan ketentuan yang dibuat
dan disahkan oleh pemerintah. Peraturan ini ada sebagai penjelasan dari Undang-undang
yang disahkan terlebih dahulu tentang pesantren yaitu UU Nomor 18 Tahun 2019. Dalam
PMA Nomor 31 Tahun 2020 ini menjelaskan secara spesifik dari undang-undang
pesantren. Dari analisis penulis maka terdapat kekurangan dan kelebihan dari peraturan
menteri agama ini. Kelebihan PMA yang baru disahkan ini dapat dijadikan sebagai perisai
untuk membantu lancarnya pendidikan agama Islam di lingkungan pesantren.
Dengannya, pemerintah dapat ikut andil dalam kepesantrenan baik itu berupa bantuan
umum maupun bantuan khusus. Sehingga pesantren semakin eksis memajukan
pendidikan Islam dan menciptakan manusia yang Rahmatan lil aalamiin.
Kelebihan dalam PMA ini juga terlihat pada kesetaraan ijazah lulusan pendidikan
Islam yang ada di pesantren dengan pendidikan formal yang ada di luar. Dengannya, tidak
ada perbedaan antara lulusan pesantren dengan lulusan sekolah formal yang ada di luar.
Sebagai buktinya yaitu, terdapat dua kurikulum yang diberlakukan didalam pesantren
diantaranya yaitu kurikulum pesantren dan kurikulum pendidikan umum. Hal tersebut
tercantum dalam PMA No. 31 tahun 2020 bagian ketiga pasal 36.
Menurut pemateri, adapun kekurangan dari PMA ini adalah isi dari uraiannya
lebih mengarah pada pesantren modern dan tidak begitu spesifik pada pesantren salafy
(tradisional). Mengapa demikian ? Karena menurut analisisnya setiap persyaratan dan
kriteria yang ada dalam PMA ini lebih mengarah pada petunjuk-petunjuk yang digunakan
pada pesantren modern. Sebagai bukti dari hal tersebut, yaitu pada bab yang menjelaskan
15
PMA No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren, BAB VII Penjaminan Mutu
Pendidikan Pesantren, Pasal 67-68, hal. 30-31
tentang pendidik. Pendidik yang dijelaskan dalam PMA tersebut harus memenuhi 3
kriteria, diantaranya :
Dari kualifikasi tersebut, menurut fakta yang ada tidak berlaku pada pesantren tradisional.
Karena kebanyakan dari pesantren tradisional merekrut tenaga pendidik dari alumninya
sendiri yang terkadang cacat dari kualifikasi yang ada dalam PMA Nomor 31 Tahun
2020.
Selain itu pada bagian keenam pasal 47 yang membahas tentang sarana dan
prasarana pendidikan yang ada dipesantren. Pada pasal tersebut juga dijelaskan
kesempurnaan dari sarana dan prasarana yang seharusnya ada dalam pendidikan
pesantren. Namun, dapat diketahui bahwa yang tercantum dalam PMA tersebut juga lebih
mengarah pada pesantren modern. Karena faktanya, pesantren tradisional sendiri terlalu
minim untuk dikatakan memiliki sarana dan prasarana yang ideal dalam pendidikan
pesantren yang latarbelakangnya memiliki banyak santri. Karenanya dengan adanya
PMA ini, pemerintah dapat menindaklanjuti sarana prasarana pendidikan pesantren
tradisional sehingga kedepannya tidak ada pembeda antara pesantren yang basisnya
modern dan tradisional.
Kelebihan PMA ini juga terlihat pada BAB VII megenai penjaminan mutu
pendidikan pesantren, yang mana memberikan peluang untuk meningkatkan eksistensi
pesantren agar meningkatkan kepercayaan para pelanggan (santri dan orang tuanya).
Adapun kekurangan dari PMA ini yaitu implementasi dari perizinan pendirian pesantren
ternyata tidak sesuai dengan yang tertera didalam PMA, pada kenyataannya banyak
pesantren yang berdiri terlebih dahulu tanpa meminta surat perizinan dari pemerintah,
jika pesantren tersebut sudah berkembang barulah meminta perizinan pendirian pesantren
kepada pemerintah.
PENUTUP
Peraturan berarti tatanan yang berupa petunjuk, kaidah, dan ketentuan yang
dibuat. Sedangkan peraturan menteri agama merupakan suatu kebijakan dan ketentuan
yang dibuat dan disahkan oleh pemerintah. Peraturan ini ada sebagai penjelasan dari
Undang-undang yang disahkan terlebih dahulu tentang pesantren yaitu UU Nomor 18
Tahun 2019. Pada PMA No. 31 Tahun 2020 mengenai pendidikan didalam pesantren
bahwasannya memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang telah dipaparkan oleh
penulis diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Raharjo, Sabar, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, 2019, (Jakarta : Pusat
Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)