Pedoman Ranap
Pedoman Ranap
Pedoman Ranap
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan kata lain untuk dapat mewujudkan masyarakat sehat secara holistik,
para penanggung jawab pembangunan harus memasukkan pertimbangan-
pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya.
Ruang rawat inap yang aman dan nyaman merupakan factor penting yang
dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasien, oleh karena itu dalam merancang
ruang rawat inap harus memenuhi persyaratan tertentu yang mendukung terciptanya
ruang rawat inap yang sehat , aman, dan nyaman.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan pasien yang menjalani rawat
inap di RS Muhammadiyah Kalikapas Lamongan.
2. Mengetahui alur pelayanan di unit Rawat Inap di RS Muhammadiyah Kalikapas
Lamongan.
3. Meningkatkan mutu pelayanan di unit rawat inap RS Muhammadiyah Kalikapas
Lamongan.
C. RUANG LINGKUP PELAYANAN
1. Pelayanan keperawatan.
2. Pelayanan medik (Pra dan Pasca Tindakan Medik).
3. Pelayanan penunjang medik:
a) Radiologi
b) Pengambilan sampel labomiorium
c) Konsultasi anestesi
d) Gízi {Diet dan Konsultasi)
e) Famiasi (Depo dan Kliník)
D. BATASAN OPERASIONAL
Ruangan Rawat inap adalah ruangan untuk pasien yang memerlukan asuhan dan
pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.
E. LANDASAN HUKUM
1. Standar Kesehatan dan Keselarnatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS), Departemen
Kesehatan RI tahun 2009
2. Permenkes RI No 028/Menkes/Per//1/2012 tentang Klinik
3. Permenkes RJ No 1438/Menkes/Per/11/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
4. Undang — Undang RI No 29 tahun 2009 tetang Kesehatan
5. Undang — Undang RI No 44 tahun 2009 tetang Rumah Sakit
6. Undang — Undang RI No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
7. Permenkes Rl No 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan No 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan No 129/MENKES/SK/11/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Dokter Jaga Ruangan/Dokter Jaga Rawat Inap adalah dokter umum yang bertugas di
Ruang rawat inap. ,
3. Perawat
Perawat yang bertugas di ruang rawat inap adalah perawat yang berpendidikan
minirnal D3 Keperawatan,
B. Distribusi Ketenagaan
Kondisi ketenagaan unit Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas Lamongan saat
ini adalah
1. Pelayanan Medik Dasar :13 (tiga belas) orang dokter umum dan 1 (satu ) orang dokter
gigi dimana semua merupakan pegawai organik Rumah sakit muhammadiyah
kalikapas lamongan
2. Pelayanan Medik Spesialis Dasar
a) Pelayanan Penyakit Dalam : 1 orang dokter spesialis mitra
b) Pelayanan Kesehatan Anak : 1 orang dokter spesialis mitra
c) Pelayanan Bedah : 1 orang dokter spesialis mitra
d) Pelayanan Obstetri dan Ginekologi : 1 orang dokter spesialis mitra
3. Pelayanan Medik Spesialis lain :
a) Pelayanan Mata : 1 orang dokter spesialis mitra
b) Pelayanan Syaraf) : 1 orang dokter spesialis mitraPelayanan Jantung dan
pembuluh darah : 1 orang dokter spesialis mitra
c) Pelayanan Ortopedi : 1 orang dokter spesialis mitra
4. Tenaga keperawatan : menyesuaikan jumlah TT dan jenis perawatan, partial
C. Pengaturan Jaga
STANDAR FASILITAS
1. STANDAR FASILITAS
1. Ruang Pasien Rawat Inap
Dibedakan dalam kelas 3, kelas 2, kelas 1, dan VIP.
2. Ruang Pos Perawat (Nurse Station)
3. Ruang Tindakan
4. Ruang Petugas
Adalah ruang untuk istirahat perawat /dokter dan petugas lainnya setelah
melaksanakan kegiatan pelayanan pasien atau tugas jaga, Terletak berdekatan dengan
Ruang pos perawat dan dilengkapi dengan loker.
Adalah ruang untuk menyimpan bahan-bahan linen bersih yang akan digunakan
diruang rawat inap.
6. Spoolhoek
Adalah fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang
berupa cairan. Spoolhoek dalam bentuk bak atau kloset dengan leher angsa (water
seal). Pada ruang spoolhoek juga Sama disediakan kran air bersih untuk mencuci
tempat cairan atau cuci tangan. Ruang spoolhoek int harus terpisah/berada diluar area
perawatan dan dihubungkan ke septic tank khusus atau jaringan IPAL.
7. Kamar mandi
Kamar mandi dipisahkan antara kamar mandi petugas dan kamar mandi pasien.
BAB IV
ALUR KEGIATAN
Akan bertugas:
Dokter, perawat dan staf masuk keruang dokter/perawat untuk ganti pakaian.
B. ALUR PASIEN
SARANA
1. Lokasi
Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman, nyaman, tetapi
tetap memiliki kemudahan aksesibilitas atau pencapainan dari sarana penunjang rawat
inap. Juga sebaiknya jauh dari tempat pembuangan kotoran, dan bising dari mesin
atau generator.
2. Persyaratan Umum
a. Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga
tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.
b. Pengaturan ruangan secara keseluruhan dengan skala prioritas yang dekat dan
sangat membutuhkan.
c. pencapaian ke setiap ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.
d. Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien
yang akan ditampung.
e. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk kedalam ruangan.
f. Alur petugas dan pengunjung dipisah.
g. Besaran ruang dan kapasitas ruang harus memenuhi persyaratan minimal.
3. Persyaratan Khusus
a. Tipe ruang rawat inap:VIP , Kelas I, Kelas II , dan kelas III.
b. Ruang isolasi: pasien yang menderita penyakit menular,pasien yang gaduh
gelisah, dan pasien dengan penyakit yang menimbulkan bau tidak enak.
c. Pos Perawat (Nurse Station)
PRASARANA
Sumber daya listrik pada bangunan instalasi bedah, termasuk katagori “sistem
kelistrikan esensial 2 , di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan
sumber daya listrik siaga untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada
sumber daya listrik normal.
b. Jaringan.
Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang- ulang sepanjang
track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada
kabel.
Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya- bahaya
tersebut.
Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkit-sirkit
yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya
pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya
semua arus listrik pada saat kritis.
c. Terminal.
1) Stop kontak
setiap kotak kontak daya harus nıenyediakan sedikitnya satu kutub pembumian
terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk
pasangannya.
Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5
ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan kritis, minimal
4 buah, sesuai SNI 03 — 7011 — 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas
Kesehatan.
2) Sakelar
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04-0225-
2000, Persyaratan Umum lnstalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar
teknis yang berlaku.
d. Pembumian,
e. Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa
akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran.
Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien,
atau petugas.
(1) SNI 03 — 7011 — 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan
fasilitas keehatan.
(2) SNI 04 — 7018 — 2004, atau edisi teraklıir, Sistem pasokan daya listrik
(3) SNI 04 - 7019 — 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat
menggunakan energi tersimpan.
3. Sistem Sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi rawat inap
haıus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air
limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
5. Persyaratan keindahan.
A. Keindahan hubungan horizontal.
a. Setiap bangunan rumah sakıt harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan
horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai nutuk
terselenggaranya fungsi bangunan instalasi rumah sakit tersebut.
b. Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
c. Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi
ruang dan aspek keselamatan.
d. Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan berdasarkan
fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan pintu dan koridor
mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
B. Kemudahan hubungan vertikal.
a. Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana hubungan
vertikal antar lantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah
sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif. tangga berjalan/ eskalator,
dan/atau lantai berjalan/travelator.
b. Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi
bangunan rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta
keselamatan pengguna bangunan rumah sakit.
c. Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif
kebakaran.
d. Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau lif
barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat
digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan. pemasangan dan
pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
6. Sarana evakuasi.
a. Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi
sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang
dapat dijamin kemudahan pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan
evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila tejadi bencana
atau keadaan darurat.
b. Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur
evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan
kondisi pengguna bangunan rumah sakit. serta jarak pencapaian ke tempat yang
aman.
c. Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang
mudah dibaca dan jelas.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evaluasi mengikuti
pedoman dan standar teknis yaag berlaku.
7. Aksesibilitas
a. Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk
ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan
rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.
b. Fasilitas dan aksebilitas sehagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum,
jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang
cacat dan lanjut usia.
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fııngsi, luas dan
ketinggian bangunan rumah sakit.
d. Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Setiap Rumah Sakit harus mementingkan keselamatan pasien, tidak terkecuali Rumah
Sakit Muhammadiyah Kalikapas Lamongan. Dalam hal ini keselamatan pasien rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen resiko, identifıkasi, pengelolaan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, Insiden terdiri dari :
1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pasien
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) yaitu terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) yaiuı insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera, dan
4. Kejadian Potensial Gedera (KPC) yaitu kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
Pelaporan insiden dilakukan di internal Rumah Sakit dan kepada Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Untuk di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah
Kalikapas Lamongan pelaporan dilakukan kepada Koordinator keselamatan pasien
(Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang selanjutnya ditembuskan ke direksi dan akan
dilanjutkan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien kumah Sakit. Pelaporan
insiden ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi system dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang . Setiap insiden harus
dilaporkan secara internal kepada Koordinator keselamatan pasien Rumah sakit
muhammadiyah kalikapas lamongan dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format
laporan yang sudah diberikan oleh Koordinator keselamatan pasien Rumah sakit
muhammadiyah kalikapas lamongan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit bahwa setiap Rumah Sakit wajib menerapkan
Standart Keselamatan Pasien dan mengupayakan pemenulian Sasaran Keselamatan Pasien.
Kedua kewajiban tersebut tidak hanya berlaku bagi salah satu unit atau instalasi di Rumah
Sakit. Akan tetapi berlaku bagi semua unit atau instalasi di dalam sebuah Rumah Sakit. Tidak
terkecuali bagi Rumah sakit muhammadiyah kalikapas lamongan, dan secara otomatis hal ini
juga berlaku di unit Rawat Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah Kalikapas Larnongan.
1. Hak pasien
Pasien berhak mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya insiden oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
2. Mendidik pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses asuhan pasien mengenai kewajiban dan
tanggung jawab pasien
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Adanya jaminan kesinambungan pelayanan melalui komunikasi/ transfer informasi dan
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Koordinasi pelayanan dilaksanakan
sejak pasien masuk sampai dengan pasien keluar dari Rumah Sakit
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan klien
Adanya monitoring dan evaluasi program melalui pengumpulan data kinerja seperti
pelaporan insiden, sehingga ada proses perbaikan program atau muncul program baru
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pesien
Pimpinan ikut berperan dalam mendorong penerapan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dan menjamin berlangsungnya program keselamatan
pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Adanya program pendidikan dan pelatihan bagi seluruh staf Rumah Sakit mengenai
keselamatan pasien sesuai tugasnya masing-masing dan memberikan pedoman yang jelas
mengenai pelaporan insiden
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Adanya manajemen informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai hal yang terkait
dengan keselamatan pasien.
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien maka Unit / Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Muhammadiyah kalikapas Lamongan melaksanakan Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yang terdiri dari: