Bab Ii: John Salindebo, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakaeta 1993, Hlm. 23
Bab Ii: John Salindebo, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakaeta 1993, Hlm. 23
Bab Ii: John Salindebo, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakaeta 1993, Hlm. 23
yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(selanjutnya ditulis UUPA). Tanah menurut UUPA adalah sebuah permukaan bumi saja
dalam hal ini ditegaskan di dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA adalah sebagai berikut : “Atas dasar
hak menguasai negara ditentukannya adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang
disebutkan tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun
Dan diperjelas dengan penjelasan umum II ayat (1) UUPA : “Ditegaskan bahwa hak
milik yang dapat dipunyai seseorang, baik sendiri maupun bersama-bersama dengan orang
lain atas bagian dari bumi Indonesia. Dalam hal ini hanya permukaan bumi sajalah yang
disebut sebagai tanah yang dapat dihaki oleh seseorang, jadi siapa saja hanya berhak atas
permukaan buminya saja itupun dengan memperhatikan tata ruang dan kelestarian lingkungan
Jika seseorang memiliki hak atas tanah yang merupakan hak milik maka hak atas tanah
tersebut merupakan hak yang paling sempurna dan terpenuh sifat kewenangannya di banding
dengan hak-hak lain yang ada dan berlaku sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan agrarian di Indonesia. Tetap saja apabila ditemukan benda peninggalan bersejarah
1
John Salindebo, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakaeta 1993, Hlm. 23
atau barang-barang tambah dan benda-benda berharga lainnya walaupun itu didalam tubuh
bumi. Hak atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum yang
meliputi atas permukaan bumi saja. Sedangkan, hak dalam mempergunakan tanah adalah hak
yang diberikan oleh negara kepada badan hukum Indonesia dan eksploitasi serta penelitian
untuk mengambil manfaat ekonomi dan manfaat-manfaat lainnya dari alam Indonesia yang
bertujuan untuk kepentingan ekonomi yang pada akhirnya baik langsung maupun tidak
langsung akan mensejahterakan rakyat dan demi terwujudnya kemakmuran secara nasional
Sebelum melangkah kepada pengertian hak milik atas tanah maka perlu di pahami
terlebih dahulu mengenai pengertian hak atas tanah terlebih dahulu. Adapun yang
dimaksudkan dengan hak tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang
mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. 3
Kata “menggunakan” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk
pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan.
Mengenai wewenang Soedikno Mertokusumo membagi wewenang menjadi 2 (dua) hal antara
lain :
a. Wewenang umum, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya
tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan peraturan
2
Dyra Radhite Oryza Fea, Panduan Mengurus Tanah dan Perizinannya, Legality Yogyakarta.2008
3
Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Karunika Universitas Terbuka, Jakarta 1988,
Hlm.09
b. Wewenang khusus, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai tanggung jawab untuk
menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya misalnya wewenang
pada tanah Hak Milik adalah didapat untuk kepentingan pertanian dan mendirikan
bangunan, wewenang, pada tanah hak guna bangunan adalah tanah yang hanya untuk
mendirikan atau mempunyai bangunan hak atas tanah yang bukan miliknya untuk
1. Hak milik
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
lain atau badan hukum atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Berdasarkan pada UUPA
Pasal 20 disebutkan bahwa : “sifat-sifat Hak Milik yang membedakan dan hak lainnya.” Hak
milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah dan
dalam pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak tersebut merupakan hak yang mutlak, tidak
terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom seperti yang telah dirumuskan
di dalam Pasal 571 KUHPer. Sifat demikian bertentangan dengan sifat-sifat hukum adat dan
fungsi sosial dari tiap-tiap hak dan kata ”terkuat dan terpenuhi” mempunyai maksud untuk
membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai lainnya yaitu untuk
menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki hak inilah yang terkuat
dan terpenuhi.
Selanjutnya, dalam sebuah objek kajian atas tanah menurut Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 5 Yang dimana di dalam landasan yang adil daripada hak
milik (baik atas tanah maupun atas barang-barang dan hak-hak lain) yakni adalah Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945 jadi secara yuridis formil, hak perseorangan ada dan diakui
4
Ibid.Hlm. 55
5
Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Baru, PT. Alumni,
Bandung 2006. Hlm. 46
oleh negara. Dalam hal ini di buktikan antara lain dengan adanya Peraturan Dasar Undang-
undang Pokok Agraria yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. Hak milik
atas tanah dalam pengertian sekarang sebagaimana diatur didalam UUPA Nomor 5 Tahun
1960 pada Pasal 20 ayat (1) adalah sebagai berikut : “Hak milik adalah hak yang turun
temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat
ketentuan di dalam Pasal 6 dari UUPA yang dimana semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial yang terkuat dan terpenuh disini tidak berarti hak milik merupakan hak yang mutlak,
tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan
dengan hak-hak atas tanah lainnya yang dimiliki oleh individu atau dengan perkataan lain
bahwa hak milik yang merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh diantara semua hak-
hak atas tanah lainnya6. Jadi harus diingat kembali bahwa kepentingan umum seperti yang
telah diuraikan pada Pasal 6 UUPA tadi jadi hak milik ini harus mempunyai fungsi
kemasyarakatan yang memberikan berbagai hak bagi orang lain. Terjadinya hak milik
menurut Pasal 22 hak milik terjadi karena menurut hukum adat, Penetapan Pemerintah dan
Undang-Undang, dengan terjadinya hak milik ini maka timbullah hubungan antara subjek
dengan bidang tanah tertentu yang isi, sifat dan ciri-cirinya sebagai yang diuraikan diatas,
maka tanah yang sebelum itu berstatus tanah negara atau tanah hak lain dalam hal ini tanah
Dengan demikian, maka pengertian terkuat sepertin yang dirumuskan di dalam Pasal
571 KUHPer berlainan dengan Pasal 270 UUPA yang dimana Hak Milik (HM) berdasarkan
Pasal 20 ayat (1) adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai
orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa : “hak
milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Maka dalam hal ini Boedi Harsono
6
Ibid. Hlm. 45
mendefiniskan hak milik adalah hak yang turun temurun dan memberi kewenangan untuk
menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang
Turun temurun artinya hak itu dapat diwariskan berturut-turut berdasarkan derajatnya
atau hak itu menjadi tiada atau memohon kembali ketika terjadi perpindahan tangan.
3. Hak milik memberi wewenang kepada yang mempunyai paling luas dibandingkan dengan
hak lain.
Tentang sifat hak milik memang dibedakan dengan hak-hak lainnya seperti yang telah
disebutkan dalam Pasal 20 UUPA diatas maka dalam pemberian ini tidak berarti bahwa hak
itu merupakan hak mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Sifat demikian
sangat bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari setiap hak, kata-kata
terkuat dan terpenuhi hanyalah dimaksudkan untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak
bangunan dan hak pakai dan lain-lain. Adapun hak milik menurut Pasal 21 UUPA yaitu :
Dalam hal ini tidak dibedakan antara warga negara asli dengan keturunan asing;
Hak Guna Usaha (HGU) adalah singkatan dari Hak Guna Usaha yang sesuai dengan
UU. Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) HGU adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Seseorang atau
badan usaha yang memiliki sertifikat HGU dari pemerintah berarti diberikan izin untuk
mengelola sebidang tanah dengan tujuan tertentu. HGU adalah hak untuk mengusahakan
tanah yang dikontrol secara langsung oleh negara untuk waktu tertentu yang dapat diberikan
perusahan yang berusaha didalam bidang pertanian, perikanan atau peternakan. HGU dapat
Didalam UUPA No. 5 Tahun 1960 pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa hak guna
usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam
jangka waktu sebagaiman tersebut diatur di dalam Pasal 29 UUPA guna perusahan, pertanian,
perikanan atau peternakan. Adapun subjek yang dapat memgang hak guna usaha yang telah
diatur di dalam Pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum dapat menjadi pemegang ha
katas tanah yaitu : a) Warga Negara Indonesia; b) Badan Hukum Indonesia. Hak guna usaha
tidak dapat dipunyai oleh orang asing bahkan hukum yang dapat mempunyai hak itu hanyalah
badan-badan hukum yang bermodalkan nasional yang progresif baik asli maupun tidak asli.
Bagi badan-badan hukum yang bermodal asing hak guna usaha hanya dibuka kemungkinanya
untuk diberikan jika hal itu diperlukan oleh UU yang mengatur pembangunan nasional
semesta berencana.
9
S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, PT. Grasindo, Jakarta, 2005, hlm. 14
Ketentuan mengenai HGU dapat diatur dalam Pasal 16 UUPA ayat (1) huruf b secara
khusus diatur dalam Pasal 28-34 UUPA dan menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA ketentuan lebih
Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai atas Tanah dan
lebih khusus diatur dala Pasal 2-18. HGU terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih
dan dialihkan kepada pihak lain maka dalam penjelasan UUPA telah diakui dengan sendirinya
bahwa HGU ini merupakan hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan masyarakat moderen
dan hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasi langsung oleh negara. Perlu dijelaskan
lagi bahwa HGU bukan hak erfact dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) hak
guna bangunan bukan hak opstal. Ciri-ciri dari HGU adalah : a) hak atas tanah yang kuat,
dapat beralih dan dialihkan; b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan hutang dan dapat
dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah; c) untuk keperluan usaha pertanian.
Objek tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah tanah negara, Tanah
negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan belum atau tidak terdapat hak-
hak lain diatas tanah tersebut. Maka dengan demikian, jika seseorang ingin memiliki hak guna
usaha maka harus mengajukan permohonan pemberian hak guna usaha ke badan pertanahan
nasional apabila semua persyaratan permohonan hak guna usaha tersebut dipenuhi maka
badan pertanahan nasional menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH). SPKH ini
wajib didaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku
dan diterbitkan sertifikat sebagai bukti haknya. Sedangkan, untuk ketentuan tentang jangka
waktu pemberian Hak Guna Usaha dapat ditemukan didalam ketentuan Pasal 29 UUPA
3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahannya jangka waktu yang
dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini diperpanjang dengan waktu paling lama 25
tahun.
Selain itu, pemegang hak guna usaha diberikan hak dan kewajiban hak pemegang hak
1) Pemegang hak guna usaha tersebut berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang
diberikan dengan hak guna usaha untuk melakukan usaha dibidang pertanian,
2) Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya diatas tanah yang
diberikan hak guna usaha untuk mendukung usaha sebagai mana yang dimakusdkna
dalam ayat (1) dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3) Mengusahakan sendiri tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha
Hapusnya hak guna usaha disebutkan di dalam pasal 34 UUPA hak guna usaha dihapus
karena :
e. Ditelantarkan;
f. Tanahnya musnah;
Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksudkan dengan Hak Guna
Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan apabila diperlukan
dapat diperpanjang lagi selama 20 tahun. Dalam Pasal 37 UUPA menjelaskan tentang
terjadinya hak guna bangunan yaitu disebabkan oleh : a) mengenai tanah yang dikuasai
langsung oleh negara yaitu karena penetapan pemerintah; b) mengenai tanah milik yaitu
karena sebuah perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan
dengan pihak yang akan memperoleh. Bangunan penggunaan tanah bukan untuk pertanian,
perikanan atau peternakan melainkan untuk bangunan oleh karena itu, baik tanah negara atau
tanah milik seseorang atau badan hukum dapat diberikan dengan hak guna bangunan. 10
1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam
4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara,
pemegang hak pengelolahan atau pemegang hak milik sesudah HGB itu dihapus;
5) Menyerahkan sertifikat hak gunan bangunan yang telah hapus kepada kepala kantor;
6) Pertanahan.
2) Diberhentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi;
5) Ditelantarkan;
6) Tanahnya musnah.
4. Hak Pakai
Dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA hak pakai merupakan hak untuk menggunakan atau
memunggut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan di dalam keputusan pemberiannya
oleh penjabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya. Yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolahan tanah segala
Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya
dipergunakannya untuk keperluan yang tertentu dengan cuma-cuma dengan pembayaran atau
pemberian jasa berupa apapun. Dalam Pasal 42 UUPA dijelaskan bahwa : “hak pakai dapat
diberikan kepada warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
5. Hak Sewa
Pengertian hak sewa atas tanah adalah hak yang memberi wewenang untuk
menggunakan tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap
waktu tertentu. Peraturan dasar hak sewa diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 45 UUPA. Di dalam
hukum adat hak sewa sering disebut dengan “Jual Tahunan.” hak sewa atas tanah mempunyai
a. bersifat pribadi dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin dari pemiliknya;
b. dapat diperjanjikan dalam hubungan sewa putus bila penyewa meninggal dunia;
e. dapat dilepaskan;
f. tidak perlu didaftarkan cukup dengan perjanjian yang dituangkan diatas akta otentik atau
Yang berhak mendapat hak sewa atas tanah menurut Pasal 45 UUPA adalah :
3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
Dalam jangka waktu hak sewa atas tanah tergantung perjanjian dengan memperhatikan
Pasal 26 ayat (2) UUPA yaitu : “setiap jual-beli, penukaran, penghibaan, pemberian dengan
wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping
hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud di dalam Pasal 21 ayat (2) adalah
batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara dengan ketentuan bahwa pihak-pihak
lain yang membebaninya tetap langsung serta pembayarannya yang telah diterima oleh
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan
oleh masyarakat Indonesia salah satunya ialah tanah. Tanah merupakan suatu hal yang sangan
dibutuhkan oleh manusia baik untuk kehidupan masyarakat untuk mendirikan bangunan
diatasnya atau bahkan untuk keperluan lain yang menyangkut soal tanah sebagai modal
utamanya. Saat ini tanah mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga menjadi
kewajiban setiap orang untuk memelihara dan mempertahankan eksitensi sebagai benda yang
bernilai ekonomis selain itu juga tanah bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan namun,
tanah juga sering menimbulkan berbagai persoalan bagi manusia sehingga dalam
penggunaanya perlu dikendalikan dengan baik agar tidak menimbulkan masalah dalam
kehidupan masyarakat.11
Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksudkan dengan Hak Guna
Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan apabila diperlukan
dapat diperpanjang lagi selama 20 tahun. Dalam Pasal 37 UUPA menjelaskan tentang
11
Winahyu Erwiningsih, Op.Cit. Hlm. 278
terjadinya hak guna bangunan yaitu disebabkan oleh : a) mengenai tanah yang dikuasai
langsung oleh negara yaitu karena penetapan pemerintah; b) mengenai tanah milik yaitu
karena sebuah perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan
dengan pihak yang akan memperoleh. Bangunan penggunaan tanah bukan untuk pertanian,
perikanan atau peternakan melainkan untuk bangunan oleh karena itu, baik tanah negara atau
tanah milik seseorang atau badan hukum dapat diberikan dengan hak guna bangunan.
Hak Guna Usaha adalah singkatan dari HGU yang sesuai dengan UU. Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah
yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Seseorang atau badan usaha yang
memiliki sertifikat HGU dari pemerintah berarti diberikan izin untuk mengelola sebidang
tanah dengan tujuan tertentu. HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikontrol
secara langsung oleh negara untuk waktu tertentu yang dapat diberikan perusahan yang
berusaha didalam bidang pertanian, perikanan atau peternakan. HGU dapat digunakan sebagai
UUPA No. 5 Tahun 1960 pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa hak guna usaha
adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka
waktu sebagaiman tersebut diatur di dalam Pasal 29 UUPA guna perusahan, pertanian,
perikanan atau peternakan. Adapun subjek yang dapat memegang hak guna usaha yang telah
diatur di dalam Pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum dapat menjadi pemegang
hak atas tanah yaitu : a) Warga Negara Indonesia; b) Badan Hukum Indonesia. HGU tidak
dapat dipunyai oleh orang asing bahkan hukum yang dapat mempunyai hak itu hanyalah
badan-badan hukum yang bermodalkan nasional yang progresif baik asli maupun tidak asli.
12
S. Chandra, Op.Cit. Hlm 20
Bagi badan-badan hukum yang bermodal asing HGU hanya dibuka kemungkinanya untuk
diberikan jika hal itu diperlukan oleh UU yang mengatur pembangunan nasional semesta
berencana. Di dalam ketentuan mengenai HGU dapat diatur dalam Pasal 16 UUPA ayat (1)
huruf b secara khusus diatur dalam Pasal 28-34 UUPA dan menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA
ketentuan lebih lanjut mengenai HGU diatur didalam peraturan perundang-undangan yaitu PP
Nomor. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai atas
Tanah dan lebih khusus diatur dala Pasal 2-18. HGU terbatas daya berlakunya walaupun
dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain maka dalam penjelasan UUPA telah diakui
dengan sendirinya bahwa HGU ini merupakan hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan
masyarakat modern dan hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasi langsung oleh
negara. Perlu dijelaskan lagi bahwa HGU bukan hak erfact dari Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPer) hak guna bangunan bukan hak opstal. Ciri-ciri dari HGU adalah : a) hak
atas tanah yang kuat, dapat beralih dan dialihkan; b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan
hutang dan dapat dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah; c) untuk keperluan usaha
pertanian.
Ketentuan mengenai HGU dapat diatur dalam Pasal 16 UUPA ayat (1) huruf b secara
khusus diatur dalam Pasal 28-34 UUPA dan menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA ketentuan lebih
Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai atas Tanah dan
lebih khusus diatur dala Pasal 2-18. HGU terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih
dan dialihkan kepada pihak lain maka dalam penjelasan UUPA telah diakui dengan sendirinya
bahwa HGU merupakan hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan
hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasi langsung oleh negara. Perlu dijelaskan lagi
bahwa HGU bukan hak erfact dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) hak guna
bangunan bukan hak opstal. Ciri-ciri dari HGU adalah : a) hak atas tanah yang kuat, dapat
beralih dan dialihkan; b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan hutang dan dapat
dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah; c) untuk keperluan usaha pertanian.
Menurut Kamus Hukum keabsahan dijelaskan dalam berbagai Bahasa antara lain adalah
ratify to acknowledge yaitu yang artinya mengesahkan, atau pengesahan suatu hal sebagai
Kamus Hukum di atas berarti sesuatu yang pasti. Keabsahan hukum lebih menekan pada
kepercayaan masyarakat pada sumber nyata dapat dilihat dan buktinya secara kasat mata.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebasahahan merupakan suatu hal yang
pasti yang telah ada dan berlaku. Sedangkan keabsahan hukum adalah aturan hukum yang
UUPA No. 5 Tahun 1960 pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa HGU adalah hak
untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu
sebagaiman tersebut diatur di dalam Pasal 29 UUPA guna perusahan, pertanian, perikanan
atau peternakan. Adapun subjek yang dapat memgang hak guna usaha yang telah diatur di
dalam Pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum dapat menjadi pemegang hak atas
tanah yaitu :
13
Vanpramody Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1977, hlm.252
b) Badan Hukum Indonesia.
HGU tidak dapat dipunyai oleh orang asing bahkan hukum yang dapat mempunyai hak
itu hanyalah badan-badan hukum yang bermodalkan nasional yang progresif baik asli maupun
b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan hutang dan dapat dilepaskan oleh yang
HGU atas hak Ulayat masyarakat hukum adat yang terjadi di Indonesia sampai saat ini
juga terjadi pada masyarakat hukum adat di Desa Siatele yang dapat diuraikan sebagai berikut
: “terjadinya sengketa tanah milik marga ipanama yang berdasarkan surat pernyataan dan
surat keterangan yang dibuat pada tahun 1987 antara Kepela Desa Siatele dan Kepala Desa
Pasahari dengan pihak PT. SDW untuk memanfaatkan lahan dengan luasan = 4000 Ha di
tersebut tidak adanya batas pemanfaatan/penggunaan lahan, sesuai pada pasal 8 ayat (1) PP
No 40 Tahun 1996. Maka perbuatan yang tergolong palik dari PT. OLAM, yang mana
melakukan aktitas perusahan di lahan HGU pada tahun 2013 yang bergerak dibidang
Perkebunan Cokelat/Cocoa Plantations, kegiatan tersebut tidak diketahi oleh maga ipanama.
PT. SDW sebagai pihak ke-2 telah mengalikan lahan HGU kepada PT. OLAM setelah masa
kontrak kerjanya selesai di Tahun 2013 dan PT. OLAM kembali melanjutkan kontrak kerja
selama 25 tahun kedepannya. Sebelumnya tidak ada pembicaraan kedua bela pihak dengan
marga Ipanama untuk melanjutkan kontrak, adanya pembicaraan yang terjadi antara pihak ke-
2 ke pihak pertama terkait dengan penyelesaian lahan kandang sapi dari pihak pertama seluas
= 290 Ha yang berada di desa siatale kecamatan seram utara kabupaten maluku tengah. Oleh
karena itu dengan ketidak absahan pada akta notaris yang dibuat oleh pemerintah dapat
dikatakan sebagai cacat secara hukum, berbanding terbalik dengan UUPA Pasal 8 dan Pasal
16 ayat (1) butir (a) pemerintah tidak dengan tegasnya menyikapi hak masyarakat
sebagaimana yang telah tercantum pada Pasal 2 ayat (2) UUPA yaitu kesejahteraan dan
pemilikan dan pemanfaatan tanah. Jadi, dalam hal ini pemerintah harus lebih teliti dan jeli lagi
dalam penanganan kasus-kasus pada kalangan masyarakat dalam mendapat hak tersebut.
PT. SDW memerlukan lahan untuk pekerjaan industri guna untuk mendukung
tersedianya pemasukan bahan yang memadai dan meningkatkan produksi. Maka dari itu, PT.
SDW sendiri telah mengalami kesulitan dalam pengajuan permohonan ijin perolehan hak atas
tanah untuk lokasi di kecamatan seram utara di desa siatele maka dari itu pemerintah
mengarahkan agar perusahan PT. SDW dapat bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk
mengajukan permohonan ijin perolehan hak atas tanah (HGU). Dalam melakukan kerjasama
dengan masyarakat maka permasalahan yang muncul adalah perjanjian pengelolahan HGU
atas masyarakat dengan PT. SDW tentang bagaimana pelaksanaanya, kendalanya serta
karena terdapat tanah masyarakat yang termasuk dalam luasan tanah HGU yang telah
diberikan kepada PT. SDW dan PT. OLAM hal ini yang menyebabkan terjadinya sengketa
antara masyarakat dengan PT. SDW dan PT. OLAM yang menyebabkan perpecahan antara
ketiganya. Awalnya tanah ini merupakan sebuah lahan milik warga marga Ipanama dan lahan
ini merupakan lahan HGU dari warga marga Ipanama yang kemudian diberikan perjanjian
kontrak bersama dengan PT. SDW yang berakirnya pada tahun 2013 dan setelah selesai masa
kontrak dari PT. SDW yang kemudian dilanjutkan oleh PT. OLAM. Tetapi, didalam proses
kelanjutan masa kontrak antara PT SDW dan PT OLAM ini tidak diketahui oleh warga marga
Ipanama yang mana telah dilakukan, upaya dalam penyelesaian sengketa tanah antara warga
marga ipanama dengan PT. SDW dan PT. OLAM perlu didukung oleh pemerintah dan BPN
Pemerintah harus lebih teliti lebih dalam untuk penanganan kasus-kasus pada kalangan
masyarakat untuk mendapat hak tersebut. Oleh karena itu, upaya dalam penyelesaian sengketa
antara PT SDW, PT. OLAM Indonesia dengan masyarakat setempat di Desa Siatele sangat
perlu di dukung oleh BPN RI yang dimana sebagai lembaga yang bergerak di bidang
pertanahan yang selalu mengedepankan rasa keadilan dan mencari solusi terbaik dalam setiap
penyelesaian sengketa pertanahan. Karena hal ini sangatlah penting dilakukan agar
terciptanya kenyamanan dan keamanan bagi setiap masyarakat dan pemerintah harus melihat
segala kemungkinan yang akan timbul bagi masyarakat agar memperolehan hak dan
Keabsahan dalam sebuah pemberian hak atas tanah melalui surat keputusan (SK) maka
sebuah pemberian hak atas tanah yang dikeluarkan oleh BPN RI merupakan salah satu cara
bagi subjek hukum untuk dapat memperoleh suatu hak atas tanah di Indonesia seperti
masyarakat Desa Siatele. SK tersebut merupakan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersegi satu atau sepihak karena tidak memerluka persetujuan dari pihak lain didalam sebuah
penetapannya. Terkait dengan penerbitan SK tersebut oleh BPN RI diatur di dalam Pasal 7 PP
No. 34 Tahun 2016 tentang Penghasilan Pajak Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas
Tanah dan Bangunan dan Perjanjian Peningkatan Jual Beli Atas Tanah dan Bangunan berserta
Perubahannya (PP PPh) telah menegaskan bahwa : “Kementrian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan dalam pemberian
hak, pengakuan hak dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan
surat setoran pajak atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat
setoran pajak sebagaimana dimaksudkan di dalam Pasal 3 ayat (5) bahwa pejabat yang
berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan atau risalah lelang atas
pengalihan hak atas tanah dan/atau bagunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi
atau badan dimaksud bahwa kewajiban seperti dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan
menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang
disarankan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan telah dilakukan penelitian oleh