Bab Ii: John Salindebo, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakaeta 1993, Hlm. 23

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB II

Keabsahan Hak Guna Usaha

Setelah Berakhirnya Masa Kontrak

A. Hak Atas Tanah Menurut Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia

Indonesia memiliki Undang-undang Nasional yang mengatur mengenai pertanahan

yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(selanjutnya ditulis UUPA). Tanah menurut UUPA adalah sebuah permukaan bumi saja

dalam hal ini ditegaskan di dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA adalah sebagai berikut : “Atas dasar

hak menguasai negara ditentukannya adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang

disebutkan tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun

bersama serta badan hukum lainnya.”

Dan diperjelas dengan penjelasan umum II ayat (1) UUPA : “Ditegaskan bahwa hak

milik yang dapat dipunyai seseorang, baik sendiri maupun bersama-bersama dengan orang

lain atas bagian dari bumi Indonesia. Dalam hal ini hanya permukaan bumi sajalah yang

disebut sebagai tanah yang dapat dihaki oleh seseorang, jadi siapa saja hanya berhak atas

permukaan buminya saja itupun dengan memperhatikan tata ruang dan kelestarian lingkungan

hidup yang mendasarkan kepada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan yang

ketentuannya diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.”1

Jika seseorang memiliki hak atas tanah yang merupakan hak milik maka hak atas tanah

tersebut merupakan hak yang paling sempurna dan terpenuh sifat kewenangannya di banding

dengan hak-hak lain yang ada dan berlaku sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan agrarian di Indonesia. Tetap saja apabila ditemukan benda peninggalan bersejarah

1
John Salindebo, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakaeta 1993, Hlm. 23
atau barang-barang tambah dan benda-benda berharga lainnya walaupun itu didalam tubuh

bumi. Hak atas tanah adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan hukum yang

meliputi atas permukaan bumi saja. Sedangkan, hak dalam mempergunakan tanah adalah hak

yang diberikan oleh negara kepada badan hukum Indonesia dan eksploitasi serta penelitian

untuk mengambil manfaat ekonomi dan manfaat-manfaat lainnya dari alam Indonesia yang

bertujuan untuk kepentingan ekonomi yang pada akhirnya baik langsung maupun tidak

langsung akan mensejahterakan rakyat dan demi terwujudnya kemakmuran secara nasional

yang mewilayahi haknya, meliputi tubuh bumi, ruang angkasa. 2

Sebelum melangkah kepada pengertian hak milik atas tanah maka perlu di pahami

terlebih dahulu mengenai pengertian hak atas tanah terlebih dahulu. Adapun yang

dimaksudkan dengan hak tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada yang

mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. 3

Kata “menggunakan” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk

kepentingan mendirikan bangunan. Sedangkan kata “mengambil manfaat” mengandung

pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan.

Mengenai wewenang Soedikno Mertokusumo membagi wewenang menjadi 2 (dua) hal antara

lain :

a. Wewenang umum, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk

menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya

sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan

tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan peraturan

hukum lain yang lebih tinggi;

2
Dyra Radhite Oryza Fea, Panduan Mengurus Tanah dan Perizinannya, Legality Yogyakarta.2008
3
Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Karunika Universitas Terbuka, Jakarta 1988,
Hlm.09
b. Wewenang khusus, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai tanggung jawab untuk

menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya misalnya wewenang

pada tanah Hak Milik adalah didapat untuk kepentingan pertanian dan mendirikan

bangunan, wewenang, pada tanah hak guna bangunan adalah tanah yang hanya untuk

mendirikan atau mempunyai bangunan hak atas tanah yang bukan miliknya untuk

kepentingan usaha di bidang pertanian, perikanan, perternakan, dan perkebunan.4

1. Hak milik

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang

lain atau badan hukum atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Berdasarkan pada UUPA

Pasal 20 disebutkan bahwa : “sifat-sifat Hak Milik yang membedakan dan hak lainnya.” Hak

milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah dan

dalam pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak tersebut merupakan hak yang mutlak, tidak

terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom seperti yang telah dirumuskan

di dalam Pasal 571 KUHPer. Sifat demikian bertentangan dengan sifat-sifat hukum adat dan

fungsi sosial dari tiap-tiap hak dan kata ”terkuat dan terpenuhi” mempunyai maksud untuk

membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai lainnya yaitu untuk

menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki hak inilah yang terkuat

dan terpenuhi.

Selanjutnya, dalam sebuah objek kajian atas tanah menurut Pasal 9 Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 5 Yang dimana di dalam landasan yang adil daripada hak

milik (baik atas tanah maupun atas barang-barang dan hak-hak lain) yakni adalah Pancasila

dan Undang-undang Dasar 1945 jadi secara yuridis formil, hak perseorangan ada dan diakui
4
Ibid.Hlm. 55
5
Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Baru, PT. Alumni,
Bandung 2006. Hlm. 46
oleh negara. Dalam hal ini di buktikan antara lain dengan adanya Peraturan Dasar Undang-

undang Pokok Agraria yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. Hak milik

atas tanah dalam pengertian sekarang sebagaimana diatur didalam UUPA Nomor 5 Tahun

1960 pada Pasal 20 ayat (1) adalah sebagai berikut : “Hak milik adalah hak yang turun

temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat

ketentuan di dalam Pasal 6 dari UUPA yang dimana semua hak atas tanah mempunyai fungsi

sosial yang terkuat dan terpenuh disini tidak berarti hak milik merupakan hak yang mutlak,

tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan

dengan hak-hak atas tanah lainnya yang dimiliki oleh individu atau dengan perkataan lain

bahwa hak milik yang merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh diantara semua hak-

hak atas tanah lainnya6. Jadi harus diingat kembali bahwa kepentingan umum seperti yang

telah diuraikan pada Pasal 6 UUPA tadi jadi hak milik ini harus mempunyai fungsi

kemasyarakatan yang memberikan berbagai hak bagi orang lain. Terjadinya hak milik

menurut Pasal 22 hak milik terjadi karena menurut hukum adat, Penetapan Pemerintah dan

Undang-Undang, dengan terjadinya hak milik ini maka timbullah hubungan antara subjek

dengan bidang tanah tertentu yang isi, sifat dan ciri-cirinya sebagai yang diuraikan diatas,

maka tanah yang sebelum itu berstatus tanah negara atau tanah hak lain dalam hal ini tanah

hak bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai.

Dengan demikian, maka pengertian terkuat sepertin yang dirumuskan di dalam Pasal

571 KUHPer berlainan dengan Pasal 270 UUPA yang dimana Hak Milik (HM) berdasarkan

Pasal 20 ayat (1) adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai

orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa : “hak

milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Maka dalam hal ini Boedi Harsono
6
Ibid. Hlm. 45
mendefiniskan hak milik adalah hak yang turun temurun dan memberi kewenangan untuk

menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang

tidak ada larangan khusus untuk itu.7

Turun temurun artinya hak itu dapat diwariskan berturut-turut berdasarkan derajatnya

atau hak itu menjadi tiada atau memohon kembali ketika terjadi perpindahan tangan.

Sedangkan, terkuat memiliki beberapa hal diantaranya. 8 :

1. Jangka waktu memiliki hak terbatas;

2. Hak yang terdaftar dan adanya tanda bukti hak;

3. Hak milik memberi wewenang kepada yang mempunyai paling luas dibandingkan dengan

hak lain.

4. Hak milik merupakan induk dari hak-hak lain;

5. Hak milik tidak berinduk pada hak-hak lain;

6. Dilihat dari peruntukannya hak milik tidak terbatas.

Tentang sifat hak milik memang dibedakan dengan hak-hak lainnya seperti yang telah

disebutkan dalam Pasal 20 UUPA diatas maka dalam pemberian ini tidak berarti bahwa hak

itu merupakan hak mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Sifat demikian

sangat bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari setiap hak, kata-kata

terkuat dan terpenuhi hanyalah dimaksudkan untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak

bangunan dan hak pakai dan lain-lain. Adapun hak milik menurut Pasal 21 UUPA yaitu :

1) Warga negara Indonesia

Dalam hal ini tidak dibedakan antara warga negara asli dengan keturunan asing;

2) Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah


7
Boedi Harsono, Op.Cit. Hlm. 292
8
AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni 1998. Hlm. 70
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 Tentang

Penunjukkan Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik.

2. Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha (HGU) adalah singkatan dari Hak Guna Usaha yang sesuai dengan

UU. Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) HGU adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Seseorang atau

badan usaha yang memiliki sertifikat HGU dari pemerintah berarti diberikan izin untuk

mengelola sebidang tanah dengan tujuan tertentu. HGU adalah hak untuk mengusahakan

tanah yang dikontrol secara langsung oleh negara untuk waktu tertentu yang dapat diberikan

perusahan yang berusaha didalam bidang pertanian, perikanan atau peternakan. HGU dapat

digunakan sebagai kolateral pinjaman dengan menambahkan hak tanggungannya. 9

Didalam UUPA No. 5 Tahun 1960 pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa hak guna

usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam

jangka waktu sebagaiman tersebut diatur di dalam Pasal 29 UUPA guna perusahan, pertanian,

perikanan atau peternakan. Adapun subjek yang dapat memgang hak guna usaha yang telah

diatur di dalam Pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum dapat menjadi pemegang ha

katas tanah yaitu : a) Warga Negara Indonesia; b) Badan Hukum Indonesia. Hak guna usaha

tidak dapat dipunyai oleh orang asing bahkan hukum yang dapat mempunyai hak itu hanyalah

badan-badan hukum yang bermodalkan nasional yang progresif baik asli maupun tidak asli.

Bagi badan-badan hukum yang bermodal asing hak guna usaha hanya dibuka kemungkinanya

untuk diberikan jika hal itu diperlukan oleh UU yang mengatur pembangunan nasional

semesta berencana.

9
S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, PT. Grasindo, Jakarta, 2005, hlm. 14
Ketentuan mengenai HGU dapat diatur dalam Pasal 16 UUPA ayat (1) huruf b secara

khusus diatur dalam Pasal 28-34 UUPA dan menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA ketentuan lebih

lanjut mengenai HGU diatur didalam peraturan perundang-undangan yaitu PP Nomor. 40

Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai atas Tanah dan

lebih khusus diatur dala Pasal 2-18. HGU terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih

dan dialihkan kepada pihak lain maka dalam penjelasan UUPA telah diakui dengan sendirinya

bahwa HGU ini merupakan hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan masyarakat moderen

dan hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasi langsung oleh negara. Perlu dijelaskan

lagi bahwa HGU bukan hak erfact dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) hak

guna bangunan bukan hak opstal. Ciri-ciri dari HGU adalah : a) hak atas tanah yang kuat,

dapat beralih dan dialihkan; b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan hutang dan dapat

dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah; c) untuk keperluan usaha pertanian.

Objek tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah tanah negara, Tanah

negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan belum atau tidak terdapat hak-

hak lain diatas tanah tersebut. Maka dengan demikian, jika seseorang ingin memiliki hak guna

usaha maka harus mengajukan permohonan pemberian hak guna usaha ke badan pertanahan

nasional apabila semua persyaratan permohonan hak guna usaha tersebut dipenuhi maka

badan pertanahan nasional menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH). SPKH ini

wajib didaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku

dan diterbitkan sertifikat sebagai bukti haknya. Sedangkan, untuk ketentuan tentang jangka

waktu pemberian Hak Guna Usaha dapat ditemukan didalam ketentuan Pasal 29 UUPA

didalam rumusan pasal tersebut disebutkan bahwa :

1) Hak guna usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun;


2) Untuk perusahan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna

usaha untuk waktu paling lama 35 tahun;

3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahannya jangka waktu yang

dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini diperpanjang dengan waktu paling lama 25

tahun.

Selain itu, pemegang hak guna usaha diberikan hak dan kewajiban hak pemegang hak

guna usaha adalah :

1) Pemegang hak guna usaha tersebut berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang

diberikan dengan hak guna usaha untuk melakukan usaha dibidang pertanian,

perkebunan, perikanan, dan peternakan;

2) Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya diatas tanah yang

diberikan hak guna usaha untuk mendukung usaha sebagai mana yang dimakusdkna

dalam ayat (1) dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan kepentingan masyarakat sekitar.

Sedangkan kewajiban dari pemegang hak guna usaha adalah :

1) Membayar uang pemasukan kepada negara;

2) Melaksanakan usaha pertanian, bangunan, perikanan dan peternakan sesuai peruntukkan

dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian hak;

3) Mengusahakan sendiri tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha

berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

Hapusnya hak guna usaha disebutkan di dalam pasal 34 UUPA hak guna usaha dihapus

karena :

a. Jangka waktunya berakhir;


b. Diberhentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi;

c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

d. Dicabut untuk kepentingan umum;

e. Ditelantarkan;

f. Tanahnya musnah;

g. Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2)

3. Hak Guna Bangunan

Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksudkan dengan Hak Guna

Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang

bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan apabila diperlukan

dapat diperpanjang lagi selama 20 tahun. Dalam Pasal 37 UUPA menjelaskan tentang

terjadinya hak guna bangunan yaitu disebabkan oleh : a) mengenai tanah yang dikuasai

langsung oleh negara yaitu karena penetapan pemerintah; b) mengenai tanah milik yaitu

karena sebuah perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan

dengan pihak yang akan memperoleh. Bangunan penggunaan tanah bukan untuk pertanian,

perikanan atau peternakan melainkan untuk bangunan oleh karena itu, baik tanah negara atau

tanah milik seseorang atau badan hukum dapat diberikan dengan hak guna bangunan. 10

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mengatur mengenai kewajiban dari

pemegang hak guna bangunan, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 yaitu :

1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam

keputusan pemberian haknya;

2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana

ditetapkan dalam keputusan perjanjian pemberiannya;


10
Ibid. Hlm. 275
3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga

kelesatrian lingkungan hidup;

4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara,

pemegang hak pengelolahan atau pemegang hak milik sesudah HGB itu dihapus;

5) Menyerahkan sertifikat hak gunan bangunan yang telah hapus kepada kepala kantor;

6) Pertanahan.

Hapusnya hak guna bangunan antara lain :

1) Jangka waktu telah berakhir;

2) Diberhentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi;

3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;

4) Dicabut untuk kepentingan umum;

5) Ditelantarkan;

6) Tanahnya musnah.

4. Hak Pakai

Dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA hak pakai merupakan hak untuk menggunakan atau

memunggut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain

yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan di dalam keputusan pemberiannya

oleh penjabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik

tanahnya. Yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolahan tanah segala

sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang.

Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya

dipergunakannya untuk keperluan yang tertentu dengan cuma-cuma dengan pembayaran atau

pemberian jasa berupa apapun. Dalam Pasal 42 UUPA dijelaskan bahwa : “hak pakai dapat
diberikan kepada warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia,

badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia

dan badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.”

5. Hak Sewa

Pengertian hak sewa atas tanah adalah hak yang memberi wewenang untuk

menggunakan tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa pada tiap-tiap

waktu tertentu. Peraturan dasar hak sewa diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 45 UUPA. Di dalam

hukum adat hak sewa sering disebut dengan “Jual Tahunan.” hak sewa atas tanah mempunyai

sifat dan ciri-ciri sebagai berikut :

a. bersifat pribadi dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin dari pemiliknya;

b. dapat diperjanjikan dalam hubungan sewa putus bila penyewa meninggal dunia;

c. tidak terputus bila Hak Milik dialihkan;

d. tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan:

e. dapat dilepaskan;

f. tidak perlu didaftarkan cukup dengan perjanjian yang dituangkan diatas akta otentik atau

akta bawah tangan.

Yang berhak mendapat hak sewa atas tanah menurut Pasal 45 UUPA adalah :

1. Warga Negara Indonesia;

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Dalam jangka waktu hak sewa atas tanah tergantung perjanjian dengan memperhatikan

Pasal 26 ayat (2) UUPA yaitu : “setiap jual-beli, penukaran, penghibaan, pemberian dengan
wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung

memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping

kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan

hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud di dalam Pasal 21 ayat (2) adalah

batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara dengan ketentuan bahwa pihak-pihak

lain yang membebaninya tetap langsung serta pembayarannya yang telah diterima oleh

pemilik tidak dapat dituntut kembali.”

B. Uraian Umum Tentang Hak Guna Usaha (HGU)

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan

oleh masyarakat Indonesia salah satunya ialah tanah. Tanah merupakan suatu hal yang sangan

dibutuhkan oleh manusia baik untuk kehidupan masyarakat untuk mendirikan bangunan

diatasnya atau bahkan untuk keperluan lain yang menyangkut soal tanah sebagai modal

utamanya. Saat ini tanah mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga menjadi

kewajiban setiap orang untuk memelihara dan mempertahankan eksitensi sebagai benda yang

bernilai ekonomis selain itu juga tanah bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan namun,

tanah juga sering menimbulkan berbagai persoalan bagi manusia sehingga dalam

penggunaanya perlu dikendalikan dengan baik agar tidak menimbulkan masalah dalam

kehidupan masyarakat.11

Menurut Pasal 35 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksudkan dengan Hak Guna

Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang

bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan apabila diperlukan

dapat diperpanjang lagi selama 20 tahun. Dalam Pasal 37 UUPA menjelaskan tentang

11
Winahyu Erwiningsih, Op.Cit. Hlm. 278
terjadinya hak guna bangunan yaitu disebabkan oleh : a) mengenai tanah yang dikuasai

langsung oleh negara yaitu karena penetapan pemerintah; b) mengenai tanah milik yaitu

karena sebuah perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan

dengan pihak yang akan memperoleh. Bangunan penggunaan tanah bukan untuk pertanian,

perikanan atau peternakan melainkan untuk bangunan oleh karena itu, baik tanah negara atau

tanah milik seseorang atau badan hukum dapat diberikan dengan hak guna bangunan.

Hak Guna Usaha adalah singkatan dari HGU yang sesuai dengan UU. Nomor 5 Tahun

1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah

yang dikuasai oleh negara dalam jangka waktu tertentu. Seseorang atau badan usaha yang

memiliki sertifikat HGU dari pemerintah berarti diberikan izin untuk mengelola sebidang

tanah dengan tujuan tertentu. HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikontrol

secara langsung oleh negara untuk waktu tertentu yang dapat diberikan perusahan yang

berusaha didalam bidang pertanian, perikanan atau peternakan. HGU dapat digunakan sebagai

kolateral pinjaman dengan menambahkan hak tanggungannya. 12

UUPA No. 5 Tahun 1960 pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa hak guna usaha

adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka

waktu sebagaiman tersebut diatur di dalam Pasal 29 UUPA guna perusahan, pertanian,

perikanan atau peternakan. Adapun subjek yang dapat memegang hak guna usaha yang telah

diatur di dalam Pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum dapat menjadi pemegang

hak atas tanah yaitu : a) Warga Negara Indonesia; b) Badan Hukum Indonesia. HGU tidak

dapat dipunyai oleh orang asing bahkan hukum yang dapat mempunyai hak itu hanyalah

badan-badan hukum yang bermodalkan nasional yang progresif baik asli maupun tidak asli.

12
S. Chandra, Op.Cit. Hlm 20
Bagi badan-badan hukum yang bermodal asing HGU hanya dibuka kemungkinanya untuk

diberikan jika hal itu diperlukan oleh UU yang mengatur pembangunan nasional semesta

berencana. Di dalam ketentuan mengenai HGU dapat diatur dalam Pasal 16 UUPA ayat (1)

huruf b secara khusus diatur dalam Pasal 28-34 UUPA dan menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA

ketentuan lebih lanjut mengenai HGU diatur didalam peraturan perundang-undangan yaitu PP

Nomor. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai atas

Tanah dan lebih khusus diatur dala Pasal 2-18. HGU terbatas daya berlakunya walaupun

dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain maka dalam penjelasan UUPA telah diakui

dengan sendirinya bahwa HGU ini merupakan hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan

masyarakat modern dan hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasi langsung oleh

negara. Perlu dijelaskan lagi bahwa HGU bukan hak erfact dari Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHPer) hak guna bangunan bukan hak opstal. Ciri-ciri dari HGU adalah : a) hak

atas tanah yang kuat, dapat beralih dan dialihkan; b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan

hutang dan dapat dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah; c) untuk keperluan usaha

pertanian.

Ketentuan mengenai HGU dapat diatur dalam Pasal 16 UUPA ayat (1) huruf b secara

khusus diatur dalam Pasal 28-34 UUPA dan menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA ketentuan lebih

lanjut mengenai HGU diatur didalam peraturan perundang-undangan yaitu PP Nomor. 40

Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai atas Tanah dan

lebih khusus diatur dala Pasal 2-18. HGU terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih

dan dialihkan kepada pihak lain maka dalam penjelasan UUPA telah diakui dengan sendirinya

bahwa HGU merupakan hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan

hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasi langsung oleh negara. Perlu dijelaskan lagi
bahwa HGU bukan hak erfact dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) hak guna

bangunan bukan hak opstal. Ciri-ciri dari HGU adalah : a) hak atas tanah yang kuat, dapat

beralih dan dialihkan; b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan hutang dan dapat

dilepaskan oleh yang mempunyai hak atas tanah; c) untuk keperluan usaha pertanian.

C. Keabsahan Hak Guna Usaha (HGU) Setelah Masa Kontrak Selesai

Menurut Kamus Hukum keabsahan dijelaskan dalam berbagai Bahasa antara lain adalah

convalesceren, convalescentie, yang memiliki makna sama dengan to validate, to lagalize, to

ratify to acknowledge yaitu yang artinya mengesahkan, atau pengesahan suatu hal sebagai

contoh adanya pengesahan rancangan undangan-undang yang diajukan. Keabsahan menurut

Kamus Hukum di atas berarti sesuatu yang pasti. Keabsahan hukum lebih menekan pada

kepercayaan masyarakat pada sumber nyata dapat dilihat dan buktinya secara kasat mata.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebasahahan merupakan suatu hal yang

pasti yang telah ada dan berlaku. Sedangkan keabsahan hukum adalah aturan hukum yang

telah berlaku, nyata dan pasti. 13

UUPA No. 5 Tahun 1960 pada Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa HGU adalah hak

untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu

sebagaiman tersebut diatur di dalam Pasal 29 UUPA guna perusahan, pertanian, perikanan

atau peternakan. Adapun subjek yang dapat memgang hak guna usaha yang telah diatur di

dalam Pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum dapat menjadi pemegang hak atas

tanah yaitu :

a) Warga Negara Indonesia;

13
Vanpramody Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1977, hlm.252
b) Badan Hukum Indonesia.

HGU tidak dapat dipunyai oleh orang asing bahkan hukum yang dapat mempunyai hak

itu hanyalah badan-badan hukum yang bermodalkan nasional yang progresif baik asli maupun

tidak asli. Ciri-ciri dari HGU adalah :

a) hak atas tanah yang kuat, dapat beralih dan dialihkan;

b) jangka waktu terbatas, dijadikan jaminan hutang dan dapat dilepaskan oleh yang

mempunyai hak atas tanah;

c) untuk keperluan usaha pertanian.

HGU atas hak Ulayat masyarakat hukum adat yang terjadi di Indonesia sampai saat ini

juga terjadi pada masyarakat hukum adat di Desa Siatele yang dapat diuraikan sebagai berikut

: “terjadinya sengketa tanah milik marga ipanama yang berdasarkan surat pernyataan dan

surat keterangan yang dibuat pada tahun 1987 antara Kepela Desa Siatele dan Kepala Desa

Pasahari dengan pihak PT. SDW untuk memanfaatkan lahan dengan luasan = 4000 Ha di

bidang Perkebunan Cokelat/Cocoa Plantations”. Di dalam surat keterangan dan pernyataan

tersebut tidak adanya batas pemanfaatan/penggunaan lahan, sesuai pada pasal 8 ayat (1) PP

No 40 Tahun 1996. Maka perbuatan yang tergolong palik dari PT. OLAM, yang mana

melakukan aktitas perusahan di lahan HGU pada tahun 2013 yang bergerak dibidang

Perkebunan Cokelat/Cocoa Plantations, kegiatan tersebut tidak diketahi oleh maga ipanama.

PT. SDW sebagai pihak ke-2 telah mengalikan lahan HGU kepada PT. OLAM setelah masa

kontrak kerjanya selesai di Tahun 2013 dan PT. OLAM kembali melanjutkan kontrak kerja

selama 25 tahun kedepannya. Sebelumnya tidak ada pembicaraan kedua bela pihak dengan

marga Ipanama untuk melanjutkan kontrak, adanya pembicaraan yang terjadi antara pihak ke-

2 ke pihak pertama terkait dengan penyelesaian lahan kandang sapi dari pihak pertama seluas
= 290 Ha yang berada di desa siatale kecamatan seram utara kabupaten maluku tengah. Oleh

karena itu dengan ketidak absahan pada akta notaris yang dibuat oleh pemerintah dapat

dikatakan sebagai cacat secara hukum, berbanding terbalik dengan UUPA Pasal 8 dan Pasal

16 ayat (1) butir (a) pemerintah tidak dengan tegasnya menyikapi hak masyarakat

sebagaimana yang telah tercantum pada Pasal 2 ayat (2) UUPA yaitu kesejahteraan dan

keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan menggariskan kepentingan peraturan

pemilikan dan pemanfaatan tanah. Jadi, dalam hal ini pemerintah harus lebih teliti dan jeli lagi

dalam penanganan kasus-kasus pada kalangan masyarakat dalam mendapat hak tersebut.

PT. SDW memerlukan lahan untuk pekerjaan industri guna untuk mendukung

tersedianya pemasukan bahan yang memadai dan meningkatkan produksi. Maka dari itu, PT.

SDW sendiri telah mengalami kesulitan dalam pengajuan permohonan ijin perolehan hak atas

tanah untuk lokasi di kecamatan seram utara di desa siatele maka dari itu pemerintah

mengarahkan agar perusahan PT. SDW dapat bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk

mengajukan permohonan ijin perolehan hak atas tanah (HGU). Dalam melakukan kerjasama

dengan masyarakat maka permasalahan yang muncul adalah perjanjian pengelolahan HGU

atas masyarakat dengan PT. SDW tentang bagaimana pelaksanaanya, kendalanya serta

penyelesaiannya dalam pelaksanaan kerjasama pengelolahan HGU. Sengketa HGU terjadi

karena terdapat tanah masyarakat yang termasuk dalam luasan tanah HGU yang telah

diberikan kepada PT. SDW dan PT. OLAM hal ini yang menyebabkan terjadinya sengketa

antara masyarakat dengan PT. SDW dan PT. OLAM yang menyebabkan perpecahan antara

ketiganya. Awalnya tanah ini merupakan sebuah lahan milik warga marga Ipanama dan lahan

ini merupakan lahan HGU dari warga marga Ipanama yang kemudian diberikan perjanjian

kontrak bersama dengan PT. SDW yang berakirnya pada tahun 2013 dan setelah selesai masa
kontrak dari PT. SDW yang kemudian dilanjutkan oleh PT. OLAM. Tetapi, didalam proses

kelanjutan masa kontrak antara PT SDW dan PT OLAM ini tidak diketahui oleh warga marga

Ipanama yang mana telah dilakukan, upaya dalam penyelesaian sengketa tanah antara warga

marga ipanama dengan PT. SDW dan PT. OLAM perlu didukung oleh pemerintah dan BPN

sebagai lembaga pemerintah yang bergerak dibidang pertanahan yang ada.

Pemerintah harus lebih teliti lebih dalam untuk penanganan kasus-kasus pada kalangan

masyarakat untuk mendapat hak tersebut. Oleh karena itu, upaya dalam penyelesaian sengketa

antara PT SDW, PT. OLAM Indonesia dengan masyarakat setempat di Desa Siatele sangat

perlu di dukung oleh BPN RI yang dimana sebagai lembaga yang bergerak di bidang

pertanahan yang selalu mengedepankan rasa keadilan dan mencari solusi terbaik dalam setiap

penyelesaian sengketa pertanahan. Karena hal ini sangatlah penting dilakukan agar

terciptanya kenyamanan dan keamanan bagi setiap masyarakat dan pemerintah harus melihat

segala kemungkinan yang akan timbul bagi masyarakat agar memperolehan hak dan

penggunaan tanah tidak terdapat kelemahan-kelemahan.

Keabsahan dalam sebuah pemberian hak atas tanah melalui surat keputusan (SK) maka

sebuah pemberian hak atas tanah yang dikeluarkan oleh BPN RI merupakan salah satu cara

bagi subjek hukum untuk dapat memperoleh suatu hak atas tanah di Indonesia seperti

masyarakat Desa Siatele. SK tersebut merupakan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara yang

bersegi satu atau sepihak karena tidak memerluka persetujuan dari pihak lain didalam sebuah

penetapannya. Terkait dengan penerbitan SK tersebut oleh BPN RI diatur di dalam Pasal 7 PP

No. 34 Tahun 2016 tentang Penghasilan Pajak Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas

Tanah dan Bangunan dan Perjanjian Peningkatan Jual Beli Atas Tanah dan Bangunan berserta

Perubahannya (PP PPh) telah menegaskan bahwa : “Kementrian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan dalam pemberian

hak, pengakuan hak dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan

surat setoran pajak atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat

setoran pajak sebagaimana dimaksudkan di dalam Pasal 3 ayat (5) bahwa pejabat yang

berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan atau risalah lelang atas

pengalihan hak atas tanah dan/atau bagunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi

atau badan dimaksud bahwa kewajiban seperti dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan

menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang

disarankan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan telah dilakukan penelitian oleh

Kantor Pelayanan Publik.

Anda mungkin juga menyukai