Proposal Atik Wulandari
Proposal Atik Wulandari
Proposal Atik Wulandari
PROPOSAL TESIS
OLEH :
OLEH :
PROPOSAL TESIS
Diajukan Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar
Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
Oleh :
ATIK WULANDARI
10012682125030
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Rostika Flora, S.Kep., M.Kes Dr. Nur Alam Fajar, M.Kes, AIFO
NIP. 19710927 199403 2 004 NIP.19690124 199303 1 003
Mengetahui,
Koordinator Program Studi Magister (S2)
Ilmu Kesehatan Masyarakat
i
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya tulis ilmiah berupa Proposal Tesis dengan judul “Pemberdayaan Kader
Posyandu Dalam Deteksi Dini Stunting Pada Anak Baduta (Bawah Usia Dua
Tahun) Di Kecamatan Mestong” telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Seminar
Proposal Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya pada tanggal. 25 Februari 2022 dan
dinyatakan sah untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Ketua :
Anggota :
ii
KATA PENGANTAR
iii
6. Dosen saya di BKU Promosi Kesehatan yang telah memberikan ilmunya
kepada saya
7. Ibu Fitria Khalyla dari program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
telah membantu proses administrasi selama pendidikan pada program
Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat
8. Kedua orang tua saya yang telah mensuport dan tak henti-hentinya berdoa
atas kelancaran saya dalam menyelesaikan pendidikan ini
9. Suami dan anak-anakku tercinta yang dengan kesabarannya, pengertian,
dukungan dan semangat kepada bunda, sehingga ikhlas untuk selalu
ditinggal.
10. Teman-teman Program Studi Magister (S2) IKM UNSRI angkatan 2021
yang telah memberikan bantuan kepada saya selama studi
Penulis menyadari bahwa proposal tesis ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.
Penulis berharap kiranya proposal tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis sendiri maupun pihak lain. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa
melimpahkan rahmat dan berkahNya kepada kita semua. Aamiin Ya Robbal
Alamin.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2 1. Ukuran Dan Indeks Antropometrik Yang Sering Digunakan Pada Anak
Di Bawah Lima Tahun .......................................................................................... 24
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
sedangkan bila anak berusia diatas 23 bulan (24 bulan keatas) sebaiknya diukur
tinggi badannya dalam posisi berdiri. Tetapi bila anak tersebut diukur tinggi
badannya dalam posisi berbaring, maka angka hasilnya harus dikurangi 0,7 cm.
Untuk itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan untuk menetapka status gizi
dengan tepat (Fuada et al., 2014).
Menurut WHO (2008) selama ini pengukuran tinggi atau panjang badan
belum dilakukan secara rutin di Posyandu atau Puskesmas, sedangkan variabel
tinggi termasuk menentukan betapa pentingnya penilaian terhadap balita pendek
dan terjadinya kejadian penyakit tertentu. Pertimbangan petugas belum mampu
melakukan pengukuran tinggi atau panjang badan nampaknya tidak dapat
dijadikan alasan. Kesalahan dalam pengukuran dan perencanaan pengukuran
pertumbuhan balita adalah masalah umum yang sering terjadi. Akan tetapi
pengukuran panjang atau tinggi badan harus tetap memenuhi standar
antropometri. Untuk itu pelatihan pengukuran status gizi bagi kader sangat
diperlukan.
Menurut penelitian Handarsari et.al (2015) dalam Agustina, dkk (2020),
keaktifan kader dalam pelaksanaan Posyandu bisa meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan karena dengan selalu hadir dalam kegiatan, kader bisa memperoleh
tambahan pengetahuan dan keterampilan dari tenaga kesehatan ataupun dari kader
yang lain. Ketelitian, pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dalam
melakukan pengukuran antropometri sangatlah penting, karena hal ini
menyangkut dengan pertumbuhan balita. Keterampilan kader yang kurang dapat
menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan dapat berakibat pula pada
kesalahan dalam mengambil keputusan dan penanganan masalah tersebut. Dengan
demikian, kemampuan kader harus dikembangkan untuk berpotensi secara
maksimal, dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan
tugas yang diemban, dalam mengelola posyandu agar dapat berperan aktif dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat.
Selain itu menurut Profita (2018) dalam Agustina, dkk (2020) Kader yang
aktif dalam kegiatan Posyandu adalah kader yang memiliki pengetahuan tentang
Posyandu yang baik dan memiliki motivasi yang tinggi serta mendapat banyak
4
23 bulan. Anak termasuk stunting jika panjang badan atau disebut tinggi badannya
berada dibawah -2 SD panjang badan atau tinggi badan anak seusianya
(Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia & Kebudayaan, 2018).
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih
rendah dari standar nasional yang terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dan beberapa dokumen lainnya (Sekretariat Percepatan Pencegahan
Stunting, 2019).
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting, dalam jangka pendek
adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan
fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan, dalam jangka panjang
akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif
dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan
resiko tinggi untuk munculnya penyakit degeneratif seperti diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, dan lain-lainnya (Kemenkes RI, 2019).
Selain menghambat tumbuh kembang anak dan rentan terhadap penyakit, stunting
juga mempengaruhi perkembangan otak yang membuat tingkat kecerdasan anak
tidak maksimal. Hal ini berisiko mengurangi produktivitas pada saat dewasa.
Stunting dan masalah gizi lainnya diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-
3% Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya (Sekretariat Percepatan
Pencegahan Stunting, 2019).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi (2019) diketahui
bahwa stunting juga menjadi masalah prioritas di Provinsi Jambi. Walaupun
proporsi stunting dapat ditekan dari 37,8% di tahun 2013 menjadi 30,1% di tahun
2018 akan tetapi prevalensi tersebut masih di atas ketentuan WHO yaitu 20%.
Prevalensi balita stunting tertinggi berdasarkan hasil studi kasus gizi
Indonesia (SSGI) Kabupaten/Kota Tahun 2021 berada di Kabupaten Muaro
Jambi, yaitu sebesar 27,2% (1.434 orang). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Muaro Jambi tahun 2021 kejadian stunting pada anak Baduta usia 0 – 23 bulan
sebesar 45% (642 orang) dan pada anak usia 24 - 59 bulan sebesar 55% (792
orang). Data stunting yang di peroleh Kabupaten berasal dari input EPPBGM dari
petugas kesehatan. Dalam kegiatan pengukuran petugas kesehatan mendapat
6
bantuan dari kader pada saat kegiatan dilakukan di Posyandu. Kabupaten Muaro
Jambi memiliki 22 Puskesmas dengan jumlah Posyandu sebanyak 391 Posyandu
yang memiliki strata 13 Posyandu Pratama, 107 Posyandu Madya, 222 Posyandu
Purnama dan 49 Posyandu Mandiri (Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi,
2022).
Indonesia belum selesai menghadapi permasalahan stunting, saat ini
Indonesia dihadapkan dengan pandemi Covid-19 sejak bulan Maret 2020.
Program percepatan penurunan stunting disesuaikan dengan kondisi pandemi saat
ini. Semua elemen mengalami perubahan dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, yakni dengan menggunakan protokol kesehatan yang benar.
Begitu pula dengan program percepatan penurunan stunting juga tetap dilakukan
meskipun saat ini sedang terjadi pandemi. Pandemi mengakibatkan pelayanan
kesehatan Balita di Posyandu sempat terhenti sebagian bahkan secara
keseluruhan. Sementara tenaga kesehatan selama Pandemi Covid-19 memiliki
beban ganda karena selain harus tetap melaksanakan Standar Pelayanan Minimal
dengan protokol kesehatan yang ada juga melakukan penanggulangan Covid 19
serta kegiatan vaksinasi sehingga peran kader sangat dibutuhkan untuk tetap
melaksanakan pemantauan status gizi balita terutama deteksi dini stunting.
Pelaksanaan Posyandu Balita telah diizinkan untuk dilaksanakan kembali dengan
melaksanakan protocol kesehatan yang ketat sejak Maret 2021. Upaya penurunan
stunting dapat dilakukan melalui posyandu. Posyandu menjadi garda depan
pelayanan kesehatan terutama deteksi dini stunting agar angka stunting tidak
meningkat sehingga peran kader menjadi sangat penting dalam melaksanakan
pengukuran antropometri yang tepat.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara dengan
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga Dinkes Muaro Jambi pada tanggal 18 Oktober
2021 diketahui bahwa pelaksanaan pemberdayaan kader Posyandu sudah
dilakukan agar kader memiliki kemampuan untuk melaksanakan pengukuran
antropometri terutama pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan. Dalam
pelaksanaan pengukuran panjang atau tinggi badan bayi/balita dilakukan disetiap
bulan penimbangan yaitu bulan Februari dan Agustus. Namun masih terjadi
7
perbedaan angka kejadian stunting antara kader dan petugas gizi Puskesmas. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
“Pemberdayaan Kader Posyandu Dalam Deteksi Dini Stunting Pada Anak Baduta
(Bawah Usia Dua Tahun) Di Kabupaten Muaro Jambi”
9
10
masyarakat yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyarakat
sasaran yang membutuhkan layanan kesehatan anak, ibu hamil, ibu menyusui dan
ibu nifas (Kemenkes RI, 2011).
Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah suatu upaya
mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan
kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi
keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesejahteraan sosial. UKBM adalah
wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan
masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan
bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya
(Kemenkes RI, 2011).
Menurut SDKI (2007) dalam Kemenkes RI (2011) sejak dibentuk Posyandu
pada tahun 1986, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan
kematian bayi telah berhasil diturunkan serta umur harapan hidup rata rata bangsa
Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika pada tahun 2003 AKI tercatat
307/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 37/1000 kelahiran hidup, maka
pada tahun 2007 Angka Kematian lbu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
mengalami penurunan yaitu masing-masing adalah 228/100.000 kelahiran hid up
serta 34/1 .000 kelahiran hidup. Sementara itu, umur harapan hidup rata-rata
meningkat dari 70,5 tahun pada tahun 2007 menjadi 72 tahun pada tahun 2014
(RPJMN, 2014).
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non
instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat (Kemenkes RI, 2011).
Pelayanan kesehatan dasar di Posyandu adalah pelayanan kesehatan yang
mencakup sekurang-kurangnya 5 (lima) kegiatan, yakni Kesehatan lbu dan Anak
(KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare
(Kemenkes RI, 2011).
16
2.3 Kader
2.3.1. Pengertian Kader Posyandu
Menurut Kemenkes RI (2012) dalam penyelenggaraannya, pengelola
Posyandu dipilih dari dan oleh masyarakat pada saat musyawarah pembentukan
Posyandu. Pengurus Posyandu sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris,
dan bendahara. Berikut ini beberapa kriteria pengelola Posyandu :
1) Sukarelawan dan tokoh masyarakat setempat.
2) Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi, dan mampu memotivasi
masyarakat.
3) Bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat
Kader Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya
disebut Kader adalah setiap orang yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk
menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan (Permenkes RI No. 08, 2019).
Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada
saat pembentukan Posyandu. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel,
sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan
dan kemampuan sumberdaya. Struktur organisasi minimal terdiri dari ketua,
sekretaris, dan bendahara serta kader Posyandu yang merangkap sebagai anggota
(Kemenkes RI, 2011).
Kader Posyandu yang selanjutnya disebut kader adalah anggota masyarakat
yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan
Posyandu secara sukarela (Kemenkes RI, 2011).
2.3.2. Peran Kader Posyandu
Menurut Kemenkes RI (2012) kader memiliki beberapa peran dalam
pelaksanaan Posyaandu antara lain :
d. Sebelum Hari Buka Posyandu
1) Melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan Posyandu.
19
5) Memotivasi orangtua balita agar terus melakukan pola asuh yang baik
pada anaknya, dengan menerapkan prinsip asih-asah-asuh.
6) Menyampaikan penghargaan kepada orang tua yang telah datang ke
Posyandu dan minta mereka untuk kembali pada hari Posyandu
berikutnya.
7) Menyampaikan informasi pada orang tua agar menghubungi kader
apabila ada permasalahan terkait dengan anak balitanya.
8) Melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan pada hari buka
Posyandu.
c. Sesudah Hari Buka Posyandu
1) Melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka
Posyandu, anak yang kurang gizi, atau anak yang mengalami gizi buruk
rawat jalan, dan lain-lain.
2) Memotivasi masyarakat, misalnya untuk memanfaatkan pekarangan
dalam rangka meningkatkan gizi keluarga, menanam tanaman obat
keluarga, membuat tempat bermain anak yang aman dan nyaman. Selain
itu, memberikan penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS).
3) Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pimpinan wilayah
untuk menyampaikan hasil kegiatan Posyandu serta mengusulkan
dukungan agar Posyandu terus berjalan dengan baik.
4) Menyelenggarakan pertemuan, diskusi dengan masyarakat, untuk
membahas kegiatan Posyandu. Usulan dari masyarakat digunakan
sebagai bahan menyusun rencana tindak lanjut kegiatan berikutnya.
5) Mempelajari Sistem Informasi Posyandu (SIP). SIP adalah sistem
pencatatan data atau informasi tentang pelayanan yang diselenggarakan
di Posyandu. Manfaat SIP adalah sebagai panduan bagi kader untuk
memahami permasalahan yang ada, sehingga dapat mengembangkan
jenis kegiatan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan sasaran.
21
kondisi ekonomi yang jelek, penyakit infeksi kronis dan berulang, serta masukan
makanan yang kurang (Schilsky & Mistry, 2017).
Wasting dan stunting berbeda secara biologik. Seorang anak mungkin
mengalami kegagalan untuk menambah TB, tetapi tidak pernah terjadi penurunan
TB. Pertumbuhan linear adalah proses yang lambat dibandingkan massa tubuh.
Seorang anak mengalami peningkatan BB mulai lahir sampai dengan umur satu
tahun sebanyak 3 kali lipat, tetapi hanya mengalami peningkatan PB 2 kali lipat,
yang menunjukkan bahwa derajat stunting yang bermakna baru akan terjadi dalam
waktu yang lebih lama. Perbaikan stunting dengan memberi makanan bergizi
mungkin terjadi, namun baru akan nyata setelah waktu yang lama, walupun dalam
kondisi lingkungan yang baik (Schilsky & Mistry, 2017).
Standar Antropometri Anak wajib digunakan sebagai acuan bagi tenaga
kesehatan, pengelola program, dan para pemangku kepentingan terkait untuk
penilaian:
a. Status gizi anak; dan
b. Tren pertumbuhan anak (Kemenkes RI, 2020).
2.4.3. Penimbangan dan pengukuran bayi/balita
Pengukuran panjang atau tinggi badan anak dilaksanakan apabila alat
tersedia dan dilakukan oleh petugas yang sudah dilatih. Pengukuran panjang atau
tinggi badan anak minimal dilakukan satu kali dalam 6 bulan (Direktorat Gizi
Masyarakat, 2020).
a. Persiapan Alat
1) Syarat umum alat timbang dan alat ukur:
a) Kuat dan tahan lama
b) Mempunyai presisi 0.1 kg (100 gram)
c) Sudah dikalibrasi
d) Tidak menggunakan timbangan pegas untuk anak berumur lebih dari 6
bulan
e) Memiliki Standar Nasional Indonesia
f) Untuk dacin, kapasitas 25 kg
g) Untuk baby scale, kapasitas maksimal 20 kg
26
2.5 Stunting
2.5.1. Pengertian Stunting
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan
panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median
standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi
kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi
ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita
stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Kemenkes RI, 2018a).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2
tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita
dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut kementerian kesehatan
(kemenkes) adalah anak balita dengan nilai Z-Scorenya kurang dari -2 SD/standar
deviasi (stunted) dan kurang dari – 3 SD (severely Stunted) (Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).
2.5.2. Penyebab Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak
balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab Stunting dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta
setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada
32
menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan air
susu ibu (asi) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak
menerima makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). MP-ASI
diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain
berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh asi, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan
sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
b. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan anc-ante natal care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) post natal care dan
pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari
publikasi kemenkes dan bank dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran
anak di posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013
dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta
lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi
yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini
yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di
layanan PAUD/pendidikan anak usia dini).
c. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini
dikarenakan harga makanan bergizi di indonesia masih tergolong
mahal.menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012,
SUSENAS), komoditas makanan di jakarta 94% lebih mahal dibanding
dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di indonesia lebih
mahal daripada di singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di
indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang
mengalami anemia.
d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di indonesia masih buang air
besar (bab) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki
akses ke air minum bersih (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, 2017).
33
36
37
3. Response
a. Kader mampu dalam melaksanakan
deteksi dini stunting
b. Kader tidak mampu dalam
melaksanakan deteksi dini stunting
2 Ibu Baduta Informan 5 Orang FGD 1. Stimulus
Triangulasi a. Kelengkapan sarana & prasarana
2. Response
a. Kader mampu dalam melaksanakan
deteksi dini stunting
b. Kader tidak mampu dalam
melaksanakan deteksi dini stunting
3 Kepala Informan 2 Orang Wawancara 1. Stimulus
Puskesmas Triangulasi Mendalam, a. Peningkatan pengetahuan
Telaah b. Peningkatan keterampilan
Dokumen c. Kelengkapan sarana & prasarana
d. Dana
2. Response
a. Kader mampu dalam melaksanakan
deteksi dini stunting
b. Kader tidak mampu dalam
melaksanakan deteksi dini stunting
4 Petugas Gizi Informan 2 Orang Wawancara 1. Stimulus
Triangulasi Mendalam, a. Peningkatan pengetahuan
Telaah b. Peningkatan keterampilan
Dokumen c. Kelengkapan sarana & prasarana
d. Dana
2. Organisme
a. Penerimaan kader posyandu terhadap
pelaksanaan deteksi dini stunting
3. Response
a. Kader mampu dalam melaksanakan
deteksi dini stunting
b. Kader tidak mampu dalam
melaksanakan deteksi dini stunting
5 Petugas Informan 2 Orang Wawancara 1. Stimulus
Promkes Triangulasi Mendalam, a. Peningkatan pengetahuan
Telaah b. Peningkatan keterampilan
Dokumen c. Kelengkapan sarana & prasarana
d. Dana
2. Organisme
a. Penerimaan kader posyandu terhadap
pelaksanaan deteksi dini stunting
3. Response
a. Kader mampu dalam melaksanakan
deteksi dini stunting
b. Kader tidak mampu dalam
melaksanakan deteksi dini stunting
Jumlah Informan 21 Orang
38
Peningkatan Semua kegiatan yang dilakukan untuk Alat Tulis, alat perekam, dan
Keterampilan meningkatkan keterampilan dan keahlian pedoman wawancara,
kader Posyandu tentang deteksi dini Pedoman FGD, Panduan
stunting anak baduta Telaah Dokumen
Kelengkapan sarana Kelengkapan sarana dan prasarana yang Alat Tulis, alat perekam, dan
& prasarana mendukung kader untuk dapat pedoman wawancara,
melaksanakan deteksi dini stunting anang Pedoman FGD, Panduan
baduta Telaah Dokumen
Dana Honor/transport yang diberikan kepada Alat Tulis, alat perekam, dan
(honor/transport) kader dalam melaksanakan deteksi dini di pedoman wawancara,
Posyandu Pedoman FGD, Panduan
Telaah Dokumen
II Organisme
Perhatian Ketertarikan kader Posyandu terhadap Alat Tulis, alat perekam, dan
pelaksana deteksi stunting pada anak Pedoman FGD
baduta
Pengertian Defenisi atau pengetahuan kader dalam Alat Tulis, alat perekam, dan
melaksanakan deteksi dini stunting pada Pedoman FGD
anak baduta
Penerimaan Kader memiliki kemampuan untuk Alat Tulis, alat perekam, dan
melakukan deteksi dini stunting pada anak pedoman wawancara
baduta mendalam, panduan FGD,
Panduan Observasi
III Response Kader mampu atau tidak mampu dalam Alat Tulis, alat perekam, dan
melaksanakan deteksi dini stunting pada pedoman wawancara
anak baduta mendalam, panduan FGD,
Panduan Observasi, panduan
telaah dokumen
39
dengan mengacu pada beberapa kriteria, antara lain kriteria derajat kepercayaan
“credibility” yang dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain dengan
a. Triangulasi Sumber :
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
berbeda dengan topik yang sama. Pada rancangan penelitian ini triangulasi
b. Triangulasi Metode :
c. Triangulasi Data
berbagai sumber yaitu data dari Petugas Gizi, Petugas Promkes dan Kader
Pengolahan data dilakukan secara manual, teknik analisis yang digunakan adalah
analisis domain (domain analisis) pada tahap pengelompokan dan penetapan term
Secara lengkap pengolahan dan analisis data yang dilakukan penulis sebagai
berikut:
dalam kategori.
Teknik analisa data yaitu suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan
atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka mengetahui
penelitian ini berupa data kualitatif (antara lain berupa pernyataan, gejala,
tindakan nonverbal yang dapat terekam oleh deskripsi kalimat atau gambar) maka
terdapat tiga alur kegiatan yang dapat dilakukan secara bersamaan, yaitu:
atau malah dilakukan secara seksama dan memakan waktu lama, serta
bertukar pikiran.
Penelitian ini kan dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik
memastikan bahwa penelitian yang diusulkan secara etis dapat diterima serta hak-
hak peserta penelitian dilindungi. Etika yang dimaksud guna menjaga kerahasiaan
a. Informed Consent
diisi.
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
keterbukaan.
Identifikasi Masalah
Kajian Pustaka
Menetapkan Tujuan
Pengumpulan Data
1.
Laporan Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L., Shoviantari, F., & Ninis Yuliati. (2020). Journal of Community
Engagement and Employment. Penyuluhan Kosmetik Yang Aman Dan
Notifikasi Kosmetik, 02(01), 45–49.
http://ojs.iik.ac.id/index.php/JCEE/article/view/362/191
Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. (2019). Data Stunting Provinsi Jambi. Jambi.
Fuada, N., Salimar, & Irawati, A. (2014). Kemampuan Kader Posyandu Dalam
Melakukan Pengukuran Panjang / Tinggi Badan Balita The Ability of
Integrated Health Center Cadre on Height / Length Measurement of
Underfive Children. Ekologi Kesehatan, 229–239.
Kemenkes RI. (2012). Buku Saku Posyandu. Buku Saku Posyandu, 13, 17.
https://doi.org/10.1159/000317898
Kemenkes RI. (2018b). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian
Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699.
Schilsky, M. L., & Mistry, P. (2017). Proceedings of The 1st Pediatric Nutrition
and Metabolic Update NutriMet “Best Practice in Nutrition & Metabolic
Disease in the First 1000 Days of Life.” Current Opinion in
Gastroenterology, 16(3), 219–230. https://doi.org/10.1097/00001574-
200005000-00004
Jambi, 2022
Informan Penelitian
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
KEPALA PUSKESMAS DI KECAMATAN MESTONG
Data Informan
Inisial Nama :
Jabatan :
Pertanyaan
I. STIMULUS
A. Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu
1. Apakah pernah dilakukan sosialisasi deteksi dini stunting pada Kader
Posyandu yang ada diwilayah kerja Bapak/ibu?
2. Dalam bentuk apasaja kegiatan tersebut dilakukan?
3. Apakah Kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bapak/ibu sudah
dilatih dalam melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan pada
bayi/balita setiap bulannya?
4. Apakah dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan Kader Posyandu
sebelum dan sesudah dilaksanakan pelatihan tersebut?
5. Berapa jumlah kader per Posyandu yang sudah dilatih?
6. Apakah pelatihan pengukuran status gizi bayi/balita untuk kader
dilaksanakan setiap tahunnya?
7. Apakah ada pembinaan Kader Posyandu yang dilakukan secara khusus
di Posyandu selain pelatihan yang dilaksanakan oleh Puskesmas agar
mengetahui cara-cara mendeteksi dini stunting?
B. Peningkatan Keterampilan
1. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan demontrasi
pengukuran panjang/tinggi anak Baduta?
2. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan praktek
pengukuran panjang/tinggi anak?
3. Apakah semua kader melakukan praktek pengukuran panjang/tinggi
anak?
4. Apakah selama ini petugas gizi Puskesmas melakukan pembinaan
secara rutin kepada kader tentang pengukuran panjang/tinggi badan
bayi/balita? Bila iya berapa bulan sekali?
5. Menurut bapak/ibu bagaimanakah koordinasi antara petugas gizi
dengan kader Posyandu dalam melaksanakan pengukuran
panjang/tinggi badan bayi/balita? Adakah pembagian tugas atau peran
antara petugas gizi dan kader Posyandu dalam pelaksanaan kegiatan
tersebut? Mohon jelaskan!
6. Menurut bapak/ibu, apakah kader Posyandu melakukan pelaporan
kemitraan kepada puskesmas? Apa sajakah yang dilaporkan? Berapa
bulan sekali pelaporan ke puskesmas dilakukan?
D. Dana
1. Menurut Bapak/ibu apakah ada ketersediaan dana yang digunakan
khusus untuk transport atau honor kader Posyandu? Apabila ada, dari
manakah sumber dana tersebut?
2. Apakah ada dana khusus untuk kader Posyandu dalam pelaksanaan
deteksi dini stunting?
3. Apakah ada penganggaran dana khusus untuk pelatihan pengukuran
status gizi bayi/balita untuk kader setiap tahunnya?
II. RESPONSE
A. Penerimaan Kader Posyandu Terhadap Pelaksanaan Deteksi Dini
Stunting
1. Menurut bapak/ibu, apakah semua kader Posyandu mengetahui dan
mampu melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
2. Menurut bapak/ibu, apakah semua kader Posyandu mau melaksanakan
pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
3. Apakah petugas gizi melakukan crosscheck ulang hasil pengukuran
Kader Posyandu apabila ada yang terdeteksi stunting?
4. Apakah sering terjadi perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan
Kader Posyandu dengan petugas gizi setelah dilakukan crosscheck
ulang pengukuran
5. Menurut bapak/ibu bagaimana pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
kegiatan pemberdayaan kader Posyandu dalam melaksanakan deteksi
dini stunting diwilayah kerja masing-masing Puskesmas? Berapa bulan
sekali dilakukan evaluasi kegiatan tersebut? bagaimana cara
mengevaluasinya dan siapa saja yang terlibat?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
PETUGAS GIZI DI DI KECAMATAN MESTONG
Data Informan
Inisial Nama :
Jabatan :
Pertanyaan
I. STIMULUS
A. Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu
1. Apakah pernah dilakukan sosialisasi deteksi dini stunting pada Kader
Posyandu yang ada diwilayah kerja Bapak/ibu?
2. Dalam bentuk apasaja kegiatan tersebut dilakukan?
3. Apakah Kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas bapak/ibu sudah
dilatih dalam melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan pada
bayi/balita setiap bulannya?
4. Apakah dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan Kader Posyandu
sebelum dan sesudah dilaksanakan pelatihan tersebut?
5. Berapa jumlah kader per Posyandu yang sudah dilatih?
6. Apakah pelatihan pengukuran status gizi bayi/balita untuk kader
dilaksanakan setiap tahunnya?
7. Apakah ada pembinaan Kader Posyandu yang dilakukan secara khusus
di Posyandu selain pelatihan yang dilaksanakan oleh Puskesmas agar
mengetahui cara-cara mendeteksi dini stunting?
B. Peningkatan Keterampilan
1. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan demontrasi
pengukuran panjang/tinggi anak Baduta?
2. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan praktek
pengukuran panjang/tinggi anak?
3. Apakah semua kader melakukan praktek pengukuran panjang/tinggi
anak?
4. Apakah selama ini Bapak/ibu melakukan pembinaan secara rutin
kepada kader tentang pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
Bila iya berapa bulan sekali?
5. Menurut bapak/ibu bagaimanakah koordinasi antara bapak/ibu dengan
kader Posyandu dalam melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan
bayi/balita? Adakah pembagian tugas atau peran antara bapak/ibu dan
kader Posyandu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut? Mohon jelaskan!
6. Menurut bapak/ibu, apakah kader Posyandu melakukan pelaporan
kemitraan kepada puskesmas? Apa sajakah yang dilaporkan? Berapa
bulan sekali pelaporan ke puskesmas dilakukan?
D. Dana
1. Menurut Bapak/ibu apakah ada ketersediaan dana yang digunakan
khusus untuk transport atau honor kader Posyandu? Apabila ada, dari
manakah sumber dana tersebut?
2. Apakah ada dana khusus untuk kader Posyandu dalam pelaksanaan
deteksi dini stunting?
3. Apakah ada penganggaran dana khusus untuk pelatihan pengukuran
status gizi bayi/balita untuk kader setiap tahunnya?
II. ORGANISME
A. Penerimaan Kader Posyandu Terhadap Pelaksanaan Deteksi Dini
Stunting
1. Apakan menurut bapak/ibu, Kader Posyandu menerima tugas mereka
dalam melaksanakan deteksi dini stunting sebagai salah satu langkah
untuk menurunkan angka stunting di Posyandu masing-masing?
2. Apakah kader Posyandu bisa melakukan pengukuran panjang/tinggi
badan dengan baik dan benar?
3. Apa saja kendala yang temui kader Posyandu dalam melakukan
pengukuran panjang/tinggi badan khususnya pada baduta?
4. Langkah apa yang kader Posyandu lakukan untuk mengatasi kendala
yang terjadi saat pengukuran panjang/tinggi badan Baduta?
III. RESPONSE
1. Menurut bapak/ibu, apakah semua kader Posyandu mengetahui dan
mampu melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
2. Menurut bapak/ibu, apakah semua kader Posyandu mau melaksanakan
pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
3. Apakah petugas gizi melakukan crosscheck ulang hasil pengukuran
Kader Posyandu apabila ada yang terdeteksi stunting?
4. Apakah sering terjadi perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan
Kader Posyandu dengan petugas gizi setelah dilakukan crosscheck
ulang pengukuran
5. Menurut bapak/ibu bagaimana pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
kegiatan pemberdayaan kader Posyandu dalam melaksanakan deteksi
dini stunting diwilayah kerja masing-masing Puskesmas? Berapa bulan
sekali dilakukan evaluasi kegiatan tersebut? bagaimana cara
mengevaluasinya dan siapa saja yang terlibat?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
PETUGAS PROMKES PUSKESMAS
Data Informan
Inisial Nama :
Jabatan :
Pertanyaan
I. STIMULUS
A. Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu
1. Apakah pernah dilakukan sosialisasi deteksi dini stunting pada Kader
Posyandu yang ada diwilayah kerja Bapak/ibu?
2. Dalam bentuk apasaja kegiatan tersebut dilakukan?
3. Apakah Kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Bapak/ibu sudah
dilatih dalam melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan pada
bayi/balita setiap bulannya?
4. Apakah dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan Kader Posyandu
sebelum dan sesudah dilaksanakan pelatihan tersebut?
5. Berapa jumlah kader per Posyandu yang sudah dilatih?
6. Apakah pelatihan pengukuran status gizi bayi/balita untuk kader
dilaksanakan setiap tahunnya?
7. Apakah ada pembinaan Kader Posyandu yang dilakukan secara khusus
di Posyandu selain pelatihan yang dilaksanakan oleh Puskesmas agar
mengetahui cara-cara mendeteksi dini stunting?
B. Peningkatan Keterampilan
1. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan demontrasi
pengukuran panjang/tinggi anak Baduta?
2. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan praktek
pengukuran panjang/tinggi anak?
3. Apakah semua kader melakukan praktek pengukuran panjang/tinggi
anak?
4. Apakah selama ini Petugas Gizi melakukan pembinaan secara rutin
kepada kader tentang pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
Bila iya berapa bulan sekali?
5. Menurut bapak/ibu bagaimanakah koordinasi antara bapak/ibu dengan
kader Posyandu dalam melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan
bayi/balita? Adakah pembagian tugas atau peran antara bapak/ibu dan
kader Posyandu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut? Mohon jelaskan!
6. Menurut bapak/ibu, apakah kader Posyandu melakukan pelaporan
kemitraan kepada puskesmas? Apa sajakah yang dilaporkan? Berapa
bulan sekali pelaporan ke puskesmas dilakukan?
D. Dana
1. Menurut bapak/ibu apakah ada ketersediaan dana yang digunakan
khusus untuk transport atau honor kader Posyandu? Apabila ada, dari
manakah sumber dana tersebut?
2. Apakah ada dana khusus untuk kader Posyandu dalam pelaksanaan
deteksi dini stunting?
3. Apakah ada penganggaran dana khusus untuk pelatihan pengukuran
status gizi bayi/balita untuk kader setiap tahunnya?
II. ORGANISME
A. Penerimaan Kader Posyandu Terhadap Pelaksanaan Deteksi Dini
Stunting
1. Apakan menurut bapak/ibu, Kader Posyandu menerima tugas mereka
dalam melaksanakan deteksi dini stunting sebagai salah satu langkah
untuk menurunkan angka stunting di Posyandu masing-masing?
2. Apakah kader Posyandu bisa melakukan pengukuran panjang/tinggi
badan dengan baik dan benar?
3. Apa saja kendala yang temui kader Posyandu dalam melakukan
pengukuran panjang/tinggi badan khususnya pada baduta?
4. Langkah apa yang kader Posyandu lakukan untuk mengatasi kendala
yang terjadi saat pengukuran panjang/tinggi badan Baduta?
III. RESPONSE
1. Menurut bapak/ibu, apakah semua kader Posyandu mengetahui dan
mampu melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
2. Menurut bapak/ibu, apakah semua kader Posyandu mau melaksanakan
pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
3. Apakah petugas gizi melakukan crosscheck ulang hasil pengukuran
Kader Posyandu apabila ada yang terdeteksi stunting?
4. Apakah sering terjadi perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan
Kader Posyandu dengan petugas gizi setelah dilakukan crosscheck
ulang pengukuran?
5. Menurut bapak/ibu bagaimana pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
kegiatan pemberdayaan kader Posyandu dalam melaksanakan deteksi
dini stunting diwilayah kerja masing-masing Puskesmas? Berapa bulan
sekali dilakukan evaluasi kegiatan tersebut? bagaimana cara
mengevaluasinya dan siapa saja yang terlibat?
PEDOMAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
KADER POSYANDU & IBU BADUTA DI KECAMATAN MESTONG
Pertanyaan
I. STIMULUS
A. Pengetahuan Kader Posyandu (Kader Posyandu)
1. Apakah pernah dilakukan sosialisasi deteksi dini stunting pada Kader
Posyandu oleh pihak Puskesmas kepada ibu-ibu?
2. Dalam bentuk apasaja kegiatan tersebut dilakukan?
3. Apakah ibu-ibu sudah dilatih dalam melaksanakan pengukuran
panjang/tinggi badan pada bayi/balita setiap bulannya?
4. Apakah dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan Kader Posyandu
sebelum dan sesudah dilaksanakan pelatihan tersebut?
5. Berapa jumlah kader per Posyandu yang sudah dilatih?
6. Apakah pelatihan pengukuran status gizi bayi/balita untuk kader
dilaksanakan setiap tahunnya?
7. Apakah ada pembinaan Kader Posyandu yang dilakukan secara khusus
di Posyandu selain pelatihan yang dilaksanakan oleh Puskesmas agar
mengetahui cara-cara mendeteksi dini stunting?
B. Peningkatan Keterampilan
Kader Posyandu
1. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan demontrasi
pengukuran panjang/tinggi anak Baduta?
2. Apakah pada saat melaksanakan pelatihan dilakukan praktek
pengukuran panjang/tinggi anak?
3. Apakah semua kader melakukan praktek pengukuran panjang/tinggi
anak?
4. Apakah selama ini Petugas Gizi melakukan pembinaan secara rutin
kepada kader tentang pengukuran panjang/tinggi badan bayi/balita?
Bila iya berapa bulan sekali?
5. Menurut ibu-ibu bagaimanakah koordinasi antara Petugas Gizi dengan
kader Posyandu dalam melaksanakan pengukuran panjang/tinggi badan
bayi/balita? Adakah pembagian tugas atau peran antara Petugas Gizi
dan kader Posyandu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut? Mohon
jelaskan!
6. Apakah kader Posyandu melakukan pelaporan kemitraan kepada
puskesmas? Apa sajakah yang dilaporkan? Berapa bulan sekali
pelaporan ke puskesmas dilakukan?
Ibu Baduta
1. Apakah kader melakukan praktek pengukuran panjang/tinggi anak?
2. Berapa bulan sekali dilakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada
anak ibu di Posyandu?
3. Apakah semua kader melakukan praktek pengukuran panjang/tinggi
anak atau hanya 1 orang saja setiap bulannya?
4. Apakah selama ini Petugas Gizi sering datang ke Posyandu untuk
melakukan pembinaan secara rutin kepada kader tentang pengukuran
panjang/tinggi badan bayi/balita?
5. Apakah pernah terjadi perbedaan hasil pengukuran ibu kader terhadap
panjang/tinggi badan yang turun bukan naik antara bulan ini dengan
bulan sebelumnya?
II. ORGANISME
A. Perhatian Kader Posyandu Terhadap Pelaksanaan Deteksi Dini
Stunting
Kader Posyandu
1. Apakah menurut ibu-ibu deteksi dini stunting di Posyandu penting
untuk dilakukan?
2. Seberapa penting kegiatan ini dilakukan di Posyandu?
3. Apa saja yang harus diperhatikan oleh ibu-ibu kader untuk
melaksanakan deteksi dini stunting?
Ibu Baduta
1. Apakah menurut ibu-ibu deteksi dini stunting di Posyandu penting
untuk dilakukan?
2. Seberapa penting kegiatan ini dilakukan di Posyandu?
3. Apakah kader Posyandu pernah melakukan penyuluhan tentang deteksi
dini stunting?
4. Apa yang ibu ketahui tentang stunting?
5. Apakah ibu merasakan ada peran kader terhadap perkembangan anak-
anak ibu?
2 RESPONSE
Kader mampu dalam melaksanakan
deteksi dini stunting pada anak baduta
(Kader Posyandu mau dan mampu
melakukan pengukuran panjang/tinggi
badan anak Baduta dengan baik dan
benar)