Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Penyakit ginjal kronis (CKD) yang biasa disebut dengan penyakit ginjal
kronik didefinisikan sebagai penurunan progresif fungsi ginjal atau gangguan yang terjadi pada
ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan. Penyakit kronis didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration
Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan. Penyakit ginjal awalnya
tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan
progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit itu bisa dan kemungkinan ditanggulangi untuk
mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih dari (Kemenkes, 2017).
Penyakit kronis merupakan sindrom yang didefinisikan sebagai perubahan pada struktur dan
fungsi ginjal yang berakibat pada derajat kesehatan individu. Kelainan struktural yang dapat
terjadi meliputi kista, tumor, atrofi dan malformasi yang dapat dibuktikan melalui gambaran
rontgen. Kelainan tersebut berakibat pada terganggunya fungsi ginjal dan bermanifestasi menjadi
peningkatan tekanan darah, edema, perubahan output urin, dan penurunan kualitas berkemih
(Romagnani dkk., 2017).
Gagal ginjal kronik dapat didefinisikan sebagai kerusakan yang terjadi pada ginjal
dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Gagal
ginjal kronis yang terjadi secara progresif dan lambat, biasanya berlangsung selama beberapa
bulan atau tahun dan tidak dapat disembuhkan dan harus menjalani pengobatan seumur hidup
(Departemen Kesehatan, 2017).
2. Anatomi Fisiologi
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh
secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatik dengan mengatur volume
cairan, menyeimbangkan osmotik, asam basa, ekskresi sisa metabolisme, sistem pengaturan
hormonal dan metabolisme. Ginjal terletak di bagian dinding posterior abdomen terutama di
daerah lumbal dan di sebelah kanan dan kiri dari tulang belakang. Ginjal memiliki ukuran kurang
lebih 6 sampai 7,5 cm dengan ketebalan sekitar 1,5 sampai 2,5 cm. Ginjal
memiliki bentuk seperti biji kacang dengan sisi dalam atau hileum menghadap ke tulang
punggung sedangkan sisi luar dari ginjal berbentuk cembung. Ginjal terdiri
dari dua bagian yaitu bagian kanan dan kiri. Kedua ginjal terletak diantara vertebra T12 sampai
L3. Ginjal kanan terletak sedikit di bawah dibandingkan dengan ginjal kiri yang bertujuan untuk
memberikan tempat lobus hepatis dexter yang besar. Bagian ginjal kanan sedikit lebih rendah dari
ginjal kiri, hal ini dikarenakan hati pada ginjal kanan menduduki banyak ruang (Evelyn, 2017).
Pada ginjal secaraanatomis terjadi menjadi tiga bagian yaitu kulit (korteks), sumsum
ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis). Korteks terdapat bagian yang merekam
untuk melaksanakan video yang disebut nefron. Pada tempat darah banyak mengandung kapiler
darah yang tersusun bergumpal- gumpal disebut glomerolus. Medula terdiri beberapa badan
berbentuk kerucut yang disebut piramid renal dengan menghadap korteks dan puncaknya (apeks/
papila renis) mengarah ke bagian dalam ginjal. Rongga renalis merupakan ujung kateter yang
berpangkal di ginjal berbentuk corong lebar. Sebelum bercabang dengan jaringan ginjal, pelvis
ginjal atau tiga disebut kaliks mayor yang masing- masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menuju ke papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urin yang
terus keluar dari paipila. Dari kaliks minor urin masuk ke kalik mayor, ke perlvis renis, ke ureter
hingga di tampung dalam kandung kemih (Nauri dan Widayati, 2017).
Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron ginjal yang merupakan satuan
fungsional yang terdapat ± 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai membentuk
sebagai berkas kapiler (Badan Malpighi/Glomerulus) yang erat tertanam di ujung atas yang
lebar pada
unineferus. Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama tubulus berkelok-
kelok dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan
sebelum itu terdapat sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian tubulus tersebut
berkelok lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus distal, yang bergabung dengan tubulus
penampung yang berjalan melintasi kortek dan medula, dan berakhir di puncak salah satu piramid
ginjal.
Ginjal memiliki fungsi penting yang terdiri dari fungsi ekskresi dan non ekskresi. Fungsi
ginjal sebagai ekskresi yaitu mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, bergantung pada
apa yang dimakan. campuran makanan
menghasilkan urin yang agak asam, pH kurang dari 6, ini disebabkan oleh hasil akhir
metabolisme protein. Ketika banyak makan sayur-sayuran, air seni akan
bersifat basa. pH urin bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal mensekresi urin sesuai dengan perubahan
pH darah. Sedangkan fungsi non ekskresi ginjal terdapat pada fungsi hormonal dan metabolisme.
Ginjal mensekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting dalam mengatur tekanan
darah (sistem renin angiotensin aldesteron); membentuk eritropoiesis; memiliki peran penting
untuk pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
3. Etiologi
Menurut (Kemenkes, 2017), penyakit gagal faktor kronik dapat terjadi karena beberapa
hal contohnya seperti diabetes mellitus, hipertensi, glomerulonefritis kronik, nefritis intersisial
kronis, penyakit ginjal polikistik, obstruksi saluran kemih, obesitas, dan ada juga yang tidak
diketahui penyebabnya ( Kemenkes, 2017). Penyakit gagal ginjal merupakan keadaan klinis
kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan tidak dapat diubah karena berbagai penyebab
diantaranya:
Klasifikasi
Penyakit gagal ginjal dapat dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan derajat penurunan laju
filtrasiglomerulus, yaitu:
1. Stadium 1: Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal: GFR >
90ml/menit/1,73 m2
2. Stadium 2: Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan: GFR 60 — 89
ml/menit/1,73 m2
3. Stadium 3: Kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal sedang: GFR 30 —
59ml/menit/1,73 m2
4. Stadium 4: Kerusakan ginjal dengan Penurunan fungsi ginjal berat: GFR 15 —
29ml/menit/1,73 m2
5. Stadium 5: Gagal ginjal: GFR < 15 ml/menit/1,73m2 atau sudah menjalani
4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit gagal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
diakibatkannya. Tetapi dalam proses perkembangan terjadinya suatu penyakit hampir sama.
Pengurangan masa ginjal yang mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa sebagai kompensasi yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan faktor pertumbuhan (Sudoyono., dkk,
2015). Hal tersebut mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, dan berlanjut pada proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Sehingga proses ini akhirnya diikuti dengan adanya penurunan fungsi nefron yang progresif.
Penurunan fungsi nefron yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin.
Sehingga pada kedaan laju filtrasi glomerulus (LFG) sebesar 60% pasien belum merasakan
keluhan (asimtomatik). Sedangkan pada LFG sebesar
30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan dan penurunan berat
badan. Pada akhirnya ketika LFG dalam keadaan kurang dari
30% maka pasien akan mengalami anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
(fosfor dan kalsium). Pasien dengan gagal kronik juga akan mudah terkena infeksi seperti saluran
kemih dan saluran infeksi (Sudoyono.,dkk, 2015).
Gagal ginjal ditandai dengan adanya kerusakan dan penurunannya nefron dengan
kehilangan fungsi ginjal yang progresif sehingga nefron sisa yang sehat akan mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa akan meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi,
serta mengalami hipertrofi. Dengan
Semakin Berkurangnya kerja dari nefron-nefron akan membentuk jaringan parut
dan aliran darah yang semakin berkurang. Jika jumlah nefron yang tidak befungsi semakin
meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urin dengan baik. Pada tahap ini glomerulus
akan menjadi kaku dan plasma darah tidak dapat disaring
dengan mudah melalui tubulus sehingga akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi udara dan
natrium. Pada pasien gagal ginjal kronik dapat terjadi edema di
ektremitas seperti kelopak mata dan kaki (Aisara, 2018).
Penyakit Ginjal
Penyakit Penyakit metabolik
kronik
Vaskular
Kurangnya hepatome
Dyspnea Resiko pucat Busung
informasi gali Turgor
saat/setelah perfungsi ginjal
kulit
aktivitas tidak efektif
menurun
Manajemen
penyakit Oliguri
Penyakit
kronis dan Intoleransi
ginjal Resiko perfungsi
program diet aktifitas
parifer tidak
Hipervelomia efelktif
Deficit
pengetahuan
Akral dingin
BB meningkat
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penyakit gagal ginjal kronik memiliki perbedaan
tergantung pada organ yang dipengaruhi (Aru.,dkk, 2015). Manifestasi klinis penyakit gagal
ginjal kronik dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh sebagai berikut:
1. Manifestasi kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, tambahan vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia,
kardiomiopati, efusi pericardial.
2. Gejala pada sistem integumen: gatal-gatal hebat (pruritus),warna kulit abu-abu, mengkilat
dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini, kulit kering,
bersisik,ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Gejala gastrointestinal: hirup berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia,
mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa logam dalam mulut,
kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis,
konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kekacauan mental,
ketidakmampuan, kedutan otot dan kejang
5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum
7. Pasien secara bertahap akan lebih banyak; karakter pernafasan menjadi Kussmaul dan terjadi
koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik) atau kedutan otot.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenki
ginjal, sistem anatomi pelviokalises, uereter proksimal, kandung kemih, serta prostat
2. Biopsi ginjal: Pemeriksaan biopsi ginjal ini menggunakan jarum untukmengambil sampel kecil
dari jaringan ginjal dengan bantuan anestesi lokal dan memeriksa jaringan di bawah mikroskop.
Biopsi ginjal bisa digunakan untuk mendiagnosis renungan
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Blood Urea Nitrogen (BUN) : Nilai normal : 20-30 mg/Dl
b. Kreatinin serum : Nilai normal Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dL, Perempuan 0,5- 1,1 mg/dL
c. Glomerulustingkat filtrasi(GFR): Nilai GFR normal pada laki- lakiantara 97— 137
mL/menit per 1,73 m2 dan pada perempuan antara 88 — 128 mL/menit per 1,73 m2
d. Tes urine: untuk mengetahui adanya protein dan darah dalam urine yang menandakan
bahwa terjadi penurunan fungsi ginjal
e. Mikroalbuminuria: keadaan dimana terdapatnya albumin dalam urin sebesar 30 — 300
mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda awal dari penyakit ginjal. Kadar
albumin normal dalam darah antara 3,5 — 4,5 mg/dL
f. Kalium : Nilai K normal = 3,5 — 5 meq/L
g. Natrium (Na) : Nilai natrium normal = 136 — 146 meq/L
h. Kalsium (Ca) : Nilai normal kalsium total plasma/serum: 8,8 — 10,2 mg/dl
i. Fosfat : Nilai normal fosfat plasma/serum normal: 2,5 — 4,5 mg/dl
j. Magnesium : Nilai magnesium serum normal: 0,6 — 1,1 mmol/L
7. Penatalaksanaan
1. Terapi animasi
Terapi ini bertujuan untuk mencegah gangguan fungsi ginjal secara progresif,
memperbaiki metabolisme secara optimal, mengatasi keluhan akibat toksin azotemia dan menjaga
keseimbangan cairan elektrolit (Nuari, 2017). Berikut ini hal yang dapat dilakukan dengan terapi
animasi yaitu:
a. Protein makanan
Diet rendah protein dianjurkan untuk penderita gagal ginjal kronik untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia. Pembatasanasupan protein dalam makanan dapat menyebabkan
timbulnya gejala anoreksia, mual, dan muntah. Asupan protein rendah dapat mengurangi beban
ekskresi ginjal sehingga menurunkan terjadinya hiperfiltrasi glomerulus, intraglomerulus, dan
cedera sekunder pada asupan nefron. Jumlah protein yang diperbolehkan untuk di konsumsi yaitu
<0,6 g protein/kg/hari dengan LFG <10 ml/menit.
b. Diet Kalium
Diet kalium pada pasien gagal ginjal kronik dapat dilakukan dengan cara diet rendah
kalium dan tidak mengkonsumsi obat- obatan yang banyak mengandung kalium. Jumlah yang
diizinkan dalam diet kalium ini adalah 40-80 mEq/hari selain itu disarankan untuk mengkonsumsi
makanan yang kalium seperti sup, pisang, dan jus buah murni.
c. kalori diet
kebutuhanjumlah kalori pada pasien gagal ginjal kronik harus memadai untuk
mempertahankan keseimbangan nitrogen positif, memelihara status nutrisi, dan status gizi. Untuk
penderita gagal ginjalkronik untuk usia kurang dari 60 tahun dengan LFG <25 ml/menit dan tidak
menjalani dialisis yaitu 35 kkal/kg/hari .sedangkan untuk usia lebih dari 60 tahun yaitu 30-35
kkal/kg/hari.
d. kebutuhan cairan
Dalam memberikan cairan pada pasien gagal ginjal kronik
membutuhkan regulasi hati-hati. Hal ini jika asupan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi,
hipotensi dan pemburukan fungsi
ginjal. Sedangkan asupan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi,
edem dan intoksikasi cairan. Pada pasien dialisis cairan yang dibutuhkan untuk penambahan berat
badan yaitu 0,9 — 1,3 kg2.
2. Ketika terapi animasi tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka dapat dilakukan dengan
menggunakan terapi berupa:
a. Hemodialisis
Hemodialisis (cuci darah) merupakan proses pembuangan sampah berlebih pada darah
yang bertujuan untuk mengambil
zat-zat nitrogen yang beracun dalam tubuh dan mengeluarkan udara yang berlebihan.
Hemodialisis ini menggunakan cara dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal buatan
(dialyzer) yang terdiri dari 2 komparten yaitu komparten darah dan komparten dialisat yang
berfungsi untuk membuang sisa- sisa metabolisme berupa air, natrium, hidrogen, kalium, urea,
kreatini dan zat-zat lain . Terapi hemodialisis membutuhkan
waktu 12-15 jam setiap minggunya. dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam
(Nuari, 2017).
b. Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneal (cuci darah lewat perut) merupakan prosedur lain yang digunakan untuk
membuang produk limbah dan mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam tubuh. Keuntungan
menggunakan dialisis peritoneal yaitu efisiensi waktu atau dapat dilakukan sendiri di rumah tanpa
membutuhkan mesin hemodialisis, peralatan yang digunakan hanya berupa kantong
cairan dialisat, dan dapat mengurangi beban kerja jantung dantekanan di dalam pembuluh darah.
Akan tetapi Dialisis peritoneal juga memiliki risiko pada penderita yang menjalaninya yaitu
peningkatan berat badan . hal ini karena
cairan dialisat mengandung gula yang disebut dengan dekstrosa yang. Terserapnya cairan ini
dalam tubuh yang berlegihan maka
dapat menyebabkan tubuh kelebihan kalori dan mengalami peningkatan berat badan (Nuari,
2017).
c. Transplanasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pengobatan yang dilakukan pada pasien gagal ginjal
kronis stadium akhir. Namun transplantasi sulit dilakukan karena ditentukan oleh ketersediaan
ketersediaan. Sehingga hal ini dapat membatasi
transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh penderita (Nuari, 2017).
BAB II
KONSEP ASYNAN KEPERAUATAN
1. Pengkajian
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi serta data dasr klien.
Pengkajian dilakukan saat klien masuk instansi layanan kesehatan. Data yang diperoleh dapat
berguna untuk proses 2000 selanjutnya.
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien yang didapatkan secara langsung dari pasien atau
keluarga sehingga klien membutuhkan pertolongan. Pada pasien gagal ginjal mengalami keluhan
seperti badan lemah, mual ,muntah, anoreksia, mulut terasa kering, bau bau (ureum), dan gatal
pada kulit (Rini,2016).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
Klien gagal ginjal kronik datang ke rumah sakit dengan beberapa kondisi seperti komposmentis
atau somnolen. Klien gagal ginjal biasanya ditandai dengan gejala lelah, mual, muntah serta
terdapat pembengkakan terutama pada bagian tangan, kaki, dan wajah (Rini, 2016).
b. Tanda-tanda vital
Pada klien gagal ginjal didapatkan adanya perubahan pada RR yang meningkat dan tekanan darah
dari hipertensi ringan berat sesuai dengan kondisi yang dirasakan oleh klien.
d. sembunyi
Inspeksi : kebersihan terjaga tidak terdapat kotoran pada bagian luar ataupun dalam telinga.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung.
e. mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan lidah klien bersih. Pada pasien
gagal kronik yaitu stomatitis dan mulut seperti bau amonia.
Palpasi : tidak ada masalah.
f. Leher
Inspeksi : leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembengkakanpada kelenjar tiroid dan vena jugularis.
g. Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada tidak ada masalah,
pergerakan nafas normal, krepitasi dan tampilan saat dilakukan perkusi (bunyi perkusi sonor).
pada pemeriksaan jantung meliputi bunyi jantung, irama jantung dan bising jantung.
h. perut
Inspeksi: keadaan kulit, bentuk perut, gerakan dinding dan keadaan umbilikus serta adanya massa
atau pembengkakan. Pada kasus yang gagal biasanya kulit mengkilap dan tegang yang menahan
cairan atau asites, distensi kandung kemih dan ginjal.
Palpasi: nyeri otot, nyeri tekan pada bagian perut terasa tergantung dengan perlukaan pada
lambung, massa, keadaan hati, lien, ginjal, pemeriksaan asites dan ketok ginjal.
Perkusi: tanda tandaorgan, adanya udara dan cairan bebas,
memungkinkan batas dan tanda hati.
Auskultasi : Bising dan peristaltik usus, bunyi gerakan cairan, dan Bising pembuluh darah.
i. Ekstremitas
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah mengenai bentuk,ukuran, kesimetrisan otot, kontraktur,
tremor, tonus, kekuatan otot, kelainan pada ekstremitas, deformitas, massa, fraktur, mobilitas atau
rentang gerak sendi serta gaya berjalan pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
j. Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit normal. Selain itu kaji cacat
kulit dan turgor kulit. Pada kasus gagal ginjalkronik umumnya tekstur kulit tampak kasar atau
kering. Penurunan turgor kulit pada gagal ginjal merupakan indikasi terjadinya dehidrasi, edema,
indikasi retensi, dan cairan.
4. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian maka diagnosa yang mungkin muncul pada klien Gagal Ginjal Kronis
adalah (TIM Pokja SDKI, 2017):