3.bab 1-3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aceh adalah provinsi yang menerapkan syariat Islam, kondisi masyarakat

yang religius, dengan keadan ini tidak mudah mengidentifikasi remaja yang

memiliki masalah khususnya mengenai perilaku seksual berisiko. Namun secara

fakta terlihat perilaku remaja Aceh saat ini sangat memprihatinkan. Mereka

cenderung terpengaruh dengan lingkungan dan budaya luar. Gaya pacaran remaja

semakin meresahkan, di mana hampir semua pasangan yang datang ketempat

rekreasi berpelukan tanpa ada rasa malu, sementara budaya setempat mempunyai

aturan yang sangat ketat tentang pergaulan laki-laki dan perempuan.

Perilaku seks bebas terjadi akibat pergaulan remaja sekarang sangat

memprihatinkan. Sikap remaja sekarang cenderung permisif (serba boleh)

terhadap perilaku seks bebas. Melakukan seks tidak lagi dipandang tabu meski

usia masih belasan tahun. Mereka melakukan itu demi kesenangan, meski ada

pula yang sebagian melakukannya untuk beberapa lembar uang. Pada sebagian

remaja yang menjadi pelacur, kecenderungan menjual diri tidak dilakukan di

lokalisasi pelacuran tetapi dilakukan melalui koneksi antar teman sehingga sulit

diperoleh data yang pasti tentang jumlah remaja yang menjadi pelacur. Para

remaja yang menjual diri tersebut ada juga yang berstatus sebagai pelajar. 1

Studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh penulis kepada satu orang guru

honorer di SMA Negeri 2 Bireuen, memberikan keterangan bahwa hingga periode

1
2

2015-2017 kasus perilaku seksual remaja terus terjadi dan tiap tahun tersebut ada

siswa yang dipanggil orang tuanya, diberikan sanksi dan bahkan ada yang

dikeluarkan dari sekolah karena perilaku sesksual, dari hasil bincang-bincang

dengan salah satu siswa juga di dapatkan informasi di tahun 2016 ada 1 orang

siswa keluar karena hamil diluar nikah dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya.

Dari 10 orang siswa menyatakan mereka pernah melakukan perilaku seks

seperti berciuman dan menganggap itu hal yang sudah biasa, 2 orang diantaranya

tidak mendapat pengawasan dari orang tua dikarenakan tidak tinggal bersama

orang tua, sedangkan 5 orang tinggal bersama orang tua tetapi mereka mengaku

mempunyai teman- teman yang semuanya berpacaran dan sering menonton video

porno, sedangkan 3 diantaranya mengaku melakukan petting karena dirayu

pacarnya. untuk ketaatan beragama hanya 2 orang remaja mengaku rajin

mengikuti kegiatan keagamaan dan saat peneliti mewawancarai, menurut mereka

prilaku seks yang mereka lakukan adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh

orang-orang di jaman sekarang dan itu urusan mereka dengan Tuhannya.

World Health Organization (WHO) tahun 2017, Tingkat aborsi lebih

tinggi di daerah berkembang dari pada di daerah maju. Sekitar 25 juta aborsi yang

tidak aman diperkirakan terjadi di seluruh dunia setiap tahun, hampir di negara-

negara berkembang. Setiap tahun antara 4,7% - 13,2% kematian maternal dapat

dikaitkan dengan aborsi yang tidak aman. Sekitar 7 juta wanita dirawat di rumah

sakit akibat aborsi yang tidak aman setiap tahun di negara-negara berkembang. 2

Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 komponen

Kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI 2012 KRR), bahwa secara nasional terjadi
3

peningkatan angka remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah

dibandingkan dengan data hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia

(SKRRI) 2007. Hasil survei SDKI 2012 KRR menunjukkan bahwa sekitar 9,3%

atau sekitar 3,7 juta remaja menyatakan pernah melakukan hubungan seksual

pranikah, sedangkan hasil SKRRI 2007 hanya sekitar 7% atau sekitar 3 juta

remaja. Sehingga selama periode tahun 2007 sampai 2012 terjadi peningkatan

kasus remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak

2,3%. 3

Penelitian yang dilakukan oleh BKKBN berjasama dengan Pusat

Penelitian Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Universitas Syiah Kuala

Tahun 2014 terhadap pengetahuan remaja, sikap dan prakrik kesehatan reproduksi

pada siswa SMA di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dari 14 Kabupaten/Kota

yaitu; Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang

sebanyak 3 persen mengaku telah melakukan hubungan seks dari 588 responden

dengan rincian sebagai berikut; 6,2 persen dari 194 responden di Kota Banda

Aceh, 3 persen dari 101 responden Kota Sabang, 3,5 persen dari 145 responden

Kab. Aceh Tenggara dan 0,7 persen dari 148 responden Kab. Aceh Tamiang.

Sebanyak 49,32 persen siswa sudah mempunyai kekasih dan 19,6 persen siswa

telah berciuman secara birahi. 4

Dinas Kesehatan Aceh menyebutkan remaja baik laki-laki maupun

perempuan yang mengaku pernah berhubungan seks setahun terakhir dan

berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan ada 43%. Selama empat tahun

terakhir di Aceh telah ditemukan 22 orang penderita HIV/AIDS positif yang


4

tersebar di beberapa Kabupaten di Aceh. Penyakit tersebut mulai ditemukan pada

tahun 2004 dengan jumlah satu kasus HIV/AIDS positif, pada tahun 2007 menjadi

22 kasus. Rata-rata usia penderita berkisar antara 20-39 tahun. Pria menjadi

penderita terbanyak, sebesar 12 orang (63%) sisanya adalah perempuan.

Selanjutnya dari data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Aceh pada tahun

2009 terjadi peningkatan kasus HIV menjadi 40 kasus. Sarana penularan

terbanyak melalui penggunaan jarum suntik sebanyak 16 orang dan selebihnya

karena hubungan seks bebas. 5

Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten dari 28 kota yang ada di

Propinsi Aceh. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara

melalui Undang-undang No. 48 Tahun 1999 tanggal 12 Oktober 1999. Luas

wilayah 1.902,22 Km² (190.122 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan, 69

pemukiman, dan 608 gampong (desa). Jumlah penduduknya 393.331 jiwa yang

terdiri dari 191.492 laki laki dan 201.839 perempuan. Jumlah remaja saat ini di

Kabupaten Bireuen umur 10- 14 tahun laki-laki sebanyak 16.439 jiwa, sedangkan

remaja perempuan berjumlah 16.505 jiwa. Remaja usia 15 s/d 18 tahun yang laki-
6
laki sebanyak 15.617 jiwa dan perempuan sebanyak 16.035 jiwa. Hasil

penelitian Lembaga Swadaya Masyarakat Yapena (2010) di salah satu SMA

Kabupaten Bireuen diketahui bahwa 13 remaja yang hamil di luar nikah, 5

diantaranya melakukan aborsi dan yang lainnya menikah dalam keadaan hamil. 7

Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-

kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik,

psikis, maupun secara sosial. Remaja pada masa peralihan tersebut kemungkinan
5

besar dapat mengalami masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan

munculnya perilaku menyimpang. Kondisi tersebut apabila didukung oleh

lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan

menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-

perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat. 8

Faktor-faktor negatif seperti kurangnya penanaman moral agama,

kurangnya pengawasan dari orang tua, kuatnya pengaruh teman sebaya,

kurangnya pengetahuan tentang seksualitas dan merebaknya informasi bertema

pornografi di media internet merupakan beberapa penyebab remaja melakukan

hubungan seks yang pada akhirnya dapat menyebabkan remaja terjerumus ke

persoalan seksualitas yang kompleks seperti hamil di luar nikah, terkena infeksi

menular seksual (IMS) termasuk risiko penularan HIV/AIDS. 9

Kenakalan remaja bukan karena murni dari dalam diri remaja itu sendiri,

tetapi mungkin kenakalan itu merupakan efek samping dari hal-hal yang tidak

dapat ditanggulangi oleh remaja dalam keluarga. Bahkan orang tua sendiri pun

tidak mampu mengatasinya, akibatnya remaja menjadi korban dari keadaan

keluarga. 10

Semakin jarangnya komunikasi orang tua dengan anak, dapat

menimbulkan terjadinya perilaku seks. Hal ini dibuktikan di negara Indonesia,

dari hasil penelitian dua dokter ahli penyakit kandungan dan ilmu kebidanan,

yaitu dr. Biran Affandi di Jakarta dan dr. Dalana di Surakarta. Mereka

menyatakan bahwa pasien-pasien remaja putri mereka hamil. Akibat melakukan

hubungan seks dengan pacar mereka. Kejadian ini banyak dilakukan dirumah
6

mereka sendiri, yang berarti bahwa: remaja remaja yang bersangkutan tidak lagi

mempedulikan kenyataan bahwa rumah adalah teritori di mana wilayah psikologis

yang tidak boleh dilanggar dari orang tua. Dengan perkatan lain, pelanggaran

teritori orang tua ini berarti juga kurangnya rasa hormat dan segan kepada orang

tua. 11

Pengetahuan agama mempunyai pengaruh terhadap perilaku seks pranikah

remaja, orang yang agamanya baik maka akan memiliki rasa takut untuk

melakukan perbuatan yang bertentangan dan dilarang dalam agamanya. Dalam

agama dijelaskan bahwa janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. 12

Rasa ingin tahu terhadap masalah seksual pada remaja sangat penting

dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Pada

masa remaja, informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai

diberikan Universitas Sumatera Utara supaya remaja tidak mendapatkan informasi

yang salah dari sumber sumber yang tidak jelas. Pemberian informasi masalah

seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi

seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi

hormon dan tidak cukupnya informasi mengenai aktivitas seksual mereka sendiri.

Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja

bila tidak didukung dengan pengetahuan dan informasi yang tepat. 13

Selain itu remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan

teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa


7

pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan

perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. 14

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian berjudul

“Analisis Faktor yang memengaruhi Perilaku Seks Bebas Pada Remaja di SMA

Negeri 2 Bireuen Tahun 2017”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah Apa Saja Faktor-Faktor

yang memengaruhi Perilaku Seks Bebas Pada Remaja di SMA Negeri 2 Bireuen

Tahun 2017.

1.2.1. Bagaimana pengaruh Peran Orang Tua terhadap prilaku seks bebas pada

remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.2.2. Bagaimana pengaruh Pendidikan Agama terhadap prilaku seks bebas pada

remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.2.3. Bagaimana pengaruh Media Internet terhadap prilaku seks bebas pada

remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.2.4. Bagaimana pengaruh Teman Sebaya terhadap prilaku seks bebas pada

remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisa Faktor-

faktor yang memengaruhi perilaku Seks Bebas pada Remaja Kelas I dan II di

SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.


8

1.3.1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Peran Orang Tua terhadap

prilaku seks bebas pada remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.3.2. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Pendidikan Agama terhadap

prilaku seks bebas pada remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.3.3. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Media Internet terhadap

prilaku seks bebas pada remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.3.4. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Teman Sebaya terhadap

prilaku seks bebas pada remaja di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai

berikut:

1.4.1. Bagi Responden

Remaja diharapkan agar mampu memberi kesan yang baik tentang dirinya,

mengendalikan dorongan seksualnya kearah positif dan tidak terjebak

dalam perilaku seksual sehingga mampu berkembang dengan baik sesuai

dengan tahapan perkembangannya.

1.4.2 Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini sebagai masukan dalam upaya meningkatkan

pendidikan bagi remaja sebagai generasi muda khususnya dalam hal

pencegahan prilaku seks bebas.


9

1.4.2. Bagi Pendidikan

Sebagai bahan kepustakaan dan referensi bagi mahasiswa dalam penelitian

tentang seks bebas pada remaja

1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk menambah bahan bacaan atau informasi dan perbandingan bagi

peneliti berikutnya.
10

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian Nurhidayah S, R 2008 faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual pranikah lainnya antara lain waktu usia dari pubertas sampai

menikah diperpanjang, adanya kesempatan untuk melakukan perilaku seksual

pranikah, paparan media massan tentang seks, kurangnya informasi/ pengetahuan

tentang seks, komunikasi yang kurang efektif dengan orang tua, mudah

menemukan alat kontrasepsi yang tersedia bebas dan kurangnya pemahaman etika

moral dan agama; remaja laki-laki lebih bersikap permisif/ menyetujui daripada

remaja wanita dalam menentukan dan melakukan perilaku seksual pranikah. 15

Penelitian Situmorang 2017 Perilaku seks bebas dapat memicu munculnya

masalah kesehatan seperti kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi dan Penyakit

Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus

Infection and Acquired Immune Deficiency Syndrome). Pendidikan seks terbaik

adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri. Diwujudkan melalui cara hidup

orang tua dalam suasana akrab dan terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan

anak. Orang tua adalah pendidik pertama bagi anaknya. Tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui adakah hubungan antara pendidikan seks orang tua dengan

perilaku seksual remaja (pengetahuan, sikap dan tindakan) di SMA Al-Maksum

Desa Cinta Rakyat. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan

cross sectional dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Populasi dan sampel

penelitian ini menggunakan tehnik total sampling yaitu seluruh siswa-siswi di


11

SMA Al-Maksum Desa Cinta Rakyat Kelas X dan XI sebanyak 65 responden.

Data dianalisis secara bertahap yaitu : Univariat dan Bivariat. Hasil penelitian

menunjukkan secara signifikan terdapat hubungan pendidikan seks orang tua

dengan perilaku seksual remaja (pengetahuan, sikap dan tindakan). Untuk

pendidikan seks dengan pengetahuan seks remaja (p=0,001). Pendidikan seks

orang tua dengan sikap seks remaja (p=0,001). Pendidikan seks orang tua dengan

tindakan seks remaja (p=0,025). Disarankan kepada Sekolah SMA AL-Maksum

Desa Cinta Rakyat khususnya guru-guru untuk memberikan pendidikan kesehatan

reproduksi Remaja di sekolah agar siswa-siswi mengetahui dampak dari perilaku

seks bebas. Kepada orang tua sebaiknya memberikan dukungan yang positif,

memberikan informasi tentang pendidikan seks secara benar serta peduli agar

remaja terhindar dari perilaku seksual yang menyimpang. 16

Penelitian Panjaitan R 2013 dilakukan di Kecamatan Siantar Kabupaten

Simalungun, dengan pertimbangan adanya kasus seks pranikah di kalangan

remaja serta daerah tersebut dekat dengan lokalisasi terbesar di Kabupaten

Simalungun sehingga keterpaparan dengan kebiasaan ataupun pengaruh

lingkungannya akan merubah perilaku remaja tersebut. Waktu penelitian bulan

Juni sampai dengan Juli 2012. Populasi penelitian terdiri dari 13.496 orang dan

penetapan sample menggunakan rumus Taro Yamane sebanyak 99 orang. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa motivasi dan dukungan keluarga berpengaruh

serempak terhadap perilaku seks berisiko. Hal ini diindikasikan oleh nilai

signifikansi omnibus tes = 0.000 < 0.025. Faktor dukungan keluarga (76.24%)

lebih dominant dibandingkan motivasi (46.09%). Disarankan kepada Pemerintah


12

Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, disarankan untuk lebih menggiatkan

sosialisasi bahaya perilaku seks berisiko khususnya kepada anak anak remaja di

wilayah kerjanya. 17

2.2. Perilaku Seks Bebas

2.2.1. Pengertian Perilaku


18
Menurut Skinner dalam seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari

manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan,

berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap

stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:

1. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.

Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang

lain.

2. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner
18
dalam mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan
13

antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan

menjadi dua respon :

1) Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap.

Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon

dan emotional behaviour.

2) Operant response atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan

berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

reinforsing stimuly atau reinforcer. Proses pembentukan atau perubahan

perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun

dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan/

berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan

emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari

penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu.

Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan.

Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan. 18

2.2.2. Perilaku Seks Bebas pada Remaja


19
Menurut perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong

oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun

sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama.

Perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi dalam

ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan
14

perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi

menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing. 20


21
Menurut remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko

yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan,

cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif,

petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual pranikah

pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang

merugikan remaja itu sendiri.

2.2.3. Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan

serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki

maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual

remaja secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan

organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan

jenis. Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat

dipengaruhi oleh factor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas. 22

Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi

remaja laki-laki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang

menarik bagi remaja perempuan.22 Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap

masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang

dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongan-

dorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari

remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis


15

dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja

melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan

kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan

seksual. 12

Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada

remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara

seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan

adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-

laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-

orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering

merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri

mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan

bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa

alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta. 22

2.2.4. Dampak Perilaku Seks Bebas Remaja

Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada

remaja, diantaranya sebagai berikut :

1. Dampak psikologis

Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan

marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

2. Dampak Fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seks bebas tersebut diantaranya dapat

menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi. Dampak fisik lainnya


16

sendiri adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja,

dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi

antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan

kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan

HIV/AIDS.

3. Dampak sosial

Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seks bebas yang dilakukan

sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan

yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari

masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. 23

2.2.5. Dampak Hubungan Seks dalam Kesehatan Reproduksi

Salah satu perilaku remaja yang dapat menimbulkan masalah bagi

kesehatan remaja adalah perilaku hubungan seksual pranikah. Hubungan seksual

pranikah (premarital sex) adalah kontak seksual yang dilakukan remaja dengan

lawan jenis atauteman sesama jenis tanpa ikatan pernikahan yang sah. Perilaku

hubungan seksual pranikah dapat menyebabkan berbagai masalah bagi kesehatan,

sosial dan ekonomi bagi remaja itu sendiri maupun keluarganya.

Beberapa dampak dari perilaku hubungan seksual pranikah, diantaranya

adalah:

1. Hubungan seksual pranikah rentan terhadap penyakit menular seksual. Hal ini

disebabkan karena remaja cenderung memiliki pasangan seksual lebih dari 1

(multiple partners), melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan

kondom (unprotected sex) dan memilih pasangan seksual risiko tinggi (high
17

risk partners). Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan

melalui hubungan seksual dan menyerang organ reproduksi seseorang. PMS

meliputi sifilis, gonorhea, herpes genitalis dan AIDS. Penyakit menular

seksual pada remaja dapat memiliki dampak serius bagi kesehatannya, yaitu

ketidaksuburan (infertility), kanker reproduksi, kehamilan dan proses

melahirkan dengan risiko tinggi dan infeksi HIV.

2. Kedua, hubungan seksual pranikah pada remaja dapat menyebabkan

kehamilan tidak diinginkan (KTD). Kehamilan pada remaja dapat

menimbulkan masalah bagi remaja itu sendiri, keluarga maupun lingkungan

sosial. Kehamilan tidak diinginkan pada remaja dapat memiliki beberapa

dampak, yaitu:

1) Dampak fisik, status kesehatan fisik rendah, perdarahan, komplikasi dan

kehamilan yang bermasalah

2) Dampak psikologis, tidak percaya diri, stres, malu

3) Dampak sosial, prestasi sekolah rendah atau drop out dari sekolah,

penolakan atau pengusiran oleh keluarga, dikucilkan oleh masyarakat,

tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi bahkan kemiskinan

4) Dampak bagi anak yang dilahirkan, anak yang dilahirkan oleh ibu diusia

remaja akan mengalami status kesehatan yang rendah, keterlambatan

perkembangan intelektualitas dan masalah sosial lainnya. 24

3. Kehamilan yang disebabkan oleh hubungan seksual dapat menyebabkan

aborsi spontan atau aborsi buatan pada remaja. Aborsi sangat berbahaya bagi

kesehatan dan keselamatan remaja, karena memiliki beberapa dampak yaitu:


18

1) Dampak fisik, aborsi yang dilakukan secara sembarangan atau oleh tenaga

tidak terlatih dapat menyebabkan berbagai komplikasi medis atau bahkan

kematian. Beberapa dampak fisik dari tindakan aborsi tidak aman antara

lain: perdarahan yang terus menerus, infeksi alat reproduksi karena

kuretasi yang tidak steril, risiko rupture uterus akibat kuretasi atau fistula

genitalis traumatis yaitu terbentuknya suatu saluran antara genital dan

saluran kencing atau anus.

2) Dampak psikologis, seperti perasaan bersalah.

3) Dampak sosial, seperti dikucilkan oleh masyarakat, teman dan keluarga.

Kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau

perilaku seks pranikah dapat menimbulkan risiko terjadinya kehamilan yang tidak

diinginkan (KTD) dan tertular penyakit menular seksual (PMS). Angka infeksi

menular seksual (IMS) tertinggi terdapat pada usia 15-23 tahun dan kehamilan

tidak diinginkan yang diakhiri dengan aborsi sebanyak 2,4 juta jiwa per tahun 700

ribu di antaranya adalah remaja. 23

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks Bebas


24
Menurut penelitian yang dilakukan oleh tentang faktor-faktor yang

memengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, (1) faktor internal

(pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan

kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap

resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa

percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2) faktor eksternal (kontak
19

dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma

sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu).

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi

remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan

seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau

pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang-

tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal

terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering

bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan

“melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena

perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat

mempengaruhi perkembangan jiwa anak. 25

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja

paling tinggi hubungan antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan

teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media. 12

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja

adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi

melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan


19
yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan. Faktor - Faktor yang

berpengaruh pada perilaku seksual antara lain :

2.3.1. Peran Orang Tua

Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan

pembicaraan seks dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak.
20

Akibatnya pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran

orang tua sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas.

Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja

yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni

keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi

berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan

dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).

Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk pelampiasan kekesalan dan

ketidak puasan remaja terhadap orang tua dan orang dewasa yang dianggap terlalu

banyak mengatur atau mengekang.

Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli antara lain:

1. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)

2. Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan

anak di rumah

3. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak

baik (buruk)

4. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi

daripada kejiwaan (psikologis). 26

Kedekatan geografis orang tua dan anak ternyata tidak menjamin selalu

terkontrolnya perilaku seks anak remaja mereka. Mereka justru tidak ingin

mengambil risiko bertemu dengan kenalan orang tuanya baik di hotel atau tempat

umum lainnya. Bagi mereka risiko terlihat di tempat umum lebih besar dari pada

di rumah orang tua mereka karena mereka tahu pasti jam orangtua mereka atau
21

saat orang tua akan berada di luar rumah. Dengan demikian, bila hubungan seks

dilakukan di rumah, mereka akan memilih saat kedua orang tuanya sedang tidak

ada di rumah atau sedang bekerja. 27

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan

anak. Usia 4-5 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut

jenis kelamin, sehingga peran ibu dan ayah atau orang tua pengganti (nenek,

kakek, dan orang dewasa lainnya) sangat besar. Apabila proses identifikasi ini

tidak berjalan dengan lancar, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah.

Lingkungan keluarga yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa

remaja adalah sebagai berikut. 28

1) Pola Asuh Keluarga

Proses sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh keluarga, diantaranya

sebagai berikut :

(1) Sikap orang tua yang otoriter (mau menang sendiri, selalu mengatur,

semua perintah harus diikuti tanpa memperhatikan pendapat dan kemauan

anak) akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian

remaja.

(2) Sikap orang tua yang permisif (serba boleh, tidak pernah melarang, selalu

memberi kehendak anak, selalu memanjakan) akan menumbuhkan sikap

ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di

luar keluarga.

(3) Sikap orang tua yang selalu membandingkan anak-anaknya, akan

menumbuhkan persaingan tidak sehat dan saling curiga antara saudara.


22

(4) Sikap orang tua yang berambisi dan terlalu menuntut anak-anaknya akan

mengakibatkan anak cenderung mengalami frustasi, takut gagal, dan

merasa tidak berharga.

(5) Orang tua yang demokratis, akan mengikuti keberadaan anak sebagai

individu dan makhluk sosial, serta mau mendengarkan dan menghargai

pendapat anak.

2) Kondisi Keluarga

Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan

emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak. Pendidikan

moral dalam keluarga adalah upaya menanamkan nilai-nilai akhlak atau budi

pekerti kepada anak di rumah. Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai

berikut ini :

(1) Pengetahuan Agama

Pengetahuan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang mampu

menjauhi hal-hal yang dilarang dan melaksanakan perintah yang dianjurkan.

Pendidikan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang mampu

menjauhi hal-hal yang dilarang dan melaksanakan perintah yang dianjurkan.

(2) Kesusilaan

Meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain, misalnya sopan santun,

kerja sama, tenggang rasa, saling menghayati, saling menghormati,

menghargai orang lain, dan sebagainya.


23

(3) Kepribadian

Memiliki nilai dalam kaitan pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa

malas, kejujuran, kemandirian, dan sebagainya.

Agar tercipta lingkungan yang kondusif bagi remaja sehingga tidak

melakukan perbuatan yang membahayakan kesehatan, termasuk hubungan seksual

pranikah, perlu upaya dari orang tua antara lain :

1. Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak mengekang

remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali. Misalnya, bila remaja

mengadakan pesta, maka orang tua turut menghadiri pesta tersebut, pesta tidak

dilakukan sampai larut malam, dan tidak menggunakan cahaya yang remang-

remang.

2. Orang tua tidak memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang berlebihan.

Penggunaan uang harus termonitor oleh orang tua. Orang tua mengarahkan

dan memfasilitasi kegiatan yang positif melalui kelompok sebaya. 28


29
Menurut faktor lingkungan termasuk salah satunya faktor orang tua

dapat mempengaruhi perilaku seks menyimpang pada remaja. Hal tersebut

dijelaskan sebagai berikut :

1. Ketidaktahuan orang tua akan pendidikan seks. Banyak orang tua yang tidak

mengerti konsep pendidikan seks, sehingga mereka cenderung

menyembunyikan masalah seks dari anak-anak, dan membiarkan mereka

mencari informasi di luar rumah yang justru sering mengarahkan mereka pada

solusi yang menjerumuskan. Para seksolog Barat menganjurkan agar anak

dikenalkan dengan pendidikan seks sejak dini.


24

2. Rangsangan seksual dalam keluarga. Kebanyakan para orang tua kurang

mampu menjaga perilaku seksualnya dihadapan anak, misalnya: Bermesraan

di depan anak, berciuman di depan anak atau perilaku-perilaku kecil lainnya

yang dapat menimbulkan rasa penasaran dan rangsangan seks pada anak.

3. Anak tidak terlatih untuk meminta izin. Masih banyak orang tua yang tidak

membiasakan anak untuk meminta ijin ketika masuk kamar orang tua,

sehingga terkadang anak dapat melihat aktivitas seksual orang tua.

4. Tempat tidur yang berdekatan. Kebanyakan orang tua belum mengerti, bahwa

membiarkan anak tidur dalam satu selimut dengan saudaranya, atau

membiarkan anak laki-lakinya yang sudah remaja tidur dengan anak

perempuannya dapat menyebabkan munculnya perilaku seks menyimpang.

5. Orang tua memandang remeh ciuman anak laki-laki dan perempuan pada

periode terakhir masa kanak-kanak, padahal hal ini juga dapat memicu

munculnya perilaku seks penyimpang.

6. Keluarga mengabaikan pengawasan terhadap media informasi, sehingga anak

mudah meniru perilaku-perilaku berciuman bermesraan dan lain sebagainya

yang tidak jarang diperagakan oleh artis-artis di TV.

Bila setiap orang tua dan keluarga memberikan perhatian yang cukup pada

remaja dan turut serta mendukung terpeliharanya nilai-nilai moral dan etika, maka

akan tercipta suasana sehat bagi kehidupan remaja. Penanaman nilai-nilai budi

pekerti dalam keluarga dapat dilakukan melalui keteladanan orang tua atau orang

dewasa lainnya, bacaan yang sehat, pemberian tugas, dan komunikasi efektif antar

anggota keluarga. Sebaliknya, apabila keluarga tidak peduli terhadap hal ini,
25

misalnya membiarkan anak tanpa komunikasi dan memperoleh nilai di luar moral

dan sosial, membaca buku dan menonton VCD porno, bergaul bebas, minuman

keras dan merokok, maka akan berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa

remaja. 29

2.3.2. Keagamaan

Setiap manusia memiliki naluri keagamaan, yaitu naluri untuk

berkepercayaan. Naluri itu muncul bersamaan dengan hasrat memperoleh

kejelasan tentang hidup dan alam raya yang menjadi lingkungan hidup, karena itu

setiap manusia pasti memiliki keinsyafan tentang apa yang dianggap makna

hidup. Remaja lebih tertarik kepada agama dan keyakinan spiritual dari pada

anak-anak. Pemikiran abstrak mereka yang semakin meningkat dan pencarian

identitas yang mereka lakukan membawa mereka kepada masalah-masalah agama

dan spiritual. 12

Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur

alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur

segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang

dinilai tidak baik dan tidak perlu dilakukan sehingga perlu dihindari. Agama

mengatur juga tingkah laku baik buruk secara psikologis termasuk dalam moral

adalah sopan santun, tata krama dan norma-norma masyarakat yang lain.

Nilai keagamaan adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif,

yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being religious).

Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, dan sikap sosial

keagamaan. Dalam Islam, religiusitas pada garis besarnya tercermin dalam


26

pengamalan aqidah, syariah dan akhlak, atau dengan ungkapan lain, iman, Islam

dan ihsan. Bila semua unsur itu telah dilimiliki oleh seseorang maka dia itulah

insan yang telah beragama dengan sesungguhnya. 30

Pemahaman agama yang baik akan menumbuhkan perilaku yang baik.

Remaja memerlukan kemampuan pemecahan masalah yang baik, sehingga remaja

mampu menyelesaikan masalah mereka dengan efektif. Sekolah dan orang tua

harus bekerja sama bagaimana memberikan pemahaman agama secara baik,

mantap, dan sesuai dengan kondisi remaja saat ini. Peran orang tua dan guru juga

penting dalam memberikan pengawasan serta mengarahkan remaja agar

senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sehingga remaja menyadari

dampak dari seks bebas dan tidak mencoba. 12


31
Glock dan Stark dalam merumuskan keagamaan merupakan

keberagaman yang menunjukkan pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap

agamanya yang dapat dilihat dari prilaku, sikap, perkataan serta seluruh

kehidupannya mengikuti aturan-aturan yang diajukan oleh agama. Untuk melihat

seberapa jauh keagamaan seseorang, maka dapat dilihat bagaimana ia melakukan

dimensi-dimensi keagamaan. Ada 5 dimensi keagamaan yaitu : 1) Ideologis

(Kepercayaan), 2) Ritualistik (Perilaku keagamaan, 3) Experiential (Perasan,

persepsi, sensani), 4) Intelektual (Pengetahuan) dan 5) Konsekuensial (Efek atau

konsekuensi ). Dimensi keagamaan diatas berpengaruh mendalam pada setiap

aspek prilaku manusia. Perilaku keagamaan yaitu mengungkap sejauh mana

perilaku seseorang melaksanakan ritual keagamaannya, seberapa sering orang


27

melaksanakan upacara keagamaan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama

yang dianut seperti berdoa, sholat,puasa.

Perilaku religius terbagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Ritual Practice, mengarah kepada kumpulan tata cara, aktifitas keagamaan

dan tindakan religius formal, seperti menghadiri ibadah-ibadah.

2. Devotion Practice, merupakan ketaatan dalam beribadah yang lebih bersifat

informal, spontan dan cenderung lebih tertutup secara pribadi oleh individu

seperti berdoa dan membaca kitab suci.


23
Menurut Jalaluddin (2010) dalam Masalah agama pada remaja terletak

pada tiga hal, yaitu:

1. Keyakinan dan kesadaran beragama.

Keyakinan dan kesadaran beragama harus ditumbuhkan dengan sengaja

sejak anak masih kecil. Dan yang paling penting lagi ialah membiasakan

perbuatan-perbuatan yang terpuji seperti kasih sayang kepada saudara dan kepada

orang lain sesama manusia, sopan-santun, jujur tak mau berbohong, taqwa, sabar,

tawakal dan sebagainya. Pada masa remaja kebiasaan-kebiasaan yang telah

ditanamkan diwaktu kecil akan mengalami tantangan dengan adanya pemikiran

rasional dan adanya kenyataan hidup orang dewasa yang dilihatnya amat

bertentangan dengan keyakinan yang telah ia terima.

2. Kedua, pelaksanaan ajaran agama secara teratur.

Jika keyakinan beragama atau kesadaran beragama sudah tumbuh dengan

subur, untuk melaksanakan ajaran agama dengan konsekuen akan lebih mudah.

Terutama sekali harus dibina disiplin menjalankan ajaran agama semenjak anak
28

usia dini, sehingga di masa remaja kebiasaan itu mudah berkembang. Disiplin

dalam agama timbul oleh tiga hal, yaitu: pertama, pengaruh dan contoh dari orang

tua yang juga disiplin menjalankan ajaran agamanya. Kedua, menanamkan rasa

kesadaran iman di dalam hati remaja , sehingga ia merasa takut kepada Tuhan jika

meninggalkan syari’at agamanya dan berbuat kejahatan. Ketiga, pengaruh

lingkungan yang beragama. Pemuda-pemuda diorganisir dalam kegiatan-kegiatan

agama, sehingga mereka sendiri berpartisipasi di dalam mengurus semua kegiatan

dan acara-acara agama. Kesadaran, disiplin dan mendarah dagingnya ajaran

agama, akan membawa kepada perubahan sikap dan tingkah laku remaja kearah

positif dan produktif.

3. Perubahan tingkah laku karena agama.

Agama adalah pendidikan, dan ajaran agama dapat dikatakan alat

pendidikan yang bisa mengubah tingkah laku manusia kearah yang diinginkan

atau diridhoi Tuhan. Tingkah laku yang perlu ditumbuhkan kepada remaja ialah

berbuat sesuatu adalah karena Tuhan, karena keinginan Tuhan, karena

mengharapkan ridha Tuhan semata. Kuat lemahnya motif karena Tuhan amat

banyak bergantung kepada situasi lingkungan. Jika pengaruh-pengaruh negatif

lebih dominan, maka motif berbuat karena Tuhan akan dikalahkan.

Agar kita tidak mudah terpengaruh oleh bujukan syetan, maka kita harus

mendekatkan diri kepada Allah yaitu dengan menertibkan dan meningkatkan

ibadah kepada Allah seperti : memeperbanyak dzikir kepada Allah,

memeperbanyak membaca Al-qur’an, melaksanakan puasa sunnah, meningkatkan

kekhusyu’an sholatnya, dan banyak melakukan sholat-sholat sunnah terutama


29

sholat malam dan dilanjutkan dengan berdoa memohon kepada Allah, minta

perlindungan dan keselamatan dari perbuatan maksiat. Firman Allah :

Pemahaman tingkat agama menunjukkan bahwa kemampuan remaja

dalam memahami dan mengetahui tentang agama. Oleh karena itu, Masalah

komitmen beragama atau religiusitas adalah masalah yang sangat individual dan

pribadi. Dengan demikian, remaja sangat perlu meningkatkan keimanan dan

ketaqwaan mereka sesuai dengan agama yang dianutnya, karena pemahaman

agama yang dimiliki remaja dapat juga mempengaruhi mereka dalam

berperilaku.23

Isu-isu agama merupakan hal yang penting bagi remaja dan memiliki

sejumlah dampak positif bagi remaja. Mengunjungi tempat beribadah dan terlibat

dalam aktivitas keagamaan dapat menguntungkan remaja, karena komunitas

religius mendorong sikap dan perilaku remaja yang dapat di terima secara sosial

dan memberikan model-model peran yang positif bagi remaja

Perkembangan budaya dalam masyarakat, yang tidak jarang bertentangan

dengan nilai-nilai agama, seperti paparan pornografi dari media, minuman keras,

penggunaan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas dan sebagainya. Hal ini

mempunyai daya tarik yang kuat untuk remaja, sehingga remaja yang penuh

gejolak ingin mencobanya, disamping itu remaja melihat bahwa tidak sedikit

orang dewasa atau masyarakat sekitar yang gaya hidupnya kurang memperdulikan

agama, bersifat munafik, tidak jujur dan lainnya. Moral dan religi merupakan

bagian yang cukup puenting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat

bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak
30

dewasa, sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan

dengan kehendak dan pandangan masyarakat. Di sisi lain tiadanya moral dan

religi sering dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja.

Seorang psikolog yang mendalami psikologi agama, William James,

mengatakan bahwa orang yang menempatkan agama sebagai sumber semangat

memiliki sikap jiwa yang sehat, yang terlihat sebagai sikap yang penuh gairah,

terlibat, bersemangat tinggi dan meluap dengan vitalitas. Sikap jiwa yang sehat

ditampilkan sebagai sikap yang positif, optimis, spontan serta bahagia.

Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang

membosankan memiliki jiwa yang sakit (sick soul) yang dihinggapi oleh

penyesalan diri, rasa bersalah, murung serta tertekan. James juga berpendapat

bahwa bagi manusia, agama membuka suatu dimensi kehidupan yang paling

fundamental dan peluang untuk mengembangkan pribadinya serta

mengintegrasikannya secara kreatif dan selaras ke dalam dunia pribadinya. 22

Sikap keberagamaan remaja memiliki perspektif yang luas didasarkan atas

nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan umumnya juga

dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran

agama yang dianutnya. Di usia perkembangan remaja tampak dorongan seksual

begitu dominan atau setidak-tidaknya secara psikologis memiliki dampak

terhadap nilai-nilai keagamaan. Maksudnya dorongan seks tak jarang turut

mempengaruhi munculnya sikap dan perilaku menyimpang sehingga para remaja

tidak merasa bersalah atau berdosa melakukan perbuatan yang melanggar norma-

norma agama. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa sikap permisif


31

dikalangan remaja di beberapa kota besar di Indonesia, seperti hidup serumah

tanpa ikatan pernikahan, menjadi bagian dari gejala perilaku seksual yang terkait

dengan penyaluran kebutuhan biologis remaja. 31

Solusi pergaulan bebas dan zina menurut agama Islam bisa diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari dengan cara meningkatkan ketakwaan agar selalu

terjaga dari perbuatan nista. Tiap perbuatan baik ataupun buruk, tentu ada

balasannya. Sebagian besar dari mereka yang melakukan perbuatan zina dan

hamil diluar nikah tidak mau bertanggung jawab. Karena malu dengan masyarakat

sekitar dan tidak punya pekerjaan tetap alias pengangguran, maka pada akhirnya

membunuh bayi yang dikandung dengan melakukan aborsi. Kebebasan memang

identik dengan hal negatif dan remaja. Karena kaum muda cenderung banyak

bergaul, mencari relasi, pacaran, penasaran dengan banyak hal, melakukan

aktivitas terselubung dan banyak lagi. Hal tersebut memungkinkan untuk

melakukan sesuatu yang tidak terkendali, yakni kebebasan yang menyebabkan

kaum muda terjerumus pada hal-hal negatif. Diartikan sebagai pergaulan yang

lepas kontrol dan tanpa norma. Hal tersebut disebabkan adanya hubungan yang

tidak mengindahkan segi norma dalam interaksi. Masalah penyalahgunaan

narkoba, maksiat dan zina pada akhirnya mereka lakukan tiap ada kesempatan.

Zina akan membawa akibat buruk kepada pelakunya, bukan saja di akhirat

kelak, tetapi juga di dunia. Timbulnya gejala penyakit yang sukar diobati hingga

kini membuktikan betapa dahsyatnya akibat dari dosa tersebut, yaitu HIV/AIDS.

Penyakit yang sangat dahsyat kerana hingga kini, ahli pengobatan masih bingung

dalam usaha mereka mencari penawarnya.


32

Allah mengingatkan manusia di dalam Al Quran :

‫َو اَل َتْقَر ُبوا الِّز ٰن ى ِإَّنٗه َك اَن َفاِح َش ًۗة َو َس اَء َس ِبْياًل‬

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan keji

yang membawa kepada kerusakan.” (Al Isra: 32).

Seks bebas semakin bayak dilakukan dilakukan karena kurangnya

pemahaman terhadap hukum Islam, sebaliknya lebih tertarik meniru gaya hidup

orang Barat yang mengutamakan pergaulan bebas. Manusia yang melanggar

larangan Allah ialah golongan yang mengikuti dorongan hawa nafsu syahwat liar

mereka dan juga diperbudak syetan.

Godaan syaitan untuk mengajak anak Adam melakukan zina, pesta miras,

selingkuh dan pergaulan bebas sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-

langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka

sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang

mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu

sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan

keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang

dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (An Nur:

21)
33

2.3.3. Teman Sebaya

Teman sebaya adalah anak- anak atau remaja dengan tingkat usia atau
22
tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi teman sebaya adalah untuk

memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

Dalam perbincangan sehari-hari, topik seksualitas bukanlah topik yang

umum dibicarakan, tidak terkecuali dalam perbincangan antara orang tua dan
19
anak. Padahal menurut komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan

seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin

rendah komunikasi tersebut, maka akan semakin besar anak tersebut melakukan
19
tindakan seksual. Rice (1999) dalam menjelaskan bahwa pada usia remaja,

kebutuhan emosional individu beralih dari orang tua kepada teman sebaya. Pada

masa ini, teman sebaya juga merupakan sumber informasi. Tidak terkecuali dalam

perilaku seksual, sayangnya informasi yang diberikan oleh teman sebaya

cenderung salah.

Teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja,

tidak terkecuali dalam hal seksualitas. Newcomb, Huba, and Hubler (1986) dalam
14
mengatakan bahwa perilaku seksual juga dipengaruhi secara positif orang teman

sebaya yang juga aktif secara seksual. Jika seorang remaja memiliki teman yang

aktif secara seksual maka akan semakin besar pula kemungkinan remaja tersebut

untuk juga aktif secara seksual mengingat bahwa pada usia tersebut remaja ingin

diterima oleh lingkungannya.

Teman sebaya mendukung sebagai agen sosialisasi melalui reinforcement

(penguatan), modelling, tekanan langsung terhadap perilaku sosial anak untuk


34

memenuhi tuntutan konformitas. Konformitas teman sebaya lebih erat pada awal

masa remaja. Tapi bagaimanapun juga, teman sebaya jarang menuntut

konformitas total, dan tekanan teman sebaya kebanyakan terfokus pada waktu

yang singkat dan masalah harian seperti pakaian serta selera musik. Mereka tidak

memiliki konflik yang menggunakan nilai orang dewasa. Dibandingkan teman

sebaya, orangtua memiliki pengaruh yang lebih pada hal-hal yang mendasar

seperti penanaman nilai dan rencana pendidikan

Remaja berusaha menemukan konsep dirinya di dalam kelompok sebaya.

Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi dunia

dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja

dapat melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang

ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak

berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan

dalam kelompok sebaya ini cenderung tertutup, di mana setiap anggota tidak

dapat terlepas dari kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan

oleh pimpinan kelompok. Sikap, pikiran, perilaku, dan gaya hidupnya merupakan

perilaku dan gaya hidup kelompoknya.

Remaja teman sebaya dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan

istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia

sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase

perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara

usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15

tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-
35

21 tahun. Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan

dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik. 14

1. Karakteristik Teman Sebaya


32
Menurut Makmun karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja

terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan 14-15 tahun) dan

remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek :

1) Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran

tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri

sekunder.

2) Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta

aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.

3) Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik

mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan

mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.

4) Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat

temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya

disertai semangat konformitas yang tinggi.

5) Perilaku kognitif

(1) Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika

formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak,

meskipun relatif terbatas.

(2) Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.


36

(3) Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan kecenderungan -

kecenderungan yang lebih jelas.

6) Moralitas

(1) Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh

orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

(2) Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidah-kaidah atau

sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari hari oleh para

pendukungnya. 32

2.3.4. Pendidikan Seksualitas atau Kesehatan Reproduksi

Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah

penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang

tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular,

depresi, dan perasaan berdosa 19

Beberapa pihak tidak setuju dengan pendidikan seks, karena dikhawatirkan

dengan pendidikan seks, anak-anak yang belum saatnya tahu tentang seks jadi

mengetahuinya dan karena dorongan keingintahuan yang besar yang ada pada

remaja, mereka jadi ingin mencobanya. Namun pandangan pro kontra pendidikan

seks tersebut pada hakikatnya tergantung sekali pada bagaimana kita

mendefenisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan

sebagai pemberian informasi mengenai seluk beluk anatomi dan proses faal dari

reproduksi manusia semata ditambah dengan teknik-teknik pencegahannya (alat

kontasepsi), maka kecemasan yang disebutkan diatas memang beralasan. 19


37

Pendidikan seks bukanlah penerangan tentang seks semata-mata.

Pendidikan seks, sebagaimana pendidikan lain pada umumnya seperti pendidikan

agama, atau pendidikan Moral Pancasila, yang mengandung pengalihan nilai-nilai

dari pendidik kesubjek-didik. Dengan demikian, informasi tentang seks diberikan

secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku

dalam masyarakat. Pendidikan seks yang konstektual ini jadinya mempunyai

ruang lingkup yang luas. Tidak terbatas pada perilaku hubungan seks semata

tetapi menyangkut pula hal-hal seperti peran pria dan wanita dalam masyarakat,

hubungan pria-wanita dalam pergaulan, peran ayah ibu dan anak-anak dalam

keluarga dan sebagainya. 19

Materi pendidikan seks sangat bervariasi dari satu tempat ketempat lain,

tetapi sebuah survey oleh Orr (1982) menunjukkan bahwa pada umumnya materi

pendidikan seks adalah sebagai berikut:

1. Masalah-masalah yang banyak dibicarakan dikalangan remaja sendiri

a. Perkosaan

b. Masturbasi

c. Homoseksualitas

d. Disfungsi seksual

e. Eksoploitasi seksual

2. Kontrasepsi dan pengaturan kesuburan

a. Alat KB

b. Pengguguran

c. Alternatif-alternatif dari pengguguran


38

3. Nilai-nilai seksual

a. Seks dan nilai-nilai moral

b. Seks dan hukum

c. Seks dan media massa

d. Seks dan nilai-nilai religi

4. Perkembangan remaja dan reproduksi manusia

a. Penyakit menular seksual Universitas Sumatera Utara

b. Kehamilan dan kelahiran

c. Perubahan-perubahan pada masa puber

d. Anatomi dan fisiologi

e. Obat-obatan, alkohol dan seks

5. Topik-topik lainnya

a. Kehamilan pada remaja

b. Kepribadian dan seksualitas

c. Mitos-mitos yang dikenal oleh umum

d. Menghindari hubungan seks. 19

2.3.5. Adanya Tekanan dari Pasangan

Pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai

hubungan berdasarkan cinta kasih. Pacar diartikan sebagai orang yang spesial

dalam hati selain orangtua, keluarga, dan sahabat. Makna pacaran seringkali di

salahgunakan sebagai ajang pelampiasan nafsu, ajang pertunjukan gengsi, dan

ajang meraup keuntungan pribadi. Pacaran merupakan salah satu upaya untuk
39

saling mengenal satu sama lain, saling mengerti dan dimengerti, saling cinta dan

saling setia. 15

Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai, seorang harusrela

melakukan apa saja terhadap pasangannya, seperti mengajak bercumbu saat

berkencan sampai ingin melakukan hubungan seks pranikah, tanpa memikirkan

risiko yang nanti dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu

mereka, melainkan juga karena sikap memberontak terhadap orang tuanya.

Remaja lebih membutuhkan suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa aman, dan

harga diri sebagai layaknya manusia dewasa. Jika di dalam lingkungan keluarga

tidak dapat membicarakan masalah yang dihadapinya, remaja tersebut akan

mencari solusinya di luar rumah. Adanya perhatian yang cukup dari orang tuanya

dan anggota keluarga terdekatnya memudahkan remajatersebut memasuki masa

pubertas.

Dengan demikian, dia dapat melawan tekanan yang datang darilingkungan

pergaulan dan pasangannya. Selain itu, kemampuan dankepercayaan diri untuk

memegang teguh prinsip hidupnya sangat penting. Pandangan ini tidak sebatas

masalah seksual, tetapi juga dalam segala hal, baik tentang apa yang seharuanya

dilakukan maupun tentang apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. 15

2.4. Remaja

2.4.1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dimana terjadi perubahan secara fisik

dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Perubahan psikologis

yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan
40

sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah

mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik. 19


33
Muangman (1980) dalam mendefinisikan remaja berdasarkan definisi

konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja

berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu : biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama

kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai

kematangan seksual

2. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan

psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa

3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-

ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. 19

2.4.2. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan

periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut 14, antara lain

1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang

dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang

bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa

kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status

remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya

hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling

sesuai dengan dirinya.


41

3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi

perubahan tubuh, minat dan peran ( menjadi dewasa yang mandiri ),

perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa

usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam

masyarakat.

5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan

demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini

yang membuat banyak orang tua menjadi takut.

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung

memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat

dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan

sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau

kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan

di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu

dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan

terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan

memberikan citra yang mereka inginkan.

Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja,

kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan

lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan

dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab. 14


42

2.4.3. Tahap Perkembangan Masa Remaja

Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung

antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa

remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah

masa remaja akhir. 14

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap

perkembangan yaitu :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain:

1) Lebih dekat dengan teman sebaya

2) Ingin bebas

3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir

abstrak

2. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain

1) Mencari identitas diri

2) Timbulnya keinginan untuk kencan

3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

5) Berkhayal tentang aktifitas seks

3. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain

1) Pengungkapan identitas diri

2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

3) Mempunyai citra jasmani dirinya

4) Dapat mewujudkan rasa cinta


43

2.4.4. Perkembangan fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam

perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks

primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai

kedua hal tersebut

1. Ciri-ciri seks primer

Ciri-ciri seks primer pada remaja adalah :

1) Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah

mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-

laki usia antara 10-15 tahun.

2) Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),

menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin

perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak

mengandung darah.

2. Ciri-ciri seks sekunder

Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1) Remaja laki-laki

(1) Bahu melebar, pinggul menyempit

(2) Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan

kaki

(3) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal


44

(4) Produksi keringat menjadi lebih banyak

2) Remaja perempuan

(1) Payudara menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara

menjadi lebih besar dan lebih bulat.

(2) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori

bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih

aktif lagi.

(3) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu,

lengan, dan tungkai.

(4) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. 34


45

2.5. Landasan Teori


35
Berdasarkan teori L. Green dalam bahwa Faktor Predisposing, faktor

Enabling, Faktor Reinforcing dapat merubah perilaku baik dalam bentuk baik

atau buruk.

Faktor Predisposing :
1. Pengetahuan
2. Pendidikan
3. Sikap
4. Keagamaan
5. Usia

Faktor Enabling :
1. Teman Sebaya
Prilaku Seks Bebas
2. Media Internet

Faktor Reinforcing :
1. Peran Orang Tua
2. Budaya
3. Norma

Gambar 2.1. Modifikasi Teori Prilaku Lawrence Green


46

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan peneliti dan tinjauan pustaka, kemudian beberapa

faktor yang memengaruhi perilaku seks bebas pada siswa di SMA Negeri 2

Bireuen, maka kerangka konsep dalam penelitian terdiri dari beberapa komponen

yang digambarkan dalam skema berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Predisposing
(Predisposisi) :
1. Keagamaan
2. Pengetahuan
Reproduksi

Faktor Pendukung Prilaku Seks Bebas


(Enabling) :
1. Teman Sebaya
2. Tekanan dari pasangan

Faktor Pendorong
(Reinforcing) :
1. Peran Orang Tua

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

2.7. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh Peran orang tua terhadap Prilaku Seks Bebas di SMA

Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

2. Ada pengaruh Keagamaan terhadap Prilaku Seks Bebas di SMA Negeri 2

Bireuen Tahun 2017.


47

3. Ada pengaruh Teman Sebaya terhadap Prilaku Seks Bebas di SMA Negeri

2 Bireuen Tahun 2017.

4. Ada pengaruh Pengetahuan seksualitas dan reproduksi terhadap Prilaku

Seks Bebas di SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.

5. Ada pengaruh Tekanan dari Pasangan terhadap Prilaku Seks Bebas di

SMA Negeri 2 Bireuen Tahun 2017.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix methode

dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Kedua pendekatan ini dilakukan

untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tidak sepenuhnya dapat dijawab

dengan satu pendekatan saja. Mix methode dalam penelitian ini adalah mix

methode sekuensial eksplanatori yang betujuan agar data kualitatif membantu

memberikan gagasan yang lebih mendalam dan lebih banyak untuk hasil

kuantitatif. Green dalam Creswell (1994) menyebutkan lima tujuan pendekatan

gabungan antara kualitatif dengan kuantitatif :

1) Triangulation in the classic sense of seeking convergence of result. Dalam

hal ini penggabungan kedua metode penelitian ini bertujuan untuk mencari

titik temu terhadap hasil penelitian kualitatif atau kuantitatif. Triangulasi

disini juga diartikan sebagai salah satu cara untuk melakukan konfirmasi

ulang terhadap hasil penelitian kualitatif atau kuantitatif yang telah

dilakukan.

2) Complementary, in the overlapping and different facets of phenomenon

may emerge. Penelitian dengan indikator alamiah yang kompleks seperti

kehidupan sosial budaya perlu menggabungkan kedua metode ini. Hal ini

dikarenakan seringkali ada data yang tumpang tindih atau berbeda yang

terjadi dalam masyarakat.

48
49

3) Developmentally, where in the first method is issued sequentially help

inform the second method. Hal ini dilakukan untuk memberi informasi

lebih lanjut terhadap data pertama yang telah diketahui, sehingga analisis

data dapat dilakukan secara menyeluruh.

4) Initiation, where in contradictions and fresh perspectives emerge. Hasil

penelitian yang menggabungkan kualitatif dan kuantitatif dapat

mengahasilkan suatu inovasi.

5) Expansion, whe in the mixed methods and scope an breath to study.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan wawancara kepada responden

bertujuan untuk menganalisis bagaimana factor - faktor prilaku seks bebas

pada remaja di SMA Negeri 2 Bireuen. Pendekatan kualitatif dilakukan

dengan indepth interview menggunakan pedoman wawancara yang

bertujuan menggali lebih dalam bagaimana faktor yang mempengaruhi

prilaku seks bebas pada remaja. 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Bireuen, pemilihan lokasi

penelitian ini didasarkan pada pertimbangan SMA Negeri 2 Bireuen adalah lokasi

yang sesuai untuk dilakukan penelitian dikarenakan studi pendahuluan yang

dilakukan oleh peneliti didapatkan keterangan adanya kasus prilaku seksual yang

dilakukan oleh siswa dan ada seorang siswi yang keluar dikarenakan hamil diluar

nikah.
50

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian di rencanakan pada bulan Juli hingga bulan November

2017, di mulai dari survei awal dan pelaksanaan penelitian, yaitu pengumpulan

data, pengolahan data, dan penyusunan laporan diakhir tesis.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yaitu seluruh siswa kelas

di SMA Negeri 2 Bireuen dari kelas 1 sampai dengan kelas 3 yang terdiri dari 29

kelas dengan jumlah 1129 orang.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. 37

1. Informan untuk pendekatan kualitatif

Informan dalam penelitian ini sebanyak 2 siswa. Dari dua orang siswa

sudah mewakili dan memenuhi kriteria dari masalah-masalah yang peneliti

rumuskan antara lain :

1. Berusia remaja (15-19 tahun)

2. Memiliki kemampuan menceritakan kembali pengalamannya dalam hal

prilaku seksual pernah dilakukan.

3. Memiliki kondisi emosional dan penyesuaian diri yang positif dalam

kehidupan sehari-hari.
51

4. Bersedia diwawancarai dan memiliki kemauan untuk memberikan

informasi sesuai dengan judul penelitian.

2. Sampel Untuk Pendekatan Kuantitatif

Untuk menenukan besaran sampel dalam penelitian ini digunakan rumus

slovin sebagai berikut :

N
n= 2
1+ N (e)

1129
n= 2
1+ 1129(0 ,1)

1129
n=
1+ 1129(0 ,01)

1129
n=
1+ 11,29

1129
n=
12, 29

n = 91,86

n = 92

Keterangan

n = Ukuran sampel
N = Jumlah Populasi
e = Persen pelanggaran ketelitian kesalahan dalam pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Berdasarkan rumus diatas diperoleh besaran sampel sebanyak 92

responden, dari 92 tersebut diperoleh sampel melalui stratified random sampling

dengan menggunaka sistem undian, hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
52

NO Nama Kelas n1 fl = Hasil (fl)


1. 1 A/ Unggul 39 39 : 1129 x 92 3
2. 1B 40 40 : 1129 x 92 4
3. 1C 40 40 : 1129 x 92 4
4. 1D 38 38 : 1129 x 92 3
5. 1E 39 39 : 1129 x 92 3
6. 1F 40 40 : 1129 x 92 4
7. 1G 40 40 : 1129 x 92 4
8. 2H 40 40 : 1129 x 92 4
9. 2I 40 40 : 1129 x 92 3
10. 2J 39 39 : 1129 x 92 3
11. 2 IPA A 40 40 : 1129 x 92 3
12. 2 IPA B 39 39 : 1129 x 92 3
13. 2 IPA C 40 40 : 1129 x 92 3
14 2 IPA D 37 37 : 1129 x 92 3
15 2 IPA E 38 38 : 1129 x 92 3
16 2 IPA F 40 40 : 1129 x 92 3
17 2 IPS A 38 38 : 1129 x 92 3
18 2 IPS B 39 39 : 1129 x 92 3
19 2 IPS C 39 39 : 1129 x 92 3
20 2 IPS D 37 37 : 1129 x 92 3
21 3 IPA A 40 40 : 1129 x 92 3
22 3 IPA B 40 40 : 1129 x 92 3
23 3 IPA C 39 39 : 1129 x 92 3
24 3 IPA D 39 39 : 1129 x 92 3
25 3 IPS E 37 37 : 1129 x 92 3
26 3 IPS A 38 38 : 1129 x 92 3
27 3 IPS B 38 38 : 1129 x 92 3
28 3 IPS C 38 38 : 1129 x 92 3
29 3 IPS D 38 38 : 1129 x 92 3
53

Total 1129 92

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh melalui

wawancara langsung kepada responden dengan berpedoman pada kuesioner

penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang di dapatkan dari

Kabupaten, BKKBN, data dari SMA Negeri 2 Bireuen.

3. Data Tertier

Data tertier dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan seperti jurnal yang

di publikasikan data dari WHO dan SDKI.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data

1) Teknik Pengumpulan data Kualitatif

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai secara

mendalam kepada informan yang mewakili siswa yang lain dengan

menggunakan pedoman wawancara. Kegiatan wawancara tersebut direkam

menggunakan alat perekam, selanjutnya hasil rekaman tersebut dituliskan

bentuk verbatim.
54

2) Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif

Metode pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan

menyebarkan lembar kuesioner kepada siswa.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian ini terdiri dari variabel bebas (Independen) dan

Variabel terikat (Dependen). Adapun yang menjadi variabel bebas (Independen)

yaitu (Peran Orang Tua, Keagamaan, Teman Sebaya, Pengetahuan Seksualitas

dan Reproduksi dan Tekanan dari Pasangan ) sedangkan variabel terikat

( Dependen ) yaitu Perilaku seks bebas pada remaja.

3.5.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Definisi operasional ini berguna

untuk mengarahkan kepada pengukuran pengamatan terhadap varibel-variabel

yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur. Batasan yang

digunakan untuk mendefinisikan variabel-variabel.

1. Variabel Independen

1) Peran orang tua adalah keterlibatan orang tua dalam hal mengawasi dan

mendidik anak.

2) Keagamaan adalah komitmen seseorang terhadap agamanya yang dapat

dilihat dari prilaku, sikap, perkataan serta seluruh kehidupannya

mengikuti aturan-aturan yang diajukan oleh agama.


55

3) Teman Sebaya interaksi individu remaja dengan tingkat usia yang

relatif sama yang melibatkan keakraban yang besar diantara individu.

4) Pengetahuan seksualitas dan reproduksi adalah segala sesuatu yang

diketahui remaja mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi.

5) Tekanan dari pasangan yaitu ajakan kekasih dengan bujuk rayu untuk

bercumbu saat berkencan sampai ingin melakukan hubungan seks

pranikah.

2. Variabel Dependen

Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Variabel dalam penelitian ini adalah :

1) Prilaku seksual pada remaja adalah segala tingkah laku yang didorong

oleh hasrat seksual yang bertentangan dengan adat-istiadat yang berlaku

di masyarakat, khususnya bagi para siswa SMA Negeri 2 Bireuen.

Tabel 3.1
Aspek Pengukuran
Cara dan Jenis Skala
Nama Variabel Hasil Ukur Kategori
Alat Ukuor Ukur
Variabel Bebas
Peran Orang tua Kuesioner - Baik (Skor 4-6) 2 Ordinal
5 pertanyaan - Kurang (Skor 0-3) 1

Keagamaan Kuesioner - Baik (Skor 4-6) 2 Ordinal


5 pertanyaan - Kurang (0-3) 1

Teman Sebaya Kuesioner - Baik (Skor 5-9) 2 Ordinal


5 pertanyaan - Buruk (Skor 0-4) 1

Pengetahuan Kuesioner - Baik (5-6) 3 Ordinal


Seksual dan 6 pertanyaan - Cukup (3-4) 2
Reproduksi - Kurang (0-2) 1

Tekanan dari Kuesioner - Tidak Terpengaruh 2 Ordinal


56

Pasangan 5 pertanyaan (3-5) 1


- Terpengaruh (0-2)
Variabel Terikat
Prilaku Seksual Kuesioner - Tidak Beresiko 2 Ordinal
10 pertanyaan (Skor 6-10)
- Beresiko (Skor 0- 1
5)

3.6. Uji Validitas dan Uji Realibilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur.

Realibilitas ialah indeks yang menujukkan sejauh mana suatu pengukur

dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang

sama. 39

Alat ukur dan instrument penelitian yang dapat diterima sesuai standar

adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas data. Uji validitas

dalam penelitian ini rencana akan dilakukan di SMA Negeri 3 Bireuen dengan

sampel 25 sampel orang siswa

Tabel 3.2
Ringkasan perhitungan Validitas Peran Orang Tua

No Sig (2-tailed) Taraf Signifikan Status


1 0,060 0,05 Tidak Valid
2 0,001 0,05 Valid
3 0,008 0,05 Valid
4 0,788 0,05 Tidak Valid
5 0,000 0,05 Valid
6 0,000 0,05 Valid
7 0,631 0,05 Tidak Valid
8 0,004 0,05 Valid
57

9 0,007 0,05 Valid

Berdasarkan hasil uji validitas di atas dari 9 pertanyaaan diperoleh 6

pertanyaan yang valid yaitu pertanyaan nomor 2,3,5,6,8 dan 9

Dari pehitungan uji coba didapat nilai Cronbach’s Alpha (Reliabilitas)

adalah 0,589 dengan a = 0,01 dan n = 25, diperoleh r tabel = 0,505. Karena r

hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa soal uji coba tersebut reliabel.

Tabel 3.3
Ringkasan perhitungan Validitas Keagamaan

No Sig (2-tailed) Taraf Signifikan Status


10 0,000 0,05 Valid
11 0,001 0,05 Valid
12 0,539 0,05 Tidak Valid
13 0,003 0,05 Valid
14 0,000 0,05 Valid
15 0,013 0,05 Valid
16 0,000 0,05 Valid

Berdasarkan hasil uji validitas di atas dari 7 pertanyaaan, diperoleh 6

pertanyaan yang valid yaitu pertanyaan nomor 10,11,13,14,15 dan 16

Dari pehitungan uji coba didapat nilai Cronbach’s Alpha (Reliabilitas)

adalah 0,663 dengan a = 0,01 dan n = 25, diperoleh r tabel = 0,505. Karena r

hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa soal uji coba tersebut reliabel.

Tabel 3.4
Ringkasan perhitungan Validitas Teman Sebaya

No Sig (2-tailed) Taraf Signifikan Status


18 0,038 0,05 Valid
19 0,005 0,05 Valid
20 0,032 0,05 Tidak Valid
21 0,000 0,05 Valid
22 0,001 0,05 Valid
23 0,056 0,05 Tidak Valid
58

24 0,000 0,05 Valid


25 0,038 0,05 Valid
26 0,001 0,05 Valid
27 0,037 0,05 Valid

Berdasarkan hasil uji validitas di atas dari 10 pertanyaaan, diperoleh 9

pertanyaan yang valid yaitu pertanyaan nomor 18,19,21,22,23,24,25,26 dan 27

Dari pehitungan uji coba didapat nilai Cronbach’s Alpha (Reliabilitas)

adalah 0,683 dengan a = 0,01 dan n = 25, diperoleh r tabel = 0,505. Karena r

hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa soal uji coba tersebut reliabel.

Tabel 3.5
Ringkasan perhitungan Validitas Pengetahuan Reproduksi

No Sig (2-tailed) Taraf Signifikan Status


28 0,000 0,05 Valid
29 0,004 0,05 Valid
30 0,216 0,05 Tidak Valid
31 0,075 0,05 Tidak Valid
32 0,002 0,05 Valid
33 0,004 0,05 Valid
34 0,396 0,05 Tidak Valid
35 0,302 0,05 Tidak Valid
36 0,007 0,05 Valid
37 0,000 0,05 Valid

Berdasarkan hasil uji validitas di atas dari 10 pertanyaaan, diperoleh 6

pertanyaan yang valid yaitu pertanyaan nomor 28,29,32,33,36 dan 37

Dari pehitungan uji coba didapat nilai Cronbach’s Alpha (Reliabilitas)

adalah 0,647 dengan a = 0,01 dan n = 25, diperoleh r tabel = 0,505. Karena r

hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa soal uji coba tersebut reliabel.
59

Tabel 3.6
Ringkasan perhitungan Validitas Tekanan dari pasangan

No Sig (2-tailed) Taraf Signifikan Status


38 0,123 0,05 Tidak Valid
39 0,688 0,05 Tidak Valid
40 0,005 0,05 Valid
41 0,002 0,05 Valid
42 0,005 0,05 Valid
43 0,235 0,05 Tidak Valid
44 0,002 0,05 Valid
45 0,002 0,05 Valid

Berdasarkan hasil uji validitas di atas dari 8 pertanyaaan, diperoleh 5

pertanyaan yang valid yaitu pertanyaan nomor 40, 41, 42, 44 dan 45.

Dari pehitungan uji coba didapat nilai Cronbach’s Alpha (Reliabilitas)

adalah 0,625 dengan a = 0,01 dan n = 25, diperoleh r tabel = 0,505. Karena r

hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa soal uji coba tersebut reliabel

Tabel 3.7
Ringkasan perhitungan Validitas Prilaku Seks

No Sig (2-tailed) Taraf Signifikan Status


46 0,025 0,05 Valid
47 0,001 0,05 Valid
48 0,022 0,05 Valid
49 0,004 0,05 Valid
50 0,003 0,05 Valid
51 0,003 0,05 Valid
52 0,004 0,05 Valid
53 0,004 0,05 Valid
54 0,054 0,05 Valid
55 0,025 0,05 Valid
60

Berdasarkan hasil uji validitas di atas didapatkan semua soal diatas valid.

Dari pehitungan uji coba didapat nilai Cronbach’s Alpha (Reliabilitas)

adalah 0,711 dengan a = 0,01 dan n = 25, diperoleh r tabel = 0,505. Karena r

hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa soal uji coba tersebut reliabel.

3.7. Metode Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data kembali dengan

memeriksa semua lembar cheklist apakah jawaban sudah lengkap dan benar.

Menurut 37, data yag terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1) Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari lembar cheklist.

1) Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan pengisian lembar cheklist

dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data

memberikan hasil yang valid dan realibel, dan terhindar dari bias.

2) Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-variabel

yang diteliti, nama responden dipubah menjadi nomor.

3) Entering

Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

masih dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer yang

digunakan peneliti yaitu SPSS.


61

4) Data Processing

Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi komputer akan diolah

sesuai dengan kebutuhan

Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang telah diuraikan di atas,

langkah selanjutnya adalah melakukan analisa data. 37

Adapun jenis - jenis data dalam menganalisa data adalah pada penelitian ini

sebagai berikut :

(1) Analisa data Kualitatif

Analisis data dalam penelitian ini digunakan dua pendekatan

kualitatif. Menurut Miles dan Hubernas dalam Sugiyono, data

kualitatif diperoleh dari data reduction, data display dan

conclusion drawing/verification. Reduksi data adalah proses

pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus

menerus selama penelitian ini berlangsung. Setelah menganalisis

data kemuadia dilanjutkan dengan keabsahan data kualitatif

yaitu dengan cara trianguasi. Triangulasi dalam penelitian ini

adalah dengan membandingkan informasi dari informan yang

satu dengan informan yang lain sehingga informasi yang

diperoleh kebenarannya. Selanjutnya melakukan ke absahan

data. 38

2) Analisa data Kuantitatif


62

(1) Analisa Univariat

Analisa univariat merupakan analisis yang menetikberatkan

pada penggambaran atau deskripsi data yang telah diperoleh.

Menggambarkan distribusi frekusensi dari masing-masing

variabel bebas dan variabel terikat, sehingga dapat gambaran

variabel penelitian.

(2) Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen dengan variabel independen. Uji yang digunakan pada

analisis bivariat ini adalah uji chi-square (x2) dengan

menggunakan derajat kepercayaan 90%. Uji chi-square dapat

digunakan untuk melihat hubungan. Dalam uji ini kemaknaan

hubungan dapat diketahui, pada dasarnya uji chi-square

digunakan untuk melihat antara frekuensi yang diamati

(observed) dengan frekuensi yang diharapkan (expected).

Anda mungkin juga menyukai