Cerita Coass Kak Silvana
Cerita Coass Kak Silvana
Cerita Coass Kak Silvana
Mungkin yang lain juga akan sama pendapatnya kalau masa-masa coass itu adalah masa-masa
yang indah dikenang tapi tidak untuk diulang. Selain sebagai waktu untuk kita belajar menuntut
ilmu untuk mempersiapkan diri kita yang nantinya akan langsung berhadapan dengan
masyarakat, di saat coass juga ada banyak kejadian yang berkesan yang terjadi, yang juga
memberikan ilmu dalam kehidupan.
Mungkin kalau dicerita semua durasinya tidak akan cukup. Jadi saya akan cerita yang paling
berkesan menurut saya saja. Tapi mungkin berkesan untuk saya tapi tidak untuk yang lain, jadi
mohon dimaafkan kalau tidak dapat feelnya.
Ini kejadian saat saya sedang dinas di bagian stase obgyn, waktu itu saya masuk stase obgyn di
awal-awal pandemi covid 19 di tahun 2020. Saat itu belum ada yang namanya vaksin dan kasus
sedang meningkat dan angka kematian juga sangat tinggi.
Saat itu saya dan beberapa teman-teman coass yang lainnya serta kakak perawat yang dinas di
ruangan saat itu sedang mengikuti visite pagi yang rutin dilakukan setiap harinya bersama salah
seorang dokter asisten obgyn. Kami melalukan visite dengan APD yang diperlukan saat kondisi
pandemi. Visite berjalan dengan lancar tanpa kendala. Namun keesokan harinya kepanikan baru
terasa saat kami mendapatkan kabar kalau dokter asisten obgyn yang visite bersama kami
terkonfirmasi covid 19. Setelah mendengar berita itu kami coass dan perawat yang mengikuti
visite bersama dokter tersebut langsung diarahkan untuk pulang dan langsung mengisolasikan
diri di rumah masing-masing jika tidak memiliki gejala. Saat itu saya langsung pulang. Dijalan
pulang, saya hanya berpikir bagaimana jika saya tertular dan bergejala yang mungkin akhirnya
berujung tidak selamat. Ketakutan akan kematian benar-benar terasa. Pada saat itu saya berpikir
ternyata kematian memang sedekat itu dengan manusia. Setelah itu saya langsung menghubungi
orang tua saya, alhamdulillahnya orang tua saya memberikan kata-kata yang menenangkan
disuru banyak berdoa dan istirahat di rumah, katanya jangan terlalu dipikirkan, insya Allah tidak
tertular. Alhamdulillahnya setelah menelfon orang tua, kepanikan saya sedikit berkurang. Dan
alhamdulillahnya lagi setelah isolasi mandiri di rumah selama 7 hari kami yang kontak dengan
dokter tersebut tidak memiliki gejala apapun.
Kalau diingat-ingat kejadian itu agak lucu karena terlalu drama, tapi pada saat itu sih tidak lucu
sama sekali karena mengingat kondisi pandemi yang saat itu sedang tinggi kasusnya.
Kalau pengalaman-pengalaman yang lain yang berkesan seperti saat jaga kemudian mau nakal
sedikit dengan meninggalkan ruangan untuk pulang ke rumah karena dirasa tidak ada pasien
yang perlu observasi, ternyata baru sampai rumah sudah dihubungi teman coass kalau ada pasien
yang gawat dan harus observasi, jadinya dari rumah langsung tancap gas ke rumah sakit.
Terus ditinggal dokter konsulen saat visite karena masi harus melengkapi status dan lembar resep
pasien sampai kehilang jejak dokter konsulen dan berakhir memutari ruangan di rumah sakit
yang jaraknya lumayan jauh antar ruangan.
Dilempari pakaian dalam yang sudah basah akibat sudah dipipisi pasien jiwa juga pernah, untung
tidak sampai kena.
Banyak juga pengalaman-pengalaman kecil yang menyadarkan saya kalau ternyata selain belajar,
kita sebagai coass cukup ada perannya untuk membantu di rumah sakit walau hanya sedikit.
Sesimpel setelah membantu pasien atau keluarga pasien yang membutuhkan penjelasan tentang
kondisinya, atau pasien yang minta tangannya digenggam saat sedang operasi biar pasiennya
lebih tenang, dan hal-hal kecil lainnya. Setelah mendengarkan ucapan “terimakasih” dari mereka,
saya merasa keberadaan saya sedikit bermanfaat.
Alhamdulillah setelah melewati semua stase di rumah sakit, akhirnya bisa juga mengikuti ujian
yang diawali dengan pendaftaran yang lumayan ada dramanya juga. Karena memang kesalahan
sendiri yang tidak melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan, sehingga saya mendaftar dimenit-
menit terakhir penutupan pendaftaran. Alhamdulillah masi diberi kesempatan.
Setelah proses pendaftaran, saya dan teman-teman yang lain mempersipakan diri untuk ujian
dengan belajar dan tentunya dibarengi dengan doa dari diri sendiri maupun doa dari kedua orang
tua serta keluarga dan orang-orang terdekat.
Tiba saat ujian, alhamdulillah tidak ada halangan dan kendala yang berarti.
Setelah ujian tibalah masa penantian pengumuman yang dipenuhi dengan rasa takut, cemas, dan
khawatir jika hasilnnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain memperbanyak ibadah
dan doa dari diri sendiri, saya lagi-lagi meminta dukungan doa terutama dari kedua orang tua
yang insya Allah doanya sangat penting bahkan melebihi doa kita sendiri. Selain itu doa dari
keluarga yang lain serta orang-orang terdekat juga sangat membantu.
Tiba saat hari pengumuman, dari malam sebelumnya tidur sudah tidak nyenyak, sampai keesokan
harinya dari subuh sudah buka-buka website tempat pengumuman, karena tidak tau jam
pastinya, jadinya tiap beberapa jam pasti buka websitenya. Sampau setelah sholat teraweh yang
memang kebetulan pengumuman periode kali ini bertepatan dengan bulan ramadhan, saya
sudah tidak mau buka-buka websitenya, sudah pasrah sama takdir Allah saja. Tapi setelah hampir
pukul 11 malam tiba-tiba kepikiran lagi untuk buka websitenya, dan alhamdulillah sudah ada
pengumumannya, dan lebih alhamdulillah lagi nama saya terdaftar sebagai salah satu yang lulus.
Alhamdulillah, Allah maha baik, berkah ramadhan 😇.