Bab Ii

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lansia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kegagalan seseorang untuk

mempertahankan keseimbangan dengan kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini

berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individual (Hawari, 2001). Lansia ialah merupakan tahap lanjut

usia dan bukan sebuah penyakit, yang di tandai dengan adanya penurunan

kemampuan dan fungsi tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan (Pudjiastuti,

2003). Lansia adalah seseorang lanjut usia apabila usianya 65 tahun ke atas

(Setianto, 2004). Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Proses menua ialah proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

suatu waktu tertentu, tetapi dimulai dari permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah yeng berarti seseorang telah mengalami 3 tahap

kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

7
8

2. Batasan Umur lanjut Usia

Terdapat beberapa kategori batasan umur pada lanjut usia ialah:

a) Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1999 dalam Bab I Pasal 1 Ayat 2 (dalam

Syam’ani, 2013) yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia

60 tahun ke atas”.

b) World Health Organization (WHO) 2009, menggolongkan lanjut usia menjadi 4

yaitu lanjut usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74

tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan lanjut usia sangat tua (very old) diatas

90 tahun.

c) Menurut Depkes RI (2005), bahwa batasan pada lansia digolongkan menjadi tiga

kategori, yaitu : Usia lanjut presenilis ialah usia 45 -59 tahun, Usia lanjut ialah usia

60 tahun ke atas dan Usia lanjut berisiko ialah usia 70 tahun keatas atau usia 60

tahun ke atas lansia dengan masalah kesehatan.

3. Ciri-Ciri Lansia

Menurut Siti Nur Kholifah (2016) dalam penelitiannya, terdapat ciri-ciri pada lansia

yaitu:

a) Lansia merupakan periode kemunduran

Pencetus dari kemunduran pada lansia terdapat dari beberapa faktor, dan sebagian

datang dari faktor fisik dan psikologis. Motivasi sebagai peran yang penting pada

kemunduran pada lansia. Semakin tinggi motivasi lansia pada setiap kegiatan

maka kejadian kemunduran fisik lansia pun lebih lama terjadinya, namun

sebaliknya semakin rendah motivasi kegiatan pada lansia maka lebih cepat
9

terjadinya kemunduran fisik. Dalam perspektif perkembangan, lansia akan

mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan yang pernah mereka miliki

dan mengalami beberapa perubahan fisik seperti memutihnya rambut, munculnya

kerutan di wajah, berkurangnya ketajaman penglihatan dan daya ingat yang

menurun, serta beberapa masalah kesehatan fisik lainnya (Wong, 2008).

b) Lansia memiliki status kelompok minoritas

Pada kondisi ini lanisia yng akan menjadi minoritas akibat dari aspek sosial yang

dipengaruhi oleh hal yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh

pendapat yang kurang baik. Seperti lansia yang lebih senang mempertahankan

pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi terdapat pula

lansia yang mempunyai sikap tegang terhadap orang lain sehingga sikap sosial di

masyarakat menjadi positif terhadapnya.

c) Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh adanya kemunduran

yang dialami oleh lansia dari segi fisik maupun psikologis. Dan perubahan peran

dapat mempengaruhi pada aspek psikologis. Dan peran pada masyarakat alangkah

lebih baik berdasarkan dengan keinginan lansia sendiri tanpa tekanan dari

lingkungannya.

d) Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk

perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan tersebut akan membuat penyesuaian

diri lansia menjadi buruk pula.


10

4. Perkembangan Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia atau dapat

disebut dengan tahap akhir di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir

kehidupan dan semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Dan

pada masa penuaan ini seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial

sedikit demi sedikit sehingga terjadinya penurunan dalam melaksakan tugas sehari-

hari. Penuaan juga sebagai sebuah perubahan kumulatif pada makhluk hidup terutama

pada tubuh, jaringan dan sel yang akan mengalami penurunan kapasitas fungsional.

Pada manusia penuaan juga dihubungkan dengan perubahan degeneratif seperti pada

kulit, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf, tulang dan jaringan tubuh lainnya.

Kemampuan regeneratif juga terbatas seperti imun yang dimiliki oleh lansia sehingga

mudah rentan terhadap penyakit dan sindrom.

5. Perubahan - Perubahan Pada Lansia

Pada lanjut usia akan mengalami banyak perubahan kehidupan yang mungkin dapat

berhubungan dengan sesuatu yang terdahulu sebagai contoh perubahannya ialah

penyakit, ketidakmampuan fisik, kematian pasangan hidup, saudara kandung, teman

dan pensiun. Sehingga mungkin mempunyai persepsi tentang melemahnya suatu

perasaan bermakna dalam hidup dan menyebabkan hilangnya identitas peran, dengan

begitu kurangnya dukungan sosial dari sekitarnya. Dan jika terdapat gangguan

terhadap fungsi fisik dan fungsi psikososial, yang akan menyebabkan lansia

ketergantungan kepada orang lain. Perubahan fisik yang terjadi diantaranya tenaga

berkurang, kulit berkeriput, gigi tanggal, perubahan dalam seksual dan tulang semakin
11

rapuh. Sedangkan perubahan fungsi psikososial akan tampak pada cara lansia yang

mengekspresikan perasaan, emosi dan keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Sehingga adanya perubahan fisik dan psikologis pada lanjut usia (Ropei, 2013).

Perubahan fungsi pada lansia pun akan mempengaruhi kehidupan seseorang, sehingga

menyebabkan stres pada kaum lanjut usia yang mengalaminya. Banyak klasifikasi

perubahan fungsi fisiologis pada lansia yang mungkin tergantung pada penyakit yang

dideritanya. Semakin sehat jasmani lanjut usia semakin jarang ia terkena stres dan

sebaliknya, semakin mundur kondisi kesehatannya maka semakin mudah lanjut usia itu

terkena stres (Karepowan, dkk., 2018). Dan semakin bertambahnya umur manusia,

terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan pada

diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan

seksual (Azizah dan Lilik M, 2011):

a) Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran, presbikusis (gangguan pendengaran) oleh karena

hilangnya kemampuan daya pendengaran pada telinga dalam, terutama bunyi

suara dan nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata,

50% terjadi pada usia siatas 60 tahun.

2) Sistem Integumen

Pada lansia terdapat atrofi, kendur,tidak elastis, kering dan berkerut. Kulit akan

kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbecak. Kekeringan kulit

disebabkan atrofi glandula sebasea dan galandula sudorifera, timbul berwarna

coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.


12

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem ini pada lansia seperti: jaringan penghubung (kolagen dan

elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.tulang kehilangan cairan dan rapuh,

kifosis, penipisan dan pemendekkan tulang, persendian membesar dan kaku

tendon mengkerut mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerakan

menjadi lamban,mudah kram dan tremor.

4) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan yang dialami lansia pada sistem kardiovaskuler seperti

bertambahnya massa jantung, ventrikel kiri jantung mengalami hipertrofi

sehingga dapat memicu terjadi berkurangnya peregangan jantung, kondisi ini

terjadi akibat perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh

penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah

menjadi jaringan ikat.

5) Sistem Respirasi

Pada proses penuaan adanya perubahan pada jaringan ikat paru, kapasitas total

pada paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk

mengkompensasi geraknya ruang paru, dan berkurangnya udara yang mengalir

ke paru. Selain itu, perubahan terjadi pada otot, kartilago dan sendi torak

sehingga mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan

peregangan toraks berkurang.

6) Sistem Pencernaan dan Metabolisme

Terdapat penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena

kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun, asam lambung
13

menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, sering timbul

konstipasi, dan fungsi absorpsi menurun.

7) Sistem Perkemihan

Perubahan fungsi yang meningkat terjadi akibat kemunduran pada lansia. Salah

satunya terjadi pada kemunduran laju filtrasi, eksresi dan reabsorpsi oleh ginjal,

kelemahan pada otot vesika urinaria sehingga kapasitasnya menurun sampai

dengan 200 mg, frekuensi BAK yang meningkat, pada lansia wanita terjadinya

atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas jaringan menurun dan disertai

frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.

8) Sistem Saraf

Sistem susunan saraf pada lansia mengalami perubahan, terutama pada

anatomi. Sehingga dapat terjadi atropi yang progresif pada serabut saraf,

mengecilnya saraf panca indra yang mengakibatkan berkurangnya respon panca

indra serta adanya ketahanan tubuh terhadap dingin rendah dan kurang

sensitive terhadap sentuhan. Lansia yang mengalami penurunan koordinasi dan

kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan berat otak 10-20%

menurun.

9) Sistem Reproduksi

Perubahan lansia pada sistem ini, ditandai dengan mengecilnya ovarium dan

uterus, atropi payudara, berhentinya masa menstruasi pada wanita dan pada

laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya

penurunan secara berangsur-angsur.


14

b) Perubahan Kognitif

1) Daya Ingatan (Memory)

2) IQ (Intellegent Quotient)

3) Kemampuan Belajar (Learning)

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)

6) Pengambilan Keputusan (Desicion Making)

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

8) Kinerja (Performance)

9) Motivasi (Motivation)

c) Perubahan Mental

Terdapat beberapa faktor yang menjadi pemicu perubahan mental pada lansia:

1) Perubahan fisik, khususnya organ perasa

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan (Hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan

8) Kehilangan seperti kehilangan teman dan famili

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri

dan perubahan konsep diri. Menurut Fitria (2010) bahwa derajat kesehatan
15

dan kemampuan fisik yang menurun akan mengakibatkan lansia secara

perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar.

d) Perubahan Spiritual

Perubahan ini membahas tentang agama atau kepercayaan yang semakin

terintegrasi dalam kehidupan. Lansia semakin matang dan semakin dekat dalam

menjalankan kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak

sehari-hari.

e) Perubahan Psikososial

Menurut Siti Nur Kholifah, 2016 perubahan psikososial adalah:

1) Kesepian

Lansia merasa kesepian jika terjadi pasangan hidup, teman dekat dan sahabat

meninggal. Dan terutama jika lansia mnegalami penurunan pada kesehatan.

2) Duka Cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan

kesayanganya dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada

lansia. Hal tersebut memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

3) Depresi

Duka cita akan berlanjut dapat menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti

dengan keinginan untuk menangis ynag dilanjut dengan depresi. Depresi juga

dapat disebabkan oleh stress lingkungan dan menurunnya kemampuan

adaptasi.
16

4) Gangguan cemas

Cemas dibagi dengan beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas

umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,

gangguan tersebut terjadi jika berhubungan dengan sekunder akibat penyakit

medis seperti depresi, efek samping obat dan gejala penghentian suatu obat.

5) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, di tandai dengan waham, lansia sering

merasa tetangganya mencuri barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya

terjadi pada lansia yang diisolasikan atau menarik diri dari kegiatan sosial.

6) Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat

mengganggu. Rumah atau kamar bau akibat lansia bermain-main dengan

feses atau urinnya. Sering menumpuk barang yang tidak teratur walapun telah

dibersihkan dan keadaan tersebut dapat terulang kembali.

Adapun, perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian

lansia. Beberapa perubahan tersebut digolongkan dengan 5 tipe kepribadian pada

lansia sebagai berikut (Nugroho, 2000):

1) Tipe Kepribadian Konstuktif (Contruction Personality)

Biasanya pada tipe ini tidak banyak yang mengalami gejolak, sehingga hanya

terlihat tetap tenang dan mantap sampai usia yang sangat tua.

2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality)

Pada tipe ini adanya kecendrungan yang mengalami post power sindrome,

yang dimana sebuah perubahan psikologis yang terjadi pada lansia setelah
17

berhenti atau keluar dari jabatan atau kekuasaan sebelumnya. Dan jika pada

masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada

dirinya.

3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality)

Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarga pada

lansia, apabila kehidupan keluarga yang selalu harmonis maka pada lansia

tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang

ditinggalkan akan menjadi merana atau terjadinya duka cita sampai depresi,

jika tidak segera bangkit dari kedudukannya. Lanjut usia secara psikososial

yang dinyatakan krisis bila: Ketergantungan dan sangat memerlukan

pelayanan pada orang lain, serta engisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan

kemasyarakatan karena berbagai sebab dan akibat, diantaranya setelah

menjalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian

pasangan hidup dan lain-lain (Kartinah, 2008).

4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality)

Pada tipe ini setelah memasuki lansia yang merasa tidak puas dengan

kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan

secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi

menurun.

5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality)

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri

sulit dibantu orang lain dan cenderung membuat susah dirinya.


18

6. Pendekatan Perawatan Lansia

Menurut Kholifah, 2016 pendekatan perawatan lansia di bagi 3 yaitu:

a) Pendekatan Fisik

Perawatan lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian

terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami oleh lansia semasa

hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuhnya, tingkat kesehatan yang masih

dapat dicapai, penyakit yang masih dapat dicegah serta progresifitas penyakitnya.

b) Pendekatan Psikologis

Perawatan ini dengan melakukan pendekatan edukatif pada lansia. Peran sebagai

pendukung terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan

menjadi sahabat akrab bagi lansia. Sehingga pendekatan ini membutuhkan

kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup

banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Selain

itu, sebagai pendukung harus memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan

service. Sedangkan menurut Sigmund Freud pendekatan psikologi analisa, dalam

diri terdapat dinamika kepribadian yaitu energi rohaniah, naluri, ego dan super

ego. Energi rohani fungsinya mengatur aktivitas rohaniah seperti berpikir,

mengingat, mengamati dan sebagainya. Fungsi naluri mengatur kebutuhan primer

seperti makan, minum dan seksual. Ego fungsinya mengatur penyesuaian

dorongan dengan kenyataan objektif. Sementara Super Ego berfungsi sebagai

pemberi ganjaran batin (puas, senang, sukses) dan hukuman (rasa bersalah,

berdosa, menyesal).

c) Pendekatan Sosial
19

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya dalam

melakukan pendektan sosial. Memberikan kesempatan untuk berkumpul bersama

para lansia untuk bersosialisasi. Lansia ialah makhluk sosial yang dimana artinya

sebgai makhluk yang membutuhkan orang lain.

B. Konsep Spiritualitas

1. Definisi Spiritual

Menurut Hamid (2009) bahwa spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dua

dimensi, yaitu antara dirinya, orang lain dan lingkungannya, serta dirinya dengan

Tuhannya. Spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dimensi-dimensi yang

berupaya menjaga keharmonisan dan keselarasan dengan dunia luar, menghadapi stres

emosional, penyakit fisik dan kematian. Spiritualitas berasal dari bahasa latin spiritus

yang berarti bernafas atau angin (Potter & Perry, 2010). Spiritual merupakan aspek

yang di dalamnya mencakup aspek-aspek yang lain, yaitu fisik, psikologis dan sosial.

Menurut Stanley, 2006 (dalam Ibrahim, 2013) menemukan bahwa spiritualitas adalah

konsep dua dimensi dengan dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal mewakili

hubungan dengan Tuhan dan dimensi horizontal mewakili hubungan dengan orang

lain. Spiritual adalah hubungan transenden antara manusia dengan yang Maha Tinggi,

sebuah kualitas yang berjalan diluar anggota agama tertentu, yang berjuang keras

untuk mendapatkan penghormatan, kekaguman, inspirasi, dan yang memberi jawaban

tentang sesuatu yang tidak terbatas. Spiritualitas digambarkan sebagai sumber

kekuatan dan harapan.


20

Spiritualitas sering dedifinisikan sebagai kesadaran dalam diri seseorang dan rasa

terhubung dengan sesuatu yang lebih tinggi, alami atau kepada beberapa tujuan yang

lebih besar dari diri sendiri (Potter & Perry, 2010). Spiritualitas adalah hubungan yang

harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan (Ananda, 2017). Dengan begitu dapat

disimpulkan bahwa spiritualitas yaitu hal tentang jiwa seseorang yang berhubungan

dengan keyakinan atau kepercayaan terhadap Tuhan Maha Pencipta.

2. Perkembangan Spiritual

Adapun perkembangan spiritual sesuai dengan perkembangan umur pada manusiayang

meliputi:

a) Bayi dan Todler (0-2 tahun)

Perkembangan spiritual pada tahap awal ini dengan adanya rasa percaya terhadap

yang mengasuh nya dalam hubungan interpersonal, disebabkan awal mula

perkembangan yang manusia ketahui ialah hubungan terhadap lingkungannya dan

khusunya terhadap orang tua. Dan pada tahap ini pun bayi dan todler belum

memiliki rasa benar atau salah dalam sebuah keyakinan spitual, karena bayi dan

todler ini hanya dapat meniru kegiatan ritual.

b) Prasekolah

Pada tahap ini sikap orang tua sebagai acuannya, yang menerangkan tentang kode

moral dan agama serta hal baik dan buruk kepada anak. Anak pada prasekolah ini

pun banyak meniru apa yang mereka lihat dibandingkan dengan apa yang

dikatakan. Selain itu, pada tahap ini anak prasekolah sering bertanya terkait

moralitas dan agama kepada orang tua. Metode pendidikan yang baik diguanakan
21

pada tahap ini adalah memberikan indoktrinasi dan memberikan kesempatan pada

anak untuk memilih dengan caranya sendiri.

c) Usia Sekolah

Tahap ini anak usia sekolah berharap bahwa Tuhan menjawab atas doa-doanya

dan mendapat hukuman jika ia berbuat salah dan mendapatkan pahala jika berbuat

baik. Dan pada tahap prapubertas pun banyak yang merasa kecewa jika doa tidak

dikabulkan oleh Tuhan dan mereka pun mecari alasan tanpa mau menerima

sebuah keyakinan begitu saja. Pada usia ini mereka diberikan kesempatan untuk

melepaskan atau meneruskan agama sesuai dengan orang tuanya. Pada masa

remaja mereka membandingkan standar serta pandangan ilmiah dengan agama

yang akan dicoba untuk disatukan.

d) Dewasa

Tahap dewasa ini dihadapkan dengan pertanyaan keagamaan. Mereka akan

menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya pada masa anak-anak, terlebih

pertanyaan tersebut dapat diterima pada masa ini dibandingkan pada masa remaja

dan saran yang diterima dari orang tua sebagai ilmu agar digunakan untuk

mendidik anaknya kelak.

e) Usia Pertengahan

Pada kelompok ini dan lansia mempunyai waktu yang banyak untuk kegiatan

agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang diyakini oleh generasi

muda. Perasaan kehilangan pada kerabat, pasangan serta pensiun yang dapat

menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan agama secara

fisiologis yang dialami oleh orang tua akan membantu mereka untuk menghadapi
22

kenyataan, menerima kematian, berperan aktif dalam kehidupan serta merasa

dirinya berharga.

3. Konsep Kesehatan Spiritual

Konsep kesehatan spiritual yang begitu beragam serta penuh arti. Konsep tersebut pun

menawarkan petunjuk dalam memahami pandangan terkait kehidupan dan nilai-

nilainya. Menurut Potter & Perry (2010) konsep kesehatan spiritual dibagi menjadi 4

yaitu:

a) Spiritualitas

Spiritualitas merupakan konsep yang kompleks yang unik tiap individu yang

tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-

ide tentang kehidupan (Mauk dan Schmidt, 2004). Spiritualitas memberikan

individu energi yang dibutuhkan untuk menemukan diri mereka untuk beradaptasi

dengan situasi dalam memelihara kesehatan serta energi spiritualitas tersebut

membantu individu untuk sehat, membantu membuat keputusan dalam kehidupan

dan terjadinya transendensi diri. Transendensi diri ialah suatu kepercayaan yang

merupakan dorongan dari luar dan lebih besar dari individu.

Spiritualitas pun dapat diartikan dengan keterhubungan. Keterhubungan secara

intrarpersonal (keterhubungan dengan diri sendiri), interpersonal (keterhubungan

dengan orang lain) dan transpersonal (keterhubungan dengan yang tidak terlihat,

Tuhan dan kekuatan) (Minners William, 2006). Berdasarkan dengan kegiatan

spiritual yang dilakukan oleh lansia, kondisi tersebut meliputi dua hal yaitu

mengenai ibadah sosial dalam hal keagamaan. Dalam hal ini kehidupan spiritual
23

mempunyai peranan yang sangat penting, seseorang yang mensyukuri atas segala

nikmat umurnya tentu akan memelihara dan mengisinya umurnya dengan hal-hal

yang bermanfaat (Depsos, 2007). Serta kebutuhan spiritual ini pun merupakan

sebuah kebutuhan dalam mencari arti hidup, mecintai dan dicintai dalam rasa

keterikatan dan dalam memberi serta mendapatkan sebuah maaf.

b) Kesejahteraan Spiritual

Kesejahteraan spiritual akan menciptakan kesehatan spiritual. Semua yang sehat

secara spiritual akan merasakan kegembiraan, dapat memaafkan diri meraka dan

orang lain, menerima penderitaan dan kematian, melaporkan adanya peningkatan

kualitas hidup dan memiliki pemahaman yang positif tentang kesejahteran fisik

dan emosional (Fisch et al., 2003).

Kesejahteraan spiritual dapat dimanisfestasikan dengan perasaan menjadi secara

umum hidup, bertujuan dan memuaskan (Kozier, dkk., 2010). Menurut Aristoteles

(dalam Indra Rajawane, 2011) mengatakan bahwa kesejahteraan adalah

kesenangan yang dicapai setiap orang menurut kehendaknya masing-masing. Ia

mengatakan tujuan hidup manusia adalah kebaikan umum.

c) Kepercayaan

Menurut Banner (1985, dalam Potter & Perry, 2010) Kepercayaan merupakan

agama budaya atau istitusional, seperti yahudi, budha, islam dan kristen.

Kepercayaan juga berbentuk hubungan dengan dewa, kekuatan tertinggi, otoritas,

atau jiwa yang menggabungkan kepercayaan yang beralasan (keyakinan) dan

kepercayaan yang terpercaya (tindakan). Dengan begitu kepercayaan itu sendiri


24

dapat disimpulkan adanya hubungan yang berdasarkan atas keyakinan atau

tindakan yang ditunjukkan kepada Maha Pencipta.

d) Agama

Suatu tindakan praktik yang meliputi dengan spiritualitas yang saling

berhubungan. Praktik tersebut didasari oleh kitab dari masing-masing agama yang

dianut dan itu semua agama yang terorganisir yang berkaitan dengan keyakinan,

ritual, dan praktik yang berhubungan dengan kematian, perkawinan serta

keselamatan. Menurut Kozier (2010) adapun pembagian kelompok dalam agama:

1) Agnostik adalah orang yang meragukan keberadaan Tuhan atau Yang Maha

Tinggi atau menyakini bahwa keberadaan Tuhan belum terbukti.

2) Ateis adalah orang yang tidak menyakini adanya Tuhan.

3) Monoteisme adalah keyakinan keberadaan satu Tuhan.

4) Politeisme adalah keyakinan terhadap lebih dari satu Tuhan.

e) Harapan

Menurut Buckley dan Herth (2004 dalam Potter & Perry, 2010) Harapan

merupakan konsep multidimensional yang memberikan kenyamanan selama

individu menjalani situasi yang mengancam hidup, penderitaan dan tantangan

personal. Harapan pun angan-angan yang dimimpikan seseorang, adapun jika

seseorang tidak mempunyai harapan maka akan menyerah, kehilangan semangat

ataupun putus asa. Harapan lansia yang biasa terjadi ialah bahwa lansia ingin

untuk bisa hidup bersama keluarganya, mendapatkan cinta dan kasih dari keluarga

untuk menghadapi kesulitan hidup di masa akhir kehidupannya (Naftali, dkk.,

2017).
25

4. Karakteristik Spiritualitas

Menurut Hamid (2009) karakteristik spiritualitas dibagi dengan 4 kelompok yaitu:

a) Hubungan dengan diri sendiri

Hubungan ini berkaitan dengan kekuatan yang ada dalam diri individu seperti

pengetahuan diri terhadap apa yang dapat ia lakukan serta sikap diri yang

berhubungan dengan percaya pada diri sendiri, percaya kepada kehidupan,

harmoni dengan diri sendiri.

b) Hubungan dengan alam

Hubungan yang berkaitan dengan alam yaitu tanaman, pohon, margasatwa, dan

iklim. Sehingga dapat dimanisfestasikan dengan berkomunikasi dengan alam

seperti berkebun dan memelihara alam atau tumbuhan sekitar.

c) Hubungan dengan orang lain

Hubungan dengan orang lain yang diklasifikasikan dengan harmonis yang

berkaitan dengan berbagi waktu, pengetahuan, dan timbal balik perbuatan baik

kepada sesama. Dan sikap peduli sesama seperti merawat anak, orang tua dan

orang sakit, serta melaksanakan kewajiban sesama manusia. Adapun yang tidak

harmonis yang berhubungan dengan terjadinya konflik dengan orang lain dan

resolusi yang dapat menimbulkan adanya ketidakharmonisan dan friksi.

d) Hubungan dengan ketuhanan

Hubungan ini mencakup dengan agamais dan non agamais. Keduanya

berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan yang mencakup sembahyang,

doa, meditasi, perlengkapan keagamaan dan bersatu dengan alam.


26

5. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

Menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) dan Craven & Himle (1996) bahwasannya

terdapat faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang diantaranya:

a) Tahap Perkembangan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang

berbeda ditemukan dari persepsi mereka tentang Tuhan dan bentuk sembahyang

yang berbeda menurut usia, seks, agama dan kepribadian anak. Adapun tema yang

diuraikan tentang Tuhan yaitu:

1) Gambaran tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dnegan manusia

yang saling keterikatan dengan kehidupan

2) Mempercayai bahwa Tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan diri

serta transformasi

3) Menyakini Tuhan mempuyai kekuatan dan selanjutnya merasa takut

menghadapi kekuasaan Tuhan

4) Gambaran cahaya atau sinar

b) Keluarga

Peran orang tua sangat penting terhadap penentuan prerkembangan spiritualitas

pada anak. Hal yang penting ialah hal yang pelajari tentang Tuhan, diri sendiri,

perilaku orang tua serta kehidupan. Maka dari itu, orang tua serta keluarga ialah

lingkungan terdekat dan pengalaman pertama dalam mempersepsikan kehidupan

yang dialaminya.

c) Latar Belakang Etnik dan Budaya


27

Suatu keyakinan, nilai dan sikap ditentukan oleh latar belakang etnik dan budaya.

Pada dasarnya seseorang akan mengikuti spiritual dan tradisi keluarganya.

Pengalaman spiritual yang terdiri dari tradisi agama dan sistem kepercayaan

individu ialah hal unik yang dimiliki setiap dari individu.

d) Pengalaman Hidup Sebelumnya

Pengalam individu baik atau buruk, positif atau negatif yang dapat mempengaruhi

spiritualitas. Dan dipengaruhi pula dengan bagaimana individu mengartikan secara

kejadian spiritual atau pengalamannya. Dan kebutuhan spiritual yang terjadi yang

memerlukan meningkatnya spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.

e) Krisis dan Perubahan

Krisis yang dialami serta perubahan yang dihadapi seseorang seperti penyakit,

penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan kematian. Terlebih pada seseorang

dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk yang akan

mempengaruhi dalam hal spiritual.

f) Terpisah dari Ikatan Spiritual

Ketika seseorang yang mengalami sakit akut sampai dengan terisolasi sehingga

terputusnya untuk tidak mengikuti kegiatan agama, acara resmi dan tidak dapat

berkumpul dengan keluarga, teman dan sanak saudara untuk diberikan dukungan

baik moral atau moril sehingga dapat berisiko terjadinya perubahan fungsi

spiritualnya.

g) Isu Moral Terkait Dengan Terapi


28

Pada tahap ini terapi atau proses penyembuhan yang dianggap oleh kebanyakan

agama bahwasannya ini sebagai cara Tuhan untuk menyembuhkannya dan untuk

menunjukkan kebesaran Nya.

h) Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai

Ketika asuhan keperawtan yang diberikan perawat kepada pasien, dan diharapkan

adanya pemenuhan kebutuhan spiritual. Terdapat lima nilai isu yang timbul antara

perawat dan klien sebagai berikut:

1) Plurarisme: adalah perawat dan klien menganut pada kepercayaan dan iman

dengan pemahaman yang luas.

2) Fear: adalah sesuatu yang berhubungan dengan ketidakmampuan mengatasi

situasi, melanggar privasi klien dan merasa tidak pasti dengan

sistemkepercayaan dan nilai.

3) Kesadaran tentang kepercayaan spiritual: seperti apa yang memberi arti dalam

kehidupan, tujuan, harapan, dan cinta dalam kehidupan pribadi perawat.

4) Bingung: bila terjadinya perbedaan agama dan konsep spiritual antara perawat

dan klien.
29

C. Kerangka Teori

Perubahan Pada Lansia

1. Perubahan Fisik
2. Perubahan Kognitif
3. Perubahan Mental
4. Perubahan Spiritual
5. Perubahan Psikososial
Perubahan Psikologis
Lansia
Konsep Spiritualitas

1. Spritual
2. Kesejahteraan spiritual
3. Kepercayaan
4. Agama
5. Harapan

Sumber: Potter & Perry (2009), Kozier, dkk (2010), Siti Nur Kholifah (2016)

D. Penelitian Terkait

1. (Handayani & Oktaviani, 2018) Hubungan Spiritualitas Dengan Depresi Lansia Di

Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin

Hasil Penelitian:

Populasi dalam penelitian ini semua lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha

Sabai Nan Aluih tercatat sebanyak 110 orang, dengan sampel sebanyak 52 orang yang

diambil dengan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Hasil
30

penelitian analisa univariat didapatkan responden yang mengalami depresi ringan

(63,5%) dan spiritualitas yang tidak baik (55,8%). Sedangkan analisa bivariat

didapatkan hasil ada hubungan yang bermakna antara spiritualitas dengan depresi

dengan nilai (p=0,003). Penelitian ini meyimpulkan bahwa variabel spiritualitas

memiliki hubungan yang bermakna dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin.

2. (Cahyono, 2012) Hubungan Spiritualitas Dengan Depresi Pada Lansia Di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Magetan.

Hasil Penelitian:

Data khusus menampilkan data tentang identifikasi spiritualitas lansia yang meliputi

aspek hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan lingkungan, dan

dengan Tuhan, identifikasi depresi lansia serta mengidentifikasi hubungan antara

spiritualitas dengan depresi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Magetan.

Identifikasi spiritualitas lansia menunjukkan bahwa sebagian besar responden (80%)

atau sebanyak 24 orang memiliki spiritualitas tinggi. Identifikasi depresi lansia

sebagian besar responden yakni sebanyak 21 responden (70%) mengalami depresi

ringan.dan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas dan depresi pada UPT

PSLU Magetan memiliki nilai signifikan p 0,000 dan kolerasi r 0,872 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variable sangat kuat.

Anda mungkin juga menyukai