LP Appedisitis Adelya Pratiwi Rahim 14420231053

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA DI RUANG IGD

RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR

Disusun Oleh :

Nama Adelya Pratiwi Rahim

Nim 14420231053

Kelompok 1 (satu)

Preseptor :

1. Preseptor Institusi

Fitria, S.Kep.,Ns.,M.Kep ( )

2. Preseptor Klinik

Hallward Adrian Edmond, S.Kep ( )

DEPARTERMEN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS NURSING
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR
2024
A Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Apendisitis merupakan peradangan apendiks vermiformis yang di sebabkan oleh adnya
sumbatan berupa fekalit atau infeksi dan menjadi penyebab terbanyak kasus akut abdomen
yang terjadi. Akut abdomen memerlukan tindakan kegawatdaruratan, banyak kasus apendisitis
di indonesia yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk mencegah perforasi
karena hampir 1/3 kasus apendisitis pada anak mengalami perforasi (Finansah et al., 2019)
2. Etiologi
Gejala yang umumnya timbul pada apendisitis akut adalah awalnya nyeri daerah epigastrik
atau bagian bawah umbilikus disertai dengan demam. Nyeri didahului mual dan muntah yang
kemudian menjalar hingga perut kanan bawah disertai timbulnya anoreksia (Khairiyyah &
Limas, 2020)
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh peradangan, benda
asing, penyempitan atau neoplasma. Penyumbatan tersebut menyebabkan cairan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastis dinding apendiks mempunyai keterbatas sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan. Apendisitis juga dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Penumpukan kotoran yang mengeras
2. Folikel limfoid yang membesar
3. Benda asing
4. Cacing usus atau parasite
5. Cedera traumatis
6. Tumor
3. Manifestasi klinis
a. Presentasi klasik apendisitis adalah demam ringan dengan nyeri tumpul yang stabil
pada area periumbilikalis, anoreksia, dan mual.
1. Selama 12 sampai 48 jam, rasa sakit biasanya bergerak ke kuadran kanan bawah
pada titik Mcburney, titik di perut bagian bawah yang terletak di antara umbilicus
dan garis spina iliaca kanan superior.
2. Anoreksia; mual dan muntah.

b. Tanda psoas dapat hadir 6% sampai 30% dari waktu.

1. Untuk menilai tanda psoas, perawat meminta pasien untuk berbaring, lalu
pasien miring kiri, secara pasif perawat meminta kaki kanan pasien untuk
ekstensi, dan meminta pasien untuk secara aktif melenturkan kaki kanannya.
Jika kuadran kanan bawah menunjukan adanya nyeri perut, itu adalah “positif’
tanda psoas.
2. Nyeri dihasilkan karena otot psoas berbatasan dengan rongga peritoneum dan
pergerakan itu menyebabkan gerakan sehingga menimbulkan peradangan pada
jaringan di sekitarnya.
3. Adanya nyeri lepas.

4. Kekakuan pada abdomen (Kurniati et al., 2018)


5. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lemun apendiks oleh hiperplasia


folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
menungkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang di tandai oleh
nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat . hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yag timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang di ikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua prosess di atas berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu
massa lokal yang di sebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat terjadi
abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
6. Komplikasi
a. Perforasi appendiks, Tanda - tanda perforasi yaitu meningkatnya nyeri, meningkatnya
spasme dinding perut kanan bawah, ileus,demam,malaise, dan leukositisis,
b. Peritonitis Abses, Bila terbentuk abses appendik maka akan teraba massa pada kuadran
kanan bawah yang cenderung menggelembung pada rektum atau vagina, jika teijadi
perintonitis umum tidakan spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal
perforasi tersebut,
c. Dehidrasi,
d. Sepsis,
e. Elektrolit darah tidak seimbang, dan Pneumonia (Kurnia et al., 2018)
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi, akan tanpak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding
perut tanpak mengencang (distensi).
- Palpasi, di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan di
lepas juga akan terasa nyeri (blumberg sign) yang mana merupakan kunci diagnosis
apendisitis akut.
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha di tekuk kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi,
maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign).
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur
dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (aksila), lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga
pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih
menonjol
b. Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (Leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi
(pecah).
c. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
- Ultrasonografi (USG) Ctscan.
8. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi, teterlambatan dalam
tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopik, apendektomi
laparaskopik sudah terbuksi menghasilkn nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan
yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparaskopi
itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada
wanita.
Jika dicurigai terdapat apendisitis, terapinya adalah eksplorasi bedah segera.
Meskipun kesalahan diagnosis dapat menyebabkan diangkatnya apendiks normal, namun
lebih baik melakukan operasi yang tidak di perlukan daripada menunda intervensi sampai
terjadi peritonitis generilisata Penatalaksanaan Medis :Penatalaksanaan yang dapat di
lakukan pada penderita apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi
1. Penanggulangan konservasif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
2. Operasi Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang di lakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan
abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan
nanah).
3. Pencegahan Tersier. Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra abdomen.
B Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Data demografi : Nama, Umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan masa lalu
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Riwayat psikososial
c. Pola fungsi kesehatan
1) Aktivitas/istirahat
2) Sirkulasi
3) Eliminasi
4) Cairan/makanan
5) Kenyamanan
6) Keamanan
7) Pernafasan
d. Pemeriksaan fisik
e. Pemeriksaan penunjang
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial
(PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang dapat
muncul pada kl appendicitis, antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis).(D.0077)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi). (D.0077)
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis). (D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah). (D.0034)
e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142)
2. Rencana asuhan keperawatan/ Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera tindakan keperawatan (I.08238). Observasi :
fisiologi (inflamasi diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi ,
appendicitis).(D.0077) (L.08066) dapat menurun karakteristik, durasi,
dengan Kriteria Hasil : frekuensi, kulaitas
1. Keluhan nyeri nyeri, skala nyeri,
menurun. intensitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi respon
3. Sikap protektif nyeri non verbal.
menurun. 3. Identivikasi factor yang
4. Gelisah menurun. memperberat dan
memperingan nyeri.
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur.
3. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.15506).
proses penyakit (Infeksi diharapkan termoregulasi Observasi :
pada appendicitis). (L.14134) membaik 1. Identifikasi penyebab
(D.0130) dengan Kriteria Hasil : hipertermia.
1. Menggigil menurun. 2. Monitor suhu tubuh.
2. Takikardi menurun. 3. Monitor haluaran
3. Suhu tubuh membaik. urine.
4. Suhu kulit membaik Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan
yang dingin.
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian.
3. Berikan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia
berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.03116).
kehilangan cairan secara Status cairan (L.0328) Observasi :
aktif (muntah). membaik dengan Kriteria 1. Periksa tanda dan
(D.0034) Hasil : gejala hipovolemia.
1. Kekuatan nadi 2. Monitor intake dan
meningkat. output cairan
2. Membrane mukosa Terapeutik :
lembap. 1. Berikan asupan cairan
3. Frekuensi nadi oral
membaik. Edukasi :
4. Tekanan darah 1. Anjurkan memperbanyak
membaik. asupan cairan oral.
5. Turgor kulit membaik. 2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi peberian
cairan IV
4 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Reduksi ansietas
dengan kurang terpapar tindakan keperawatan (I.09314).
informasi (D.0080) tingkat ansietas (L.01006) Observasi:
menurun dengan Kriteria 1. Identi vikasi saat
Hasil : tingkat ansietas
1. Verbalisasi berubah.
kebingungan menurun. 2. Monitor tanda tanda
2. Verbalisasi khawatir ansietas verbal non
akibat menurun. verbal.
3. Prilaku gelisah 3. Temani klien untuk
menurun. mengurangi
4. Prilaku tegang kecemasan jika perlu.
menurun. 4. Dengarkan dengan
penuh perhatian.
5. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan.
6. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
7. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
klien, jika perlu.
8. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
9. Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
1. pemberian obat
antiansietas jika
perlu.(Tim Pokja
SDKI DPP PPNI,
2017)

4.Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap
ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah
dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian,
dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap
proses keperawatan berikutnya (Manullang, 2020)
5. Evaluasi
asuhan keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Tunny
& Rumaolat, 2022)
A. Terapi keperawatan
Latihan relaksasi napas selama tiga hari dengan periode dua kali dalam sehari
dapat menurunkan skor kecemasan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis. Latihan ini dapat diterapkan dan tidak memerlukan biaya sehingga bisa
dilakukan oleh pasien yang mengalami kecemasan. Meskipun menurun setelah
diberikan intervensi latihan relaksasi napas dalam, tetapi tingkat kecemasan pasien
masih pada kategorisedang. Hal ini menjadi keterbatasan penelitian dalam beberapa
hal seperti peneliti tidak mengamati semua fase latihan relaksasi, periode waktu
yang ditentukan relatif singkat sehingga kedepannya penelitian ini dapat mengontrol
keterbatasan pada ini fadli 2023.Penelitian yang dilakukan oleh (Putri, 2020) dengan
terapi yang berbeda menunjukkan bahwa rata-rata nilai kecemasan sebelum dilakuan
intervensi relaksasi benson yaitu 44.28 dengan standar deviasi 8.30. Sedangkan
rata-rata nilai kecemasan sesudah diberikan intervensi relaksasi benson yaitu 34.42
dengan standar deviasi 6.37.
Perbedaan rata-rata nilai kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi relaksasi benson yaitu 9.85 dengan standar deviasi 7.62. Hasil statistik
didapatkan p value < 0.05 sehingga adaperbedaan yang signifikan antara sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi relaksasi benson.

Hasil penerapan EBN dengan intervensi relaksasi benson pada kecemasan


didapatkan rata-rata skor sebelum dan sesudah intervensi yaitu 9.85 yang berarti ada
peningkatan yang signifikan (p<0,05) dalam kecemasan setelah diberikan
intervensi.Penelitian yang sejalan oleh (Kusuma, 2023) dengan penerapan terapi
relaksasi yang berbeda menggunakan metode asuhan keperawatan, didapatkan
Implementasi keperawatan yang diberikan adalah penerapan evidence based nursing
pratice relaksasi benson untuk menurunkan tingkat kecemasan pre hemodialisa pada
pasien Appendicitis Tindakan tersebut diterapkan selama 1 hari yang dilakukan
sebanyak 2 kali selama 10 menit, tindakan pertama dilakukan 1 jam sebelum
menjalankan hemodialisa dan tindakan kedua dilakukan 3 jam setelah selesai
hemodialisa. Evaluasi keperawatan dilakukan setelah klien diberikan tindakan
relaksasi benson dengan mengukur tingkat kecemasan menggunakan kuesioner
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dengan teknik pre dan post. Hasil
pengukuran kuesioenr HARS pada pasien 1 (Tn. S, 50 Tahun) nilai pre 23
(cemas sedang) nilai post 18 (cemas ringan) sedangkan pada pasien 2 (Tn. S, 45
Tahun) nilai pre 28 (cemas berat) nilai post 23 (cemas sedang). Hal ini membuktikan
bahwa relaksasi benson dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre
hemodialisa dengan diagnosa medis appendisitis.Analisis BivariatBerdasarkan hasil
penelitian didapatkan tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi MBSR
memiliki nilai rata-rata 11,7 dan setelah dilakukan intervensi memiliki nilai rata-rata
9,4. Pada penelitian ini juga menunjukkan hasil negativ sebanyak 10 responden yang
berarti terdapat penurunan tingkat kecemasan. Hasil uji statistik menggunakan
statistic. (Syamsuddin et al., 2023)
10. Pathway

Invasi & multiplikasi

Appendisitis

Peradangan pada Sekresi mucus


jaringan Mual muntah
berlebih pada lumen
apendiks

Kerusakan control
suhu terhadap Resiko hypovolemia
inflamasi Appendiks teregang

Hipertermia Nyeri akut

Operasi

Luka insisi Pintu masuk kuman Anastesi

Kerusakan jaringan Peristaltic usus

Resiko infeksi
Ujung saraf terputus Distensi abdomen

Pelepasan Nyeri dipersepsikan Mual muntah


prostaglandin

Nyeri akut Resiko hypovolemia


B. Mind Mapping

Apendisitis merupakan
ETIOLOGI
peradangan apendiks
vermiformis yang di Gejala yang umumnya timbul
sebabkan oleh adnya
sumbatan berupa fekalit pada apendisitis akut adalah
atau infeksi dan menjadi
awalnya nyeri daerah epigastrik
penyebab terbanyak kasus
akut abdomen yang terjadi. atau bagian bawah umbilikus
Akut abdomen memerlukan
tindakan kegawatdaruratan, disertai dengan demam. Nyeri
banyak kasus apendisitis di
indonesia yang memerlukan didahului mual dan muntah yang
tindakan yang cepat dan
tepat untuk mencegah kemudian menjalar hingga perut
perforasi karena hampir 1/3
kasus apendisitis pada anak kanan bawah disertai timbulnya
mengalami perforasi
anoreksia

APPEDISITIS

Penatalaksanaan Manifestasi Klinik Komplikasi


Tatalaksana apendisitis pada
kebanyakan kasus adalah o Presentasi klasik Perforasi appendiks, Tanda -
apendektomi, teterlambatan
dalam tatalaksana dapat tanda perforasi yaitu
apendisitis adalah demam
meningkatkan kejadian meningkatnya nyeri,
perforasi. Teknik meningkatnya spasme
laparoskopik, apendektomi
ringan dengan nyeri
laparaskopik sudah terbuksi dinding perut kanan bawah,
menghasilkn nyeri pasca bedah tumpul yang stabil pada ileus,demam,malaise, dan
yang lebih sedikit, pemulihan leukositisis,
yang lebih cepat dan angka area periumbilikalis, Peritonitis Abses, Bila
kejadian infeksi luka yang
lebih rendah. Akan tetapi terbentuk abses appendik
anoreksia, dan mual.
terdapat peningkatan kejadian maka akan teraba massa
abses intra abdomen dan pada kuadran kanan bawah
pemanjangan waktu  Tanda psoas dapat hadir 6%
yang cenderung
operasi. Laparaskopi itu
sampai 30% dari waktu menggelembung pada
dikerjakan untuk diagnosa
dan terapi pada pasien rektum atau vagina, jika
dengan akut abdomen, teijadi perintonitis umum
terutama pada wanita. tidakan spesifik yang
dilakukan adalah operasi
untuk menutup asal
perforasi tersebut,
DAFTAR PUSTAKA

Finansah, Y. W., Prastya, A. D., & Mawaddatunnadila, S. (2019). Tata laksana apendisitis akut di era
pandemi covid-19. 145–155.
Manullang, P. S. (2020). Implementasi Asuhan Keperawatan. Osf.Io, 2001, 1–7.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik (Tim Pokja SDKI DPP PPNI (ed.); edisi 1). Dewan Pengurusan Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tunny, H., & Rumaolat, W. (2022). Evaluasi Penerapan dan Pendokumentasian Standar Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Buku SDKI , SIKI dan SLKI di RSUD Piru Maluku Evaluation of the
Implementation and Documentation of Nursing Care Standards Based on the SDKI , SIKI and SLKI
Books at Piru Maluk. 4(3).
Afriani, E., & Fitriana, V. (2020). Penerapan Teknik Distraksi Relaksasi Aromaterapi Lavender
untuk Menurunkan Nyeri Pasien Post Operasi Apendiktomi. 7(2), 154-166.
Brunner, & Suddarth. (2017). Keperawatan medikal bedah Vol 3. EGC.
Khairiyyah, S. F., & Limas, P. I. (2020). Analisis jumlah leukosit , lama gejala dan suhu tubuh
sebagai prediktor lamanya operasi pada kasus apendisitis akut. Tarumanagara Medical Journal,
2(2), 359-363.
https://doi.Org/http://dx.doi.org/10.24912/tmj.v2i2.7855
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Theresia, siwi ikaristi maria. (2018). Keperawatan Gawat Darurat
danBencana Sheehy. Elsevier.
Librianty, N. (2015). Panduan mandiri melacak penyakit. Lintas Kata.
Tim pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
Tim pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai