Laprak Dekomposisi
Laprak Dekomposisi
Laprak Dekomposisi
LAPORAN PRAKTIKUM
DESAIN TEKSTIL
3. Desti M.,S.ST.
disusun oleh :
Anugerah Krisnatalia Rahayu
22420052
1-K2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Nomor Benang
Nomor benang atau biasa disebut dengan istilah yarn count adalah suatu
kehalusan benang, yang biasa dinyatakan dalam satuan berat dalam setiap suatu
panjang tertentu. Penomoran benang dibagi menjadi dua, yaitu :
a. penomoran langsung yaitu berdasarkan pada suatu berat benang dalam
panjang tertentu,
b. penomoran tidak langsung yaitu penomoran berdasarkan pada panjang
benang dalam berat tertentu. Contohnya penomoran dengan cara Ne₁
atau penomoran dengan Nm.
3. Tetal Benang
Tetal benang pada umumnya ada dua yaitu tetal benang lusi dan tetal
benang pakan. Tetal benang adalah suatu kerapatan benang yang terdapat pada
kain atau juga dapat diartikan jumlah benang dalam setiap satu panjang tertentu,
biasanya panjang yang digunakan disini dalam inchi. Perhitungan tetal benang
dapat dibantu menggunakan kaca pembesar, atau dapat juga dengan cara
mengurai helai demi helai benang dalam satu inchi.
4. Mengkerut Benang
Saat proses ditenun, panjang benang akan berubah, ini dikarenakan
terdapat persilangan pada kain.
2
Anyaman menurut Wikipedia adalah proses pembuatan kain dari persilangan dua
set benang dengan cara memasuk-masukkan benang pakan secara melintang pada
benang-benang lusi. Benang lusi adalah benang searah panjang kain sedangkan benang
pakan adalah benang searah lebarnya. Persilangan benang pakan dan lusi dapat
dikombinasikan dengan variasi warna benang dan dapat diproduksi dengan
menggunakan cara tradisional maupun dengan cara mesin industri.
JENIS-JENIS ANYAMAN :
a) Anyaman Polos
Anyaman polos biasanya dikenal sebagai
anyaman platt, raffeta dan anyaman plain.
Anyaman polos merupakan anyaman paling
sederhana dan paling dasar dari semua Teknik
menenun. Anyaman ini dibuat dengan cara
benang lusi dan benang pakan naik turun secara
bergantian dan saling menyilang sehingga akan
mengasilkan sebuah pola kotak-kotak. Anyaman ini paling banyak silang-
silangnya karena itu anyaman ini paling kokoh.
Ciri dan karakteristik anyaman polos :
1) Anyaman polos merupakan anyaman tertua dan paling banyak
dipakai,mempunyai rapot anyaman yang paling kecil karena bekerjanya
benang lusi dan pakan 1 naik 1 turun bergantian.
2) Jumlah silangan paling banyak bisa dibandingkan dengan jenis anyaman
lain sehingga jika faktor yang lain sama maka dengan anyaman polos kain
akan menjadi kuat dengan benang yang lebih kokoh.
3) Anyaman polos lebih mudah untuk diberikan ubahan penempatan kain, baik
dengan cara mengubah desain struktur ataupun desain muka serta dapat
dibuat kain yang yang tipis dengan hasil yang lebih baik dibandingkan jenis
anyaman lainnya.
4) Merupakan kain dengan anyaman paling kuat dari semua jenis anyaman.
5) Ulangan pada anyaman adalan dengan perbandingan yang sama antara
benang pakan dan lusi yaitu 2 naik, 2 turun dan seterusnya.
6) Jumlah silangan paling banyak diantara jenis anyaman lain.
3
7) Menghasilkan kain dengan anyaman paling kuat dengan tata letak benang
tidak mudah berubah tempat.
8) Anyaman polos paling sering dikombinasikan dengan faktor-faktor
konstruksi kain yang lain dari pada jenis anyaman yang lainnya.
9) Tetal lusi dan tetal pakan pada anyaman polos mempunyai perpencaran yang lebih
besar dari pada anyaman lain. Demikian pula dengan perpencaran berat kain lebih
besar dari pada anyaman lain.
10) Banyak gun yang digunakan minimum 2 gun, tetapi untuk tetal lusi yang tinggi
digunakan 4 gun atau lebih
11) Lebih sering dikonstruksi dan dapat dipakai untuk kain yang jarang atau tipis.
12) Pada kain yang padat biasanya menggunakan benang pakan lebih besar dibanding
benang lusi.
b) Anyaman Keeper
Anyaman keeper merupakan jenis anyaman
dasar yang kedua biasa dikenal juga dengan
nama anyaman twill atau drill. Anyaman keeper
merupakan jenis anyaman dimana benang lusi
dan benang pakan naik turun secara bergantian
namun titik beremu antara benang lusi dan
benang pakan berjalan miting atau membentuk
sebuah irisan atau pola garis diagonal. Semakin
curam sudut garis silang seeper dari horizontal, maka benang lusi semakin banyak.
Contoh kain anyaman keeper : denim, chino, tweed, dll.
Ciri dan karakteristik anyaman keeper
1) Pada permukaan kain dengan anyaman keeper terdapat garis miring yang
tidak terputus-putus. Jika arah garis miring berjalan dari arah kanan bawah
ke kiri atas atau disebut keeper kiri dan jika arah garis miring berjalan dari
arah kiri bawah ke kanan atas disebut keeper kanan.
2) Pembuatan anyaman keeper menggunakan gun minimal 3 buah dengan
rapat terkecil 3x lebar lusi dan 3 helai pakan disebut keeper gun atau yang
bisa juga disebut dengan jumlah gun yang digunakan.
3) Anyaman keeper biasanya dibuat dengan kontruksi padat dengan tetal yang
lebih tinggi dibandingkan anyaman polos.
4
4) Garis miring yang dibentuk oleh benang lusi disebut anyaman keper
lusi/efek lusi, garis miring yang dibentuk oleh benang pakan disebut
anyaman keper pakan/efek pakan.
5) Sudut garis keper dipengaruhi oleh tetal lusi dan angka loncat.
6) Kenampakan kain pada permukaan atas dan bawah berbeda.
7) Anyaman keper diberi nama menurut jumlah gun minimum. Jika rapot
terkecildari anyaman keper, 4 kelai lusi dan 4 helai pakan maka disebut
keper 4 gun.
8) Dalam kondisi yang sama kain anyaman keper tidak sekuat kain dengan
anyaman polos.
9) Pada umumnya tetal pada kain anyaman keeper dibuat lebih tinggi
dibandingkan dengan anyaman polos.
c) Anyaman Satin
Anyaman satin atau biasa disebut dengan sateen
mempunyai arah yang berbeda. Anyaman ini merupakan
anyaman dengan titik temu antara benang lusi dan pakan
dibuat sesedikit mungkin sehingga seolah-olah hanya
benang lusi saja atau benang pakan saja yang mengapung
diatas permukaan kain.
Ciri dan karakteristik anyaman satin :
1) Kain dengan anyaman satin tidak menonjolkan garis miring pada
permukaan dengan efek lusi yang menyebar rata dan tidak bersinanggungan
seperti halnya pada anyaman keeper.
2) Angka loncat harus lebih besar dari 1 (V>1).
3) Banyak benang lusi sama dengan benang pakan.
4) Hanya menonjolkan salah satu efek baik itu lusi atau pakan pada permukaan
kain.
5) Kombinasi faktor konstruksi kain lebih sedikit digunakan pada anyaman
jenis ini dibandingkan anyaman keeper.
6) Tidak terlalu cocok untuk kain dengan konstruksi terbuka dan jarang.
7) Suatu garis tidak terlalu nampak seperti anyaman keeper.
5
PENOMORAN BENANG
Sistem penomeran langsung berdasarkan pada berat benang untuk setiap satu
standar untaian benang (standar hank) dengan panjang yang tetap. Sistem penomeran
ni umumnya digunakan untuk benang filamen seperti sutera, rayon, poliester, nilon
dan sebagainya. Satuan yang dikenal dalAm sistem ini adalah denier dan tex.
− Denier (Td)
6
Pada penomoran benang dengan menggunakan sistem langsung, maka
semakin kecil nomor benang, kehalusan benang tersebut akan semakin halus
atau semakin kecil benangnya. Sebaliknya semakin besar nomer benang, akan
semakin besar benangnya. Perhitungan nomor benang untuk penom0ran sistem
langsung atau panjang tetap dapat dnyatakan dengan rumus umum sebagaimana
yang ditunjukkan persamaan berikut :
𝑈𝑥𝐵
𝑁=
𝑃
dengan :
N= nomer benang
B= berat benang
P= panjang benang
Sistem penomoran tidak langsung atau berat tetap didasarkan pada panjang serat
setiap berat tertentu yang tetap. Dengan sistem penomeran tidak langsung atau berat
tetap, maka jika nomer benang makin besar maka benang akan semakin halus atau
semakin kecil, sebaliknya semakin kecil benangnya makin besar nomornya. Sistem
penomeran ini ada bemacam - macam antara ain nomer Inggris, Perancis,
Intemational metrik dan lainnya.
7
− Penomoran benang menurut nomor Inggris ( Ne₁)
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (ℎ𝑎𝑛𝑘)
𝑁𝑒₁ =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑙𝑏)
Ne₁ artinya suatu benang dengan panjang I hank (840 yard) benang tersebut
mempunyai berat sebesar 1 pounds (lb)
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)
𝑁𝑚 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Nm 1 menunjukkan dalam berat satu gram maka panjang benang tersebut adalah
satu meter.
Perhitungan nomor beang untuk sistem tidak langsung dapat dinyatakan dengan
rumus umum seperti yang ditunjukkan oleh persamaan:
𝑃
𝑁=
𝑈𝑋𝐵
dengan :
N : nomer benang
B : berat benang
P : panjang benang
8
TETAL BENANG (KERAPATAN)
− Benang Lusi
− Benang pakan
9
− Efek lusi dan efek pakan
Efek lusi ialah benang lusi yang berada di atas benang pakan dan terletak
diantara dua silangan benang lusi. Efek pakan ialah benang pakan yang
berada di atas benang lusi dan terletak di antara 2 silangan benang pakan.
Makin banyak jumlah sikungan dalam tenunan, makin pendek efèk benang
yang diperoleh. Sebaliknya makin sedikit siangan-silangan dalam tenunan
makin panjang efek benang yang diperolehnya.
− Rapot anyaman
Yang dimaksud dengan rapot anyaman adalah satuan terkecil dari lusi dan pakan di
dalam suatu jenis anyaman. Diulangi dengan cara yang sama di dalam tenunan, baik ke
arah vertical ataupun ke arah horizontal.
10
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Alat dan Bahan
− Alat :
1. Lup
2. Gunting
3. Penggaris
4. Jarum
5. Timbangan kain
− Bahan :
Kain dengan berbagai macam anyaman
𝑃𝑏 − 𝑃𝑘
𝑀= 𝑥 100%
𝑃𝑏
dengan :
Pb : panjang benang lusi atau pakan pada kain contoh
Pk : panjang benang lusi atau kain setelah diluruskan
6. Hitung nomor benang lusi dan pakan
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)
𝑁𝑚 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝑁₁ = 0,59 𝑥 𝑁𝑚
1000
𝑇𝑒𝑥 =
𝑁𝑚
9000
𝑇𝑑 =
𝑁𝑚
11
7. Menghitung berat kain contoh
a. Dengan penimbangan :
b. Dengan perhitungan :
− Pakan
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛(𝑑𝑓) =
28 √𝑁𝑒
𝑁𝑓 = 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 ( ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖)
𝐶𝑓 = 𝑑𝑓 𝑥 𝑁𝑓
12
2.3. Data Pengamatan dan Perhitungan
a. Anyaman polos
Data pengamatan
Berat kain sampel (10 cm x10 cm) : 1,1063 gram
Berat kain 10 helai benang lusi : 0,0136 gram
Berat kain 10 helai benang pakan : 0,0141 gram
Jumlah panjang 10 helai benang lusi : 102,6 cm = 1,026 m
Jumlah panjang 10 helai benang pakan : 101,3 cm = 1,013 m
Rata-rata tetal lusi : 112 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖 = 44,0944 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑚
Rata-rata tetal pakan : 84 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖 = 33,0708 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑚
Rata-rata panjang 10 helai lusi : 10,26 cm = 0,1026 m
Rata-rata panjang 10 helai pakan : 10,13 cm = 0,1012 m
Tabel pengamatan
13
Perhitungan
1. Mengkeret
𝑃𝑏 − 𝑃𝑘 𝑃𝑏 − 𝑃𝑘
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100% 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑥 100%
𝑃𝑏 𝑃𝑏
10,26 𝑐𝑚 − 10 𝑐𝑚 10,13 𝑐𝑚 − 10 𝑐𝑚
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100% 𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100%
10,26 𝑐𝑚 10,13 𝑐𝑚
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 2,53% 𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 1,28%
2. Nomor Benang
− Lusi
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑚) 1000
Nm = Tex =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑁𝑚
1,026 𝑚 1000
= = 75,4411
0,0136 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 75,4411 = 13,2255
= 71,8439 = 13,9190
9000
Ne₁ = 0,59 x Nm Td =
𝑁𝑚
= 0,59 x 71,8439 9000
=
= 42,3879 71,8439
= 125,2715
3. Gramasi
a. Cara penimbangan
100 𝑐𝑚⁄ 2 𝑥 100 𝑐𝑚⁄ 2
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑚 𝑚
𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
= 110,63 gram
14
b. Cara perhitungan
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑠𝑖 (ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑐𝑚)𝑥 100 𝑐𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑢𝑠𝑖 = 𝑥 ( )
𝑁𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚⁄𝑚 100 − 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑘𝑒𝑟𝑒𝑡 𝑙𝑢𝑠𝑖
= 59,9627 gram
= 46,6283 gram
= 106,5910 gram
= 3,65 %
= 0,0053
𝐶𝑤 = 𝑑𝑤 𝑥 𝑛𝑤
𝐶𝑤 = 0,0053 𝑥 112 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖
𝐶𝑤 = 0,5936
15
− Pakan
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑓) =
28 √𝑁𝑒
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑤) =
28 √42,38
= 0,0054
𝐶𝑓 = 𝑑𝑓 𝑥 𝑛𝑓
𝐶𝑓 = 0,0054 𝑥 84 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖
𝐶𝑓 = 0,4536
𝐶𝐹 (%) = 77,79%
b. Anyaman keeper
Data pengamatan
Berat kain sampel (10 cm x10 cm) : 1,0185 gram
Berat kain 10 helai benang lusi : 0,0155 gram
Berat kain 10 helai benang pakan : 0,0186 gram
Jumlah panjang 10 helai benang lusi : 101 cm = 1,01 m
Jumlah panjang 10 helai benang pakan : 101,6 cm = 1,015 m
Rata-rata tetal lusi : 72,3 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖 = 28,54 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑚
Rata-rata tetal pakan : 61 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖 = 24,01 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑚
Rata-rata panjang 10 helai lusi : 10,1 cm = 0,101 m
Rata-rata panjang 10 helai pakan : 10,15 cm = 0,1015 m
16
Tabel pengamatan
Perhitungan
1. Mengkeret
𝑃𝑏 − 𝑃𝑘 𝑃𝑏 − 𝑃𝑘
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100% 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑥 100%
𝑃𝑏 𝑃𝑏
10,1 𝑐𝑚 − 10 𝑐𝑚 10,15 𝑐𝑚 − 10 𝑐𝑚
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100% 𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100%
10,1 𝑐𝑚 10,15 𝑐𝑚
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 0,99% 𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 1,47%
2. Nomor Benang
− Lusi
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑚) 1000
Nm = Tex =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑁𝑚
1,01 𝑚 1000
= = 65,16
0,0155 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 65,16 = 15,34
9000
Ne₁ = 0,59 x Nm Td =
𝑁𝑚
= 0,59 x 54,56 9000
=
= 32,19 54,56
= 164,92
17
3. Gramasi
a. Cara penimbangan
100 𝑐𝑚⁄ 2 𝑥 100 𝑐𝑚⁄ 2
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑚 𝑚
𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
= 101,85 gram
b. Cara perhitungan
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑠𝑖 (ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑐𝑚)𝑥 100 𝑐𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑢𝑠𝑖 = 𝑥 ( )
𝑁𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚⁄𝑚 100 − 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑘𝑒𝑟𝑒𝑡 𝑙𝑢𝑠𝑖
= 48,17 gram
= 50,95 gram
= 99,12 gram
= 2,68 %
18
5. Cover Factor (CF)
− Lusi
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑤) =
28 √𝑁𝑒
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑤) =
28 √38,44
= 0,0057
𝐶𝑤 = 𝑑𝑤 𝑥 𝑛𝑤
𝐶𝑤 = 0,0057 𝑥 72,3 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖
𝐶𝑤 = 0,41211
− Pakan
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑓) =
28 √𝑁𝑒
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑤) =
28 √32,19
= 0,0062
𝐶𝑓 = 𝑑𝑓 𝑥 𝑛𝑓
𝐶𝑓 = 0,0062 𝑥 61 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖
𝐶𝑓 = 0,3782
𝐶𝐹 (%) = 63,44%
19
c. Anyaman satin
Data pengamatan
Berat kain sampel (10 cm x10 cm) : 1,0451 gram
Berat kain 10 helai benang lusi : 0,0095 gram
Berat kain 10 helai benang pakan : 0,0249 gram
Jumlah panjang 10 helai benang lusi : 101,2 cm = 1,012 m
Jumlah panjang 10 helai benang pakan : 100,6 cm = 1,006 m
Rata-rata tetal lusi : 133 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖 = 52,36 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑚
Rata-rata tetal pakan : 63 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖 = 24,80 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑚
Rata-rata panjang 10 helai lusi : 10,12 cm = 0,1012 m
Rata-rata panjang 10 helai pakan : 10,06 cm = 0,1006 m
Tabel pengamatan
20
Perhitungan
1. Mengkeret
𝑃𝑏 − 𝑃𝑘 𝑃𝑏 − 𝑃𝑘
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100% 𝑃𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑥 100%
𝑃𝑏 𝑃𝑏
10,12 𝑐𝑚 − 10 𝑐𝑚 10,06 𝑐𝑚 − 10 𝑐𝑚
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100% 𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 𝑥 100%
10,26 𝑐𝑚 10,13 𝑐𝑚
𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 1,18% 𝐿𝑢𝑠𝑖 = 𝑀𝑙 = 0,59%
2. Nomor Benang
− Lusi
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑚) 1000
Nm = Tex =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑁𝑚
1,012 𝑚 1000
= = 106,52
0,0095 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 106,52 = 9,38
= 40,40 = 24,75
9000
Ne₁ = 0,59 x Nm Td =
𝑁𝑚
= 0,59 x 40,40 9000
=
= 23,83 40,40
= 222,77
3. Gramasi
a. Cara penimbangan
100 𝑐𝑚⁄ 2 𝑥 100 𝑐𝑚⁄ 2
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑚 𝑚
𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
= 104,51 gram
b. Cara perhitungan
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑠𝑖 (ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑐𝑚)𝑥 100 𝑐𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑢𝑠𝑖 = 𝑥 ( )
𝑁𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚⁄𝑚 100 − 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑘𝑒𝑟𝑒𝑡 𝑙𝑢𝑠𝑖
= 49,74 gram
21
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 (ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑐𝑚 )𝑥 100 𝑐𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑥 ( )
𝑁𝑚 𝑥 100 𝑐𝑚⁄𝑚 100 − 𝑀𝑒𝑛𝑔𝑘𝑒𝑟𝑒𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑛
= 61,75 gram
= 111,49 gram
= 5,2 %
𝐶𝑤 = 𝑑𝑤 𝑥 𝑛𝑤
𝐶𝑤 = 0,0045 𝑥 133 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖
𝐶𝑤 = 0,59
22
− Pakan
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑓) =
28 √𝑁𝑒
1
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑠𝑖(𝑑𝑤) =
28 √23,83
= 0,0073
𝐶𝑓 = 𝑑𝑓 𝑥 𝑛𝑓
𝐶𝑓 = 0,0073 𝑥 63 ℎ𝑒𝑙𝑎𝑖⁄𝑖𝑛𝑐ℎ𝑖
𝐶𝑓 = 0,45
𝐶𝐹 (%) = 77,45%
2.4. Pembahasan
Praktikum dekomposisi kain didapatkan hasil pengukuran yaitu nilai mengkeret
benang, nomor benang, dan berat kain. Selisih berat kain perhitungan yang baik adalah
sekecil-kecilnya atau kurang dari 5%. Namun terdapat salah satu anayaman kain yang
memiliki selisih berat kain lebih besar dari 5%, hal ini dikarenakan karena kurangnya
ketelitian saat praktikum. Namun ada beberapa hal juga yang dapat menyebabkan
selisih berat kain melebihi rata-rata, yaitu:
• Menghitung lusi dan pakan yang tidak tepat,
• Kesulitan dalam menentukan arah lusi yang dapat memengaruhi pada saat
penimbangan,
• Benang yang ditiras ada yang tidak utuh tapi terurai, hal itu juga
memengaruhi berat kain,
• Berat kain dan benang saat dilakukan penimbangan kurang teliti dan bisa
jadi timbangannya kurang akurat, saat pemotongan kain juga seringkali kain
terpotong secara tidak merata sehingga membuat perbedaan berat,
Dalam praktikum dekomposisi kain ada beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya:
• Perhitungan tetal dilakukan secara benar. Cara agar meminimalisir kesalahan
perhitungan dengan cara saat melihat anyaman usahakan terkena cahaya agar
terlihat dengan jelas. Penggunaan jarum sebagai alat penenda hitungan sangat
diperlukan dengan cara demikian dapat meminimalisir kesalahan.
• Pada saat penimbangan berat kain contoh uji 10 cm x 10 cm. Pastikan ukuran
tersebut sudah sesuai dan tidak ada sisa benang pada disekeliling contoh uji.
• Pada saat pengukuran panjang pakan dan panjang lusi pastikan tegangan benang
tidak terlalu kencang ataupun kendor.
23
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktek dekomposisi anyaman polos, ayaman
keper,dan anyaman satin yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Anyaman polos
1. Mengkeret
- ML : 2,53 % 3. Gramasi
- MP : 1,28 % a. Cara penimbangan :
2. No benang 110,63 𝑔⁄𝑚2
➢ No benang lusi b. Cara perhitungan :
- Nm : 75,4411 - Berat lusi = 59,9627
- Ne₁ : 44,5102 - Berat pakan = 46,6283
- Tex : 13,2255 - Berat total =
- Td : 119,2982 106,5910 𝑔⁄𝑚2
➢ No benang pakan 4. Selisih gramasi (%) : 3,65%
- Nm : 71,8439 5. Cover faktor (%)
- Ne₁ : 42,3879 : 77,79%
- Tex : 13,9190
- Td : 125,2715
b. Anyaman keeper
1. Mengkeret
- ML : 0,99 % 3. Gramasi
- MP : 1,47 % a. Cara penimbangan :
2. No benang 101,85 𝑔⁄𝑚2
➢ No benang lusi b. Cara perhitungan :
- Nm : 65,16 - Berat lusi = 48,17
- Ne₁ : 38,44 - Berat pakan = 50,95
- Tex : 15,34 - Berat total =
- Td : 138,11 99,12 𝑔⁄𝑚2
➢ No benang pakan 4. Selisih gramasi (%) : 2,68%
- Nm : 54,56 5. Cover faktor (%)
- Ne₁ : 32,19 : 63,44%
- Tex : 18,32
- Td : 164,92
24
c. Anyaman satin
1. Mengkeret
- ML : 1,18 % 3. Gramasi
- MP : 0,59 % a. Cara penimbangan :
2. No benang 104,51 𝑔⁄𝑚2
➢ No benang lusi b. Cara perhitungan :
- Nm : 106,52 - Berat lusi = 49,74
- Ne₁ : 62,85 - Berat pakan = 61,75
- Tex : 9,38 - Berat total =
- Td : 84,49 111,49 𝑔⁄𝑚2
➢ No benang pakan 4. Selisih gramasi (%) : 5,2%
- Nm : 40,40 5. Cover faktor (%)
- Ne₁ : 23,83 : 77,45%
- Tex : 24,75
- Td : 222,77
25
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Sugeng, dkk. 2005. DISAIN TEKSTIL. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
bahankain. 2021. Mengenal Istilah Dekomposisi Kain dalam Pembuatan Kain Woven.
Diakses pada 16 Maret 2023 melalui
https:/www.bahankain.com/2021/05/06/mengenal-istilah-dekomposisi-kain-dalam-
pembuatan-kain-woven
ayyub.ms. 2018. Dekomposisi Kain Anyaman Polos. Diakses pada 16 Maret 2023 melalui
http:/ayyub-textile.blogspot.com/2018/02/dekomposisi-kain-anyaman-polos-
i.html?m=1
Fajri, Eka. 2013. Dekomposisi Kain Anyaman Plain. Diakses pada 16 Maret 2023 melalui
http://ekafajrie.blogspot.com/2013/11/dekomposisi -kain-anyaman-plain.html?m=1
Nurman, Rijaldi. 2012. Laporan Praktikum Disain Tekstil 1 : Dekomposisi Kain. Bandung :
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Diunduh pada 16 Maret 2023.
26