ZIHAR

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

ZIHAR

Makalah

Ditujukan Kepada Dosen Lutfillah Lc, M.H


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ahkam Hukum Keluarga

Oleh :

Kelompok 5

NAMA NPM
Ahmad Said Fahreza 22.11.1455
Muhammad Noval 22.11.1328
Ainah 22.11.1409

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) DARUSSALAM


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH
MARTAPURA
2024 M / 1445 H

i
KATA PENGANTAR

Segala puji semata hanya milik Allah SWT, yang berkat qadrat dan iradat-
Nya, serta shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
yang berjuang dalam mengembangkan ajaran agama Islam.Selanjutnya penulis
sampaikan, bahwa dapat disusunnya makalah ini sedemikian rupa, tidak lepas dari
peran serta dan bantuan dari berbagai pihak, terutama dosen pengampu mata
kuliah studi Tafsir Ahkam Hukum Kelarga, yaitu Bapak Lutfillah Lc, M.H maka
dengan penuh rasa ta’dzim penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya tentunya dengan iringan doa semoga apa yang telah
diberikan semuanya mendapat balasan dari Allah SWT tentuya dengan amal
ibadah yang diniatkan.
Kemudian tidak lupa penulis sampaikan, sebagai hamba yang dhoif dan
penuh dengan keterbatasan tentunya banyak kesalahan dan kekurangan penulis
dalam menyajikan makalah ini, oleh sebab itu dengan kerendahan hati, penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya, disamping itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, dengan mengharap ridho
Allah SWT, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam meniti
perjalanan beraqidah menuju jenjang kehudipan akhirat, dan semoga makalah ini
pula dapat berperen sebagaimana mestinya.

Martapura, Mei 2024


Penulis,

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
A. Pengertian Zihar ...................................................................................................... 2
B. Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Zihar .............................................................. 2
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 10
A. Simpulan ............................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zihar adalah suatu perkataan yang diucapkan oleh seorang suami kepada
istrinya yang mengandung perumpamaan menyamakan istrinya dengan mahram,
seperti ibu, saudara perempuan, atau bagian tubuh dari istrinya sendiri. Praktik ini
pernah terjadi pada masa jahiliah sebelum Islam datang. Pada masa itu, apabila
seorang suami berkata kepada istrinya, "Engkau bagiku seperti punggung ibuku",
maka istrinya akan menjadi haram untuk digauli. Namun, mereka tidak
menceraikan istrinya, melainkan membiarkannya dalam keadaan terkatung-
katung, tidak dicerai dan tidak pula diperlakukan sebagai istri.
Setelah Islam datang, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan ketentuan
hukum terkait zihar ini dalam Al-Qur'an surah Al-Mujadilah ayat 2-4. Ayat
tersebut menegaskan bahwa zihar adalah suatu perbuatan yang diharamkan dan
memberikan konsekuensi bagi pelakunya untuk membayar kafarat (denda). Hal
ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi kaum perempuan
yang menjadi korban tradisi jahiliah tersebut.
Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam mengenai hukum
zihar ini dari perspektif tafsir ahkam (tafsir yang mengupas ayat-ayat hukum
dalam Al-Qur'an). Kajian ini akan membahas definisi zihar, hukum dan
konsekuensinya, serta hikmah di balik penetapan hukum tersebut. Dengan
demikian, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang
zihar dan menghindari praktik serupa yang merugikan kaum perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang mengatur persoalan zihar serta uraian bagi lafaz ayat mengikut ilmu
tafsir ?
2. Bagaimana tafsir dan hukum tentang zihar ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zihar
Zihar secara bahasa diambil dari kata ‫ ظهر‬yakni punggung. Hal ini
dikarenakan orang-orang yahudi mengibaratkan istri yang digauli sebagai
kendaraan yang ditunggangi. Sehingga mereka melarang menggauli istri dari
belakang karena dapat mengakibatkan lahirnya anak yang cacat.
Sedangkan zhihar secara istilah adalah ucapan seorang mukallaf (dewasa
dan berakal) kepada istrinya bahwa dia sama dengan ibunya, Namun Abu Hanifah
mengatakan bahwa tidak hanya ibu akan tetapi bisa juga wanita lain yang haram
untuk dinilahi baik karena hubungan darah, perkawinan, penyusuan maupun sebab
lain seperti lafadz" Punggung kamu seperti punggung saudara perempuanku"
sebagaimana juga dikatakan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya.
Namun Jumhur Ulama' mengatakan bahwa yang dikatakan zhihar hanya
mempersamakan istri dengan ibu saja seperti yang termaktub dalam al-Qur'an dan
sunnah Rasul. Sehingga mempersamakan istri dengan wanita muharramat selain
ibu belum dikatakan zhihar.
Sedangkan menyamakan istri dengan ibu atau muharramat untuk suatu
penghormatan atau ungkapan kasih sayang tidak dikatakan zhihar namun
perbuatan tersebut dibenci oleh Rasulullah

B. Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Zihar


a. Ayat Zihar
Ayat tentang dzihâr terdapat pada Surah al-Mujâdalah, ayat 2-4 sebagai
berikut:
ْۗ ۤ ۤ
ّٰ ‫اَلَّ ِذيْ َن يُ ٰظ ِهُرْو َن ِمْن ُك ْم ِّم ْن نِّ َسا ِٕى ِه ْم َّما ُه َّن اَُّم ٰهتِ ِه ْْۗم اِ ْن اَُّم ٰهتُـ ُه ْم اََِّّل ا ٰلّـِي َولَ ْدنـَ ُه ْْۗم َواِنـ َُّه ْم لَََـُ ْْلُْْ َن ُمْن َكارا ِّم َن الْ َُ ِِْْ َوُزْوارا َواِ َّن‬
‫اّلَ لَ ََُْ ََُ ْْر‬ ْ
ِ ٰ ‫والَّ ِذين ي ٰظ ِهرو َن ِمن نِّس ۤا ِٕى ِهم ُُثَّ يـَْدو َن لِما قَالُْا فَـتَح ِريـر رقَـب ٍة ِمن قَـب ِل اَ ْن يـَّتَم ۤا َّس ْۗا ٰذلِ ُكم تـُْعظُْ َن بِه و‬1
ْ‫ فَ َم ْن ََل‬2‫اّلُ ِبَا تَـ َْ َملُ ْْ َن َخبَِْـر‬
ّ َ ْ َْ ْ َ ْ ْ ّ َ َ ُْ ْ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ ْ ُ ُ َ ْ َ
ِ‫اّل‬ ِ ِ ِ ِ‫اسا فَمن ََل يست ِطع فَِإطَْام ِستِْي ِمس ِكَنا ٰذَل‬
َّ ‫ود‬ َ ْ‫ك لتُـ ْؤِمنُْا ِِب َّّل َوَر ُسْل ِه َوتِل‬
ُ ‫ك ُح ُد‬ َ ‫ْي ِم ْن قَـبْ ِل أَ ْن يـَتَ َم َّ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ّ َ ْ ا‬ َ
ِ َ‫ََِي ْد ف‬
ِ ْ ََ ِ‫صََ ُام َش ْهريْ ِن ُمتَـتَاب‬

‫ين َع َذاب أَلَِم‬ ِ ِ


َ ‫َوللْ َكاف ِر‬

2
Terjemahan:.Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu,
(menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu
mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan
Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar
dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. 3.
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 4.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa
dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak
Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin.
Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah
hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
Kata “‫ ”يظاهرون‬itu menunjukkan pada konsep dzihâr di dalam syariat Islam.

Dzihâr pula tercetak dari kata “‫”الظهر‬. Dzihâr adalah ucapan seorang lelaki kepada

istrinya “kamu seperti punggung ibuku”. Akan tetapi maknanya secara asli adalah
menyamakan punggung dengan punggung. Lalu ia dipakai untuk mengharamkan
seorang istri dengan menjadikannya sebagai perkara yang diharamkan seperti
punggung ibunya sendiri.1
Secara definitif, Syaikh Wahbah al-Zuhailî menyebutnya dengan
“menyamakan seorang perempuan (istri) atau sebagian anggota darinya dengan
salah satu dari mahram si suami secara nasab, sesusuan (‫)رضاع‬, atau hubungan

kemertuaan (‫ )مصاهرة‬disertai niat mengharamkan”2

Kata “‫ ”الالئي‬pula adalah jamak dari kata “‫”اللتي‬. Ia boleh dibaca “‫ ”الالتي‬dan

“‫ ”الالئي‬seperti firman Allah “‫وزُه ان‬


َ‫ش‬ ُ ُ‫الالتِي تَ َخافُو َن ن‬
‫”و ا‬.
َ

1
al-Shâbûnî, Tafsîr Âyât al-Âhkâm, vol. 2, hlm 371
2
al-Zuhailî, al- Tafsîr al-Munîr, vol. 14, hlm 380

3
Kata “‫ ”منكرا‬itu bermaksud perkara yang dimunkari dari perintah, yaitu

sebaliknya sebuah perkara yang bagus. Batasan munkar adalah segala perkara
yang oleh syariat, akal, dan watak (‫ )طبع‬dianggap jelek.3

Sedangkan kata “‫ ”زورا‬itu bermakna penipuan, kebatilan yang jelas. Bagian

dari “‫ ”زور‬adalah [”‫ ]شهادة الزور‬Menurut Wahbah al-Zuhailî alasan diberi kata “‫”زورا‬

karena menunjukkan bahwa kata-kata tersebut adalah sebuah penipuan dan fitnah,
karena seorang istri tidak bisa disamakan dengan ibu.4
Selanjutnya, kata “‫ ”تحرير رقبة‬adalah dari kata kerja “ُ‫”ح ار ْرتُه‬
َ yang memberi arti

“aku menjadikan ia merdeka demi Allah”. Kata “‫ ”رقبة‬pada asalnya adalah

beberapa leher (‫)العنق‬. Lalu ia dimutlakkan terhadap zat manusia karena menamai

sesuatu dengan bagian darinya. Maka yang dimaksud adalah perkara yang dimiliki
yaitu hamba lelaki atau perempuan. Menurut al-`Alûsî, kata tersebut adalah
penamaan keseluruhan dengan bagiannya
Kata “‫ ”يتماسا‬itu bermakna memegang (‫ )المس‬yaitu memegang sesuatu

dengan tangan. Lalu ia dipinjamkan maknanya untuk jimâ‟ karena jimâ‟ meliputi
menyentuh dan kontak fisik. Maka “‫ ”يتماسا‬adalah kinâyah dari jimâ‟.5

Kata “‫ ”مسكينا‬berarti orang yang tidak memiliki apa-apa. Ada pendapat

yang mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang tidak memiliki apa-apa
untuk mencukupi keluarganya. Akan tetapi, kata miskin dari ayat ini memiliki
makna yang lebih umum daripada fakir. Sedangkan miskin itu lebih bagus
keadaannya dibandingkan dari fakir.6
Kata “‫ ”حدود‬berasal dari “‫ ”حد‬yang bermaksud memisah antara dua perkara

agar tidak bercampur atau tidak melewati batas salah satu darinya terhadap yang
lain. Jamak “‫ ”حد‬adalah “‫”حدود‬. Pengertian “‫ ”حدود اهلل‬adalah perkara-perkara yang

3
al-Zuhailî, al- Tafsîr al-Munîr, vol. 14, hlm 380.
4
al-Shâbûnî, Tafsîr Âyât al-Âhkâm, vol. 2, hlm 372.
5
Ibn al-Qayyim al-Jauzî, Zâd al-Masîr fî ‘Ilm al-Tafsîr (Beirut: Dâr `Ibn Hazm, 2002), hlm 1406.
6
al-Shâbûnî, Tafsîr Âyât al-Âhkâm, vol. 2, hlm 372.

4
menjelaskan keharaman atau kehalalan sesuatu itu. Allah juga memerintahkan
agar tidak melewati batas-batas yang telah ditentukan Allah. Sesuai dengan
konteks pembahasan ayat “‫”وتلك حدود اهلل‬, hudûd di sini batasan antara maksiat dan

taat. Maksiat adalah dzihâr dan taat adalah membayar kafârah.7


b. Asbabununzul
Sebab turunya ayat dzihâr ini adalah berdasarkan hadis yang diriwayatkan
`Aisyah: “Mahasuci Allah yang Maha Mendengar segala sesuatu. Sungguh aku
telah mendengar sebagian perkataan Khaulah binti Sa‟labah dan sebagian yang
lain: Tidak aku mendengar dia mengatakan suaminya (Rasulullah SAW); Wahai
Rasulullah, dia (atau suamiku) telah menghabiskan masa mudaku dan aku telah
menyerahkan perutku untuk menabur benihnya, hingga apabila aku telah tua dan
aku tidak bisa memberikan anak lagi, dia mendzihârku. Ya Allah menggadukan
penderitaanku ini. Dia tetap dalam keadaan seperti itu, sampai Jibril turun dengan
membawa ayat-ayat ini: ‫…قد سمع‬.”8

.Menurut Ibn Mandzûr; orang Arab zaman jahiliyyah mentalak istri


mereka dengan kalimat “‫”أنت علي كظهر أمي‬, hanya saja mereka mengkhususkan

dengan kata “‫( ”ظهر‬punggung), bukan perut, peha, dan farj. Dan hal ini lebih dari

segi keharamannya, karena punggung adalah tempat dinaiki. Sedangkan


perempuan adalah tempat dinaiki apabila digauli. Maka kata-kata “‫”أنت علي كظهر أمي‬

itu seolah-olah yang dikehendaki adalah tungganganmu untuk nikah bagiku


adalah haram seperti tunggangan ibuku dalam pernikahan. Maka orang lelaki
tersebut menempatkan punggung sebagai tempat menaiki. Ini adalah termasuk
sehalus-halusnya `isti‟ârât untuk kinâyah.
c. Tafsir Dan Hukum
Pada zaman Jahiliyyah, dzihâr merupakan salah satu dari cara talak. Malah
ia merupakan cara yang paling kuat talaknya menurut mereka. Lalu Islam datang
untuk membetalkan hukum ini. Islam menjadikan dzihâr haram untuk dilakukan,
dan diberi konsekwensi kafârah terhadap suami. Juga dzihâr tidak dihukumi talak,
7
al-Zuhailî, al- Tafsîr al-Munîr, vol. 14, hlm 381.
8
al-Râzî, al-Tafsîr al-Kabîr, vol. 2, hlm 373

5
seperti apa yang dipercayai orang jahiliyyah. Jadi, seumpama seorang lelaki
melakukan dzihâr untuk mentalak istrinya, maka ia adalah dzihâr bukan talak.
Begitu juga, kalau ia melakukan talak tapi berkehendak untuk dzihâr , maka yang
jadi adalah talak. Yang dianggap adalah lafaz tersebut bukan dengan niat. Tidak
boleh salah satu dari perkara tersebut menempati tempat satu yang lain.9
َّ ‫ورا َوإِ َّن‬
Ayat “‫اّلَ لَ ََُْ ََُْر‬ ِ ِ ِ menunjukkan bahwa dzihâr
‫”وإنـ َُّه ْم لَََـُْلُْ َن ُمنْ َكارا م َن الْ َُ ِْْ َوُز ا‬
َ
adalah haram. Malah Syâfi‟iyyah menganggap bahwa dzihâr adalah termasuk
dosa besar. Barang siapa melakukan dzihâr, maka ia dianggap penipu dan
meremehkan syariat10

Ayat “‫ ”فَخَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍت ِي ٍْ قَ ْب ِم أَ ٌْ يَخَ ًَاصَّا‬ini menetapkan bahwa diharamkan


bersetubuh dengan istri selagi belum membayar kafârah dzihâr. Seperti
diharamkan bersetubuh, maka diharamkan juga muqaddimahnya yaitu mencium,
memeluk, dan lainnya yang searah. Ini menurut pendapat mazhab Hanafi, Maliki,
dan Hanbali. Sedangkan menurut Imam al-Tsaurî dan al-Syâfi‟î (dari salah satu
pendapatnya) bahwa yang diharamkan adalah hubungan seksual sahaja, bukan
lainnya. Ini dikarenakan kata ”‫ انًضيش( يخًاصا‬adalah sebuah kinâyah bagi seksual.11
Hujah yang diberikan mayoritas ulama akan keharam semua termasuk
muqaddimahnya adalah:
ِ adalah sebuah kata yang masih umum. Ia mengandung
َّ ‫”م ْن قَـبْ ِل أَ ْن يـَتَ َم‬
1. Ayat “‫اسا‬

segala jenis cara mencari kesedapan (‫;)اإلستمتاع‬

2. Tempat penyamaan yang membuat sebab haram adalah kata “seperti


punggung ibuku”. Hal ini juga sama seperti memegang ibu, dan mencari
kesedapan (‫ )اإلستمتاع‬dengan ibu dengan berbagai jalan. Maka oleh itu,

haram juga mencari kesedapan dengan istri yang telah didzihâr karena
beramal dengan konsep penyamaan (‫)التشبَه‬.

9
al-Shâbûnî, Tafsîr Âyât al-Âhkâm, vol. 2, hlm 380.
10
al-Zuhailî, al- Tafsîr al-Munîr, vol. 14,hlm 391.
11
al-Râzî, al-Tafsîr al-Kabîr, vol. 29, hlm 258.

6
3. Terdapat hadis yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW
memerintahkan lelaki yang mendzihâr istrinya untuk menjauhi istrinya
sampai ia membayar kafârah
ٍِ ْ‫ َع ٍِ اب‬،َ‫ ع ٍَْ ِع ْك ِر َيت‬، ٌَ‫ َع ٍِ ْان َح َك ِى ب ٍِْ أَبَا‬،‫ ع ٍَْ َي ْع ًَ ٍر‬،‫ َح َّدثََُا ْانفَضْ ُم بٍُْ ُيى َصى‬:‫ث قَا َل‬ ٍ ‫ابٍُْ ح َُر ْي‬
‫ يَا َرصُى َل‬:‫ فَقَا َل‬،‫ فَ َىقَ َع َعهَ ْيهَا‬،‫َللاُ َعهَ ْي ِه َو َصهَّ َى قَ ْد ظَاهَ َر ِي ٍْ ا ْي َرأَحِ ِه‬ َ ‫ أَ ٌَّ َرج ًُل أَحَى انَُّبِ َّي‬،‫س‬
َّ ‫صهَّى‬ ٍ ‫َعبَّا‬
َّ ‫ك‬
:‫ قَا َل‬."ُ‫َللا‬ َ ًُ ‫ك َعهَى َذنِكَ؟ يَرْ َح‬ َ َ‫ " َو َيا َح ًَه‬:‫ قَا َل‬.‫ْج قَ ْب َم أَ ٌْ أُ َكفِّ َر‬
ُ ‫ث ِي ٍْ ا ْي َرأَحِي فَ َىقَع‬
ُ ْ‫ظاهَر‬ َ ‫ إَِِّي‬،ِ‫َللا‬َّ
12 َّ ‫ " َل حَ ْق َر ْبهَا َحخَّى حَ ْف َع َم َيا أَ َي َر‬:‫ فَقَا َل‬.‫ضىْ ِء ْانقَ ًَ ِر‬
."‫َللاُ َع َّز َو َج َّم‬ َ ‫ْج َخ ْه َخانَهَا فِي‬
ُ ‫َرأَي‬
Hujah yang diberikan Imam al-Tsaurî dan al-Syâfi‟î pula adalah sebagai
berikut:[39]
1. Ayat tersebut menyebut kata “‫ )يخًاصا” (انًضيش‬yang merupakan kinâyah dari
seksual, maka cukup diartikan dengan seksual saja.
2. Keharaman di sini bukanlah bermakna merusak pernikahan. Maka makna
di sini adalah disamakan dengan haid, yang mana diharamkan mencari
kesedapan (‫ )اإلستمتاع‬di antara pusat dan lutut.

Ayat “‫ْدو َن لِ َما قَالُْا‬


ُ َُ َ‫ ” ُُثَّ يـ‬terjadi perbedaan pendapat dalam menafsiri kata
“‫)يَْدون” (الَْد‬. Menurut Imam Abû Hanîfah, kata “‫ ”الَْد‬di sini adalah sebuah ibarat

dari menyegaja untuk memperbolehkan hubungan seksual dan meraba-raba.


Menurut Imam al-Syâfi‟î, ia bermakna suami menjaga istri (meneruskan
pernikahan) setelah terjadi dzihâr serta mampu untuk menjatuhkan talak.
Sedangkan menurut Imam Mâlik dan `Ahmad, ia bermakna berniat untuk
melakukan seksual sahaja, atau seksual dan tetap dalam pernikahan. Dari ketiga-
tiga versi pendapat ini, jelaslah pada dasarnya memiliki dasar yang sama, yaitu
ada penyesalan, dan berkeinginan untuk kembali bergaul dengan istrinya. Huruf
“‫ ”الالم‬di sini bermakna “‫”إىل‬13

Selanjutnya ayat “‫ ”فتحرير رقبة من قبل أن يتماسا‬menunjukkan ada kafârah bagi

dzihâr sebelum menggaulinya seperi keterangan yang telah lewat. Menurut ayat
“‫ ”فخحرير رقبت يٍ قبم أٌ يخًاصا‬lalu “‫صيَا ُو َش ْه َري ٍِْ ُيخَخَابِ َعي ٍِْ ِي ٍْ قَ ْب ِم أَ ٌْ يَخَ ًَاصَّا‬
ِ َ‫ ”فَ ًَ ٍْ نَ ْى يَ ِج ْد ف‬dan “ ٍْ ًَ َ‫ف‬
ْ ِ ‫”نَ ْى يَ ْضخَ ِط ْع فَئ‬, kafârah dzihâr adalah memerdekakan budak.
َ‫ط َعا ُو ِصخِّيٍَ ِي ْض ِكيًُا َذنِك‬
12
al-Nasâ`î, Sunan al-Nasâ`î: Bâb al-Dzihâr, no. 3403, (al-Maktabah al-Syâmilah).
13
Ibn al-Qayyim al-Jauzî, Zâd al-Masîr, 1405.

7
Seumpama tidak dapat, maka puasa 2 bulan berturut-turut. Seumpama tidak kuat,
maka wajib memberi makan 60 orang miskin14
Untuk menentukan jenis hamba dalam konteks ayat ini (yang mana hanya
memakai kata ‫ رقبت‬tanpa diberi ketentuan atau ‫)قيد‬, terjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama. Menurut Hanafiyyah, kafârah bagi konteks ini bisa hamba yang
kafir atau yang muslim, lelaki atau perempuan, besar atau kecil walaupun yang
masih menyusu. Ini dikarenakan kata ‫ رقبت‬itu bisa masuk dari semua jenis ini.
Sedangkan menurut Syâfi‟iyyah dan Mâlikiyyah mensyaratkan status iman
bagi hamba tersebut. Maka tidak sah memerdekakan selain orang yang mukmin,
karena berpegangan pada kemutlakan perkara yang diqayyidi di dalam ayat
membunuh yaitu “‫ ”فخحرير رقبت يؤيُت‬yang mana ada persamaan antara kedua ayat
ini.15
Bagi kafârah dengan puasa dua bulan berturut-turut, ia hanya boleh
dilakukan apabila orang tersebut tidak mampu atau tidak menemukan hamba
untuk dimerdekakan. Menurut Hanafiyyah kata bulan di sini adalah bulan dalam
arti tanggalan hilâl, bukan matahari. Ini tidak dibedakan sama ada bulan tersebut
sempurna atau kurang. Seumpama orang tersebut tidak mengitung dengan tanggal
hilâl, maka ia wajib puasa selama 60 hari.
Kafârah dengan memberi makan 60 orang miskin diperuntukkan bagi
orang yang tidak mampu/menemukan hamba untuk dimerdekakan, dan tidak
mampu puasa 2 bulan berturut-turut. Ulama berbeda pendapat dalam kadar
makanan yang wajib diberikan.
Menurut Abû Hayyân; secara lahirnya, makanan tersebut secara mutlak. Ia
dikhususkan sesuai dengan adat yang berlaku tatkala ayat tersebut itu turun, yaitu
makanan yang membuat kenyang dengan tidak lebih dari satu mud.16
Menurut Imam Syâfi‟î dan Mâlik, makanan tersebut harus diberikan
kepada 60 orang, dan tidak boleh kurang. Akan tetapi menurut Abû Hanîfah dan
pengikut-pengikutnya; bahwa kalau orang tersebut memberi makan kepada satu

14
al-Shâbûnî, Tafsîr Âyât al-Âhkâm, vol. 2, hlm 384.
15
al-Zuhailî, al- Tafsîr al-Munîr, vol. 14, hlm 394.
16
al-Shâbûnî, Tafsîr Âyât al-Âhkâm, vol. 2, hlm 385.

8
orang saja setiap hari ½ shâ‟ sampai jadi sempurna total 60 mud, maka ia sudah
mencukupi.17
d. Hikmah Dibalik Ayat
Menurut Syaikh Muhammad „Alî al-Shâbûnî, hikmah dibalik ayat ini
adalah sebagai berikut:
Islam telah mensyariatkan pernikahan sebagai akad yang abadi dan tidak
dibatasi waktu. Tidak ada yang dapat merusaknya kecuali perkara yang memutus
kelazatan atau perkara halal yang paling dibenci Allah (talak). Dengan
pernikahan, maka halallah bagi lelaki semua perkara dari pasangannya di dalam
batasan yang telah diperkenankan Allah baginya. Apabila manusia datang dan
berkeinginan untuk merubah apa yang diperkenan Allah baginya, maka manusia
membuat sesuatu yang halal menjadi haram. Maka manusia pun terus terkena
dosa besar. Apabila si suami telah melewati batas tersebut, maka akibatnya adalah
dosa besar. Maka kafârah yang diberi adalah kafârah yang utama yang dapat
memberi faedah bagi masyarakat. Ingatlah! Faedah tersebut adalah
memerdekakan hamba. Ini adalah salah satu jalan untuk menghilangkan hamba.
Apabila ia tidak mampu, baru ia berpuasa 2 bulan berturut-turut. Sedangkan
filsafat dari puasa adalah sebuah pelajaran yang dapat membersihkan akhlaknya,
dan menjaga diri.
Puasa ini diwajibkan ketika orang tersebut sedang sehat. Allah tidak akan
membebankan seseorang kecuali dengan apa yang ia mampu. Maka orang yang
sakit yang tidak mampu berpuasa itu kewajibannya dialihkan kepada sosial
kembali. Maka dengan ini, ia berkewajiban memberi makan 60 orang miskin.
Dengan ini berpindahlah sifat kafârah tadi kepada sosial pula, dan demi kebaikan
diri orang itu sendiri. Konsep ini diperuntukkan bagi orang yang mengharamkan
sesuatu yang halal pula. Maka ambillah nasihat ini!18

17
al-Râzî, al-Tafsîr al-Kabîr, vol. 2,hlm 260.
18
al-Râzî, al-Tafsîr al-Kabîr, vol. 2, hlm 387

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dalam kasus dzihâr pula pada Surah al-Mujâdalah, ayat 2-4.
dzihâr adalah menyamakan seorang perempuan (istri) atau sebagian
anggota darinya dengan salah satu dari mahram si suami secara nasab, sesusuan
(‫)رضاع‬, atau hubungan kemertuaan (‫ )يصاهرة‬disertai niat mengharamkan. Ia
adalah dosa besar, dan wajib dikenakan kafârah.
dzihâr adalah merubah konsep talak yang dibawa jahiliyyah yang
bertujuan menghina/menyakiti perempuan. Dalam Islam, ia adalah haram dan
dikenakan kafârah sebagai pengajaran. Kafârah yang ditetapkan adalah berfungsi
sebagai kepentingan sosial, yaitu memerdekakan budak. Kalau tidak mampu maka
demi kemaslahatan orang itu sendiri yaitu puasa 2 bulan berturut-turut. Setelah
tidak mampu, maka konsepnya dikembalikan kepada sosial lagi yaitu memberi
makan 60 orang miskin.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Online.com

al-Râzî, al-Fakhr. al-Tafsîr al-Kabîr. Beirut: Dâr Ihyâ al-Turâts al-„Arabî, t.t..

al-Shâbûnî, Muhammad „Alî. Tafsîr Âyât al-Âhkâm. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t..

al-Zuhailî, Wahbah. al-Tafsîr al-Munîr. Damaskus: Dâr al-Fikr, 2005.

al-Jauzî, Ibn al-Qayyim. Zâd al-Masîr fî ‘Ilm al-Tafsîr. Beirut: Dâr `Ibn Hazm,
2002.

11

Anda mungkin juga menyukai