Makalah Multiple Sclerosis Kel 2
Makalah Multiple Sclerosis Kel 2
Makalah Multiple Sclerosis Kel 2
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN
OLEH KELOMPOK 2 :
S1 KEPERAWATAN
STIKES ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat yang diberikan. Berkat
petunjuknya makalah “Multiple Sclerosis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat atau tidak berkenan dihati para pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan
makalah ini dengan penuh rasa terimakasih dan semoga ilmu pengetahuan bertambah dengan
makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Multiple sclerosis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh pembentukan
antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak terkena. Respon
peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan
edema yang merusak neuron-neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut
pada myelin.
Multiple sclerosis merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini
belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100%. Multiple
sclerosis memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja
bagi orang lain tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara
tiba tiba dan biasa hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari-hari atau
berminggu-minggu atau bahkan berbulan bulan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari multiple sclerosis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari multiple sclerosis.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari multiple sclerosis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari multiple sclerosis.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari multiple sclerosis.
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari multiple sclerosis.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari multiple sclerosis
8. Untuk mengetahui komplikasi dari multiple sclerosis.
9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari penderita multiple sclerosis.
C. Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat lebih memahami lebih dalam tentang konsep teori dan penyakit
multiple sclerosis.
2. Agar mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan keperawatan terkait perawatan
multiple sclerosis.
1
BAB II
KONSEP TEORI
2. Etiologi
Penyebab terjadi multipel sklerosis masih belum diketahui secara pasti. Namun,
para ilmuwan memperkirakan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya
multipel sklerosis. Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan
berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991).
Kerusakan myelin pada MS mungkin terjadi akibat respon abnormal dari sistem
kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi tubuh dari serangan organisme berbahaya
(bakteri dan virus).
Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus)
Genetik
2
Kelainan pada unsur pokok lipid myelin
Racun yang beredar dalam CSS
Infeksi virus pada SSP
Ada beberapa Faktor-faktor pemicu dan yang dapat memperburuk(eksaserbasi)
multipel sklerosis yaitu :
Kehamilan
Infeksi yang disertai demam
Stress emosional
Cedera
3. Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000), ada beberapa kategori sklerosis
multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
a. Relapsing Remitting sklerosis multiple
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan
atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti
dengan kesembuhan semu. Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah
setelah serangan hebat penderita terlihat pulih. Namun sebenarnya, tingkat
kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.
Sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin memburuk jika
sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki kemampuan motorik
dan sensorik. Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya mengalami
kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis
multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressivsklerosis multiple.
b. Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat-saat penderita tidak
mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak mengenal
istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang
paling parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.
3
c. Secondary Progressiv sklerosis multiple
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini
kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv
sklerosis multipel.
d. Benign sklerosis multiple
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini
penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada
siapapun. Serangan-serangan yang diderita punumumnya tidak pernah berat
sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis
multipel.
4. Patofisiologi
Neuron atau sel saraf memiliki sebuah badan sel. Terdapat dua macam serabut
saraf yang keluar dari badan sel yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan
impuls ke badan sel saraf sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel
ke jaringan yang lain. Akson ditutupi oleh lapisan lemak yang disebut lapisan myelin.
Myelin merupakan kumpulan sel Schwan yang berfungsi melindungi akson dan
memberikan nutrisi. Sel Schwan adalah sel gila yang membentuk selubung lemak.
Myelin menfasilitasi dalam konduksi saraf.
Pada kasus multipel sklerosis pemicu terjadinya kerusakan myelin belum
diketahui secara pasti. Namun suatu teori menyatakan bahwa adanya serangan reaksi
autoimun yang disebabkan oleh infeksi virus dan toksin lingkungan serta dipengaruhi
oleh faktor genetik individu. Respon imun memicu kerusakan selaput myelin yang
menyelimuti saraf pusat. Proses yang disebut demyelinasi ini disertai dengan edema dan
inflamasi. Adanya inflamasi kronis dan terbentuknya jaringan parut menyebabkan
konduksi impuls saraf menjadi terganggu atau menjadi lambat. Antibodi myelin protein
spesifik ditemukan di serum dan cairan serebrospinal pada pasien yang menderita
multipel sklerosis. Sel T limfosit merusak myelin juga di libatkan dalam proses
autoimun untuk merusak myelin dan terjadi inflamasi. Remyelinasi sel saraf dapat
terjadi tapi prosesnya lambat dandapat terjadi perbaikan sehingga gejala yang terjadi
dapat berkurang.
4
5. Manifestasi Klinis
Sindrom klinis pada MS secara klasik ditemukan adanya gangguan yang bersifat
relaps dan remisi yang mengenai traktus-traktus sistem saraf dengan onset pada usia
muda, dengan variasi gambaran klinis yang ditemukan sering beragam, variasi ini
termasuk dalam hal onset usia, manifestasi awal, frekuensi, berat ringannya penyakit dan
gejala sisa relaps, tingkat progresifitas dan banyaknya gejala neurology yang timbul.
Variasi gambaran klinis ini menggambarkan banyaknya atau luasnya daerah system
saraf yang rusak (MS plak). Secara umum seorang dokter mencurigai suatu kasus MS
bila ditemukan gejala :
Pasien mendapat 2 serangan dari gangguan neurologi (tiap serangan lebih dari 24
jam dan berlangsung lebih dari 1 bulan
Perkembangan gejala yang progresif secara perlahan selama periodepaling sedikit
6 bulan
Multiple sclerosis memiliki kondisi yang sangat variabel dan gejala-gejalanya
bergantung pada area sistem syaraf pusat yang terserang. Tidak ada pola khusus pada
MS dan setiap penderita MS memiliki kekhasan gejalanya sendiri-sendiri, yang
bentuknya dari waktu ke waktu bervariasi dan tingkat keparahan serta jangka waktunya
pun dapat berubah, dan semua variasi dan perubahan itu dapat terjadi bahkan pada
penderita yang sama. Gejala-gejala umum tersebut adalah :
a. Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada MS
(21-55%) dan berkembang/timbul hampir pada semua pasien MS. Biasanya pasien
sering datang dengan keluhan rasa baal atau kesemutan dimulai pada satukaki
yang merambat keatas (ascending) pada satu sisi kemudian kesisi yang lain(kontra
sisi).
Penglihatan kabur
Penglihatan membayang (diplopia)
Neuritis optikal
Pergerakan mata yang tak terkontrol
Kebutaan (sangat jarang terjadi)
Hipestesi (baal), parestesi (kesemutan), disestesi (rasa terbakar).
5
Hipestesi merupakan gejala yang tersering muncul. Gangguan ini
dapattimbul disemua daerah distribusi, satu atau lebih dari satu
anggotagerak,wajah atau badan (trunkal).
b. Gangguan Motorik
Gejala awal motorik ditemukan pada 32-41% kasus MS dan lebih dari 60% kasus
MS mempunyai gejala motorik. Gangguan motorik terjadi akibat terlibatnya
traktus piramidalis yang menyebabkan kelemahan, spastisitas, gangguan gerakan
tangkas dan hiperfleksi. Gangguan ini dapat timbul akut atau kronik progresif
dengan kelemahan satu atau lebih anggota gerak, kelemahan otot wajah, kekakuan
tungkai yang dapat menyebabkan gangguan dalam berjalan dan keseimbangan
atau terjadi suatu spastisitas. Latihan atau panas biasanya menyebabkan gejala
memburuk.
Hilang keseimbangan tubuh
Gemetar (tremor)
Ketidakstabilan kemampuan berjalan (ataksia)
Kekakuan anggota tubuh
Gangguan koordinasi
Perasaan lemah: pada kasus tertentu hal ini dapat mempengaruhikaki dan
kemampuan berjalan
Kekakuan otot yang dapat mempengaruhi mobilitas dan cara berjalan
c. Gangguan indra perasa
Perasaan geli di beberapa bagian tubuh
Perasaan seperti di tusuk-tusuk jarum
Kebas (paraesthesia)
Perasaan seperti terbakar nyeri dapat menyertai penyakit ms, contohnya,
nyeri di wajah (seperti trigeminal neuralgia), dan nyeri otot
d. Gangguan kemampuan berbicara
Perlambatan cara berbicara
Berbicara seperti menggumam
Perubahan ritme berbicara
Sulit menelan (dysphagia)
6
e. Gangguan berkemih dan BAB
Gangguan berkemih merupakan salah satu gejala MS yang sering ditemukan. Pada
saat awal terjadi “urgency dan frekuensi” kemudian terjadi inkontinensia urin.
Konstipasi lebih sering ditemukan (39-53%) dibandingkan inkontinensia alvi. Hal
diatas merupakan masalah yang serius bagi penderita MS karena dapat
menyebabkan infeksi pada saluran kemih.
Gangguan kandung kemih meliputi: sering buang air kecil, tidak dapat buang
air kecil secara tuntas atau tidak bisa menahan air kecil.
Gangguan usus meliputi : konstipasi/sembelit, dan kadang-kadang diare.
f. Gangguan Seksual
Gangguan seksual terjadi pada lebih dari 70% pasien MS. Disfungsiseksual
merupakan gabungan dari berbagai masalah yang timbul baik masalah motorik
dan sensorik maupun masalah psikologis penderita.
Impoten
Berkurangnya kemampuan seksual
Kehilangan gairah
g. Gangguan Kognitif dan Emosi
Masalah kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi, gangguan memori dan
gangguan mental terdapat pada 40-70 % pasien MS. Banyak penderita MS
meninggalkan pekerjaannya akibat masalah diatas. Pada ± 10% kasus, disfungsi
mental berat dan demensia dapat tejadi. Gangguan ini mungkin berhubungan
dengan depresi yang dilaporkan ditemukan pada 25-50% kasus MS. Ada beberapa
penelitian yang mengatakan bahwa depresi pada MS bukan karena masalah
psikologi,umur atau lamanya menderita penyakit tetapi dipengaruhi oleh jumlah
lesi yang ditemukan pada gambaran MRI (Swirsky-Sacchetti T et al 1992). Atrofi
otak, pembesaran ventrikel dan menipisnya korpus kalosum juga penyebab gejala
gangguan kognitif diatas.
h. Gangguan Nervus Cranialis
Gangguan Penciuman : Gangguan penciuman sering ditemukan terjadi pada
kasus MS.
7
Gangguan Penglihatan : Neuritis Optika (ON) adalah gangguan penglihatan
yang paling sering terjadi 14-23% kasus dan 50%, biasanya muncul secara
akut atau subakut dan unilateral dengan diikuti rasa nyeri pada mata
terutama dengan adanya gerakan bola mata. Neuritis Optika bilateral sangat
jarang terjadi, bila ditemukan biasanya asimetris dan lebih berat pada satu
mata. Neuritis optika bilateral biasanya terjadi pada anak dan ras Asia.
Gangguan Gerakan Bola Mata Gangguan gerakan bola mata sering terjadi
pada pasien MS biasanya berhubungan dengan gangguan saraf penggerak
bola mata, Nervus cranial VI, III dan jarang pada nervus VI. Nistagmus
adalah gejala yang paling sering muncul (Dell’Osso, Daroff, Troost, 1990)
berupa “jelly like nystagmus” berupa gerakan cepat dengan amplitudo kecil,
pendular. Internuklear ophtalmoplegia (INO) juga sering ditemukan, dan bila
ditemukan bilateral biasanya didapatkan juga adanya nistagmus vertical dan
upwardgaze.
Gangguan Nervus Kranial lain. Gangguan sensasi pada wajah ,subjektif
maupun objektif sering ditemukan. Ditemukannya trigeminal neuralgia pada
dewasa muda mungkin merupakan gejala awal dari MS. Hemifasial spasme,
paresis wajah tanpa adanya gangguan pengecap dapat ditemukan. Vertigo
dilaporkan merupakan gejala yang ditemukan pada 30-50% kasus MS dan
biasanya berhubungan dengan kelainan nervuskranialis, biasanya ditemukan
hipo atau hiperakusis. Bisa juga terjadi gangguan pendengaran dan biasanya
unilateral. Gangguan yang berhubungan dengan Nervus Kranial IX, X dan
XII biasanya terjadi disfagia dan biasanya merupakan gejala akhir yang
muncul.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : Untuk mengungkapkan adanya ikatan
oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan
abnormalitas immunoglobulin.
b. Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk mebantu memastikan luasnya
proses penyakit dan dan memantau perubahan penyakit.
c. CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral.
8
d. MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit dan efek pengobatan.
e. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemihf. Pengujian
neuropsikologik dapat di indikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.( Mutaqin
Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan ( 2008 ) hal
216 )
7. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan atau penatalaksanaan multiple sklerosis adalah
menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.
a. Penatalaksanaan farmakoterapi
1) Terapi obat untuk fase akut :Kortikosteroid dan ACTH : Digunakan sebagai
agens anti-inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf. Pemberian awal
dapat dimulai dari Metilprednisolon 0.5-1 g IV selama 3 -7 hari dan dosisnya
2) Terapi obat untuk menurunkan jumlah kekambuhan Beta interferon (betaseron):
Digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting dan juga menurunkan secara
signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi. Interferon tidak dapat diberikan
dengan dosis tunggal tetapi harus di kombinasikan dengan 3 jenis obat yaitu
alfa, beta dan gamma interferon. Alfa dan beta diproduksi dari sel yang
terinfeksi virus. Beta interferon menurunkan frekuensi kambuhnya MS. Rute
pemberian obat melalui subkutan dan lebih baik lagi pemberian melalui
intratekal atau IM. Dosis pada orang dewasa 3-9 juta unit SC 3x/minggu selama
6 bulan. Obat lain yang dapat menurunkan frekuensi kambuhnya MS adalah :
copolymer 1 dan azathioprine.
3) Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih
untuk spastisitas. Klien dengan spastisitas beret dan kontraktur memerlukan
blok saraf dan intervensi pembedahan untuk mencegahkecacatan lebih lanjut.
4) Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
5) Terapi obat lain : cycloscospamid, total limpoid irradiation ( TLI).
9
b. Terapi suportif
Terapi suportif diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
mempertahankan kondisi pasien agar tetap stabil. Fisioterapi dan terapi okupasi
diberikan untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot serta ditambah dengan
obat untuk relaksasi otot untuk mengurangi ketidaknyamanan dan nyeri karna
spastik.
c. Blok saraf dan pembedahan
Dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut.
8. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
Disfungsi pernafasan
Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
Komplikasi dari imobilitas
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
11
d. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Pernafasan
Hidung
Inspeksi
Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret/ingus, tidak ada
pemberian O2 melalui nasal/masker, sekitar bibir biasanya terdapat bintik
bintik kemerahan yang membentuk gelembung yang berisi cairan.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal mulut, nyeri pada
bagian mulut.
Leher
Inspeksi
Bentuk leher normal dan simetris.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer tiroid.
Faring
Inspeksi
Tidak ada kemerahan dan tanda-tanda infeksi/edem area dada, tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada simetris, bentuk dada
normal.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.
Perkusi
Bunyi paru sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler.
2) Kardiovaskuler Dan Limfe
Wajah
Inspeksi
Simetris dan konjungtiva merah muda.
12
Leher
Inspeksi
Tidak ada bendungan vena jugularis.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan.
Dada
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran ictus cordis.
Perkusi : adanya bunyi redup pada batas jantung dan tidak terjadi pelebaran
atau pengecilan.
Auskultasi : bunyi jantung normal.
Ekstermitas atas
Inspeksi : tidak ada varises, sianosis, clubbing finger, edem.
Palpasi : suhu akral dingin.
Ekstermitas bawah
Inspeksi : tidak ada varises, sianosis, clubbing finger, edem.
Palpasi : suhu akral dingin.
3) Persyarafan
Anamnesa
Hilang keseimbangan, perubahan bicara, parastesia pada bagian wajah dan
paralysis pada bagian tungkai.
Pemeriksaan nervus
Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat di beri minyak wangi dan minyak kayu
putih.
Nervus II opticus (penglihatan)
Ketajaman penglihatan :Penglihatan pasien kabur dan padangan menjadi
dobel bila melihat jauh.
Nervus III oculomotorius
Tidak terdapat edem kelopak mata dan kelainan bentuk bola mata.
13
Nervus IV toklearis
Bentuk pupil bulat isokor, ukuran pupil 4mm/4mm dan reaksi pupil terhadap
cahaya +/+
Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Reflek masester : +
Sensibiltas wajah : pasien tidak dapat merasakan tusukan benda tumpul dan
tajam pada daerah sekitar wajah.
Nervus VI abdusen
Gerakan bola mata pasien cepat (nistagmus) dan penglihatan ganda (diplopia)
Nervus VII facialis
Pasien tidak bisa merengut dan menggembungkan pipi
Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
Nervus IX glosoparingeal
Reflek muntah : -
Nervus X vagus
Pasien kesulitan menelan
Nervus XI aksesorius
Pasien kesulitan untuk mengangkat bahu
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, pasien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah
Reflek Fisiologis :
Bisep : -
Trisep : -
Patella : +
Archiles : +
Reflek Patologis :
Babinski : +
Brudzinski I/II : -/+
Chadok : +
14
Oppenhiem : +
Gordon : +
Gonda : +
Rossolimo : +
Trommer : -
Tingkat Kesadaran (Kualitas) : Composmetis
Tingkat Kesadaran (Kuantitas) : GCS : E4M6V5 = 15
4) Perkemihan-Eliminasi Urin
Anamnesa
Enurisis/ngompol dan inkontenensia urine
Genetelia eksterna
Inspeksi : tidak ada oedem dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan atau tonjolan.
Kandung kemih
Inspeksi : tidak ada masa atau benjolan dan tidak ada bekas jaringan parut
serta tidak ada pembesaran kandung kemih.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Ginjal
Inspeksi : tidak ada pembesaran pinggang.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tidak nyeri ketok.
5) Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa
Terjadi perubahan pola makan karena disfagia dan gangguan defekasi
konstipasi.
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut.
Lidah
Inspeksi : tidak ada sariawan dan lesi
Palpasi : tidak ada edem atau nyeri tekan
15
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen), tidak ada
luka.
Auakultasi : peristaltic usus.
Perkusi : hipertympani
Palpasi
Kuadran I Hepar : tidak terdapat hepatomegali dan nyeri tekan.
Kuadran II Gaster : tidak ada nyeri tekan abdomen dan tidak terdapat
distensi abdomen.
Kuadran III
Tidak ada massa dan nyeri tekan
Kuadran IV
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney
6) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
Anamnesa : terdapat kelemahan ekstermitas pada kedua tungkai dan pasien
menggunakan kursi roda
Warna kulit
Tidak ada hiperpigmentasi dan hipopigmentasi, warna kulit sawo matang
Kekuatan otot
3 4
1 1
7) Sistem Endokrin dan Eksokrin
Kepala
Inspeksi : rambut lebat tidak ada kerontokan dan alospesia.
Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak terpat edem non piting.
16
8) Sistem Reproduksi
Payudara
Inspeksi : bentuk simetris, bersih, tidak ada masa dan tidak ada luka.
Palpasi : tidak ada benjolan dan pengeluaran cairan atau darah, tidak ada nyeri
tekan.
Axilla
Inspeksi : tidak ada benjolan.
Palpasi : tidak teraba benjolan.
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran perut.
Palpasi : tidak ada masa.
9) Persepsi Sensori
Anamnesa
Penglihatan pasien kabur dan ganda
Mata
Inspeksi : bentuk mata simetris
Kornea : normal berkilau transparan
Iris/pupil : warna iris hitam reflek pupil isokor
Lensa : jernih dan transparan Sclera : putih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakan
Penciuman (hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
17
ditemukan paraparesis
flaksid
Sensibilitas terganggu
setinggi Th 10
Retensi urin
DS
DS
DS
Diagnosa Keperawatan :
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) b.d keterbatasan mobilitas sekunder akibat
paraplegia/quadriplegia.
Kerusakan mobilitas fisik yang b.d kelemahan, paresis, dan spastisitas.
Resiko cidera b.d gangguan gaya berjalan tidak mantap, kelemahan, dan gerakan tidak
terkontrol.
18
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. Catat reaksi pasien
sensori (penglihatan) keperawatan selama 3x24 terhadap penurunan
b.d keterbatasan jam masalah dapat teratasi penglihatan
mobilitas sekunder dengan kriteria yang 2. Terima reaksi pasien
akibat paraplegia / diharapkan : pada penurunan
quadriplegia. Penglihatannya tidak penglihatn
terganggu 3. Jangan memindahkan
Terjadi peningkatan segala sesuatu yang ada
ketajaman penglihatan. di ruangan pasien atau
informasi penting
lainnya pada pasien
4. Tunjukkan pemberian
tes mata.
5. Intruksikan parawatan
mata dan berikan obat-
obat yang sesuai.
2. Kerusakan mobilitas Selama 3x24 jam, pasien 1. Kaji mobilitas yang ada
fisik yang b.d dapat melaksanakan dan observasi terhadap
kelemahan, paresis, aktivitas fisik sesuai peningkatan kerusakan.
dan spastisitas. kemampuan dengan. Kaji secar ateratur
menunjukkan tindakan fungsi motorik.
untuk meningkatkan 2. Modifikasi peningkatan
mobilitas fisik, dengan mobilitas fisik.
kriteria hasil : 3. Ajarkan teknik latihan
Klien dapat ikut serta jalan
dalam program latihan. 4. Ubah posisi klien tiap
Tidak terjadi 2jam
19
kontraktur sendi 5. Ajarkan klien untuk
Bertambahnya melakukan latihan
kekuatan otot. gerak aktif pada
ekremitas yang tidak
sakit.
6. Lakukan gerak pasif
pada ekstermitas yang
sakit
7. Bantu klien untuk
melakukan ROM,
perawatan diri sesuai
toleransi.
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit degenerasi yang menyerang sistem saraf pusat
yaitu otak dan medula spinalis. Penyakit ini ditandai dengan adanya kelemahan, mati rasa,
hilangnya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjadi pada umur 18-40
tahun. Banyak pasien yang menderita multipel sklerosis hidup normal diantara periode
kambuhnya penyakit. Beberapa pasien yang penyakitnya lebih parah dibutuhkan perawatan
yang intensif di rumah. Kebanyakan pasien yang menderita multipel sklerosis mengalami
kelemahan, penurunan imunitas, gangguan perkemihan, disfungsi sexual, kelemahan,
perubahan interaksi social. Pasien membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan
penyakit yang dialaminya, dan beberapa pasien perlu dilakukan konseling dan psikotherapi
untuk mengatasi perubahan tubuh yang dialaminya. Walaupun obat untuk kesembuhan
belum ada namun penanganan medis dan asuhan keperawatan yang tepat diperlukan agar
pasien dapat menjalani aktifitas sehari-hari dengan optimal.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat melihat sisi psikologis pasien dengan multiple sklerosis, karena
secara psikologis pasien memiliki koping yang berbeda dalam menerima dan menyikapi
kondisi yang dialaminya. Pasien lebih membutuhkan dukungan dan perhatian secara
emosional agar pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk tetap menjalani kehidupannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://asuhankeperawatangastroenteritis.blogspot.com/2012/12/askep-multiplesclerosis.html
(diakses pada tanggal 27 April 2024)
Nursing. 2019. memahami berbagai macam penyakit. Cetakan 2. Jakarta Barat : PT Indeks.
22