الخطبةالعيد الفطر ١٤٣٩ -

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

‫الخطبةاألولى لعيد الفطر‬

1439 H./2018 M.

SPIRIT FITRAH UNTUK MEMBANGUN BANGSA


Oleh: M. Cholil Nafis, Lc., Ph D.

‫سبحان هللا بُكرة‬


ُ ‫ و‬,‫ والحم ُد ِّل كثيرا‬,‫ ُ كبيرا‬3 X – ‫هللا ُأكب ُر – هللا ُأكب ُر – هللا ُأكب ُر‬
‫ لإله إلاهللا ُوحدهُ صدق وعدهُ ونصر عبدهُ وأع از ُجندهُ وهزم األحزاب وحدهُ لإله‬,‫وأصيل‬
‫إلاهللا ُول نعبُ ُد إلا إيّاهُ ُمخلصين لهُ ال ّدين ولوكره ال ُمشر ُكون ولوكره الكاف ُرون ولوكره‬
.‫ال ُمنافقُون‬

‫ ونعُوذُ باهلل من ش ُُرور أنفُسنا ومن سيّئات‬،ُ‫إ ان الحمد هلل نحم ُدهُ ونستعينُهُ ونستغف ُره‬
‫ وأشه ُد أن ل إله إ ال هللا وحدهُ ل‬،ُ‫ من يهده هللا فل ُمض ال لهُ ومن يُضلل فل هادي له‬،‫أعمالنا‬
‫ ص الى هللا عليه وعلى آله وصحبه وسلام تسليما‬،ُ‫سولُه‬ ُ ‫ وأشه ُد أ ان ُمح امدا عب ُدهُ ور‬،ُ‫شريك له‬
‫ اللا ُه ام ص ّل وسلّم وبارك على سيّدنا ُمح امد وعلى آله وأصحابه ومن تبع ُهم بإحسان‬..‫كثيرا‬
‫ أما ا بع ُد‬.‫إلى يوم ال ّدين‬

‫ ات اقُوا‬.‫فيآأيهاال ُمؤمنُون وال ُمؤمنات أ ُوصي ُكم ونفسي بتقوى هللا فقد فاز ال ُمت اقُون‬
.‫هللا حقا ت ُقاته ولت ُموت ُ ان إلا وأنت ُم ُمسل ُمون‬

Allahu akbar 3 X Walillahi al hamdu


jama’ah Idul Fitri yang berbahagia.
Di pagi hari nan cerah, dalam suasana yang khidmat dan penuh makna di tengah
nuansa kebahagiaan dan kegembiraan di hari kemenangan umat Islam, maka kita merayakan
Idul Fitr. Sebab kaum muslimin telah melatih diri dalam madrasah kemanusiaan (madrasah
insaniyah) selama sebulan Ramadhan dan menang hingga lulus melewati ujian “jihad akbar”,
perang melawan hawa nafsu. Kita, kaum muslimin disunnahkan (dianjurkan) di manapun
berada untuk mengagungkan nama Allah, memperbanyak takbir, tahmid, tahlil dan tasbih
atas hidayah Allah yang diberikan dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada-Nya,
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

‫َو ِلت ُ ْك ِملُواْ ْال ِعدَّة َ َو ِلت ُ َك ِبه ُرواْ ه‬


َ‫ّللاَ َعلَى َما َهدَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬

1
Artinya: “Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangannya dan hendaklah kemu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu
bersyukur” (QS. Al Baqarah/2: 185)

Allahu akabar 3X Walillahi al hamdu


Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Ibadah puasa yang telah kita lakukan sebulan lamanya, bukan hanya telah menghapus
dosa-dosa yang telah kita lakukan sehingga kita kembali pada fitrah, tetapi juga telah
memberi pelajaran yang sangat berharga. Yaitu terbentuknya nilai insan kamil (manusia
sempurna) dalam diri kita, baik dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan (hablum
minallah) maupun dalam kontek hubngan manusia dengan manusia (hablum minannas).
Melalui ibadah puasa Allah SWT ingin mengajarkan dan mendidik hamba-hamba-Nya agar
memliki kesalehan individu (spiritual) dan sekaligus kesalehan sosial. Keduanya tidak dapat
dipisahkan atau ditinggalkan salah satunya, karena keduanya satu-kesatuan yang memiliki
hubungan fungsional, bagaikan Matahari dengan sinarnya. Keduanya menjadi prasyarat bagi
terciptanya kesejahteraan, kebahagiaan dan kedamaian bagi setiap insan. Allah SWT
berfirman:

‫اس‬ ‫ت َعلَ ْي ِه ُم الذهِلَّةُ أَيْنَ َما ث ُ ِقفُواْ ِإالَّ ِب َح ْب ٍل ِ هم ْن ه‬


ِ َّ‫ّللاِ َو َح ْب ٍل ِ همنَ الن‬ ْ َ‫ض ِرب‬
ُ
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali senantiasa menjaga
hubungan baik dengan Allah dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia” (Q.S.
Ali Imran: 112)

Allah akbar 3X Walillahi al hamdu


Jama’ah shalat Idul Fitri yang berbahagia
Guna mengimplementasikan keberhasilan ibadah puasa maka pada hari ini kita
kembali kepada fitrih. Fitrah adalah asal kejadian, keadaan suci. Fitrah adalah sesuatu yang
universal. Karena seperti yang dikatakan oleh Rasulullah saw. bahwa umat manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah. (kullu mauludin yuladu ‘ala al fitrah). Ini artinya bahwa
fitrah adalah sesuatu yang inheren dengan jati diri manusia. Jati diri manusia adalah
keberadaan umat manusia sebagai hamba Allah, ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
sekaligus sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

2
Manusia tercipta dengan keunggulan potensi-potensinya dibanding dengan makhluk
lain. Kemampuan manusia mengenal nama-nama (pengetahuan) di muka bumi dengan
akalnya inilah yang menjadi alasan kenapa Allah memilihnya sebagai khalifah-Nya
dibandingkan makhkuk lain, seperti malaikat maupun iblis. Dalam QS: 30-34
menggambarkan betapa Malaikat mengakui keunggulan manusia, meskipun sering
menumpahkan darah sesama. Sementara Iblis menolak untuk hormat kepada manusia karena
faktor egonya yang merasa lebih mulia karena diciptakan dari api dibanding manusia yang
dari tanah.
Pada dasarnya manusia memiliki kesamaan dengan binatang yang memiliki instink
dan nafsu, hanya saja dengan hati dan akalnya dia akan mampu membangun peradaban
unggul dengan kemajuan teknologi yang hebat. Belum lagi dengan kemampuan hatinya yang
mampu menembus batas-batas keilahian yang bisa mencapai puncak sebagai insan kamil.
Ilmuan muslim terkenal masa lalu, Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya, Madarijus
Salikin, mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk
beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya? Tentu saja tidak. Manusia dan
jin diciptakan dengan tujuan besar. Sebagai khalifah di muka bumi tidak mungkin diciptakan
begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang.
Manusia selain wajib beribadah, juga karena bumi ini luas dan manusia dikaruniai
akal budi yang hebat, maka manusia harus pula menjalankan tugas-tugas khalifah sebagai
berikut: Pertama, memakmurkan bumi. Manusia memiliki kewajiban kolektif yang
dibebankan Allah kepadanya. Manusia diberikan keleluasaan untuk mengeksplorasi kekayaan
bumi untuk kemanfaatan sebanyak-banyaknya untuk umat manusia dan makhkuk lain. Hanya
saja, tugas eksplorasi ini harus dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan,
dilakukan dan dinikmati secara adil dan merata. Tentu harus dilakukan dengan tetap menjaga
kekayaan agar tidak punah. Sehingga generasi selanjutnya dapat melanjutkan eksplorasi itu,
tanpa ada kehancuran yang massif akibat nafsu angkara murka.
Kedua, melestarikan bumi. Memelihara atau melestarikan bumi dapat dipahami dalam
arti luas, termasuk juga memelihara akidah dan akhlak manusianya. Sebagai makhluk yang
dikaruniai akal dan hati maka harus bisa memastikan kenyamanan lingkungan dengan
menjaga keseimbangan hidup, menjunjung tinggi moralitas atas dasar nilai-nilai ketuhanan.
Jadi jelas sekali apa tugas-tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Selain beribadah
kepada Allah, juga memaksimalkan peran akal budinya untuk membangun peradaban unggul,
bermartabat, dengan menjunjung tinggi akhlak mulia.

3
Allahu akbar 3X Walillahi al hamdu
Jema’ah Idul Fitri yang berbahagia.
Tugas kekhalifaah di muka bumi harus berorientasi kepada kemaslahatan umum dan
kemajuan umat. Maka harus tertanam dalam diri muslim yang pada hari telah kembali fitrah
untuk mengutamakan kemaslahatan yang lebih luas dalam menyelesaikan berbagai persoalan
umat. Maka dalam menjalankan kehidupan harus mempraktikkan prinsip-prinsip syura'
(musyawarah), tawassuthiy (pola pikir moderat), ishlahiy (reformatif), tathowwuri (dinamis),
dan manhaji (metodologis) yang senantiasa bersikap tawazun (seimbang), tasamuh (toleran),
adalah (adil), musawah (egaliter), dan hikmah (bijaksana).
Pinsip-prinsip tersebut juga harus diaplikasikan dalam kontek berbangsa dan
bernegara. Dalam bernegara harus berdasarkan musyawarah menuju kesepakatan untuk
mencapai kemaslahatan, bukan untuk memaksakan paham keagamaan atau menganut agama
tertentu. Dalam konteks ini telah dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika merangkai negara
Madinah melalui piagam Madinah (al-shahifah al-madinah). Di mana kaum muslimin, kaum
Yahum dan Nasrani hidup bersama dalam persatuan, bebas memilih agama dan bersama-
sama membela negara serta menegakkan keadilan.
Prinsip persatuan dan kesatuan sebagaimana termaktub dalam pasal 1, 15, 17, 25.
Dalam pasal 1 menegaskan bahwa masyarakat Madinah adalah satu komunitas. Dalam pasal
15 memuat bahwa jaminan Allah SWT satu, yang sesama mukmin saling membantu. Dalam
pasal 17 menjelaskan kesatuan antar umat Islam dalam perdamaian. Dalam pasal 25
menjelaskan bahwa seluruh penduduk Madinah, baik Yahudi maupun mukmin adalah satu
rumpun. Perbedaan agama bukan penyebab membedakan antara mereka. Dalam pasal-pasal
tersebut jelas bahwa antara penduduk Madinah adalah satu tanpa membedakan etnis atau
agama.
Prinsip kebebasan beragama sebagaimana termaktub dalam pasal 25 yang
menegaskan bahwa antara Yahudi dan Mukmin sebagai warga negara Madinah tidak ada
perbedaan. Mereka bebas memeluk agama yang mereka yakini, bebas memeluk agama dan
bebas memilih keyakinan dan mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Kecuali
karena mereka zalim dan jahat.
Prinsip bela negara termuat dalam pasal 24, 37, 38 dan 44. Dalam pasal 24 kewajiban
mengeluarkan biaya perang dalam rangka bela negara. Dalam pasal 37 dan 38 menegaskan
kewajiban warga masyarakat Madinah, baik Yahudi maupun muslim untuk mengeluarkan
biaya dan membela konstitusi. Pasal 40 jaminan bagi warga yang tidak melakukan
pengkhianatan. Semua ini secara tersurat dan tersirat menegaskan arti bela negara

4
Prinsip persamaan dan keadilan termaktub dalam pasal 13, 15, 16, 22, 23, 24, 37, 40.
Pada pasal 13 memuat keadilan dan persamaan dalam rangka membasmi kezaliman
meskipun terhadap anaknya sendiri. Pasal 15 persamaan hak bagi semua orang mukmin.
Pasal 16 persamaan hak bagi orang Yahudi yang mengikuti umat mukmin. Pasal 22 dan pasal
23 menegaskan persamaan hak bagi umat mukmin dalam menjaga kesatuan dan semua
urusan dikemabalikan kepada Allah SWT dan Muhammad saw. Pasal 24 menjelaskan
persamaan dalam kewajiban antara mukmin dan Yahudi. Pasal 37 menegaskan kesamaan
kewajiban bagi kaum mukmin dan Yahudi untuk menjaga komitmen yang termaktub dalam
shahifah. Pasala 40 menegaskan persamaan hak bagi yang telah mendapat jaminan.
Nabi Muhammad saw. mendirikan negara Madinah tidak melabelkan “negara Islam”,
tetapi bersifat umum dan berdasarkan atas kesepakatan masyarakat atau “kontrak social”.
Hubungan agama dan negara diletakkan sebagai relasi yang kuat dan resmi. Pluralitas
keagamaan dilihat sebagai keniscayaan yang harus dilindungi oleh negara. Hal ini juga
tercermin dalam UUD 1945 yang mencamtukan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Melatakkan agama sebagai sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meskipun negara tidak boleh mencampuri urusan internal umat beragama.
Intinya, pembentukan negara bersifat ijtihadi menuju kemaslahatan umat.
Heterogenitas merupakan keniscayaan hidup, tetapi tetap dalam bingkai keteraturan yang taat
kepada hukum dan kesepakatan untuk mencapai kemaslahatan. Keadilina adalah inti dari
kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara wajib menegakan keadailan demi kelestarian
kehidupaa berbangsa dan bernegara. Sebab, negara yang tidak adil akan runtuh dan
masyarakat akan anarkhi dan hancur. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Kholdun:

‫تبقى الدولة العادلة ولو كانت كافرة وتفنى الدولة الفاجرة ولو كانت مسلمة‬
“Negara yang adil akan kekal sekalipun ia kafir, dan Negara yang korup
akan hancur sekalipun ia islam”

Allahu akbar 3X Walillahi al hamdu


Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Untuk bisa mewujudkan Negara yang kuat dan bersatu tentu
dibutuhkan spirit persaudaraan (ukhuwah). Sebagaimana Nabi
tatkala hijrah dan membangun Madinah yaitu didasarkan atas
prinsip persaudaraan dan persatuan untuk menjembatani
keragaman agama, suku, dan golongan yang ada.

5
Di Indonesia, patut kiranya kita merevitalisasi konsep “trilogi
ukhuwah” yang awalnya dikenalkan oleh tokoh Nahdlatul Ulama
(NU), KH Ahmad Shiddiq (1926-1991). Konsep trilogi ukhuwah
adalah menyatukan antara ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam
ikatan kebangsaan) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama
umat manusia).
Ukhuwah Islamiyah, adalah persaudaraan sesama pemeluk
agama Islam, baik dalam bingkai kenegaraan atau bingkai
keumatan. Inilah modal umat Islam dalam melakukan interaksi
sosial sesama muslim. Ukhuwah wathaniyah adalah persaudaraan
untuk membangun persatuan antar anak bangsa dalam kaitannya
dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Inilah
modal dasar untuk melakukan pergaulan sosial dan dialog dengan
pelbagai komponen bangsa Indonesia yang majmuk,tentu saja tidak
terbatas pada satu agama semata.
Sementara, ukhuwah basyariyah adalah persaudaraan yang
paling mendasar sebagai manusia yang lahir dari bapak dan ibu
yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Ini prinsip dan landasan untuk
membangun persaudaraan manakala ukhuwah Islamiyah atau
ukhuwah wathaniyah tak lagi mengikat dengan kuat.

Allahu akbar 3X Walillahi al hamdu


Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Pada hari kemenangan kita dalam mengikat hawa nafsu untuk mencapai ketaqwaan
melalui ibadah puasa sebulan penuh, menahan lapar, haus dan hubungan seksual di siang
hari, maka pada hari kemenangan ini, marilah, kita tunjukkan indikator keberhasilan dalam
meraih ketakwaan, kita tunjukkan kesejatian diri yang “fitri” yang senantiasa menciptakan
kemaslahatan dan kebaikan yang bukan hanya kepada diri sendiri tetapi juga kepada orang
lain. Kehidupan bermasyarakat adalah bagian dari tugas untuk memakmurkan bumi yang
telah dimandatkan oleh Allah SWT. Kepada anak cucu Adam. Implementasi dari puasa
Ramadhan kita tunjukkan diri ini tambah baik dan dan mengajak bahkan memperbaiki orang
lain, yaitu menjadi orang shalih dan muslih.

6
Dengan kembali ke firah mudah-mudahan kita tambah memperekat tali persaudaraan
dan persatuan dalam rangkan menciptakan kesejahteraan dengan semangan cinta tanah air
dan membela bumi pertiwi untuk mencapai cita. Tugas kita kita adalah mengisi kemerdekaan
dan merealisasikan cita-cita para pahlawan dalam menggapai kemaslahatan Bersama dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga Allah SWT menuntun dan
membimbing kita untuk selalu menjaga jiwa kita agar tetap bertaqwa dan berjalan pada
fitrahnya serta ikhlas karena Allah SWT. Amin.

‫َج َع َلن اا َ هللا ُ َو ِإي اا َّ ُك ْم ِم انَ العا َئِ ا ِد ْينَ َوال َف اآئِ ِز ْينَ َوأ َ ْد َخلَن اا َ َواِيَّ اا ُك ْم فِ ا ْي ُز ْم ا َرةِ ِعب اا َ ِد ِه‬
‫ يُ ِريْادُ هللاُ ِب ُكا ُم‬. ‫الار ِج ْي ِم‬َّ ‫ان‬ ِ ‫ط‬ َ ‫ش ْي‬َّ ‫ع ْوذُ ِباللِ ِمنَ ال‬ ُ َ ‫آن ال َع ِظ ْي ِم أ‬ ِ ‫ قَا َل ت َ َعالَى ِف ْي القُ ْر‬. َ‫ال ُمت َّ ِق ْين‬
‫اليُ ْسااا َر َوالَ يُ ِر ْيااادُ ِب ُكااا ُم العُ ْسااا َر َو ِلت ُ ْك ِملُ ْواال ِعااادَّة َ َو ِلت ُ َك ِبهااا ُر ْوهللا َ َعلَاااى َماااا َهااادَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُكااا ْم‬
. َ‫ت َ ْش ُك ُر ْون‬
.‫آن ال َع ِظ ْي ِم َونَفَ َعني ِ َواِيها َ ُك ْم ِب َمافِ ْي ِه ِمنَ الا ِذه ْك ِر ال َح ِكا ْي ِم‬ ِ ‫ار َك هللا ُ ِل ْي َولَ ُك ْم فِ ْي القُ ْر‬ َ َ‫ب‬
‫ت َخيْا ُر‬ ْ ‫ب ا ْغ ِفا ْر َو‬
َ ‫ار َحا ْم َوا َ ْنا‬ ِ ‫ َوقُا ْل َر ه‬.‫س ِم ْي ُع ال َع ِلا ْي ُم‬ َّ ‫َوت َقَبَّ َل ِم ِنه ْي َو ِم ْن ُك ْم تِلَ َوت َهُ اِنَّهُ ُه َو ال‬
. َ‫اح ِم ْين‬
ِ ‫الر‬َّ

7
‫الخطبة الثانية لعيد الفطر‬

‫سا ْب َحانَ‬ ‫هللا أكبر – هللا أكبر – هللا أكبار – هللا أكبار َك ِبيْارا َوال َح ْمادُ ِ هِلِ َكثِيْارا َو ُ‬
‫صا َر َعبْادَهُ َوأ َ َعا َّز ُج ْنادَهُ َوهَازَ َم‬ ‫صادَقَ َوعْادَهُ َونَ َ‬ ‫ص ْيل الَ ِإلَاهَ ِإالها َلل ُ َو ْحادَهُ َ‬ ‫هللاِ بُ ْك َرة َوأ َ ِ‬
‫ص ْينَ لَهُ الا ِده ْينَ َولَا ْو َك ِرهَ ال ُم ْشا ِر ُك ْونَ‬ ‫اب َو ْحدَهُ الَ ِإلَهَ ِإالها َلل ُ َوالَ نَ ْعبُدُ ِإالَّ ِإيَّاهُ ُم ْخ ِل ِ‬ ‫ال َ ْحزَ َ‬
‫َولَ ْو َك ِرهَ الكا َفِ ُر ْونَ َولَ ْو َك ِرهَ ال ُمنا َفِقُ ْونَ ‪ .‬ال َح ْمدُ ِ هِلِ َح ْمدا َكثِ ْيرا َكما َ أ َ َم َر‪َ .‬وأ َ ْش َهدُ أ َ ْن الَإِلَاهَ‬
‫سايِهدَنا َ ُم َح َّمادا َعبْادُهُ‬ ‫ش ِر ْي َك لَهُ ِإ ْرغا َما ِل َم ْن َج َحدَ بِا ِه َو َكفَا َر‪َ .‬وأ َ ْشا َهدُ أ َ َّن َ‬ ‫ِإالَّ هللا ُ َو ْحدَهُ الَ َ‬
‫صاا ِب ْي َح الغُ َار ِر‪.‬‬ ‫ص َحا ِب ِه َم َ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آ ِل ِه َوأ َ ْ‬ ‫ش ِر‪َ .‬‬ ‫ق َوالبَ َ‬ ‫س ِيهدُ ال َخ َلئِ ِ‬ ‫س ْولُهُ َ‬ ‫َو َر ُ‬
‫أ َ َّما َب ْعدُ‪:‬‬
‫صااااا ْي ُك ْم َونَ ْف ِسااااا ْي ِبت َ ْقااااا َوى هللاِ فَقَااااا ْد فَاااااازَ ال ُمت َّقُااااا ْونَ ‪.‬‬ ‫ضااااا ُر ْونَ ‪ .‬أ ُ ْو ِ‬ ‫فَيآأ َيها َالحا َ ِ‬
‫ت‪َ .‬وا ْعلَ ُم ا ْوآ أ َ َّن هللا َأ َ َم ا َر ُك ْم ِب اأ َ ْم ٍر َب ادَأ َ ِف ْي ا ِه ِبنَ ْف ِس ا ِه‬ ‫س ا ِيهآ ِ‬ ‫اجت َ ِنبُ ا ْوآ َع ا ِن ال َّ‬ ‫َوا ْف َعلُ ا ْواال َخ ْي َر َو ْ‬
‫شا ْيطا َ ِن‬ ‫عا ْوذُ با ِالل ِ ِمانَ ال َّ‬ ‫س ِبه َح ِة بِقُ ْد ِس ِه‪ .‬فَقا َ َل تعالى فِا ْي ِكتا َبِا ِه ال َكا ِر ْي ِم أ َ ُ‬ ‫َوث َنَّابِ َم َلئِ َك ِة ال ُم َ‬
‫صال ْونَ َعلَاى النَّ ِبا ْي يَآأ َيها َالَّا ِذ ْينَ‬ ‫لار ِح ْي ِم‪ِ .‬إ َّن هللاَ َو َم َلئِ َكتَاهُ يُ َ‬ ‫من ا َ‬ ‫الار ْح ِ‬ ‫الر ِج ْي ِم‪ِ .‬ب ْسا ِم هللاِ َّ‬ ‫َّ‬
‫سا ِله ُم ْوأ َعلَاى َما ْن‬ ‫صل ْوآ َو َ‬ ‫س ِله ُم ْوا ت َ ْس ِل ْيما‪ .‬فَأ َ ِج ْيبُ ْوآهللا َاِلَى َمادَ َعا ُك ْم َو َ‬ ‫صل ْوآ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫آ َمنُ ْوآ َ‬
‫صا ْح ِب ِه أ َ ْج َم ِعا ْينَ ‪َ .‬و َعلَاى التَّاا ِب ِع ْينَ‬ ‫س ِيه ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ِه َو ِ‬ ‫ص ِهل َعلَى َ‬ ‫ِب ِه َهدَا ُك ْم‪ .‬اللَّ ُه َّم َ‬
‫ض هللا ُ َعنَّا َو َع ْن ُه ْم ِب َر ْح َم ِت َك‬ ‫ان ِإلَى َي ْو ِم ال ِده ْي ِن‪َ .‬وا ْر َ‬ ‫س ٍ‬ ‫َوت َا ِب ِع ْي الت َّا ِب ِع ْينَ َو َم ْن ت َ ِب َع ُه ْم ِبإ ِ ْح َ‬
‫يَاأ َ ْر َح َم الرا َ ِح ِم ْينَ ‪.‬‬
‫ت ال َ ْحياااآ ِ ِمااا ْن ُه ْم‬ ‫ت َوال ُم ْسااا ِل ِم ْينَ َوال ُم ْسااا ِل َما ِ‬ ‫اللَّ ُهااا َّم ا ْغ ِفااا ْر ِل ْل ُماااؤْ ِمنِ ْينَ َوال ُمؤْ ِمناااا َ ِ‬
‫سايه ِدنا َ ُم َح َّما ٍد‪ .‬اللَّ ُها َّم‬ ‫صا ْرأ ُ َّمةَ َ‬ ‫ت‪ .‬اللَّ ُها َّم ا ْن ُ‬ ‫سا ِم ْي ُع قَ ِر ْياب ُم ِج ْياب الادَّ َع َوا ِ‬ ‫ت ِإنَّا َك َ‬ ‫َوال َ ْما َوا ِ‬
‫صا َر الا ِده ْينَ ‪.‬‬ ‫ص ْر َما ْن نَ َ‬ ‫س ِيه ِدنا َ ُم َح َّم ٍد‪ .‬اللهه َّم ا ْن ُ‬ ‫ص ْر أ ُ َّمةَ َ‬ ‫س ِيه ِدنا َ ُم َح َّم ٍد‪ .‬الله ُه َّم ا ْن ُ‬ ‫ص ِل ْح أ ُ َّمةَ َ‬ ‫ا ْ‬
‫سانَّةُ‬ ‫ي فِ ْي َهاا أ َ ْحكا َ ُما َك َو ُ‬ ‫اج َع ْل َب ْلدَت َنا َ ِإ ْندُ ْونِ ْي ِسيَّا َه ِذ ِه َب ْلدَة ت َ ْجا ِر ْ‬‫اخذُ ْل َم ْن َخذَ َل ال ِده ْينَ ‪َ .‬و ْ‬ ‫َو ْ‬
‫س ْو ِل َك يا َ َحي يا َ قَي ْو ُم‪ .‬يآاِل َهنا َ َو ِإلهَ ُكا ِهل شَا ْي ٍئ‪ .‬هَاذَا َحالُناا َ ياا َهللا ُالَ َي ْخفَاى َعلَيْا َك‪ .‬اللَّ ُها َّم‬ ‫َر ُ‬
‫وف ال ُم ْخت َ ِلفَ اةَ‬ ‫ي َوالس ايُ َ‬ ‫الوبااآ َ َوالفَ ْحشااآ َ َوال ُم ْن َك ا َر َوالبَ ْغ ا َ‬ ‫ا ْدفَ ا ْع َعنه اا َ الغَ ال َ َوال ابَل َ َو َ‬
‫ان ال ُم ْسا ِل ِم ْينَ‬ ‫صة َو ِما ْن بُ ْلادَ ِ‬ ‫طنَ ِم ْن بَلَ ِدنا َ َهذا َ خا َ َّ‬ ‫ظ َه َر ِم ْن َها َوما َ بَ َ‬ ‫شدَآئِدَ َوا ِلم َحنَ ما َ َ‬ ‫َوال َّ‬
‫عا َ َّمة يا َ َربَّ ال َعال َم ِينَ ‪.‬‬
‫ضااااةَ‬ ‫الرافِ َ‬ ‫ال ْساااالَ َم َوال ُم ْساااا ِل ِم ْينَ َوأ َ ْه ِلاااا ِك ال َكفَاااا َرة َ َوال ُم ْبت َ ِد َعاااا ِة َو َّ‬ ‫اللَّ ُهاااا َّم أ َ ِعاااا َّز ِ‬
‫اك‪َ .‬ربَّناا َ ا ْغ ِفا ْر‬ ‫اج َع ِل اللَّ ُه َّم ِوالَ َيت َنَا ِف ْي َم ْن َخافَ َك َوات َّقَا َ‬ ‫َوال ُم ْش ِر ِك ْينَ َودَ ِ هم ْر أ َ ْعدَا َ ال ِده ْي ِن‪َ .‬و ْ‬
‫يما َ ِن َوالَ ت َ ْج َع ْل ِف ْي قُلُ ْو ِبناا َ ِغالا ِللَّا ِذ ْينَ آ َمنُا ْوا َربَّناا َ اِنَّا َك‬ ‫س َبقُ ْونا َ ِب ِ‬
‫ال ْ‬ ‫لَنا َ َو ِ ِل ْخ َوا ِننا َ الَّ ِذ ْينَ َ‬
‫ار َوال َح ْمادُ‬ ‫اب النَّ ِ‬‫سنَة َوقِنا َ َعذَ َ‬ ‫اآلخ َرةِ َح َ‬ ‫سنَة َوفِ ْي ِ‬ ‫َر ُؤوف َر ِح ْيم‪َ .‬ربَّنا َ آتِنا َ فِ ْي الد ْنيا َ َح َ‬
‫ِ هِلِ َربه ِ العا َل َميِنَ ‪.‬‬

‫‪8‬‬

Anda mungkin juga menyukai