Menumbuhkan Patogen Pada Media Kubus

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MENUMBUHKAN PATOGEN PADA MEDIA KUBUS

(Laporan Praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan)

NURSYIFA NADA HARIYADI


2010517120005
KELOMPOK 4

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2022
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................. i

DAFTAR TABEL ..................................................................................... ii

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................ 1


Tujuan ............................................................................................. 3
BAHAN DAN METODE ......................................................................... 4

Bahan dan Alat ................................................................................ 4


Bahan ....................................................................................... 4
Alat ........................................................................................... 4
Waktu dan Tempat .......................................................................... 4
Prosedur Kerja ................................................................................. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 6

Hasil ................................................................................................ 6
Pembahasan ..................................................................................... 8
KESIMPULAN ......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Cara membuat media kubus ................................................................ 6


2. Pengamatan media kubus dengan spatula dan corkborer .................... 6
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fusarium oxysporum merupakan salah satu patogen tular tanah yang sangat
berbahaya bagi tanaman tomat karena patogen dapat bertahan lama dalam tanah.
Fusarium oxysporum dapat bertahan dalam tanah lebih dari 10 tahun dalam bentuk
klamidospora. Fusarium oxysporum mampu menginfeksi tanaman sejak tanaman
dalam fase pembibitan sehingga dapat mengakibatkan tanaman mati dan gagal
panen. Cendawan ini dapat menyebabkan kerugian besar terutama pada varietas
yang rentan dan pada kondisi lingkungan yang sesuai (Semangun, 2007).
Jamur atau Fungi dibagi menjadi 2 kelompok yang berdasarkan pada
ukurannya, yaitu makroskopis dan mikroskopis. Makroskopis terdiri dari cendawan
atau mushroom dan makrofungi sedangkan yang tergolong kedalam mikroskopis
seperti yeast dan kapang. Cendawan atau mushroom merupakan kelompok jamur
yang tergolong kedalam makroskopis karena dapat dilihat secara kasat mata.
Sedangkan fungi merupakan jamur mikroskopis karena tidak dapat dilihat secara
langsung dan harus memakai alat bantu untuk melihatnya (Sastrahidayat, 2016).
Identifikasi cendawan merupakan suatu kegiatan untuk membedakan atau
mengklasifkasikan jamur kedalam jenisnya masing-masing berdasarkan spesies.
Identifikasi merupakan kegiatan yang penting karena menambah keanekaragaman
pengetahuan tentang dunia jamur, saat ini jumlah jamur yang sudah teridentifikasi
berjumlah 69.000 dari total spesies perkiraan 1.500.000 jamur diseluruh dunia.
Negara Indonesia yang memiliki kekayaan biodiversitas yang cukup banyak akan
diuntungkan dengan adanya identifikasi cendawan karena menambah ragam
spesies makhluk hidup yang ada di Indonesia (Kurniawati, 2010).
Identifikasi fungi dapat dilakukan dengan dua cara baik secara morfologi
ataupun secara fisiologi, identifikasi yang dilakukan secara morfologi dapat
meliputi bentuk koloni, struktur koloni, bentuk spora, dan ukuran spora.
Pengamatan morfologi kemudian dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu pengamatan
secara makroskopis dan mikroskopis, pengaman makroskopis dilakukan dengan
cara mengamati mikroorganisme pada bagian-bagian yang nampak dan dapat
2

dilihat dengan mata telanjang, seperti bentuk koloni, tepian koloni, elevasi koloni
dan permukaan koloni. Sedangkan pengamatan mikroskopis digunakan pada saat
ingin mengamati pergerakan, dan perkecambahan spora, mengamati bentuk dan
ukuran spora yang alami (Koestoni, 2006).
Dalam mempelajari sifat mikroorganisme seperti jamur, diperlukan suatu
media pertumbuhan yang dapat mencukupi nutrisi, sumber energi dan kondisi
lingkungan tertentu. Suatu media untuk dapat menumbuhkan mikroorganisme
dengan baik diperlukan persyaratan antara lain: media harus mempunyai pH yang
sesuai, media tidak mengandung zat-zat penghambat, media harus steril, dan media
harus mengandung semua nutrisi yang mudah digunakan mikroorganisme. Nutrisi-
nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk pertumbuhan meliputi karbon,
nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca, Zn,
Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi (Cappucino dan Sherman,
2014).
Menurut Woelansari (2016), media pertumbuhan mikroorganisme adalah
suatu bahan yang mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Nutrien yang terdapat dalam media
dimanfaatkan mikroorganisme untuk menyusun komponen-komponen sel. Media
pertumbuhan dapat digunakan untuk mendapatkan kultur murni dari isolasi
mikroorganisme. Media yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme
mengandung sumber energi, karbon, nitrogen, pH 7,2-7,6, garam sulfat, fosfat dan
potensial oksidasi-reduksi yang tepat.
Untuk dapat mengamati jamur secara morfologi serta mengetahui berbagai
ciri jamur, pengamat harus mengetahui cara pembiakan jamur melalui media biakan
jamur. Pembiakan jamur dapat diamati dengan cara inokulasi. Jamur merupakan
salah satu mikroorganisme yang sering ditumbuhkan menggunakan media PDA
(Potato Dextrose Agar). Berdasarkan komposisinya PDA termasuk dalam media
semi sintetik karena tersusun atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis
(dextrose dan agar). Kentang merupakan sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan
energi, dextrose sebagai sumber gula dan energi, selain itu komponen agar
3

berfungsi untuk memadatkan medium PDA. Masing-masing dari ketiga komponen


tersebut sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakkan
mikroorganisme terutama jamur (Cahyani, 2014).

Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menumbuhkan patogen pada
media kubus
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah isolat fusarium
media PDA, tissue, tusuk gigi, alkohol, cling wrap dan air steril.

Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah LAF, cawan petri,
cover dan slide glass, spatula, cork borer, gelas beaker, pipet tetes, jarum ent, dan
mikroskop.

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 8 November 2022 pukul 09:40-
11:20 WITA. Bertempat di Laboratorium Fitopatologi, Program Studi Proteksi
Tanaman, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru.

Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


Metode potong dengan spatula
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mensterilkan LAF dan tangan dengan alkohol
3. Memotong media PDA dengan spatula lalu meletakkan pada cawan petri yang
telah berisi cover dan slideglass
4. Mengambil isolat Fusarium sp. dengan jarum ent steril dan letakkan pada
cawan petri yang berisikan media kubus
5

5. Inkubasi selama 3x24 jam di suhu ruangan dan amati setiap harinya.

Metode potong dengan spatula


1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mensterilkan LAF dan tangan dengan alkohol
3. Memotong media PDA dengan corkborer lalu meletakkan pada cawan petri
yang telah berisi cover dan slideglass
4. Mengambil isolat Fusarium sp. dengan jarum ent steril dan letakkan pada
cawan petri yang berisikan media kubus
5. Inkubasi selama 3x24 jam di suhu ruangan dan amati setiap harinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Adapun hasil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :


Tabel 1. Cara membuat media kubus
NO GAMBAR KETERANGAN
1.

2.

3.

4.

5.

6.
7

Tabel 2. Pengamatan media kubus dengan spatula dan corkborer


NO GAMBAR KETERANGAN
1.

2.

3.

4.

5.

6.
8

Pembahasan

Dalam mengamati fungi tentunya tidak bisa melihatnya tanpa bantuan alat
laboratorium seperti mikroskop. Hal ini dikarenakan hifa dan spora memiliki
ukuran yang sangat kecil sehingga mustahil untuk dilihat tanpa alat. Namun untuk
mengamati hifa dan spora fungi, masih perlu bebrapa persiapan agar mendapatkan
hasil yang diinginkan. Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan Fusarium sp.
pada media kubus dengan spatula dan corkborer.
Fusarium sp. merupakan salah satu patogen tular tanah yang dapat
menyerang banyak inang tanaman. Penyebaran cendawan Fusarium sp. sangat
cepat dan dapat menyebar ke tanaman lain dengan cara menginfeksi akar tanaman
menggunakan tabung kecambah atau miselium. Untuk mengetahui daya viabilitas
spora Fusarium sp. digunakan metode riddle atau dikenal sebagai media kubus.
Metode riddle dilakukan dengan alat dan bahan yang terdiri dari cawan petri, tusuk
gigi, tissue, slide glass dan cover glass yang telah disterilkan sebelumnya. Media
diteteskan secukupnya pada slideglass kemudian fungi dititikkan pada medium
yang telah dipotong dengan spatula atau corkborer. Slideglass ditutup dengan civer
glass dan diletakkan didalam cawan petri yang diberi tisu dan diberi tusuk gigi
sebagai penahan. Tissu ditetesi sedikit akuades steril dan diletakkan pada bagian
kiri kanan gelas objek dalam cawan petri untuk menjaga kelembaban di dalam
cawan petri dan diinkubasi selama 3 hari.
Fusarium sp. hanya reproduksi secara aseksual. Fungi ini memproduksi tiga
jenis tipe spora aseksual, yaitu mikrokonodia, makrokonodia, dan klamidospora.
Mikrokonodia adalah tipe spora yang paling sering di produksi oleh fungi ini
dibawah setiap kondisi lingkungan, termasuk diproduksi di dalam jaringan Xilem
inang. Sama halnya dengan makrokonidia, mikrokonidia merupakan alat
reproduksi aseksual dalam sistem reproduksi sekunder pada daur hidup cendawan
Fusarium terutama pada pertumbuhan koloni secara massiv maupun sebagai
inoculum infektif (Ohara et al., 2004).
9

Hasil Pengamatan morfologi jamur secara mikroskopis metode spatula


perbesaran 400x pada hari ke-1 menunjukkan hifa jamur berwarna bening dan
bersepta, konidiofor tampak namun tidak terdapat cikal bakal spora sehingga
makrokonidia dan mikrokonidia pada pengamatan ini belum ada. Pengamatan hari
ke-2, konidiofor memiliki bentuk lonjong pada bagain ujungmya yang berisi spora
cendawan namun makrokonidida dan mikrokonidia belum tampak. Pengamatan
hari ke-3, Fusarium sp mempunyai hifa yang panjang dengan jumlah yang
berlimpah dan bersepta ditemukan adanya makrokonidia panjang, berbentuk bulan
sabit dengan ujung tumpul, bersepta, dan jumlahnya melimpah sedangkan
mikrokonidia berbentuk bulat sampai oval dan jumlahnya sedikit.
Hasil Pengamatan morfologi jamur secara mikroskopis metode corkbore
perbesaran 400x pada hari ke-1 menunjukkan hifa jamur berwarna bening dan
bersepta dan pada bagian ujung konidiofor telah terbentuk cikal bakal spora.
Terdapat mikrokonidia berbentuk oval hingga cylindrical. Pengamatan hari ke-2,
makrokonidium berbentuk sabit, pada bagian ujungnya mengecil atau meruncing,
dan berbentuk fusoid hingga falcate. Pengamatan hari ke-3, Fusarium sp. bentuk
makrokonidia memanjang dengan ujung meruncing dan mikrokonidia ovoid.
mikrokonidia Fusarium sp. mempunyai satu atau dua sel, terdapat dalam jumlah
yang banyak, dan sering dihasilkan pada semua kondisi
Pertumbuhan spora dengan metode corkborer lebih cepat dibandingkan
dengan metode spatula karena pada pengamatan ke-1 terdapa beberapa spora yang
telah menyebar pada metode corkborer. Dalam penelitian Hasanuddin dan
Rosmayanti (2013), kamrokonidia merupakan organ aseksual dalam siklus hidup
Fusarium, selain sebagai alat infeksi sebagai pathogen tumbuhan, makrokonidia
penting dalam penyebaran propagul Fusarium. Sama halnya dengan makrokonidia,
mikrokonidia merupakan alat reproduksi aseksual dalam sistem reproduksi
sekunder pada daur hidup cendawan Fusarium terutama pada pertumbuhan koloni
secara massiv maupun sebagai inoculum infektif.
Menurut Hanlin dan Ulloa (1999), Konidiofor fusarium terdiri dari
monofialid yang bercabang atau tidak bercabang. Fase seksualnya dikenal dengan
10

nama Gibberella gordonii. Pertumbuhan koloni jamur ini pada medium PDA sangat
cepat, dengan warna putih yang tebal sampai warna merah muda pada aerial
miseliumnya. Sporodokium berwarna oranye berkembang saat umur kultur sudah
tua.
Mikrokonidium terbentuk sangat banyak, pada umumnya bersel tunggal,
berbentuk oval sampai ginjal dan terbentuk pada false head. Makrokonidium sangat
melimpah, berbentuk sabit yang ramping, dinding tebal dan halus, dengan apikal
sel yang runcing dan foot-shaped (menukik) pada bagian sel bawahnya. Monofialid
bercabang atau tidak bercabang, klamidospora terbentuk secara terpisah atau
berpasangan (Sutejo et al., 2008). Pada medium PDA, koloni jamur tumbuh dengan
cepat dan aerial miselium yang bewarna putih mungkin dengan cepat menjadi
berwarna kemerahan, ungu atau muncul warna biru pada sklerotium ketika
terbentuk dalam jumlah yang banyak atau dengan warna krem menjadi coklat
kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi oranye jika sporodokium
melimpah.
KESIMPULAN

Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui daya viabilitas spora Fusarium sp. digunakan metode riddle
atau dikenal sebagai media kubus. Metode riddle dilakukan dengan alat dan
bahan yang terdiri dari cawan petri, tusuk gigi, tissue, slide glass dan cover glass
yang telah disterilkan sebelumnya.
2. Hasil Pengamatan morfologi jamur secara mikroskopis metode spatula bentuk
makrokonidia memanjang dengan ujung meruncing dan mikrokonidia ovoid.
mikrokonidia Fusarium sp. mempunyai satu atau dua sel, terdapat dalam jumlah
yang banyak, dan sering dihasilkan pada semua kondisi. Hasil Pengamatan
morfologi jamur secara mikroskopis metode corkbore mempunyai hifa yang
panjang dengan jumlah yang berlimpah dan bersepta ditemukan adanya
makrokonidia yang panjang berbentuk bulan sabit dengan ujung tumpul
bersepta dan juga ditemukan adanya hifa yang pajang dan bersepta
3. Pertumbuhan spora dengan metode corkborer lebih cepat dibandingkan dengan
metode spatula karena pada pengamatan ke-1 terdapa beberapa spora yang telah
menyebar pada metode corkborer
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, V. R. (2014). Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan. Universitas


Sebelas Maret. Surakarta.

Cappuccino, J. G. dan Sherman, N. (2014). Manual Laboratorium Mikrobiologi


Edisi Kedelapan. EGC. Jakarta.

Hanlin, R. T., & Ulloa, M. (1999). Illustrated Dictionary of Mycology. The


American Phytopathological Society, Minnesota.

Hasanuddin dan Rosmayanti. (2013). Karakteristik morfologi isolat fusarium


penyebab penyakit busuk umbi bawang merah. Prosiding Seminar
Nasional. Pekanbaru.

Koestoni, T. M. (2006). Analisis Probit. Kelompok Peneliti Hama Lembang. Balai


Penelitian Hortikultura.

Kurniawati. (2010). Mikrobiologi Umum. Erlangga. Jakarta.

Ohara, T., Inoue, I., Namiki, F., Kunoh, H., & Tsuge, T. (2004). REN1 is required
for development of microconidia and macroconidia, but not of
chlamydospores, in the plant pathogenic fungus Fusarium
oxysporum. Genetics, 166(1), 113-124.

Sastrahidayat, I. R. (2016). Penyakit Tumbuhan oleh Parasit Obligat. Universitas


Brawijaya Press.

Semangun, H. (2007). Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.


Gadjah Mada Univeristy Press. Yogyakarta.

Sutejo, A. M., Priyatmojo, A., & Wibowo, A. (2008). Identifikasi morfologi


beberapa spesies jamur Fusarium [Morphological Identification of Several
Fusarium Species]. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 14(1), 7-13.

Woelansari, E. D. (2016). Pola pertumbuhan Staphylococcus aureus pada media


agar darah manusia golongan O, AB dan darah domba sebagai kontrol.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 3(2): 191-200.

Anda mungkin juga menyukai