Ilmu Riwayah Hadist
Ilmu Riwayah Hadist
Ilmu Riwayah Hadist
Disusun Oleh:
Dea Tenia : 12307035
Syarifah Ardilla Rahmawati :12307056
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
2024
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan atas berkat dan karunia Allah SWT. yang telah
melimpahkan nikmat-Nya kepada kita terutama nikmat sehat, nikmat waktu, dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ulumul
Hadist ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar kita
Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah sampai zaman
terang benderang seperti saat ini.
Dengan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Ilmu Riwayah Hadist” dan yang diampu oleh bapak Risky Afriyanto.S.Ag.M.Ag
Tujuan di buatnya makalah ini untuk memenuhi tugas dan mendapat nilai
yang luar biasa.
Harapan kami dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah ilmu dan
bermanfaat bagi pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
sehingga mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan penulisan..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
iii
Qur'an, yakni adanya transmisi yang mengubungkan antara Rasulullah sebagai
asal Informasi Dengan generasi berikutnya sampai pada akhirnya Informasi
tersebut terhimpun dan dibukukan oleh para Muhkarrij Al-Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ilmu hadist ?
2. Bagaimana pembagian hadist berdasarkan sanad dan matan ?
3. Apa manfaat dan kegunaan mengkaji ilmu hadist riwayah ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui Ilmu Riwayat Hadist
serta mengetahuinya dari tinjauan kualitas sanad dan matan.
iv
BAB 2
PEMBAHASAN
Ilmu hadits berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata "ilm al-hadits"
dan "al-hadits". Secara etimologis "`ilm" memiliki arti pengetahuan. Bentuk
jamak dari 'ilm adalah "`ulum" yang berarti "al-yaqin" yang berarti keyakinan
dan "al-ma'rifah" yang berarti pengetahuan. Sedangkan istilah hadits, berasal
dari bahasa arab yaitu "al-hadits" yang artinya baru. Secara terminologi,
sebagaimana telah ditafsirkan oleh para ulama ahli hadits, ilmu hadits adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu
berupa perkataan, perbuatan atau perilaku, ketetapan, sifat, dan tabiat atau
yang diandalkan. pada para sahabat dan tabi'in. Pendapat ulama' lain yang
sudah diungkapkan dari izz al-din sebagai berikut.
Ilmu hadits berdasarkan bahasa yaitu "riwayah" berasal dari istilah, rawa,
yarwi, sejarah. yang artinya "an-naql" yang artinya bergerak dan menulis.
Sedangkan menurut istilah, ilmu hadis berarti ilmu yang mempelajari
peristiwa suatu periwayatan yang dilakukan secara cermat dan seksama. Apa
yang dilakukan Rasulullah, baik berupa perkataan, tindakan atau perilaku serta
v
akhlak juga merupakan sesuatu yang diandalkan para sahabat dan tabi'in.
Pengertian lain dari ilmu hadits adalah ilmu yang menyelidiki suatu sabda
Nabi Muhammad SAW, perbuatan, batasan, keakuratan semua riwayat dan
redaksinya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka objek yang dibahas dalam ilmu hadis
adalah Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perilaku atau
persetujuannya atau bahkan sifat-sifatnya yang diriwayatkan secara cermat
dan menyeluruh tanpa ada perdebatan nilai yang sahih. Manfaat dan kegunaan
mengkaji ilmu hadits riwayah adalah sebagai berikut.
Ilmu hadits dirayah dari segi bahasa berasal dari kata dara, yadri, daryan,
dirayatan, dirayah. Itu adalah pengetahuan. Dilihat dari segi ilmu hadits,
dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang syarat, jenis, sifat, dan hukum
periwayatan, dan kondisi, jenis, keadaan para perawi serta segala hal yang
berkaitan dengan keduanya.
Penjelasan dari definisi di atas yang perlu dikemukakan secara rinci, yaitu.
vi
Maksud syarat periwayatan adalah kondisi perawi ketika menerima
periwayatan hadits, apakah periwayatan tersebut menggunakan metode as-
sama', al-ijazah, dll.
Macam-macam periwayatan, yaitu jenis-jenis periwayatan yang terdapat
dalam periwayatan apakah bertemu langsung (sanad muttasil) atau
terputus (inqitha')
Hukum transmisi diterima (maqbul) atau ditolak (mardud)
Hakikat dari periwayatan adalah untuk mentransfer informasi dalam
sunnah dan mengandalkan orang yang membawa berita atau
menyampaikan informasi kepada orang lain.
Kondisi perawi berarti bahwa seorang perawi ketika menerima dan
menyampaikan hadits, adil atau tidak, tempat lahirnya, tempat tinggal dan
kematiannya.
Syarat priwayat dalam hal ini berkaitan dengan syarat periwayatan ketika
menerima hadits dan menyampaikan kelanjutan riwayat dalam sanad atau
tidak. Jadi dalam hal ini informasi yang diriwayatkan itu rasional atau
tidak, bertentangan dengan Al-Qur'an atau tidak, dsb.
Macam-macam periwayatan yaitu berbagai bentuk seperti pembukuan,
baik yang berbentuk musnad, mu'jam, ajza' dan sebagainya.
Ilmu hadits dirayah adalah penelitian tentang sanad dan matan, periwayatan,
meriwayatkan dan diriwayatkan bagaimana ciri-ciri suatu hadits diterima atau
ditolak, hadits tersebut shahih, benar-benar dari Rasulullah atau dha'if.
Suatu hadits dikatakan shahih tidaknya salah satunya dapat dilihat dari
segi kualitas sanad dan matan. Ditinjau dari segi kualitas sanad dan matannya,
hadits terbagi menjadi empat. Yakni hadits sahih, hadits hasan, hadits dha'if
dan hadits mawdu'. Dari ke-empat hadits tersebut, tentunya memiliki
pendefinisian yang berbeda. Adapun pengertian atau definisi dari ke-empat
hadits tersebut, yakni sebagai berikut.
vii
1. Hadits Shahih
Hadits shahih ditinjau dari segi bahasa berarti hadits bersih, hadits asli
berasal dari Rasulullah SAW. Dalam batasan hadits shahih ini yang diberikan
oleh para ulama' yakni "Hadits shahih merupakan hadits yang susunan
lafadznya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat al-qur'an, tergolong
hadits mutawatir atau ijimak serta perawinya adil dan dabit".
Definisi di atas dapat dikatakan bahwa hadits shahih adalah hadits yang
bersambung sanadnya dengan periwayat perawi yang adil dan dabit dari
perawi pertama sampai perawi terakhir yang tidak mengandung unsur syaz
dan `illat. Contoh hadits shahih yakni sebagai berikut:
viii
syuzuz yakni unsur penyelisishan dengan periwayatan orang yang lebih siqah.
Hadits shahih terbagi menjadi dua bagian yakni sebagai berikut.
ix
tadi yang membedakan hadits hasan dengan hadits ahih adalah pada aspek
kedabitan perawi. Yang mana pada hadits hasan, dabit yang terkait
menggunakan aspek tulisan serta hafalannya kurang tepat, sedangkan hadis
sahih kedabitan perawi tepat. Adapun selamat dari unsur syuzuz serta 'illat.
Contoh: "Telah menceritakan kepada kami 'Ali ibn Nashr bin 'Ali telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad al Huna'i telah
menceritakan kepada kami 'Ali ibn al-Mubarak dari Ayyub al-Sakhtiyani dari
Khalid bin Duraik dari Ibn Umar dari Nabi saw.labersabda: "Barangsiapa
belajar ilmu untuk selain Allah atau menginginkan selain Allah, maka
hendaklah dia menempati tempat duduknya (kelak) di neraka". Abu Isa
berkata; 'Hadits ini hasan"
Alasan utama hadis ini dari evaluasi hadits hasan adalah terletak pada
kualitas seseorang rawi yang bernama Muhammad bin 'Abbad al-Huna'i.
Sebagaimana telah dipaparkan, seluruh rawi pada skema sanad di atas dinilai
siqah oleh para kritikus hadis, kecuali nama Muhammad bin 'Abbad al-
Huna'i yang dinilai saduq. penjelasan al-Suyuti dalam Tadrib al-Rawi, bahwa
redaksi evaluasi dapat dipercaya rawi (alfaz al-ta'dil) terdapat empat tingkatan,
yaitu:
3. syaikh.
4. salih al-hadis
x
Misalnya, ada seorang perawi yang lemah, tetapi kelemahannya tidak
lepas dari jajaran perawi yang diterima kehadirannya. Yang dimaksud lemah
di sini adalah perawi yang hafalannya rendah, jarh dan ta'dilnya diperdebatkan
tetapi tidak dapat ditentukan, atau perawi mudallis yang meriwayatkan dengan
an'anah. Bukan perawi yang diduga pembohong dan pemalsu hadits, atau
perawi Mudallis yang mengaku menerima hadits dengan cara al-
sima,contohnya:
"Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr telah menceritakan kepada
kami Hafs bin Ghiyas dari al-Hajjaj dari 'Atiyyah dari Ibn Umar dia berkata:
"Saya shalat Duhur bersama Nabi saw.dua raka'at dan setelahnya dua raka'at
dalam sebuah perjalanan'. Abu Isa berkata hadits ini hasan".
3. Hadits Daif
Secara umum hadits da'if diartikan yakni hadits yang tidak memenuhi
syarat hadits shahih dan hadits hasan. Secara khusus hadits da'if ialah hadits
yang mata rantainya terputus atau beberapa perawinya cacat," bertentangan
xi
dengan logika sehat, dalil-dalil tingkat yang lebih tinggi yaitu riwayat-riwayat
mutawatir, tujuan utama ajaran Islam dan berita sejarah yang telah
dikonfirmasi, atau editorial mereka. tidak mendeskripsikan istilah kenabian
atau matannya. Hadis daif karena terputusnya sanad di antaranya adalah hadis
munqati", misalnya hadits yang diriwayat oleh al Nasa'i dan Ibn Majah
berikut: "Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid dia berkata;
telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ayyasy dari Mughirah dari al-Harits
al-'Ukli dari Ibn Nujay dia berkata; 'Ali ra, berkata: 'Aku mempunyai dua
kesempatan dari Rasulullah saw.untuk menemuinya, yaitu kesempatan di
malam hari dan kesempatan di siang hari. Apabila aku menemuinya di waktu
malam, beliau berdehem kepadaku."
Menurut Ibn Ma'in dan al-Daruqutni, hadis ini munqati', karena ada
persoalan pada seorang rawi yang bernama 'Abd Allah bin Nujay bin Salamah
bin Jisym. Ia dinilai siqah oleh al Nasa'i dan Ibn Hibban. Namun sejatinya ia
tidak mendengar langsung dari 'Ali bin Abi Talib, melainkan melewati
bapaknya. Sedangkan hadis da'if yang disebabkan cacat pada periwayat
misalnya hadis tentang shalat sunnah setelah Maghrib yang diriwayatkan oleh
at-Tirmizi berikut: "Telah menceritakan kepada kami Ab Kuraib, yaitu
Muhammad bin al-'Ala al-Hamdani, ia berkata; telah menceritakan kepada
kami Zayd bin al-Hubab katanya, telah menceritakan kepada kami Umar bin
Abu Khats'am dari Yahya bin Ab Katsir dari Abu Salamah dari Abu
Hurayrah, katanya: "Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa melaksanakan
shalat enam rakaat setelah Maghrib, kemudian ia tidak berbicara buruk di
antara shalat tersebut, maka akan dihitung baginya sama (pahalanya) dengan
ibadah selama dua belas tahun". Ab Isa berkata: 'Hadis Abu Hurayrah ini
gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Zayd bin al-Hubab dari
Umar bin Khats'am'. Ia berkata:" Aku mendengar Muhammad bin Isma'il (al-
Bukhari) mengatakan bahwa Umar bin 'Abd Allah bin Abu Khats'am adalah
seorang munkar al-hadis, dan sangat lemah"
xii
Sebagaimana dijelaskan sang at-Tirmizi, hadits ini da'if karena adanya perawi
yang cacat, yaitu Umar bin Abu Khats'am yang bernama lengkap Umar bin
'Abd Allah bin Abu Khats'am. beliau meriwayatkan hadits hanya berasal
Yahya bin Abi Katsir. Sedangkan yang meriwayatkan darinya merupakan
Zayd bin al-Habbab serta Musa bin Ismail al-Wasiti. Imam al-Bukhri
menganggapnya sebagai perawi yang sangat lemah. Ibnu Adi menganggapnya
sebagai pemalsu hadits. Contoh hadis da'if berikutnya adalah riwayat yang
masyhur di tengah masyarakat, yaitu sabda Nabi saw: "Berpuasalah kalian
agar kalian sehat".
Hadits ini ber asal Abu Hurairah. Al-Tabrani meriwayatkan dalam Mu'jam
al-Awsar dan Abu Nu'aim pada Tibb an-Nabawi dari jalan Muhammad bin
Sulaiman bin Abu Dawud dari Zuhayr bin Muhammad dari Suhail bin Abi
Salih dari ayahnya dari Abu Hurairah. Al-Tabrani menilai tidak terdapat
seorang pun yang mengeluarkan redaksi seperti ini kecuali Zuhayr ibn
Muhammad, beliau adalah seseorang perawi yang lemah waktu murid-
muridnya berasal dari orang-orang Syam. Zayn al-Din al-Iraqi pada Takhrij
Ihya 'Ulum al-Din berkata bahwa hadits dari Abu Hurairah ini lemah. Padahal,
dari Imam al San'ani, hadits ini diklaim keliru. evaluasi ini berbeda dengan
penilaian al-Munziri dalam at-Targhib dan al-Haisami dalam al-Majma' al-
Zawa'id yang menyatakan sanadnya sah. Akar persoalan evaluasi kontradiktif
ini artinya seseorang narator bernama Zuhayr ibn Muhammad. dia artinya
perawi siqah sejati. tetapi, Jika hadis-hadis tersebut diterbitkan oleh kaum
Syam, maka kondisinya tidak lagi siqah, sebab se ketika itu pemikirannya
sudah banyak berubah. Peneliti hadits dituntut untuk memperhatikan dengan
akurat syarat mental serta psikis seorang perawi waktu meriwayatkan
haditsnya, baik ketika kondisinya prima atau telah menurun sehingga diterima.
Memang periwayatannya sulit buat dikoreksi. Periwayat Zuhayr bin
Muhammad mempunyai syawahid berasal hadits Ibnu Abbas yaitu hadits
"Berperanglah engkau pasti akan mendapatkan harta rampasan perang serta
berpuasa kamu akan sehat" yang dikeluarkan oleh Ibnu Adi menggunakan
mata rantai sanad Nasal dari Dahhak berasal Ibnu 'Abbas tetapi syawahid ini
xiii
sangat lemah bahkan palsu, sebab Nasal diklaim matrk serta Dahhak tidak
pernah bertemu dengan Ibnu Abbas. dengan penelitian yang lebih cermat
akhirnya bisa ditentukan bahwa evaluasi al-Munziri dan al-Haisami terhadap
dilema ini cukup lemah.
4. Hadits Mawdu'
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab al-Zuhd, dari 'Ali bin
Ahmad bin Abdan, dari Ahmad bin Ubayd. dari Tamam, dari Isa bin Ibrahim,
dari Yahya bin Ya'la, dari Lais bin Abi Sulaim, berasal Ata', dari Jabir bin
'Abd Allah, dari Rasulullah. dari al-Baihaqi, tiga perawi dalam sanadnya, yaitu
Isa bin Ibrahim, Yahya bin Ya'la, serta Lais bin Abi Sulaim adalah da'if.
Bahkan perawi yang bernama Isa bin Ibrahim dianggap oleh Abu Hatim dan
xiv
al-Nasa'i menjadi seseorang matrk al-hadits, dan dianggap menjadi perawi
hadits munkar oleh al-Bukhari. menurut al-Zaila'i, teks hadits pada atas
sebenarnya merupakan kata-istilah mutiara yang diucapkan oleh Ibrahim bin
Abi Ablah, seorang tabi'in berasaldari Syam menurutnya hadits yang benar
yakni hadits riwayat yang maqtu' bukan riwayat marfu'. Apalagi dari segi
hadits ini pula lemah, sebab pada dasarnya seluruh jihad itu akbar. perjuangan
melawan musuh dewa pada medan perang atau melawan hawa nafsu
membutuhkan pengorbanan yang sangat akbar atau besar.
Pengertian dari pembagian hadits ditinjau dari kualitas sanad dan matan
diatas, terdapat beberapa kata kaidah otentisitas hadits sanad dan matan hadits.
Tujuannya yakni untuk mengukur dan meneliti keabsahan hadits yang
diperlukan acuan dalam standar baku. Ataupun acuan yang dipakai sebagai
kaidah-kaidah keshahihan hadits.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada poin diatas, bahwa hadits shahih
merupakan hadits yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang-
orang yang adil dan dabit, tidak ada unsur syuzuz atau kejanggalan dan illat
atau cacat samar. Hadits dinyatakan shahih jika memenuhi persyaratan,
maupun unsur kaidah keshahihan dalam hadits. Adapun unsur keshahihan
dalam sebuah hadits yakni sebagai berikut.
xv
Rantai yang berkesinambungan ialah hadits yang berasal dari perawi pertama
sampai perawi terakhir (mukharrij/kodifikasi) tidak ada pemutusan mata rantai
yang terjadi. menggunakan istilah lain, setiap perawi dalam rantai hadits
mendapatkan riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Situasi ini
berlanjut sampai akhir rantai hadits. Hadits yang sanadnya dilanjutkan oleh
para ulama pakar hadits disebut dengan beberapa istilah antara lain hadits
musnad, muttashil serta mawsul. Dilema mata rantai merupakan suatu perkara
yang menentukan diterima atau tidaknya suatu hadits. Bukti pentingnya
masalah ittisal al-sanad artinya banyaknya ragam hadits daif ditimbulkan oleh
adanya pemutusan mata rantai, meskipun itu diriwayatkan oleh seseorang
perawi yang dievaluasi adil serta dabit. karena hadits yang putus rantainya,
walau rantai putus pada satu daerah saja (misalnya pada generasi teman yang
dikenal dengan hadits al-mursal), masih mengkategorikan sebagai hadits yang
sanadnya tidak berkesinambungan, serta derajat hadits tadi dalf. bisa
diidentifikasi dalam beberapa cara:
a. Catat semua nama perawi pada sanad sehingga bisa dicermati hubungan
antara pengajar dan siswa yang digambarkan dalam aneka macam biografi
narator.
b. mengkaji riwayat hidup setiap perawi melalui buku-kitab Rijal al-Hadits,
sebagai akibatnya diketahui tahun kematiannya antara guru serta peserta
didik, dan hubungan kontemporer antara keduanya, kesenjangan yang
diprediksi merupakan enam puluh tahun.
c. Perhatikan simbol-simbol transmisi atau sighat al-tahammul wa ada' al-
hadits mirip sami'tu, haddatsana, akhbarana serta sebagainya. sehingga
perawi mudallis yang memakai sighat`an" tidak dikategorikan sebagai
mata rantai yang berkesinambungan. Suatu sanad hadits dianggap
berkesinambungan Bila seluruh perawi pada sanad tersebut terbukti sahih-
benar bertemu (sudah terjadi hubungan transmisi) menurut kaidah al-
tahammul wa ada' al-hadits antara perawi menggunakan perawi terdekat
sebelumnya.
2. Perawi yang Adil
xvi
Secara lughawi, kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti tengah,
lurus atau condong kepada kebenaran. Sedangkan secara istilah, para ulama
memiliki pendapat yang beragam pendapat tersebut memunculkan lima belas
macam kriteria, yaitu beragama Islam, baligh, berakal, taqwa, menjaga
muru'ah, teguh dalam agama, tidak melakukan dosa akbar atau besar, tidak
membiasakan dosa kecil, tidak melakukan bid'ah, tidak berbuat jahat, tidak
berbuat dosa, maksiat, menjauhi perbuatan mubah yang merusak muru'ah,
berakhlak mulia, diyakini mengandung informasi, umumnya
3. Perawi Dabit
Secara harafiah arti dabit berarti kuat, sempurna, kokoh serta hafal dengan
tepat. Sedangkan secara istilah, dabit berkaitan dengan kapasitas intelektual
perawi hadits. Secara umum kriteria dabit dirumuskan menggunakan tiga
macam kemampuan, sebagai berikut:
a. Perawi dapat tahu dengan baik sejarah yang sudah terjadi dengan apa yang
didengar
b. Para perawi menghafal dengan tepat setiap sejarah yang sudah terjadi
beliau selepas dari mendengar.
c. Perawi bisa menceritakan balik sejarah yang telah didengarnya dengan
baik.
Ketiga kriteria di atas dari para ulama diklaim menjadi dabit sadr. Selain sadr
dabit ini pula dikenal kata dabit kitabah, yaitu suatu sifat yang dimiliki oleh
perawi yang tahu dengan baik goresan pena-tulisan hadits yang ada pada
buku-kitabnya, dan mengetahui betul letak kesalahan-kesalahan di goresan
pena-goresan pena yang dimilikinya. Sedangkan keadaan atau sikap yang
dapat menghambat kedhabitan adalah sebagai berikut :
xvii
d. Riwayat yang disampaikannya bertolak belakang menggunakan riwayat
perawi yang siqah, hafalannya jelek, meskipun sebagian riwayatnya benar.
Baik adil juga dabit merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang
dua perawi hadits. Jika keadilan perawi berkaitan dengan akhlak, maka
karakter perawi erat kaitannya dengan kapasitas intelektual. Jika ke sifat ini
menempel di kepribadian seorang perawi, maka yang bersangkutan biasa
diklaim perawi siqah. Untuk mengetahui hadis perawi bisa diketahui
berdasarkan kesaksian para ulama dengan mengacu pada biografi para perawi
dan lebih khusus lagi literatur al-jarh wa al-ta'dil.
Hadits syuzu adalah hadits yang memiliki lebih dari satu rantai riwayat,
dimana salah satunya diriwayatkan oleh seorang perawi siqah, namun hadits
ini bertentangan dengan sanad hadits lain yang diriwayatkan oleh banyak
perawi yang juga siqah, maka salah satunya Langkah penting untuk memilih
kemungkinan syuzu dalam hadits ialah dengan membandingkan satu hadits
menggunakan hadits lain yang memiliki tema yang sama.
Para ulama mengakui bahwa penelitian wacana syuu hanya bisa dilakukan
oleh peneliti yang mempunyai pengetahuan pada bidang hadits, dan
penelitian ini dianggap lebih sulit daripada penelitian tentang illat hadits.
Dalam istilah yang lebih sederhana, syuzu ialah ketidakteraturan dalam hadits
xviii
yang diriwayatkan oleh perawi siqah. Alasan perbedaan ini merupakan bahwa
periwayatan ini bertentangan dengan hadits lain menggunakan tema yang
diriwayatkan oleh lebih banyak perawi siqah. dengan demikian, selain ukuran
kualitas sejarah, serta kuantitas mata rantai, perawi siqah kalah jumlah dengan
perawi siqah lainnya. yang memiliki riwayat.
Berkaitan dengan syuu ini terdapat perihal bahwa apapun derajat hadits,
termasuk hadits mutawatir, Jika secara lahiriah bertentangan dengan ajaran al-
Qur'an, maka dianggap shaz hadits. Pendapat ini tidak populer karena pada
hakikatnya antara hadits shahih serta Al-Qur'an tidak akan terdapat
kontradiksi, mengingat Al-Qur'an adalah sumber primer hadits. tidak mungkin
sebuah cabang bertentangan dengan intinya. Bila ada dua kemungkinan, yaitu
kurangnya pemahaman terhadap permasalahan, sebagai akibatnya tidak
mampu menggabungkan keduanya. Atau konflik yang terjadi bukan
pertengahan yang sebenarnya.
Pengertian 'illat di sini bukanlah pengertian umum dalam ilm Ushul al-
Hadits, yaitu stigma-stigma yang ada dalam hadits yang biasa diklaim
menggunakan ta'n al-hadits atau jarh. yang dimaksud dengan 'illat dalam hal
ini artinya sebab-sebab yang tersembunyi. yang menghambat kualitas hadis.
Keberadaannya menyebabkan hadis yg secara lahiriah terlihat berkualitas
shahih, pada akhirnya menjadi tidak sahih. Para ulama mengakui bahwa
penelitian illat ini relatif sulit karena sangat tersembunyi bahkan secara
lahiriah terlihat benar. buat mengungkapnya diperlukan intuisi yang tajam,
kecerdasan dan hafalan yang sempurna serta pemahaman yang luas.
xix
Berdasarkan penjelasan para ulama, hadits illat umumnya terdapat pada :
a. tiga sanad yang terlihat muttasil dan martu", akan tetapi sebenarnya
mawquf meskipun sanadnya pada keadaan muttail.
b. sanad yang terlihat marfu' serta muttasil, namun di kenyataannya mursal
meskipun sanad tersebut pada keadaan muttasil.
c. Hadits yang mengandung kerancuan sebab bercampur dengan hadits lain
dalam sanadnya. contohnya, kesalahan pengucapan nama perawi yang
memiliki kemiripan atau kemiripan dengan perawi lain kualitasnya tidak
sama.
Jadi, illat artinya penyebab yang samar dan tersembunyi yang bisa
Mengganggu otentisitas hadits, meskipun secara lahiriah sepertinya aman dari
cacat. seperti kisah seseorang anak kepada ayahnya sendiri. Oleh secara
lahiriah diklaim muttasil (lanjutan) sebab pada umumnya terdapat
kontemporer, namun selesainya diselidiki lebih lanjut, ternyata tidak
menemukan tanda anak lahir ketika ayah mereka meninggal.
Menjadi salah satu data sejarah lama, kitab-kitab hadits ialah salah satu
dokumen sejarah yang cukup tua yaitu perjalanan sejarahnya sudah melalui
waktu yang sangat lama, semenjak empat belas abad yang lalu. Isi dari kitab-
kitab ini dipertahankan murni serta diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya terus menerus, sampai sekarang. Salah satu keistimewaan atau
keunikan hadis berasal dari dokumen sejarah hal-hal lain pada dunia, artinya
data tertulis dari mereka yang menerima dan meriwayatkan hadits-hadits ini,
yang dimaksud dengan sanad. Dengan ketelitian, moral serta profesionalisme
yang tinggi, terutama penulis kitab hadits, hadits-hadits hadits
xx
didokumentasikan satu per satu. Hal ini dapat dipandang, contohnya, dalam
kitab-kitab al-Jmi ash-Shahh oleh al-Bukhari dan Muslim. kedua ulama di
atas, menuliskan nama sanad hadits masing-masing. masing-masing,
meskipun untuk hadits yang memiliki banyak jalan, seperti dalam mutawtir
dan hadits-hadits populer. Begitu juga ulama lainnya, seperti Abu Daud, at-
Turmudzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, ad-
Darimi, Daruquthni, serta al-Hakim. Mereka tidak menulis hadits yang tidak
ada sanadnya menuntaskan. Termasuk untuk hadits-hadits yang memiliki
rantai jalan ganda.
Peran sanad pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu: pertama untuk menjaga
atau memelihara hadits; dan kedua, untuk penelitian Kualitas hadits satu per
satu secara detail. Sanad hadits dicermati dari urutan atau nasab yang dibagi
ke beberapa thabaqah atau tingkatan.tingkatan-tingkatan itu menunjukkan
urutan generasi ke generasi, yaitu antara satu dan lain terkait atau
digabungkan. Hadits-hadits Rasulullah yang sepenuhnya terdapat pada tangan
mereka, diterima serta disampaikan dengan dua cara, yaitu:
xxi
pertama melalui secara lisan, dan kedua, secara tertulis. Cara pertama,
merupakan cara utama yang ditempuh oleh para ulama hadits dalam
kapasitasnya sebagai rantai hadits. Hal ini karena pada pra- Islam, warga
Arab sudah terbiasa menggunakan budaya menghafal, yang dilakukan
semenjak nenek moyang mereka. dengan kegiatan ini, tradisi lama yang
relatif positif sehingga dipertahankan serta digunakan untuk pentingnya
menjaga ajaran agama. Upaya mengembangkan daya hafal ini lebih efektif
dengan didukung oleh dua potensi, yaitu: pertama, kekuatan hafalan yang
dimiliki
ke dua, semangat kerja yang dimotivasi oleh iman, ketakwaan, dan
tanggung jawab terhadap pemilihan hukum Islam. Cara ke dua (metode
penulisan), di masa awal Islam masih kurang berkembang, Jika
dibandingkan dengan zaman tbi at-tbiin, atb tbi at-tbiin, dan masa
sesudahnya. Hal ini karena, terdapat beberapa faktor Prioritasnya ialah
untuk lebih mengoptimalkan penyebaran Al-Qur'an. namun dengan
demikian, kegiatan menulis tetap berjalan dengan baik, dan juga
membantu mendukung pelestarian hadis. Hal ini terlihat pada catatan
mereka, baik yang ditulis oleh para sahabat maupun tabiin.
xxii
sebuah hadits yang berbunyi: "insanlam yarham an-nsa l yarhamuhu Allah
Azza wa Jalla (siapa yang tidak mencintai sesama manusia, niscaya Allah
tidak akan mencintainya). serta hanya ada catatan langsung, yang pada
waktunya akan menjadi diriwayatkan pada orang lain, atau anak didik-
muridnya, baik melalui qiraah atau dikte (membaca atau didikte di depan
peserta didik), diploma (memberi izin kepada murid-muridnya untuk
meriwayatkan hadits pada orang lain), al-muktabah (menulis hadits yang
diberikan pada muridnya), beberapa cara lain.
xxiii
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu riwayah hadist yang meliputi Sanad, Matan, memiliki kaitan yang
sama dalam kesahihan suatu hadist. Kata sanad menurut bahasa adalah
sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dari segi bahasa matan berarti
punggung jalan atau tananh yang keras dan tinggi. Kedudukan sanad dalam
hadist sangat penting. Karena hadist yang diperoleh atau yang diriwayatkan
akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad atau periwayatan
hadist dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadist
yang shahih atau tidak, untuk diamalkan.
xxiv
DAFTAR PUSTAKA
Wati, A. (2022, April 25). Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Sanad dan
Kompasiana.com.
https://www.kompasiana.com/ambarwati3730/62663375bb4486755f2df5e
6/pembagian-hadits-berdasarkan-kualitas-sanad-dan-matan-hadits?
page=14&page_images=1